• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA IKAN GULAMAH (Johnius belangerii) DI PERAIRAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) DAN KADMIUM (Cd) PADA IKAN GULAMAH (Johnius belangerii) DI PERAIRAN BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

AZIZA FADHLIN 150302085

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

AZIZA FADHLIN 150302085

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

AZIZA FADHLIN 150302085

Skripsi Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(4)
(5)

Saya yang bertandatangan dibawah ini : Nama : Aziza Fadhlin

NIM : 150302085

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan Gulamah (Johnius belangerii) di Perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Medan, Oktober 2019

Aziza Fadhlin 150302009

(6)

AZIZA FADHLIN. Analisis Kandungan Loam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan Gulamah (Johnius belangerii) di Perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing Oleh RUSDI LEIDONALD dan RIZKY FEBRIANSYAH SIREGAR.

Perairan Belawan merupakan kawasan perairan yang dimanfaatkan sebagai daerah pelabuhan, jalur pelayaran dan daerah industri. Pemanfaatan daerah tersebut berpotensi memberikan pencemaran logam berat seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada komponen badan air seperti sedimen dan biota perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan logam Pb dan Cd pada ikan gulamah (Johnius belangerii) dan sedimen di Perairan Belawan serta untuk mengetahui kesesuaian kandungan logam berat Pb dan Cd pada ikan gulamah dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2019 di Perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi yang dipilih berdasarkan metode purposeive sampling. Pengukuran kandungan logam Pb dan Cd pada ikan gulamah dan sedimen dilakukan dengan metode Absorption Atomic Spectrofotometer (AAS) dan dianalisis secara deskriptif.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rat-rata kandungan logam Pb dan Cd pada ikan gulamah untukmasing-masing stasiun I, II dan III adalah 0,176 mg/kg dan 0,017 mg/kg; 0,084 mg/kg dan 0,023 mg/kg serta 0,057 mg/kg dan 0,032 mg/kg. sedangkan nilai rata-rata kandungan logam Pb dan Cd pada sedimen untuk masing-masing stasiun I, II dan III adalah 4,484 mg/kg dan 0,034 mg/kg; 5,573 mg/kg dan 0,036 mg/kg serta 4,117 mg/kg dan 0,031 mg/kg.

Kata Kunci : Ikan Gulamah (Johnius belangerii), Kadmium (Cd), Sedimen, Timbal (Pb).

(7)

AZIZA FADHLIN. Analysis of Lead (Pb) and Cadmium (Cd) Heavy Metal Content in Belanger’s Croaker (Johnius belangerii) in Belawan Waters in North Sumatera Province. Guided by RUSDI LEIDONALD dan RIZKY FEBRIANSYAH SIREGAR.

Belawan waters are waters that are utilized as harbor areas, shipping lines and industrial areas. Utilization of the area has the potential to provide heavy metal pollution such as lead (Pb) and cadmium (Cd) in water body components such as sediments and aquatic biota. The purpose of this study was to determine the Pb and Cd metal content in Belanger’s Croaker (Johnius belangerii) and sediments in Belawan Waters and to determine the suitability of Pb and Cd heavy metal content in Gulamah fish with the specified quality standards.

This research was conducted from June to July 2019 in Belawan Waters, North Sumatra Province. Sampling was carried out at 3 locations chosen based on the purposeive sampling method. Measurement of Pb and Cd metal content in Belanger’s Croaker and sediments was carried out by the Absorption Atomic Spectrophotometer (AAS) method and analyzed descriptively.

The results obtained show that the average value of the Pb and Cd metal content in Belanger’s Croaker for each station I, II and III are 0.176 mg / kg and 0.017 mg / kg; 0.084 mg / kg and 0.023 mg / kg and 0.057 mg / kg and 0.032 mg / kg. while the average value of Pb and Cd metal content in sediments for each station I, II and III are 4,484 mg / kg and 0.034 mg / kg; 5.573 mg / kg and 0.036 mg / kg and 4.117 mg / kg and 0.031 mg / kg.

Keywords: Cadmium (Cd), Gulamah fish (Johnius belangerii), Lead (Pb), Sediment.

(8)

Penulis bernama Aziza Fadhlin lahir di Bukittinggi pada tanggal 07 Oktober 1996 yang merupakan putri dari Bapak Zulfadli, S.Pd dan Ibu Emimetri, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal penulis ditempuh di SD N 17 Tuapejat (2002-2008), SMP N 2 Sipora (2008-2011), SMA N 2 Sipora (2011-2014). Pada tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan S1 di Universutas Sumatera Utara melalui Jalur Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) Daerah 3T Provinsi Sumatera Barat dengan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Selama menjalankan perkuliahan, penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium Dasar Limnologi (2017), Laboratorium Ekosistem Perairan Pesisir (2018), Laboratorium Sistem Informasi Sumberdaya Perairan (2018), dan Laboratorium Planktonologi (2019). Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) Tematik pada tahun 2018 yang ditempatkan di Desa Silalahi I Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. Kemudian pada tahun 2019 penulis mengikuti Praktik Kera Lapangan (PKL) di Satuan Pengawasan Sumberdaya Kelautan Dan Perikanan (PSDKP) Sibolga Provinsi Sumatera Utara.

(9)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Essa yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan Gulamah (Johnius belangerii) di Perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian skripsi di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Kemudian daripada itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan dukungan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan usulan penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan pendidikan S1 di Program Studi Manaemen Sumberdaya Perairan.

2. Kedua orangtua penulis Ayahanda Zulfadli, S.Pd dan Ibunda Emimetri S.Pd yang telah memberikan dukungan, doa, semangat, moril dan materi kepada penulis.

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan selaku dosen penguji I.

4. Ibu Amanatul Fadhilah, S.Pi, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik.

(10)

yang telah memberikan dukungan, ilmu dan masukan kepada penulis.

6. Ibu Astrid Fauzia Dewinta, S.St.Pi, M.Si selaku dosen penguji II yang telah memberi saran dan dukungan.

7. Bapak Ahmad Muhtadi Rangkuti, S.Pi., M.Si. yang telah memberikan masukan, bimbingan dan bantuan selama pembuatan skripsi.

8. Bapak dan Ibu staff pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

9. Teman-teman seperjuangan MSP 2015 yang telah memberikan semangat, doa dan masukan kepada penulis.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Manajemen Sumberdaya Perairan dan bagi seluruh kalangan. Demikian skripsi ini dibuat, sekian dan terima kasih.

Medan, Oktober 2019

Aziza Fadhlin

(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Gulamah (Johnius belangerii) ... 6

Pencemaran ... 7

Kandungan Logam Berat pada Sedimen Perairan ... 8

Kandungan Logam Berat pada Ikan ... 9

Timbal (Pb) ... 10

Kadmium (Cd) ... 11

Parameter Fisika Perairan ... 12

Suhu ... 12

Kecerahan ... 12

Salinitas ... 13

Kedalaman ... 14

(12)

pH ... 15

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 17

Stasiun Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 20

Prosedur Penelitian ... 20

Pengambilan Sampel Sedimen dan Ikan ... 20

Persiapan Larutan Standar ... 21

Prosedur Pengujian ... 22

Penanganan Sampel Sedimen ... 22

Penanganan Sampel Ikan ... 22

Pengujian Logam Berat pada Sedimen... 22

Pengujian Logam Berat pada Ikan ... 23

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan ... 24

Analisis Data ... 24

Penentuan Konsentrasi ... 24

Penentuan Bioaccumulation factor (BAF) pada Ikan ... 25

Penentuan Koefsien Korelasi ... 25

Penentuan Batas Maksimum Konsumsi Logam Berat ... 26

Analisis Deskriptif... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 28

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan ... 28

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Sedimen ... 28

Bioaccumulation Faktor (BAF) pada Ikan... 29

(13)

