• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effects of mineral boron and arbuscub mycorrhizal fungi (AMF) on coating for vegetatif and generatif growth of Calopogonium mucunoides Desv

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Effects of mineral boron and arbuscub mycorrhizal fungi (AMF) on coating for vegetatif and generatif growth of Calopogonium mucunoides Desv"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MINERAL BORON DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DALAM FORMULA COATING TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF TANAMAN

LEGUMINOSA PAKAN Calopogonium mucunoides Desv.

ANNISA RAHMAWATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir “Pengaruh Mineral Boron dan Fungi Mikoriza Arbuskular dalam Formula Coating terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Leguminosa Pakan Calopogonium mucunoides

Desv.” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

ABSTRACT

ANNISA RAHMAWATI. Effects of mineral boron and arbuscub mycorrhizal fungi (AMF) on coating for vegetatif and generatif growth of Calopogonium mucunoides Desv.). Under direction of LUKI ABDULLAH and PANCA DEWI MHKS.

Leguminosae is one of the important forage crops for ruminants because of its good forage quality and high adaptability. Seed yield is generally considered to be of secondary importance and is characterized by fluctuating yields with often poor seed yield and seed quality. Boron is an essential micronutrient for plant. Boron deficiency causes the breakdown of the walls of parenchyma cells, root growth inhibition and necrotic, germination inhibition and poor seed quality result. Boron increases root growth and improves mychrorriza formation.

A field study was conducted to determine if boron and AMF increase normal growth plant, crop production, seed set, seed yield and improves seed quality. Boron in coating were applied at four rates ( 0, 200, 400 and 600 ppm) and AMF at two rates ( with and without AMF).

Coating with boron had significant effect on Calopogonium mucunoides Desv. growth and AMF had significant effect on seed yield. Coating with boron 200 ppm significant increased normal growth plant by 13% in vegetative and 5% in generatif. AMF increased total flowering by 18%, total weight pod by 36.50% and total pod by 86.47%. This study showed that boron 200 ppm increases growth of Calopogonium mucunoides Desv. and AMF increases seed production.

(4)

RINGKASAN

ANNISA RAHMAWATI. Pengaruh Mineral Boron dan Fungi Mikoriza Arbuskular dalam Formula Coating terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman Leguminosa Pakan Calopogonium mucunoides Desv. Komisi pembimbing terdiri dari LUKI ABDULLAH sebagai ketua dan PANCA DEWI MANU HARA KARTI sebagai anggota komisi pembimbing.

Tanaman leguminosa merupakan hijauan makanan ternak yang penting bagi ternak ruminansia karena kualitasnya yang baik dan kemampuan beradaptasinya yang tinggi. Produksi benih merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi tanaman dengan buruknya ketersediaan benih dan kualitas benih itu sendiri. Boron merupakan mineral mikro yang penting bagi tanaman utamanya tanaman leguminosa. Defisiensi boron pada tanaman menyebabkan rusaknya dinding sel parenkim, terhambatnya pertumbuhan akar, nekrosis, terhambatnya perkecambahan dan kualitas serta kuantitas benih yang buruk. Fungi Mikoriza Arbuskular adalah salah satu agen biologis yang bermanfaat bagi tanaman dalam meningkatkan serapan unsur hara tanah. Pemupukan boron bersama FMA itu sendiri dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan formasi mikoriza pada akar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh boron dan FMA pada tanaman terhadap persen pembenihan pada penyimpanan yang berbeda coating boron dan FMA biji Calopogonium mucunoides Desv., produksi biomassa tanaman Calopogonium mucunoides Desv. dan produksi biji tanaman

Calopogonium mucunoides Desv.

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu 1) Penelitian terhadap persen pembenihan Coating biji tanaman leguminosa Calopogonium mucunoides Desv. pada lama penyimpanan yang berbeda, 2) Penelitian terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa Calopogonium mucunoides Desv. dan 3) Penelitian terhadap produksi biji tanaman leguminosa Calopogonium mucunoides Desv. Coating boron dilakukan dengan 4 perlakuan yaitu 0, 200, 400 dan 600 ppm sedangkan mikoriza dalam 2 perlakuan yaitu tanpa dan dengan menggunakan mikoriza. Pada minggu ke-10 pemeliharaan atau menjelang pembungaan dilakukan perlakuan boron kedua berupa penyemprotkan boron terlarut sesuai perlakuan (0, 200, 400 dan 600 ppm). Boron disemprotkan diatas daun sebanyak 50ml pot per-tanaman dan diulang sebanyak 2 kali dalam 1 minggu. Boron yang digunakan merupakan boron teknis. Analisa tanah dilakukan sebelumnya terhadap tanah yang digunakan.

Peubah yang diukur meliputi persen pembenihan, tinggi vertikal, jumlah daun, berat kering daun, batang dan akar, persen kolonisasi akar, kandungan total karbohidrat terlarut akar dan batang, berat kering dan jumlah bintil akar, jumlah bunga terbentuk, jumlah dan berat polong, produksi biji dan berat biji per 25 butir. Hasil yang diperoleh kemudian akan dianalisis ANOVA dengan program SPSS, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan.

(5)
(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantunkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PENGARUH MINERAL BORON DAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DALAM FORMULA COATING TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF DAN GENERATIF TANAMAN

LEGUMINOSA PAKAN Calopogonium mucunoides Desv.

ANNISA RAHMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Mineral Boron dan Fungi Mikoriza

Arbuskular dalam Formula Coating terhadap

Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Tanaman

Leguminosa Pakan Calopogonium mucunoides Desv.

Nama : Annisa Rahmawati

NRP : D152070031

Program Studi/Mayor : Ilmu Nutrisi dan Pakan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinstor Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A, MS.MSc. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Si.

(9)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

dengan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengaruh mineral boron dan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dalam coating

terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman leguminosa pakan

Calopogonium mucunoides Desv.”.

Penulisan ini merupakan salah satu tugas akhir yang harus dipenuhi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam program

Pascasarjana Ilmu Nutrisi Pakan Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Luki Abdullah, Msc.Agr

selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Panca Dewi Manu Hara Karti S, MS

selaku anggota komisi pembimbing serta Prof. Dr. Ir. I Gede Komang Wiryawan

MSc sebagai penguji dan Dr. Ir. Sumiati MSc. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada para dosen dan pimpinan serta pengelola Program Magister

Ilmu Nutrisi Pakan Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada DIKTI yang telah

memberikan dukungan berupa beasiswa BPPS on-going. Terima kasih juga

penulis sampaikan kepada orang tua, suami dan buah hati beserta seluruh keluarga

besar yang telah banyak mendorong, menyemangati dan memberikan perhatian

sampai selesainya pendidikan ini. Tidak lupa kepada Ibu Dian, Ibu Nana, Bapak

Tya dan seluruh teknisi laboratotium yang telah membantu serta teman-teman

yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih atas

kerjasama dan bantuannya selama ini.

Terlepas dari berbagai bentuk kekurangan dari kajian ini, penulis berharap

tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 24 Juni 1982 sebagai anak

kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Drs.Budhi Hartono dan Titien

Kuswardani, SH.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan di SD Negeri IX Boyolali pada

tahun 1988-1994. Penulis melanjutkan ke SLTP Negeri II Wonosobo pada tahun

1994 dan lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri I

Wonosobo pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 penulis

melanjutkan ke Insitut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada Program

Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak dan lulus sebagai Sarjana Peternakan

pada tahun 2005. Pada tahun 2007, penulis melanjutkan kuliah di Program Ilmu

Nutrisi dan Pakan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan

menamatkannya pada tahun 2011

Penulis pernah bekerja pada Unit Badan Pengelola Asrama TPB IPB pada

tahun 2005-2008. Penulis menikah dengan Jenal Abidin, S.Pt, M.Pd pada tanggal

(11)

DAFTAR ISI

(12)

4.2.Pengaruh coating boron dan FMA terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv. ………..

