i
PERBEDAAN PEMAHAMAN GURU BK TENTANG
KONSELING KELOMPOK ANTARA ALUMNI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES) DAN
ALUMNI NON-UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(UNNES) DI SMP NEGERI SE-KOTA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2013/2014
SKRIPSI
disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Desta Rizky Budiarti 1301409047
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang pada tanggal 23 Januari 2014
Panitia
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Haryono M.Psi. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd NIP. 196202221986011001 NIP. 196002051998021001
Penguji Utama
Dra. M. Th. Sri Hartati, M.Pd, Kons NIP. 196012281986012001
Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi dengan judul
”Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang Konseling Kelompok antara Alumni
Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014” benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 20 Januari 2014
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
1. “Kepala yang baik dan hati yang baik merupakan kombinasi yang hebat. Namun saat kamu menambahkan lidah atau pena yang terpelajar, maka kamu memiliki sesuatu yang sangat istimewa” (Nelson Mandela)
2. “Hanya mereka yang berani gagal dapat meraih keberhasilan” (Robert F Kennedy)
Persembahan,
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. ALLAH SWT
2. Malaikat dan Pahlawanku, Bapak Budiman dan Ibu Sri Hartati kedua orangtuaku yang selalu mendoakan dan memberikan semuanya demi kelulusanku.
3. Teman-teman mahasiswa Bimbingan Konseling Angkatan 2009.
v
ABSTRAK
Budiarti, Desta Rizky. 2014. Survey Perbedaan Pemahaman Guru BK Alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) tentang Konseling Kelompok di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014. Skripsi, Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Dr. Awalya, M.Pd., Kons dan Pembimbing II: Drs. Suharso, M.Pd., Kons
Kata Kunci : Perbedaan Pemahaman Konseling Kelompok, Lulusan Unnes dan Non Unnes
Layanan konseling kelompok merupakan proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku. Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti sesuatu dan melihatnya dari berbagai segi. Seorang pendidik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang suatu hal dengan menggunakan kata-kata sendiri sehingga peserta didik mengerti apa yang disampaikannya. Latar belakang pendidikan guru BK yang berbeda-beda merupakan salah satu faktor adanya perbedaan tingkat pemahaman guru BK terhadap layanan konseling kelompok.
Jenis penelitian ini adalah survey komparatif, yaitu survey yang membahas perbedaan dari kedua sampel penelitian yang berbeda. Populasi dalam penelitian ini seluruh guru BK di SMP Negeri Kota Semarang. Sampel diambil dengan menggunakan teknik cluster proportional random sampling. Populasi dalam penelitian berjumlah 144 orang yang terbagi dalam 3 kelompok berdasarkan pembagian wilayah letak sekolah. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 25% dari keseluruhan jumlah populasi yang terbagi dalam 3 kelompok wilayah, sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 39 guru BK. Metode pengumpulan data menggunakan tes pemahaman konseling kelompok. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan uji t-test.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata pemahaman konseling kelompok lulusan Unnes berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 84,26% sedangkan untuk lulusan non-Unnes berada pada kategori sedang dengan persentase 63,9%. Dari hasil uji t-test diperoleh thitung = 18,92 dan ttabel= 2,04 jadi nilai thitung > ttabel . Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan guru BK lulusan Unnes dan non-Unnes tentang konseling kelompok.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusun skripsi dengan judul “Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang
Konseling Kelompok antara Alumni Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan Alumni Non-Universitas Negeri Semarang (UNNES) di SMP Negeri se-Kota Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”.
Penyusunan skripsi berdasarkan atas penelitian survey yang dilakukan dalam suatu prosedur terstruktur dan terencana. Dalam proses penulisan skripsi ini peneliti memang menemui kendala di lapangan, seperti perijinan, lokasi antar sekolah dan respon responden, namun peneliti tetap berusaha menyelesaikan penelitian ini sampai selesai. Berkat rahmat Allah SWT dan ketekunan, dapat terselesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Pendidikan.
2) Drs. Hardjono, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang memberikan ijin penelitian, untuk penyelesaian skripsi ini. 3) Drs. Eko Nusantoro,M.Pd. Ketua jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas
vii
4) Dra. M.Th. Sri Hartati, M.Pd. Dosen penguji utama yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.
5) Dr. Awalya,M.Pd.,Kons. Dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.
6) Drs. Suharso,M.Pd.,Kons. Dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan untuk kesempurnaan skripsi ini.
7) Bapak dan Ibu dosen jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
8) Kepala Sekolah dan Bapak/Ibu Guru BK di SMP Negeri Kota Semarang yang telah memberikan ijinnya dan bersedia menjadi responden untuk penelitian ini.
9) Teman-teman seperjuangan bimbingan dan konseling angkatan 2009 yang memberikan semangat sampai akhir.
10) Serta pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman.
viii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL
PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3TujuanPenelitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 6
1.5Sistematika Skripsi ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8
2.2 Pemahaman Guru BK Tentang Konseling Kelompok ... 10
2.2.1 Pemahaman ... 10
2.2.2 Konseling Kelompok ... 11
2.2.2.1 Pengertian Konseling Kelompok ... . 11
2.2.2.2 Tujuan Pemberian Layanan Konseling Kelompok ... 12
2.2.2.3 Tahap-tahap Konseling Kelompok ………….… ... 13
2.2.2.4 Dinamika Kelompok ... 15
2.2.2.5 Anggota Kelompok …………..……….. ... 16
2.2.2.6 Peran Anggota Kelompok ………... 17
2.2.2.7 Usaha Mempersiapkan Anggota Kelompok ………... 18
2.2.2.8 Pemimpin Kelompok ………... 19
2.2.2.9 Evaluasi Kegiatan Konseling Kelompok ………... 20
2.2.3 Guru BK ... 21
2.3Latar Belakang Pendidikan Guru BK SMP Negeri Kota Semarang ... 22
2.3.1 Pendidikan Bimbingan dan Konseling di Unnes ... .. 23
ix
2.4Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Tingkat Pemahaman KKp 26
2.5Hipotesis ... 28
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian ... 29
3.2Variabel Penelitian ... 30
3.2.1Identifikasi Variabel ... 30
3.2.2Definisi Operasional ... ... 30
3.3Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 31
3.3.1 Populasi ... 31
3.3.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 32
3.4Metode Pengumpulan Data ... 34
3.4.1Alat Pengumpulan Data ... 34
3.4.2Penyusunan Instrumen ... 35
3.5Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38
3.5.1Validitas ... 38
3.5.2 Reliabilitas ... 39
3.6Hasil Uji Coba Instrumen ... 40
3.6.1 Hasil Uji Validitas ... 40
3.6.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 41
3.7Metode Analisis Data ... 41
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 45
4.1.1 Pemahaman Konseling Kelompok pada Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes ... 46
4.1.2 Pemahaman Konseling Kelompok pada Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes ... 49
4.1.3 Perbedaan Pemahaman antara Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 53
4.1.4 Analisis Uji Beda ……… 57
4.2Pembahasan ... 58
4.2.1Pemahaman Guru BK Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok .... 58
