LAMPIRAN 1
DOKUMENTASI PENELITIAN
Bendung Aek Sigeaon
Pengukuran dimensi kantong lumpur bendung Aek Sigeaon
Pengambilan sampel pada sungai Aek Sigeaon
Sampel yang akan diuji di laboratorium mekanika tanah USU
Sampel telah dikeringkan
Praktikum grain size sampel sedimen Aek Sigeaon
Praktikum kecepatan jatuh sedimen dasar
LAMPIRAN 2
Daftar Pustaka
Abdurrosyid, Jaji., Purwoto. 2006. Kajian Model Hidraulik Kantong Lumpur
Bendung Colo Kabupaten Sukoharjo. Dinamika Teknik Sipil. Volume 6.
Nomor 1. January 2006
Barutu, Halik. 2010. Kajian Debit Aliran Sungai dan Sedimen Melayang Serta
Arahan Penggunaan Lahan Pada Tiga Outlet Sub DAS di Kawasan Hulu DAS Padang. Tugas Akhir, Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera
Utara
Boangmanalu, Arta Olihen. 2013. Kajian Laju Angkutan Sedimen Pada Sungai
Wampu. Jurnal Teknik Sipil USU. Volume 2. Nomor 3.
Chow, Ven Te. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta:Erlangga Erlina. 2011. Metodologi Penelitian. Penerbit USU Press. Medan
Ferikardo. 2007. Penyusunan Kajian Kelayakan dan Desain Rinci
Infrastruktur Bangunan Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro Santong di Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB. Tugas Akhir,
Departemen Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung
Ginting, Makmur. 2014. Rekayasa Irigasi-Teori dan Perencanaan. Penerbit USU Press. Medan
Keputusan Direktorat Jendral Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi
Tentang Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP – 02.
Komirawati, Tati. 1986. Analisa Angkutan Sedimen dan Efisiensi Kantong
Lumpur bendung Rentang Baru-Kadipaten Jawa Barat. Universitas IPB
Munandar, Aris. 2014. Analisis Laju Angkutan Sedimen Bagi Perhitungan
Kantong Lumpur Pada D.I Perkotaan Kabupaten Batubara. Jurnal Teknik
Sipil Usu. Volume 3. Nomor 3
Nindito, Dwi Anung., Istiarto, Bambang Agus Kironoto. 2008. Simulasi Numeris
Tiga Dimensi Kantong Lumpur Bendung Sapon.Universitas Gadjah Mada.
Volume XVIII. Nomor 1. January 2008
Raju, K. G. Ranga. 1986. Aliran Melalui Saluran Terbuka. Jakarta:Erlangga Ritonga, Dhani Aprisal. 2011. Analisa Hidraulis Bangunan Kantong Lumpur
(Settling Basin) Pada Daerah Irigasi Sungai Ular. Tugas Akhir,
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara
Soedibyo, Ir. 2003. Teknik Bendungan. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Sukri, Ahmad Syarif. 2013. Analisis Sedimentasi Pada Bendung Laeya
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Studi Kasus
Studi kasus merupakan eksplorasi mendalam dari sistem terikat (misalnya, kegiatan acara, proses atau individu) berdasarkan pengumpulan data yang luas. Dalam penelitian ini saya memilih jenis penelitian studi kasus dimana studi ini berkaitan dengan penelitian yang akan saya lakukan.
Meskipun telah ada usaha untuk mencegah masuknya sedimen ke dalam jaringan irigasi dengan merencanakan penguras utama di depan pintu pengambilan utama, namun masih ada partikel-partikel sedimen layang
(suspended load) yang akan masuk ke dalam jaringan irigasi tersebut. Untuk
mencegah agar sedimen ini tidak mengendap di saluran irigasi, maka setelah bangunan pengambilan direcanakan dibuat kantong lumpur. Metodologi pengerjaan dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan lokasi studi pada Gambar 3.2.
3.2 Pengumpulan Data
Di dalam studi kasus ini penulis menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data.
1. Metode observasi lapangan
Metode observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dan gejala-gejala pisis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini penulis langsung terjun ke lapangan menjadi partisipan (observer partisipatif) untuk menemukan dan mendapatkan data yang berkaitan dengan fokus penelitian, yaitu :
Pengambilan sampel sedimen sungai Aek Sigeaon
Survey lokasi
2. Metode wawancara
Metode wawancara, menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231) wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam metode ini penulis melakukan wawancara dengan pengawas lapangan ataupun pihak terkait mengenai kantong lumpur Aek Sigeaon.
3. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi, menurut Sugiyono (2013:240) dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang. Dalam metode ini penulis melakukan dokumentasi dalam melakukan penelitiannya dengan mengambil foto keadaan di lapangan.
3.3 Analisa Perhitungan Data
3.4 Bagan Alir Metodologi Pengerjaan
Gambar 3.1 Metodologi pengerjaan skripsi
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Data Primer :
1. Pengambilan sampel
sedimen
2. Survey lokasi
3. Foto dokumentasi
4. Interview
Data Sekunder :
1. Peta D.I
2. Skema jaringan
3. Gambar perencanaan
Analisa dan Pengolahan Data
Analisa Hidraulika
Evaluasi Kantong Lumpur
Kesimpulan dan Saran
Mulai
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1Perhitungan Dimensi Kantong Lumpur
Untuk merencanakan kantong lumpur saluran induk kanan bendung Aek Sigeaon, diambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Ukuran Partikel Rencana
Diambil ukuran partikel dengan diameter 0,081 mm. (Hasil dari penelitian Laboratorium Mekanika Tanah USU).
2. Volume Kantong Lumpur
a) Debit perencanaan saluran
Untuk debit jaringan irigasi Bendung Aek Sigeaon Kanan dengan luas
area 1.650 Ha telah ditentukan sebesar Q = 0,65 m3/detik.(Skema
Jaringan)
b) Menetukan volume kantong lumpur
Diasumsikan bahwa air yang dielakkan mengandung 0,50 0/00 sedimen
yang harus diendapkan dalam kantong lumpur. V = 0,0005 × Q × ΔT ...(4.1) = 0,0005 × 0,65 × ΔT...(4.2) = 0,000325 ΔT...(4.3)
Jadi volume kantong lumpur (V) yang dibutuhkan tergantung pada jarak waktu (interval) pembilasan (ΔT). Tampungan ini
Jarak waktu (interval) pembilasan direncanakan 1 (satu) minggu sekali.
Maka volume kantong lumpur:
V = 0,0005 x Q x ΔT = 0,000325 ΔT
= 0,000325 × 7 × 24 × 3600 = 196,56 m3
Banyaknya lumpur dalam waktu interval 1 minggu (perminggu) adalah 196,56 m3.
3. Perkiraan Awal Luas Rata-Rata Permukaan Kantong Lumpur
a) Diameter butir = 0,081 mm (Hasil Lab Mekanika Tanah USU)
Suhu rata-rata di Indonesia diambil = 200C.
Dari grafik hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang (lihat Gambar 2.7) diperoleh w = 5 mm/detik = 0,005 m/detik.
b) Menentukan luas permukaan rata-rata
Debit perencanaan irigasi Q = 0,65 m3/detik.
L × B = Q
W
=
0,65
0,005 = 130 m
2
Karena L
B > 8 atau L > 8B, maka dihitung:
L × B = 130 m2
L > 8B, maka nilai L > 8B disubsitusikan ke persamaan di atas sehingga:
L × B = 130 8B × B = 130
B2 =
8 130
= 16,25 m2
B ≤ 4,03
L ≥ 8 x 4,03 L ≥ 32,24
Sehingga,
B L
= 8, maka
B
50
= 130 m2
Jadi B =
50 130
= 2,6 m.