4.2.1. Laju pertambahan tinggi vertikal ………

4.2.2. Total petambahan jumlah daun………

4.2.3. Produksi biomassa kering……….

4.2.3.1. Produksi berat kering daun………..

4.2.3.2. Produksi berat kering batang………...

4.2.3.3. Produksi berat kering akar………...

4.2.4. Kandungan total karbohidrat terlarut………...

4.2.5. Persen koloniasi akar………

4.2.6. Produksi bintil akar………..

4.3.7. Ihktisar………..

4.3. Pengaruh coating boron dan FMA terhadap produksi biji tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv. ………...

4.3.1. Pembungaan……….

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil Analisis Tanah Penelitian Laboratorium Lapang Agrostologi IPB

2. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap persen daya kecambah (DB) pada uji benih dengan masa penyimpanan berbeda……….

3. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering daun

4. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering

batang………

5. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering akar

6. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap kandungan total karbohidrat (Water Soluble Carbohydrate) pada akar dan daun dalam

%glukosa………...

7. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap persen infeksi akar………

8. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah bunga ………

9. Pengaruh pemberian boron dan FMA boron terhadap pembungaan

minggu ke-13 dan ke-14………

10. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap berat dan jumlah polong…

11.Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap berat biji total dan berat

biji per 25 butir………..

14

21

25

26

26

27

28

35

35

36

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Defisiensi boron yang terjadi terhadap tanaman kedelai……….

2 Kristal borax………..

3 Transportasi boron dalam tanaman dengan beberapa mekanisme yang berbeda: BOR pengekspor dan NIP pembawa influx………...

4 Taksonomi FMA diacu dari Quilambo (2003) ……….

5 Calopogonium mucunoides Desv. ………

6 Tahapan pelaksanaan penelitian………

7 Grafik pengaruh pemberian boron terhadap total laju pertumbuhan tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv. …………...

8 Grafik pengaruh pemberian boron terhadap total jumlah daun leguminosa

Calopogonium mucunoides Desv. ………

9 Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah dan berat kering

bintil akar fase vegetatif ……….

10 Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah dan berat kering

bintil akar fase vegetatif ………...

4

4

5

8

10

13

23

24

29

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Total laju pertambahan tinggi vertikal tanaman leguminosa pakan

Calopogonium mucunoides Desv. fase vegetatif ……….

2. Total laju pertambahan tinggi vertikal tanaman leguminosa pakan

Calopogonium mucunoides Desv. sampai fase generatif………..

3. Total jumlah daun tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides

Desv. fase vegetatif……….

4. Total jumlah daun tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides

Desv. sampai fase generatif………...

5. Pengaruh pemberian boron terhadap jumlah dan berat kering bintil akar

panen vegetatif………

6. Pengaruh pemberian boron terhadap jumlah dan berat kering bintil akar

panen generatif………

7. Ringkasan sidik ragam pemberian boron dan FMA terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv.

fase vegetatif……….

8. Ringkasan sidik ragam pemberian boron dan FMA terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv.

fase generatif ………

9. Ringkasan sidik ragam pemberian boron dan FMA terhadap produksi biji tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv……….

50

50

50

50

51

51

52

53

(16)

1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Bahan makanan asal ternak berperan penting sebagai sumber protein utama yang dikonsumsi manusia sejak awal peradaban. Protein hewani memiliki manfaat yang cukup besar dalam membangun ketahanan pangan maupun menciptakan sumber daya manusia yang sehat dan cerdas guna meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (Siswono, 2005). Terdapat korelasi yang tinggi antara kecukupan konsumsi protein hewani dengan tingkat kemajuan suatu bangsa. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya pendapatan masyarakat, permintaan terhadap komoditas yang bernilai tinggi ini semakin meningkat pula. Peningkatan permintaan tersebut tidak diimbangi dengan pasokan yang besar sehingga kebutuhan impor akan produk peternakan harus dilakukan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kinerja sektor ekonomi berbasis peternakan karena tingginya biaya produksi dan tidak banyak membantu petani peternak sehingga harga jual produk peternakan tinggi.

Ketersediaan hijauan pakan berkualitas merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam produksi ternak ruminansia. Tersedianya hijauan pakan berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan ternak akan meningkatkan produksi dan produktivitas ternak. Hal ini dikarenakan pakan merupakan faktor utama dalam sistem produksi ternak yaitu sebesar 60% yang harus tersedia sepanjang waktu. Salah satu faktor yang menentukan produksi hijauan adalah ketersediaan benih berkualitas. Kondisi Indonesia yang tropis dengan fotoperiodisme yang berbeda menyebabkan beberapa legum tidak dapat menghasilkan bunga dan benih yang baik. Selain itu, ketercukupan unsur mineral tanaman dan kandungan mineral dalam tanah juga mempengaruhi produksi benih. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hijauan makanan ternak (Saragih, 1998).

(17)

2

yang juga dipengaruhi oleh lingkungan (Rawson, 1996a dan Rerkasem et al.

1996). Boron berperan sangat penting dalam struktur dan fungsi dinding sel dan membran selular (Cakmak dan Roemheld, 1997 ; Matoh, 1997). Meskipun peran langsung boron dalam sporogenesis, perkecambahan dan pertumbuhan pollen belum dijelaskan (Dell dan Huang, 1997), namun peran boron dalam dinding sel pollen telah diperkirakan. Pada kasus gandum, bunga steril yang disebabkan defisiensi boron utamanya dikarenakan pollen steril dan jantan steril (Cheng dan Rerkasem 1993 ; Rerkasem et al. 1997). Boron membatasi mobilitas phloem dalam hasil panen (Brown dan Shep, 1997) sehingga ketersediaan boron diperlukan untuk pertumbuhan reproduksi yang sehat dalam rangka menghindari bunga steril karena defisiensi boron. Pada penelitan ini penambahan mineral boron yang dilakukan dalam coating benih dan setelah pemotongan pertama diharapkan dapat lebih merangsang pembungaan sehingga dihasilkan benih berkualitas.

(18)

3

1.2.Tujuan

a. Mengetahui pengaruh boron dan FMA dalam coating terhadap pembenihan tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides

b. Mengetahui pengaruh boron dan FMA dalam coating terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides

c. Mengetahui pengaruh boron dan FMA dalam coating terhadap produksi biji leguminosa pakan Calopogonium mucunoides

1.3.Manfaat

Sebagai acuan dalam memproduksi tanaman leguminosa pakan melalui penambahan mineral boron dan pengkayaan pembenah tanah fungi mikoriza arbuskula.

1.4.Hipotesis

a. Penambahan boron yang dilakukan dalam coating benih dan sebelum pembungaan dapat lebih merangsang pembungaan sehingga dihasilkan benih berkualitas.

b. Boron mempengaruhi translokasi gula ke akar untuk pertumbuhan akar. c. Fungi Mikoriza Arbuskula merupakan mikroorganisme yang dapat

meningkatkan serapan unsur hara akar serta mempertahankan konsentrasi gula akar yang ada.

(19)

13

3. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Agrostologi, Laboratorium Ilmu

Nutrisi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium hayati

PAU. Waktu penelitian dari Agustus 2009 – Desember 2010.

3.2. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih sorghum, zeolit,

mycofer, bak perkecambahan, benih leguminosa Calopogonium mucunoides

Desv. komersil, gum arab, mineral Boron dalam bentuk Borax dan akar sorghum.

3.3. Pelaksanaan penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua tahap pelaksanaan, yaitu uji benih coating

pada daya simpan berbeda dan penanaman benih coating terhadap aspek

agronomis dan kandungan karbohidrat total tanaman leguminosa pakan

Calopogonium mucunoides Desv. Dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 6. Tahapan pelaksanaan penelitian

Tahap II. Produksi biomassa Tahap III. Produksi biji

Olah data Persiapan

Produksi hifa

Coating benih

Penanaman

Cek hifa

Pengukuran tinggi vertikal dan jumlah daun

(20)

14

3.3.1. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian dilakukan dengan melakukan analisis tanah

penelitian yang akan digunakan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Tanah yang

akan dianalisis diambil dari berbagai lokasi disekitar penelitian untuk kemudian

dicampur sehingga homogen. Hasil pengukuran dan analisis tanah dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Penelitian Laboratorium Lapang Agrostologi IPB

Jenis Analisis Nilai

Tanah yang akan digunakan untuk menanam sebelumnya disterilkan

menggunakan basamid selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, tanah dibuka dan

diangin-anginkan kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam polybag.