Ikan ... 30

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Belawan ... 31

Pembahasan ... 31

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan ... 31

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Sedimen ... 33

Bioaccumulation Faktor (BAF) pada Ikan... 34

Batas Maksimum Konsumsi Logam Berat... 35

Koefisien Korelasi antara Logam Berat Sedimen dengan Ikan ... 36

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Belawan ... 37

Suhu ... 37

Kecerahan ... 38

Salinitas ... 39

Kedalaman ... 40

Kecepatan Arus ... 40

Derajat Keasaman (pH) ... 41

Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen/DO) ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

No. Teks Halaman

1. Kerangka Penelitian ... 5

2. Ikan Gulamah (Johnius belangerii) ... 6

3. Peta Lokasi Penelitian ... 17

4. Stasiun I ... 18

5. Stasiun II ... 19

6. Stasiun III ... 19

(15)

No. Teks Halaman 1. Parameter Fisika Kimia Perairan ... 24 2. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor ... 26 3. Kandungan Logam Berat timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada tubuh

Ikan Gulamah (Johnius belangerii) ... 28 4. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd pada Sedimen ... 29 5. Nilai Bioaccumation Factor (BAF) pada tubuh Ikan Gulamah

(Johnius belangerii) ... 29 6. Batas Maksimum Konsumsi Logam Berat ... 30 7. Koefisien Korelasi antara Logam Berat Antara Sedimen dengan

Tubuh Ikan Gulamah (Johnius belangerii) ... 30 8. Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan Belawan ... 31

(16)

No. Teks Halaman 1. BPOM RI No. 5 tahun 2018 tetang Batas Maksimum Cemaran

Logam Berat dalam Pangan Olahan ... 51

2. Standart USEPA Region V dalam Sudarso et al (2005) tentang Baku Mutu Logam Berat dalam Sedimen ... 51

3. KepMen LH No. 51 tahun 2004 tetang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut ... 52

4. Alat dan Bahan Yang Digunakan dalam Penelitian ... 55

5. Prosedur Penelitian... 59

6. Panjang dan Berat Sampel Ikan Gulamah ... 62

7. Grafik Korelasi antara Logam Berat dalam Sedimen dengan Ikan... 63

8. Analisis Koreasi Pearson dengan SPSS ... 64

9. Perhitungan Bioaccumulation Faktor (BAF) Ikan ... 65

10. Perhtungan Batas Aman Konsumsi ... 66

11. Hasil Penelitian ... 68

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan laut merupakan kawasan yang banyak mendapatkan tekanan berat dari aktivitas manusia di daratan mulai dari hulu hingga hilir. Aktivitas manusia tersebut menghasilkan limbah yang menjadi sumber bahan pencemar utama baik pencemar kimia maupun mikrobiologi yang dapat mempengaruhi kualitas perairan (Murtini et al., 2003). Salah satu pencemaran perairan laut yang dapat membahayakan ekosisem laut adalah logam berat. Logam berat unsur logam yang mengandung bahan beracun dan berbahaya bagi makhluk hidup yang keberadaannya tidak dibutuhkan oleh tubuh dan pada tingkatan konsentrasi tertentu logam beracun bagi makhluk hidup. Timbal (Pb) dan kadmium (Cd) bersama logam-logam lainnya seperti besi (Fe), arsen (As), nikel (Ni), krom (Cr), seng (Zn) dan tembaga (Cu) merupakan unsur-unsur logam berat yang potensial menimbulkan kerusakan bagi lingkungan hidup (Juhriah dan Alam, 2016).

Sumber pencemaran logam berat di perairan laut dapat berasal dari kegiatan pengilangan minyak, docking kapal, aktivitas pelabuhan, aktivitas perikanan, pengangkutan minyak oleh kapal tenker dan lain sebagainya. Selain itu, adanya aliran sungai yang bermuara ke laut juga dapat membawa limbah yang mengandung logam berat dari berbagai aktivitas perindustrian dan lain-lain.

Logam berat merupakan unsur kimia yang sulit terurai sehingga dapat terakumulasi ke dalam berbagai komponen perairan seperti badan air, sedimen dan biota. Kemudian melalui rantai makanan logam berat dapat berpindah ke dalam organisme pada tingkat trofik terendah hingga trofik tertinggi. Jika organisme tersebut terus terpapar logam maka akan membahayakan

(18)

kehidupannya. Begitu juga halnya terhadap manusia yang mengkonsumsinya maka kandunngan logam tersebut juga dapat merusak kerja sistem saraf, menyebabkan mutasi gen, dan menghambat sistem metabolisme sel di dalam tubuh.

Perairan Belawan merupakan kawasan perairan yang selama ini diketahui telah digunakan sebagai daerah pelabuhan, jalur perlayaran dan daerah industri.

Dampak dari berbagai aktivitas dari daerah tersebut dapat berpotensi memberikan pencemaran logam berat terutama logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd).

Selain digunakan sebagai daerah pelabuhan, jalur pelayaran dan industri, Perairan Belawan juga sering dijadikan kawasan penangkapan ikan dan komoditi laut lainnya. Salah satu jenis hasil tangkapan nelayan di Belawan adalah ikan gulamah (Johnius belangerii). Ikan jenis ini umumnya diolah menjadi produk ikan asin oleh masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Perairan Belawan dimana produksi olahannya dapat mencapai 225 ton per tahunnya (Satria et al., 2016).

Selama ini keberadaan ikan gulamah (J.belangerii) yang tertangkap di sekitar Perairan Belawan tidak pernah diketahui seberapa besar kandungan logam berat yang terpapar di dalam tubuhnya. Namun, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa biota-biota di perairan Belawan telah tercemar logam berat seperti hasil penelitian Ginting et al (2014) menemukan konsentrasi logam timbal (Pb) dalam kerang darah (Anadara granosa) sebesar 10,48-12,03 mg/kg. Hasil penelitian Siagian (2004) juga menunjukkan bahwa jenis-jenis biota yang tertanngkap nelayan di Perairan Beawan seperti ikan dencis (Sardinella sirm), ikan ketang-ketang/kepe-kepe (Scatophagus argus), ikan gulamah/samgeh (Pseudoseinia amoyensis), cumi-cumi (Loligo vulgaris), kerang bulu

(19)

(Anadara indica) dan kerang darah (Anadara granosa) telah terkontaminasi logam timbal (Pb), kadmium (Cd) dan kromium (Cr). Jika keberadaan ikan gulamah (J.belangerii) dikonsumsi secara terus menerus maka dikhawatirkan dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat sekitar. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada ikan gulmamah (J.belangerii) yang tertangkap oleh nelayan di Perairan Belawan.

Perumusan Masalah

Berbagai aktivitas yang berlangsung di suatu perairan dapat menghasilkan berbagai jenis limbah yang dapat mempengarui kualitas perairan. Limbah-limbah tersebut akan menjadi sumber bahan pencemaran perairan, salah satunya sebagai sumber pencemar logam berat. Perairan Belawan merupakan suatu kawasan perairan yang selama ini diketahui telah banyak memperoleh dampak pencemaran logam berat dari berbagai jenis aktivitas manusia yang berlangsung disekitarnya.

Keberadaan logam berat yang terus menerus menumpuk di kawasan perairan Belawan lama kelamaan akan terakumulasi didalam tubuh organisme yang hidup di dalamnya diantaranya adalah ikan gulamah (J.belangerii) yang selama ini sering tertangkap dan diawetkan oleh masyarakat sekitar menjadi produk ikan asin. Apabila ikan gulamah (J.belangerii) tersebut sering dikonsummsi oleh masyarakat sekitar akan berbahaya karena efeknnya dapat mengganggu kesehatan.

Oleh karena itu perlu diketahui kandungan logam berat pada ikan gulamah (J.belangerii) untuk informasi perlindungan masyarakat terhadap bahaya mengkonsummsi jenis pangan tersebut. Adapun perumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(20)

1. Seberapa besar kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang terdapat pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii) dan pada sedimen di Perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara?

2. Seberapa besar kesesuaian kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang terdapat pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii) di Perairan Belawan dengan baku mutu?

3. Seberapa besar batas maksimum konsumsi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam tubuh ikan gulamah (J. belangerii) di Perairan Belawan ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang terdapat pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii) dan pada sedimen di Perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara.

