• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wacana Politik di Media Sosial (Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Wacana Politik di Media Sosial (Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)"

Copied!
256
0
0

Teks penuh

(1)

WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL

(Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai

Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala

Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)

TESIS

Oleh

Farida Hanim Nim: 117045016

M A G I S T E R I L M U K O M U N I K A S I

F A K U L T A S I L M U S O S I A L D A N I L M U P O L I T I K U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A

(2)

WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL

(Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai

Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala

Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu

Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Farida Hanim Nim: 117045016

M A G I S T E R I L M U K O M U N I K A S I

F A K U L T A S I L M U S O S I A L D A N I L M U P O L I T I K U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A

(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL

(Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013) Nama Mahasiswa : Farida Hanim

Nomor Pokok : 117045016

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

(Drs. Amir Purba, M.A, Ph.D)

NIP. 195102191987011001 NIP. 196710021994031002 (Drs. Hendra Harahap, MSi)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dra.Lusiana Andriani Lubis, MA,Ph.D)

NIP. 196704051990032002 NIP. 196805251992031002 (Prof.Dr.Badaruddin,M.Si)

(4)

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Telah diuji pada

Tanggal: 12 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Amir Purba, M.A., Ph.D. Anggota : Drs. Hendra Harahap, MSi

Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A. Ph.D. Dra. Dewi Kurniawati, MSi., Ph.D.

(5)
(6)

PERNYATAAN

Judul Tesis

“WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL”

(Studi Analisi Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera

Utara tahun 2013)

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat

untuk memperoleh gelar Master Ilmu Komunikasi pada Program Studi Magister

Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis

sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian

tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis

cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah, dan etika penulisan

ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebahagian tesis

ini bukan hasil karya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,

penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis

sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku.

Medan, 11 Februari 2014

Penulis,

(7)

Political Discourse in Social Media

( Discourse Analysis Study with Positivist Paradigm

Approach on the Application of Public Sphere on Facebook

regarding the local election in North Sumatera in 2013)

Abstract

This study is titled Political Discourse in Social Media, Discourse Analysis Study with Positivist Paradigm Approach on the Application of Public Sphere on Facebook regarding the local election in North Sumatera in 2013. This study is a modification of the use of critical theory applied to the positivist approach. Positivist approach is used to obtain empirical data on how well the Habermas approach can perform in measuring an issue especially in this case in measuring the social media conversation. The theory used in this study is Communicative Act Theory to describe the competence in communication which eventually improve the quality of conversation in public space on social media.

The method used in this study is content analysis method, while the population of this study is the conversations that took place on Facebook regarding local election issues during election campaign period on February 18th until March 3rd 2013. The data collection used in this particular study is documentation technique where researcher documented every conversation that took place on Facebook regarding North Sumatera’s local election in 2013. The purpose of this study was to compare the quality of conversation which took place on Ganteng’s support group account and ESJA’s support group account.

The findings in this study indicate that both support group account during the campaign period was more widely used as a support forum rather than as a campaign tool. Other findings indicate that the quality of conversation that took place on both account was quite good but still weak in legitimacy. The general conversation themes found was the support of group participants towards the candidates.

Besides, the quality of public space on GANTENG’s support group account looked more ideal than the public space found on ESJA’s support group account. However, there was no significant difference between both support group account. It is seen on the results of hypothetical test which was done using Mann-Whitney U test formula. From the test it was found that the mean value of the GANTENG’s support group account is significantly higher than ESJA’s support group account. Participants in both group accont were noticably weak in the application of legitimacy especially for the participants on the ESJA’s support group account, which leads to the unjustified conversation.

(8)

WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL

(Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala

Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)

Abstrak

Penelitian ini berjudul Wacana Politik di Media Sosial, Studi Analisis Wacana dengan Pendekatan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013. Penelitian ini adalah modifikasi dari penggunaan teori kritis yang diaplikasikan dengan pendekatan positivis. Penggunaan pendekatan positivis ini digunakan untuk mendapatkan data empiris mengenai seberapa baiknya pendekatan Habermas dalam mengukur persoalan dalam hal ini percakapan di media sosial. Teori yang digunakan adalah Teori Tindakan Komunikatif yang dapat menggambarkan kompetensi dalam komunikasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas percakapan di ruang publik di media sosial.

Metode yang digunakan adalah metode analisis isi, dimana populasi dalam penelitian adalah percakapan yang berlangsung di Facebook mengenai persoalan pemilukada selama masa kampanye yaitu 18 Februari hingga 3 Maret 2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dimana peneliti mendokumentasikan setiap percakapan yang berlangsung di Facebook mengenai Pemilkada Sumatera Utara tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kualitas percakapan yang berlangsung pada akun grup pendukung GANTENG dan akun grup pendukung ESJA.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kedua akun grup pendukung selama periode kampanye lebih banyak digunakan sebagai forum dukungan daripada sebagai alat kampanye. Temuan lain menunjukkan bahwa kualitas percakapan yang berlangsung sudah cukup baik namun lemah dalam klaim legitimasi. secara umum tema dalam percakapan yang berlangsungadalah dukungan partisipan terhadap kandidat.

Selain itu kualitas ruang publik dalam akun grup pendukung GANTENG lebih ideal dibandingkan dengan akun grup pendukung ESJA. Akan tetapi perbedaannya tidak cukup signifikan. Hal ini diketahui dari perolehan uji hipotesis yang dilakukan melalui uji beda dengan rumus Mann – Whitney U Test. Dari pengujian ini didapati bahwa nilai mean dalam akun grup pendukung GANTENG lebih tinggi daripada akun grup pendukung ESJA dengan perbedaan yang signifikan. Partisipan dalam kedua kelompok lemah dalam penerapan legitimasi terutamanya partisipan pada akun grup pendukung ESJA, sehingga banyak

percakapan yang berlangsung di ruang publik pada akun facebook grup

pendukung tersebut tidak terjustifikasi.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah peneliti senantiasa panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat serta hidayah sehingga peneliti dapat

menyelesaikan tesisWacana Politik di Media Sosial, Studi Analisis Wacana

dengan Pendekatan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013.

Tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar

Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

Penelitian ini tidak terlepas dari kendala dan kekurangan, namun berkat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini pun bisa juga diselesaikan.

Oleh karena itu, peneliti ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

pihak-pihak di bawah ini :

1. Prof. Dr. Badaruddin, MSi selaku Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Sumatera Utara.

2. Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A. Ph.D selaku Ketua Program Magister

Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu sehingga peneliti dapat

melaksanakan proses penyelesaian tesis ini dengan baik.

3. Drs. Amir Purba, MSi., Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

membantu dalam mendiskusikan, mengarahkan, dan memperbaiki tesis ini

sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

4. Drs. Hendra Harahap, MSi selaku dosen pembimbing II dan Sekretaris

Program Magister Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam

mendiskusikan, serta membuka cakrawala peneliti sehingga tesis ini

menjadi lebih baik dari sebelumnya.

5. Dra. Dewi Kurniawati, MSi. Dan Yovita Sabarina, S.Sos. MSi selaku dosen

pembanding yang telah banyak memperbaiki kekurangan dalam penelitian

ini.

6. Bapak dan Ibu dosen di Departemen Ilmu Komunikasi yang telah

(10)

tesis ini dengan sebaik-baiknya. Peneliti tidak dapat menjabarkan rasa

terima kasih peneliti kepada satu per satu orang karena semua orang punya

peran dan jasa tersendiri pada peneliti. Semua orang berperan sebagai

bapak, ibu, abang, kakak, saudara, dan teman bagi peneliti.

7. Igede Putu Kristian Artawan selaku suami yang tidak hanya memberikan

dukungan moril namun juga tenaga dan pikiran untuk mengkoreksi tata cara

penulisan peneliti. Terima kasih juga karena selama 9 tahun ini telah

memberi dukungan emosinal kepada peneliti. Mudah-mudahan sampai akhir

usia.

8. Windi Adwina Siregar yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpikir

keras untuk mengkoding data penelitian peneliti selaku pengkoding II dan

menjadi teman yang memberikan dukungan moril dan semangat kepada

peneliti.