3.3.2. Proses produksi hifa guna mendapatkan inokulum

Proses produksi hifa dimulai dengan mempersiapkan media

perkecambahan berupa zeolit. Zeolit dicuci bersih untuk menghilangkan serbuk

(21)

15

suhu 1210C tekanan 15 atm selama 20 menit. Zeolit yang telah steril selanjutnnya

digunakan sebagai media semai dan juga media kultur dengan memasukkan ke

dalam bak berukuran 30x25x5 cm yang telah dilubangi bawahnya sebanyak 5 kg

zeolit per bak dan 0.5 kg mycofer yang diperoleh di PAU sebagai lapisan.

Benih sorghum direndam didalam air hangat bersuhu 70oC selama 5

menit. Media tanam yang digunakan disiram menggunakan aquades dan dibuat

lubang tanam sebanyak 24 lubang. Setelah itu benih ditabur di atas media zeolit

steril 2 benih per lubang selama 3-4 minggu. Selama masa perkecambahan

kelembaban media dijaga dengan menyiram menggunakan aquades 2 kali sehari

menggunakan sprayer.

Pengecekan infeksi FMA pada kecambah dilakukan saat tanaman berumur

3 minggu. Sampel kecambah yang akan dicek infeksinya diambil secara acak

sebanyak 5 kecambah dari setiap bak pada tempat pengambilan yang berbeda.

Untuk meyakinkan bahwa telah terinfeksi, dilakukan pengamatan hifa pada akar

semai dibawah mikroskop biasa. Jika diketahui minimal 75% akar telah terinfeksi

dilakukan pemanenan akar sorghum dan pembersihan akar dibawah air mengalir

untuk digunakan pada proses coating benih.

3.3.3. Proses coating benih

Proses pelapisan benih (seed coating) dilakukan dengan terlebih dahulu

membuat larutan suspensi yang homogen sesuai perlakuan. Perlakuan

menggunakan mikoriza terdiri dari aquades, arabic gum, boron dan larutan

mikoriza. Perlakuan tanpa mikoriza terdiri dari aquades, arabic gum dan mineral

boron. Boron yang digunakan masing-masing perlakuan, yaitu 0, 200, 400 dan

600 ppm (mg/L).

Pada perlakuan menggunakan mikoriza, akar sorghum yang telah dipanen

dicuci bersih dan dipotong-potong untuk kemudian dihancurkan menggunakan

blender dengan tambahan aquades sampai diperoleh larutan murni FMA

(perbandingan aquades dan akar 50 ml:10 gram). Suspensi bahan coating

diperoleh dengan melarutkan arabic gum (10 gram), boron sesuai perlakuan dan

serbuk halus zeolit yang telah diayak sebelumya (10 gram) dalam larutan murni

(22)

16

hingga terlapisi secara merata secara cepat untuk menghindari penggumpalan

arabic gum selama 10-15 menit. Setelah benih terlapisi secara merata, benih

kemudian diangkat dan disaring untuk menghilangkan larutan yang tersisa, ditata

dalam nampan dan dikeringan di ruangan ber-AC selama 48 jam.

Pada perlakuan tanpa mikoriza, boron dicampur kedalam air menggunakan

blender dengan perbandingan 10 gram B : 50 ml aquades sampai terbentuk

larutan. Benih leguminosa kemudian dimasukkan kedalam larutan dan ditaruh ke

dalam nampan, disaring dan dikeringkan matahari kemudian setelah kering dan

terselubung, benih disimpan. Benih coating nantinya akan ditanam dan dilakukan

pengamatan sesuai tahapan penelitian.

3.3.4. Tahapan penelitian

I. Pengaruh mineral Boron dalam coating terhadap persen daya kecambah benih Calopogonium mucunoides Desv. dengan masa simpan yang berbeda

Benih yang telah dicoating kemudian dilakukan penyemaian

menggunakan bak perkecambahan dan disiram setiap harinya. Setelah

keseluruhan benih tumbuh, bibit dipindah ke dalam polybag tanah 10 kg dan

disiram setiap hari. Setiap minggunya dilakukan pengukuran tinggi vertikal

tanaman dan jumlah daun untuk dilihat perlakuan terbaik. Berdasarkan perlakuan

terbaik yang diperoleh kemudian dilakukan coating ulang dan perlakuan

penyimpanan benih coating selama 2, 4 dan 6 minggu.

Pada perlakuan penyimpanan benih , setiap perlakuan diambil

masing-masing 30 butir benih ditata diatas kertas saring yang dialasi dengan tisu didalam

cawan kemudian diberi air sampai basah. Tisu digunakan guna menjaga

kelembaban agar tidak terlalu kering. Ulangan dilakukan sebanyak 3 kali dan

dilihat persen daya berkecambah (DB).

Tahap II. Penelitian terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv.

Pada penelitian produksi biomassa, benih coating yang telah ditanam pada

selain dilakukan pengukuran setiap minggunya dengan parameter tinggi vertikal

dan jumlah daun juga dilakukan perlakuan boron tahap kedua berupa

(23)

17

minggu ke 10 setelah masa tanam secara merata pada daun sebanyak 3 kali yaitu

per dua hari penyemprotan. Pada minggu ke-16 pemeliharaan dilakukan

pemanenan 3 tanaman leguminosa per perlakuan untuk dihitung berat segar dan

berat kering daun, batang dan akar, jumlah bintil akar, berat segar dan berat kering

bintil akar, kandungan karbohidrat terlarut serta infeksi akar. Pot tanaman

leguminosa lainnya tetap dipelihara sampai terbentuk polong dan dilakukan

pengamatan tambahan terhadap jumlah bunga dan polong yang terbentuk.

Pemanenen fase generatif dilakukan pada umur 26 minggu pemeliharaan

setelah tanaman menghasilkan polong bernas. Leguminosa yang dipanen

kemudian dihitung berat segar dan berat kering daun, batang dan akar, jumlah

bintil akar, berat segar dan berat kering bintil akar, kandungan karbohidrat terlarut

dan serta infeksi akar.

Tahap III. Penelitian terhadap produksi biji tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv.

Penelitian terhadap produksi biji dilakukan terhadap tanaman leguminosa

pakan Calopogonium mucunoides Desv. mulai pembungaan sampai terbentuknya

polong. Pengamatanyang dilakukan pada penelitian ini adalah jumlah bunga yang

terbentuk yang dihitung setiap 3 hari sekali dan jumlah polong yang dihitung

setiap minggunya. Parameter yang diukur meliputi jumlah bunga yang terbentuk

keseluruhan, jumlah polong, berat polong, berat biji dan berat biji per 25 butir.

Pemanenan dan pemotongan tanaman dilakukan setelah 70-80% tanaman

membentuk polong kering.

3.4. Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap pola factorial (RAL) 4x2 dengan 3 ulangan (Gomez

dan Gomez, 1995 ; Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Adapun model matematis

dari rancangan yang digunakan adalah :

(24)

18

Dimana :

Yijk : pengamatan pada perlakuan faktor boron taraf ke-1,2,3,4 faktor mikoriza

taraf ke-1,2 dan ulangan ke 1,2,3

µ : rata-rata umum

i : pengaruh perlakuan faktor boron ke-1,2,3,4

j : pengaruh perlakuan faktor mikoriza ke-1,2

( )ij : interaksi dari faktor boron dan factor mikoriza

ijk : pengaruh acak perlakuan boron ke-12,3,4 dan perlakuan mikoriza ke-1,2

untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan, dilakukan analisis sidik ragam

(ANOVA) dari paket statistik SPSS.

3.5. Peubah yang diukur

1. Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Daun

Tinggi vertikal tanaman diukur setiap minggu selama pemeliharaan

menggunakan penggaris dengan skala cm, dimulai dari permukaan media

sampai titik tumbuh. Untuk jumlah daun dihitung per helai daun yang telah

terbentuk dan terbuka.

