• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hidrolis Bangunan Kantong Lumpur Pada Bendung Namu Sira-Sira

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hidrolis Bangunan Kantong Lumpur Pada Bendung Namu Sira-Sira"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau ke laut. Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Bagian yang senantiasa tersentuh aliran air ini disebut alur sungai. Dan perpaduan antara alur sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai.

Definisi tersebut merupakan definisi sungai yang ilmiah alami. Suatu daerah yang tertimpa hujan dan kemudian air hujan ini menuju sungai, sehingga berperan sebagai sumber air sungai tersebut dinamakan daerah pengaliran sungai dan batas antara dua daerah pengaliran sungai yang berdampingan disebut batas daerah pengaliran.

Mulai dari mata airnya di bagian yang paling hulu di daerah pegunungan dalam perjalanannya ke hilir di daerah dataran, aliran sungai secara berangsur-angsur berpadu dengan banyak sungai lainnya, sehingga lambat laun tubuh sungai menjadi semakin besar.

(2)

Berdasarkan salah satu dari 3 (pilar) utama dalam visi Undang - Undang No. 7 Tahun 2004 tentang pengelolaan sumber daya air adalah pendayagunaan sumber daya air. Visi ini direncanakan guna terwujudnya pengelolaan sumber daya yang efisien, efektif dan berkesinambungan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air pada Visi ini antara lain adalah perencanaan, pengembangan, pengoperasian, pemeliharaan, perlindungan, pelestarian, pembinaan dan pengawasan sumber daya air dan atau prasarana dan sarana sumber daya air.

Pendayagunaan sumber daya air ini bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dengan menjalankan beberapa aspek yaitu;

- Mengutamakan pendayagunaan air permukaan, yang berada diluar kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam

- Diselenggarakan secara terpadu dan adil dengan mendorong pola kerjasama antar sektor, antar kelompok dan antar wilayah serta melibatkan peran masyarakat.

(3)

II.2. Teori Hidrolika dan Aliran Air

Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (open channel flow) maupun aliran pipa (pipe flow). Kedua jenis aliran tersebut sama dalam banyak hal, namun berbeda dalam satu hal yang penting. Aliran saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas (free surface) sehingga dipengaruhi oleh tekanan udara bebas (atmospheric pressure), sedangkan aliran pipa tidak demikian, karena iair harus mengisi seluruh saluran. Aliran pipa, yang terkurung dalam saluran tertutup, tidak terpengaruh langsung oleh tekanan udara, kecuali oleh tekanan hidrolik.

Gambar 2.1 Energi Aliran Saluran Terbuka dan Sketsa Tekanan Udara (Chow,1997)

Jumlah energi dalam aliran di penampang berdasarkan suatu garis persamaan adalah jumlah tinggi tempat z diukur dari garis dasar saluran, tinggi tekan y dan

tinggi kecepatan

, dengan v adalah kecepatan rata-rata aliran. Terlihat bahwa

energi yang hilang dari penampang 1 ke penampang 2 dinyatakan dengan hf.

(4)

Dalam saluran terbuka, perhitungan untuk aliran steady (mantap) dapat dinyatakan berdasarkan persamaan energi berikut ini (Chow,1997)

Z1+ α1 = Z2+ α2 + hf + he ... (2-1)

dimana: g = Percepatan gravitasi (m/detik2)

hf = Kehilangan energi akibat gesekan (m)

he = Kehilangan energi akibat perubahan penampang (m)

v = Kecepatan rerata (m/detik)

α = Koefisien distribusi kecepatan z = Tinggi energi dari datum (m)

Gesekan dan perubahan penampang sungai dapat mengakibatkan kehilangan tinggi energi. Kehilangan akibat gesekan merupakan hasil dari kemiringan garis energi (Sf) dan panjang (L), seperti persamaan berikut:

hf = L̅ ... (2-2)

Sf = ... (2-3)

̅ = ... (2-4)

Dimana: hf = Kehilangan energi akibat gesekan (m)

L = Jarak antar sub bagian (m)

Sf = Kemiringan garis energi (friction slope)

(5)

Pada umumnya perhitungan pada aliran-saluran terbuka hanya digunakan pada aliran tetap dengan debit Q dinyatakan sebagai.

Q = A.v ... (2-5)

Dengan: Q = Debit aliran (m3/detik)

A = Luas Penampang melintang saluran (m2) v = Kecepatan aliran (m/detik)

II.2.1.Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka

II.2.1.1.Klasifikasi Aliran berdasarkan Fungsi Ruang dan Waktu

Aliran saluran terbuka dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelas diantaranya berdasarkan pada perubahan kedalaman aliran mengikuti fungsi waktu dan ruang sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram berikut.

Gambar 2.2 Diagram Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka

Aliran mantap adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran tidak berubah atau konstan sepanjang waktu tertentu, sedangkan aliran tidak mantap

(6)

adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran berubah sepanjang waktu tertentu.