2. Mengetahui kesesuaian kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii) di Perairan Belawan dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

3. Mengetahui batas maksimum konsumsi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai besaran kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang terdapat pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii). Informasi ini juga diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan perairan Belawan ke depannya.

(21)

Kerangka Pemikiran

Perairan Belawan merupakan perairan yang berpotensi terkena pencemaran logam berat karena letaknya berdekatan dengan kawasan industri, pemukiman penduduk, pelabuhan dan kegiatan perikanan. Logam berat dapat terakumulasi pada sedimen yang ada di dasar perairan dan organisme ikan yang hidup di dasar salah satunya adalah ikan gulamah (Johnius belangerii). Logam berat yang terkandung di dalam tubuh ikan gulamah akan berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pengujian untuk mengetahui besaran kandungan logam berat dari jenis timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang berada pada sedimen di dasar perairan serta pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii). Kemudian hasil yag diperoleh nantinya akan disesuaikan dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan permasalah di atas, kerangka pemikiran masalah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Penelitian Sumber Pencemaran Aktivitas Masyarakat

(Industri, Jalur Perkapalan, Pelabuhan, Perikanan)

Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Perairan

Ikan Gulamah (Johnius belangerii)

Sedimen Perairan

Besaran Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Kesesuaian Baku Mutu

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Gulamah (Johnius belangerii)

Gambar 2. Ikan Gulamah (Johnius belangerii)

Ikan gulamah mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai duri keras sirip punggung berjumlah 10-11 buah, duri lunak sirip punggung berjumlah sekitar 27- 31 buah, duri keras sirip anal berjumlah 2 buah dan duri lunak sirip anal berjumlah 7 buah. Habitat ikan gulamah berada di pantai yang dangkal dan estuari yang terdapat banyak organisme invetebrata. Ikan ini terdistribusi di Indo-Pasifik Barat seperti Pakistan, India, Sri Langka melewati Hindia hingga China. Di Indonesia, ikan ini ditemukan di wilayah Sumatera hingga Bali. Ikan Gulamah memiliki taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Sciaenidae Genus : Johnius

Spesies : Johnius belangerii (Tangguh LNG dan LPPM IPB, 2015).

(23)

Ikan gulamah umumnya dipasarkan dalam keadaan segar atau diolah secara tradisional dengan penggaraman dan pengeringan. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang tidak terlalu tinggi sehingga dapat memenuhi kriteria utama dalam penyediaan bahan baku untuk diolah menjadi tepung ikan untuk konsumsi manusia (Satria et al., 2016).

Ikan asin gulamah memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga ikan gulamah segar. Ikan gulamah sering diolah menjadi ikan asin oleh masyarakat. Pengolahan ikan asin gulamah menggunakan bahan baku ikan segar yang masih bagus dengan ukuran rata-rata 5-15 cm. Bahan baku ikan guamah segar diperoleh dari hasil tangkapan nelayan. Produk ikan asin gulamah memiliki ciri-ciri berwarna putih kekuningan, testurnya lunak, tidak bau dan jika di goreng memiliki aroma yang khas (Panjaitan et al., 2016).

Pencemaran

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas perairan turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri dan lain-lain. Bahan pencemar adalah bahan-bahan yang sifatnya asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga menggagu peruntukan ekosistem tersebut. Bahan pencemar di perairan di kelompokkan menjadi limbah yang menngakibatkan

(24)

penurunan kadar oksigen terlarut, limbah yang mengakibatkan munculnya penyakit, limbah senyawa organik sintetis, limbah nutrient tumbuhan, limbah senyawa anorganik dan mineral, limbah sedimen, limbah radioaktif, limbah panas dan limbah minyak (Effendi, 2003).

Pencemaran yang terjadi di perairan merupakan masalah penting yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Sumber bahan pencemaran yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang masuk ke perairan dapat yang dapat diklasifikasikan sebagai point source discharge (sumber titik) dan non point source (sumber menyebar). Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan juga disebabkan oleh kebiasaan massyarakat yang berdomisili di sekitar perairan (Handayani et al., 2011).

Kanndungan Logam Berat Pada Sedimen Perairan

Pencemaran lingkungan akibat logam berat dapat terjadi karena banyaknya penggunaan logam berat tersebut oleh manusia. Salah satu tanda-tanda adanya pencemaran logam berat terhadap lingkungan adalah proses perkaratan pada logam yang disebabkan oleh proses oksidasi. Logam digolongkan ke dalam dua katagori, yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat ialah logam yang mempunyai berat 5 g atau lebih untuk setiap cm3 sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 g setiap cm3 termasuk logam ringan (Agustina, 2014).

Menurut Suheryanto et al. (2013) kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Hal ini menunjukkan adanya akumulasi logam berat dalam sedimen. Hal ini karena logam berat dalam air mengalami proses pengenceran dengan adanya pengaruh pola arus pasang surut. Perjalanan perpindahan ion logam dalam partikel di dalam sedimen terutama melalui proses

(25)

partisi air – sedimen, yaitu perpindahan logam dari bentuk terlarut dalam air ke dalam sedimen melalui proses fenomenaadsorpsi.

Berdasarkan Standart USEPA Region V dalam Sudarso et al (2005), batas baku mutu logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) adalah 0,06 mg/kg dan 0,006 mg/kg. Jika konsentrasi logam berat di dalam sedimen memiliki nilai lebih kecil dari nilai tersebut maka konsentrasi logam dalam sedimen tidak terlalu membahayakan lingkungan perairan. Namun jika nilai konsentrasi logam lebih besar dari nilai yang sudah dditetapkan maka konsentrasi logam pada sedimen dapat membahayakan lingkungan.

Kandungan Logam Berat Pada Ikan

Logam berat yang masuk ke perairan akan mengalami berbagai proses mencakup transport oleh arus pasang surut, pengenceran, berasosisasi dengan bahan tersuspensi, koagulasi dan sedimentasi ke dasar, berasosiasi dengan bahan organik sedimen dan diserap oleh plankton. Logam berat yang beasosiasi dengan plankton dan sedimen, pada gilirannya akan memasuki rantai makanan (food chain) yang selanjutnya mengalami akumulasi pada ikan. Ikan laut, pada hirarki rantai makanan tingkat atas, secara langsung akan menyerap (uptake) pencemaran dari badan air, atau secara tidak langsung akan terjadi biomagnifikasi melalui rantai makanan (Siregar dan Edward, 2010).

Siboro et al. (2016) menyatakan bahwaorganisme air sangat dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air, sangat mempengaruhi organisme air terutama pada konsentrasi yang melebihibatas normal. Organisme air mengambil logam berat dari badan air atau sedimen dan menyerapnya ke dalam tubuh

(26)

mencapai 100-1000 kali lebih besar darilingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut bioakumulasi.

Logam berta masuk ke dalam tubuh ikan melalui beberapa jalan yaitu saluran pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Logam diabsorpsi melalui darah dan berikatan dengan protein darah lalu disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Hati dan ginjal adalah bagian tubuh ikan yang terakumulasi logam dengan nilai tinggi. Penyerapan logam oleh tubuh dapat berasal dari air, sedimen atau melalui makanan yang terkontaminasi (Suyanto et al., 2010).

Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan, ambang batas kadar logam berat arsen (As), timbal (Pb), merkuri (Hg) dan kadmium (Cd) pada ikan berturut-turut adalah 0,25 mg/kg, 0,20 mg/kg, 0,50 mg/kg dan 0,10 mg/kg. Sedangkan pada SNI 7387:2009 mengenai batas maksimum cemaran logam berat dalam ikan adalah arsen (As) 1 mg/kg, kadmium (Cd) 0,1 mg/kg, merkuri (Hg) 0,5 mg/kg dan timbal (Pb) 0,3 mg/kg.

Timbal (Pb)

Timbal (Pb) merupakan jenis logam berat tidak esensial atau beracun.

Keberadaannya dalam tubuh makhluk hidup masih belum diketahui manfaatnya.