2. Berat Kering Tajuk (gram)

Setelah pemotongan dan diperoleh berat segar, tanaman dibiarkan kering

matahari dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu ± 60°C selama 2x24

jam lalu ditimbang berat keringnya. Berat kering tajuk (gram) dilakukan

dengan menghitung total berat kering daun dan batang setelah oven. Berat

kering daun (gram) dihitung dengan menimbang berat daun setelah oven.

Berat kering batang (gram) diukur dengan menimbang berat batang setelah

oven.

3. Jumlah Nodul/bintil akar

Bintil akar yang sehat (hidup) dipisahkan dari akar dan dihitung jumlahnya

serta ditimbang bobot hidupnya.

4. Kolonisasi FMA

Kolonisasi FMA diukur dengan menggunakan metode yang dikembangkan

(25)

19

a. Akar yang telah dipotong-potong dan diwarnai sepanjang 1 cm diambil secara

acak dan disusun pada kaca objek, 1 slide untuk 10 potong akar.

b. Pengamatan kolonisasi FMA dilakukan terhadap vesikel, arbuskula dan atau

internal hifa, serta mencatat jumlah potongan akar yang terkolonisasi dari 10

potongan akar tersebut

c. Persentase akar yang terkolonsasi FMA dihitung berdasarkan rumus :

bidang pandang contoh akar terkolonisasi

% kolonisasi = x 100% total bidang pandang contoh akar

5. Daya berkecambah (DB)

Perhitungan daya DB berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada

pengamatan pertama dan pengamatan kedua. Pengamatan pertama pada hari

ke-7 setelah tanam (KN I) dan pengamatan kedua pada hari ke-14 setelah

tanam (KN II). Rumus perhitungannya

KNI + KN II

DB (%) = x 100% benih yang ditanam

6. Berat Segar dan Kering Benih

Benih yang telah tumbuh di panen dan ditimbang untuk mendapatkan berat

segar kemudian dikeringkan dan ditimbang bahan keringnya (BK).

7. Jumlah polong

Pengukuran jumlah polong dilakukan dengan menghitung polong yang berisi

dari keseluruhan polong. Dilakukan juga penimbangan berat polong dan berat

biji serta penghitungan jumlah bunga.

8. Berat polong per 25 butir

Polong yang telah matang dihitung berat biji yang terbentuk secara

keseluruhan dan berat per 25 butir biji.

9. Kandungan karbohidrat terlarut

Pengukuran kandungan kabohidrat terlarut dilakukan terhadap kandungan akar

dan daun kering dengan menggunakan metode Fenol (Apriyantono et al.

1989) dan diukur menggunakan spektofotometer, dengan tahap sebagai

(26)

20

a.Akar dan daun yang telah dioven 600C dan dihaluskan, ditimbang

menggunakan timbangan digital sebanyak 1 gram.

b.Akar dan daun hasil penimbangan kemudian dihaluskan menggunakan

mortar dan air panas masing-masing selama 5 menit.

c.Larutan akar dan daun yang diperoleh kemudian disentrifuge selama 15

menit hingga diperoleh supernatant.

d.Supernatan yang diperoleh kemudian diambil sebanyak 0,1 ml untuk

kemudian ditambahkan dengan 0,9 ml H2O lalu distirer.

e.Larutan setelah distirer ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5% lalu dikocok

f. Tambahkan 2,5 ml H2SO4 dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke

permukaan larutan.

g.Larutan yang diperoleh kemudian dimasukkan ke tabung spektrofotometer

(27)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh coating boron dan FMA terhadap persen daya kecambah benih pada daya simpan yang berbeda

4.1.1. Uji benih coating pada daya simpan yang berbeda

Pengujian benih merupakan salah satu langkah penting yang dilakukan

untuk mengkaji dan menetapkan nilai setiap contoh benih yang perlu diuji

selaras dengan faktor kualitas benih. Hasil yang di dapat dari pengujian di

laboratorium, daya kecambah benih diartikan sebagai mekar dan

berkembangnya bagian-bagian penting dari embrio suatu benih yang

menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan

yang sesuai (Kartasapoetra, 2004). Pengujian benih dilakukan terhadap biji

yang telah disimpan selama 5 bulan kemudian dicoating dan disimpan selama

2, 4 dan 6 minggu pada suhu ruang. Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap persen daya kecambah (DB) pada uji benih dengan masa penyimpanan berbeda

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200

M1 44,44±10,72 35,56±27,96 40,00±19,55

Rataan 50,56±10,42 36,11±18,79

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Berdasarkan analisa sidik ragam, perlakuan boron dan interaksi boron

dengan FMA tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) terhadap persen

daya kecambah pada penyimpanan 2, 4 dan 6 minggu. Pada perlakuan

inokulasi FMA, penyimpanan 2 minggu menunjukkan pengaruh nyata

(P<0,05) terhadap peningkatan persen daya kecambah sedangkan pada

penyimpanan 4 dan 6 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.

(28)

22

4.1.2. Ikhtisar

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa sampai penyimpanan 6 minggu,

biji coating masih menunjukkan nilai derajat perkecambahan yang baik. Hal

ini menunjukkan bahwa perlakuan coating dan penyimpanan tidak berpengaruh negatif terhadap perkecambahan benih. Inokulasi FMA pada

penyimpanan 2 minggu meningkatkan nilai derajat perkecambahan dengan

mempercepat perkecambahan, hal ini terjadi karena sifat FMA dapat

menyerap air yang berada di rongga-rongga tanah yang lebih kecil dan juga

akar tanaman bermikoriza dapat memanen unsur hara selain yang dapat

diserap oleh akar biasa yang kemudian oleh hifa akan diolah menjadi bentuk

yang dapat diserap oleh akar. Berdasarkan kedua sifat tersebut, maka

pertumbuhan perkecambahan akan jauh lebih cepat dibanding dengan yang

tidak memiliki FMA (Fakuara, 1988). Pada penyimpanan 4 dan 6 minggu,

inokulasi FMA mempunyai nilai sama dengan perlakuan tanpa inokulasi

FMA. Artinya, inokulasi FMA dapat mempertahankan nilai derajat

perkecambahan.

Boron merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh

tanaman yang terdapat di dalam tanah. Mineral mikro boron sangat penting

dalam perkecambahan. Pemberian boron 200 ppm menunjukkan nilai yang

tidak berbeda dengan kontrol. Artinya pemberian boron 200 ppm dapat

mempertahankan nilai derajat perkecambahan benih sehingga pemberian

boron dan inokulasi FMA dinilai cukup efektif mempertahankan nilai daya

kecambah tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Welch (1999) yang

menyatakan bahwa benih berkembang menjadi tanaman membutuhkan

kecukupan nilai nutrisi, sehingga persentase daya kecambah tinggi. Menurut

Rerkasem et al. (1997) dan Dordas (2006) defisiensi boron akan

menyebabkan rendahnya nilai daya kecambah dan meningkatnya benih

abnormal.

Faktor`kecukupan nilai nutrisi, kematangan fisiologis benih sewaktu

masih terikat pada tanaman merupakan faktor yang mempengaruhi viabilitas

(29)

23

kekurangan makanan, baik pada tanaman induk sewaktu pertumbuhan dan

perkembangannya atau pada waktu pematangan fisik benih juga berpengaruh

terhadap tingginya viabilitas dan vigor benih. Perlakuan penyimpanan yang

kurang tepat seperti kelembaban relatif udara dan suhu juga akan

mempengaruhi vigor benih yang dapat menyebabkan vigor benih akan lebih

cepat menurun (Kartasapoetra, 2004).

4.2.Pengaruh coating boron dan FMA terhadap produksi biomassa tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides desv

4.2.1. Laju pertambahan tinggi vertikal tanaman

Laju pertumbuhan tinggi vertikal tanaman menunjukkan total nilai

pertambahan tinggi vertikal tanaman setiap minggunya selama pemeliharaan.

Perlakuan FMA dan interaksi boron dengan FMA tidak menunjukkan

perbedaan nyata terhadap pertumbuhan tinggi vertikal tanaman fase vegetatif

sedangkan interaksi boron dengan FMA fase generatif menunjukkan

perbedaan nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Perlakuan

dengan memberikan boron 200 ppm tanpa FMA meningkatkan laju

pertumbuhan tinggi vertikal tanaman fase vegetatif dan generatif sebesar

13% dan 5%. Gambar 7.