4.2.1Pemahaman Guru BK Lulusan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok……... 61
4.2.2Perbedaan Pemahaman antara Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 63
x
BAB 5 PENUTUP
5.1Simpulan ... 66
5.2Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Populasi Berdasarkan Lokasi Sekolah ……… .. 31
3.2 Daftar Sampel Penelitian ………... 33
3.3 Kisi-kisi Instrumen Pemahaman Konseling Kelompok ... 36
3.4 Kategori Tingkatan Pemahaman Konseling Kelompok ... 42
3.5 Hasil Uji Normalitas Data ... 43
4.1 Tingkat Pemahaman Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok ... 46
4.2 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Unnes tentang KKp .... 47
4.3 Tingkat Pemahaman Lulusan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok .. 49
4.4 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Non-Unnes tentang KKp ... 51
4.5 Perbedaan Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 53
4.6 Perbedaan Tingkat Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 53
4.7 Perbedaan Tiap Indikator Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 54
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Langkah Dasar Penyusunan Instrumen ……… ... 35 4.1 Tingkat Pemahaman Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok ... 46 4.2 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Unnes tentang KKp .. 48 4.3 Tingkat Pemahaman Lulusan Non-Unnes tentang
Konseling Kelompok ... 50 4.4 Analisis Indikator Pemahaman Guru BK Lulusan Non-Unnes
tentang KKp ... 52 4.5 Perbedaan Tingkat Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes dan
Non-Unnes tentang Konseling Kelompok ... 54 4.6 Perbedaan Tiap Indikator Pemahaman antara Guru BK Lulusan Unnes
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Populasi Penelitian... 71
2. Sampel ... 78
3. Kisi-Kisi Instrumen Sebelum Try Out ... 80
4. Angket Try Out Instrumen Pemahaman Konseling …... 97
5. Hasil Validitas dan Reliabilitas Pemahaman Konseling Kelompok ... 107
6. Kisi-Kisi Instrumen Sesudah Try Out ... 118
7. Angket Penelitian Pemahaman Konseling …... 121
8. Data Pemahaman Konseling Kelompok Lulusan Unnes... .... 129
9. Data Pemahaman Konseling Kelompok Lulusan Non-Unnes... 136
10.Uji Hipotesis (t-test) Pemahaman Konseling Kelompok ... 143
11.Dokumentasi Penelitian ... 145
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang dipimpin oleh konselor/guru BK yang diberikan kepada sejumlah orang untuk membahas masalah pribadi masing-masing anggota kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Melalui dinamika kelompok tersebut kepribadian klien dikembangkan dan berbagai masalah diselesaikan. Konseling kelompok berfokus pada pembahasan masalah pribadi individu peserta kegiatan layanan. Hal ini selaras dengan pendapat Wibowo (2005: 33) bahwa:
Konseling kelompok lebih menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu membantu individu-individu dengan cara mendorong pencapaian tujuan perkembangan dan memfokuskan pada kebutuhan dan kegiatan belajarnya. Perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan di dalam kelompok ini
sesama anggota kelompok dan guru BK, (6) praktis, dapat dilakukan dimana saja, di dalam ataupun di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, atau di ruang praktik pribadi guru BK.
Layanan konseling kelompok merupakan layanan konseling yang diberikan kepada sejumlah klien sekaligus dalam sebuah kelompok dan dipimpin oleh guru BK. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut menuntut adanya pelayanan konseling kelompok yang profesional. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan adanya guru BK profesional. Landasan dasar seorang guru BK mampu profesional dalam melaksanakan layanan konseling kelompok adalah harus memahami dahulu apa, bagaimana, dan pentingnya pelaksanaan konseling kelompok di sekolah mereka.
Namun harapan tersebut tidak selalu dapat tercapai karena di lapangan masih banyak ditemui guru BK yang belum mampu dan bahkan tidak pernah memberikan layanan konseling kelompok kepada siswanya di sekolah. Contoh nyata yang diperoleh peneliti setelah melakukan wawancara di lapangan dengan 15 guru BK di beberapa sekolah di kota Semarang antara lain: (1) ada 5 guru BK dari responden awal yang belum mampu melakukan rapport dengan baik, (2) ada 6 guru BK yang belum menguasai setiap tahapan yang harus dilakukan dalam konseling kelompok, (3) ada 4 guru BK yang kurang memahami posisi dan tugasnya sebagai pemimpin kelompok, (4) pelaksanaan konseling kelompok belum dilakukan di tempat yang kondusif. (lampiran 12)
3
melaksanakan layanan tersebut, (2) kurangnya pemahaman guru BK akan pentingnya konseling kelompok bagi siswa di sekolah, (3) kurang adanya kerjasama antara guru BK, siswa dan pihak sekolah untuk melaksanakan konseling kelompok, (4) guru BK belum memahami tahapan demi tahapan dalam konseling kelompok itu sendiri. Jika hal ini dibiarkan maka akan berdampak negatif pada guru BK, siswa dan sekolah. Guru BK akan pasif dalam memberikan layanan konseling kelompok pada siswa yang sebenarnya juga penting untuk diberikan. Siswa tidak akan mengetahui pentingnya layanan konseling kelompok yang seharusnya mereka terima untuk membantu permasalahan yang sedang dihadapinya. Sekolah akan dipandang kurang efektif dalam pelayanan bimbingan konseling di sekolahnya.
konselor di sekolah, maka calon konselor tersebut belum mampu mengembangkan kemampuan professional calon konselor yang handal.
Pada dasarnya pendidikan tinggi tidak hanya mencetak tenaga ahli dalam bidangnya tetapi juga tenaga ahli yang mampu menggunakan keahlian atau kecerdasannya untuk memberikan manfaat pada masyarakat luas. Setiap perguruan tinggi memiliki kurikulum yang sama untuk mahasiswanya, namun yang berbeda antara lain adalah latar belakang pengajaran di perguruan tinggi tersebut. Seperti contohnya perguruan tinggi A di kota Semarang ini memiliki 3 kelas jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah tenaga dosen sekitar 20 orang, dibandingkan dengan perguruan tinggi B yang memiliki 10 kelas jurusan bimbingan dan konseling dengan jumlah tenaga dosen hanya sekitar 15 orang. Tentunya hal tersebut dapat membuat perbedaan dari kedua lulusan perguruan tinggi tersebut dikarenakan intensitas dan kualitas pengajaran yang berbeda. Selain itu latar belakang pelatihan yang diikuti oleh guru BK, misalnya guru BK yang lebih sering mengikuti pelatihan-pelatihan seperti PLPG ataupun seminar, dan workshop akan lebih memiliki kemampuan atau bekal dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
5
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok di SMP Negeri kota Semarang ?
1.2.2 Bagaimana pemahaman guru BK lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok di SMP Negeri kota Semarang ?
1.2.3 Adakah perbedaan pemahaman antara guru BK tentang konseling kelompok yang lulusan Unnes dengan Non-Unnes di SMP Negeri kota Semarang?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka proposal ini bertujuan :
1.3.1 Untuk mengetahui pemahaman guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Unnes tentang konseling kelompok.
1.3.2 Untuk mengetahui pemahaman guru BK SMP Negeri kota Semarang lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual bagi penelitian sejenis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan khususnya bimbingan dan konseling.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi sekolah untuk meningkatkan dan memajukan kualitas sekolah pada umumnya dan bimbingan konseling pada khususnya.
1.4.2.2Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kualitas dan sistem pembelajarannya.
1.4.2.3Penelitian ini diharapkan memberikan masukan bagi para guru BK sekolah dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan konseling kelompok.