Aliran Seragam adalah aliran yang terjadi apabila kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran, suatu aliran seragan dapat bersifat tunak atau tidak tunak, tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu. Aliran seragam yang mantap (steady uniform flow) adalah jenis pokok aliran yang digunakan dalam analisis hidrolika saluran terbuka. Kedalaman aliran tidak berubah selama suatu waktu tertentu yang telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat seragam yang tidak mantap (unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran. Aliran berubah (varied flow) adalah aliran yang terjadi bila kedalaman aliran berubah disepanjang saluran.

Ciri-ciri pokok aliran seragam adalah sebagai berikut:

1. Kedalaman, luas basah, kecepatan, dan debit pada setiap penampang pada saluran yang lurus adalah konstan.

2. Garis energi, muka air dan dasar saluran saling sejajar, berarti kemiringanya sama.

(7)

menjalar ke hulu maka aliran disebut super kritis. Dalam hal ini kondisi di hulu akan mempengaruhi aliran di sebelah hilir. Apabila kecepatan aliran cukup besar sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu maka aliran adalah super kritis.Penentuan tipe aliran dapat didasarkan pada nilai bilangan Froude Fr, yang mempunyai bentuk:

... (2-6)

dengan: Fr = Bilangan Froude

v = Kecepatan aliran (m/detik) g = Percepatan gravitasi (m/detik2) y = Kedalaman aliran (m)

(8)

Gambar 2.3 Pola Penjalaran Gelombang di Saluran Terbuka (Triatmodjo,1993)

II.2.1.2.Klasifikasi Aliran berdasarkan Perilaku Aliran

Keadaan atau perilaku aliran saluran terbuka pada dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan dan grabitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran. Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada umumnya yang ditemui dalam dunia perekayasaan.

(9)

gaya-gaya akibat kekentalannnya (viscous forces) menjadi tiga bagian yaitu: aliran laminer, aliran transisi dan aliran turbulen. Variabel yang dipakai untuk klasifikasi ini adalah bilangan Reynolds yang didefinisikan sebagai

Re = ... (2-7)

Dimana: v = Karakteristik kecepatan aliran (m/detik) L = Panjang karakteristik (m)

ν = kekentalan kinematik (m2/detik) Kekentalan kinematik didefinisikan sebagai

= ... (2-8)

dimana: = kekentalan dinamik dengan satuan kg/m.d ρ = kerapatan air dengan satuan kg/m3

Untuk air, perubahan kekentalan kinematik terhadap temperatur dapat diperkirakan dengan persamaan berikut ini.

= = [ ] ... (2-9)

Kerapatan air juga mengalami perubahan dengan perubahan temperatur. Dari suhu 0oC sampai 10oC, besarnya ρair = 1000 kg/m3. Kenaikan temperatur menyebabkan turunnya harga kerapatan air. Untuk temperatur 15oC naik menjadi 100oC, kerapatan air turun dari 999 kg/m3 menjadi 958 kg/m3.

(10)

- Re < 500 aliran laminer - 500 < Re<12.500 aliran transisi - Re > 12.500 aliran turbulen

Umumnya aliran pada saluran terbuka mempunyai Re > 12.500 sehingga alirannya termasuk dalam kategori aliran turbulen.

II.2.1.3. Klasifikasi Saluran Saluran Terbuka Berdasarkan Asalnya

Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil dan sungai besar sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan bebas juga dianggap sebagai saluran terbuka alamiah.

Saluran buatan adalah saluran yang dibentuk oleh manusia seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit listrik, saluran irigasi, saluran banjir, termasuk model saluran yang dibuat di laboratorium untuk keperluan penelitian. Sifat-sifat hidrolik saluran semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya, dan dengan demikian cukup teliti untuk keperluan perancangan praktis.

Pada berbagai keadaan praktek teknik saluran terbuka buatan diberi istilah yang berbeda-beda seperti “saluran” (canal), “talang”(flume), “got miring”(chute), “terjunan”(drop), “gorong-gorong”(culvert), “terowongan air terbuka”(open flow

(11)

landai yang dibuat di tanah, dapat dilapisi pasangan batu maupun tidak, atau beton, semen, kayu maupun aspal. Talang, merupakan selokan dari kayu logam, beton atau pasangan batu, biasanya disangga atau terletak di atas permukaan tanah, untuk mengalirkan air berdasarkan perbedaan tinggi tekan. Got miring, adalah selokan yang curam. Terjunan sama dengan got miring namun perubahan tinggi air terjadi dalam jarak pendek. Gorong-gorong, merupakan selokan tertutup yang pendek, dipakai untuk mengalirkan air melalui tanggul jalan kereta api maupun jalan raya. Terowongan air terbuka, adalah selokan tertutup yang cukup panjang, dipakai untuk mengalirkan air menembus bukit atau setiap gundukan tanah.