Cek
6 , 2
50
= 19,230 > 8....memenuhi persyaratan.
4. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi Normal
(In)
a) Ambil Vn = 0,30 m/detik (Sumber Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP – 02, 2010:215).
b) Koeifisien kekasaran Strickler, Ks = 45 (lihat Tabel 2.6)
c) Menentukan jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (Rn)
An =
Vn Qn
= 0,65
0,30 = 2,1667 m
2
Dengan harga rata-rata lebar (B) = 2,6 m, kedalaman air hn menjadi:
hn =
B An = 6 , 2 1667 , 2
= 0,8333 m
0,8333 m
B = 2,6 m
Gambar 4.1 Potongan melintang kantong lumpur dalam keadaan penuh pada Qn
Keliling basah (Pn) menjadi:
Pn = B + (2 hn) ...(4.4)
= 2,6 + ( 2 × 0,8333) = 4,2666 m
B = 14 m
hn = 1
Jari-jari hidrolis (Rn) menjadi:
Rn =
Pn An = 2666 , 4 1667 , 2
= 0,5078 m
d) Menentukan kemiringan energi kantong lumpur selama eksploitasi
normal (In) Vn = Ks . Rn2/3 . In
½
maka,
In =
(
3 2
Rn Ks
Vn
)
=(
45 0,5078233 , 0
)
= 0,0001095. Kemiringan Energi Selama Pembilasan (Ib) dengan Kantong Lumpur
dalam Keadaan Kosong
a) Ambil Vb = 1,50 m/detik (Sumber Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP – 02, 2010:219).
b) Kekasaran Strickler, Ks = 45 (Ks pada pembilasan,lihat Tabel 2.6)
c) Debit pembilasan
Untuk asumsi awal untuk dalam menentukan Ib, kecepatan aliran
untuk pembilasan diambil 1,50 m/detik. Maka debit untuk pembilasan menjadi:
Qb = 1,2 × Qn ...(4.5)
Qb = 1,2 × 0,65 = 0,780 m3/detik
d) Menentukan jari-jari hidrolis selama pembilasan (Rb):
Ab =
Vb Qb
= 50 , 1 780 , 0
= 0,520 m2
Lebar dasar B = 2 m, maka:
Ab = B × hb ...(4.6)
hb =
B Ab = 2 520 , 0
0,26 m
B = 2 m
Gambar 4.2 Potongan melintang kantong lumpur dalam keadaan kosong
pada Qb
Keliling basah (Pb) menjadi:
Pb = B + (2 hb) ...(4.7)
= 2 + ( 2 × 0,26) = 2,52 m
Jari-jari hidrolis (Rb) menjadi:
Rb =
Pb Ab = 52 , 2 520 , 0
= 0,206 m
e) Menentukan kemiringan energi selama Pembilasan (Ib) dengan
Kantong Lumpur dalam Keadaan Kosong
Untuk pembilasan koefisien kekasaran Ks diambil = 45 Vb = Ks . Rb2/3 . Ib
½
maka,
Ib =
(
3 2
Rb Ks
Vb
)
=(
45 0,2062350 , 1
)
= 9,132 x 10-3
f) Menentukan Kecepatan Aliran
Agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, kecepatan aliran harus dijaga agar tetap subkritis atau Fr < 1.
hb = 0,373 m
Fr =
hb g
Vb
= 9,8 0,26
50 , 1
= 0,939
Dimana Fr < 1, sehingga: 0,939 < 1 (OK).
6. Elevasi dan Panjang Kantong Lumpur
0,83 m
0,26 m
85 m
Gambar 4.3 Potongan melintang dan memanjang kantong lumpur
a. Panjang kantong lumpur
V = (0,5× B × L) + 0,5 (Ib– In) × L2 × B
196,56 = (0,5 × 2,6 × L) + 0,5 (9,132 x 10-3– 1,090 x 10-4)×L2×2,6
196,56 = 1,3 L + 0,01141 L2
Dengan menggunakan sistem coba-coba, maka diperoleh
L = 85,16 m
Maka di ambil panjang kantong lumpur (L) = 85 m
Dari perhitungan di atas maka diperoleh dimensi kantong lumpur yaitu:
a. Panjang (L) = 85 m
b. Lebar (B) = 2,6 m
c. Kemiringan energi dasar kantong lumpur Ib = 9,132 x 10-3
4.2Pengontrolan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur
1. Mengontrol Efisiensi Pengendapan
a) Menentukan w0 rencana
Dari diagram Camp (lihat Gambar 2.11) efisiensi kantong lumpur berbagai diameter sedimen dapat ditentukan. Dengan panjang kantong
lumpur (L) = 79 m dan kedalaman air rencana (hn)= 0,8333 m serta
kecepatan (Vn) = 0,30 m/detik, kecepatan endap rencana (w0)
ditentukan dari: w0 =
L Vn hn
...(4.8) =
85 30 , 0 8333 ,
0
= 0,00294 m/detik
Dengan w0 0,00294 m/detik, diperoleh diameter yang sesuai d0 = 0,06
mm (lihat Gambar 2.7).
Butiran yang dapat mengendap yaitu diameter 0,058 mm < dari diameter rencana yaitu 0,081 mm. Dengan demikian material yang sudah mengendap tidak akan menghambur lagi.
- w = 0,005 m/detik
- w0 = 0,00294 m/detik
- v0 = 0,30 m/detik
Maka: 0 w w = 00294 , 0 005 , 0 = 1,7 w V0 =
0,005
0,30 = 0,016
Dari grafik Camp (lihat Gambar 2.11) diperoleh efisiensi sebesar 0,925. Jadi 92,5% sedimen masuk ke intake dapat diendapkan di kantong lumpur.
c) Pengontrolan terhadap pengaruh turbulensi dari air
- Untuk kantong lumpur dalam keadaan kosong
V* = ghIb ...(4.9)
= 9,81,0930,009132 = 0,312 m/detik
w = 0,005 m/detik Maka: w V *
= 005 , 0 312 , 0
= 62,4 > 5
3 (OK)
- Untuk kantong lumpur dalam keadaan penuh
V* = ghIn ...(4.10)
= 9,81,0930,000109
= 0,0341 m/detik
w = 0,005 m/detik Maka: w V *
= 005 , 0 0341 , 0
= 6,82 > 5
3 (OK)
2. Mengontrol Efisiensi Pembilasan
- Kerapatan jenis air, ρw = 1000 kg/m3
- Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2
- Jari-jari hidrolis (Rb) selama pembilasan = 0,206 m
- Kemiringan energi selama Pembilasan (Ib) = 9,132x10-3
Maka:
τ0 = ρw × g × Rb × Ib ...(4.11)
= 1000 × 9,8 × 0,206 × 9,132x10-3
= 18,425 N/m2
Dengan τ0 = 18,425 N/m2 dari grafik Shield (lihat Gambar 2.8) diperoleh
diameter butir dm = 24 mm. Jadi partikel-partikel yang lebih kecil dari 24
mm, maka akan terbilas.
Perbandingan kantong lumpur lama dan baru No
.
Kantong Lumpur Lama Kantong Lumpur Baru
1.
2.
3.