Logam timbal banyak digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai dan saat ini banyak digunakan pada bensin unuk meningkatkan nilai oktan, penghirup asap tembakau, sebagai bahan pelapis untuk bahan kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat digunakan, banyak juga digunakan sebagai pelapis pipa-pipa, karena mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif (Siboro, et al., 2016).

(27)

Timbal (Pb) mempunyai sifat titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia aktif untuk melapisi logam agar tidak terjadi perkaratan. Jika di campur dengan logam lain maka dapat membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murni dan mempunyaikepadatan yang lebih padat daripada logam lainnya (Agustina, 2014).

Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam yang bersifat toksis dan terjadi secara primer di alam bercampur dengan seng (Zn) dan timbal (Pb). Pencemaran kadmium pada lingkungan sering disebabkan oleh adanya proses ekstraksi pengolahan logam seng dan timbal. Pembakaran bahan logam tersebut dapat melepaskan kadmium ke lingkungan. Kadmium banyak dimanfaatkan secara luas dalam industri-industri dalam electroplating, pewarnaan cat dan pembuatan plastik (Endrinaldi, 2010).

Logam berat kadmium dapat menurunkan kualitas perairan karena adanya aktivitas masyarakat seperti industri, perbaikan kapal, bongkar muat kapal minyak dan transportasi laut sehingga kadmium masuk ke dalam perairan. Kadmium dapat menngendap di sedimen karena mempunyai sifat mengikat bahan organik sehingga konsentrasi logam kadmium di dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan konsentrasi logam berat di dalam air. Kadmium dapat diserap oleh organisme dalam bentuk ion-ion bebas (Cd2+) dan berasosiasi dengan ion klorida (Cl-) pada pH 7. Keberadaan kadmium dalam tubuh organisme perairan didapatkan melalui proses penyerapan dari rantai makanan (Rumahlatu, 2011)

(28)

Parameter Fisika Air Suhu

Suhu air adalah salah satu karakteristik paling penting yang menentukan, sampai batas tertentu, tren dan kecenderungan perubahan kualitas air suatu perairan. Peningkatan suhu air dapat menurunkan kelarutan oksigen terlarut dan suhu air di atas 27 °C tidak cocok untuk penggunaan umum di atas 32 °C dianggap tidak layak untuk penggunaan umum (Bahailu et al., 2017). Menurut Patil et al. (2012) dalam sistem yang baik, suhu air mengontrol laju semua reaksi kimia memengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan imunitas ikan sedangkan perubahan suhu yang drastis bisa berakibat fatal bagi ikan.

Umerfarud dan Solanki (2015) menyatakan bahwa suhu memainkan peran penting untuk mengendalikan parameter fisika-kimia dan biologis air dan dianggap sebagai salah satu faktor terpenting dalam lingkungan akuatik terutama untuk air tawar. Suhu tertinggi perairan di musim panas tercatat 27 °C yang disebabkan oleh radiasi matahari yang tinggi, permukaan air yang rendah, atmosfer yang jernih dan suhu atmosfer yang tinggi sedangkan suhu terendah perairan yang dilaporkan selama musim dingin adalah 18 °C karena suhu lingkungan yang rendah yang dingin dan penyinaran matahari yang lebih singkat.

Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk dan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan

(29)

padatan tersuspensi. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).

Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan suatu perairan. Dengan mengetahui nilai kecerahan suatu perairan, maka dapat diketahui pula sampai dimana kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam perairan. Kecerahan yang baik bagi usaha budidaya budidaya ikan dan biota berkisar 30 – 40 cm. Bila kecerahan sudah mencapai kedalaman kurang dari 25 cm berarti akan terjadi penurunan oksigen terlarut secara dratis (Maniagasi et al., 2013).

Salinitas

Salinitas adalah jumlah konsentrasi seluruh larutan garam yang ada di dalam air laut. Salinitas dapat mempengaruhi tekanan osmotik air dimana semakin tinggi salinitas maka semakin tinggi tekanan osmotiknya. Proses pengupan dan presipitasi dapat menyebabkan perubahan nilai salinitas di perairan laut. Secara umum nilai salinitas perairan laut adalah 32-34 0/00 (Haimuna et al., 2018).

Pengaruh salinitas di perairan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen termasuk yang terdapat pada badan sungai yang mendapat pengaruh dari perairan estuari. Kadar oksigen dalam air akan semakin berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada daerah muara sungai terjadi pertemuan antara air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Faktor penyebab pencampuran salinitas di muara sungai dapat diakibatkan oleh salah satu dari ketiga sumber penyebab

percampuran yaitu angin, pasang surut dan debit aliran sungai (Armis et al., 2017).

(30)

Kedalaman

Informasi kedalaman laut sangat berguna pada kegiatan navigasi pelayaran dan mengetahui sebaran makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Kedalaman laut dapat diukur secara manual menggunakan kapal namun membutuhkan waktu yang lama (Pambuko et al., 2013). Kedalaman perairan yang dangkal dengan substrat dasar berlumpur memungkinkan terjadnya kekeruhan perairan melalui pengadukan gelombang dan arus sampai ke dasar perairan (Mustafa et al., 2017).

Jika kedalaman bertambah makan terjadi penurunan oksigen terlarut karena berkurangnya proses fotosintesis (Mainassy, 2017). Kedalaman 0-5 m disebut juga kedalaman dengan kategori datar (Salim et al., 2017).

Kecepatan Arus

Arus air adalah salah satu faktor penting pada perairan karena berhubungan dengan penyebaran organisme,gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Arus berfungsi mengangkut energi panas dan substansi yang terdapat di dalam air. Nilai kecepatan arus di suatu perairan berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari fluktuasi debit dan aliran air serta kondisi substrat yang ada. Pengukuran arus dapat dilakukan meggunakan flow meter dengan memasukkan detektor arus air berupa baling-baling kecil yang dihubungkan dengan alat pengukur digital (Barus 2004). Kecepatan arus sangat berpengaruh pada kemampuan perairan mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Kecepatan arus perlu diketahui untuk mengetahui kapan bahan

pencemar akan mencapai suatu lokasi apabila bagian hulu mengalami pencemaran (Effendi, 2003).

(31)

Kecepatan arus dipengaruhi oleh kemiringan, topografi perairan, jenis batuan besar, debit air dan curah hujan. Kecepatan arus dapat menentukan peyebaran organisme yang hidup di badan perairan (Mainassy, 2017). Kecepatan arus dapat dibedakan dalam 4 kategori yakni kecepatan arus 0-0,25 m/dtk yang disebut arus lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/dtk yang disebut arus sedang, kecepatan arus 50 - 1 m/dtk yang disebut arus cepat, dan kecepatan arus diatas 1 m/dtk yang disebut arus sangat cepat (Sari dan Usman, 2012).

Parameter Kimia Air Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) adalah ukuran keasaman suatu larutan air. Skala pengukuran pH umumnya berkisar antara 0 hingga 14. Skala ini tidak linier melainkan bentuk logaritmik misalnya larutan dengan pH 6 sepuluh kali lebih asam daripada larutan murni dengan pH 7. Air murni dikatakan netral dengan pH 7. Air dengan pH di bawah 7 dianggap bersifat asam sedangkan air dengan pH lebih besar di atas 7 dianggap bersifat basa (Nayan, 2018).

Derajat keasaman merupakan salah satu faktor pembatas suatu perairan.

Perairan umumnya memiliki kisaran tertentu untuk hidup yakni bersifat netral atau berada pada keadaan asam lemah hingga basa lemah (pH 7-8,5). Semakin rendah pH suatu perairan maka semakin tinggi mobilitas logam berat, sedangkan semakin tinggi pH perairan menyebabkan keseimbangan ammonium dan ammoniak dalam air terganggu (Elfidasari et al., 2015) .

Menurut Siahaan (2017), badan perairan yang di dalamnya ditemukan sampah dedaunan, tunggul kayu dan ranting-ranting pohon yang jatuh di sekitar danau dapat berpengaruh terhadap kondisi pH perairan danau tersebut. Hal ini

(32)

diduga karena proses dekomposisi bahan organik dan aktifitas mikroorganisme dalamproses pelapukan dan pembusukan kayu yang mengendap di dasarperairan.