II.2.1.4. Klasifikasi Saluran Saluran Terbuka Berdasarkan Konsistensi Bentuk Penampang dan Kemiringan Dasar

Suatu saluran yang penampang melintangnya dibuat tidak berubah-ubah dan kemiringan dasarnya tetap, disebut saluran prismatik (prismatic channel). Bila sebaliknya, disebut saluran tak prismatik (nonprismatic channel). Contohnya adalah pelimpah tekanan yang memiliki lebar berubah-ubah dengan trase melengkung. Saluran yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah prismatik.

II.2.2. Geometri Penampang Saluran Terbuka

(12)

Penampang saluran alam umumnya sangat tidak beraturan, biasanya bervariasi dari bentuk seperti parabola sampai trapesium. Penampang saluran buatan biasanya dirancang berdasarkan bentuk geometris yang umum. Gambar 2.4 merupakan contoh bentuk geometris yang biasa dipakai. Bentuk paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak dilapisi adalah bentuk trapesium, sebab stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain trapesium. Berhubung bentuk persegi panjang mempunyai sisi tegak, biasanya dipakai untuk saluran yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan batu, padas, logam atau kayu. Penampang segitiga hanya dipakai untuk saluran kecil, selokan, dan penyelidikan di laboratorium. Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air kotor dan gorong-gorong berukuran sedang maupun kecil. Penampang parabola dipakai sebagai penampang pendekatan untuk saluran alam berukuran sedang maupun kecil.

II.2.2.1. Unsur-Unsur Geometrik Penampang Saluran Terbuka

Unsur-unsur Geometrik adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran. Unsur-unsur ini sangat penting dan banyak sekali dipakai dalam perhitungan aliran.

(13)

perhitungan hidrolik. Definisi beberapa unsur geometrik dasar yang penting diberikan dibawah ini.

Gambar 2.4 Geometri Penampang Saluran Terbuka

Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan bebas. Kedalaman penampang aliran d (depth of flow section) adalah tinggi penampang saluran yang diliputi air.

Taraf (stage) adalah elevasi atau jarak vertikal dari permukaan bebas di atas suatu bidang persamaan. Bila titik terendah dari penampang saluran dipilih sebagai bidang persamaan, taraf ini sama dengan kedalaman aliran.

Lebar puncak (top width) T adalah lebar penampang saluran pada permukaan bebas.

T T T

y y y

b b

T T

y y

Persegi Trapesium Segitiga

Parabola Lingkaran

d d

(14)

Luas basah (water area) A adalah luas penampang melintang aliran yang tegak lurus aliran.

Keliling basah (wetted perimeter) P adalah panjang garis perpotongan dari permukaan basah saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.

Jari-jari hidrolik (hydraulic radius) R adalah rasio luas basah dengan keliling basah, atau

...

(2-10)

Kedalaman hidrolik (hydraulic depth) D adalah rasio luas basah dengan lebar puncak atau

... (2-11)

Faktor penampang (section factor) untuk perhitungan aliran kritis Z adalah hasil perkalian luas basah dan akar kedalaman hidrolik, atau

√ √ ... (2-12)

(15)

Untuk beberapa unsur tipe penampang saluran yang lazim digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1. dibawah ini.

Tabel 2.1 Unsur Geometris Penampang Saluran

Sumber: Open Channel Hydraulics,Chow,1997

II.2.3. Distribusi Kecepatan pada Penampang Saluran

Dengan adanya suatu permukaan bebas dan gesekan di sepanjang dinding saluran, maka kecepatan dalam saluran tidak terbagi merata dalam penampang saluran. Kecepatan maksimum dalam saluran biasa umumnya terjadi di bawah

(16)

permukaan bebas sedalam 0,05 sampai 0,25 kali kedalamannya; makin dekat ke tepi berarti makin dalam dan mencapai maksimum. Gambar 2.5 menggambarkan pola umum distribusi kecepatan untuk beberapa bentuk penampang saluran.

Gambar 2.5 Kurva kecepatan sama yang khas pada berbagai penampang saluran

(17)

II.2.4. Kecepatan Aliran pada Aliran Seragam

Di dalam aliran seragam, dianggap bahwa aliran adalah mantap dan satu dimensi. Aliran tidak mantap yang seragam hampir tidak ada di alam. Dengan anggapan satu dimensi berarti kecepatan aliran di setiap titik pada penampang melintang adalah sama. Contoh aliran seragam adalah aliran melalui saluran irigasi yang sangat panjang dan tidak ada perubahan penampang. Aliran di saluran irigasi yang dekat bangunan irigasi tidak lagi seragam karena adanya pembendungan atau terjunan, yang menyebabkan aliran menjadi tidak seragam (non uniform). Pada umumnya aliran seragam di saluran terbuka adalah turbulen, sedang laminer jarang terjadi.