Gambar 7.Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap tinggi vertikal tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv.

(30)

24

Pemberian boron 200 ppm akan dapat meningkatkan laju pertambahan

tinggi vertikal tanaman fase vegetatif dan generatif sedangkan pemberian

boron diatas 200 ppm dapat menurunkan nilai laju pertambahan tinggi

vertikal tanaman. Perlakuan inokulasi FMA mampu meningkatkan nilai laju

pertambahan tinggi vertikal tanaman fase generatif dibanding tanpa inokulasi

FMA utamanya pada level boron 400 ppm. Pada pertumbuhan fase vegetatif,

inokulasi FMA menurunkan nilai laju pertambahan tinggi vertikal tanaman.

4.2.2. Total pertambahan jumlah daun

Total pertambahan jumlah daun menunjukkan jumlah pertambahan

daun setiap minggunya selama pemeliharaan. Perlakuan boron dengan FMA

menunjukkan adanya interaksi terhadap pertambahan jumlah daun

Calopogonium mucunoides Desv. Gambar 8. Pemberian boron dalam coating bersama FMA meningkatkan pertambahan jumlah daun fase vegetatif

sedangkan fase generatif tidak berbeda nyata.

Gambar 8. Gafik pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah daun leguminosa Calopogonium mucunoides Desv.

Level pemberian boron terbaik adalah boron 200 ppm. Peningkatan

level boron diatas 200 ppm menyebabkan penurunan pertambahan jumlah

daun Calopogonium mucunoides Desv. Inokulasi FMA tidak menunjukkan pengaruh nyata pada fase vegetatif maupun generatif akan tetapi inokulasi

FMA bersama boron akan meningkatkan pertambahan jumlah daun pada fase

(31)

25

4.2.3. Produksi biomassa kering

4.2.3.1. Produksi berat kering daun

Level boron dan interaksi boron dengan FMA tidak menunjukkan

pengaruh nyata terhadap produksi berat kering daun panen vegetatif

sedangkan panen generatif menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Inokulasi

FMA juga tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap peningkatan berat

kering daun baik panen vegetatif maupun generatif.

Tabel 3. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering daun

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

BK Daun fase vegetatif (g/tanaman)

M0 29,1±2,7 29,2±4,0 23,4±3,1 22,9±6,3 26,2±4,8 M1 27,6±2,7 21,8±11,6 24,2±2,2 24,8±2,8 24,6±5,7 Rataan 28,3±2,6 25,5±8,8 23,8±2,5 23,9±4,5

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Pemberian boron dapat menyebabkan peningkatan berat kering daun

fase generatif. Penggunaan level boron diatas 400 ppm dapat menyebabkan

penurunan berat kering daun. Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan

boron 200 ppm bersama FMA dengan peningkatan sebesar 98,63%

sedangkan level boron terbaik ditunjukkan pada boron 200 ppm dengan

peningkatan berat kering daun sebesar 43,71%. Penggunaan boron diatas

200 ppm menyebabkan penurunan produksi berat kering daun.

4.2.3.2. Produksi berat kering batang

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, perlakuan boron dan interaksi

boron dengan FMA menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap berat kering

batang panen vegetatif, tetapi menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

terhadap berat kering batang panen generatif. Inokulasi FMA pada panen

vegetatif dan generatif tidak menunjukkan perbedaan nyata. Tabel 4.

(32)

26

Tabel 4. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering batang

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

BK Batang panen fase vegetatif (g/tanaman)

M0 13,07±5,26 9,60±2,92 12,30±4,10 11,47±2,12 11,61±3,50 M1 13,80±7,30 7,33±5,71 11,17±2,37 8,43±5,62 10,18±5,41 Rataan 13,43±5,71 8,47±4,24 11,73±3,06 9,95±4,14

BK Batang panen fase generatif (g/tanaman)

M0 19,47±2,87bc 24,00±0,72a 25,00±1,22a 18,73±0,31c 21,80±3,17 M1 21,80±2,08abc 23,73±0,46a 22,67±1,93ab 14,20±2,51d 20,60±4,25 Rataan 20,63±2,58b 23,86±0,56a 23,83±1,95a 16,47±2,95c

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Perlakuan terbaik ditunjukkan pada pemberian boron 200 ppm tanpa

FMA dengan kenaikan berat kering batang sebesar 18,89% dibanding boron

0 ppm tanpa FMA. Berat kering batang terendah panen generatif ditunjukkan

oleh boron 600 ppm dengan FMA. Penggunaan boron 600 ppm

menyebabkan penurunan berat kering batang. Level terbaik ditunjukkan oleh

boron 200 ppm dengan peningkatan berat kering batang sebesar 10,81%.

4.2.3.3. Produksi berat kering akar

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, perlakuan pemberian boron dan

interaksi boron dengan FMA menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap

berat kering akar panen vegetatif sedangkan pada panen generatif

menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05). Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap produksi berat kering akar

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

BK Akar panen vegetatif (g/tanaman)

M0 1,63±0,87 2,17±0,67 1,83±0,85 1,47±0,23 1,78±0,66 M1 2,00±0,79 1,50±0,72 1,33±0,49 2,70±2,36 1,88±,26 Rataan 1,82±0,77 1,83±0,72 1,58±0,68 2,08±1,65

BK Akar panen generatif (g/tanaman)

M0 6,60±0,35bc 7,93±0,61abc 10,13±3,00a 5,47±0,42c 7,53±2,25 M1 7,73±0,90abc 8,73±1,10ab 6,73±0,50bc 2,87±1,29d 6,52±2,47 Rataan 7,17±0,87a 8,33±0,91a 8,43±2,68a 4,17±1,66b

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

(33)

27

Hal berbeda terjadi pada hasil inokulasi FMA, dimana inokulasi FMA tidak

menunjukkan perbedaan nyata baik panen fase vegetatif maupun generatif.

Perlakuan terbaik ditunjukkan pada perlakuan boron 400 ppm tanpa

FMA dengan peningkatan berat kering akar sebesar 53,49% dibanding boron

0 ppm tanpa FMA. Peningkatan level boron menyebabkan peningkatan

rataan berat kering akar sampai level boron 400`ppm. Penggunaan boron

diatas 400 ppm akan menyebabkan penurunan berat kering akar.

4.2.4. Kandungan total karbohidrat terlarut daun dan akar

Berdasarkan hasil sidik ragam, Tabel 6, perlakuan boron dengan FMA

menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap peningkatan kandungan

total karbohidrat terlarut pada akar, sedangkan pada daun tidak menunjukkan

perbedaaan nyata. Perbedaan yang tidak nyata juga ditunjukkan pada

interaksi antara level pemberian boron dan perlakuan FMA.

Tabel 6.Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap kandungan total karbohidrat terlarut (Water Soluble Carbohydrate) pada akar dan daun

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

akar (mg BK/tanaman)

M0 165,2±35,8d 269,0±25,5ab 293,1±46,6ab 263,0±6,7abc 247,6±57,6

M1 304,9±17,8a 204,2±15,3cd 231,5±17,8bc 307,7±14,6a 262,1±50,0 Rataan 235,0±83,9 236,6±41,2 262,3±45,8 285,4±27,4

daun (mg BK/tanaman)

M0 7616,3±490,7 7010,5±444,9 5410,9±291,2 6463,8±495,2 6625,4±928,2

M1 6752,0±36,1 5197,5±1038,0 7090,3±1400,9 6067,0±287,4 6276,7±1022,4 Rataan 7184,2±574,2 6104,0±1233,2 6250,6±1273,9 6265,4±402,2

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Peningkatan kandungan total karbohidrat terlarut akar terjadi pada

perlakuan FMA tanpa boron dengan peningkatan sebesar 84,56% dan pada

pemberian boron 600 ppm tanpa FMA sebesar 86,25%. Ini menunjukkan

pada level boron 200 dan 400 ppm menyebabkan penurunan kandungan

karbohidrat total akar sedangkan interaksi FMA menyebabkan peningkatan

(34)

28

4.2.5. Persen kolonisasi akar

Level boron dan interaksi boron dengan FMA menunjukkan pengaruh

nyata (P<0,05) terhadap persen kolonisasi akar panen vegetatif dan generatif.