9. Munzaimah Masril sebagai teman seperjuangan yang sama-sama memberi

semangat dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini dan menjadi teman

bertukar pikiran mengenai tesis ini.

10.Teman-teman satu angkatan di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU yang

telah membantu lewat motivasi dan semangat selama masa-masa

perkuliahan maupun penulisan tesis ini.

11.Sri Handayani dan Nurhanifah Nasution yang telah sangat membantu proses

penyelesaian administrasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan

tahapan-tahapan perkuliahan hingga meja hijau dengan sebaik-baiknya.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh

karena itu, peneliti sangat berharap akan kritik dan saran agar tesis ini bisa

dijadikan salah satu contoh yang baik untuk tesis-tesis di masa yang akan datang.

Medan, 12 Februari 2014

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENETAPAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRACT ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 15

1.3.Tujuan Penelitian ... 16

1.4.Manfaat Penelitian ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori ... 17

2.1.1 Ruang Publik (Public Sphere) ... 21

2.1.1.1. Sejarah dan Perkembangan Public Sphere ... 2.1.1.2. Ekualitas dalam Ruang Publik ... 23

2.1.1.3. Konsep Legitimasi dalam Ruang Publik ... 24

2.1.1.4. Kritik Terhadap Konsep Ruang Publik ... 26

2.1.2. Teori Tindakan Komunikatif ... 27

2.1.3.1. Rasionalitas dan Kekuatan Illocutionary ... 30

2.1.3.2. Tindakan Komunikatif sebagai Wacana Moralitas ... 33

2.1.3.3. Validitas Kebenaran ... 35

2.1.3. Media Sosial ... 39

2.1.3.1. Bentuk-bentuk Media Sosial... 45

(12)

2.2. Hipotesis ... 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 53

3.2. Metode Pengukuran ... 54

3.2.1. Variabel Konsep ... 54

3.2.2. Defenisi Operasional ... 55

3.3. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 59

3.3.1. Populasi ... 59

3.3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 61

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 64

3.5. Reliabilitas Penelitian ... 65

3.6. Metode Analisis Data ... 65

3.7. Unit Analisis ... 67

BAB IV TEMUAN PENELITIAN 4.1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 68

4.1.1 Analisa Frekuensi ... 69

4.1.2. Uji Hipotesis ... 69

4.2. Analisa Frekuensi ... 71

4.2.1. Tema yang Dibahas dalam Akun Grup Pendukung ... 71

4.2.2. Klaim Komprehensibilitas ... 75

4.2.3. Klaim Kebenaran ... 92

4.2.4. Klaim Ketulusan ... 122

4.2.5. Klaim Legitimasi ... 131

4.3. Uji Hipotesis ... 146

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Kegagalan Komunikasi dalam Pandangan Habermas ... 152

5.2. Tema yang Dibahas Partisipan dalam Percakapan di Akun Grup Pendukung ... 156

5.3. Kualitas Penerapan Ruang Publik di Media Sosial ... 158

(13)

5.5. Keterbatasan Temuan Penelitian ... 162

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 163

6.2. Saran ... 164

5.2.1. Saran Penelitian ... 164

5.2.2. Saran dalam Kajian Akademis ... 165

5.2.3. Saran dalam Kajian Praktis ... 165

DAFTAR PUSTAKA ... 166

(14)

DAFTAR TABEL

2.1.3.3. Tabel Klaim Validitas ... 39

3.2.1.1. Variabel Konsep ... 54

3.3.1. Data Populasi ... 60

3.3.2. Jumlah Sampel ... 63

4.2.2.1. Penghilangan Kata ... 76

4.2.2.3.1. Dukungan dalam Jargon pada Akun Grup Pendukung Ganteng ... 81

(15)

DAFTAR GAMBAR

4.2.1.1. Pembahasan tentang Pemilukada ... 71

4.2.1.2. Kampanye AHER yang Disebar oleh Partisipan di Grup Pendukung GANTENG ... 73

4.2.1.3. Anas Urbaningrum dalam Percakapan Grup Pendukung ... 74

4.2.2.1. Penghilangan kata ... 75

4.2.2.2. Penggunaan Jargon ... 78

4.2.2.3. Penggunaan Jargon secara Positif atau Negatif ... 79

4.2.2.4. Penggunaan Kata-kata yang Ambigu atau Sulit Diinterpretasikan ... 83

4.2.2.5. Apakah ada penggunaan strategi semantik berupa penekanan tertentu? ... 86

4.2.2.6. Positif atau negatif ... 91

4.2.3.1. Tema yang diangkat oleh Partisipan ... 92

4.2.3.2. Ada kelompok yang dirugikan dari tema yang diangkat oleh komunikator dalam status di dinding grup ... 96

4.2.3.3. Apakah partisipan memberikan bukti berkaitan dengan persoalan yang dibahas dalam percakapan? ... 114

4.2.3.4. Apakah informasi ataupun argumentasi memiliki distorsi? .... 117

4.2.3.5. Bentuk Distorsi Pesan pada Akun Grup Pendukung ... 120

4.2.3.6. Bentuk Distorsi Pesan pada Akun Grup Pendukung ... 121

4.2.4.1. Ada Tidaknya penggunaan majas? ... 122

4.2.4.2. Penggunaan majas-majas atau gaya bahasa tertentu yang digunakan untuk mengarahkan pada saling pengertian ... 126

4.2.4.3. Penggunaan majas-majas atau gaya bahasa tertentu yang digunakan untuk mengarahkan sikap permusuhan ... 128

4.2.4.4. Partisipan lain yang ikut berkomentar dalam status ... 131

(16)

4.2.4.7. Partisipan yang Terlibat Menggunakan Daya Tarik Emosional Dalam Percakapan Yang Berlangsung ... 138 4.2.4.8. Penggunaan Pendapat Dari Ahli, Tokoh yang Lebih Tinggi

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rekapitulasi Temuan Penerapan Klaim Komprehensibilitas 2. Rekapitulasi Temuan Penerapan Klaim Kebenaran

3. Rekapitulasi Temuan Penerapan Klaim Ketulusan 4. Rekapitulasi Temuan Penerapan Klaim Legitimasi

(18)

WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL

(Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala

Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)

Abstrak

Penelitian ini berjudul Wacana Politik di Media Sosial, Studi Analisis Wacana dengan Pendekatan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013. Penelitian ini adalah modifikasi dari penggunaan teori kritis yang diaplikasikan dengan pendekatan positivis. Penggunaan pendekatan positivis ini digunakan untuk mendapatkan data empiris mengenai seberapa baiknya pendekatan Habermas dalam mengukur persoalan dalam hal ini percakapan di media sosial. Teori yang digunakan adalah Teori Tindakan Komunikatif yang dapat menggambarkan kompetensi dalam komunikasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas percakapan di ruang publik di media sosial.

Metode yang digunakan adalah metode analisis isi, dimana populasi dalam penelitian adalah percakapan yang berlangsung di Facebook mengenai persoalan pemilukada selama masa kampanye yaitu 18 Februari hingga 3 Maret 2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dimana peneliti mendokumentasikan setiap percakapan yang berlangsung di Facebook mengenai Pemilkada Sumatera Utara tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kualitas percakapan yang berlangsung pada akun grup pendukung GANTENG dan akun grup pendukung ESJA.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kedua akun grup pendukung selama periode kampanye lebih banyak digunakan sebagai forum dukungan daripada sebagai alat kampanye. Temuan lain menunjukkan bahwa kualitas percakapan yang berlangsung sudah cukup baik namun lemah dalam klaim legitimasi. secara umum tema dalam percakapan yang berlangsungadalah dukungan partisipan terhadap kandidat.