Kecepatan aliran pada saluran terbuka dapat ditentukan dengan rumus Chezy, dan rumus Manning atau rumus Strickler. Kedua rumus tersebut hanya dibedakan pada nilai koefisien kekasarannya. Rumus Chezy menggunakan nilai koefisien kekasaran kekasaran C yang ditentukan oleh Ganguillet dan Kutter, H. Bazin, atau Powell (Chow dkk., 1989). Sedangkan rumus Manning yang memiliki nilai koefisien kekasaran n yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan saluran, trase saluran, pengendapan dan penggerusan, hambatan, ukuran dan bentuk saluran, serta taraf dan debit air (Chow dkk.,1989).

(18)

II.2.4.1. Formula Manning

Pada tahun 1889 seorang insinyur asal Irlandia, Robert Manning mengemukakan sebuah rumus yang akhirnya menjadi rumus yang sangat dikenal dengan

1 1 ... (2.13)

dengan: v = Kecepatan aliran (m/detik) n = Koefisien Kekasarang Manning R = Jari-jari hidraulis (m)

I = Kemiringan dasar saluran

Akibat sederhananya rumus ini dan hasilnya sangat memuaskan dalam pemakaian praktis, rumus Manning menjadi sangat banyak dipakai dibandingkan dengan rumus aliran seragam lainnya.

II.2.4.2. Penentuan Koefisien Kekasaran Manning

Kesulitan terbesar dalam pemakaian rumus Manning adalah menentukan koefisien kekasaran n, sebab tidak ada cara tertentu untuk pemilihan nilai n. Pada tingkat pengetahuan saat ini. Memilih suatu nilai n sebenarnya berarti memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu, yang benar-benar tidak dapat diperhitungkan.

(19)

nilai-nilai n untuk berbagai tipe saluran; (3) memeriksa dan memahami sifat beberapa saluran yang koefisien kekasarannya telah diketahui; (4) menentukan nilai n dengan cara analitis berdasarkan distribusi kecepatan teoritis pada penampang saluran dan data pengukuran kecepatan maupun pengukuran kekasaran. Berikut ini adalah tabel nilai koefisien kekasaran Manning yang lazim digunakan.

Tabel 2.2 Nilai Koefisien Kekasaran Manning (Triatmodjo,1993)

Bahan Koefisien Manning

Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040

Saluran pada galiran batu padas 0,040

Sumber: Hidraulika II, Triatmodjo,1993

II.2.4.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Koefisien Kekasaran Manning

(20)

- Kekasaran Permukaan, yang ditandai dengan ukuran dan bentuk butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Hal ini sering dianggap sebagai satu-satunya faktor dalam memilih koefisien kekasaran, tetapi sebenarnya hanyalah satu dari beberapa faktor utama lainnya. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus mengakibatkan nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi. - Tetumbuhan, digolongkan sebagai jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini

juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran.

- Ketidakteraturan saluran, mencakup pula ketidakteraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran.

- Trase saluran, kelengkungan yang landai dengan garis tengah yang besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, seadngkan kelengkungan yang tajam dengan belokan-belokan yang patah akan memperbesar nilai n. - Hambatan, adanya balok sekat, pilar jembatan dan sejenisnya cenderung

memperbesar n. Besarnya kenaikan ini tergantung pada sifat alamiah hambatan, ukuran, bentuk, banyaknya dan penyebarannya.

- Taraf air dan debit, nilai n pada saluran umumnya erkurang bila taraf dan debitnya bertambah. Bila air rendah, ketidakteraturan dasar saluran akan menonjol dan efeknya kelihatan. Namun nilai n dapat pula besar pada taraf air yang tinggi bila dinding saluran kasar dan berumput.

II.3. Irigasi dan Bangunan Air

(21)

membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat dibuang kembali. Sistem irigasi di Indonesia yang bergantung pada bantuan pemerintah salah satunya adalah sistem irigasi teknis. Sistem ini mempunyai jaringan air yang mendapatkan pasokan air terpisah dengan jaringan pembuang, dan pemberian airnya dapat diukur, diatur dan terkontrol pada beberapa titik tertentu.

Sistem irigasi teknis mengalirkan air dengan beberapa cara, antara lain dengan membendung air kemudian menyadapnya menuju saluran utama ataupun mengambil air secara bebas (free intake) dengan mengandalkan gravitasi, beda tinggi antara air sungai yang akan dialirkan dan saluran utama yang akan dialiri. Dalam penelitian Tugas Akhir ini lokasi irigasi yang ditinjau merupakan sistem irigasi teknis dengan sistem bendung sebagai bangunan utama (Headworks).