Inokulasi FMA pada fase vegetatif dan generatif tidak menyebabkan

peningkatan. Tabel 7. Persen kolonisasi tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan

boron 0 ppm dengan FMA sebesar 20,00±4,33% dan boron 200 ppm tanpa

FMA sebesar 24,07±2,32%.

Tabel 7. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap persen infeksi akar

Perlakuan Boron (ppm) Rataaan

0 200 400 600

Persen infeksi akar panen vegetatif(%)

M0 5,19±1,70bc 9,62±3,84abc 0,95±1,65c 4,44±5,09bc 5,05±4,34

M1 20,00±4,33a 16,05±15,21ab 5,24±1,72bc 1,11±1,92c 10,60±10,55

Rataan 12,59±8,63a 12,84±10,53a 3,10±2,79b 2,78±3,90b Persen infeksi akar panen generatif (%)

M0 8,15±0,64d 24,07±2,32a 18,89±5,88ab 10,37±0,64cd 15,37±7,24 M1 14,45±4,84bcd 14,44±1,12bcd 15,55±2,94bc 10,74±6,32cd 13,80±4,12 Rataan 11,30±4,63b 19,26±5,52a 17,22±4,54a 10,56±4,02b

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Level boron terbaik ditunjukkan oleh boron 200 ppm baik panen

vegetatif maupun panen generatif. Peningkatan level boron diatas 200 ppm

tidak diikuti dengan peningkatan persen infeksi akar.

4.2.6. Produksi bintil akar

Produksi bintil akar meliputi jumlah bintil dan berat kering bintil.

Berdasarkan pada Gambar 9, perlakuan boron, FMA dan interaksinya boron

dengan FMA tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan baik pada

jumlah bintil maupun berat kering bintil panen fase vegetatif. Bintil akar

yang dihasilkan rata-rata memiliki berat kering bintil yang lebih rendah

(35)

29

Gambar 9. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah dan berat kering bintil akar fase vegetatif

Peningkatan level boron tidak diikuti dengan peningkatan berat kering

bintil akar kecuali pada boron 600 ppm dengan FMA. Inokulasi FMA pada

boron 600 ppm mampu meningkatkan berat bintil akar dan menghasilkan

bintil yang lebih besar. Standar deviasi yang luas menyebabkan angka yang

dihasilkan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Lampiran 6.

Produksi bintil akar fase generatif, Gambar 10, tidak menunjukkan

pengaruh signifikan terhadap jumlah bintil akar sedangkan pada berat kering

bintil akar menunjukkan pengaruh yang signifika. Perlakuan boron dengan

FMA menunjukkan adanya interaksi terhadap produksi berat kering bintil

akar.

Gambar 10. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap jumlah dan berat kering bintil akar fase generatif

M0B0 M0B200 M0B400 M0B600 M1B0 M1B200 M1B400 M1B600

Be

M0B0 M0B200 M0B400 M0B600 M1B0 M1B200 M1B400 M1B600

(36)

30

Perlakuan boron menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap berat

kering akar dengan level terbaik 200 ppm. Pemberian boron diatas 200 ppm

menyebabkan penurunan berat kering bintil akar.

II.7. Ikhtisar

Boron merupakan salah satu mineral mikro yang diperlukan untuk

pertumbuhan normal tanaman (Zehirov dan Georgiev, 2005) untuk

perkembangan dan diferensiasi jaringan tanaman ( Katyal dan Randhawa

1983 dalam Thariq dan Mott 2007). Fase vegetatif tanaman yang merupakan

fase pertumbuhan, penggunaan boron 200 ppm meningkatkan laju

pertambahan tinggi vertikal tanaman Calopogonium mucunoiodes Desv. dan

pertambahan jumlah daun namun tidak diikuti dengan peningkatan berat

kering daun, batang dan akar. Fase generatif yang merupakan fase

reproduksi, penggunaan boron 200 ppm mampu meningkatkan laju

pertambahan tinggi vertikal tanaman yang diikuti dengan peningkatan berat

kering daun, batang dan akar namun tidak meningkatkan pertambahan jumlah

daun. Ini menunjukkan laju boron dalam tanaman. Asam borat diangkut

dalam bentuk boron menggunakan mekanisme transportasi transeluler. Asam

borat sebagai asam lemah dihantarkan secara melingkar dengan difusi pasif

dalam apoplas atau dengan mekanisme pengangkutan dari permukaan akar

menunju xylem (Robert dan Friml, 2009) kemudian akan dibawa oleh xylem

menuju tajuk karena karena adanya proses transpirasi (Raven 1980; Shelp et

al. 1995; Juan et al. 2009). Boron setelah digunakan dalam proses fotosintesis selanjutnya akan dibawa oleh akar menuju jaringan reproduktif

dan vegetatif tanaman (Shelp et al. 1995; Matoh dan Ochiai 2005; Juan et al.

2009).

Berat kering panen vegetatif jika dibandingkan dengan berat kering

panen generatif, panen vegetatif menghasilkan rataan berat kering daun lebih

tinggi dibanding panen generatif. Ini menunjukkan pertumbuhan daun yang

sudah tidak optimum setelah panen vegetatif dimana daun yang dihasilkan

lebih kecil dan tipis serta lebih kering. Penurunan berat kering daun

(37)

31

dialokasikan di daun pada awal pertumbuhan sedangkan setelah panen

vegetatif B akan dialokasikan pada jaringan lain yang lebih penting. Hasil

tersebut didukung dengan pendapat Fernandez-Escobar et al. (1999) dalam Lia Kapoulus et al. (2005) berdasar studi pada tanaman Olive bahwa daun

tanaman muda mengandung konsentrasi boron lebih tinggi dibanding daun

tua. Mineral B mempengaruhi deposisi dinding sel (O’Neill et al, 2004) dengan merubah sifat membran (Goldbach dan Amberger 1986; Thariq dan

Mott 2007) yaitu dengan mempengaruhi aktivitas plasmalemma (Sutcliffe

dan Baker 1981; Thariq dan Mott 2007). Peningkatan berat kering batang

pada panen generatif dibanding panen vegetatif juga menunjukkan adanya

lignifikasi tanaman pada umur generatif sedangkan peningkatan berat kering

akar panen generatif dibanding panen vegetatif menunjukkan bahwa boron

meningkatkan pertumbuhan akar (Mitchell et al. 1987; Asmare et al. 1988) sedangkan defisiensi boron menghambat pertumbuhan akar (Juan et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa boron pada fase vegetatif meningkatkan

pertumbuhan Calopogonium berupa tinggi vertikal dan jumlah daun sedangkan fase generatif meningkatkan produksi biomassa Calopogonium. Penggunaan boron 200 ppm efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi

biomassa sedangkan penggunaan boron diatas 200 ppm menurunkan

pertumbuhan dan produksi biomassa Calopogonium. Brenchly dan Thornton

(1925) meyakini bahwa boron digunakan pertama kali dalam simbiotik

fiksasi nitrogen. Ini berbeda dengan hasil yang diperoleh pada panen bintil

fase vegetatif dimana perlakuan boron, FMA dan interaksinya tidak

menunjukkan pengaruh yang signifikan karena standar deviasi yang besar.

Pada parameter ini, perlakuan boron 200 ppm menunjukkan perlakuan

terbaik dan efektif meningkatkan jumlah dan berat bintil akar. Pengaruh

negatif boron terhadap perkembangan nodul dibandingkan perkembangan

nodul dewasa dilaporkan oleh Yamagishi dan Yamamoto (1994). Yamagishi

dan Yamamoto (1994) juga menambahkan bahwa kekurangan boron yang

berkelanjutan akan mengurangi kekuatan nodulasi dan aktivitas nitrogenase

pada simbiosis tanaman kedelai. Faktor-faktor yang mempengaruhi

(38)

32

konsentrasi ion hidrogen, nutrisi mineral, zat tumbuh, faktor-faktor genetik,

faktor ekologis seperti penggunaan pestisida, rhizobiotoksin serta salinitas

dan alkalinitas (Rao, 1994).