1.4 Garis Besar Sistematika Skripsi
7
Bab 1 yaitu pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan garis besar sistematika skripsi.
Bab 2 yaitu landasan teori yang berisi penelitian terdahulu, pemahaman guru BK tentang konseling kelompok, pengertian konseling kelompok, tujuan, tahapan-tahapan konseling kelompok, dinamika kelompok, peranan dan usaha mempersiapkan anggota kelompok, evaluasi kegiatan konseling kelompok, pengertian, karakteristik dan kompetensi guru BK, latar belakang pendidikan guru BK, serta hipotesis.
Bab 3 yaitu metodologi penelitian yang berisi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, serta teknik analisis data.
Bab 4 yaitu hasil penelitian dan pembahasan yang berisi hasil-hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian.
Bab 5 yaitu simpulan dan saran yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-sarannya.
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan menguraikan tentang pokok bahasan sebagai berikut: (1) pemahaman guru BK tentang konseling kelompok yang dimulai dari pengertian konseling kelompok, tujuan pemberian layanan konseling kelompok, tahap-tahap konseling kelompok, dinamika kelompok, anggota kelompok, peran anggota kelompok, usaha mempersiapkan anggota kelompok, pemimpin kelompok, asas-asas konseling kelompok, evaluasi kegiatan konseling kelompok, (2) pendidikan guru BK yang membandingkan antara lulusan Unnes dan non-Unnes dilihat dari segi pendidikannya, (3) perbedaan pemahaman konseling kelompok
2.1 Penelitian Terdahulu
Untuk memperkuat penelitian ini, peneliti akan mengemukakan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan. Adapun pokok bahasan yang akan diuraikan dalam penelian terdahulu adalah sebagai berikut:
9
penelitian ini adalah konselor lulusan BK Unnes di SMA Negeri se-Kota Semarang.
(2) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2011: 116) tentang perbandingan pemahaman tugas konselor, yang salah satu indikatornya adalah konseling kelompok, menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok dapat dilakukan dengan baik oleh konselor di sekolah terutama bagi konselor lulusan perguruan tinggi negeri dikarenakan perbedaan latar belakang pendidikan dengan konselor lulusan perguruan tinggi swasta.
(3) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sayekti (1994: 35) menunjukkan bahwa konseling kelompok merupakan salah satu layanan yang harus dapat dilakukan oleh konselor di sekolah maupun perguruan tinggi. Pendidikan konselor hendaknya membelajarkan calon konselor tentang konseling kelompok yang dapat dikembangkan baik di tingkat sekolah menengah, maupun di perguruan tinggi.
(4) Hasil penelitian Prayitno (1994: 15) menjelaskan bahwa materi kurikulum dalam pendidi kan konselor termasuk juga didalamnya konseling kelompok menunjang tercapainya tujuan pendidikan yang menyeluruh, yang bahan-bahannya mampu membentuk pada diri konselor. Jurnal yang diterbitkan oleh Guru Besar IKIP Padang ini menunjukkan perlu adanya hubungan dan interaksi positif dan dinamis antara kegiatan penyiapan calon konselor di kampus dan praktek pelayanan bimbingan dan konseling di lapangan.
penting untuk diperhatikan dengan melihat latar belakang pendidikan dari tiap guru BK di sekolah sehingga hasil-hasil penelitian tersebut dapat mendukung penelitian yang akan peneliti laksanakan.
2.2 Pemahaman Guru BK Tentang Konseling Kelompok
Seiring dengan perkembangan jaman, sekarang ini guru BK memegang peranan penting dalam membantu siswa mengatasi rumitnya permasalahan yang sedang mereka hadapi. Guru BK perlu menguasai ilmu bimbingan dan konseling sebagai dasar dari keseluruhan kinerja profesionalnya dalam pelayanan konseling. Guru BK sebagai penanggungjawab penuh penyelenggara bimbingan dan konseling di sekolah harus memahami setiap layanan atau tugasnya di lapangan.
2.2.1 Pemahaman
Pengertian pemahaman yang dikemukakan oleh para ahli seperti Benjamin S. Bloom (Anas Sudijono, 2009: 50) mengemukakan bahwa :
Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.
11
Menurut Daryanto (2008: 106) kemampuan pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:
a) Menerjemahkan (translation)
Pengertian menerjemahkan di sini bukan saja pengalihan (translation)
arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya.
b) Menginterpretasi (interpretation)
Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah kemampuan untuk mengenal dan memahami. Ide utama suatu komunikasi.
c) Mengekstrapolasi (extrapolation)
Agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti tentang sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain. Dengan kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang pendidik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang suatu hal dengan menggunakan kata-kata sendiri sehingga peserta didik mengerti apa yang disampaikannya.
2.2.2 Konseling Kelompok
2.2.2.1 Pengertian konseling kelompok
(1) Konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari (Gazda, 1984 dan Shertzer Stone, 1980) dalamWibowo (2005: 32)
(2) Hansen,Warner&Smith (dalam Wibowo, 2005: 32) menyatakan bahwa konseling kelompok merupakan cara yang amat baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu-individu dalam pengembangan kemampuan pribadi mereka.
(3) Natawidjaja (1987: 33-34) mengemukakan bahwa konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada individu dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya
Jadi, dapat disimpulkan dari beberapa pengertian diatas bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses dimana guru BK terlibat dalam hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama, jumlahnya dapat bervariasi. Konseling kelompok adalah proses interpersonal yang dinamis yang menitikberatkan pada kesadaran berpikir dan tingkah laku, melibatkan fungsi terapeutis, berorientasi pada kenyataan, ada rasa saling percaya mempercayai, ada pengertian, penerimaan dan bantuan.
2.2.2.2 Tujuan pemberian layanan konseling kelompok
13
mengemukakan pendapat tentang suatu permasalahan dan membicarakan topik-topik yang penting, mengembangkan nilai-nilai kehidupan serta mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas dalam kelompok. Tujuan konseling kelompok menurut Sukardi (2000: 49), meliputi:
a. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak b. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman
sebayanya
c. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok
d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok
2.2.2.3 Tahap-tahap konseling kelompok
(1) Tahap Permulaan
Pada tahap permulaan ini guru BK perlu mempersiapkan terbentuknya kelompok. Pada tahap ini dilakukan upaya untuk menumbuhkan minat bagi terbentuknya kelompok yang meliputi pemberian penjelasan tentang adanya layanan konseling kelompok bagi para siswa, penjelasan pengertian, tujuan dan kegunaan konseling kelompok, ajakan untuk memasuki dan mengikuti kegiatan, serta kemungkinan adanya kesempatan dan kemudahan bagi penyelenggara konseling kelompok.
(2) Tahap Transisi
Tahap transisi merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum masa bekerja (kegiatan). Dalam tahap ini merupakan proses 2 bagian yang ditandai dengan ekspresi sejumlah emosi dan interaksi anggota.