Selain itu kualitas ruang publik dalam akun grup pendukung GANTENG lebih ideal dibandingkan dengan akun grup pendukung ESJA. Akan tetapi perbedaannya tidak cukup signifikan. Hal ini diketahui dari perolehan uji hipotesis yang dilakukan melalui uji beda dengan rumus Mann – Whitney U Test. Dari pengujian ini didapati bahwa nilai mean dalam akun grup pendukung GANTENG lebih tinggi daripada akun grup pendukung ESJA dengan perbedaan yang signifikan. Partisipan dalam kedua kelompok lemah dalam penerapan legitimasi terutamanya partisipan pada akun grup pendukung ESJA, sehingga banyak

percakapan yang berlangsung di ruang publik pada akun facebook grup

(19)

Political Discourse in Social Media

( Discourse Analysis Study with Positivist Paradigm

Approach on the Application of Public Sphere on Facebook

regarding the local election in North Sumatera in 2013)

Abstract

This study is titled Political Discourse in Social Media, Discourse Analysis Study with Positivist Paradigm Approach on the Application of Public Sphere on Facebook regarding the local election in North Sumatera in 2013. This study is a modification of the use of critical theory applied to the positivist approach. Positivist approach is used to obtain empirical data on how well the Habermas approach can perform in measuring an issue especially in this case in measuring the social media conversation. The theory used in this study is Communicative Act Theory to describe the competence in communication which eventually improve the quality of conversation in public space on social media.

The method used in this study is content analysis method, while the population of this study is the conversations that took place on Facebook regarding local election issues during election campaign period on February 18th until March 3rd 2013. The data collection used in this particular study is documentation technique where researcher documented every conversation that took place on Facebook regarding North Sumatera’s local election in 2013. The purpose of this study was to compare the quality of conversation which took place on Ganteng’s support group account and ESJA’s support group account.

The findings in this study indicate that both support group account during the campaign period was more widely used as a support forum rather than as a campaign tool. Other findings indicate that the quality of conversation that took place on both account was quite good but still weak in legitimacy. The general conversation themes found was the support of group participants towards the candidates.

Besides, the quality of public space on GANTENG’s support group account looked more ideal than the public space found on ESJA’s support group account. However, there was no significant difference between both support group account. It is seen on the results of hypothetical test which was done using Mann-Whitney U test formula. From the test it was found that the mean value of the GANTENG’s support group account is significantly higher than ESJA’s support group account. Participants in both group accont were noticably weak in the application of legitimacy especially for the participants on the ESJA’s support group account, which leads to the unjustified conversation.

(20)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah peneliti senantiasa panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat serta hidayah sehingga peneliti dapat

menyelesaikan tesisWacana Politik di Media Sosial, Studi Analisis Wacana

dengan Pendekatan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013.

Tesis ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar

Magister Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara.

Penelitian ini tidak terlepas dari kendala dan kekurangan, namun berkat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini pun bisa juga diselesaikan.

Oleh karena itu, peneliti ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

pihak-pihak di bawah ini :

12.Prof. Dr. Badaruddin, MSi selaku Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Sumatera Utara.

13.Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A. Ph.D selaku Ketua Program Magister

Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu sehingga peneliti dapat

melaksanakan proses penyelesaian tesis ini dengan baik.

14.Drs. Amir Purba, MSi., Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah banyak

membantu dalam mendiskusikan, mengarahkan, dan memperbaiki tesis ini

sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

15.Drs. Hendra Harahap, MSi selaku dosen pembimbing II dan Sekretaris

Program Magister Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam

mendiskusikan, serta membuka cakrawala peneliti sehingga tesis ini

menjadi lebih baik dari sebelumnya.

16.Dra. Dewi Kurniawati, MSi. Dan Yovita Sabarina, S.Sos. MSi selaku dosen

pembanding yang telah banyak memperbaiki kekurangan dalam penelitian

ini.

17.Bapak dan Ibu dosen di Departemen Ilmu Komunikasi yang telah

(21)

tesis ini dengan sebaik-baiknya. Peneliti tidak dapat menjabarkan rasa

terima kasih peneliti kepada satu per satu orang karena semua orang punya

peran dan jasa tersendiri pada peneliti. Semua orang berperan sebagai

bapak, ibu, abang, kakak, saudara, dan teman bagi peneliti.

18.Igede Putu Kristian Artawan selaku suami yang tidak hanya memberikan

dukungan moril namun juga tenaga dan pikiran untuk mengkoreksi tata cara

penulisan peneliti. Terima kasih juga karena selama 9 tahun ini telah

memberi dukungan emosinal kepada peneliti. Mudah-mudahan sampai akhir

usia.

19.Windi Adwina Siregar yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpikir

keras untuk mengkoding data penelitian peneliti selaku pengkoding II dan

menjadi teman yang memberikan dukungan moril dan semangat kepada

peneliti.

20.Munzaimah Masril sebagai teman seperjuangan yang sama-sama memberi

semangat dan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini dan menjadi teman

bertukar pikiran mengenai tesis ini.

21.Teman-teman satu angkatan di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU yang

telah membantu lewat motivasi dan semangat selama masa-masa

perkuliahan maupun penulisan tesis ini.

22.Sri Handayani dan Nurhanifah Nasution yang telah sangat membantu proses

penyelesaian administrasi sehingga peneliti dapat menyelesaikan

tahapan-tahapan perkuliahan hingga meja hijau dengan sebaik-baiknya.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini. Oleh

karena itu, peneliti sangat berharap akan kritik dan saran agar tesis ini bisa

dijadikan salah satu contoh yang baik untuk tesis-tesis di masa yang akan datang.

Medan, 12 Februari 2014

(22)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... vi DAFTAR GAMBAR ... vii BAB I PENDAHULUAN

1.5.Latar Belakang Masalah ... 1 1.6.Perumusan Masalah ... 13 1.7.Pembatasan Masalah ... 13 1.8.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14 1.8.1. Tujuan Penelitian ... 14 1.8.2. Manfaat Penelitian ... 15 BAB II URAIAN TEORITIS

(23)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51 3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Facebook ... 51 3.2. Metode Penelitian ... 53 3.2.1. Analisis Isi ... 53 3.2.2. Populasi dan Sampel ... 54 3.2.2.1. Populasi ... 54 3.2.2.2. Sampel ... 56 3.2.3. Unit Analisis ... 58 3.2.4. Teknik Pengumpulan Data ... 59 3.2.5. Teknik Analisis Data ... 60 3.2.5.1. Hipotesis Penelitian ... 62 3.2.5.2. Reliabilitas Penelitian ... 63 3.2.6. Defenisi Operasional ... 64 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 70 4.1.1 Analisa Frekuensi ... 71 4.1.2. Uji Hipotesis ... 71 4.2. Analisa Frekuensi ... 73 4.3. Uji Hipotesis ... 150 Perbandingan Klaim Komprehensibilitas ... 150 Perbandingan Klaim Kebenaran ... 152 Perbandingan Klaim Ketulusan ... 152 Perbandingan Klaim Legitimasi ... 153 4.4. Pembahasan ... 155 4.4.1. Kegagalan Komunikasi dalam Pandangan Habermas ... 155 4.4.2. Tema yang Dibahas Partisipan dalam Percakapan di Akun

(24)

5.1. Kesimpulan ... 166 5.2. Saran ... 167 5.2.1. Saran Penelitian ... 167 5.2.2. Saran dalam Kajian Akademis ... 168 5.2.3. Saran dalam Kajian Praktis ... 169 DAFTAR PUSTAKA

(25)

DAFTAR TABEL

1. Tabel Klaim Validitas ... 41 2. Data Populasi ... 55 3. Jumlah Sampel ... 58 4. Penghilangan Kata ... 78 5. Dukungan dalam Jargon pada Akun Grup Pendukung

Ganteng ... 83 6. Dukungan dalam Jargon pada Akun Grup Pendukung

ESJA ... 84 7. Perbandingan Klaim Komprehensibilitas ... 150 8. Perbandingan Klaim Kebenaran ... 152 9. Perbandingan Klaim Ketulusan ... 152 10. Perbandingan Klaim Legitimasi ... 153 11. Tema yang Dibahas Partisipan dalam Percakapan di

(26)

DAFTAR GAMBAR

4.1 Membahas tentang Pemilukada ... 73 4.2 Penghilangan kata ... 76 4.3 Penggunaan Jargon ... 80 4.4 Penggunaan Jargon secara Positif atau Negatif ... 81

