EVALUASI PEMAKAIAN DAN KETERSEDIAAN AIR IRIGASI
PADA DAERAH IRIGASI BANDAR SIDORAS (KANAN)
BERDASARKAN POLA TANAM YANG DITERAPKAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
10 0404 138 MONICA GRACIA
Disetujui Oleh:
NIP. 19551201 198103 1 005
Ir. Makmur Ginting, M.Sc.
SUB JURUSAN TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Daerah Irigasi Bandar Sidoras di Kabupaten Deli Serdang termasuk daerah persawahan dengan luas areal ± 3017 Ha. DI Bandar Sidoras terbagi menjadi dua yaitu persawahan Bandar Sidoras Kiri dengan luas 1.048 Ha dan Persawahan Bandar Sidoras Kanan dengan Luas 1.969 Ha dimana terdapat pengembangan jaringan irigasi di daerah irigasi sebelah kanan bendung. Pada saat ini luas total lahan irigasi untuk bandar Sidoras Kanan telah mencapai 2016 Ha.
Untuk mengevaluasi besar ketersediaan air irigasi D.I. Bandar Sidoras berdasarkan pola tanam yang diterapkan, diperlukan data hidrologi, klimatologi, topografi yang kemudian akan dianalisa untuk mendapatkan curah hujan efektif, evapotranspirasi, kebutuhan air irigasi, debit andalan, dan debit yang didistribusikan pada petak-petak sawah sesuai dengan yang diperlukan. Pengukuran lapangan juga dilakukan untuk mengetahui kebutuhan air berdasarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Dari hasil perhitungan debit andalan Sungai Percut dengan metode Dr. F.J.Mock, didapat nilai debit maksimum
andalan Q80 = 12,35 m3/det yang terjadi pada bulan Juni dan debit minimum
andalan Q80 = 6,05 m3/det pada bulan Februari. Debit andalan untuk tengah
bulanan I adalah 9,92 m3/det dan untuk tengah bulanan II diperoleh 12,35 m3/det.
Dari hasil analisa kebutuhan air pada pintu pengambilan secara teoritis, diketahui bahwa kebutuhan air maksimum pada masa tanam Padi I terjadi pada bulan April periode kedua sebesar 3,30 lt/dt/ha. Untuk masa tanam Padi II, kebutuhan air maksimum pada pintu pengambilan terjadi pada bulan September periode kedua sebesar 3,03 lt/det/ha. Dari hasil perhitungan secara teoritis, diperoleh bahwa besarnya kebutuhan air pada bendung adalah sebesar 4,92 lt/det/ha. Sementara itu kebutuhan air pada pintu pengambilan secara teoritis deiperoleh sebesar 2,67 lt/det/ha dan hasil pengukuran lapangan diperoleh 3,307 lt/det/ha. Pada tingkat persawahan, secara teoritis, kebutuhan air diperoleh 2,35 lt/det/ha dan berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh sebesar 2,67 lt/det/ha.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang dengan
kasih setia menyertai dan memampukan penulis sehingga dapat menyelesaikan
tugas akhir ini. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Evaluasi Pemakaian Dan
Ketersediaan Air Irigasi Pada Daerah Irigasi Bandar Sidoras (Kanan) Berdasarkan
Pola Tanam Yang Diterapkan”. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Dengan menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Makmur Ginting,M.Sc. sebagai Dosen Pembimbing yang telah
dengan sabar memberi bimbingan dan saran kepada penulis untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Ir. Syahrizal, M.T, sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, selaku koordinator Sub Jurusan Teknik
5. Bapak Ivan Indrawan S.T., M.T., Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia,
M.Sc., dan kak Riza Inanda Siregar, S.T., M.T, selaku dosen pembanding
saya.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai Departemen Teknik
Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Petrus Purba dan Kitarukur br. Ginting, atas kasih sayang, dukungan dan doa yang selalu menyertai penulis.
2. Kepada adik kandungku yang kukasihi, Billy Emkel Gudsanov Purba, adik sepupu yang sudah seperti saudara kandung, Elias Erimasa Ginting, kakak-kakak sepupu yang sangat saya kasihi, Tita Nirmaliya dan Desmaria Depari, Hana Putrika yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
3. Kepada Mama Tua dan Mami Tua Galang, Mama Uda dan Mami Uda Jakarta, Bi Tua dan Pak Tua Jakarta, Namboru dan Makela Pekanbaru, Namboru Siantar atas dukungan dan semangat yang diberikan.
4. Para sahabat saya, Yanti, Iffah, Novia, Darwin, Bilher, Uke, Leo, Adrian,
Rahmad, Melli, Oji, Dhaka, Iqbal, Reby, Afrissa, Prisquilla, Essy, Boris,
Zunardis, Syamsul, Mike, Bram, Rizal, Dede, Yahya dan seluruh teman
seperjuangan angkatan 2010 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya.
5. Abang stambuk 2009, bang Adi, bang Fahrurozie, bang Rizky Utama yang
6. Rekan-rekan mahasiswa/i dan adik-adik stambuk 2011, Irene, Stephanie,
Lini, Sylda, Siti, Dwi, Elvan, Zuzu, Jericho, Rico, juga adik-adik stambuk
2012, Ellyn, Ahmed, Harry Chandra, yang telah memberikan motivasi dan
segala kekerabatan serta kerja sama selama pendidikan di Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
7. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa membantu
penulis, sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis, untuk itu penulis akan terbuka terhadap semua saran dan kritik mengenai Tugas Akhir ini, dengan ini penulis berharap Tugas Akhir ini juga memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2015
DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar ... x
Daftar Tabel ... xi
Daftar Notasi... xii
Daftar Lampiran... xvi BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Perumusan Masalah ………... 3
1.3 Pembatasan Masalah... 4
1.4 Tujuan Dan Manfaat... 4
1.5 Sistematika Penulisan... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Irigasi ………... 7
2.1.1. Irigasi Permukaan …...………... 8
2.1.1.1 Irigasi Permukaan Sistem Basin... 8
2.1.1.2 Irigasi Permukaan Sistem Border... 10
2.1.1.3 Irigasi Permukaan Sistem Furrow... 10
2.1.2.1 Irigasi Curah... 12
2.1.2.2 Irigasi Tetes... 14
2.2 Jaringan Irigasi ………... 16
2.2.1.Bangunan Irigasi………... 17
2.3 Analisa Hidrologi ………... 18
2.3.1.Curah Hujan DAS………... 19
2.3.2.Curah Hujan Efektif……..………... 22
2.3.3.Analisa Debit Andalan………... 24
2.4 Analisa Iklim ………... 31
2.4.1.Perhitungan Evapotranspirasi …... 31
2.4.2.Run Off………... 41
2.4.3.Hubungan Curah Hujan Dengan Run Off... 42
2.5 Analisa Kebutuhan Air Tanaman Iklim... 43
2.6 Kebutuhan Air Irigasi... 47
2.7 Analisa Kebutuhan Air Tanaman Padi... 48
2.7.1. Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan…... 49
2.7.2. Kebutuhan Air Untuk Tanaman padi Selama Masa Pertumbuhan... 52
2.7.3. Kebutuhan Air Di Pintu Pengambilan ... 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 55
3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 55
3.2 Desain Penelitian... 57
3.3 Metode Pengumpulan Data... 58
3.3.1.1 Secara Teoritis..………... 58
3.3.1.2 Penelitian Lapangan ………... 58
3.3.1.2.1 Kebutuhan Air Pada Pada Tingkat Persawahan... 59
3.3.1.2.2 Kebutuhan Air Pada Pada Pintu Pengambilan... 59
3.3.2. Ketersediaan Air ……... 59
3.3.2.1 Secara Teoritis.. ……... 59
3.3.2.1.1 Data Curah Hujan …... 60
3.3.2.1.2 Data Klimatologi ... 60
3.3.3. Data Pola Tanam …... 60
3.3.4. Data jaringan Irigasi ……... 61
3.4 Pengolahan Data... 62
3.4.1. Pemakaian Air …………... 62
3.4.1.1 Secara Teoritis... 61
3.4.1.1.1 Analisis Debit Kebutuhan Air Irigasi Pada Tingkat Persawahan... 62
3.4.1.1.2 Analisis Debit Kebutuhan Air Irigasi Pada Pintu Pengambilan (DR)... 63
3.4.1.2 Berdasarkan Penelitian Lapangan... 65
3.4.1.2.1 Debit Kebutuhan Air Irigasi Pada Tingkat Persawahan... 65