Rendahnya nilai pH mengindikasikan menurunnya kualitas perairan yang pada akhirnya berdampak terhadapkehidupan biota di dalamnya.Terjadinya perubahan ini akan membunuh biota yang paling peka sekalipun, karena jaringan makanan dalam perairan terganggu.

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6–8 mg/l, semakin rendah nilai DO di dalam suatu perairan maka semakin tinggi tingkat pencemaran pada ekosistem perairan tersebut. Kehidupan di air dapat bertahan

jika oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (Sandy et al., 2015).

Pada siang hari, oksigen dihasilkan melalui proses fotosintesa sedangkan pada malam hari oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kadar oksigen maksimum terjadi pada sore hari dan minimum menjelang pagi hari (Tatangindatu et al., 2013).

(33)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Belawan Provinsi Sumatera Utara dari bulan Juni sampai dengan Juli 2019. Jumlah stasiun pengambilan sampel adalah 3 stasiun. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3.

Pengamatan sampel yang diperoleh akan di analisis di UPT Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Stasiun Penelitian

Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dengan memilih 3 stasiun lokasi pengamatan untuk

(34)

tujuan pengamatan tertentu. Adapun penjelasan mengenai masing-masing stasiun lokasi pengambilan sampel adalah sebagai berikut:

a. Stasiun I

Stasiun I merupakkan tempat kegiatan bongkar muat kapal tengker milik pertamina yang terus menyalurkan minyak ke darat. Stasiun ini berada pada koordinat 03046’27,03” LS dan 98042’52,45” LU.

Gambar 4. Stasiun I

b. Stasiun II

Stasiun ini berada pada jalur kapal kargo baik dalam negeri maupun luar negeri. Terdapat kegiatan bongkar muat kapal setiap harinya dan ada juga kegiatan pembangunan reklamasi pantai sejauh 700 meter lebih kurang untuk dijadikan pembangunan pelabuhan kapal kargo. Stasiun ini berada pada koordinat 03047’33,05” LS dan 98042’32,75” LU.

(35)

Gambar 5. Stasiun II c. Stasiun III

Stasiun III berada di dekat muara Sungai Deli dan jalur lalu lintas kapal perikanan setiap harinya. Stasiun ini berada pada koordinat 3048’12,66” LS dan 98043’44,77” LU.

Gambar 6. Satsiun III

(36)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Global Position System/GPS, refraktometer (Antago Master 2), pukat laying, DO meter (Lutron PDO Pen), pH meter (Antago DPH-2 Digital), cool box, eckman grab, secchi disk, bola duga, plastik 5 kg, botol sampel, timbangan analitik (HWH DJ602C 600g x 0.01g), pipet volumetrik, hotplate, pipet tetes, cawan porselen, pisau, gelas ukur, corong gelas, gelas beker, labu Erlenmeyer, blender, oven, labu takar, alat tulis dan Absorption Atomic Spectrofotometer (AAS).

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel daging ikan gulamah (Johnius belangerii), sedimen, akuades, asam nitrat (HNO3) 65%, larutan standar timbal (Pb), larutan standar kadmium (Cd), tisu, lakban, kertas saring Wathman 8 µm dan kertas label.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Sedimen dan Ikan

Pengambilan sampel sedimen dan ikan dilakukan berdasarkan Keputusan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor 37 Tahun 2017 mengenai teknis surveilen kesegaran ikan, residu, bahan berbahaya, racun hayati laut (Marine Biotoxin) dan lingkungan perairan.

Pengambilan sampel sedimen dilakukan menggunakan eckman grab berukuran 30 x 30 cm sebanyak satu kali pengambilan. Sedimen diambil dengan cara membenamkan eckman grab dalam posisi terbuka hingga dasar perairan dan setelah itu diangkat. Sampel sedimen yang diperoleh ditimbang sebanyak 500 g lalu dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi label.

(37)

Untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menangkap ikan di laut menggunakan alat tangkap pukat layang dengan bantuan nelayan yang ada di lokasi penelitian. Kapal yang digunakan pada penelitian ini adalah perahu dengan panjang perahu 4 meter dan lebar 1 meter. Ikan yang tertangkap diambil sebanyak 5 ekor pada masing-masing stasiun. Kemudian sampel ikan dimasukkan ke dalam plastik sampel yang sudah diberi label. Sampel sedimen dan ikan tersebut dimasukkan ke dalam cool box dan selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Persiapan Larutan Standar

Adapun cara pembuatan larutan standar timbal (Pb) dan kadmium (Cd) adalah:

a. Larutan standar induk pengujian Pb dan Cd 1000 µg/mL

Logam timbal dan kadmium sebanyak 1 gr ditambahkan HNO3 sebanyak 50 mL ke dalam labu ukur bervolume 1000 mL. Kemudian diencerkan dengan akuades sehingga konsentrasi mejadi 1000 µg/mL.

b. Larutan standar pengujian Pb dan Cd 100 µg/mL

Larutan induk timbal dan kadmium 1000 µg/mL diambil dengan pipet tetes sebanyak 10 mL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur bervolume 100 mL.

Kemudian larutan asam nitrat (HNO3) 1 N ditambahkan sampai tepat tanda tera.

c. Larutan baku Pb dan Cd 10 µg/mL

Larutan standar timbal dan kadmium 100 µg/mL diambil dengan pipet tetes sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur bervolume 100 mL.

Kemudian larutan asam nitrat (HNO3) 1 N ditambahkan sampai tepat tanda tera.

(38)

d. Larutan standar Pb dan Cd 0,1 μg/mL, 0,2 μg/mL, 0,4 μg/mL, 0,6 μg/mL, 0,8 μg/mL dan 1 μg/mL.

Larutan standar timbal dan kadmium 10 µg/ml diambil dengan pipet tetes sebanyak 0,0 mL, 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL dan 5 mL lalu masing-masing dimasukkan ke dalam 6 buah labu ukur bervolume 50 mL. Kemudian larutan asam nitrat (HNO3) 1 N ditambahkan sampai tepat tanda tera.

Prosedur Pengujian

Penanganan Sampel Sedimen

Sebelum dilakukan pengujian, sampel sedimen dibersihkan terlebih dahulu dari benda-benda asing seperti potongan sampah plastik, daun dan bahan-bahan lain yang tidak diperlukan. Setelah itu, sampel uji dikeringkan pada suhu ruang sampai kering.

Penanganan Sampel Ikan

Sampel ikan disiapkan dengan membersihkan ikan terlebih dahulu dan lalu seluruh tubuh ikan dilumatkan dengan blender hingga homogen. Setelah itu, sampel ikan diletakkan ke dalam wadah yang bersih.

Pengujian Logam Berat pada Sedimen

Langkah-langkah penentuan kadar timbal (Pb) dan kadmium (Cd) diawali dengan menimbang sampel uji sebanyak 10 g lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL. Kemudian sampel sedimen ditambahkan air suling dan diaduk dengan batang pengaduk. Setelah itu ditambahkan 5-10 mL asam nitrat (HNO3) dan diaduk kembali. Tambahkan 3-5 butir batu didih lalu ditutup dengan kaca arloji. Kemudian erlenmeyer yang beris sampel sedimen tersebut diletakkan

(39)

di atas penangas listrik pada suhu 105 0C – 120 0C sehingga volume sampel sedimen tinggal 10 mL. Angkat sampel sedimen dan dibiarkan hingga dingin.

Sampel sedimen kemudian ditambahkan 5 mL asam nitrat dan 1 mL – 3 mL asam pengklorat sedikit demi sedikit dengan pipet tetes. Lalu sampel sedimen dipanaskan kembali di atas penangas listrik sampai timbul asap putih dan mendidih. Setelah timbul asap putih pemanasan dilanjutkan selama 30 menit.