(3)Tahap Kegiatan
15
(4) Tahap Pengakhiran
Menurut Corey (1990) dalam Wibowo (2005: 97) tahap penghentian atau pengakhiran sama pentingnya seperti tahap permulaan pada sebuah kelompok. Selama masa penghentian, para anggota kelompok memahami diri mereka sendiri pada tingkat yang lebih mendalam. Jika dapat dipahami dengan baik, penghentian dapat menjadi sebuah dukungan penting dalam menawarkan perubahan dalam diri individu. Penghentian memberi kesempatan pada anggota kelompok untuk memperjelas pengalaman mereka, mengkonsilidasi hasil yang mereka buat dan untuk membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka yang ingin dilakukan di luar kelompok dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari mereka
2.2.2.4 Dinamika kelompok
Dalam proses konseling kelompok sangat diperlukan munculnya dinamika kelompok agar suasana kelompok lebih akrab dan luwes antar anggota kelompok dan pemimpin kelompok. Dinamika kelompok merupakan seperangkat konsep yang dapat menggambarkan proses kelompok. Dinamika kelompok mencoba menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelompok dan mencoba menemukan serta mempelajari keadaan dan gaya yang dapat mempengaruhi kehidupan kelompok. Dalam bukunya, Wibowo (2005: 62) menjelaskan dinamika
kelompok adalah “studi yang menggambarkan berbagai kekuatan yang
telah ditetapkan.” Dinamika kelompok mengarahkan anggota kelompok untuk
melakukan hubungan interpersonal satu sama lain. Hubungan interpersonal ini merupakan sarana bagi anggota kelompok untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, dan bahkan perasaan satu sama lain sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar di dalam kelompok secara bersama-sama. Dinamika kelompok merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok, artinya merupakan pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu. Jadi, dinamika kelompok merupakan jiwa yang menghidupkan dan menghidupi suatu kelompok.
Kelompok yang baik ditumbuhkan melalui dinamika kelompoknya, oleh anggota-anggotanya tetapi juga sebaliknya, kelompok yang baik dapat membentuk anggotanya menjadi anggota kelompok yang baik. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas kelompok antara lain sebagai berikut: (Prayitno, 1995: 22)
a. Tujuan dan kegiatan kelompok b. Jumlah anggota
c. Kualitas pribadi masing-masing anggota kelompok d. Kedudukan kelompok
e. Kemampuan kelompok dalam memenuhi kebutuhan anggota untuk saling berhubungan sebagai kawan, kebutuhan untuk diterima, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan bantuan moral, dan sebagainya.
2.2.2.5 Anggota kelompok
17
menyelenggarakan konseling kelompok. Prayitno (1995: 30) menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menciptakan sebuah kelompok yang aktif dan memahami setiap peranannya, sebagai berikut :
a. Jenis kelompok
Untuk tujuan tertentu mungkin memang diperlukan pembentukan kelompok yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Pertimbangan tentang keragaman atau keseragaman jenis kelamin anggota kelompok ini pada umumnya didasarkan tujuan tertentu yang akan dicapai dalam kegiatan kelompok.
b. Umur
Pada umumnya dinamika kelompok lebih baik dikembangkan dalam kelompok-kelompok dengan angota seumur.
c. Kepribadian
Keragaman atau keseragaman dalam kepribadian anggota kelompok dapat membawa keuntungan ataupun kerugian. Jika perbedaan di antara para anggota itu besar, maka komunikasi antaranggota akan mengalami masalah, dan begitu pula sebaliknya, jika kesamaan di antara anggota itu sangat besar hasilnya juga dapat merugikan. d. Hubungan awal
Keakraban dapat mewarnai hubungan antar anggota kelompok yang sudah saling mengenal sebelumnya, dan sebaliknya suasana keasingan akan dirasakan anggota yang belum saling mengenal. Jenis kelompok mana yang akan dipilih dalam hubungan awal ini tergantung pada tujuan dari kegiatan kelompok itu.
2.2.2.6 Peran anggota kelompok
a. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok
b. Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri dalam kegiatan kelompok
c. Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama
d. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhi dengan baik
e. Benar-benar berusaha untuk secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok
f. Mempu berkomunikasi secara terbuka g. Berusaha membantu anggota lain
h. Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk juga menjalankan peranannya
i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok itu
2.2.2.7 Usaha mempersiapkan anggota kelompok
Suatu kelompok yang mempersiapkan anggotanya dengan baik akan bisa benar-benar mencapai tujuan yang diharapkan, dan pemimpin kelompok boleh menetapkan ketidakikutsertaan seseorang jika dianggap akan mengganggu proses konseling kelompok. Maka di sinilah pentingnya peranan pemimpin kelompok dalam mempersiapkan anggota kelompok. Berikut ini beberapa cara merekrut anggota menurut Wibowo (2005: 343):
a. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tujuan kelompok, panjang dan jangka waktu program serta jumlah partisipan/peserta
b. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang kualifikasi pimpinan untuk memimpin kelompok-kelompok yang dimaksud
c. Pengumuman seharusnya meliputi pernyataan eksplisit tentang honor pimpinan yang merinci jumlah untuk jasa kerja, makan, penginapan, materi dan sejenisnya dan juga jumlah untuk jasa lanjutan
d. Anggota kelompok seharusnya dipaksa untuk masuk dalam suatu kelompok oleh para senior atau pimpinan kelompok
19
Sedangkan menurut Prayitno (1995: 33) menjelaskan hal-hal yang perlu dipersiapkan pemimpin kelompok dalam merekrut anggota kelompok adalah sebagai berikut :
(1) Apa saja yang diharapkan dari para anggota, suasana khusus yang dapat terjadi dalam kelompok itu, dan peranan serta cara-cara yang akan dilakukan oleh pemimpin kelompok
(2) Keikutsertaan dalam kelompok itu adalah serba sukarela
(3) Anggota kelompok bebas menanggapi hal-hal yang disampaikan ataupun menolak saran-saran yang diberikan anggota lain
(4) Hasil kegiatan kelompok itu tidak mengikat para anggota kelompok itu dalam kehidupan mereka di luar kelompok
(5) Segala yang terjadi dan menjadi isi dari kegiatan kelompok itu sifatnya rahasia.
(6) Penghargaan pemimpin kelompok tentang kesukarelaan dan keberanian para anggota mengikuti kegiatan kelompok itu
2.2.2.8 Pemimpin kelompok
Pemimpin kelompok adalah guru BK atau konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional. Dalam konseling kelompok tugas pemimpin kelompok adalah memimpin kelompok yang bernuansa
layanan konseling melalui “bahasa” konseling untuk mencapai tujuan-tujuan
a. Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya sehingga terjadi dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman, serta mencapai tujuan bersama kelompok.
b. Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten bahasan yang tumbuh dalam aktifitas kelompok.
c. Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman, sabar dan memberi kesempatan demokratik dan kompromistik dalam mengambil keputusan dan kesimpulan, tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura, disiplin dan kerja keras.
Berhubungan dengan sikap yang harus dimiliki pemimpin kelompok, maka peranan pemimpin kelompok menurut Prayitno (1995: 35) dijabarkan sebagai berikut :
a. Pemimpin kelompok dapat memberikan bantuan, pengarahan ataupun campur tangan langsung terhadap kegiatan kelompok b. Pemimpin kelompok memusatkan perhatian pada suasana
perasaan yang berkembang dalam kelompok itu, baik perasaan anggota-anggota tertentu maupun keseluruhan kelompok.
c. Jika kelompok itu tampaknya kurang menjurus ke arah yang dimaksudkan maka pemimpin kelompok perlu memberikan arah yang dimaksudkan itu.
d. Pemimpin kelompok juga perlu memberikan tanggapan atau umpan balik tentang berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi maupun proses kegiatan kelompok
e. Pemimpin kelompok juga diharapkan mampu mengatur “lalu
lintas” kegiatan kelompok, dan pemegang aturan permainan,
pendamai dan pendorong kerjasama serta suasana kebersamaan. f. Sifat kerahasiaan dari kegiatan kelompok itu dengan segenap isi
dan kejadian-kejadian yang timbul di dalamnya, juga menjadi tanggung jawab pemimpin kelompok.