Dimensi
Diameter butiran sediment
Kecepatan jatuh partikel
Panjang = 80 m Lebar = 2,2 m
Kemiringan = 6,250x10-4
Tidak ada data tapi dari asumsi perencana 0,07 mm
Tidak ada data tapi dari asumsi perencana 0,004 m/d
Panjang = 85 m Lebar = 2,6 m
Kemiringan = 9,132x10-3
Diameter butir 0,081 mm
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi kantong lumpur, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Ukuran partikel sedimen = 0,081 mm
2. Jenis tanah pada sedimen adalah pasir.
3. Kecepatan jatuh partikel sedimen = 0,00523 m/det
4. Volume kantong lumpur dalam waktu interval 1 minggu = 196,56 m3
5. Dimensi dan kemiringan dasar kantong lumpur :
a. Lebar kantong lumpur = 2,6 m
b. Panjang kantong lumpur = 85 m.
c. Kemiringan dasar kantong lumpur (Ib) = 9,132 x 10-3
6. Mengontrol berfungsinya kantong lumpur :
a. Jumlah angkutan sedimen yang diperkirakan masuk ke intake dapat
diendapkan sebanyak 92,5% di dalam kantong lumpur.
b. Dengan dikontrolnya pembilasan maka diperoleh tegangan geser dasar
(τ0 ) = 18,425 N/m2 yang mampu membilas partikel-partikel yang
ukuran diameter partikelnya kurang dari 24 mm, dan apabila didapat ukuran diameter partikel yang lebih besar dari 24 mm, maka diperlukan bantuan cara manual/mekanis.
7. Hasil perhitungan pembahasan saluran kantong lumpur bendung Aek
Sigeaon hampir sama dengan yang sudah ada, dimana panjang kantong lumpur
B. Saran
Berdasarkan hal-hal yang disumpulkan di atas, maka penulis mencoba memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Pengambilan sampel angkutan sedimen disarankan pada musim hujan
dan kemarau kemudian diambil nilai rata-ratanya.
2. Perlu diteliti apakah sedimen hasil dari kantong lumpur bisa dipakai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bangunan Utama
Bangunan utama merupakan suatu bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan aliran air ke dalam jaringan irigasi agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Bangunan utama biasanya dilengkapi dengan kantong lumpur agar bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan serta memungkinkan untuk mengukur air yang masuk.
Bangunan-bangunan utama terdiri dari:
a. Bangunan pengelak yang berfungsi membelokkan air sungai ke jaringan
irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai.
b. Bangunan pengambilan bisa disebut pintu air. Air irigasi dibelokkan
melalui bangunan ini dari sungai.
c. Bangunan pembilas berfungsi untuk mencegah masuknya bahan irigasi
kasar ke dalam jaringan saluran irigasi.
d. Kantong lumpur yang akan kita bahas.
e. Bangunan pengaturan sungai untuk menjaga agar bangunan tetap
berfungsi dengan baik.
f. Bangunan pelengkap.
2.2. Kantong Lumpur
Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran hingga panjang tertentu agar dapat mengurangi kecepatan aliran dan memberi kesempatan kepada sedimen yang masuk ke intake untuk mengendap. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama
KP – 02, 2010:208).
mengalir ke saluran sekunder, tersier dan sawah serta agar partikel-partikel yang lebih besar tidak langsung mengendap di hilir pengambilan, maka direncanakan suatu bangunan pelengkap yang dikenal dengan kantong lumpur.
Bagian dasar dari saluran biasanya diperdalam atau diperlebar untuk penampungan endapan sedimen dan selalu dibersihkan dalam jangka waktu tertentu. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi.
Sebaiknya posisi kantong lumpur terhadap saluran pembilas dan saluran induk saling berhubungan, dimana saluran pembilas merupakan kelanjutan dari kantong lumpur dan saluran induk/primer mulai dari samping kantong lumpur (lihat Gambar 2.1) dan denah kantong lumpur (lihat Gambar 2.2).
Gambar 2.1 Tata letak kantong lumpur
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
saluran pembilas
sal uran
prim er
B
. L .
peralihan
pintu pengambilan
kantong lumpur
pembilas
garis sedimentasi maksimum
Gambar 2.2 Denah kantong lumpur
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
su n g a i tanggul banjir pengambilan bendung kolam olak pembilas bukit konstruksi lindungan sungai - bronjong - krib pembilas saluran pembilas salu ran prim er k
Bangunan kantong lumpur terdiri dari:
a. Kantong lumpur
Bentuk penampang melintang kantong lumpur dapat berbentuk persegi panjang maupun trapesium. Ukurannya harus sedemikian rupa, sehingga dapat menampung pasir ataupun lumpur yang diendapkan.
Volume kantong ini tergantung pada dua faktor disamping faktor fasilitas lokasi yang tersedia, yaitu:
1) Banyaknya sedimen yang diendapkan.
2) Interval pembilasan bahan endapan.
b. Profil basah bebas
Ukuran profil basah bebas harus mempunyai luas dan panjang ke hilir yang cukup, sehingga pada akhir bangunan kantong lumpur, konsentrasi pasir/ lumpur serendah mungkin sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki.
Dalam perencanaan kantong lumpur, selain memperhatikan efisiensi pengendapan juga harus memperhatikan efisiensi pembilasan, yang mana sangat dipengaruhi oleh penentuan pada dasar kantong.
Penentuan dasar kantong lumpur tergantung pada kedua faktor di bawah ini:
1. Kemiringan dasar kantong lumpur
Kemiringan dasar kantong harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga pada saat pembilasan mendapat tegangan geser minimum untuk menghanyutkan endapan di kantong lumpur.
2. Perbedaan elevasi
Perbedaan elevasi pada ambang intake dengan dasar saluran pembuangan hilir bangunan bilas atau dasar sungai tempat saluran pembilas tersebut bermuara.
Disamping itu ada pula hal – hal yang harus diperhatikan, yaitu:
- Diusahakan kecepatan aliran merata, agar terjadi pemerataan
sedimen yang mengendap.
- Kecepatan aliran di kantong lumpur harus sedemikian rupa agar
- Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah tumbuhnya vegetasi atau tumbuhan air. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama, KP - 02, 2010:215).
-2.3. Sedimen
Perencanaan kantong lumpur bergantung kepada tersedianya data-data yang memadai mengenai sedimen di sungai. Adapun data-data yang
diperlukan adalah:
a. Pembagian butir
b. Penyebaran ke arah vertikal
c. Sedimen layang
d. Sedimen dasar
e. Volume
Jika tidak ada data yang tersedia, ada beberapa harga praktis yang bisa dipakai untuk bangunan utama berukuran kecil. Dalam hal ini volume bahan layang yang harus diendapkan diandaikan 0,50 0/00 (permil) dari volume air
yang mengalir melalui kantong. Ukuran butir yang harus diendapkan bergantung kepada kapasitas angkutan sedimen di jaringan saluran
selebihnya. Dianjurkan bahwa sebagian besar (60 – 70%) dari pasir halus
terendapkan partikel-partikel dengan diameter di atas 0,06 – 0,07 mm.
2.4. Pengujian Sampel
Setelah mendapatkan sampel sedimen maka kita melakukan pengujian laboratorium. Adapun pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Uji berat jenis tanah (specific gravity test)
b. Analisa saringan (grain size analysis)
2.4.1. Uji Berat Jenis Tanah (Specific Gravity Test)
Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah dan berat isi air suling pada temperatur dan volume yang sama. Berat jenis tanah ini kemudian kita gunakan untuk menentukan sampel tanah yang diuji tersebut termasuk pada jenis tanah tertentu.
Prosedur test pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
a. Siapkan sampel tanah yang akan diuji.
b. Keringkan benda uji dalam oven pada temperatur 110°C ± 5°C (230°C ±
9°F) selama 24 jam, setelah itu dinginkan dan kemudian saring dengan saringan no.40 (untuk sampel tanah disturbed).
c. Cuci piknometer atau dengan air suling, kemudian dikeringkan dan
selanjutnya timbang (W1 gram)
d. Masukkan benda uji ke dalam piknometer, kemudian timbang (W2).
e. Tambahkan air suling ke dalam piknometer yang berisi benda uji,
sehingga piknometer terisi duapertiganya.
f. Panaskan piknometer yang berisi rendaman benda uji dengan hati-hati
selama 10 menit atau lebih sehingga udara dalam benda uji ke luar seluruhnya. Untuk mempercepat proses pengeluaran udara, piknometer dapat dimiringkan sekali-kali.
g. Rendamlah piknometer dalam bak perendam, sampai temperaturnya tetap.