Perlakuan lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah inokulasi

FMA. Inokulasi FMA menunjukkan pengaruh nyata pada fase generatif akan

tetapi tidak pada fase vegetatif. Perlakuan inokulasi FMA meningkatkan

pertambahan jumlah daun fase generatif namun tidak diikuti dengan

peningkatan berat kering daun, batang dan akar Calopogonium mucunoides Desv. Du et al. (2009) menunjukkan adanya penurunan berat akar dengan inokulasi FMA sedangkan Li et al. (2009) melaporkan bahwa Vigna radiate

L. tidak menunjukkan perbedaan dalam biomassa akarnya antara tanaman

yang bermikoriza dengan tanaman tanpa mikoriza. Pada pertambahan tinggi

vertikal tanaman, inokulasi FMA bersama boron 400 ppm menyebabkan

peningkatan tinggi vertikal tanaman fase generatif.

Parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh inokulasi FMA

adalah kolonisasi akar. Persen kolonisasi akar fase vegetatif dan generatif

tidak menunjukkan peningkatan signifikan. Inokulasi FMA bersama boron

pada fase generatif menurunkan persen kolonisasi akar Calopogonum mucunoides Desv. sedangkan pada fase vegetatif meningkatkan persen kolonisasi akar sampai boron 400 ppm. Lambert et al. (1980) melaporkan pada tanaman red clover dan alfalfa ketidakcukupan boron menyebabkan gangguan pada tanaman berFMA dibanding tanpa FMA, dimana salah satu

konsekuensi psikologi atas kecukupan boron adalah meningkatnya aktivitas

FMA. Menurut Lambert et al.(1980), meskipun kolonisasi FMA tidak dipengaruhi oleh defisiensi boron akan tetapi perkembangan FMA akan

terhambat jika ketersediaan boron tidak mencukupi. Tingginya nilai infeksi

pada perlakuan tanpa FMA menunjukkan adanya bakteri endogenus yang

yang bersifat tidak aktif, yaitu walaupun mengakibatkan infeksi tinggi tetapi

tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Fakuara (1988) melaporkan hasil

percobaannya pada tanah tidak steril bahwa FMA asli walaupun menginfeksi

akar tanaman kadang-kadang tidak merangsang pertumbuhan tanaman

(39)

33

Kandungan karbohidrat total merupakan salah satu parameter yang

dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh boron dan FMA. Inokulasi

FMA dan interaksinya menunjukkan pengaruh signifikan terhadap

kandungan karbohidrat total akar sedangkan daun tidak. Ini menunjukkan

bahwa, perlakuan FMA meningkatkan total karbohidrat akar yang respon

terhadap pemupukan boron. Hasil tersebut didukung penelitian Mitchell et al.

(1987) dalam Asmare et al. (1988) pada pembenihan Pinus echinutu Mill. Dimana pemberian boron meningkatkan pertumbuhan akar dan memperbaiki

bentuk mikoriza dengan mempengaruhi translokasi gula ke akar (Van de

Vender dan Currier 1977; Asmare et al. 1988). Menurut Asmare et al. (1988)

pemupukan boron akan meningkatkan kandungan karbohidrat total akar

tanaman mikoriza dibandingkan pemberian boron pada pembenihan dengan

disemprot. Menurut Asmare et al. (1988), sukrosa merupakan komponen karbohidrat utama dalam akar tanaman bermikoriza maupun tidak

bermikoriza. Ini dikarenakan fungi kebanyakan tumbuh paling baik pada

media yang berisi karbohidrat sederhana (Fakuara, 1988). Fungi Mikoriz

Arbuskular menyerap produk fotosintesis tanaman inang berupa heksosa.

Transfer carbon dari tanaman inang ke fungi terjadi di arbuskula atau hifa

intraradikal. Sintesis selanjutnya dari heksosa oleh FMA terjadi di miselium

intraradial. Didalam miselium, heksosa diubah menjadi trehalosa dan

glikogen. Trehalosa dan glikogen disimpan membentuk carbon yang secara

terus menerus disintesis dan didegradasi dan menjaga konsentrasi gula

intraseluler. Heksosa intraradikal masuk jalur oksidatif pentosa fosfat yang

memproduksi pentose menjadi asam nukleat (Pfeffer et al. 1999). Menurut Fakuara (1988) sepanjang fungi mikoriza memperoleh glukosa dari inang,

produksi selulosa oleh fungi ditekan. Pada waktu inang tidak menghasilkan

karbohidrat sederhana yang berlebihan selulosa inang merangsang produksi

selulosa fungi. Inokulasi FMA bersama boron 600 ppm menunjukkan

peningkatan signifikan dibanding tanpa inokulasi FMA sedangkan

penggunaannya bersama boron 200 dan 400 ppm menurunkan kandungan

karbohidrat total. Ini menunjukkan bahwa FMA mampu menekan kandungan

(40)

34

menghambat pertumbuhan tanaman karena adanya FMA. Katyal dan

Randhawa (1983) serta Tariq dan Mott (2007) melaporkan bahwa boron

mempunyai fungsi dalam transportasi karbohidrat dan translokasi gula

melalui formasi borat-sugar kompleks. Kandungan karbohidrat total akar

dalam bentuk glukosa menunjukkan mobilitas boron dalam tanaman (Brown

dan Hu 1996 ; Brown dan Shelp 1997) yang membentuk ikatan kompleks

dengan boron dan terdapat pada jaringan phloem secara bebas (Hu et al., 1997). Phloem akan memindahkan boron tergantung pada transport gula dan

molekul polyol yang digunakan oleh tanaman (Blevins dan

Lukaszewski,1998). Berdasarkan penemuan Matoh et al.(1993) boron-sugar

kompleks yang diisolasi dari akar lobak merupakan polisakarida yang sama

dengan rhamnogalacturonan-II (RG-II) (Kobayashi et al. 1996) yang merupakan pectin bersama dengan homogalacturonan dan

rhamnogalacturonan-I (O’Neill et al. 1990). Pectin menurut Fakuara (1988) merupakan sumber carbon yang baik untuk fungi. Pada percobaan gula beet

yang dilakukan oleh Tariq et al.(1993) dan Valmis dan Utrich (1971) kandungan sukrosa yang tersimpan pada akar menurun dengan menurunnya

kandungan boron yang dihasilkan.

4.3.Pengaruh coating boron dan FMA terhadap produksi biji tanaman leguminosa pakan Calopogonium mucunoides desv

4.3.1. Pembungaan

Pembungaan atau pembentukan bunga merupakan salah satu sifat

tanaman yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas biji yang

dihasilkan. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan boron dan interaksi

boron dengan FMA menunjukkan perbedaan tidak nyata terhadap

pembungaan sedangkan inokulasi FMA menunjukkan perbedaan nyata

(41)

35

Tabel 8. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap pembungaan

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

Jumlah bunga(buah)

M0 447±145 460±152 342±128 494±131 436±142b

M1 509±140 611±226 467±100 478±138 532±161a

Rataan 503±140 535±200 405±127 487±128 Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Perlakuan inokulasi FMA meningkatkan rataan total bunga menjadi

18% dibanding tanpa FMA. Peningkatan dapat dilihat pada tabel 8, dimana

jumlah bunga terbentuk pada perlakuan inokulasi FMA lebih tinggi

dibanding tanpa FMA kecuali ketika digunakan bersama boron 600 ppm. Hal

ini menunjukkan bahwa FMA berpengaruh terhadap tanaman dalam

pembentukan bunga.

Pembentukan bunga Calopogonium mucunoides dimulai pada minggu 10. Penghitungan jumlah bunga per tanaman pada minggu 13 dan

ke-14 (tabel 9) menunjukkan rataan bunga yang terbentuk setiap minggunya

guna mendukung data jumlah bunga total tabel 8.

Tabel 9. Pengaruh pemberian boron dan FMA boron terhadap pembungaan minggu ke-13 dan ke-14

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan boron dan FMA tidak

menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pembentukan bunga setiap

minggunya. Hal ini disebabkan karena belum semua tanaman berbunga

(42)

36

menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi FMA mendorong bunga untuk lebih

cepat berbunga dibanding perlakuan lainnya.