II.3.1 Bangunan Utama (Headworks)

Bangunan utama adalah kompleks bangunan yang direncanakan melintang pada sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk berbagai keperluan, umumnya terdiri dari bangunan bendung (weir), bangunan pengambilan (intake structure), bangunan pembilas (scouring sluice), kantong lumpur (settling basin atau sediment trap) dan saluran pembilas (flushing out channel), tanggul banjir dan bangunan-bangunan pelengkap lainnya.

II.3.1.1 Pengambilan (Intake)

(22)

kebutuhan pengambilan dengan kecepatan masuk 0,8 sampai 2,0 m/s bergantung pada ukuran butir-butir yang diangkut.

Untuk menghitung debit yang mengalir pada intake dapat digunakan rumus sebagai formula sebagai berikut:

Bangunan kantong lumpur merupakan bangunan pelengkap atau bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk mengelakkan angkutan sedimen dasar dan layang terutama fraksi pasir dan yang lebih besar agar tidak masuk ke jaringan pengairan. Bangunan kantong lumpur pada umumnya dibangun di hilir bangunan pengambil (intake) sebelum masuk ke saluran induk.

(23)

langkah perencanaan untuk membangun sebuah penegambilan yang dapat berfungsi dengan baik.

Partikel-partikel yang lebih halus di sungai diangkut dalam bentuk sedimen layang dan tersebar merata di seluruh kedalaman aliran. Semakin besar dan berat partikel yang terangkut, semakin partikel-partikel itu terkonsentrasi ke dasar sungai; bahan-bahan yang terbesar diangkur sebagai sedimen dasar.

Jaringan saluran direncana untuk membuat kapasitas angkutan sedimen konstan atau makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain, sedimen yang memasuki jaringan saluran akan diangkut lewat jaringan tersebut ke sawah-sawah. Dalam kaitan dengan perencanaan kantong lumpur, ini berarti bahwa kapasitas angkutan sedimen pada bagian awal dari saluran primerpenting artinya untuk ukuran partikel yang akan diendapkan. Biasanya ukutan partikel ini diambil 0,06 – 0,07 mm guna memperkecil kemiringan saluran primer.

(24)

II.3.2. Dimensi Kantong Lumpur

II.3.2.1. Panjang dan Lebar Kantong Lumpur

Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat diturunkan dari gambar berikut.

Gambar 2.6 Skematisasi Ruang Kantong Lumpur (PUSAIR,2004)

Partikel yang masuk ke kolam pada titik 1, dengan kecepatan endap pertikel w dan kecepatan air v harus mencapai dasar pada titik 2. Ini berakibat bahwa, partikel, selama waktu (h/w) yang diperlukan untuk mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara horizontal sepanjang jarak L dalam waktu L/v.

Agar butir sedimen di titik 1 dapat mengendap di kantong lumpur diperlukan estimasi awal kebutuhan luas bidang pengendap berikut.

=

...

(2-16)

Karena

maka didapat hubungan:

(25)

Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang menganggu seperti:

 Turbulensi air

 Pengendapan yang terhalang  Bahan layang sangat banyak

Velikanov menganjurkan faktor-faktor koreksi dalam rumus berikut:

LB =

W : Kecepatan jatuh rencana (0,027 m/s sampai 0,2 m/s)

λ : Fungsi dari D/T, D adalah jumlah sedimen

yang terkumpul dan T adalah jumlah angkutan sedimen. ( =1,55 untuk D/T = 0,λ8)

v : Kecepatan aliran rata-rata (m/s) H : Kedalaman aliran pada saluran (m)

(26)

Menurut Nippon Koei dalam Design Report of Modification Design Work for Rehabilitation for Ular River Flood Control and Improvement of Irrigation Project (TOR-3) Volume VI Main Report, untuk menghitung dimensi lebar dan panjang settling basin adalah sebagai berikut:

a) Panjang settling basin

h : Kedalaman air pada settling basin (m)

k : Faktor keamanan dari kecepatan geser butir sedimen (m2/s2)

(27)

Dimana, u*c2 : Kecepatan geser kritis (m2/s) g : Percepatan gravitasi (m/s2) R : Jari-jari hidraulis (m) I : Gradien hidraulis

d : Ukuran butiran sedimen (cm)

II.3.2.2. Kecepatan Endap pada Kantong Lumpur

Dalam rumus-rumus ini, penentuan kecepatan endap amat penting karena sangat berpengaruh terhadap dimensi kantong lumpur. Ada dua metode yang bisa digunakan untuk menentukan kecepatan endap yakni:

1. Pengukuran di tempat, yaitu pengukuran kecepatan endap terhadap contoh-contoh yang diambil dari sungai adalah metode yang paling akurat jika dilaksanakan oleh tenaga berpengalaman. Metode ini dijelaskan dalam “ Konstruksi Cara-Cara untuk Mengurangi Angkuran Sedimen yang akan Masuk ke Intake dan Saluran Irigasi”

(DPMA,1981). Dalam metode ini dilakukan analisis tabung pengendap (settling tube) terhadap contoh air yang diambil dari lapangan.