Tambahkan air suling secukupnya sampai leher piknometer. Keringkan bagian luarnya, lalu timbang (W3 gram)
h. Ukur temperatur isi piknometer atau botol ukur, untuk mendapatkan faktor
koreksi (K) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Daftar faktor koreksi terhadap suhu: Temp.
(°C)
K
18 1.0016
19 1.0014
20 1.0012
21 1.0010
22 1.0007
24 1.0003
25 1.0000
26 0.9997
27 0.9995
28 0.9992
29 0.9989
30 0.9986
31 0.9983
Sumber: Modul Penuntun Praktikum Lab. Mekanika Tanah USU
i. Kosongkan dan bersihkan piknometer yang akan digunakan.
j. Untuk sampel tanah undisturbed, sampel tanah dalam piknometer jangan
dibuang. Sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam cawan, lalu dikeringkan di oven untuk mengetahui berat keringnya.
k. Isi piknometer dengan air suling yang temperatur sama, kemudian
keringkan dan timbang (W4 gram). Dari hasil perhitungan Tabel 2.3 dapat diketahui jenis tanah jika dilihat pada Tabel 2.2
Perhitungan Gs = ) 2 3 ( ) 1 ' 4 ( 1 2 W W W W W W
...(2.1)
Dimana :
Gs = Berat jenis tanah
W1 = Berat piknometer kosong
W2 = Berat piknometer + sampel tanah kering
W3 = Berat piknometer + sampel tanah + air suling
W4 = Berat piknometer + air suling
W4’ = W4 x faktor koreksi suhu (K)
Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Tanah :
Jenis Tanah Berat Jenis (GS)
Kerikil 2.65 – 2.68
Pasir 2.65 – 2.68
Lanau organik 2.62 – 2.68
Lanau non organik 2.58 – 2.66
Lempung organik 2.65 – 2.68
Lempung non organik 2.68 – 2.72
Tabel 2.3. Berat Jenis Partikel Sedimen
No. Percobaan I II
No. Piknometer 1 2
a. Berat Piknometer (W1) 41.02 37.42
b. Berat Piknometer + Tanah (W2) 70.02 70.42
c. Berat Tanah (W2-W1) 29.00 33.00
d. Berat Piknometer + Tanah + Air (W3) 91.73 92.31
e. Berat Piknometer + Air Sebelum
Koreksi (W4)
73.65 71.75
f. Temeratur (ToC) 27.00 27.00
g. Faktor Koreksi 0.9995 0.9995
h. Berat Piknometer + Air Setelah
Koreksi (W4’) 73.61 71.71
i. Isi Tanah (W2 – W1 + W4 – W3) 10.88 12.44
Berat Jenis 2.6647 2.6527
Berat Jenis rata-rata 2.6527
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
Maka jenis tanah berdasarkan hasil laboratorium 2,6527 adalah pasir.
2.4.2. Analisa Saringan (Grain Size Analysis)
Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam tanah.
Prosedur percobaan
a. Tanah yang diperiksa, dipanaskan dalam oven dengan suhu (100 ± 5)°C
selama 24 jam.
b. Apabila kondisi tanah bergumpal-gumpal, maka tanah tersebut ditumbuk
terlebih dahulu dengan menggunakan palu karet sehingga menjadi butiran-butiran yang lepas dengan tidak mengakibatkan hancurnya butiran-butiran tanah tersebut.
c. Tanah diaduk merata, kemudian dibagi dengan alat pemisah sampel.
e. Susun saringan dari yang terbesar sampai pan, yaitu n0.10 ; no.20 ; no.40 ; no.80 ; no.100 ; no.200 dan pan
f. Masukkan sampel tanah ke dalam susunan saringan tersebut dan disaring
g. Tanah yang terletak pada masing-masing saringan ditimbang.
h. Tanah yang lewat saringan no.10 adalah tanah / sample untuk percobaan
hydrometer (kecuali pan)
Perhitungan
Perhitungan berat benda uji tertahan pada masing-masing saringan :
% Berat Tertahan = Jumlah Berat Tertahan
Berat tanah semula � 100%...(2.2)
% Berat Lolos = 100% - % Berat Tertahan...(2.3)
Kesimpulan
Fraksi kasar yang tertahan pada saringan ukuran 3 inchi, 1 inchi,
4
3 inchi, dan 1 2 inchi
Fraksi sedang adalah yang tertahan pada saringan no.4 dan no.8
Sedangkan yang tertahan pada saringan no.10, 20, 40, 80, 100 dan
200 termasuk fraksi halus.
Gambar 2.3 Hubungan antara lolos saringan dan diameter butir Tabel 2.4. Hasil grafik lolos saringan dan diameter butir
Diameter Hasil Grafik
D60 0.23
D20 0.12
D10 0.081
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
2.4.3. Kecepatan Jatuh Partikel (Fall Velocity)
Tujuan percobaan ini untuk mengetahui kecepatan jatuh partikel sediment.
Prosedur percobaan
a. Isilah tabung dengan zat cair bersih
b. Jatuhkan benda uji dari atas tabung sampai mencapai dasar tabung
c. Dengan stopwatch, hitung dan catatlah waktu yang ditempuh benda uji itu
mulai dari tanda start sampai ke tanda lintasan akhir
d. Ulangi eksperimen sebanyak tiga kali. Sehingga hasilnya dapat kita lihat
Tabel 2.5. Kecepatan jatuh partikel
Percobaa n
Waktu Jatuh
Sampel
I 0.0052 m/det
II 0.0053 m/det
III 0.0052 m/det
Rata-rata = 0.00523 m/det
Sumber: Pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah USU
Dari grafik Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang diperoleh 0.082 mm
2.5. Kondisi-Kondisi Batas
2.5.1. Bangunan Pengambilan
Yang pertama-tama mencegah masuknya sedimen ke dalam saluran irigasi adalah pengambilan dan pembilas, dan oleh karena itu pengambilan yang direncanakan dengan baik dapat mengurangi biaya pembuatan kantong lumpur yang mahal.
Penyebaran sedimen ke arah vertikal memberikan ancar-ancar diambilnya beberapa langkah perencanaan untuk membangun sebuah pengambilan yang dapat berfungsi dengan baik.
3.00 0 2.00 1.00 0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
k e d a la m a n a ir d a la m m sungai ngasinan
konsentrasi sedimen dalam kg/m³ a
0 2.00 1.00 0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
k e d a la m a n a ir d a la m m
awal kantong lumpur
konsentrasi sedimen dalam kg/m³ C 3.00 0 2.00 1.00 0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
k e d a la m a n a ir d a la m m sungai brantas
konsentrasi sedimen dalam kg/m³ b
0 2.00 1.00 0
0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40
k e d a la m a n a ir d a la m m
ujung kantong lumpur
konsentrasi sedimen dalam kg/m³ d
0.07 mm 0.07 mm < 0.14 mm
0.14 mm < 0.32 mm 0.32 mm < 0.75 mm
Gambar 2.4 Konsentrasi sedimen ke arah vertikal
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986
Dari gambar tersebut, jelas bahwa perencanaan pengambilan juga dimaksudkan untuk mencegah masuknya lapisan air yang lebih rendah, yang banyak bermuatan partikel-partikel kasar.
a. Jaringan Saluran
diendapkan. Biasanya ukuran partikel ini diambil Ø 0,06 – 0,07 mm guna memperkecil kemiringan saluran primer.