2.2.2.9 Evaluasi kegiatan konseling kelompok
21
diminta mengungkapkan sampai sejauh mana kegiatan kelompok telah membantunya memecahan masalah yang dialaminya. Penilaian terhadap hasil kegiatan kelompok dapat dilakukan secara tertulis melalui lembar layanan segera (laiseg). Secara tertulis anggota kelompok diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, harapannya, minat dan sikapnya terhadap berbagai hal. Anggota kelompok juga dapat mengemukakan hal-hal yang paling disenangi atau kurang disenangi selama kegiatan berlangsung. Penilaian kegiatan layanan konseling kelompok dan hasilnya berorientasi pada perkembangan, yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi pada diri anggota kelompok. Lebih mendalam lagi, Prayitno (1995: 81) akan membahas penilaian terhadap layanan tersebut dapat dilakukan melalui :
a. Mengamati partisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung
b. Mengungkapkan pemahaman peserta atas materi yang dibahas c. Mengungkapkan kegunaan layanan bagi mereka, dan perolehan
mereka sebagai hasil keikutsertaan mereka.
d. Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan
e. Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan layanan
2.2.4 Guru BK
Ada beberapa pengertian guru BK menurut para ahli, sebagai berikut : (1) Guru BK sekolah adalah seorang tenaga profesional yang memperoleh
(2) Dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2008 disebutkan bahwa guru BK adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu (S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Guru BK dari perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
(3) Guru BK pendidikan adalah guru BK yang bertugas dan bertanggung jawab dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. (Fenti Hikmawati, 2011: 43)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa guru BK adalah tenaga pendidik profesional yang telah menempuh pendidikan khusus di perguruan tinggi sehingga siap dan mampu melakukan seluruh layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di sekolah dengan penuh tanggung jawab
2.3Latar Belakang Pendidikan Guru BK di SMP Negeri Kota Semarang
23
Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah, sedangkan perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pihak swasta. Dalam Undang-undang Sisdiknas Nomor 20
Tahun 2003 disebutkan bahwa “pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan
setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan
tinggi dengan sistem terbuka.” Terdapat sekitar 26 universitas negeri yang
memiliki jurusan bimbingan dan konseling, serta ada 57 universitas swasta, sekolah tinggi, IKIP dan LPTK lainnya penyelenggara jurusan bimbingan dan konseling. Salah satu contoh universitas negeri penyelenggara bimbingan dan konseling di Indonesia adalah Universitas Negeri Semarang (Unnes). Berikut adalah beberapa gambaran perbedaan jurusan bimbingan dan konseling yang ada di Unnes dengan universitas lainnya:
2.3.1 Pendidikan Bimbingan dan Konseling di Unnes
Calon guru BK lulusan UNNES sudah dibekali dengan berbagai mata kuliah yang sangat bermanfaat bagi calon guru BK saat menghadapi dunia kerja nantinya. Sejak tahun 2011 jurusan BK UNNES mulai membuka 3 kelas karena peminat jurusan BK semakin banyak sehingga kelas yang dibuka juga selalu bertambah. Selaras dengan visi jurusan BK Unnes yang sudah terakreditasi A
yaitu “Program Studi Bimbingan dan Konseling menjadi pusat unggulan dan
berwawasan konservasi pada tahun 2016” sehingga mahasiswa lulusannya sudah mendapat bekal yang sangat banyak.
25
2.3.2 Pendidikan Bimbingan dan Konseling di Universitas Non-Unnes
2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Tingkat Pemahaman Konseling Kelompok
Dilihat dari lulusannya terdapat perbedaan tingkat pemahaman konseling kelompok padahal materi yang diberikan pada mahasiswa di perguruan tinggi juga sama saja. Proses perubahan pada diri seseorang merupakan hasil pengalaman dan pelatihan, dimana penyaluran dan pelatihan itu terjadi melalui interaksi antara individu dan lingkungannya (Hamalik, 1991: 16). Menurut Slameto (1995: 54) faktor penyebab tingkat pemahaman seseorang berasal dari faktor intern (faktor jasmani, psikologi dan kelelahan) dan ekstern (lingkungan dan sekolah). Faktor penyebab perbedaan tingkat pemahaman seorang guru BK, antara lain:
(1) Latar belakang tenaga pengajar dari setiap perguruan tinggi yang berbeda-beda. Tidak semua perguruan tinggi memiliki tenaga pengajar yang handal dan berpendidikan cukup tinggi. Seperti misalnya di salah satu perguruan tinggi non-unnes bahkan memiliki tenaga pengajar/dosen yang sebenarnya seorang guru SMP di kota Semarang, sedangkan jika dibandingkan dengan jurusan bimbingan dan konseling di Unnes memiliki beberapa guru besar sebagai tenaga pengajar/dosen.
27
(3) Latar belakang akreditasi jurusan di perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi akan dinilai oleh tim akreditasi terkait kualitas dan kuantitas pengajaran, kurikulum serta sarana dan prasarananya. Jadi tingkat akreditasi jurusan juga mempengaruhi terhadap hasil lulusan dari perguruan tinggi tersebut.
(4) Latar belakang praktek atau latihan yang diberikan oleh perguruan tinggi. Setiap perguruan tinggi pasti memiliki kurikulum yang berbeda untuk diterapkan pada mahasiswanya. Bagi perguruan tinggi yang memberikan latihan atau mata kuliah praktek pada mahasiswanya akan sangat membantu mahasiswanya untuk bekal nantinya saat menjadi guru di sekolah. Jadi selain teori yang juga penting, mata kuliah praktek juga berperan dalam mencetak lulusan yang handal.
(5) Latar belakang jumlah mahasiswa di perguruan tinggi. Terkadang ada asumsi bahwa jika banyak mahasiswa pada salah satu jurusan di perguruan tinggi itu menunjukkan bahwa jurusan tersebut baik. Tetapi jika tidak diimbangi dengan tenaga pengajar yang sesuai maka hasilnya tidak akan maksimal. Jika terlalu banyak mahasiswa dalam tiap kelas justru membuat kualitas pengajaran menjadi kurang karena fokus dari tenaga pengajar yang terbagi terlalu banyak mahasiswa dan suasana kelas menjadi kurang kondusif untuk proses pengajaran.
tentunya akan sangat mendukung mahasiswa dalam mengikuti proses perkuliahan dengan baik.
(7) Minat dari dalam diri calon konselor. Dorongan dan motivasi dari dalam diri calon konselor tidak kalah pentingnya untuk membantu dalam proses pembelajaran. Jika calon konselor memiliki minat yang tinggi terhadap bidang yang ditekuni, terutama bimbingan dan konseling nantinya akan meningkatkan semangat belajar yang ada dari dalam diri sendiri.