Pada Pintu Pengambilan... 66
3.4.2. Ketersediaann Air ……... 66
3.4.2.1 Secara Teoritis.. ………... 66
3.4.2.1.1 Ketersediaan Air Di Sungai ... 66
3.5 Evaluasi Analisa Pemakaiann Air Dengan Ketersediaan Air 67 3.6 Bagan Alir Tahapan Penelitian... 69
BAB IV PEMAKAIAN DAN SUMBER AIR IRIGASI... 70
4.1 Pemakaian Air... 70
4.1.1. Kondisis Eksisting Lapangan... 70
4.1.2. Sampel Data Pemakaian Air Oleh Petani... 72
4.1.2.1 Kebutuhan Air Pada Tingkat Persawahan... 72
4.1.2.2 Kebutuhan Air Pada Pintu Pengambilan... 73
4.2 Sumber Air... 74
4.2.1. Daerah Tangkapan Hujan Bendung Bandar Sidoras... 74
4.2.2. Curah Hujan... 76
4.2.3. Data Iklim... 76
BAB V ANALISIS DAN EVALUASI... 78
5.1 Umum... 78
5.2 Analisa Pemakaian Air... 79
5.2.1 Secara Teoritis... 79
5.2.1.1 Pemakaian Air Pada Tingkat Persawahan... 79
5.2.2.1 Pemakaian Air Pada Tingkat Persawahan... 82
5.2.2.2 Pemakaian Air Pada Pintu Pengambilan (DR) 82 5.3 Analisa Ketersediaan Air... 84
5.3.1 Analisis Curah Hujan Efektif... 84
5.3.2 Analisa Evapotranspirasi Dengan Metode Penman... 85
5.3.3 Analisa Debit Andalan... 89
5.4 Evaluasi Ketersediaan Dan Pemakaian Air... 91
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 92
6.1 Kesimpulan... 92
6.2 Saran... 93
DAFTAR PUSTAKA... 95
DAFTAR GAMBAR
Gambar
3.1 Lokasi Penelitan... 56
3.2 Skema Jaringan Irigasi Bandar Sidoras Kanan... 56
3.3 Bagan Alir Tahapan Penelitian... 69
4.1 Polygon Thiessen DAS Bendung bandar Sidoras... 75
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1 Koefisien Tanaman Padi... 34
2.2 Angka koreksi (c) bulanan untuk rumus... 38
2.3 Hubungan T dengan ea, w, f(t) (1 dari 2)... 38
2.4 Hubungan T dengan ea, w, f(t) (2 dari 2)... 39
2.5 Harga Ra untuk 5° LU - 10° LS... 40
2.6 Koefisien Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan... 51
4.1 Pola Tanam Daerah Irigasi bandar Sidoras... 71
4.2 Hasil Pengukuran Lapangan Pada Petak Sawah... 73
4.3 Hasil Pengukuran Lapangan Pada Pintu Pengambilan... 73
4.4 Luas Areal Tangkapan stasiun Curah Hujan... 75
5.1 Analisa Kebutuhan Air Irigasi Bandar Sidoras... 81
5.2 Rekapitulasi Perhitungan Debit Andalan Dengan F.J. Mock... 90
5.3 Debit Andalan (Q80%) DAS Percut – Bandar Sidoras... 91
DAFTAR NOTASI
A = Total luas daerah tanngkapan hjan bendung (km2)
A = Total luas pengairan irigasi (ha)
A = Luas permukaan basah pintu pengambilan (m2)
As = air hujan mencapai permukaan tanah
A
1 = Luas daerah tangkapan hujan stasiun Patumbak (km
2
)
A
2 = Luas daerah tangkapan hujan stasiun Tanjung Morawa (km
2
)
A
3 = Luas daerah tangkapan hujan stasiun Sampalis (km
2
)
b = Dimensi dasar pintu pengambilan (m)
BF = Base Flow (m3/det)
c = Koefisien tanaman
d = Diameter bejana (m)
DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (m3/det)
DRO = Direct run off
e = Bilangan eksponen (2,7182)
e = Efisiensi saluran irigasi
E = Beda evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas (mm)
ea = Tekanan uap air lembab rata-rata (mbar)
ed = Tekanan uap air aktual rata-rata (mbar)
Ep = Evapotranspirasi potensial
Etc =Evapotranspirasi (mm/hari)
Et0 = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
E0 = Evaporasi air terbuka
f (c) = Kapasitas infiltrasi
f (ed) = Fungsi waktu
f (n/N) = Fungsi penyinaran matahari
f (t) = Fungsi tekanan uap
f (u) = Fungsi kecepatan angin
f
s = Tahanan gesek dinding tiang (Kg/cm
2
)
GS = Penyimpanan air tanah
h = Tinggi muka air (m)
IR = Kebutuhan air irigasi pada tingkat persawahan (lt/det/ha)
Ir = Kebutuhan air konsumtif (m3/det)
K = Konstanta resesi aliran
k = Konstanta
Kc = Koefisien tanaman
M = kebutuhan air pengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi
m = Singkapan lahan (exposed surface) (%)
n = Jumlah data
n = Jumlah hari hujan
n = Jumlah stasiun penakar hujan
NFR = kebutuhan air sawah (mm/hari)
P = Curah Hujan (mm/hari)
P = Perkolasi (mm)
Pf = Percentage factor
Q = Debit aliran (m3/det)
Q80 = Debit andalan 80 % (m3/det)
Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer
Re = Curah hujan efektif (mm/hari)
RH = Kelembaban udara (%)
Rn = Radiasi netto (mm/hari)
Rnl = Kehilangan radiasi netto
Rs = Radiasi gelombang pendek
Rns = Radiasi gelombang pendek netto
R80 = Curah hujan efektiif 80% (mm/hari)
S = Tebal penejnuhan air (mm)
SMC = Kapasitas kelembaban tanah (mm)
SRO = Storm run off
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
T = Temperatur udara (°C)
TRO = Total run off
u = Kecepatan angin (km/jam)
V = Volume air (m3)
v = Kecepatan laju air (m/detik)
w = Faktor koreksi temperatur
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Data Hidrologi Dan Iklim... 96
Lampiran II Analisa Dan Perhitungan...
ABSTRAK
Daerah Irigasi Bandar Sidoras di Kabupaten Deli Serdang termasuk daerah persawahan dengan luas areal ± 3017 Ha. DI Bandar Sidoras terbagi menjadi dua yaitu persawahan Bandar Sidoras Kiri dengan luas 1.048 Ha dan Persawahan Bandar Sidoras Kanan dengan Luas 1.969 Ha dimana terdapat pengembangan jaringan irigasi di daerah irigasi sebelah kanan bendung. Pada saat ini luas total lahan irigasi untuk bandar Sidoras Kanan telah mencapai 2016 Ha.
Untuk mengevaluasi besar ketersediaan air irigasi D.I. Bandar Sidoras berdasarkan pola tanam yang diterapkan, diperlukan data hidrologi, klimatologi, topografi yang kemudian akan dianalisa untuk mendapatkan curah hujan efektif, evapotranspirasi, kebutuhan air irigasi, debit andalan, dan debit yang didistribusikan pada petak-petak sawah sesuai dengan yang diperlukan. Pengukuran lapangan juga dilakukan untuk mengetahui kebutuhan air berdasarkan kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Dari hasil perhitungan debit andalan Sungai Percut dengan metode Dr. F.J.Mock, didapat nilai debit maksimum
andalan Q80 = 12,35 m3/det yang terjadi pada bulan Juni dan debit minimum
andalan Q80 = 6,05 m3/det pada bulan Februari. Debit andalan untuk tengah
bulanan I adalah 9,92 m3/det dan untuk tengah bulanan II diperoleh 12,35 m3/det.
Dari hasil analisa kebutuhan air pada pintu pengambilan secara teoritis, diketahui bahwa kebutuhan air maksimum pada masa tanam Padi I terjadi pada bulan April periode kedua sebesar 3,30 lt/dt/ha. Untuk masa tanam Padi II, kebutuhan air maksimum pada pintu pengambilan terjadi pada bulan September periode kedua sebesar 3,03 lt/det/ha. Dari hasil perhitungan secara teoritis, diperoleh bahwa besarnya kebutuhan air pada bendung adalah sebesar 4,92 lt/det/ha. Sementara itu kebutuhan air pada pintu pengambilan secara teoritis deiperoleh sebesar 2,67 lt/det/ha dan hasil pengukuran lapangan diperoleh 3,307 lt/det/ha. Pada tingkat persawahan, secara teoritis, kebutuhan air diperoleh 2,35 lt/det/ha dan berdasarkan pengukuran di lapangan diperoleh sebesar 2,67 lt/det/ha.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan manusia akan air menyangkut beberapa sektor antara lain:
pertanian, bahan baku industri, perikanan, air minum, dan lain-lain. Untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu adanya penyediaan air yang cukup
sesuai dengan perkembangan yang ada. Bila manusia memberikan perhatian yang
besar terhadap air, terhadap faktor-faktor ketersediaan atau keberadaannya di
dalam tanah, faktor-faktor yang mempengaruhi sumber-sumbernya, maka air
selamanya akan memberikan manfaat kepada berbagai makhluk hidup.