Bila kemiringan saluran primer serta kapasitas angkutan jaringan selebihnya dapat direncanakann lebih besar, maka tidak perlu menambah ukuran minimum partikel yang diendapkan. Umumnya hal ini akan menghasilkan kantong lumpur yang lebih murah, karena dapat dibuat lebih pendek.
b. Topografi
Keadaan topografi tepi sungai maupun kemiringan sungai itu sendiri akan sangat berpengaruh terhadap kelayakan ekonomis pembuatan kantong lumpur.
Kantong lumpur dan bangunan-bangunan pelengkapnya
memerlukan banyak ruang yang tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, kemungkinan penempatannya harus ikut dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bangunan utama. Kemiringan sungai harus curam untuk menciptakan kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk pembilasan di sepanjang kantong lumpur. Tinggi energi dapat diciptakan dengan cara menambah elevasi mercu, tapi hal ini jelas akan memperbesar biaya pembuatan bangunan.
2.6. Dasar-Dasar Perencanaan Dimensi Kantong Lumpur
2.6.1. Volume Kantong Lumpur
Jika angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi diabaikan, maka dalam perencanaan volume di jaringan irigasi, cukup memperhitungkan banyaknya angkutan sedimen layang yang masuk ke jaringan irigasi tersebut.
Ada beberapa cara dalam perhitungan konsentrasi sedimen pada aliran yang masuk kejaringan irigasi, antara lain:
a. Perhitungan dengan cara langsung
Yang dimaksud perhitungan dengan cara langsung adalah perhitungan yang dilakukan dengan pengukuran angkutan sedimen secara langsung di lapangan, yang di ukur keadaan debit sungai sepanjang tahun.
b. Perhitungan dengan cara asumsi
Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan dari:
1) Pengukuran langsung di lapangan.
2) Rumus angkutan sedimen yang cocok ( Einstein – Brown,
Meyer – Peter Mueller), atau kalau tidak ada data yang andal.
c. Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis. Sebagai
perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan
dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,50 0/00.
Jadi rumus volume kantong lumpur yang diasumsikan adalah sebagai berikut:
V = 0,0005 × Q × ∆T………...(2.4)
(Disain Note SID Peningkatan Sistem Jaringan Irigasi DI.Aek Sigeaon Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air, 2011:25)
Dimana: V = Volume kantong lumpur yang diperlukan (m3)
Q = Besarnya debit perencanaan saluran (m3/detik)
2.6.2. Panjang dan Lebar Kantong Lumpur
Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan dari gambar 5. Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan kecepatan endap partikel (w) dan kecepatan air (v) harus mencapai dasar pada C. Ini berakibat bahwa, partikel selama waktu (H/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v (lihat Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Skema kantong lumpur
Jadi: H
w = L
v , dengan v =
�
� × �...(2.5)
Dimana: H = Kedalaman aliran saluran (m)
W = Kecepatan endapan partikel sedimen (m/detik) L = Panjang kantong lumpur (m)
v = Kecepatan aliran air (m/detik) Q = Debit saluran (m3/detik) B = Lebar kantong lumpur (m) Persamaan di atas menghasilkan:
H w =
L
Q × H × B...(2.6)
H = L ×W
Q × H × B...(2.7)
H
H
L
B
A
w
v
w
v
H
H ×B = L × w
Q sehingga,...(2.8)
L × B = Q
W………... ...(2.9) (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian
Bangunan Utama KP – 02,2010:213)
Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang mengganggu, seperti :
- Turbulensi air
- Pengendapan yang terhalang
- Bahan layang sangat banyak
Dimensi kantong lumpur sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8, untuk mencegah agar aliran tidak “meander” di dalam kantong lumpur. (Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama KP – 02, 2010:214).
2.6.3. Kemiringan Dasar Saluran (I)
a. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi Normal
(In)
Dalam menentukan kemiringan kantong lumpur, kecepatan aliran kantong lumpur pada waktu pengaliran diambil dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a) Kecepatan aliran hendaknya cukup rendah sehingga partikel yang
telah mengendap tidak menghambur lagi.
b) Untuk mencegah turbulensi yang dapat mengganggu proses
pengendapan.
c) Kecepatan hendaknya tersebar merata sehingga sedimentasi juga
dapat tersebar merata di dalam kantong lumpur.
d) Kecepatan tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah
tumbuhnya vegetasi.
e) Transisi dari saluran ke kantong lumpur dan sebaliknya harus
mulus untuk mencegah terjadinya turbulensi.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kecepatan aliran pada kantong lumpur selama eksploitasi normal ditetapkan v = 0,30 m/detik sehingga kemiringan dasar saluran pada kantong lumpur (i) pada saat eksploitasi normal dapat kita lihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Kemiringan kantong lumpur
I Saluran
Untuk menentukan kemiringan energi di kantong lumpur selama eksploitasi normal, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut:
Vn = Ks × Rn2/3 × In
½
sehingga,...(2.10)
In =
(
Vn
Ks × Rn2/3
)
...(2.11)Jika debit normal pengambilan adalah Qn, maka:
Qn = Vn × An ...(2.12)
Dimana: Vn = Kecepatan rata-rata selama ekspolitasi normal (m/detik)
In = Kemiringan energi selama ekspolitasi normal
Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihatTabel2.6) Rn = Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m)
Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/detik)
An = Luas basah eksploitasi normal (m2)
b. Kemiringan Energi Di Kantong Lumpur Selama Pembilasan (Ib)
dengan Kolam Dalam Keadaan Kosong
Untuk menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kolam dalam keadaan kosong, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut:
Vb = Ks × Rb2/3 × Ib
½
sehingga,...(2.13)
Ib =
(
Vb
Ks × Rb2/3
)
...(2.14)Jika debit pembilasan adalah Qb, maka:
Qb = Vb × Ab...(2.15)
Dimana: Vb = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik)
Ib = Kemiringan energi selama pembilasan
Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Qb = Debit untuk membilas (m3/detik)
Qb = 1,2 × Qn
Ab = Luas basah selama pembilasan (m2)
Tabel 2.6. Koefisien Kekasaran Strickler menurut Subarkah (1980:45)
Saluran Ks
Lama dengan dinding-dinding sangat kasar
≥ 36
Lama dengan dinding-dinding kasar 38
Drainase yang akan diberi tanggul dan saluran tersier
40
Draenase baru tanpa tanggul-tanggul 43,5
Primer dan sekunder dengan aliran
kurang dari 7,5 m3/detik
45 - 47,50
Terpelihara baik dengan debit lebih dari 10 m3/detik
50
Dengan pasangan batu kosongan 50
Dengan dinding pasangan batu belah yang baik dan beton tidak dihaluskan
60
Dengan dinding halus, dinding kayu 90
Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:
1) 1,0 m/detik untuk pasir halus
3) 2,0 m/detik untuk kerikil dan pasir kasar
Jika kecepatan selama pembilasan semakin tinggi, maka operasi pembilasan menjadi semakin cepat. Namun demikian agar pembilasan dapat dilakukan dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar tetap subkritis atau Fr < 1.
Fr = v
gh
...(2.16) Dimana : v = Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik) g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2
h = Tinggi endapan sedimen (m)
Kecepatan aliran selama pembilasan dibuat sedemikian tinggi untuk dapat menggeser atau menggerakkan partikel-partikel yang mengendap. Namun demikian kecepatan haruslah di bawah kecepatan superkritis, karena kecepatan superkritis dapat mengurangi efektifitas proses pembilasan.
Untuk bahan endapan pasir kasar dengan Ø 0,06 – 0,07 mm
ditetapkan kecepatan aliran di kantong lumpur pada saat pembilasan adalah 1,50 m/detik.
Kantong lumpur dipisah dua dengan sebuah dinding penguras untuk efisiensi pembilasan dan kontinuitas pemberian air selama masa pembilasan.