4.5 Penggunaan Kata-kata yang Ambigu atau Sulit

Diinterpretasikan ... 85 4.6 Apakah ada penggunaan strategi semantik berupa

penekanan tertentu? ... 88 4.7 Positif atau negatif ... 93 4.8 Tema yang diangkat oleh Partisipan ... 94 4.9 Ada kelompok yang dirugikan dari tema yang diangkat

oleh komunikator dalam status di dinding grup ... 98 4.10 Apakah partisipan memberikan bukti berkaitan dengan

persoalan yang dibahas dalam percakapan? ... 116 4.11 Apakah informasi ataupun argumentasi memiliki distorsi? .... 120 4.12 Apakah ada penggunaan majas? ... 124 4.13 Penggunaan majas-majas atau gaya bahasa tertentu yang

digunakan untuk mengarahkan pada saling pengertian ... 128 4.14 Penggunaan majas-majas atau gaya bahasa tertentu yang

digunakan untuk mengarahkan sikap permusuhan ... 131 4.15 Partisipan lain yang ikut berkomentar dalam status ... 134 4.16 Selain Pendukung Kandidat, Ada Pendukung Kandidat

yang lain ikut dalam Percakapan ... 136 4.17 Kelompok Tertentu Mendapat Keistimewaan Untuk

Berkomentar ... 138 4.18 Partisipan yang Terlibat Menggunakan Daya Tarik

Emosional Dalam Percakapan Yang Berlangsung ... 141 4.19 Penggunaan Pendapat Dari Ahli, Tokoh yang Lebih Tinggi

(27)

WACANA POLITIK DI MEDIA SOSIAL

(Studi Analisis Wacana dengan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala

Daerah Sumatera Utara Tahun 2013)

Abstrak

Penelitian ini berjudul Wacana Politik di Media Sosial, Studi Analisis Wacana dengan Pendekatan Paradigma Positivis mengenai Penerapan Ruang Publik di Facebook tentang Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara tahun 2013. Penelitian ini adalah modifikasi dari penggunaan teori kritis yang diaplikasikan dengan pendekatan positivis. Penggunaan pendekatan positivis ini digunakan untuk mendapatkan data empiris mengenai seberapa baiknya pendekatan Habermas dalam mengukur persoalan dalam hal ini percakapan di media sosial. Teori yang digunakan adalah Teori Tindakan Komunikatif yang dapat menggambarkan kompetensi dalam komunikasi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas percakapan di ruang publik di media sosial.

Metode yang digunakan adalah metode analisis isi, dimana populasi dalam penelitian adalah percakapan yang berlangsung di Facebook mengenai persoalan pemilukada selama masa kampanye yaitu 18 Februari hingga 3 Maret 2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dimana peneliti mendokumentasikan setiap percakapan yang berlangsung di Facebook mengenai Pemilkada Sumatera Utara tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kualitas percakapan yang berlangsung pada akun grup pendukung GANTENG dan akun grup pendukung ESJA.

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kedua akun grup pendukung selama periode kampanye lebih banyak digunakan sebagai forum dukungan daripada sebagai alat kampanye. Temuan lain menunjukkan bahwa kualitas percakapan yang berlangsung sudah cukup baik namun lemah dalam klaim legitimasi. secara umum tema dalam percakapan yang berlangsungadalah dukungan partisipan terhadap kandidat.

Selain itu kualitas ruang publik dalam akun grup pendukung GANTENG lebih ideal dibandingkan dengan akun grup pendukung ESJA. Akan tetapi perbedaannya tidak cukup signifikan. Hal ini diketahui dari perolehan uji hipotesis yang dilakukan melalui uji beda dengan rumus Mann – Whitney U Test. Dari pengujian ini didapati bahwa nilai mean dalam akun grup pendukung GANTENG lebih tinggi daripada akun grup pendukung ESJA dengan perbedaan yang signifikan. Partisipan dalam kedua kelompok lemah dalam penerapan legitimasi terutamanya partisipan pada akun grup pendukung ESJA, sehingga banyak

percakapan yang berlangsung di ruang publik pada akun facebook grup

(28)

Political Discourse in Social Media

( Discourse Analysis Study with Positivist Paradigm

Approach on the Application of Public Sphere on Facebook

regarding the local election in North Sumatera in 2013)

Abstract

This study is titled Political Discourse in Social Media, Discourse Analysis Study with Positivist Paradigm Approach on the Application of Public Sphere on Facebook regarding the local election in North Sumatera in 2013. This study is a modification of the use of critical theory applied to the positivist approach. Positivist approach is used to obtain empirical data on how well the Habermas approach can perform in measuring an issue especially in this case in measuring the social media conversation. The theory used in this study is Communicative Act Theory to describe the competence in communication which eventually improve the quality of conversation in public space on social media.

The method used in this study is content analysis method, while the population of this study is the conversations that took place on Facebook regarding local election issues during election campaign period on February 18th until March 3rd 2013. The data collection used in this particular study is documentation technique where researcher documented every conversation that took place on Facebook regarding North Sumatera’s local election in 2013. The purpose of this study was to compare the quality of conversation which took place on Ganteng’s support group account and ESJA’s support group account.

The findings in this study indicate that both support group account during the campaign period was more widely used as a support forum rather than as a campaign tool. Other findings indicate that the quality of conversation that took place on both account was quite good but still weak in legitimacy. The general conversation themes found was the support of group participants towards the candidates.

Besides, the quality of public space on GANTENG’s support group account looked more ideal than the public space found on ESJA’s support group account. However, there was no significant difference between both support group account. It is seen on the results of hypothetical test which was done using Mann-Whitney U test formula. From the test it was found that the mean value of the GANTENG’s support group account is significantly higher than ESJA’s support group account. Participants in both group accont were noticably weak in the application of legitimacy especially for the participants on the ESJA’s support group account, which leads to the unjustified conversation.

(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dalam banyak

hal telah membantu manusia untuk meningkatkan kapasitas hidupnya. Dalam

artian keberadaan ragam teknologi komunikasi tersebut telah banyak membantu

perkembangan hidup manusia. Manusia dapat bersosialisasi dengan banyak orang

dalam waktu yang bersamaan, menjalin komunikasi secara intens dengan orang

yang berjauhan jaraknya, serta dapat mempermudah penyebaran informasi.

Dengan kata lain, teknologi memungkinkan tidak adanya lagi hambatan jarak dan

waktu dalam interaksi manusia. Menurut Jim Foust, internet bahkan “telah

menjadi kekuatan sosial yang mempengaruhi bagaimana, kapan, dan kenapa

manusia berkomunikasi. Lebih jauh, internet malah telah menjadi kekuatan

ekonomi, merubah bagaimana perusahaan beroperasi serta cara berinteraksi”

(Grant, 2004: 187).

Teknologi komunikasi, dalam hal ini internet menjadi kebutuhan yang

primer pada masyarakat maju. Ragam aktivitas masyarakat khususnya pada

masyarakat perkotaan dimudahkan oleh keberadaan internet. Tidak hanya untuk

mencari informasi, namun juga untuk menjalin interaksi dengan anggota

(30)

Keberadaan internet yang terus berkembang pesat sejak era 90-an kini

menimbulkan perdebatan mengenai konsekuensi potensial dari media baru

initerhadap perkembangan proses politik. Hal ini dikarenakan banyak aktivitas

diskusi publik termasuk didalamnya pembahasan politik yang kini beralih ke

ranah dunia maya. Media massa tidak lagi menjadi primadona untuk

diskusi-diskusi publik mengenai persoalan politik. Diskusi tersebut telah berpindah ke

forum yang lebih atraktif dan interaktif.

Dunia maya, khususnya lewat media sosial telah memungkinkan

terjadinya percakapan yang sifatnya many to many. Dengan percakapan seperti itu, setiap orang bisa melibatkan diri dalam percakapan bersama. Hal ini yang

tidak dapat diakomodir sepenuhnya oleh media massa.

Media massa, yang selama ini mendominasi ruang publik, bersifat one to many, dimana arah pembicaraan dalam ruang publiknya hanya berasal dari media massa. Publik tidak sepenuhnya terlibat dalam pembicaraan yang interaktif.

Dengan kata lain, publik mendapatkan wacana sesuai dengan kepentingan media.

Persoalannya, apa yang penting bagi media belum tentu penting bagi publik.