Ketersediaan air di muka bumi tidak tersebar secara merata baik secara
ruang maupun waktu. Pada suatu wilayah air dengan mudah diperoleh dan
memiliki kuantitas yang cukup, namun di wilayah lain sulit diperoleh dan
kuantitasnya terbatas. Perbedaan musim yang terjadi membuat ketersediaan dan
persebaran air tidak merata sepanjang tahun di berbagai wilayah. Pada musim
hujan ketersediaan air melimpah sedangkan pada musim kemarau ketersediaan air
menurun yang menyebabkan terjadinya kekurangan air pada tanaman sehingga
tidak dapat tumbuh dengan baik. Kekurangan air pada tanaman pertanian akan
Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air menggunakan bangunan dan
saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Menurut Abdullah
Angoedi di dalam Sejarah Irigasi di Indonesia disebutkan bahwa dalam laporan
Pemerintahan Belanda irigasi didefinisikan sebagai secara teknis menyalurkan air
melalui saluran-saluran pembawa ke tanah pertanian dan setelah air tersebut
diambil manfaat sebesar-besarnya menyalurkannya ke saluran-saluran
pembuangan terus ke sungai. Dengan dibangunnya saluran irigasi, diharapkan
kebutuhan air untuk bercocok tanam dapat terpenuhi.
Pemanfaatan air irigasi sebesar-besarnya dipengaruhi oleh pola tanam
yang digunakan dan jenis tanaman yang ditanam. Pada tanaman padi sawah air
irigasi diberikan dengan cara penggenangan. Adapun tujuan penggenangan adalah
agar pemberian air cukup dan tetap (stabil) ke areal persawahan guna menjamin
produksi padi.
Pemakaian atau pemanfaatan air irigasi di Daerah irigasi Bandar Sidoras
cukup besar, dikarenakan Daerah Irigasi Bandar Sidoras merupakan hamparan
sawah yang luas. Daerah irigasi ini terletak di Kabupaten Deli Serdang,
Kecamatan Percut Sei Tuan dengan luas areal irigasi sebesar 3.017 ha. Sumber
pengairan mengandalkan Bendung Karet (Rubber Dam) sei Percut untuk
memenuhi kebutuhan air untuk bercocok tanam.
Secara geografis, Daerah Irigasi Bandar Sidoras terletak pada 03º 41’ 12”
LU dan 98º 47’ 52” BT, Terletak di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei
Tuan yang penduduknya sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani padi
Bandar Sidoras telah mengalami perluasan pada bagian kanan Bendung Bandar
Sidoras. Dari luas aktual yang diairi pada kondisi saat ini, akan dicari berapa besar
kebutuhan air daerah irigasi Bandar Sidoras bagian kanan.
Melalui identifikasi tersebut akan diketahui apakah debit air pada irigasi
Bandar Sidoras cukup untuk memenuhi kebutuhan pemakaian air irigasi pada
pertanian berdasarkan pola tanam yang diterapkan sehingga berpotensi untuk
dilakukan lagi perluasan daerah irigasi atau sebalikya (tidak cukup) sehingga
harus dilakukan tindak lanjut untuk menanggulangi kekurangan air.
Dengan mengevaluasi pemakaian dan ketersediaan air irigasi pada Daerah
Irigasi Bandar Sidoras, akan dapat diketahui bagaimana kebutuhan dan pemakaian
air irigasi oleh lahan yang diairi oleh sistem irigasi dan ketersediaan air irigasi
Bandar Sidoras berdasarkan pola tanam yang diterapkan pada daerah irigasi.
Pengolahan pemakaian air yang baik dan ketersedian air yang mencukupi dapat
meningkatkan efisiensi irigasi sehingga luas areal pengairan dapat mengalami
peningkatan yang berimplikasi peningkatan produksi pertanian dan ekonomi.
1.2Perumusan Masalah
Masalah yang diperkirakan ada pada Daerah Irigasi Bandar Sidoras
adalah:
1. Besar pemakaian air yang diaplikasikan pada Daerah Irigasi Bandar
Sidoras kanan untuk tanaman padi setelah pengembangan terbaru belum
2. Besar ketersediaan air yang ada pada Daerah irigasi Bandar Sidoras setelah
rehabilitasi bendung belum pernah di cross check sampai saat ini.
3. Pola tanam yang diterapkan dinilai perlu disesuaikan dengan kondisi iklim
yang terjadi.
1.3Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang diambil untuk mempermudah tugas akhir ini
adalah :
1. Kontribusi air tanah yang digunakan dengan pendekatan literatur, tidak
melalui analisis data lapangan.
2. Estimasi besarnya perkolasi tidak dilakukan dengan pengukuran
lapangan.
3. Besarnya efisiensi saluran tidak dilakukan analisis lapangan, melainkan
pendekatan literatur.
4. Pengaruh besarnya dimensi saluran dan pintu pengambilan terhadap
besar kebutuhan dan ketersediaan air tidak diperhitungkan.
5. Evaluasi dilakukan hanya pada saat penelitian lapangan dilakukan, yakni
pada bulan September periode pertama, pada musim tanam Padi II.
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian pada tugas akhir ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui ketersediaan air yang ada di bendung Bandar Sidoras
2. Mengetahui jumlah pemakaian air pertanian di Daerah Irigasi Bandar
3. Mendapatkan hubungan antara pola tanam dengan pemakaian air irigasi
Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi daerah lain untuk
memperhatikan dan mengevaluasi pemakaian air dan ketersediaan air irigasi agar
dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan ekonomi bagi daerah sekitarnya.
Selain daripada itu tugas akhir ini dapat meningkatkan wawasan bagi penulis
bagaimana mengevaluasi pemakain dan ketersediaan air irigasi berdasarkan pola
tanam yang diterapkan pada lahan pertanian.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun tahapan sistematika penulisan tugas akhir ini :
Bab I : Pendahuluan
Berisi latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika
penulisan dari tugas akhir ini.
Bab II: Tinjauan Pustaka
Merupakan uraian tentang landasan teori mengenai sistem irigasi yang
terdapat pada daerah studi yakni Daerah Irigasi Bandar Sidoras kanan,
infrasturktur irigasi yang ada, pola tanam, jenis varietas, sistem
penanaman, kebutuhan air irigasi dan ketersediaan air.
Berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup tempat, waktu,
rancangan, metode dan pelaksanaan penelitian serta diagram alir
pengerjaan penelitian.
Bab IV : Pemakaian Dan Sumber Air Irigasi
Daftar data-data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder.
Data-data tersebut akan digunakan dalam perhitungan dan analisa
pemakaian dan ketersediaan air irgiasi.
Bab V : Analisis Dan Evaluasi
Analisis dan evaluasi hasil penelitian yang meliputi analisis curah
hujan, debit andalan, kesetimbangan air, analisa pola tanam, kebutuhan
air irigasi, dan ketersediaan air irigasi dan evaluasi pemakaian dengan
ketersediaan air.
Bab VI : Kesimpulan Dan Saran
Berisi kesimpulan dari hasil analisa dan pembahasan yang telah
dilakukan. Saran yang diberikan ditujukan untuk penelitian selanjutnya
atau penerapan hasil penelitian dilapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Irigasi
Manusia telah memanfaatkan sistem irigasi sejak awal untuk
menumbuhkan bahan pangan di daerah kering. Sistem irigasi amatlah membantu
agar masyarakat tetap terpelihara dan makmur selama berabad-abad. Kebutuhan
akan irigasi meningkat dengan cepat seiring dengan petumbuhan populasi dunia.
Untuk memenuhi kebutuhan akan irigasi ini, manusia menggunakan
metode-metode modern, dan segala teknologi ilmiah yang diperlukan untuk
mengembangkan irigasi.