4.3.2. Jumlah polong dan berat polong total

Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan inokulasi FMA dan interaksi

boron dengan FMA menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat

dan jumlah polong. Pemberian boron tidak menunjukkan pengaruh nyata

terhadap berat polong tetapi menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap

jumlah polong. Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap berat dan jumlah polong

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

berat polong (g)

M0 53,53±3,69cd 58,10±6,78bc 51,13±9,36cd 45,50±3,92d 52,07±7,22 M1 73,07±5,33a 55,70±4,27bcd 65,87±5,40ab 62,10±7,83abc 64,18±8,25 Rataan 63,30±11,46 56,90±5,23 58,50±10,58 53,80±10,65

jumlah polong (buah)

M0 266±19d 396±7b 232±7e 270±16d 291±66 M1 496±28a 348,33±18c 317±21c 397±28b 390±74 Rataan 381±128a 372±29ab 274±49b 333±73ab

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan inokulasi FMA tanpa

boron dengan peningkatan sebesar 36,50% pada berat polong dan 86,47%

pada jumlah polong dibanding boron 0 ppm tanpa FMA. Level pemberian

boron terbaik adalah boron 0 ppm. Kombinasi Boron bersama FMA pada

level boron 600 ppm menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dibanding

penggunaan boron 200 tanpa FMA. Hal ini menunjukkan adanya interaksi

FMA terhadap level boron tinggi sehingga dapat menghasilkan polong

dengan baik.

4.3.3. Produksi biji dan berat biji per25 butir

Berdasarkan hasil sidik ragam, pada perlakuan interaksi boron dengan

FMA menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) terhadap berat biji total dan

(43)

37

perbedaan nyata terhadap berat biji total sedangkan pada berat biji per 25

butir menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05). Hasil Inokulasi FMA, baik

pada berat total biji maupun berat biji per 25 butir tidak menunjukkan

perbedaan nyata. Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh pemberian boron terhadap berat biji total dan berat biji per 25 butir

Perlakuan Boron (ppm) Rataan

0 200 400 600

Produksi biji (mg/tanaman)

M0 4233±651cd 10467±1501b 5000±1308cd 1533±513d 5308±3511 M1 15433±4759a 3167±116cd 6500±4251b 9833±2120b 8733±5532 Rataan 9833±6845 6817±4110 5750±2830 5683±4751

berat biji per 25 butir (mg)

M0 367±5b 501±13a 355±24b 365±27b 397±65 M1 362±12b 500±14a 372±64b 372±39b 405 ±73 Rataan 364±12b 500±14a 372±64b 368±30b

Keterangan :

M0 = tanpa inokulasi FMA, M1=dengan inokulasi FMA

Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Perlakuan terbaik pada produksi berat biji total terjadi pada boron 0

ppm inokulasi FMA dengan peningkatan sebesar 72,6%. Inokulasi FMA

pada boron 600 ppm menunjukkan peningkatan signifikan dibanding tanpa

inokulasi FMA sedangkan pada berat biji per 25 butir, perlakuan terbaik

ditunjukkan oleh perlakuan boron 200 ppm tanpa FMA dan dengan FMA.

Rataan berat biji per25 butir sebesar 500-501 mg. Level boron terbaik adalah

200 ppm sedangkan penggunaan boron diatas 200 ppm tidak menunjukkan

peningkatan.

4.3.4. Ikhtisar

Pembentukan bunga merupakan fase transisi tanaman dari fase vegetatif

ke fase generatif yang dipengaruhi oleh elemen-elemen iklim seperti suhu

udara, lamanya penyinaran setiap harinya dan intensitas penyinaran

(Kartasapoetra, 2003). Boron merupakan salah satu mineral mikro yang

dibutuhkan bagi tanaman untuk meningkatkan pembungaan, pemanjangan

kantong putik serta perkembangan buah dan biji (Borax, 2002). Dordas

(2006) menyatakan bahwa beberapa tanaman memiliki ketergantungan boron

(44)

38

dalam daun cukup. Pendapat ini mendukung hasil berat polong dan biji per

25 butir dimana pemberian boron 200 ppm signifikan meningkatkan berat

polong dan biji per 25 butir Calopogonium mucunoides Desv, sedangkan pada pembungaan boron tidak mempengaruhi. Boron berperan dalam

pengisian polong dan pembentukan biji yang ditandai dengan terbentuknya

Borate-RG-II kompleks pada dinding sel pollen (Matoh et al. 1998) dan defisiensi Boron akan menghambat ekspansi sel (Hu dan Brown, 1994).

Menurut Rawson (1996b), perbedaan ketersediaan Boron pada saat

pertumbuhan pada tanah defisiensi Boron mempengaruhi kemandulan

tanaman. Selain itu, faktor lingkungan seperti temperatur yang tinggi,

kelembaban terlalu rendah dan angin panas dapat menurunkan jumlah biji per

polong (Rawson, 1996b) serta stress air (Saini dan Aspinall, 1981).

Inokulasi FMA mendorong tanaman Calopogonium berbunga lebih cepat dan lebih banyak. Pembentukan bunga pada minggu ke-13 dan 14 juga

menunjukkan inokulasi FMA tanpa boron menghasilkan bunga lebih banyak.

Hal ini berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Heslop-Harrison J (1987) dan O’Neill et al. (2004) bahwa untuk pertumbuhan kantong serbuk sari normal dibutuhkan Borate dan Calcium yang berikatan dengan Pectin.

Ketika ketersediaan B tidak mencukupi akan menyebabkan distribusi dinding

polisakarida berubah (Yang et al. 1999; O’Neill 2004) dan kantong serbuk menjadi bengkak dan keras atau pecah (Loomis dan Durst 1992; O’Neill 2004). Faktor lain yang mempengaruhi pembungaan menurut Medeiros et al.

(1995), Iannucci et al. (2002) dan Dordas (2006) adalah temperatur yang tinggi, dimana temperatur tinggi selama pembungaan akan menghambat

penyerbukan sehingga mempertinggi gugurnya bunga dan bakal biji.

Keguguran juga dapat disebabkan pada saat akan membentuk polong

tanaman mengalami defisit air (Bissuel-Belaguey, 2002) sehingga menekan

kapasitas serapan B oleh tanaman (Huang et al. 1997). Selain itu, serangan hama dan penyakit selama pembungaan juga dapat menyebabkan kerusakan

pada bunga dan bakal biji sehingga menghambat terbentuknya polong.

Inokulasi FMA selain meningkatkan pembentukan bunga juga

Gambar

Grafik pengaruh pemberian boron terhadap total laju pertumbuhan Calopogonium mucunoides
Gambar 6. Tahapan pelaksanaan penelitian
Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Penelitian Laboratorium Lapang Agrostologi IPB
Gambar 7.Pengaruh pemberian boron dan FMA terhadap tinggi vertikal tanaman  leguminosa pakan Calopogonium mucunoides Desv
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kekakuan yang lebih baik dan deformasi campuran aspal pada suhu yang lebih tinggi, gradasi kasar dapat digunakan sebagai agregat kasar dalam campuran aspal

Puji dan syukur penelitian panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya dalam memberikan kesempatan, sehingga peneliti dapat membuat dan menyelesaikan

Variabel manajemen digunakan sebagai indikator, mengingat tugas Kepala mIn sebagai manajer sebagaimana diamanahkan dalam Peraturan menteri Agama nomor 90 tahun 2013

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA

5 - 92 Tabel 5.27 Matriks Identifikasi Rencana Pembangunan Bidang Cipta Karya..

Muhammad Fadhlullah Suhaimi (1886-1964) yang pernah belajar di Universiti al-Azhar (1911- 1914) juga merupakan antara pelajar lepasan Mesir yang banyak mencurahkan sumbangan

Hubungan Praktik Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan di Puskesmas Sukomulyo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik Doctoral dissertation, Universitas Airlangga..

Kegiatan pengelolaan hutan yang lestari hanya akan terwujud jika didukung tiga pilar kelestarian yaitu : kelestarian produksi, kelestarian lingkungan atau ekologi,