Situasi yang terjadi kini, nilai penting tidaknya suatu wacana dilihat dari

kepentingan media.

Persoalan semakin besar ketika para pemilik media massa kini mulai

memanfaatkan medianya untuk kepentingan politis pribadinya. Sebuah penelitian

yang dilakukan oleh Rahmat Saleh (Saleh, 2004) menemukan bahwa kepentingan

media sebenarnya menerjemahkan ideologi dari pemilik media. Pada akhirnya,

terjemahan atas ideologi pemilik media ini justru mengaburkan peran media

(31)

kepentingan politis pemilik media. Menurut Nicholas Garnham, “kepemilikan

media oleh kapitalis mendorong terjadinya propaganda kapitalis” (Garnham,

2007: 206). Kondisi terkini, malah menunjukkan bahwa beberapa pemilik media

kini ikut dalam bursa capres untuk Pemilu 2014. Hal ini kemudian berpengaruh

pada isi media yang turut ‘mengarahkan’ agenda publik agar menganggap penting

pemilik media bersangkutan sebagai calon presiden dalam pemilihan umum

berikutnya.Perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan pers kemudian ternodai

oleh kepentingan pengusaha media yang ingin duduk di puncak kekuasaan.

Di Indonesia, media telah mengalami jatuh bangun untuk mencapai

kemerdekaan pers. Selama Soeharto berkuasa banyak media dibredel jika

memberitakan persoalan yang sensitif bagi penguasa meskipun persoalan tersebut

penting bagi kepentingan publik. Pasca jatuhnya Soeharto mediakemudian

memiliki kemerdekaan untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat.

Akan tetapi dalam perkembangannya media kemudian menjadi industri besar

yang berkiblat pada pilar bisnis.Hal ini ditegaskan oleh Hague, bahwasanya “jika

kita menilik kembali kepemilikan media massa, dan pengaruh dari perusahaan

periklanan, tidaklah mengherankan jika kemudian isi media massa – tidak hanya

berita namun juga hiburan –secara umum bersahabat dengan kepentingan

perusahaan”(Hague,1999:43).

Pengaruh kepentingan bisnis ini kemudian membuat perusahaan media

berusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya Akibatnya,

pemberitaan media cenderung mengedepankan unsur kontroversi dibandingkan

(32)

Di tengah situasi ini, keberadaan media sosial membawa angin segar untuk

keberadaan ruang publik yang lebih baik. Media baru telah melahirkan

komunikasi yang lebih interaktif dalam masyarakat demokrasi. Dalam kajian

ilmiah, situasi ini disebut sebagai demokrasi digital (digital democracy). Menurut Bryan, Tsagarousianou dan Tambini (Van Dijk,2006), demokrasi digital dapat

meningkatkan kapasitas dalam beberapa hal, yaitu:

1. Demokrasi digitalmeningkatkan pencarian dan pertukaran informasi antara

pemerintah, administrasi publik, perwakilan masyarakat, organisasi politik

dan komunitas, maupun individu warga negara.

2. Demokrasi digital mendukung terjadinya debat publik, proses pertimbangan

keputusan, dan pembentukan formasi komunitas.

3. Demokrasi digital meningkatkan partisipasi warga negara dalam proses

pembuatan keputusan.

Komunikasi interaktif merupakan hal yang vital dalam masyarakat

demokratis tersebut. Perbincangan yang terjadi secara aktif dan timbal balik

dianggap sebagai bagian dari partisipasi politik dalam konteks publik

sphere.Public spheredidefenisikan sebagai “model interaksi dimana individu yang setara dan saling bergantung satu sama lain dapat membangun interpretasi yang

memungkinkan bagi setiap orang tersebut untuk menyerukan respon umum untuk

segala kebutuhan kolektifnya ataupun menunjukkan ketidakpuasan” (Johnson,

2006: 1)

Dunia maya pada akhirnya telah membantu memperluas ruang publik

alternatif yang menawarkan cita rasa baru dan lebih memberdayakan

(33)

untuk berbagai aktivitas politik. Kampanye politik kini telah berkembang kepada

media baru, yaitu media sosial. Kalangan masyarakat menengah perkotaan kini

secara aktif menggunakan media sosial sepeti facebook, youtube, twitter,

thumbler, Linkedin dan sebagainya sebagai bagian dari proses interaksi. Tidak mengherankan kalau kemudian para politisi pun menggiatkan penggunaan

medium ini untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Semakin aktif

masyarakat bermedia sosial, semakin agresif pula para politisi untuk menyuarakan

programnya di media tersebut. Para politisi telah mengembangkan media

kampanyenya dari media konvensional seperti penyebaran brosur, spanduk,

baliho, ataupun media massa ke media sosial. Masing-masing kandidat memiliki

akun grup pendukung di facebook maupun twitter. Melalui facebook, grup pendukung ini menuangkan segala bentuk dukungan terhadap para kandidat.

Di sisi lain, media baru ini juga meningkatkan partisipasi publik terhadap

berbagai persoalan politik yang berkembang. Hal ini seperti yang diungkapkan

oleh Aelst and Walgrave yang meyakini bahwa partisipasi politik dapat difasilitasi

melalui teknologi. Aksi-aksi politik semakin dimudahkan, dipercepat dan lebih

universal dengan mengembangkan teknologi (Donk, 2004). Dengan kata lain,

keberadaan internet cukup mumpuni untuk meningkatkan kepedulian masyarakat

terhadap persoalan politik, walaupun tidak ada hubungan pasti antara keberadaan

internet terhadap partisipasi langsung masyarakat dalam pemungutan suara.

Keberadaan media sosial telah menjadi alternatif saluran informasi tanpa

perlu mengkhawatirkan persoalan kepentingan bisnis maupun politis media.

(34)

kepentingan masing-masing individu ataupun kelompok yang terlibat dapat

terakomodir lewat media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial mampu

menunjukkan konsep ruang publik yang sebenarnya yaitu ruang publik yang

berasal dari warga dan untuk warga.

Akan tetapi, keberadaan internet dalam ruang publik juga bukannya tanpa

perdebatan. Media sosial telah memunculkan berbagai perdebatan bebas di

masyarakat maupun forum diskusi yang melibatkan komentar maupun wacana

baru yang tak jarang justru menyesatkan masyarakat. Kebebasan berkomentar di

dunia maya seringkali digunakan tidak pada tempatnya. Partisipan yang terlibat

dalam proses tersebut seringkali tidak memiliki kompetensi komunikasi sehingga

justru menimbulkan persoalan baru. Dalam media sosial, terjadi percakapan

seperti layaknya di dunia nyata. Setiap partisipan yang terlibat dapat melempar

sebuah isu yang kemudian akan ditanggapi oleh partisipan lainnya. Percakapan

terjadi lewat status, komentar, tweet, ataupun foto yang diunggah ke akun media sosial tersebut.

Beragam persoalan pun kemudian digulirkan di media sosial. Mulai dari

hal yang sederhana seperti peristiwa yang dialami sehari-hari, hingga persoalan

yang berkaitan dengan pemerintahan, ekonomi, maupun politik. Setiap orang

bebas menyampaikan isi pikiran maupun perasaannya di media sosial. Bebas,

tanpa ada sensor dari pemerintah.

Percakapan dalam media ini tak jarang kemudian menimbulkan polemik

tersendiri di masyarakat. Hal ini dikarenakan percakapan tersebut justru

(35)

kata-kata yang tidak senonoh, hingga tindakan yang disengaja untuk merusak

reputasi orang lain (cyberharassment).

Cyberharassment sendiri memang belum menjadi kajian yang umum di Indonesia. Dari beberapa literatur yang peneliti baca, tidak banyak yang

membahas persoalan cyberharassment ini. Akan tetapi di Amerika Serikat, persoalan cyberharassment sudah menjadi perhatian. Di negara ini, tindakan yang dikategorikan sebagai cyberharassment adalah perilaku yang dimaksudkan untuk mengganggu orang ataupun kelompok lain yang dilakukan melalui perangkat

teknologi komunikasi. Perangkat ini dapat berupa pesan singkat (sms), pesan di

blackberry (BBM), ataupun media sosial. Cyberharassment hanya dilakukan oleh orang dewasa. Apabila pelaku adalah anak-anak dan remaja, diistilahkan sebagai

cyberbully (sumber: uslegal.com/c/cyberbully).