2.5Hipotesis
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
1.1Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian survei yang berupa deskriptif komparatif jadi penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif komparatif karena ingin mencari perbandingan pemahaman konseling kelompok antara guru BK yang lulusan Unnes dengan Non-Unnes. Singarimbun (1989: 3)
menyatakan bahwa “penelitian survei diartikan sebagai penelitian yang
mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok”. Jadi penelitian survei yang berupa deskriptif
yaitu memaparkan atau menggambarkan suatu variable atau fenomena tanpa melakukan pengujian hipotesis. Mempelajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena, pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat. Peneliti mengembangkan konsep, menghimpun fakta tapi tidak menguji hipotesis.
1.2 Variabel Penelitian
1.2.1 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu variabel terikat adalah pemahaman guru BK tentang konseling kelompok, dan variabel bebas adalah status perguruan tinggi.
1.2.2 Definisi Operasional Variabel
31
1.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
1.3.1 Populasi
[image:44.595.118.500.298.754.2]“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono,2007: 80). Sedangkan menurut Singarimbun (1989: 76) “populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga”. Populasi yang digunakan dalam survei ini adalah seluruh guru BK yang ada di SMP Negeri se-Kota Semarang.
Tabel 3.1
Daftar persebaran SMP Negeri Kota Semarang beserta jumlah guru BK berdasarkan pembagian letak wilayah pinggiran, transisi dan kota
Wilayah Nama Sekolah Jumlah Guru BK
Pusat kota
SMP Negeri 2 3 guru
SMP Negeri 3 3 guru
SMP Negeri 4 4 guru
SMP Negeri 5 3 guru
SMP Negeri 6 2 guru
SMP Negeri 7 2 guru
SMP Negeri 8 4 guru
SMP Negeri 9 3 guru
SMP Negeri 15 5 guru
SMP Negeri 32 3 guru
SMP Negeri 37 3 guru
SMP Negeri 39 5 guru
Jumlah total 12 sekolah 40 guru
Transisi/perbatasan
SMP Negeri 1 4 guru
SMP Negeri 10 3 guru
SMP Negeri 11 2 guru
SMP Negeri 12 4 guru
SMP Negeri 13 5 guru
SMP Negeri 14 4 guru
SMP Negeri 16 4 guru
SMP Negeri 17 4 guru
SMP Negeri 18 4 guru
SMP Negeri 19 2 guru
SMP Negeri 21 3 guru
SMP Negeri 26 5 guru
SMP Negeri 27 4 guru
SMP Negeri 29 4 guru
SMP Negeri 30 4 guru
SMP Negeri 33 4 guru
SMP Negeri 34 4 guru
SMP Negeri 36 4 guru
SMP Negeri 38 4 guru
SMP Negeri 40 4 guru
Jumlah total 21 sekolah 79 guru
Desa
SMP Negeri 20 4 guru
SMP Negeri 22 4 guru
SMP Negeri 23 3 guru
SMP Negeri 24 4 guru
SMP Negeri 28 3 guru
SMP Negeri 31 4 guru
SMP Negeri 41 3 guru
Jumlah total 7 sekolah 25 guru
1.3.2 Sampel dan Teknik Sampling
Menurut Sugiyono, (2007: 62), “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Menurut Arikunto (2006: 109) sampel
adalah “sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Jadi sampel adalah wakil
dari populasi yang bersifat sama dengan populasi.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan Cluster Proportional Random Sampling. Alasan peneliti mengambil teknik ini adalah dengan melihat wilayah unit kerja konselor sekolah di kota Semarang yang sangat luas, maka tiap wilayah akan diambil secara proportional dengan cara random
33
masing-masing daerah populasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk teknik random sampling, Sugiyono (2007: 64) mengungkapkan bahwa teknik ini dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada, cara yang demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen atau sama sehingga setiap obyek mendapat kesempatan dipilih menjadi sampel. Teknik ini dipilih karena diasumsikan homogen dari segi profesinya yaitu guru BK di SMP.
Menurut Arikunto (2006: 134), untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya berupa penelitian populasi. Namun, jika jumlah subyeknya lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.
[image:46.595.108.518.274.754.2]Berdasarkan keterangan tersebut, peneliti memilih jumlah sampel penelitian sebesar 25% dari jumlah populasi yang sudah terbagi kedalam 3 kelompok wilayah sebagai berikut : daerah pusat kota sebanyak 9 guru BK, daerah perbatasan/transisi sebanyak 20 guru BK, dan daerah pinggiran kota sebanyak 8 guru BK. Setiap wilayah akan dipilih secara random, sehingga terpilih sampel sebagai berikut :
Tabel 3.2
Daftar Sampel Penelitian
Wilayah Nama Sekolah Jumlah
Guru BK
Asal Perguruan Tinggi
Pusat Kota SMP Negeri 2 2 guru IKIP Negeri Surabaya 1 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 3 1 guru IKIP Veteran Semarang
2 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 32 1 guru Universitas Sebelas
Maret (UNS) 1 guru Universitas Kristen
Satya Wacana (UKSW) 1 guru IKIP PGRI Semarang
Transisi SMP Negeri 1 1 guru IKIP Veteran Semarang 1 guru Universitas Kristen
Katholik Soegijapranata (Unika)
2 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 10 1 guru IKIP Negeri Bandung
1 guru IKIP Negeri Yogyakarta 1 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 33 1 guru IKIP Negeri Semarang 2 guru IKIP PGRI Semarang SMP Negeri 17 1 guru IKIP Veteran Semarang
2 guru IKIP PGRI Semarang 1 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 27 1 guru Universitas Sebelas
Maret (UNS) 3 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 14 2 guru IKIP PGRI Semarang
1 guru IKIP Veteran Semarang 1 guru IKIP Negeri Semarang
Jumlah 6 sekolah 22 guru
Pinggiran SMP Negeri 24 4 guru IKIP Negeri Semarang SMP Negeri 22 4 guru IKIP Negeri Semarang
Jumlah 2 sekolah 8 guru
1.4Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Data merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu penelitian karena dengan adanya data akan dapat ditarik suatu kesimpulan, untuk menyimpulkan suatu data digunakan satu cara atau alat yang tepat.
35
1.4.1 Alat Pengumpulan Data
Penentuan alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ditentukan berdasarkan variabel yang akan diamati yaitu pemahaman konseling kelompok guru BK di sekolah. Alat pengumpulan data yang dipilih pada penelitian ini yaitu jenis tes. “Yang dimaksud tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya serta besarnya kemampuan objek yang diteliti” (Arikunto, 2006: 223). Instrumen berupa tes dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi. Tes pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data pemahaman guru BK tentang konseling kelompok di sekolah. Peneliti menggunakan jenis pertanyaan “benar salah” untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru BK di sekolah terhadap layanan konseling kelompok.