2.6.4. Kecepatan Endapan (Settling Velocity)
Pada umumnya ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menentukan kecepatan endapan, yaitu:
a) Kecepatan endap (w) dapat di baca dari Gambar 2.7.
Cara untuk menentukan kecepatan endap dengan percobaan tabung pengendap (menggunakan contoh partikel dari lapangan) merupakan cara yang paling baik dibandingkan cara yang di atas. Hal ini disebabkan karena dengan percobaan lebih mencerminkan kondisi setempat.
Untuk menentukan kecepatan endap (w), biasanya berhubungan
dengan keadaan suhu di Indonesia dipakai suhu rata-rata 200C.
Gambar 2.7 Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
0.2 0.4 0.6
1 2 4 6 810 20 40 60 100 mm/dt = 0.1 m/dt0.2 0.4 0.6 1 2 4
kecepatan endap w dalam mm/dt-m/dt
d ia m e te r a y a k d o d a la m m m t=0° 10° 20° 30° 40° Re d =
0.0
01 R ed
= 0 .01
Re d =
0.1
Re d =
1
Re d =
10 Re
d = 100
Re d =
100 0 F.B =0. 3 F.B =0. 7 F.B =0. 9 F.B =1. 0 1 2 4 6 8 10
Ps = 2650 kg/m ³ Pw = 1000 kg/m ³
F.B = faktor bentuk = C a.b (F.B = 0.7 untuk pasir alamiah) c kecil ; a besar ; b sedang a tiga sumbu yang saling tegak lurus
2.6.5. Pembilasan Kantong Lumpur
Selain faktor pengendapan partikel, dalam perencanaan dimensi kantong lumpur juga harus pula dipertimbangkan faktor pembilasan, yaitu pembersihan atau pembuangan endapan sedimen dari tampungan kantong.
Jarak waktu atau interval pembilasan kantong lumpur tergantung pada eksploitasi jaringan irigasi.
Banyaknya sedimen yang diendapkan, luas tampungan dan tersedianya debit air sungai yang dibutuhkan untuk pembilasan. Untuk tujuan-tujuan perencanaan biasanya diambil interval 1 (satu) atau 2 (dua) minggu.
Cara pembilasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pembilasan secara hidrolis dan secara manual/mekanis. Pembilasan secara hidrolis lebih praktis dan ekonomis dibandingkan cara manual/mekanis.
Cara manual/mekanis dipakai jika secara hidrolis tidak mungkin dilakukan.
a. Pembilasan Secara Hidrolis
Pembilasan secara hidrolis membutuhkan kemiringan energi (beda tinggi muka air) dan debit yang memadai pada kantong guna menggerus atau menggelontor sedimen yang terendap.
Kemiringan dasar kantong dan debit pembilasan hendaknya didasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Tegangan geser yang diperlihatkan tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa:
1) Pasir lepas
2) Partikel-partikel pasir, lanau dan lempung dengan kohesi tertentu.
Jika bahan yang mengendap terdiri dari pasir lepas, maka untuk menentukan besarnya tegangan geser yang diperlukan dapat dipakai grafik Shield (lihat Gambar 2.8). Besarnya tegangan geser dan kecepatan geser untuk diameter pasir terbesar yang akan dibilas sebaiknya dipilih di atas harga kritis. Dalam gambar 2.8 ini ditunjukkan dengan kata bergerak (movement).
Gambar 2.8 Tegangan geser kritis dan kecepatan geser kritis sebagai fungsi ukuran butiran untuk �s = 2650 kg/m3 (pasir)
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
0.01 0.001
2 3 4 5 6 8 0.1 2 3 4 5 6 8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 2 3 4 5 6 8100
0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.008 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.08 0.10 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.8 1.0 BERGERAK TIDAK BERGERAK 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
cr :d
cr = 800d d > 4.10-3
u .cr = ) ( C U g d a l a m m /d t
U.cr ::
d c r d a la m N /m 2
d dalam milimeter
Ps = 2.650 kg/m 3
cr U.cr
SH IEL
Jika bahan yang mengendap adalah bahan-bahan kohesif, maka untuk menentukan besarnya gaya geser dapat dipakai grafik yang diturunkan dari USBR oleh Lane (lihat Gambar 2.9).
Gambar 2.9 Gaya tarik (traksi) pada bahan kohesif
*Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Standar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
b. Pembilasan Secara Manual/Mekanis
Pembersihan kantong secara menyeluruh jarang dipakai secara manual. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan manual dilakukan disamping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif
0.8 1.0 2 3 4 5 6 8 10 20 30 40 50 60 80 100
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.8 1.0 2 3 4 5 6 8 10
data - ussr (ref.11,LANE 1955) pasir non-kohesit <0.2 mm cukup padat sangat padat lepas padat
gaya geser dalam N/m2
tan ah lem pu ng ku rus ni lai ba nd ing r 0n gg a d a la m %
l empung
pa s i ran
atau bahan-bahan yang sangat kasar. Pembersihan secara mekanis jarang dilakukan karena alat-alat yang digunakan relatif mahal, seperti mesin pengeruk, pompa pasir, backhoe dan sebagainya.
Volume tampungan bergantung banyaknya sedimen (sedimen dasar maupun sedimen layang) yang akan tiba hingga saat pembilasan. (lihat Gambar 2.10).
Gambar 2.10 Potongan melintang dan potongan memanjang kantong lumpur yang menunjukkan metode pembuatan tampungan
2.6.6. Pengontrolan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur
Dalam perencanaan dimensi kantong lumpur harus mencakup pengontrolan terhadap efisiensi pengendapan dan efisiensi pembilasan.
a. Efisiensi Pengendapan
Pengontrolan terhadap efisiensi pengendapan perlu dilakukan untuk dua keadaaan yaitu:
1) Pengontrolan terhadap pengaruh proses pengendapan
partikel-partikel dengan kecepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap partikel rencana. Untuk keadaan ini dapat dikontrol dengan grafik pembuangan sedimen dari Camp (lihat Gambar 2.11). Grafik ini memberikan efisiensi sebagai fungsi
dari dua parameter. Kedua parameter tersebut adalah W
W 0
dan W
V0 .
Dimana: w = Kecepatan endap partikel-partikel yang ukurannya di luar ukuran partikel yang direncana (m/detik)
w0 = Kecepatan endap rencana (m/detik)
V0 = Kecepatan rata-rata aliran dalam kantong
lumpur (m/detik)
Dari dari diagram Camp (lihat Gambar 2.11) efisiensi kantong lumpur untuk berbagai diameter sedimen dapat ditentukan.
hn
w
= L
Vn
...(2.17)
Maka, w = hn ×vn
L
...(2.18) Dimana : w = Kecepatan endap rencana (m/detik)
hn = Kedalaman air rencana (m)
L = Panjang saluran (m)
Gambar 2.11 Grafik pembilasan sedimen dari Camp untuk aliran turbulensi (Camp 1945)
*Sumber: Departemen Pekerjaan UmumStandar Perencanaan Irigasi, KP – 02 Jakarta Badan penerbit P.U., 1986.
0.001 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
2 3 4 6 8
0.01 2 3 4 6 80.1 2 3 4 6 81.0
a. pengaruh aliran turbulensi terhadap sedimentasi
aliran masuk aliran keluar
b.efisiensi sedimentasi partikel-patikel individual untuk aliran turbulensi
2) Pengontrolan terhadap pengaruh turbulensi dari air
Turbulensi disebabkan oleh tidak tepatnya kecepatan air pada suatu titik aliran. Sedangkan derajat turbulensi merupakan fluktuasi kecepatan terhadap kecepatan rata-rata. Untuk aliran lamier, derajat turbulensi ini sangat kecil bahkan dapat diabaikan. Derajat turbulensi sangat mempengaruhi keadaan suspensi material yang ada dalam kantong lumpur (lihat Gambar 2.11).