Peristiwa cyberharassment dapat terjadi di media sosial, mengingat banyaknya isu dan percapan yang tidak terkontrol dan memiliki filter. Partisipan

yang terlibat di dalamnya secara sadar maupun tidak sadar sering melakukan

tindakan yang merusak reputasi orang lain lewat informasi yang disebarluaskan,

ataupun pemilihan kata-kata yang tidak pada tempatnya. Sebuah lembaga non

profit Amerika, yaitu National Crime Prevention Council (NCPC) kemudian

membuat beberapa klasifikasi tindakan yang dikategorikan sebagai

cyberharassment. Tindakan ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu, berpura-pura sebagai orang lain untuk mengelabui orang lain, menyebarluaskan

kebohongan dan rumor, mengelabui orang lain agar mau mengungkapkan

data-data personal, mengirimkan atau meneruskan pesan-pesan yang tidak baik

(36)

Situasi ini mengakibatkan terjadinya perang komentar di media sosial

yang bersangkutan. Perang komentar terjadi ketika masing-masing pihak yang

terlibat mempertahankan pendapatnya sebagai hal yang paling benar

dibandingkan dengan pendapat orang lain. Pada akhirnya, debat yang terjadi

didalamnya hanyalah sebuah debat kusir tanpa penyelesaian apapun. Seringnya

bahkan informasi yang disampaikan sama sekali tidak memiliki dasar/bukti.

“Perang” ini pun tak jarang berpindah ke dunia nyata, sehingga banyak relasi

sosial yang rusak karena perang komentar tadi.

Hal inilah yang kemudian dilihat sebagai nilai negatif dari media sosial.

Ketiadaan sensor membuat setiap partisipan dapat mengeluarkan pernyataan yang

tidak berdasar dan tidak mempertimbangkan hak-hak sosial orang lain. Dengan

semakin terbukanya percakapan di media sosial maka lebih besar pula peluang

terjadinya persoalan hukum berkaitan dengan pernyataan yang disampaikan

melalui media sosial tersebut. Indonesia sendiri mengatur persoalan yang

berkaitan dengan dunia maya melalui UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elekroktronik. Disini disebutkan bahwa perkembangan dan

kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat menyebabkan perubahan

kegiatan manusia yang pada akhirnya melahirkan bentuk-bentuk perbuatan hukum

baru.

Percakapan yang berlangsung dapat mengalami kegagalan karena siapa

saja, dengan latar belakang apa saja, dapat memberikan komentar apa saja.

Dengan kata lain, tidak setiap partisipan memiliki kompetensi untuk memberikan

komentar terhadap berbagai persoalan yang dilempar dalam forum media sosial.

(37)

kompetensi partisipan. Padahal, wacana membutuhkan legitimasi tersebut. Dalam

paparan Van Leeuwen (Leeuwen, 2007) wacana dilihat sebagai wacana legitimasi

dapat memperluas dimensi wacana itu sendiri. Di satu sisi dapat menjelaskan

praktek sosial, dan di sisi lain menjelaskan nilai wacana yang berlangsung.

Munculnya debat kusir yang disertai dengan komentar negatif, kata-kata

kasar, mendiskreditkan, dan merusak reputasi orang lain adalah gambaran

bagaimana tidak komunikatifnya partisipan yang terlibat dalam percakapan di

media sosial, yang pada akhirnya menjadi cyberharasment. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa percakapan dalam media sosial akhirnya kehilangan nilai

moral wicara.

Akan tetapi, di sisi lain media sosial tak pelak lagi diakui sebagai bagian

kebebasan berekspresi alternatif selain media yang sudah ada sebelumnya seperti

televisi, media penyiaran, ataupun media cetak. Media sosial menjadi bagian yang

tidak dapat diabaikan begitu saja dalam perkembangan publik sphere di

masyarakat. Bahkan dalam pandangan peneliti dapat dikatakan bahwa media

sosial lebih menggambarkan konsep publik sphere itu sendiri dibandingkan dengan media massa.Dengan sifatnya yang many to many, media sosial memberi kesempatan yang sama bagi setiap pemilik akun untuk mengambil manfaat

sebesar-besarnya. Setiap pemilik akun bebas menyebarkan informasi maupun

memberikan komentar terhadap berbagai wacana yang muncul dalam media

sosial. Berbeda dengan media massa yang bersifat one to many, dimana informasi yang disebarluaskan bersifat satu arah.

(38)

percakapan memiliki kompetensi dalam berkomentar. Tidak hanya sekedar

memberikan komentar, namun dapat memberikan komentar yang

bermakna.Ruang publik yang ideal juga tercapai ketika setiap orang yang terlibat

dalam percakapan bersedia untuk menerima berbagai perbedaan pendapat yang

muncul, dan tidak merasa bahwa pendapatnya yang paling benar. Setiap orang

yang terlibat harus bersedia untuk “sepakat untuk tidak sepakat”. Ketika hal ini

terjadi, maka dapat dikatakan bahwa proses komunikasi yang berlangsung menuju

pada publik sphere yang cerdas.

Format media sosial yang paling populer di Indonesia saat ini adalah

twitter dan facebook. Kedua akun ini menjadi salah satu akun favorit dan tidak jarang dikoneksikan dengan akun media sosial lainnya seperti path, instagram, foursquare, dan sebagainya. Facebook sebagai salah satu media sosial yang populer tercatat memiliki jumlah pengguna yang besar. Hingga Mei 2013, tercatat

terdapat 1,1 milyar pengguna akun ini

Popularitasnya memang berkurang ketika twitter mulai ramai digunakan. Akan tetapi, facebook juga tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh pengguna.

Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang mahasiswa Program Ilmu Komputer di Universitas Harvard. Zuckerberg yang ketika itu berusia 19

tahun mengembangkan facebook sebagai “direktori yang reliabel (dapat

diandalkan) berdasarkan informasi yang nyata mengenai mahasiswa” (Kirpatrick,

2010) di Universitas Harvard.

Pada 4 February 2004, domain facebook yang pada waktu itu masih

(39)

dengan mahasiswa lainnya, dimana setiap orang punya akses terhadap orang

lainnya. Dengan thefacebook, orang yang memiliki kecendrungan introvert tetap dapat bersosialisasi dengan orang lain meskipun harus melalui perangkat

teknologi. Lebih jauh, thefacebook telah menjadi jaringan sosial.

Pergerakan thefacebook pada waktu itu sudah cukup progresif. Baru empat hari dirilis saja sudah tercatat 650 orang mahasiswa yang ikut bergabung. Pada

hari kelima, tercatat tiga ribu orang bergabung disini (Kirkpatrick, 2010: 31).

Facebook menjadi pembicaraan di ruang-ruang publik Harvard. Sebagai jaringan sosial Harvard, Zuckerberg membuat beberapa batasan untuk memastikan privasi

pengguna. Diantaranya adalah keharusan untuk menggunakan nama asli dan

memiliki email harvard.edu yang tentu saja hanya dimiliki oleh mahasiswa Harvard.

Akan tetapi pada minggu kedua setelah rilis muncul banyak permintaan dari

kampus-kampus lain untuk bergabung dengan thefacebook. Pada akhirnya

thefacebook telah berkembang tidak hanya sebagai jejaring sosial antar mahasiswa, namun antar kampus.

Dengan pergerakan yang demikian cepat akhirnya Zuckerberg memutuskan

bahwa ia tidak sanggup menangani thefacebook sendirian. Akhirnya ia meminta bantuan Dustin Moskovitz yang juga merupakan teman sekamarnya. Peran

Moskovitz menurut Zuckerberg adalah salah satu peran vital yang membuat

thefacebook sukses besar hingga kini. Moskovitz telah membantu

(40)

seperti Columbia, Stanford dan Yale telah bergabung dengan thefacebook. Setelah itu, MIT, Universitas Boston, dan beberapa universitas lain turut bergabung.