Kemudian sampel sedimen didinginkan. Selanjutnya sampel sedimen disaring dengan kertas saringan Whatman ukuran 0.45 µm ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan air suling sampai tanda tera. Hasil saringan siap diukur ke dalam AAS dengan panjang gelombang 217 nm untuk uji logam Pb dan 228,8 nm untuk uji logam Cd (SNI 06.6992.3:2004 dan SNI 06.6992.4:2004).

Pengujian Logam Berat pada Ikan

Sampel ikan ditimbang sebanyak 10 g dan dicatat beratnya kemudian dimasukkan ke tungku pengabuan pada suhu 450 0C selama 4 jam. Seletah itu dikeluarkan sampel ikan dari tungku pengabuan dan didinginkan pada suhu kamar. Setelah didinginkan tambahkan 50 mL larutan HNO3 5 % sambil di goyang agar semua abu larut dan selanjutnya diuapkan kembali di atas hotplate.

Jika larutan sampel ikan telah berkurang sekitar 15-20 mL. Sampel diangkat dari hotplate dan lalu dinginkan sampai larutan sampel benar-benar kering. Kemudian pindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 50 mL dan tambahkan aquades sebanyak 50 mL. Kemudian larutan sampel ikan disaring menggunakan kertas saring Whatman 0,45 µm ke dalam erlemeyer. Hasil saringan siap diukur ke dalam AAS pada panjang gelombang 283,3 nm untuk Pb dan 228,8 nm untuk Cd (SNI 2354.5:2011).

(40)

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter fisika kimia seperti suhu, kecerahan, salinitas, DO dan pH diukur secara langsung pada perairan (in situ). Sedangkan logam berat timbal (Pb) dan cadmium (Cd) akan dianalisis di laboratorium pengujian (ex situ). Penjelasan mengenai parameter fisika kimia perairan dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter fisika kimia Perairan

Parameter Satuan Lokasi Alat

Fisika Suhu Kecerahan Salinitas Kecepatan arus Kedalaman

0C m

0/00

m/s m

Perairan (In situ) Perairan (In situ) Perairan (In situ) Perairan (In situ) Perairan (In situ)

DO meter (Lutron DPO Pen) Secchi disk

Refraktometer Bola duga Papan skala Kimia

pH DO

- mg/L

Perairan (In situ) Perairan (In situ)

Atago DPH-2 meter

DO meter (Lutron DPO Pen) Logam Berat

Pb Cd

mg/kg mg/kg

Laboratorium (Ex situ) Laboratorium (Ex situ)

AAS AAS

Analisis Data

Penentuan Konsentrasi

Penentuan konsentrasi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sampel sedimen dan ikan dapat dihitung menggunakan rumus berdasarkan SNI 06.6992.3:2004,SNI 06.6992.4:2004 dan SNI 2354.5:2011:

Kadar Pb dan Cd (mg/kg) = C xV W

(41)

Keterangan:

C : Kadar timbal yang diperoleh dari kurva kalibrasi (µg/mL) V : Berat sampel yang akan diuji (g)

B : Berat sampel uji (g)

Penentuan Bioaccumulation Factor (BAF) pada Ikan

Bioaccumulation factor (BAF) adalah merupakan faktor yang membandingkan kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) di dalam dagging ikan dengan sedimen. Menghitung BAF dapat menggunakan rumus berikut (EPA, 2000):

Keterangan:

Ct : Konsentrasi logam berat dalam organisme (mg/kg) Cs : Konsentrasi logam berat dalam air atau sedimen (mg/kg) Kategori:

BAF > 1 : akumulasi besar BAF < 1 : akumulasi rendah

Penentuan Koefisien Korelasi

Analisis yang digunakan untuk mencari derajat kerataan hubungan dan arah hubungan antara logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sedimen dengan tubuh ikan gulamah (Johnius belangerii) yang terdapat di Perairan Belawan adalah model regresi liniersederhana (Walpole, 1997) sebagai berikut:

BAF = Ct Cs

Y = a + bX

(42)

Keterangan :

Y : Kadar logam berat dalam tubuh ikan (mg/kg) a : Intercept regresi

b : Koefisien regresi

X : Kadar logam berat dalam sedimen (mg/kg)

Untuk menentukan hubungan antara logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) terhadap ikan digunakan koefisien Determinan (R2) dan koefisien korelasi (r), bahwa koefisien nilai (r) berkisar antara 0 - 1. Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi IBM SPSS Statistics 21.

Tabel 2. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan Antar Faktor

No. Koefisien Tingkat Hubungan

1. 0,00-0,20 Sangat lemah

2. 0,21-0,40 Lemah

3. 0,41-0,70 Sedang

4. 0,71-0,90 Kuat

5. 0,91-1,00 Sangat kuat

Sumber : Walpole (1997)

Penentuan Batas Maksimum Konsumsi Logam Berat

Ikan gulamah (Johnius belangerii) yang terpapar logam berat akan berbahaya jika dikonsumsi oleh masyarakat terus menerus karena akan terakumulasi di dalam tubuh dan memberikan dampak yang membahayakan kesehatan manusia. Untuk mengurangi dampak tersebut maka perlu dilakukan perhitungan batas maksimum konsumsi logam yang diperbolehkan dengan rumus berikut ini (Cahyani, 2016):

MWI = Berat Badan x PTWI

(43)

Keterangan :

MWI : Maxsimum Weekly Intake adalah batas maksimum kandungan logam berat dari bahan pangan per minggu (mg/minggu)

Berat Badan : Berat badan rata-rata orang dewasa Indonesia 50 kg dan berat rata-rata anak-anak Indonesia 15 kg berdasarkan Kemenkes RI 2010 dalam Cahyani (2016)

PTWI : Provisional Tolarable Weekly Intake atau angka toleransi batas Makimum per minggu yang dikeluarkan oleh WHO (2011) dalam (mg/kg berat badan/ minggu)

Keterangan :

MTI : Maximum Tolarable Intake atau batas maksimum konsumsi ikan perminggu (kg/minggu)

Ct : Kandungan logam berat pada tubuh ikan (mg/kg)

Analisis Deskriptif

Penentuan kondisi pencemaran logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada ikan gulamah (Johnius belangerii) dengan membandngkan hasil analisis logam pada ikan dengan baku mutu yang ditentukan oleh Peraturan BPOM RI No. 5 Tahun 2018 dan penentuan kondisi pencemaran logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) di dalam sedimen di Perairan Belawan adalah dengan membandinngkan hasil analisis logam dengan baku mutu yang ditentukan oleh Standart USEPA Region V dalam Sudarso et al (2005).

MTI = MWI Ct

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan

Rata-rata kandungan logam Pb yang diperoleh pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii) adalah 0,106 mg/kg dan untuk logam kadmium (Cd) adalah 0,024

mg/kg. Kandungan logam timbal (Pb) tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun II, sedangkan untuk logam kadmium (Cd) tertinggi terdapat pada stasiun III dan stasiun I. Lebih jelasnya kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada ikan gulamah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii)

No Stasiun Logam Berat (mg/kg)

Pb (M±SD)* Cd (M±SD)*

1 I 0,176±0,131 0,017±0,010

2 II 0,084±0,078 0,023±0,008

3 III 0,057±0,017 0,032±0,001

Rata-rata 0,106±0,062 0,024±0,007

Baku Mutu 0,2** 0,1**

1,7*** 4***

Keterangan : *M = Mean dan SD = Standar Deviasi **BPOM RI No. 5 Tahun 2018 ***FAO (2019)

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Sedimen Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil pengukuran kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sedimen di Perairan Belawan dapat dilihat pada Tabel 4.