1.4.2 Penyusunan Instrumen
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan instrumen dilakukan dengan beberapa tahap, baik dalam pembuatan maupun uji coba seperti bagan berikut :
Gbr 3.1 Langkah Dasar Penyusunan Instrumen
Kisi-kisi pengembangan
Instrumen penelitian Instrumen (2)
Uji Coba
Revisi
(4) Instrumen
Jadi
Dalam penelitian ini digunakan tes. Tes ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru BK terhadap layanan konseling kelompok di sekolah. Jawaban yang disediakan hanya ada 2 pilihan yaitu benar atau salah, sehingga guru BK akan diberikan sejumlah pernyataan tentang konseling kelompok dan hanya tinggal memilih apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Untuk penskoran bagi jawaban yang benar adalah skor 1, dan yang jawaban salah atau tidak sesuai yang seharusnya adalah skor 0. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada pengembangan kisi-kisi instrumen tentang pemahaman konseling kelompok pada guru BK sebagai berikut:
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Guru BK terhadap Konseling Kelompok
Variabel Komponen Indikator Deskriptor Item
+ - Pemahaman konseling kelompok 1. Memahami konsep dasar konseling kelompok 1.1 Mengerti pengertian konseling kelompok
1.1.1 Konsep dasar konseling kelompok
1.1.2 Proses interaksi yang ada dalam konseling kelompok 1,2,3,5 11 4,6,8 9,10,12 1.2 Mengerti tujuan konseling kelompok
1.2.1 Tujuan umum konseling kelompok
1.2.2 Tujuan khusus konseling kelompok
14,18
13,20
17,16
15,19
1.3 Mengerti asas-asas konseling kelompok
1.3.1 Asas kerahasiaan 1.3.2 Asas kekinian
23,31 34,40
21,27 24,37
1.3.3 Asas kesukarelaan 22,26 29,35
1.3.4 Asas keterbukaan 32,43 36,39
1.3.5 Asas kegiatan 25,42 30,44
1.3.6 Asas kenormatifan 33,41 28,38
1.4 Mengerti komponen konseling kelompok
1.4.1 Karakteristik dan peran pemimpin kelompok
45,47, 53
46,48
1.4.2 Karakteristik dan peran anggota kelompok
56,58 54,57
1.4.3 Besarnya jumlah anggota kelompok yang efektif 49,50, 55 51,52 1.5 Mengerti persamaan dan perbedaan konseling kelompok
1. Persamaan konseling kelompok dengan bimbingan kelompok
60,61 62,65
2. Perbedaan bimbingan kelompok dan konseling
37 dengan bimbingan kelompok kelompok 1.6 Mengerti hambatan-hambatan konseling kelompok
1. Kepercayaan dan keterbukaan anggota kelompok terhadap pemimpin kelompok 68,70, 71 67,73
2. Proses dinamika kelompok
74,76 72,75
2 Memahami prosedur pelaksanaan konseling kelompok
2.1 Mengerti cara perekrutan anggota konseling kelompok
2.1.1 Sosialisasi konseling kelompok kepada siswa di sekolah
77,78 79,83
2.1.2 Teknik-teknik perekrutan anggota kelompok
81,82 80,84
2.2 Mengerti tahap permulaan konseling kelompok
2.2.1 Menerima anggota kelompok lalu
memimpin doa (rapport)
85,87 86,88
2.2.2 Menjelaskan pengertian,tujuan, cara, dan asas
pelaksanaan konseling kelompok 89,90, 91 92,93, 96
2.2.3 Kesepakatan waktu, perkenalan dan permainan
94,95 97,98, 99
2.2Mengerti tahap peralihan dalam konseling kelompok
2.3.1 Menjelaskan kembali kegiatan konseling kelompok 102, 105 100, 106
2.3.2 Melihat kesiapan anggota kelompok dan menjelaskan batasan masalah 101, 104 103, 107
2.4Mengerti tahap kegiatan konseling kelompok
2.4.1 Memberikan contoh masalah pribadi
108, 111
112, 116 2.4.2 Mempersilahkan anggota
kelompok mengemukakan topik masalah pribadi kemudian membahas masalah terpilih 110, 113, 114 109, 119
2.4.3 Kegiatan selingan dan penyimpulan kegiatan
118, 120
115, 117
2.5Mengerti tahap pengakhiran konseling kelompok
2.5.1 Menjelaskan kegiatan akan diakhiri dan penilaian segera (UCA)
121, 123
122, 127
2.5.2 Pembahasan kegiatan lanjutan
126, 129
124, 131
2.5.3 Mengemukakan pesan dan harapan
125, 128
2.5 Mengerti proses evaluasi dan tindak lanjut konseling kelompok
2.6.1 Evaluasi isi, dampak, dan proses
133, 136
134, 135
2.6.2 Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut
139, 144
137, 141
2.6.3 Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait
140, 142
143, 138
2.7 Mengerti proses penyusunan laporan
2.7.1 Menyusun laporan konseling kelompok dan menyampaikan pada pihak terkait 147, 151 146, 148 2.7.2 Mendokumentasikan laporan layanan 149, 145 150, 152
1.5Validitas dan Reliabilitas Instrumen
3.5.1 Validitas
Menurut Azwar (2006: 5) “validitas berasal dari kata validity yang
mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur
(tes) dalam melakukan fungsi ukurnya”. Dalam penelitian ini juga menggunakan
validitas yang dilihat dari validitas itemnya melalui pengecekan kesejajaran antara item satu dengan item lainnya. Validitas ini untuk mengetahui butir angket yang mana yang tidak mendukung validitas angket secara keseluruhan.
Uji validitas menggunakan validitas internal. Validitas internal akan dicapai jika terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan. Instrumen dikatakan valid apabila setiap bagian instrumen mengandung tujuan instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data variabel yang dimaksud. Rumus yang digunakan untuk menguji validitas menurut
Arikunto (2006: 17) adalah “rumus yang digunakan oleh Pearson yang dikenal
39
2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan : xy r: Koefisien X dan Y
X : Jumlah Skor X2
X: Jumlah kuadrat skor X
Y : Jumlah Skor Y
2Y
: Jumlah kuadrat skor Y
XY : Jumlah hasil perkalian antara skor X dan Ya.
N : Jumlah responden
1.5.2 Reliabilitas
Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil tes tersebut menunjukkan hasil yang relatif sama. Kemudian hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. Jika datanya memang sudah sesuai dengan faktanya, maka berapa kalipun diambil datanya akan tetap sama. Menurut Arikunto (2006: 178)
“reliabilitas menunjukkan pada tingkat keterandalan sesuatu”.
Untuk mengetahui reliabel atau tidaknya digunakan rumus Alpha. Rumus ini dipilih karena skornya menggunakan rentangan antara beberapa nilai (skala).
instrumen yang skornya bukan 1 dan 0 misalnya, antara 1 sampai dengan 5 misalnya:. Adapun rumus Alpha sebagai berikut :
Keterangan:
= Reliable instrument
= Jumlah varians butir
= Varians total
K = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
1.6 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
1.6.1 Hasil Uji Validitas Angket Pemahaman Konseling Kelompok
Berdasarkan hasil pengujian validitas item dengan menggunakan rumus
41
1.6.2 Hasil Uji Reliabilitas Angket Pemahaman Konseling Kelompok
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha
terdapat 20 responden, angket pemahaman konseling kelompok dinyatakan reliable, karena r11 > rtabel dengan nilai r11 = 0,970 dan rtabel = 0,444.