(28)

Faktor-faktor lain yang dipertimbangkan dalam pemilihan dimensi kantong lumpur adalah:

1. Kecepatan aliran dalam kantong lumpur hendaknya cukup rendah, sehingga partikel yang telah mengandap tidak menghambur lagi

2. Turbulensi yang mengganggu proses pengendapan harus dicegah

3. Kecepatan hendaknya tersebar secara merata di seluruh potongan melintang, sehingga sedimentasi juga tersebar merata.

4. Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik, guna mencegah tumbuhnya vegetasi

(29)

Gambar 2.7 Hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air tenang

II.3.2.3. Volume Tampungan

(30)

- Banyaknya sedimen yang terbawa masuk dapat ditentukan dari: - Pengukuran langsung di lapangan

- Rumus angkutan sedimen yang cocok (Einstein-Brown, Meyer-Peter Muller), atau kalau tidak ada data yang andal

- Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis.

Sebagai perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,5 0/00. Kedalaman tampungan di ujung kantong lumpur (ds pada gambar 2.8) biasanya sekitar 1,0 m untuk jaringan kecil (sampai 10 m3/dt), hingga 2,50 m untuk saluran yang sangat besar (100 m3/dt). Untuk menghitungan estimasi volume tampungan dan volume yang tersedia pada settling basin untuk mengendapkan sedimen adalah sebagai berikut:

a) Volume Tampungan yang dibutuhkan

Qr = 86.400 x Q/n x Rs x Rc x Fi ... (2.22)

Dimana : Qr : Volume yang dibutuhkan untuk kantong lumpur (m3)

Q : Debit rencana (m3/s) n : Jumlah jalur

Rs : Rasio material melayang/suspended (0,01%) Rc : Kandungan muatan melayang dengan ukuran

Partikel 0,2 mm (95%) Fi : Interval pembilasan (11 hari) b) Volume kantong lumpur yang tersedia

Qv= b x { W’ x L1 + D x (L-L1)} ... (2.23)

(31)

(m3)

b : Lebar settling basin (m)

W’μ Ketinggian beranda sedimen hilir (m)

L : panjang settling basin (L1+ L2 + L3, m) L1 : Panjang beranda sedimen (m)

L2 : Jarak antara beranda hilir dan titik dimana Partikel minimum dapat terendapkan Sepenuhnya (m)

L3 : Panjang tambahan dari saluran (terletak di akhir saluran sedimen, m)

(32)
(33)

II.3.3. Pembersihan Kantong Lumpur

II.3.3.1. Pembersihan Secara Hidrolis

Pembilasan secara hidrolis membutuhkan beda tinggi muka air dan debit yang memadai pada kantong lumpur guna menggerus dan mengelontor bahan yang telah terendap kembali ke sungai. Frekuensi dan lamanya pembilasan bergantung pada banyaknya bahan yang akan dibilas, tipe bahan kohesif atau nonkohesif dan tegangan geser yang tersedia oleh air. Kemiringan dasar kantong serta debit pembilasan hendaknya di dasarkan pada besarnya tegangan geser yang diperlukan yang akan dipakai untuk menggerus sedimen yang terendap. Dianjurkan untuk mengambil debit pembilasan sebesar yang dapat diberikan oleh pintu pengambilan dan beda tinggi muka air. Untuk keperluan-keperluan perencanaan, debit pembilasan diambil 20% lebih besar dari debit normal pengambilan. Tegangan geser yang diperlukan tergantung pada tipe sedimen yang bisa berupa:

- Pasir lepas, dalam hal ini parameter yang terpenting adalah ukuran butirnya atau,

(34)

Gambar 2.9 Diagram shield

Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:

- 1,0 m/dt untuk pasir halus - 1,5 m/dt untuk pasir kasar

(35)

Bagi bahan-bahan kohesif, dapat dipakai gambar 2.10 dibawah ini yang diturunkan dari data USBR oleh Lane. Makin tinggi kecepatan selama pembilasan,

operasi menjadi semakin cepat. Namun demikian, besarnya kecepatan hendaknya selalu di bawah kecepatan kritis, karena kecepatan super kritis akan mengurangi

efektifitas proses pembilasan.

(36)

II.3.3.2. Pembersihan secara manual/mekanis

Pembersihan kantong lumpur dapat juga dilakukan dengan peralatan mekanis. Pembersihan kantong lumpur secara menyeluruh jarang dilakukan secara manual. Dalam hal-hal tertentu, pembersihan secara manual bermanfaat untuk dilakukan di samping pembilasan secara hidrolis terhadap bahan-bahan kohesif atau bahan-bahan yang sangat kasar. Dengan menggunakan tongkat, bahan endapan ini dapat diaduk dan dibuat lepas sehingga mudah terkuras dan hanyut. Pembersihan secara mekanis bisa menggunakan mesin pengeruk, pompa (pasir), singkup tarik/backhoe atau mesin-mesin sejenis itu. Semua peralatan ini mahal dan sebaiknya tidak usah dipakai.