Shinohara Tsubaki telah meyelidiki dan memberikan kriteria bahwa material akan tetap dalam keadaan suspensi penuh, jika: v∗
w
> 5
3
...(2.19)
Dimana: v*= Kecepatan geser (m/detik), v* = (ghI)0,5
g = Percepatan gravitasi), g = 9,8 m/detik2 h = Kedalaman air (m)
I = Kemiringan energi
w = Kecepatan endap sedimen (m/detik)
Untuk keadaan ini sebaiknya dicek untuk dua kondisi yang berbeda, yaitu:
a) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan kosong
b) Untuk kondisi kantong lumpur dalam keadaaan penuh
b. Efisiensi Pembilasan
Efisiensi pembilasan tergantung pada dua hal, yaitu:
1) Terbentuknya gaya geser yang memadai pada permukaan
sedimen yang telah mengendap. Untuk keadaan ini di cek dengan grafik Shield (lihat Gambar 2.8).
Material bergerak bila τ0 > τcr
Dimana: τ0 = Tegangan geser dasar (N/m2)
ρw = Kerapatan jenis air, ρw = 1000 kg/m3
g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2 Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Ib = Kemiringan energi selama pembilasan
2) Kecepatan yang cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Daerah Irigasi Aek Sigeaon adalah merupakan penggabungan daerah irigasi Sigeaon, DI. Panaharan dan DI. Panganan Lombu. Daerah irigasi tersebut seluas +1.650 Ha pada Kec. Sipoholon dan Kec. Tarutung di Kabupaten Tapanuli Utara untuk dijadikan dalam satu sistem jaringan irigasi.
Kondisi pada ketiga daerah irigasi Sigeoan, DI. Panganan Lombu tersebut adalah merupakan daerah irigasi desa dengan menggunakan pengambilan bebas (free intake). Kondisi saat ini di ketigadaerah irigasi sudah tidak berfungsi lagi akibat turunnya muka air sungai Aek Sigeoan sehingga air tidak dapat masuk ke saluran.
Untuk mencapai pemanfaatan areal daerah irigasi ini berproduksi secara optimal maka diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap sarana dan prasarana jaringan irigasi sehingga seluruh bangunan utama, bangunan pelengkap maupun saluran mampu menyuplai air secara penuh untuk kebutuhan areal persawahan.
Untuk mencegah sedimen masuk ke dalam saluran dikonstruksikan bangunan kantong lumpur tepat setelah bangunan pengambilan. Bangunan kantong lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk mengelakkan angkutan sedimen dasar dan layang terutama fraksi pasir dan yang lebih besar agar tidak masuk ke jaringan pengairan. Bangunan kantong lumpur pada umumnya dibangun setelah bangunan pengambil (intake) sebelum masuk ke saluran induk.
mengakibatkan bangunan sukar dioperasikan dan memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun topik permasalahan yang ditinjau dari tugas akhir ini adalah:
Berapa ukuran partikel sedimen pada Bendung Aek Sigeaon?
Apa jenis tanah pada sedimen?
Berapa kecepatan jatuh partikel sedimen pada bendung Aek Sigeaon?
Bagaimana menentukan volume kantong lumpur bendung Aek
Sigeaon?
Bagaimana perhitungan perencanaan dimensi dan kemiringan dasar
kantong lumpur bendung Aek Sigeaon?
Bagaimana mengontrol berfungsinya kantong lumpur?
1.3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hal-hal yang tidak akan dibahas pada tugas akhir ini antara lain:
Metode pelaksanaan perencanaan konstruksi kantong lumpur tidak
dibahas.
Debit banjir rencana tidak dihitung.
Sedimen yang harus diendapkan diandaikan 0,5‰ (permil) dari volume air yang mengalir (KP-02:163).
1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
Akan memberikan gambaran langkah-langkah dalam perencanaan
kantung lumpur dalam suatu sistem irigasi
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
Sebagai bahan penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan salah
satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Sipil Ekstensi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
1.6. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab, dimana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum, dan lingkup pekerjaan yang dilaksanakan secara sistematika penulisan laporan penelitian.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan, dan metode penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada memiliki tema sesuai dengan tema penelitian ini.
Bab III. Metodologi Penelitian
Bab IV. Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap masalah yang ada dilokasi penelitian.
Bab V. Kesimpulan dan Saran
Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan
ABSTRAK
Daerah Irigasi Aek Sigeaon adalah merupakan penggabungan daerah irigasi Sigeaon, DI. Panaharan dan DI. Panganan Lombu. Daerah irigasi tersebut seluas +1.650 Ha pada Kec. Sipoholon dan Kec. Tarutung di Kabupaten Tapanuli Utara untuk dijadikan dalam satu sistem jaringan irigasi.
Kondisi pada ketiga daerah irigasi Sigeoan, DI. Panganan Lombu tersebut adalah merupakan daerah irigasi desa dengan menggunakan pengambilan bebas (free intake). Kondisi saat ini di ketigadaerah irigasi sudah tidak berfungsi lagi akibat turunnya muka air sungai Aek Sigeoan sehingga air tidak dapat masuk ke saluran.
Untuk mencapai pemanfaatan areal daerah irigasi ini berproduksi secara optimal maka diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap sarana dan prasarana jaringan irigasi sehingga seluruh bangunan utama, bangunan pelengkap maupun saluran mampu menyuplai air secara penuh untuk kebutuhan areal persawahan.
Untuk mencegah sedimen masuk ke salauran dikonstruksikan bangunan kantong lumpur tepat setelah bangunan pengambilan. Bangunan kantong lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk mengelakkan angkutan sedimen dasar dan layang terutama fraksi pasir dan yang lebih besar agar tidak masuk ke jaringan pengairan. Bangunan kantong lumpur pada daearah irigasi ada 2 kiri dan kanan sebelum masuk ke saluran induk.
Operasi dan pemeliharaan bangunan kantung lumpur yang kurang tepat di lapangan akan mengakibatkan efisiensi kantong lumpur menurun sehingga terjadi penumpukan sedimen di saluran. Pada beberapa kasus juga ditemukan bahwa akibat konsep desain yang kurang baik telah mengakibatkan bangunan sukar dioperasikan dan memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
EVALUASI KANTONG LUMPUR DI.AEK SIGEAON
PADA BENDUNG AEK SIGEAON
KABUPATEN TAPANULI UTARA
PROPINSI SUMATERA UTARA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh :
GSP PAULUS 120 424 012
PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Evaluasi Kantong Lumpur DI.Aek Sigeaon Pada Bendung Aek Sigeaon Kabupate n Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil
Dikerjakan oleh :
GSP PAULUS 120 424 012
Pembimbing :
Dr. Ir. Ahmad Pe rwira Mulia, M.Sc NIP. 19660417 199303 1 004
Penguji I Penguji II
Ivan Indrawan, S.T, M.T Riza Inanda, S.T, M.T
NIP. 19761205 200604 1 001 NIP. 19900429 201504 2 004
Mengesahkan
Koordinator, PPSE Ketua
Departemen T. Sipil FT USU Departemen T. Sipil FT USU
Ir. Zulkarnain A. Muiz, M. Eng.Sc Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP : 19560326 198103 1003 NIP : 19561224 198103 1 002
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
SURAT PERNYATAAN
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : GSP Paulus
NIM : 12 0424 012
Menyatakan bahwa Tugas Akhir saya ini dengan judul “Evaluasi Kantong
Lumpur DI.Aek Sigeaon Pada Bendung Aek Sigeaon Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara” bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terhadap plagiat dalam Tugas Akhir saya tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Demikian pernyataan ini saya perbuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Medan, April 2016 Penyusun,
GSP Paulus
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sebesar – besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas akhir ini merupakan salah
satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi untuk diajukan dalam ujian sajana
pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “EVALUASI KANTONG
LUMPUR DI.AEK SIGEAON KABUPATEN TAPANULI UTARA PROVINSI
SUMATERA UTARA”.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak berupa dukungan moril, materil, spritual dan
administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan banyak
terima kasih serta penghargaan yang sebesar - besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannnes Tarigan selaku Ketua Jurusan
Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., selaku Sekretaris Jurusan Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Zulkarnain, A. Muis, M. Eng. Sc., selaku Koordinator Program
Pendidikan Ekstension Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc., sebagai staff pengajar dan
pembimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
5. Bapak Ivan Indrawan, S.T, M.T., dan Ibu Riza Inanda, S.T, M.T, selaku
kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini serta
kepada Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Sipil
dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Hasan Gultom sebagai pembimbing di lapangan dalam penelitian
penulis di Bendung Aek Sigeaon.