Irigasi mempunyai ruang lingkup mulai dari pengembangan sumber air,
penyediaannya, penyaluran air dari sumber ke daerah pertanian, pembagian dan
penjatahan air pada area pertanian, serta penyaluran kelebihan air irigasi secara
irigasi tergantung dari beberapa faktor yakni antara lain: (a) curah hujan; (b)
kontribusi air tanah; (c) evapotranspirasi; (d) seepage; dan (e) perkolasi. Curah
hujan dan air tanah merupakan input (supply) air pada daerah pertumbuhan akar
tanaman (root zone), sedangkan evapotranspirasi, perkolasi dan seepage adalah
merupakan output (looses) dari zona akar tersebut. Defisit air atau kelebihan air
dalam waktu yang lama pada zona akar akan mempengarhi (menghambat)
pertumbuhan tanaman yang berarti mengurangi produksi (yield) daripada tanaman
yang bersangkutan. Ada kalanya, disebabkan oleh karena jenis tanah pertanian
yang kurang poreus mengakibatkan air hujan tertahan terlalu lama di daerah akar
(root zone), sedangkan pada musim kemarau tanaman kekurangan air.
Teknik penyaluran atau pendistribusian air kepada tanaman dibedakan atas
dua jenis yaitu:
a) Teknik irigasi permukaan (surface irrigation),
b) Teknik irigasi bertekanan (pressurized irrigation)
Masing-masing cara pemberian air tersebut diatas dipengaruhi
faktor-faktor antara lain jenis tanaman, jenis tanah, kondisi topografi dan ketersediaan
tenaga kerja.
2.1.1 Irigasi Permukaan
Irigasi permukaan (surface irrigation) adalah salah satu metode irigasi
dimana pemberian air pada tanaman dilakukan dengan cara menggenangi
permukaan tanah dengan ketebalan tertentu dan membiarkannya beberapa waktu
pemberian air dengan irigasi permukaan memiliki tiga cara yakni sistem basin,
border, dan furrow.
2.1.1.1 Irigasi Permukaan Sistem Basin
Irigasi permukaan sistem basin memiliki petak basin yang rata (level) dan
dibatasi oleh tanggul-tanggul kecil di sekelilingnya. Air bergerak dari pintu
pemasukan air ke ujung basin oleh energi potensial genangan air itu sendiri. Air
yang masuk ditahan di kolam dengan kedalaman dan selama waktu yang
dikehendaki. Irigasi sistem basin cocok untuk tanah dengan laju infiltrasi sedang
sampai rendah (± 50mm/jam). Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan
kecil (slope = 0-0,5). Apabila lahan miring atau bergelombang, maka perlu
diratakan (levelling) atau dibuat teras. Pengoperasian irigasi sistem basin dapat
dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli.
Prosedur desain irigasi genangan:
1. Menentukan layout petak
a) Lokasi sumber air sedapat mungkin berada pada posisi yang
memungkinkan seluruh lahan diairi secara gravitasi.
b) Bentuk lahan biasanya mengikuti topografi, tetapi bila memungkinkan.
c) Bentuk bentuk segi empat merupakan bentuk yang paling
menguntungkan.
d) Ukuran lahan (panjang dan lebar) ditentukan berdasarkan kapasitas
infiltrasi dan debit.
3. Menentukan waktu infiltrasi (opportunity time) yaitu waktu yang
diperlukan untuk air untuk meresap ke dalam tanah
4. Menentukan debit irigasi
Debit harus cukup besar untuk memberikan air yang seragam ke seluruh
lahan tetapi tidak terlalu besar sehingga dapat menimbulkan erosi.
5. Menentukan waktu pemberian air irigasi (inflow time) yaitu waktu yang
diperlukan untuk meresapkan sejumlah air yang diperlukan ke seluruh
lahan.
2.1.1.2 Irigasi Permukaan Sistem Border
Irigasi permukaan sitem border sepintas mirip dengan irigasi permukaan
sistem basin. Lahan pertanian dibagi-bagi menjadi petak-petak kecil yang
dikelilingi oleh tanggul kecil dimana air irigasi ditampung untuk memenuhi
kebutuhan tanaman didalamnya. Terdapat dua perbedaan dasar antara sistem
border dengan sistem basin, antara lain:
a) Border umumnya memiliki kemiringan lahan seragam dari saluran irigasi
ke arah saluran petak border. Sedangkan pada petak basin, elevasi adalah
datar (level) ke segala arah.
b) Border umumnya memiliki karakteristik bentuk memanjang dan agak
sempit jika dibandingkan dengan basin.
Irigasi sistem border dapat digunakan dan cocok untuk berbagai lapangan,
tanaman, jenis tanah dan praktek pertanian.
Irigasi permukaan sistem furrow adalah jenis irigasi yang paling banyak
digunakan untuk tanaman yang tersususun baris (row crops). Pada sistem furrow,
air tidak lagi membasahi seluruh permukaan tanah tetapi mengalir pada kanal
yang kecil (furrow) diantara baris tanaman. Secara gradual air membasahi tanah
melalui absorbsi air dari furrow melalui dasar dan sisi saluran.
Desain irigasi furrow meliputi panjang kanal, jarak antar kanal dan
kedalaman kanal. Panjang kanal berkisar 100-200 m dengan memperhatikan
perkolasi dan erosi. Jarak antar alur 1-2 m, tergantung jenis tanaman dan sifat
tanah. Kedalaman alur 20-30 cm untuk memudahkan pengendalian dan penetrasi
air.
Kelebihan dari irigasi sistem furrow adalah mengurangi kehilangan akibat
evaporasi, mengurangi pelumpuran tanah berat dan mempercepat pengolahan
tanah setelah peberian air. Irigasi furoow cocok digunakan pada tanaman yang
mudah rusak bila bagian tanamannya terkena air. Sistem irigasi ini membutuhkan
tenaga kerja yang lebih besar untuk mengoperasikannya bila dibandingkan dengan
irigasi sistem basin.
2.1.2 Irigasi Bertekanan
Sistem irigasi bertekanan adalah sistem pemberian air ke lahan pertanian
dengan menggunakan tekanan (pressure). Irigasi curah (sprinkle irrigation) dan
irigasi tetes (trickle irrigation) adalah jenis-jenis sistem irigasi bertekanan.
Irigasi bertekanan merupakan salah satu alternatif teknologi aplikasi
irigasi, yang secara teoritis mempunyai efisiensi irigasi lebih tinggi dibanding
diterapkan pada daerah-daerah yang relatif kering, yang memerlukan teknologi
irigasi hemat air. Teknologi irigasi ini juga diperlukan untuk usaha tani dengan
teknik budidaya tanaman tertentu. Dalam penerapannya di lapangan, efisiensi
irigasi bertekanan yang tinggi hanya dapat dicapai apabila jaringan irigasi
dirancang dengan benar dan dioperasikan secara tepat (Gatot, 2006).
2.1.2.1 Irigasi Curah
Irigasi curah (sprinkle irrigation) disebut juga overhead irrigation adalah
salah satu metode pemberian air yang dilakukan dengan menyemprotkan air ke
udara kemudian jatuh ke permukaan tanah seperti air hujan (Keller and Bliesner,
2000).
Sistem irigasi curah dibagi menjadi dua yaitu set system (alat pencurah
memiliki posisi yang tepat), serta continius system (alat pencurah dapat
dipindah-pindahkan). Pada set system termasuk hand move, wheel line lateral, perforated
pipe, sprinkle untuk tanaman buah-buahan dan gun sprinkle. Sprinkle jenis ini
ada yang dipindahkan secara periodic dan ada yang disebut fixed system atau tetap
(main line lateral dan nozel tetap tidak dipindah-pindahkan). Yang
termasuk continius move system adalah center pivot, linear moving
lateral dan traveling sprinkle (Keller dan Bliesner, 1990).
Kinerja (performance) irigasi curah (sprinkler) (Larry, 1988) dapat
jarak pancaran (distance of throw), pola sebaran air (distribution pattern), nilai
pemberian air (application rate) dan ukuran rintikan (droplet size).
Beberapa kelebihan irigasi curah dibandingkan dengan irigasi
konvensional atau irigasi gravitasi antara lain adalah (Keller dan Bliesner, 1990) :
1) Sesuai untuk darah-daerah dengna keadaan topografi yang kurang teratur
dan profil tanah yang relatif dangkal.
2) Tidak memerlukan jaringan saluran sehingga secara tidak langsung akan
menambah luas lahan produktif serta terhindar dari masalah gulma air
(aquatic weed).
3) Cocok untuk lahan pertanian dengan jenis tanah bertekstur pasir tanpa
menimbulkan masalah erosi yang berlebihan melalui proses perkolasi.
4) Sesuai untuk daerah-daerah dengan sumber air atau persediaan air yang
terbatas, mengingat kebutuhan air pada irigasi curah relatif sedikit.