(37)

II.3.4 Pemeriksaan Terhadap Berfungsinya Kantong Lumpur

Perencanaan kantong lumpur hendaknya mencakup cek terhadap efisiensi pengendapan dan efisiensi pembilasan.

II.3.4.1. Efisiensi Pengendapan

Untuk mencek efisiensi kantong lumpur, dapat dipakai grafik pembuangan sedimen dari Camp.

Dengan menggunakan grafik Camp, efisiensi proses pengendapan untuk partikelpartikel dengan kocepatan endap yang berbeda-beda dari kecepatan endap partikel rencana, dapat dicek. Suspensi sedimen dapat dicek dengan menggunakan kriteria Shinohara Tsubaki. Bahan akan tetap berada dalam suspensi penuh jika:

... (2-24)

Dimana: v* = Kecepatan geser (ghI)0,5 dalam m/detik

g = Percepatan gravitasi (m/detik2) h = Kedalaman air (m)

I = Kemiringan garis energi

w = Kecepatan endap sedimen (m/detik)

Efisiensi pengendapan sebaiknya dicek untuk dua keadaan yang berbeda:

- untuk kantong kosong - untuk kantong penuh

(38)

Menurut Vlugter, untuk:

1 ... (2-25)

Dimana: v = Kecepatan rata-rata (m/detik) w = Kecepatan endap sedimen (m/detik) I = Kemiringan garis energi

semua bahan dengan kecepatan endap w akan berada dalam suspensi pada sembarang konsentrasi. Apabila kantong penuh, maka sebaiknya dicek apakah pengendapan masih efektif dan apakah bahan yang sudah mengendap tidak akan menghambur lagi. Yang pertama dapat dicek dengan menggunakan grafik Camp (gambar 2.12) dan yang kedua dengan grafik Shields (gambar 2.8).

(39)

II.3.4.2 Efisiensi Pembilasan

Efisiensi pembilasan bergantung kepada terbentuknya gaya geser yang memadai pada permukaan sedimen yang telah mengendap dan pada kecepatan yang cukup untuk menjaga agar bahan tetap dalam keadaan suspensi sesudah itu. Gaya geser dapat dicek dengan grafik Shields (gambar 2.8); dan kriteria suspensi dari Shinohara/Tsubaki (Persamaan 2-24)

II.4 Erosi dan Angkutan Sedimen

Erosi adalah pemindahan dan transportasi material permukaan bumi yang kebanyakan berupa tanah dan debris batuan (regolith), bahan-bahan yang tererosi secara alami.( HR. Mulyanto)

Proses dari erosi yaitu tanah dapat tererosi yakni terlepas dari lokasinya, oleh aksi angin, air, gaya gravitasi (tanah longsor), dan aktivitas manusia. Erosi oleh air dapat dianggap dimulai oleh pelepasan partikel-partikel tanah oleh hempasan percikan air hujan. Proses-proses percikan dan aliran permukaan itulah yang menyebabkan erosi lapisan (sheet erosion), yakni degradasi permukaan tanah yang relatif merata (Ray K. Linsley, JR 1982).

(40)

1. Muatan dasar (bed load)

Pergerakan partikel di dalam aliran air sungai dengan cara menggelinding, meluncur dan meloncat-loncat di atas permukaan dasar sungai.

2. Muatan melayang (suspended load)

Terdiri dari butiran halus yang senantiasa melayang di dalam aliran sungai. Kecenderungan partikel untuk mengendap selalu terkompensasi oleh aksi difusif dari aliran turbulen air sungai.

Pembedaan yang tajam antara keduanya cukup sulit. Kriteria umum untuk menentukan muatan layang ialah perbandingan antara kecepatan gesek (u*) dan kecepatan jatuh (w), yaitu apabila u*/w > 1,5 maka termasuk sebagai muatan melayang. Sedangkan untuk muatan dasar dibatasi bahwa elevasi partikel pada saat pergerakannya di dalam air maksimum 2 sampai 3 kali dari ukuran diameter butirnya, jika lebih dari itu maka termasuk muatan melayang.(Fadlun, 2009)

(41)

Fraksi sedimen batuan dan bed load biasanya sudah teratasi dengan konstruksi pembilas bawah (under sluice) sehingga tidak masuk ke intake. dalam kondisi debit normal. Tetapi fraksi pasir, lanau, dan lempung akan terbawa melewati pintu intake dan dapat mencapai saluran irigasi dan petak sawah. Fraksi lanau dan lempung (< 70 m) diperbolehkan masuk ke sawah, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah (Puslitbang Pengairan, 1986). Fraksi pasir (> 0.063 mm), disisi lain, harus ditahan jangan sampai masuk ke sawah. Fraksi pasir ini diusahakan untuk mengendap di penangkap sedimen (sediment trap/settling basin), yang berada di hilir pintu pengambilan (intake).