(45)

Tabel 4. Kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sedimen

Stasiun Kandungan Logam Berat (mg/kg)

Pb Cd

I 4,384 0,034

II 5,573 0,036

III 4,117 0,031

Rata-rata 4,679 0,034

Baku Mutu* 0,06 0,006

Keterangan *Standart USEPA Region V dalam Sudarso et al (2005) Bioaccumulation Factor (BAF) pada Ikan

Bioaccumulation factor (BAF) atau faktor bioakumulasi adalah akumulasi logam oleh ikan yang diambil secara langsung dari sedimen. Hasil perhitungan faktor akumulasi biologi ikan gulamah (J. belangerii) dapat di lihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Nilai faktor akumulasi pada tubuh ikan gulamah (J. belangerii)

Stasiun Nilai Bioaccumulation Factor (BAF) (mg/kg)

Pb Cd

I 0,040 0,506

II 0,015 0,644

III 0,014 0,652

Rata-rata 0,023 0,601

Batas Maksimum Konsumsi Logam Berat

Mengkonsumsi ikan gulamah (J. belangerii) yang terpapar logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) secara terus menerus dalam waktu yag lama dapat mebahayakan kesehatan. Untuk mengurangi dampak keracunan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) maka dilakukan perhitungan batas maksimum

(46)

konsumsi logam berat perminggunya. Hasil perhitungan batas maksimum konsumsi ikan gulamah yang terpapar logam berat dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Batas maksimum konsumsi ikan gulamah yang mengandung logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd)

Logam Berat

Kandungan rata-rata

logam (mg/kg)

PTWI (mg/kg bb/minggu)*

Berat badan rata-rata

(kg)**

MWI (mg/minggu)

MTI (kg/minggu)

Pb 0,106 0,025

50

(Dewasa) 1,250 11,792

15

(Anak-anak) 0,380 3,538

Cd 0,024 0,007

50

(Dewasa) 0,350 14,583

15

(Anak-anak) 0,110 4,375

Keterangan : *PTWI (dan **Kemenkes RI 2010 dalam Cahyani (2016)

Koefisien Korelasi antara Logam Berat Sedimen dengan Ikan

Untuk mengetahui adanya hubungan antara kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam sedimen terhadap kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) dalam ikan maka dilakukan uji korelasi dengan menggunakan model regresi linear sederhana (Walpole, 1997). Pada pengujian ini akan memperlihatkan adanya korelasi positif dan negatif antara kandungan logam berat yang diamati. Hasil korelasi kandungan logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sedimen dengan ikan dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Koefisien korelasi kandungan logam berat antara sedimen dengan tubuh ikan

Logam Berat Model Regresi Linear r2 r

Pb Y = 0,1555 - 0,0106X 0,0174 -0,132

Cd Y = 0,0931 - 2,0526X 0,4681 -0,684

(47)

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Belawan

Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan yang dilakukan selama penelitian memberikan gambaran mengenai kondisi perairan Belawan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Belawan

Parameter Satuan

Stasiun Baku Mutu

(KepMen LH No.

51 Tahun 2004)

I II III

Suhu ˚C 32.3 32.1 31 28-32

Kecerahan m 1,5 1,5 1,3 3

Salinitas 0/00 31 31 28 s/d 34

Kedalaman m 9,5 15 2 -

Kecepatan Arus m/s 0,27 0,36 0,22 -

pH - 8,1 8 7,9 7-8,5

DO mg/l 5,8 5 4,6 >5

Pembahasan

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kandungan logam berat timbal (Pb) pada ikan gulamah di stasiun I adalah 0,176 mg/kg, stasiun II adalah 0,084 mg/kg dan stasiun III adalah 0,057 mg/kg. Sedangkan kandungan logam berat kadmium (Cd) pada stasiun I adalah 0,017 mg/kg, stasiun II adalah 0,023 mg/kg dan stasiun III adalah 0,032 mg/kg. Berdasarkan Peraturan BPOM No. 5 Tahun 2018 batas kandungan nilai logam berat timbal (Pb) untuk ikan adalah 0,2 mg/kg dan kadmium (Cd) adalah 0,1 mg/kg. Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh maka kandungan logam berta timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada ikan gulamah di masing-masing stasiun masih dalam kategori aman untuk di konsumsi. Begitu

(48)

pula jika hasil tersebut dibandingkan dengan batas toleransi logam berat didalam ikan yang ditetapkan oleh FAO (2019).

Terdapat perbedaan nilai kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada ikan gulamah. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan kemampuan akumulasi logam oleh ikan. Menurut Prabowo et al (2016), kemampuan ikan dalam mengakumulasi logam berat sangat dipengaruhi oleh jenis ikan dan kepekatan kadar logam yang terdapat pada lingkungan perairan serta kondisi lingkungan perairan.

Ditemukannya logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada tubuh ikan gulamah perlu menjadi perhatian karena sifat logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang beracun. Logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) merupakan jenis logam non esensial di dalam tubuh ikan maupun manusia sehingga jika logam ini terus menumpuk di dalam tubuh akan meberikan bahaya pada kesehatan tubuh ikan dan manusia itu sendiri. Hal ini sesuai dengan Muliyani et al (2016) yang mengatakan bahwa logam berat yang terdapat pada tubuh ikan perlu diperhatikan karena sifat logam yang akumulatif dan sangat berbahaya jika di konsumsi oleh manusia. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya proses biomagnifikasi yaitu proses perpindahan melalui rantai makanan hingga ke dalam jaringan tubuh manusia sebagai top konsumen yang mengonsumsi hasil perairan yang tercemar logam berat seperti logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd).

Kandungan logam berat yang terus menumpuk pada ikan gulamah secara terus menerus dapat menyebabkan kematian pada ikan tersebut. Namun, jika ikan tersebut terpapar logam berat dalam kadar yang rendah belum tentu mengakibatkan kematian. Ikan akan mengalamai perubahan pada fisiologi dan

(49)

sistem metabolismenya. Menurut Diana et al (2017), organisme yang terpapar logam dengan konsentrasi rendah biasanya akan mengalami pengaruh subletal seperti terhambatnya sistem pertumbuhan, perkembangan, reproduksi dan terjadinya perubahan morfologi serta terjadinya perubahan tingkah laku pada organisme tersebut.

Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Sedimen Berdasarkan hasil analisis yang terdapat pada Tabel 4 terlihat bahwa kandungan logam timbal (Pb) lebih besar dibandingkan logam kadium (Cd) pada sedimen di semua stasiun pengambilan sampel. Nilai kandungan logam berat timbal (Pb) di stasiun I, II dan III berkisar antara 4,117-5,573 mg/kg dan logam kadmium (Cd) berkisar antara 0,031-0,034 mg/kg. Relatif tingginya kandungan logam timbal (Pb) pada sedimen di perairan Belawan dapat disebabkan oleh banyaknya limbah yang berasal dari aktivitas di daerah pelabuhan. Daerah perairan Belawan merupakan kawasan perairan yang banyak disinggahi kapal- kapal mulai dari kapal perikanan, kapal transportasi dan kapal tengker. Kapal- kapal yang berlabuh di perairan Belawan mungkin saja membuang limbah tanpa memperhatikan kerugian yang diperoleh lingkungan perairan. Selain itu logam berat timbal (Pb) juga dapat berasal dari aktivitas di darat seperti perindustrian dan pemukiman masyarakat sekitar. Hal ini sesuai dengan Ginting et al (2014), yang mengatakan bahwa kapal-kapal yang ada di pelabuhan Belawan yang membuang limbah secara langsung ke badan air dan aktivitas masyarakat sekitarnya berperan memberikan pencemaran logam berat ke perairan.

Kandugan logam kadmium (Cd) relatif bernilai rendah hal ini dapat disebabkan karena tidak terlalu banyaknya pemakaian logam kadmium (Cd) pada

(50)

berbagai aktivitas di perindustrian maupun pelabuhan. Logam kadmium (Cd) terakumulasi di tempat pengambilan sampel dapat disebabkan karena lokasi yang berada dekat dengan aktivitas pelayaran sehingga dicemari oleh tumpahan minyak di kapal dan pengikisan cat kapal. Menurut Indirawati (2017) logam berat kadmium (Cd) pada air laut dapat bersumber dari industri seperti industri baja yang berlokasi disekitar pesisir Belawan.