7. Orang tua penulis yang banyak mendukung melalui doa serta
nasehatnya.
8. Edo Elnatan Napitupulu, Dedek N, Rizky Gusnita Hsb, Hilda Yanti Nst,
dan Silma Tambunan selaku sahabat penulis yang banyak membantu.
9. Rekan – rekan mahasiswa di Program Pendidikan Ekstension 2011, 2012
dan 2013.
10. Serta pihak lain yang turut berperan serta dalam membantu penulis
menyelesaikan tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun dan
menyelesaikan Tugas Akhir ini, namun tidak tertutup kemungkinan masih
terdapat kesalahan-kesalahan dalam penyusunan Tugas Akhir ini, untuk itu
penulis sangat mengharapkan masukan-masukan, segala kritik, saran dan
pendapat yang bersifat membangun guna memperbaiki Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membaca.
Medan, April 2016 Hormat saya,
Penulis
ABSTRAK
Daerah Irigasi Aek Sigeaon adalah merupakan penggabungan daerah irigasi Sigeaon, DI. Panaharan dan DI. Panganan Lombu. Daerah irigasi tersebut seluas +1.650 Ha pada Kec. Sipoholon dan Kec. Tarutung di Kabupaten Tapanuli Utara untuk dijadikan dalam satu sistem jaringan irigasi.
Kondisi pada ketiga daerah irigasi Sigeoan, DI. Panganan Lombu tersebut adalah merupakan daerah irigasi desa dengan menggunakan pengambilan bebas (free intake). Kondisi saat ini di ketigadaerah irigasi sudah tidak berfungsi lagi akibat turunnya muka air sungai Aek Sigeoan sehingga air tidak dapat masuk ke saluran.
Untuk mencapai pemanfaatan areal daerah irigasi ini berproduksi secara optimal maka diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap sarana dan prasarana jaringan irigasi sehingga seluruh bangunan utama, bangunan pelengkap maupun saluran mampu menyuplai air secara penuh untuk kebutuhan areal persawahan.
Untuk mencegah sedimen masuk ke salauran dikonstruksikan bangunan kantong lumpur tepat setelah bangunan pengambilan. Bangunan kantong lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk mengelakkan angkutan sedimen dasar dan layang terutama fraksi pasir dan yang lebih besar agar tidak masuk ke jaringan pengairan. Bangunan kantong lumpur pada daearah irigasi ada 2 kiri dan kanan sebelum masuk ke saluran induk.
Operasi dan pemeliharaan bangunan kantung lumpur yang kurang tepat di lapangan akan mengakibatkan efisiensi kantong lumpur menurun sehingga terjadi penumpukan sedimen di saluran. Pada beberapa kasus juga ditemukan bahwa akibat konsep desain yang kurang baik telah mengakibatkan bangunan sukar dioperasikan dan memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
KATA PENGANTAR ………...………... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR NOTASI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian... 2
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ...…………..……… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Utama ... 5
2.2 Kantong Lumpur ... 5
2.3 Sedimen ... 9
2.4 Pengujian Sampel ... 9
2.5 Kondisi-Kondisi Batas ... 15
2.6 Dasar-Dasar Perencanaan Dimensi Kantong Lumpur... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Studi Kasus... 34
3.3 Analisa Perhitungan Data ... 35 3.4 Bagan Alir Metodologi Pengerjaan... 36
BAB IV ANALISIS DATA
4.1 Perhitungan Dimensi Kantong Lumpur...……..…... 38
4.2 Pengontrolan terhadap Berfungsinya Kantong
Lumpur... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 47 5.2 Saran ... 48
DAFTAR KEPUSTAKAAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Daftar Faktor Koreksi Terhadap Suhu ... 10
Tabel 2.2 Klasifikasi Jenis Tanah ... 11
Tabel 2.3 Berat Jenis Partikel Sedimen ... 12
Tabel 2.4 Hasil Grafik Lolos Saringan dan Diameter Butir... 14
Tabel 2.5 Kecepatan Jatuh Partikel ... 15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Tata Letak Kantong Lumpur ... 6
Gambar 2.2. Denah Kantong Lumpur ... 7
Gambar 2.3. Hubungan Antara Lolos Saringan dan Diameter Butir ... 14
Gambar 2.4. Konsentrasi Sedimen ke Arah Vertikal ... 16
Gambar 2.5. Skema Kantong Lumpur ... 19
Gambar 2.6. Kemiringan Kantong Lumpur ... 21
Gambar 2.7. Hubungan Antara Diameter Saringan dan Kecepatan Endap untuk Air Tenang ... 25
Gambar 2.8. Tegangan Geser Kritis dan Kecepatan Geser Kritis sebagai Fungsi Ukuran Butiran untuk �s = 2650 km/m3 (pasir) ... 27
Gambar 2.9. Gaya Tarik (Traksi) pada Bahan Kohesif ... 28
Gambar 2.10. Potongan Melintang dan Potongan Memanjang Kantong Lumpur yang Menunjukkan Metode Pembuatan Tampungan ... 29
Gambar 2.11. Grafik Pembilasan Sedimen dari Camp untuk Aliran Turbulensi (Cump 1945) ... 31
Gambar 3.1. Metodologi Pengerjaan Skripsi ... 36
Gambar 3.2. Peta Lokasi Bendung ... 37
Gambar 4.1. Potongan Melintang Kantong Lumpur dalam Keadaan Penuh pada Qn ... 40
Gambar 4.2. Potongan Melintang Kantong Lumpur dalam Keadaan Kosong pada Qb... 42
DAFTAR NOTASI
Ab : Luas basah selama pembilasan (m2)
An : Luas basah eksploitasi normal (m2)
B : Lebar kantong lumpur (m)
g : Percepatan gravitasi (m/detik2)
h : Kedalaman air saluran (m)
hb : Tinggi air pada waktu pembilasan (m)
hn : Tinggi air pada waktu eksploitasi normal (m)
I : Kemiringan energi
Ib : Kemiringan energi selama pembilasan
In : Kemiringan energi selama eksploitasi normal
Ks : Koefisien kekasaran Strickler (m1/2/detik)
L : Panjang kantong lumpur (m)
Rb : Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)
Rn : Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m)
V* : Kecepatan geser (m/detik)
V : Volume kantong lumpur (m3)
V : Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik)
Vb : Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik)
Vn : Kecepatan rata-rata selama eksploitasi normal (m/detik)
W : Kecepatan endap sedimen (m/detik)
Q : Debit saluran (m3/detik)
Qn : Kebutuhan pengambilan rencana (m3/detik)
ΔT : Jangka waktu pembilasan (detik)
τ0 : Tegangan geser dasar (N/m2)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi Penelitian Lampiran 2 Laporan Hasil Lab Lampiran 3 Peta Situasi Bendung