Pada kenyataannya pada tiap satu satuan waktu pergerakan angkutan sedimen yang dapat diamati adalah bed load dan suspended load, sehingga penjumlahan keduanya dapat didefinisikan sebagai total load transport. Beban total inilah yang disebut dengan angkutan sedimen.

Menurut Mulyanto faktor-faktor yang terpenting yang menentukan kuantitas produksi sedimen (sediment yield) suatu DAS antara lain sebagai berikut:

1. Tinggi curah hujan dan intensitasnya. 2. Jenis tanah dan formasi geologi. 3. Tetumbuhan penutup.

4. Tata guna lahan. 5. Topografi DAS.

6. Erosi lahan tinggi, kemiringan lereng lahan, berat jenis dan trase alur patusan alam, bentuk dsn luas DAS.

(42)

II.4.1 Formula Angkutan Sedimen untuk Muatan Melayang

Sedimen yang masuk ke intake sebagian besar adalah golongan muatan melayang karena muatan dasar tertahan di bawah ambang intake dan dibilas melalui undersluice/scouring sluice. Metode-metode yang dipakai dalam perhitungan angkutan sedimen adalah persamaan-persamaan sebagai berikut:

1. Metode Lane and Kalinske (1941) 2. Metode Einstein (1950)

3. Metode Seksi Hidrometri (1985)

II.4.1.1 Metode Lane and Kalinske (1941)

Analisis perhitungan:

1 ... (2-26)

1 ... (2-27)

Dimana: qsw = Besar Muatan melayang/suspended load {(kg/s)/m}

q = Debit aliran per satuan lebar {(m3/s)/m}

ω = Kecepatan jatuh (m/s)

PL = Koefisien yang bergantung pada kecepatan relatif dan

n = Koefisien Manning

a = Ketebalan muatan dasar (m) Df = Kedalaman Aliran (m)

Ca = Konsentrasi Sedimen melayang (ppm)

(43)

Gambar 2.13 Hubungan antara PL dan ω/U* (Lane dan Kalinske,1941)

II.4.1.2 Metode Einstein

2 1 ... (2-28)

2 ... (2-29)

=

11 ... (2-30)

= ... (2-31)

... (2-32)

(44)

Parameter x:

Gambar 2.14 Faktor koreksi pada distribusi kecepatan logaritmik (Einstein,1950) Parameter I1:

(45)

Parameter I2:

Gambar 2.16 Fungsi I2 pada A untuk harga Z yang berbeda (Einstein,1950)

II.4.1.3 Metode Seksi Hidrometri (1985)

̅ ... (2-34)

Dimana : = Debit sedimen (Ton/hari)

k = konstanta (0,0864) konversi dari satuan berat, volume dan waktu ̅ = Konsentrasi sedimen (mg/L)

Gambar

Gambar 2.1 Energi Aliran Saluran Terbuka dan Sketsa Tekanan Udara (Chow,1997)
Gambar 2.2 Diagram Klasifikasi Aliran Saluran Terbuka
Gambar 2.3 Pola Penjalaran Gelombang di Saluran Terbuka (Triatmodjo,1993)
Gambar 2.4 Geometri Penampang Saluran Terbuka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan utama ( head works ) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan

Jaringan saluran direncanakan untuk membuat kapasitas angkutan sedimen konstan atau makin bertambah di arah hilir. Dengan kata lain, sedimen yang memasuki jaringan

Bangunan pengambilan air ( intake ) adalah suatu bangunan yang dibuat sedemikian rupa pada sisi suatu sumber air (umumnya adalah sungai) dengan maksud agar sebahagian air

Bangunan Utama dapat didifinisikan sebagai : “ Semua bangunan yang dibangun di sepanjang Sungai atau aliran air yang merupakan bagian–bagian dari Bangunan utama yang menjadi

Alat Penghubung Setiap Kotak Pengecoran Talang agar dapat meredam kebocoran pada bangunan talang tersebut.. Kolam Aliran Sekunder Sebelum Masuk Ke

Pengecekan bangunan talang dilapangan yang berperan sabagai bangunan pembawa pada pengairan saluran irigasi didaerah irigasi namu sira sira khusunya daerah

Pengecekan bangunan talang dilapangan yang berperan sabagai bangunan pembawa pada pengairan saluran irigasi didaerah irigasi namu sira sira khusunya daerah

1.2 Definisi Bangunan utama dapat didefinisikan sebagai “semua bangunan yang direncanakan di sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan irigasi, biasanya