5) Sesuai untuk lahan berlereng tanpa menimbulkan masalah erosi yang
dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah.
6) Dapat dipergunakan untuk keperluan lain disamping memenuhi kebutuhan
air tanaman, antara lain untuk pemupukan dan pemberantasan hama
penyakit tanaman.
Beberapa kelemahan dari sistem irigasi curah adalah:
1) Memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi,
antara lain untuk operasi pompa air dan tenaga pelaksana yang terampil.
2) Memerlukan rancangan dan tata letak yang cukup teliti untuk memperoleh
Secara teoritis, efisiensi irigasi curah lebih tinggi dibandingkan dengan
irigassi permukaan, hal ini dikarenakan irigasi curah dapat mengurangi kehilangan
air berupa perkolasi dan limpasan (run-off). Menurut Keller (1990), efisiensi
irigasi curah dapat diukur berdasarkan keseragaman penyebaran air dari sprinkle.
Apabila penyebaran air tidak seragam (keseragaman rendah) maka dikatakan
efisiensi irigasi curah rendah. Parameter yang umum digunakan untuk
mengevaluasi keseragaman penyebaran air adalah coefficient of uniformity (CU).
Efisiensi irigasi curah yang tergolong tinggi (keseragaman tergolong baik) adalah
bila nilai CU lebih besar dari 85%.
2.1.2.2 Irigasi Tetes
Irigasi tetes (trickle irrigation) adalah cara pemberian air pada tanaman
secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui
tetesan secara berkesinambungan dan perlahan pada tanah dekat tumbuhan.
Setelah keluar dari penetes (emiter), air menyebar ke dalam profil tanah secara
horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gravitasi. Luas daerah yang
dibasahi emiter tergantung dari besarnya debit keluaran, jenis tanah (struktur dan
tekstur), kelembaban tanah dan permeabilitas tanah (Hansen et al, 1979).
Beberapa kelebihan sistem irigasi tetes antara lain (Keller dan Bliesner,
1990):
1) Efisiensi dalam pemakaian air relatif paling tinggi dibandingkan dengan
sistem irigasi lain, karena pemberian air dengan kecepatan lambat dan
hanya pada daerah perakaran, sehingga mengurangi penetrasi air yang
2) Pada beberapa jenis tanaman tertentu, kondisi tanaman yang tidak
terbasahi akan mencegah penyakit leaf burn (daun terbakar), selain itu,
kegiatan budidaya secara manual maupun mekanis dapat terus berjalan
walaupun kegiatan irigasi sedang berlangsung.
3) Dapat menekan aktivitas organisme pengganggu tanaman karena daerah
yang terbasahi hanya di sekitar daerah perakaran saja.
4) Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemberian pupuk dan
pestisida, karena pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan air
irigasi dan hanya diberikan di daerah perakaran.
5) Pada sistem irigasi tetes dapat menghemat kebutuhan tenaga kerja untuk
kegiatan pemberian irigasi maupun kegiatan pemupukan, karena sistem
dapat dioperasikan secara otomatis.
6) Pemberian air yang berkesinambungan dapat mengurangi resiko
penumpukan garam dan unsur-unsur beracun lainnya di daerah perakaran
tanaman.
7) Mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi topografi dan sifat media
tumbuh tanaman.
8) Dengan dukungan tenaga kerja berkemampuan tinggi, sistem ini
mempunyai akurasi yang tinggi dalam menentukan waktu dan jumlah air
yang harus diberikan pada tanaman.
Walaupun memliki beberapa keuntungan operasional, namun sistem
irigasi tetes memiliki beberapa kelemahan, terutama jika akan diterapkan secara
1) Investasi yang dikeluarkan cukup tinggi dan dibutuhkan teknik yang relatif
tinggi dalam desain, instalasi dan pengoperasian sistem.
2) Penyumbatan emiter yang disebabkan oleh faktor fisik , kimia dan biologi
air yang dapat mengurangi efisiensi kinerja sistem.
3) Adanya potensi penumpukan garam pada daerah yang tidak terbasahi.
2.2 Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi merupakan prasarana irigasi yang terdiri atas
bangunan dan saluran air beserta pelengkapnya. Sistem jaringan irigasi dapat
dibedakan antara jaringan irigasi utama, dan jaringan irigasi tersier. Jaringan
irigasi utama meliputi – bangunan utama yang dilengkapi saluran pembawa,
saluran pembuang dan bangunan pengukur.Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila
ditinjau dari cara pengaturan, cara pengukuran aliran air dan fasilitasnya,
dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu: jaringan irigasi sederhana, jaringan irigasi semi
teknis, dan jaringan irigasi teknis.
Jaringan irigasi teknis mempunyai bangunan sadap yang permanen serta
bangunan bagi mampu mengatur dan mengukur. Disamping itu terdapat
pemisahan antara saluran pembawa dan pembuang. Ditinjau dari jenis dan
fungsinya saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer,
sekunder, tersier serta kuarter. Ditinjau dari letaknya saluran irigasi pembawa
dapat pula dibedakan menjadi saluran irigasi garis tinggi/kontur dan saluran
dengan garis tinggi/kontur. Saluran garis punggung yaitu saluran yang
ditempatkan pada punggung medan.
Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan sadap sampai ke
petak tersier. Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan
pertanian, disusun suatu organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak
sekunder, petak tersier, petak kuarter dan petak sawah sebagai satuan terkecil.
2.2.1 Bangunan Irigasi
Bangunan-bangunan hidraulis irigasi digunakan untuk mengatur
pembagian distribusi air irigasi dari satu sumber tertentu seperti sungai atau sumur
bor ke unit-unit atau petak-petak irigasi sesuai dengan kebutuhan.
Bangunan-bangunan hidraulis seperti Bangunan-bangunan sadap utama (head work), Bangunan-bangunan bagi,
bangunan terjun, bangunan sadap pada saluran irigasi, bangunan pengukur debit,
jembatan air, shypon dan bangunan penguras endapan adalah merupakan sarana
pendukung pendistribusian air.
Bangunan irigasi pada jaringan irigasi teknis mulai dari awal sampai akhir
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
1. Bangunan untuk pengambilan/penyadapan, pengukuran dan pembagian
air.
2. Bangunan pelengkap untuk mengatasi halangan/rintangan sepanjang
saluran dan bangunan lain.
1. Bangunan penyadap/pengambilan pada saluran induk yang
mempergunakan atau tidak mempergunakan bangunan bendung. Jika
diperlukan maka dibangun bangunan bendung dan jika tidak memerlukan
pebendungan maka dapat dibangun bangunan pengambilan bebas (free
intake). Dari bangunan pengambilan, air disalurkan ke saluran primer,
sekunder, tersier dan kuarter.
2. Bangunan penyadap yaitu bangunan untuk keperluan penyadapan air dari
saluran primer ke saluran sekunder maupun dari saluran sekunder ke
saluran tersier.
3. Bangunan pembagi untuk membagi-bagikan air dari satu saluran ke
saluran-saluran yang lebih keil.
4. Bangunan pengukur yaitu bangunan untuk mengukur banyaknya debit/air
yang melalui saluran tersebut.
Bangunan yang termasuk pada kelompok yang kedua antara lain yaitu:
1. Bangunan pembilas untuk membilas endapan angkutan sedimen di
kantong sedimen/induk.
2. Bangunan peluap/pelimpah samping yaitu untuk melimpahkan debit air
yang kelebihan ke saluran keluar.
3. Bangunan persilangan antara saluran dengan jalan, selokan, bukit dan
sebagainya. Bangunan ini antara lain meliputi jembatan, shypon,
gorong-gorong, talang, terowongan dan sebagainya.
4. Bangunan untuk mengurangi kemiringan dasar saluran yaitu bangunan
5. Disamping itu terdapat bangunan pelengkap lainnya seperti bangunan
cuci, minum hewan dan sebagainya.
2.3 Analisa Hidrologi
Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena
hidrologi (hydrologic phenomena). Fenomena hidrologi seperti besarnya curah
hujan, temperatur, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit
sungai, tinggi muka air sungai, kecepatan aliran dan kosentrasi sedimen sungai
akan selalu berubah menurut waktu.
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal
dalam perencanaan bangunan-bangunan hidraulik. Analisis hidrologi diperlukan
untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran Sungai Percut,
terutama di daerah irigasi Bandar Sidoras.
2.3.1 Curah Hujan DAS
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan suatu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau secara
alami, yang batas didarat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan masih terpengaruh aktifitas daratan.
Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik
tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS-DAS di sebelahnya oleh
suatu pembagi, atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta
Data hujan dari beberapa stasiun hujan digunakan dalam analisa data hujan untuk
mencari curah hujan rata-rata daerah aliran sungai.
Curah hujan wilayah yang terdapat pada suatu daerah aliran sungai (DAS)
sangat diperlukan untuk mengerahui mengenai informasi tentang pengaturan air
irigasi, mengetahui neraca air dalam suatu lahan dan untuk mengetahui besarnya
aliran permukaan (run off). Beberapa metode perhitungan untuk mencari curah
hujan rata-rata daerah aliran sungai, yaitu:
1. Arithmatic Mean Method
Ini merupakan cara yang paling sederhana dan diperoleh dengan
menghitung rata-rata aritmatis dan semua total penakar hujan di suatu
kawasan. Cara ini sesuai pada daerah yang datar dan mempunyai banyak
penakar hujan yang didistribusikan secara merata pada lokasi- lokasi yang
mewakili. Perhitungan curah hujan dengan Arithmatic Mean Method
menggunakan metode rata-rata aljabar sehingga dengan metode ini, data
yang diperoleh lebih objektif. Metode ini memberi bobot yang sama untuk
setiap stasiun, yaitu dengan menjumlahkan angka pengukuran di setiap
stasiun penakar, seperti rumus dibawah ini:
�� =∑ ��� ��� 2...(2-1)
dimana:
Pr = curah hujan rata-rata DAS (mm)
Pi = curah hujan pada stasiun ke-i (mm)
n = jumlah stasiun penakar hujan
Cara ini dengan memperhitungkan luas daerah yang diwakili oleh stasiun
yang bersangkutan (luas daerah pengaruh). Untuk digunakan sebagai faktor
dalam menghitung hujan rata-rata. Menurut Thiessen luas daerah pengaruh
dari setiap stasiun dengan cara :
1. Menghubungan stasiun-stasiun dengan suatu garis sehingga membentuk
poligon-poligon segitiga.
2. Menarik sumbu-sumbu dan poligon-poligon segitiga.
3. Perpotongan sumbu-sumbu ini akan membentuk luasan daerah pengaruh
dari tiap-tiap stasiun.
Penghitungan curah hujan dengan metode ini menggunakan rumus sebagai
berikut :
�� = ∑ �∑ ������= ∑ �����...(2-2)
dimana:
Pr = curah hujan rata-rata DAS (mm)
Pi = curah hujan pada stasiun ke-i (mm)
Ai = luas poligon stasun ke-i (m2)
Wi = (Ai/Ʃ Ai), bobot stasiun ke-i
3. Isohyet Method
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai
tinggi curah hujan yang sama. Metode Isohyet adalah cara yang paling teliti,
tetapi cukup sulit dalam pembuatannya. Pada umumnya digunakan untuk
hujan tahunan, karena terlalu banyak variasinya, sehingga isohyet akan
memperhatikan efek topografi dan asal datangnya hujan. Penentuan curah
hujan dihitung dengan rumus berikut:
�� = ∑
Arithmatic Mean Method lebih objektif bila dibandingkan dengan Isohyet Method. Thiessen Method lebih cocok dipakai pada daerah dengan jarak penakar
hujan yang tidak merata. Metode Thiessen adalah metode yang lebih baik dan
paling efektif dari metode lainnya.
2.3.2. Curah Hujan Efektif
Tidak seluruh air hujan yang jatuh ke permukaan bumi efektif karena
sebagian akan hilang sebagai runoff, perkolasi dan evaporasi. Hanya sebagian dari
hujan lebat atau curah hujan yang tinggi dapat mengisi dan tersimpan pada daerah
perakaran tanaman (root zone) dan efektivitasnya cukup rendah.
Hujan yang diharapkan terjadi selama satu musim tanam berlangsung
disebut curah hujan efektif. Masa hujan efektif untuk suatu lahan persawahan
dimulai dari pengolahan tanah sampai tanaman dipanen, tidak hanya selama masa
pertumbuhan (Subramanya, 2005). Curah hujan efektif untuk tanaman lahan
dengan memperhatikan pola periode musim hujan dan musim kemarau.
Perhitungan curah hujan efektif dilakukan atas dasar prinsip hubungan antara
keadaan tanah, cara pemberian air dan jenis tanaman (Sosrodarsono, 1983).
Curah hujan efektif adalah bagian dari curah hujan total yang digunakan
oleh akar-akar tanaman selama masa pertumbuhan. Besarnya curah hujan efektif
dipengaruhi oleh :
• Cara pemberian air irigasi (rotasi, menerus atau berselang)
• Laju pengurangan air genangan di sawah yang harus ditanggulangi
• Kedalaman lapisan air yang harus dipertahankan di sawah
• Cara pemberian air di petak
• Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air
Curah hujan efektif (Re) dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
�� = 0,70 �80
15...(2-4)
dimana:
R80 = curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
Untuk irigasi tanaman padi, curah hujan efektif diambil 20% kemungkinan
curah hujan bulanan rata-rata tak terpenuhi. Dengan kata lain, Curah hujan effektif
(Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R-80 yang merupakan curah hujan yang
besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8
kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain bahwa besarnya curah hujan
Ada berbagai cara untuk mencari curah hujan effektif ini yang telah
dikembangkan oleh berbagai ahli, diantaranya ialah:
1. Cara Empiris
Harza Engineering Comp. Int. menghitung besarnya curah hujan effektif
berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years.
Bila dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut :
R80 = (n/5)+ 1…………...………....………...(2-5)
Dimana :
R80 = Curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
n/5 + 1= Rangking curah hujan effektif dihitung dan curah hujan terkecil
n = Jumlah data
2. Cara Statistik
Dengan menghitung probabilitas curah hujan effektif yang 80%
dilampaui. Metode yang dapat dipakai antara lain adalah dengan metode
Gumbel, Hazen, dan Log Pearson tipe III.
Dalam tugas akhir ini perhitungan curah hujan effektif menggunakan cara
empiris yang digunakan oleh Harza Engineering Comp.Int. Pemilihan cara
ini disebabkan data yang tersedia dapat dimasukkan ke dalam perhitungan
rumus tersebut dan tidak ada batasan-batasan khusus terhadap data yang
ada.
2.3.3. Analisa Debit Andalan
Tersedianya air Irigasi dapat didekati dengan perhitungan Debit andalan.
Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia dalam memenuhi kebutuhan air
dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam perencanaan
proyek-proyek penyedia air, terlebih dahulu harus dicari besar debit andalan (dependable
discharge) yang tujuannya adalah untuk menentukan debit perencanaan yang
diharapkan selalu tersedia di sungai (Soemarto, 1987).
Untuk keperluan irigasi biasa digunakan debit andalan dengan reabilitas
80%. Artinya dengan kemungkinan 80% debit yang terjadi adalah lebih besar atau
sama dengan debit tersebut, atau sistem irigasi boleh gagal sekali dalam lima
tahun. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr.F.J. Mock
berdasarkan data curah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi dan
karakteristik hidrologi daerah pengaliran.
Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan yang jatuh di atas tanah
(presipitasi) sebagian akan hilang karena penguapan (evaporasi), sebagian akan
hilang menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian akan masuk tanah
(infiltrasi). Infiltrasi mula-mula menjenuhkan permukaan (top soil) yang
kemudian menjadi perkolasi dan akhirnya keluar ke sungai sebagai base flow.
Dasar pendekatan Metode Mock, mempertimbangkan faktor curah hujan,
evapotranspirasi, keseimbangan air di permukaan tanah dan kandungan air tanah
(Balai seluna, 2009).
Untuk mendapatkan debit bulanan, digunakan metode Dr. F.J. Mock
1. Hitung Evapotranspirasi Potensial
2. Hitung Limitted Evapotranspirasi
3. Hitung Water Balance
4. Hitung Aliran Dasar dan Limpasan Langsung
Berikut adalah data-data yang digunakan dalam perhitungan debit andalan
metode F.J.Mock :
a. Data Curah Hujan Data curah hujan. Stasiun curah hujan yang dipakai
adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut.
b. Evapotranspirasi Terbatas (EI) Evapotranspirasi terbatas adalah
evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan
permukaan tanah serta frekuensi curah hujan.
c. Exposed surface (m), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau
dengan asumsi:
m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat
m = 0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan
kering untuk lahan sekunder.
m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi
m = 20 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah
Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut :
E = Ep*(m/20)*(18-n)...(2-7)
dimana :
E = beda evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas
(mm)
EI = evapotranspirasi terbatas (mm)
Ep = evapotranspirasi potensial (mm)
m = singkapan lahan (Exposed surface (%))
n = jumlah hari hujan dalam sebulan
d. Faktor Karakteristik Hidrologi
• Luas Daerah Pengaliran
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan
semakin besar pula ketersediaan debitnya.
• Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC)
Soil moisture capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan
tanah permukaan (surface soil) per m2. Ada dua keadaan untuk
menentukan SMC, yaitu:
1. SMC = 200 mm/bulan, jika P – Ea ≥ 0
2. SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Ea), jika P – Ea < 0
e. Keseimbangan air di permukaan tanah
Keseimbangan air permukaan tanah di permukaan tanah dipengaruhi oleh
• Air Hujan (As) Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
• As = P – EI……...………...(2-8)
dimana :
As = air hujan mencpai permukaan tanah
P = Curah hujan tengah bulanan
EI = Evapotranspirasi terbatas
• Kandungan air tanah
Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As
negatif, maka kepasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila
As positif maka kelembaban tanah akan bertambah.
f. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (Run off & Ground Water Storage).
Nilai run off dan ground water tergantung dari kesimbangan air dan
kondisi tanahnya. Data-data yang diperlukan untuk menentukan besarnya
aliran air tanah adalah sebagai berikut :
• Koefisien Infiltrasi
Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas
tanah dan kemiringan. Lahan yang porous memiliki koefisien
infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjal memiliki
koefisien infiltrasi yang kecil, karena air akan sulit terinfiltrasi ke
dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0 – 1
• Infiltrasi
Menurut Mock, besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS)
Infiltrasi (i) = WS x if...(2-9)
• Faktor Reresi Aliran Tanah (k)
Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada
bulan ke-n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor
resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam
perhitungan ketersediaan air dengan metode Mock, besarnya nilai k
didapat dengan cara coba-coba (trial), sehingga dapat dihasilkan
aliran seperti yang diharapkan.
• Penyimpangan Air Tanah (Ground Water Storage)
Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi
setempat dan waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus
ditentukan penyimpangan awal (initial storage) terlebih dahulu.
Zona tampungan air tanah (groundwater storage, disingkat GS)
dirumuskan sebagai berikut : Persamaan yang dipergunakan dalam
perhitungan penyimpanan air tanah adalah sebagai berikut :
GS = {½ × (1 + K) × i }+ { K × Gsom }...(2-10)
Perubahan groundwater storage (∆GS) adalah selisih antara
groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater
storage bulan sebelumnya. Perhitungan Base flow dihitung dalam
bentuk persamaan :
Direct run off dihitung dengan persamaan :
DRO = WS – i...(2-12)
Setelah base flow dan direct run off, komponen pembentuk debit
yang lain adalah storm run off. Mock menetapkan bahwa:
a. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka
nilai storm run off = 0.
b. Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off
adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan
dikali percentage factor, atau:
SRO = P x PF...(2-13)
Total run off (TRO) merupakan komponen-komponen pembentuk
debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct
run off dan storm run off, atau :
TRO = BF + DRO + SRO...(2-14)
Jika TRO ini dikalikan dengan catchment area dalam km2 dengan
suatu angka konversi tertentu akan didapatkan besaran debit dalam
m3/det.
Kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80%, atau dengan kata lain
kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah 20%, debit ini biasa
disebut sebagai debit dengan peluang 80% atau Q 80%. Untuk
menentukan kemungkinan tepenuhi atau tidak, data debit disusun
sehingga nomor tingkatan (n) debit dengan kemungkinan tak
terpenuhi 20% dapat dihitung dengan rumus
m = n/5+1...(2-15)
di mana:
m = Urutan data yang terpilih
n = Jumlah data
2.4. Analisa Iklim
2.4.1. Perhitungan Evapotranspirasi
Besar pemakaian atau kebutuhan air irigasi dipengaruhi berbagai faktor,
dan salah satu diantaranya adalah penguapan atau evapotranspirasi. Besarnya
penguapan atau evapotranspirasi ditentukan oleh penyinaran matahari, angin dan
iklim.
Keadaan iklim dan cuaca yang mempengaruhi besarnya evapotranspirasi adalah
sebagai berikut:
A. Radiasi Matahari
Proses penguapan berlangsung pada siang maupun malam hari. Proses ini
berlangsung memerlukan energi yang berupa panas laten untuk penguapan
yang dipancarkan merupakan radiasi gelombang pendek. Radiasi yang sampai
pada atmosfer bagian atas (Ra) disebut “Extra Terrestrial Radiation”.
Ra yang masuk atmosfer asebagian diteruskan, sebagian disebarkan (ke
angkasa dan ke bumi), sebagian lagi diserap, ada pula yang dipantulkan oleh
awan. Radiasi yang sampai ke bumi (Rs) disebut “Insiden Solar Radiation” ,
yang sebagian akan dipantulkan ke angkasa oleh benda – benda di permukaan
bumi. Selisih antara Rs dengan yang dipantulkan dinamakan radiasi netto
gelombang pendek (Rns).
Radiasi yang diterima oleh permukaan bumi tersebut dipancarkan ke
atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh
bumi dengan radiasi gelombang panjang yang diterima dari atmosfir
dinamakan radiasi gelombang bersih. Selisih radiasi gelombang pendek
dengan radiasi gelombang panjang disebut radiasi matahari bersih (Rn).
Rn yang diterima permukaan bumi sebagian digunakan untuk
evapotranspirasi, sebagian untuk memanaskan udara di atas permukaan
tanah dan tanaman. Besarnya energi untuk evapotranspirai dan pemanasan
udara tergantung pada air yang tersedia untuk penguapan di permukaan
tanaman. Apabila keseimbangan antara penambahan dan pengurangan air
terganggu, maka stomata akan tertutup, sehingga energi lebih banyak
digunakan untuk pemanasan udara. Apabila air cukup maka radiasi bersih
akan lebih banyak digunakan untuk evapotranspirasi.
Tiupan angin akan memindahkan massa uap air di atas permukaan air, tanah
ataupun daun, sehingga tekanan uap air menjadi lebih besar dan
evapotranspirasi meningkat. Jadi kecepatan angin mempunyai peranan sangat
penting dalam proses evapotranspirasi. Kecepatan angin yang besar akan
menyebabkan semakin besarnya evapotranspirasi potensial.
C. Kelembaban Relatif / Udara
Kelembaban udara yang semakin rendah menyebabkan perbedaan tekanan
uap antara permukaan air terhadap lapisan udara diatasnya semakin besar,
sehingga evapotranspirasi semakin besar. Apabila kelembaban relatif udara
tinggi maka kemampuannya untuk menyerap air berkurang.
D. Temperatur Udara
Peningkatan suhu udara akan menyebabkan proses evapotranspirasi berjalan
lebih cepat. Hal ini terkadi karena meningkatnya besar energi panas yang
menyebabkan evapotranspirasi menjadi lebih besar.
E. Pengaruh Usia Tanaman
Nilai evapotranspirasi akan meningkat pada saat tanaman mulai tumbuh tua.
Meningkatnya nilai evapotranspirasi akan sejalan dengan pertumbuhan
tanaman dan akan mencapai batas maksimum pada saat penutupan vegetasi
menurut jenis tanaman, nilai evapotranspirasi akan menurun sejalan dengan
pematangan biji menuju saat panen.
F. Pengaruh Jenis Tanaman
Pengaruh jenis tanaman mempengaruhi transpirasi selama kondisi musim
kering. Jenis tanaman di padang pasir, yang mempunyai stomata lebih sedikit
relatif menguapkan sedikit air. Sebaliknya jenis tanaman yang mempunyai
akar pada bidang muka air jenuh, penguapannya tidak tergantung pada kadar
lengas zona aerasi.
G. Koefisien Tanaman (Kc)
Koefisien tanaman (Kc) adalah pengaruh dari watak tanaman terhadap
kebutuhan air bagi tanaman. Pemilihan harga Kc didasarkan pada sifat
tanaman, waktu tanam, usia tanaman dan kondisi iklim pada umumnya.