Pada pertengahan April 2004, thefacebook resmi menjadi perusahaan yang berbasis profit. Nama Zuckerberg, Moskovitz, dan Saverin tercatat sebagai pendiri

perusahaan. Thefacebook resmi menerima investor sebagai penyandang dana. Akan tetapi jangkauannya masih terbatas pada lingkup universitas.

Beberapa waktu kemudian, seiring semakin banyaknya investor dan

universitas yang bergabung, thefacebook merubah konsep perusahaan skala kecil menjadi perusahaan skala besar. Pada periode ini pula tepatnya 20 September

2005 thefacebook berubah nama menjadi Facebook. Pergantian nama ini dibuat dengan pertimbangan efisiensi nama, dan logo, dengan harapan bahwa pergantian

nama ini akan semakin memudahkan interaksi antara facebook dan pengguna.

Facebook kini telah menjadi perusahaan skala dunia. Hampir seluruh dunia menggunakan akses ini untuk menjalin interaksi sosial melampau batas geografis.

Bahkan kini facebook telah ikut ke bursa saham dunia. Hal ini menunjukkan bahwa facebook, yang awalnya hanya dirancang dari sebuah kamar asrama di Harvard telah berhasil merubah konsep interaksi manusia yang awalnya

mengedepankan komunikasi tatap muka menjadi komunikasi dengan perantaraan

teknologi. Facebook memang tidak akan bisa benar-benar menggantikan fungsi komunikasi tatap muka, namun keberadaannya namun dapat menjadi “alat untuk

meningkatkan hubungan dengan orang lain” (Kirkpatrick, 2010: 12).

Dengan penggunaan akun yang progresif, dapat dikatakan bahwa

(41)

lebih cepat dan lebih bebas. Pemilik akun juga memiliki kendali berkaitan dengan

persoalan apa yang menurutnya penting untuk dibicarakan atau disebarluaskan.

p1

Pemilukada yang telah berlangsung pada 7 Maret 2013 lalu diikuti oleh 5

pasang kandidat yang mengajukan beragam program pembangunan demi

Sumatera Utara yang lebih baik.Kelima kandidat tersebut adalah Gus Irawan

Pasaribu-Soekirman (GUSMAN) yang mendapatkan nomor urut 1, Effendi MS

Simbolon-Jumiran Abdi (ESJA) pada nomor urut 2, Chairuman Harahap-Fadly

Nurzal (CHARLY) mendapatkan nomor urut 3, Amri Tambunan-R.E Nainggolan

pada nomor urut 4, dan Gatot Pujo Nugroho-T. Erry Nuradi (GANTENG) yang

menempati nomor urut 5. Proses demokrasi ini sendiri akhirnya dimenangkan

oleh pasangan No. 5 yaitu Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi

(GANTENG) dengan perolehan suara sebanyak 33 persen. Posisi kedua diduduki

oleh pasangan Effendy Simbolon dan Jumiran Abdi (ESJA) yang mampu

mencapai 24 persen dari total perolehan suara.

Pemilihan Umum Kepala Daerah (PEMILUKADA) Sumatera Utara

menjadi salah satu peristiwa politik yang ramai dibicarakan oleh masyarakat

Sumatera Utara. Dalam PEMILUKADA ini, masyarakat Sumatera Utara

menggantungkan harapan akan masa depannya pada tangan kandidat yang

mengajukan diri sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.

Keberadaan pasangan Gatot Pujo Nugroho dan Tengku Erry Nuradi pada

posisi puncak pemilihan kepala daerah Sumatera Utara sebenarnya sudah dapat

diprediksi oleh beberapa lembaga survey. Hasil survey dari Polmark Research Centre (PRC) menunjukkan bahwa pasangan ini selalu berada pada level top of

(42)

mind calon pemilih Sumatera Utara. Fenomena menarik justru terjadi pada pasangan ESJA. PRC mencatat bahwa pada survey-survey yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasangan ini selalu berada pada posisi 3, dibawah pasangan

kandidat Gus Irawan Pasaribu dan Sukirman (GUSMAN). Akan tetapi pergerakan

politik justru menunjukkan pasangan ESJA mampu menggeser posisi pasangan

GUSMAN, dengan perolehan suara mencapai 24 persen.

Kedua kandidat ini dapat dikatakan mewakili dua perwakilan masyarakat

dengan latar belakang psikologis budaya yang berbeda. Pasangan GANTENG

mewakili masyarakat dengan latar belakang Islam dan merupakan kombinasi suku

Jawa dan Melayu. Pasangan ESJA sendiri merupakan kandidat dengan latar

belakang kombinasi Kristen dan Islam, serta berasal dari suku Batak dan Jawa.

Keberadaan Effendy Simbolon dalam pemilihan kepala daerah ini pun bukannya

tanpa perdebatan. Latar belakang Effendy Simbolon yang tidak lahir dan

dibesarkan di tanah Sumatera Utara tampaknya menjadi perdebatan tersendiri di

masyarakat mengenai kadar ‘kebatakan’ dari Effendy Simbolon.Dikutip dari

situs

Banjarmasin, dan menghabiskan masa sekolahnya di Banjarmasin dan Jakarta.

Dengan hasil pencapaian sebagai dua kandidat terkuat dalam pemilihan

kepala daerah Sumatera Utara, ditambah dengan latar belakang psikologi yang

beragam tentunya menimbulkan banyak perbincangan dan perdebatan di

masyarakat. Perbincangan terjadi di ruang-ruang publik, mulai dari warung kopi,

kampus, kendaraan umum, media massa, hingga media sosial.

Media sosial sendiri kini menjadi alternatif baru dalam penyampaian

(43)

menjadikannya sebagai satu primadona dalam interaksi dan komunikasi

dimasyarakat, khususnya masyarakat menengah perkotaan. Melalui media sosial,

setiap partisipan yang terlibat di dalamnya bebas untuk menyuarakan pendapat

mengenai berbagai isu yang berkembang di masyarakat. Mulai dari persoalan

ekonomi, sosial, maupun politiktermasuk pemilihan kepada daerah Sumatera

Utara 2013.

Setelah KPU merilis secara resmi nama-nama calon peserta Pemilukada

Sumatera Utara 2013, muncul beragam tanggapan baik positif maupun negatif di

media sosial. Ragam komentar dari masyarakat mewarnai keseluruhan proses

pemilihan kepala daerah ini. Tak jarang pula komentar ini saling sahut menyahut,

bahkan sering mengarah pada debat kusir diantara para pendukung tersebut.

Situasi ini tentu menunjukkan bagaimana media sosial kian menjadi alternatif

untuk berpendapat, baik untuk menyuarakan dukungan maupun menjatuhkan

lawan politik dalam konteks pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara. Salah

satu forum yang digunakan dalam media sosial adalah akun-akun grup pendukung

seperti facebook.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti membuat perumusan

masalah sebagai upaya untuk menjawab berbagai persoalan cyberharassment

yang muncul di media sosial, yaitu:

1. “Tema yang menjadi fokus perhatian dalampercakapan di ruang publik

melaluifacebook berkaitan dengan pemilihan kepala daerah Sumatera Utara 2013”

2. “Seberapa baik atau seberapa buruk penerapan ruang publik di facebook

(44)

3. “Siapa sajakah partisipan yang terlibat dalam percakapan di ruang publik

melalui facebook berkaitan dengan pemilihan kepala daerah Sumatera Utara 2013”

4. “Bagaimanakah kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh partisipan

yang terlibat dalam percakapan di ruang publik melaluifacebook berkaitan dengan pemilihan kepala daerah Sumatera Utara 2013”

1.3.Tujuan Penelitian

Peneliti merangkum tujuan penelitian ini atas beberapa tujuan, yaitu:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap tema-tema apa sajakah yang

diangkat sebagai bahasan dalam percakapan di media sosial berkaitan

dengan pemilihan kepala daerah Sumatera Utara tahun 2013.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas penerapan ruang publik

di media sosial.

3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kualitas kompetensi

komunikasi pada akun grup pendukung GANTENG dan ESJA.