1.7 Metode Analisis Data Penelitian
(1) Menentukan nilai maksimum = (nilai tertinggi x jumlah item) = 1 x 110 = 110
(2) Menentukan nilai minimum = (nilai terendah x jumlah item) = 0 x 110 = 0
(3) Menentukan interval kelas = (nilai max – nilai min) : banyaknya criteria = (110 – 0) : 5 = 110 : 5 = 22
[image:55.595.117.508.274.558.2]Berdasarkan panjang kelas interval tersebut, maka kategori dapat disusun sebagai berikut :
Tabel 3.4
Kategori Tingkatan Pemahaman Konseling Kelompok
Interval Kategori
≥ 92 Sangat Tinggi
69 – 91 Tinggi
46 – 68 Sedang
23 – 45 Rendah
0 – 22 Sangat Rendah
43
[image:56.595.111.510.227.550.2]normalitas data disini menggunakan rumus Kolmogorov – Smirnov dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.5
Hasil Uji Normalitas Data menggunakan Kolmogorov – Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Nilai KKp
N 39
Normal Parametersa Mean 79.46
Std. Deviation 12.311
Most Extreme Differences
Absolute .159
Positive .159
Negative -.140
Kolmogorov-Smirnov Z .990
Asymp. Sig. (2-tailed) .281
a. Test distribution is Normal.
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok sampel yang berbeda, sehingga digunakan rumus t-test sebagai berikut :
Mx - My t =
Keterangan :
t = koefisien perbedaan
Mx dan My = masing-masing adalah perbedaan mean
Σx2dan Σy2 = jumlah deviasi dari mean perbedaan
N = jumlah sampel (Arikunto, 2002: 280)
Dari hasil hitung tersebut dicocokkan dengan indeks tabel. Jika hasil analisis lebih besar dari indeks tabel maka hipotesis terbukti. Hipotesis yang diajukan adalah :
45
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan secara lebih mendalam tentang hasil penelitian dan pembahasan pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok, pemahaman guru BK lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok, dan perbedaan pemahaman konseling kelompok diantara keduanya.
1.1Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka dibawah ini akan dijelaskan hasil penelitian tentang pemahaman konseling kelompok pada guru BK lulusan Unnes, pemahaman konseling kelompok pada guru BK lulusan non-Unnes dan perbedaan pemahaman konseling kelompok diantara keduanya. Hasil penelitian akan disajikan secara kuantitatif dan deskriptif.
1.1.1 Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok
Tabel 4.1
Tingkat Pemahaman Konseling Kelompok pada Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes
Interval Frekuensi % Kriteria
≥ 92 10 62,5% Sangat Tinggi
69 – 91 6 37,5% Tinggi
46 – 68 0 0% Sedang
23 – 45 0 0% Rendah
0 - 22 0 0% Sangat Rendah
16 100% TOTAL
Gambar 4.1
Grafik Tingkat Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes tentang Konseling Kelompok
47
[image:60.595.82.541.183.570.2]Dari gambaran tersebut, berikut akan disajikan analisis tiap indikator pemahaman guru BK lulusan Unnes tentang konseling kelompok :
Tabel 4.2
Analisis Indikator Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes Tentang Konseling Kelompok
No Indikator Sudah
PLPG
Belum PLPG
TOTAL
Persentase Kriteria
1 Memahami pengertian konseling kelompok
52,3% 34,5% 86,8% Tinggi
2 Memahami tujuan konseling kelompok 46,4% 36,6% 83% Tinggi 3 Memahami asas-asas konseling
kelompok
45% 41,1% 86,1% Tinggi 4 Memahami komponen konseling
kelompok
61,1% 23,3% 84,4% Tinggi 5 Memahami persamaan dan perbedaan
KKp dengan BKp
65,7% 23,4% 89,1% Tinggi
6 Memahami cara perekrutan anggota KKp 32,4% 41,7% 75,9% Tinggi 7 Memahami tahap pembukaan konseling
kelompok
57% 34% 91% Tinggi
8 Memahami tahap peralihan konseling kelompok
48% 39,5% 87,5% Tinggi 9 Memahami tahap kegiatan konseling
kelompok
47,8% 35,7% 83,5% Tinggi
10 Memahami tahap pengakhiran konseling kelompok
42,5% 34,2% 76,7% Tinggi 11 Memahami proses evaluasi dan tindak
lanjut konseling kelompok
37% 42,7% 79,7% Tinggi 12 Memahami proses penyusunan laporan
konseling kelompok
52,3% 33,1% 85,4% Tinggi
Gambar 4.2
Grafik Analisis Keseluruhan Tiap Indikator Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Unnes Tentang Konseling Kelompok
49
yang mencakup sosialisasi konseling kelompok pada siswa, dan teknik perekrutan anggota kelompok.
1.1.2 Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok
[image:62.595.106.518.305.569.2]Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman guru BK lulusan Non-Unnes tentang konseling kelompok. Untuk menjelaskan hasil dari tujuan tersebut maka akan digambarkan hasil analisis persentase dari data yang diperoleh di lapangan. Hasil analisis tersebut sebagai berikut :
Tabel 4.3
Tingkat Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok
Interval Frekuensi % Kriteria
≥ 92 0 0% Sangat Tinggi
69 – 91 13 56,5% Tinggi
46 – 68 10 43,4% Sedang
23 – 45 0 0% Rendah
0 - 22 0 0% Sangat Rendah
Gambar 4.3
Grafik Tingkat Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok
Dari tabel 4.3 dan gambar 4.3 diperoleh gambaran tingkat pemahaman konseling kelompok lulusan non-unnes. Dari jumlah keseluruhan responden sebanyak 23 guru BK, diperoleh 13 guru BK yang mempunyai tingkat pemahaman konseling kelompok dengan kriteria tinggi dengan hasil persentase sebesar 56,5% dan 10 guru BK yang mempunyai tingkat pemahaman konseling kelompok dengan kriteria sedang dengan hasil persentase sebesar 43,3%.
51
Tabel 4.4
Analisis Indikator Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok
No Indikator Sudah
PLPG
Belum PLPG
TOTAL
Persentase Kriteria
1 Memahami pengertian konseling kelompok
42% 28% 70% Tinggi
2 Memahami tujuan konseling kelompok
37,4% 32,17% 69,57% Tinggi 3 Memahami asas-asas konseling
kelompok
26,7% 40,2% 66,9% Sedang 4 Memahami komponen konseling
kelompok
33% 17,4% 50,4% Sedang 5 Memahami persamaan dan perbedaan
KKp dengan BKp
34,7% 23,5% 58,2% Sedang 6 Memahami cara perekrutan anggota
KKp
29,36% 28,4% 57,76% Sedang
7 Memahami tahap pembukaan konseling kelompok
41,5% 22,41% 63,91% Sedang 8 Memahami tahap peralihan konseling
kelompok
34,21% 32,25% 66,46% Sedang 9 Memahami tahap kegiatan konseling
kelompok
28,4% 36,82% 65,22% Sedang 10 Memahami tahap pengakhiran
konseling kelompok
37,2% 30,8% 68% Sedang 11 Memahami proses evaluasi dan
tindak lanjut konseling kelompok
42,4% 25% 67,4% Sedang 12 Memahami proses penyusunan
laporan konseling kelompok
34% 26% 60% Sedang
Gambar 4.4
Grafik Analisis Tiap Indikator Pemahaman Guru BK SMP Negeri Kota Semarang Lulusan Non-Unnes Tentang Konseling Kelompok
53
1.1.3 Perbedaan Pemahaman Guru BK tentang Konseling Kelompok antara Lulusan Unnes dan Non-Unnes di SMP Negeri Kota Semarang
[image:66.595.106.554.279.733.2]Untuk mengetahui perbedaan pema