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sedimen di Perairan Belawan telah melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Standard USEPA Region V dalam Sudarso et al (2005) yaitu konsentrasi logam berat pada sedimen untuk timbal (Pb) 0,06 mg/kg dan kadmium (Cd) 0,006 mg/kg. Dengan demikian kandungan logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada sedimen termasuk kriteria terpolusi berat dan membahayakan kehidupan biota serta lingkungan sekitarnya.

Bioaccumulation Factor (BAF) pada Ikan

Bioaccumulation factor (BAF) atau faktor bioakumulasi adalah proses akumulasi bahan kimia seperti logam berat dalam suatu organisme melalui berbagai jalur seperti respirasi, konsumsi makanan ataupun kontak langsung dengan air dan sedimen yang tercemar (EPA, 2000). Nilai BAF logam berat Pb pada ikan gulamah (J.belangerii) terhadap logam timbal (Pb) pada sedimen yang diperoleh pada penelitian adalah antara 0,014-0,040 mg/kg dengan rata-rata 0,023 mg/kg. Sedangkan BAF logam kadmium (Cd) pada ikan gulamah terhadap logam sedimen adalah 0,505-1,045 mg/kg dengan rata-rata 0,601 mg/kg. Hasil perhitungan ini menjukkan bahwa besarnya akumulasi logam berat timbal (Pb)

(51)

dan kadmium (Cd) tergolong bioakumulasi rendah. Hal ini sesuai dengan Filipus et al (2018) yang mengatakan bahwa nilai faktor bioakumulasi < 1 maka kemampuan organisme dalam mengakumulasi logam berat dikatakan rendah.

Akumulasi logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) pada ikan gulamah harus diwaspadai. Jika logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) terus terakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat meimbulkan keracunan yang bersifat kronis pada organisme dan membahayakan lingkungan. Hal ini sesuai dengan Mardani et al (2018), yang mengatakan bahwa limbah logam berat yang menumpuk pada air laut akan masuk ke dalam sistem rantai makanan dan berpengaruh pada kehidupan organisme didalamnya serta dapat mengancam kelestarian hayati dan fungsi pemanfaatan perairan.

Batas Maksimum Konsumsi Logam Berat

Nilai konsumsi maksimum digunakan untuk mengurangi efek negatif logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia. Logam timbal (Pb) dan kadmium (Cd) sangat berbahaya bagi tubuh dan akan mengganggu fungsi organ tubuh. Masuknya logam timbal (Pb) ke dalam tubuh dapat menimbulkan gangguan pada sistem syaraf sehingga menyebabkan ataxia, coma dan kejang pada tubuh anak-anak. Efek logam timbal (Pb) pada tubuh lebih sensitif pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa (Sudarmaji et al., 2006).

Keracunan logam timbal dapat menyebabkan anemia, sakit kepala, halusinasi, gampang lupa dan bahkan menurunkan kecerdasan. Menurut Suyanto et al (2010) kadar kadmium (Cd) yang berlebihan di dalam tubuh akan mengganggu metabolism tubuh dan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain gangguan

(52)

pada ginjal, hati, paru-paru, jantung, kerapuhan pada tulang dan sistem reproduksi.

Beradasarkan hasil perhitungan batas maksimum kandungan logam berat timbal (Pb) untuk berat rata-rata orang dewasa (50 kg bb) yang diperbolehkan adalah sebesar 1,250 mg/minggu dan logam berat kadmium (Cd) adalah 0,350 mg/minggu. Sedangkan batas konsumsi ikan gulamah (J.belangerii) yang diperbolehkan berdasarkan batas maksimum kandungan logam per kandungan logam berat yang terdapat pada ikan adalah logam berat timbal (Pb) sebesar 11,792 kg/minggu dan logam berat kadmium (Cd) 14,583 kg/minggu.

Sedangkan hasil perhitungan batas maksimum kandungan logam berat timbal (Pb) untuk berat rata-rata orang anak-anak (15 kg bb) yang diperbolehkan adalah sebesar 0,380 mg/minggu dan logam berat kadmium (Cd) adalah 0,110 mg/minggu. Batas konsumsi ikan gulamah (J. belangerii) yang diperbolehkan berdasarkan batas maksimum kandungan logam per kandungan logam berat yang terdapat pada ikan adalah logam berat timbal (Pb) sebesar 3,538 kg/minggu dan logam berat kadmium (Cd) 4,375 kg/minggu.

Koefisien Korelasi antara Logam Berat dalam Sedimen dengan Ikan

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 7 maka hubungan korelasi antara kandungan logam berat dalam sedimen dengan ikan dinyatakan dengan nilai negatif. Nilai korelasi (r) antara kandungan logam berat timbal (Pb) sedimen dengan ikan adalah -0,132 dan pada logam berat kadmium (Cd) adalah -0,684.

Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kandungan logam berat timbal (Pb) dalam sedimen dengan ikan memiliki hubungan yang sangat lemah dan logam berat kadmium (Cd) memiliki hubungan yang sedang.

(53)

Penjelasan adanya hubungan negatif antara kandungan logam berat dalam sedimen dengan ikan pada penelitian ini kemungkinan adalah rendahnya sifat akumulasi logam berat timbal (Pb) dan kadmium (Cd) oleh ikan gulamah. Hal ini dapat disebabkan karena ikan yang cenderung berada di kolom air dibandingkan di dasar perairan. Menurut penelitian yang dilakukan Mulyani et al (2016), bioakumulasi antara ikan dengan air lebih tinggi daripada ikan dengan sedimen.

Hal ini dikarenakan ikan cenderung hidup di kolom air sehingga banyak terjadi kontak dengan air. Selain itu, pola pergerakan ikan yang luas mengakibatkan ikan tidak hanya memperoleh logam dari lingkungan yang sama. Masuknya logam berat kedalam tubuh ikan dapat melalui berbagai jalur transportasi di air dan sedimen serta bersumber dari makanan (Prastyo et al., 2017).

Ikan gulamah merupakan ikan demersal yang sumber makanannya berada di dasar perairan. Ikan gulamah termasuk jenis ikan karnivora yang hidup di perairan laut dan payau. Makanan alami ikan ini adalah ikan-ikan kecil, udang dan serasah (Siagian et al., 2017). Ikan gulamah yang dijadikan sampel penelitian kemungkinan memakan makanan yang telah terakumulasi logam berat sehingga terjadi transfer logam berat dari makanan ke tubuh ikan. Menurut Mardani et al (2018), sifat logam berat yang mudah mengendap pada makanan ikan yang bersifat demersal menyebabkan terjadinya biomagnifikasi yaitu terjadinya pemindahan logam pada ikan melalui ranngkaian rantai makanan.

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Belawan Suhu

Suhu merupakan faktor penting di suatu perairan untuk mendukung kehidupan organisme perairan. Peningkatan suhu di perairan dapat menurunkan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Penelitian Sumber Pencemaran Aktivitas Masyarakat
Gambar 2. Ikan Gulamah (Johnius belangerii)
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 4. Stasiun I
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam putusan terhadap kasus yang menjadi objek penelitian ini dimana putusan ini adalah putusan yang dikeluarkan oleh mahkamah agung terdapat hal yang dirasa oleh

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi emiten dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan praktek aktivitas manajemen laba riil supaya

Jadi, dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan salah satu variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention, dimana semakin

Hasil statistik diperoleh nilai p-value 0,00 &lt; (0,05) maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pencegahan anemia dengan status ekonomi ibu yang rendah

1,52 yang berdasarkan pedoman penskoran berada pada rentang 1 dan 2 yang berarti siswa dapat mengubah soal tepat ke dalam satu bentuk (representasi) yang lain, tapi

Efek Ekstrak Metanol Daun Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) terhadap Glukosa Darah Pada Mencit Model Diabetes Melitus.. Jurnal Medika Planta

Disampaikan pula bahwa ada tujuh indikator untuk mengukur tingkat kepuasan kerja yang meliputi isi pekerjaan yakni pekerjaan yang secara aktual harus dikerjakan

Tujuan penelitian yang dilaksanakan adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan temu putih dalam pakan terhadap profil saluran dan organ pencernaan ayam pedaging.Penambahan