4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kompetensi komunikasi dari

partisipan yang terlibat dalam pembicaraan di ruang publik melalui media

sosial berkaitan dengan pemilihan kepala daerah Sumatera Utara 2013.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih

terhadap perkembangan analisis wacana dengan paradigma positivis.

2. Secara akademis, penelitian ini dilakukan untuk lebih memperkenalkan

kajian wacana dengan pendekatan Habermas.

3. Secara akademis, penelitian ini dilakukan untuk lebih memberi

(45)

4. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi kajian ilmiah mengenai

(46)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Kerangka Teori

2.1.1.Ruang Publik (Public Sphere)

Konsep ruang publik merupakan bagian vital dalam negara demokratis.

Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika dalam suatu negara terdapat ruang

publik yang egaliter dimana setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk

berpartisipasi dan menyampaikan idenya (Littlejohn, 2009). Dalam perkembangan

demokrasi modern, egalitas mencakup seluruh individu warga negara dan tidak

terfokus pada kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Ragam ide dan gagasan

berhak mendapat porsi yang sama di masyarakat. Dalam prakteknya, banyak

upaya pembungkaman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat,

terutama yang mayoritas atas ide-ide yang mereka anggap bertentangan dengan

nilai yang mereka anut, terutama ide yang berasal dari kelompok minoritas. Aneka

ragam pembungkaman tersebut berlangsung di ruang publik, tempat dimana

terjadi percakapan antara kelompok maupun individu masyarakat, baik yang

minoritas maupu n mayoritas.

Secara defenitif, ruang publik dapat didefenisikan sebagai “ruang yang

terletak diantara komunitas ekonomi dan negara tempat publik melakukan diskusi

yang rasional, membentuk opini mereka, serta menjalankan pengawasan terhadap

pemerintah” (Habermas, dalam Saleh, 2004: 49). Habermas juga menekankan

bagaimana “ruang publik dapat dilihat sebagai penyambung jaringan dan jarak

(47)

semakin beragam dalam pertemuan masyarakat dunia dan publik, ditambah jarak

yang sepertinya semakin terbatas dikarenakan perkembangan teknologi yang

semakin maju menuntut hubungan yang berkualitas untuk menciptakan

ketentraman dalam proses interaksi tersebut.

Rouper, seperti dikutip oleh Toulouse (1998) mengungkapkan terdapat tiga

prinsip utama dalam ruang publik, dalam (Saleh, 2004) yaitu:

1. Akses yang mudah terhadap informasi.

Teknologi masa kini memungkinkan anggota masyarakat untuk

mendapatkan akses terhadap informasi. Pada masa awal ruang publik

berkembang, akses ini hanya dimiliki oleh sebagian kecil kelompok

masyarakat, dalam hal ini kaum borjuis. Keberadaan publik sphere

kemudian semakin berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan

media massa. Media massa semakin memungkinkan setiap anggota

masyarakat untuk menyampaikan ide maupun gagasannya untuk

dibicarakan di forum-forum publik. Akan tetapi, keberadaan media

massa dalam ruang publik kemudian memunculkan persoalan sendiri

ketika kepemilikan media massa terkonsentrasi pada sekelompok kecil

pengusaha media. Ditambah pula dengan kepentingan politik para

pemilik media yang turut memberi warna dalam isi pemberitaannya.

Hal ini lah yang kemudian membuat ketidaksetaraan dalam politik.

Individu awam tidak memiliki akses yang sama seperti halnya

kelompok elite tertentu. Perkembangan terkini dengan adanya internet,

(48)

meminimalisir kemungkinan pengaruh ideologi media dan pemiliknya

dalam proses pembentukan opini dalam ruang publik.

2. Tidak ada perlakuan istimewa (privilege) terhadap peserta diskusi (partisipan).

Tidak adanya privelege diartikan bahwa setiap anggota masyarakat memiliki kesetaraan dalam proses wicara. Tidak ada kelompok yang

lebih dominan atas kelompok lainnya. Inilah yang kemudian akan

dijelaskan dalam bagian berikutnya sebagai ekualitas.

3. Peserta/partisipan mengemukakan alasan rasional dalam berdiskusi

mencari konsensus.

Alasan rasional menjadi syarat penting terwujudnya ruang publik yang

baik. Rasionalitas dalam debat akan menjamin bahwasanya debat yang

berlangsung adalah debat yang dapat dipertanggungjawabkan dengan

sumber informasi yang benar dan tepat, sehingga dapat menghindarkan

terjadinya debat kusir ataupun pertarungan emosional antar partisipan.

2.1.1.1.Sejarah dan Perkembangan Teori Public Sphere

Publik sphere sendiri diperkenalkan oleh Jurgen Habermas, seorang filsuf dan sosiolog dari Jerman. Habermas lahir pada 18 Juni 1929 di Düsseldorf dan

besar di Gummersbach, Jerman (Kuper, 1999). Habermas memutuskan untuk

bekerjasama dengan Adorno dan Horkheimer karena ia meyakini bahwa kedua

ilmuwan itu mampu membangun teori kritis mengenai masyarakat dengan dari

(49)

Kajian ini dimulai pasca holocaust di Jerman, dimana pada masa tersebut sedang terjadi perubahan politik di Jerman. Jerman pada masa itu sedang menuju

masyarakat yang demokratis. Perubahan menuju Jerman yang lebih demokratis ini

membutuhkan demokrasi yang memiliki legitimasi (Garnham, 2007). Habermas menilai bahwa demokrasi yang memiliki legitimasi tersebut tidak semata

persoalan legitimasi oleh suara mayoritas, seperti yang umum diketahui sebagai

demokrasi. Akan tetapi, lebih kepada adanya proses diskusi yang melalui

pertimbangan dan alasan yang rasional.

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Habermas pada tahun 1962

lewat bukunya The Structural Transformation of the Public Sphere. Buku ini menggambarkan “transformasi dan kehancuran virtual rasionalitas ruang publik

yang tengah berkembang pada abad 19 dan 20 di Inggris, Perancis, dan Jerman”

(Johnson, 2006: 19). Dalam pandangan Habermas, ruang publik yang berkembang

pesat pada masa itu seharusnya mampu mengedepankan proses rasional. Akan

tetapi, dalam kenyataannya justru terjadi pengekangan kebebasan dan dominasi.

Inilah yang kemudian disebut sebagai ruang publik borjuis. Ruang publik ini dikuasai oleh sekelompok borjuis yang justru kemudian seolah mengambil alih ruang publik dari negara dan tidak memberikan kesempatan yang sama pada

elemen masyarakat lainnya.

Keberadaan public sphere ini sendiri sebenarnya sudah ada sejak 1700an. Masyarakat barat seperti Perancis dan Amerika mulai melakukan revolusi, dimana

warga masyarakat biasa dilibatkan dalam berbagai proses diskusi publik dalam

rangka pembuatan keputusan mengenai berbagai persoalan publik. Keberadaan

Gambar

Tabel 3.2.1.1
Tabel 3.3.1.
Tabel 3.3.2.
Gambar 4.2.1.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

berbagai macam perangkat lunak bebas yang dibuat oleh Proyek GNU,.. yang pada akhimya membentuk suatu sistem operasi

melakukan koordinasi dan sinkronisasi terhadap pelaksanaan kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat dalam hal pengendalian kesehatan, mutu dan keamanan hasil

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan Puji Syukur kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan segala kemudahan dan kekuatan sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan

Tujuan dilakukannya penelitian adalah membangun sistem informasi konseling untuk mempermudah proses bisnis di Pik-M Aushaf UII yang digunakan mahasiswa maupun

Beberapa jenis ikan yang tertangkap di bagian hulu Sungai Kumbe, terutama dari famili Cichlidae seperti nila, Anabantidae (betok) serta Chanidae (gabus toraja)

ST Segment Distance between S wave and beginning of T wave Measures time between ventricular depolarization and beginning of repolarization T Wave Rounded upright (positive)

Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswi fakultas psikologi di lingkungan Universitas Islam Negeri Malang mulai dari angkatan 2011- 2014 yang pernah melakukan

Certificate EN SO20345 S1P Upper Material Full Grain Leather Out Sole Material Phylon + Rubber Midsole Material Composite Toecup Material Steel. Application Field For