Nilai Kc untuk tanaman dapat menggunakan nilai koefisien tanaman untuk
padi dengan varietas unggul mengikuti ketentuan di bawah ini:
Tabel 2.1 Koefisien Tanaman Padi
Bulan ke PIADP PROSIDA
FAO
Varietas
Unggul
Varietas
Biasa
0,5 1,08 1,20 1,10 1,10
1,0 1,07 1,27 1,10 1,10
2,0 0,67 1,30 1,05 1,10
2,5 0,32 1,30 0,95 1,10
3,0 0,00 0,00 0,00 1,05
3,5 0,00 0,00 0,00 0,95
4,0 0,00 0,00 0,00 0,00
(Sumber :Standar Perencanaan irigasi KP-01, Departemen Pekerjaan Umum)
H. Pengaruh Ketersediaan Air Tanah dan Salinitas
Tingkat penguapan dari satu permukaan yang jenuh kira – kira sama dengan
penguapan dari suatu permukaan air pada temperatur yang sama. Pada saat
tanah mulai mongering, penguapan berkurang dan temperaturnya naik untuk
mencapai keseimbangan energi. Pengaruh salinitas atau benda – benda padat
yang terurai menimbulkan pengurangan tekanan uap dari cairan yang
bersangkutan.
Besarnya evapotranspirasi untuk menghitung kebutuhan air tanaman
dapat dihitung dengan menggunakan metode Penman yang dimodifikasi
(Modified Penman) oleh Nedeco/Prosida seperti diuraikan dalam PSA – 010.
Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris
dengan meperhatikaan faktor-faktor meteorologi yang terkait seperti suhu udara,
kelembaban, kecepatan angin dan penyinaran matahari.
Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek
dikalikan denagn koefisien tanaman tertentu. Sehingga evapotranspirasi sama
dengan evapotranspirasi potensial hasil perhitungan Penmann x crop factor. Dari
harga evapotranspirasi yang diperoleh, kemudian digunakan untuk menghitung
kebutuhan air bagi pertumbuhan dengan menyertakan data curah hujan efektif.
Rumus evapotranspirasi Penman yang telah dimodifikasi (modified Penman
method) adalah sebagai berikut :
���= �[�.��+ (1− �)�(�)(�� − ��)]...(2-16)
dimana:
Eto = evapotranspirasi acuan (mm/hari)
c = faktor koreksi untuk mengkonpensasikan cuaca siang dan malam hari,
dapat dilihat dalam tabel 2.2
w = faktor koreksi terhadap temperatur, dapat dilihat pada tabel 2.3
Rn = radiasi netto (mm/hari)
f (u) = fungsi angin
(ea-ed) = perbedaan antara tekanan uap air lembab pada temperatur udara rata-rata
dan tekanan uap air aktual rata-rata (mbar)
��= ��� –���...(2-17)
��� = (1− �)��...(2-18)
β = 0,25
��= � 0,25 + 0,54���× ��...(2-19)
dimana :
Rs = Jumlah radiasi gelombang pendek
Ra = Radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfer, dapat
dilihat pada tabel 2.5
n/N = penyinaran matahari (%)
��� = �(�)��(��)��( �
� )...(2-20)
dimana :
f (t) = fungsi waktu, daapt dilihat pada tabel 2.6
�(��) = 0,34−0,044(��)0,5...(2-21)
dimana :
f (ed) = fungsi tekanan uap
�� =�� ��...(2-22)
dimana :
ed = tekanan uap air aktual rata-rata (mbar)
ea = tekanan uap air lembab rata-rata (mbar)
� ����= 0,1 + 0,9��...(2-23)
dimana :
f (n/N) = fungsi penyinaran matahari
�(�) = 0,27(1 + �
100)...(2-24)
dimana :
f(u) = fungsi kecepatan angin
Tabel 2.2 Angka koreksi ( c ) bulanan untuk rumus Penman
Bulan c
Januari 1.10
Pebruari 1.10
Maret 1.00
April 0.90
Mei 0.90
Juni 0.90
Juli 0.90
.Agustus 1.00
27.4 36.50 0.769 16.18
27.6 36.94 0.771 16.22
27.8 37.37 0.773 16.26
28.0 37.81 0.775 16.30
28.2 38.25 0.777 16.34
28.4 38.70 0.779 16.38
28.6 39.14 0.781 16.42
28.8 39.61 0.783 16.46
29.0 40.06 0.785 16.50
Sumber : Penman 1948
Tabel 2.5 Harga Ra untuk 5o LU – 10o LS
Bulan
L U L S
5 4 2 0 2 4 6 8 10
Januari 13.0 14.3 14.7 15.0 15.3 15.5 15.8 16.1 16.1
Pebruari 14.0 15.0 15.3 15.5 15.7 15.8 16.0 16.1 16.0
Maret 15.0 15.5 15.6 15.7 15.7 15.6 15.6 15.5 15.3
April 15.1 15.5 15.3 15.3 15.1 14.9 14.7 14.4 14.0
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 14.1 13.8 13.4 13.1 12.6
Juni 15.0 14.4 14.2 13.9 13.5 13.2 12.8 12.4 12.6
Juli 15.1 14.6 14.3 14.1 13.7 13.4 13.1 12.7 11.8
September 15.1 15.3 15.3 15.3 15.2 15.1 15.0 14.9 13.3
Oktober 15.7 15.1 15.3 15.4 15.5 15.6 15.7 15.8 14.6
Nopember 14.8 14.5 14.8 15.1 15.3 15.5 15.8 16.0 15.6
Desember 14.6 14.1 14.4 14.8 15.1 15.4 15.7 16.0 16.0
Sumber : Penman 1948
I. Perkolasi
Perkolasi adalah meresapnya air ke dalam tanah dengan arah vertikal ke
bawah, dari lapisan tidak jenuh. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh
sifat-sifat tanah, kedalaman air tanah dan sistem perakarannya. Koefisien perkolasi
adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan kemiringan :
- lahan datar = 1 mm/hari
- lahan miring > 5% = 2 – 5 mm/hari
b. Berdasarkan tekstur :
Jenis Tanah Angka Perkolasi
Padi (mm/hari) Palawija (mm/hari)
Tekstur Berat 1 2
Tekstur Sedang 2 4
Tekstur Ringan 5 10
Sumber:Standar Perencanaan Irigasi KP-01
Laju perkolasi sangat bergantung padas sifat – sifat tanah. Guna menentukan
laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan
Jendral Pengairan (1986) nilai perkolasi dan rembesan di sawah sebesar 2
mm/hari.
2.4.2. Run-Off
Run off ( limpasan) dapat didefinisikan sebagai bagian curah hujan yang
membuat aliran ke saluran-saluran, sungai, danau atau laut sebagai air permukaan
(Schwab, et. Al, 1981). Sosrodarsono dan Takeda (1993) menyatakan limpasan
adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah, yakni
curah hujan yang dikurangi sebagian besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan
besarnya genangan.
Limpasan pada sebuah daerah aliran sungai dapat dianggap sebagai
produk dalam siklus hidrologi, dipengaruhui oleh faktor-faktor yang terdiri dari
(Sosrodarsono dan Takeda, 1993) :
a) Faktor iklim
1) Presipitasi, terdiri dari jenis, intensitas, durasi, distribusi waktu,
frekuensi, arah pergerakan curah hujan, curah hujan terdahulu dan
kelembaban tanah.
2) Evaporasi, terdiri dari suhu, radiasi matahari, kelembaban udara,
angin, tekanan udara, kandungan bahan-bahan yang dapat mencair,
keadaan dan siat-sifat evaporasi permukaan.
b) Karakteristik DAS
1) Faktor geometri, yaitu ukuran, bentuk dan elevasi DAS serta
kerapatan drainase.
2) Faktor fisik, yaitu tata guna lahan, infiltrasi, jenis tanah, kondisi
2.4.3 Hubungan Curah Hujan Dengan Run Off
Menurut Seyhan (1990), hubungan antara curah hujan dan limpasan
tidaklah langsung. Diantara keduanya, evaporasi, intersepsi, cadangan depresi,
cadangan salju dan infiltrasi bekerja sebagaimana diatur oleh
karakteristik-karakteristik dari ukuran, kemiringan, bentuk, ketinggian, tata guna lahan serta
geologi daerah aliran sungai.
Horton (1993) dalam Seyhan (1990) menerangkan bahwa ada 4 tipe
peningkatan limpasan yang disebabkan oleh curah hujan, yaitu:
1) I<fc - tidak terdapat limpasan permukaan
P<dlt - semua air yang diinfiltrasi tetap pada mintakat tak jenuh
2) I<fc - tidak terdapat limpasan permukaan
P>dlt - pengisian kembali air tanah dengan jumlah yang sama
dengan P
3) I<fc - terdapat limpasan permukaan
P>dlt - tidak terdapat pengisian kembali air tanah
4) I>fc - terdapat limpasan permukaan
P>dlt - pengisian kembali air tanah
keterangan:
I = intensitas curah hujan
P = curah hujan
fc = kapasitas infiltrasi
dlt = defisiensi lengas tanah