• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Perkuatan Lapisan Beton Aspal dengan Geogrid Untuk Menahan Kerusakan Perubahan Bentuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Perkuatan Lapisan Beton Aspal dengan Geogrid Untuk Menahan Kerusakan Perubahan Bentuk"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN HIBAH BERSAING

JUDUL PENELITIAN

KAJIAN PERKUATAN LAPISAN BETON ASPAL

DENGAN GEOGRID UNTUK MENAHAN KERUSAKAN

PERUBAHAN BENTUK

PENULIS

Senja Rum Harnaeni, S.T, M.T. NIDN :06-2502-7402 Ir. Sri Sunarjono, MT, Ph.D

NIDN : 06-3012-6302

dibiayai oleh:

Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 007/K6/KL/SP/2014, Tanggal 8 Mei 2014

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NOVEMBER 2014

(2)
(3)

RINGKASAN

Pada saat ini seluruh panjang jalan di Indonesia adalah sekitar 355.856 km yang terdiri dari jalan Nasional 34.629 km, jalan Provinsi 50.044 km, jalan Kabupaten 245.253 km, jalan Kota 23.469 km, dan jalan lainnya 773 km. Kondisi jalan tersebut tidak seluruhnya dalam kondisi baik. Jalan Nasional yang dalam kondisi baik hanya sekitar 52,2 %, sedangkan jalan Kota dan Kabupaten yang kondisinya baik hanya sekitar 22,48 % (Ditjen Bina Marga , 2010). Melihat kondisi jalan tersebut di atas maka akan sangat berat bagi Bina Marga selaku pengelola jalan di Indonesia untuk memperbaiki kondisi jalan supaya tetap dalam kondisi baik. Dengan rata-rata biaya preservasi jalan sebesar 0,3 Milyar/Km, maka biaya preservasi jalan akan memakan biaya yang sangat besar. Dengan demikian untuk mengurangi kerusakan jalan masih diperlukan inovasi teknologi di bidang perkerasan jalan yang lebih kuat dalam menahan beban lalulintas dan gangguan cuaca.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penggunaan geogrid sebagai bahan perkuatan campuran beton aspal dalam menahan beban kendaraan dan pengaruh cuaca panas yang memperlemah kuat dukung lapisan perkerasan jalan beton aspal. Tujuan khusus penelitian ini secara berturut-turut adalah untuk menganalisis pengaruh peregangan awal geogrid, letak geogrid dan kepadatan beton aspal terhadap kemampuan beton aspal menahan lendutan akibat beban kendaraan, dan meningkatkan ketahanan beton aspal terhadap pengurangan kekuatan yang disebabkan oleh meningkatnya temperatur perkerasan jalan pada siang hari.

Penelitian dilakukan dengan membuat benda uji beton aspal dengan perkuatan geogrid yang berbentuk plat ukuran 380x63x50 mm3 untuk uji Beam Bending. Uji Beam Bending untuk melihat kemampuan beton aspal dalam menahan beban statis. Faktor-faktor yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kepadatan beton aspal, peregangan awal geogrid dan faktor temperatur perkerasan yang mengalami fluktuasi setiap harinya.

Hasil penelitian terhadap lapisan Asphalt Concrete Wearing Course (ACWC)

yang tidak diperkuat dengan geogrid menunjukkan bahwa :

1. Campuran Asphalt Concrete Wearing Course mempunyai kadar aspal optimum 6,7 % terhadap total campuran.

(4)

3. Semakin tinggi temperatur campuran ACWC kemampuannya menahan beban statis cenderung semakin kecil, hal ini ditunjukkan dari tegangan maksimum yang semakin kecil dan lendutan yang terjadi makin besar pada temperatur yang lebih tinggi.

4. Semakin tinggi temperatur campuran ACWC semakin kecil pengaruh kepadatan terhadap kemampuan ACWC dalam menahan beban statis.

5. Geogrid yang dipasang di dalam lapisan ACWC mampu memberikan tambahan ketahanan terhadap kemampuan menahan beban statis, dan posisi yang paling baik adalah yang berada ditengah-tengah lapisan ACWC.

(5)

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas perkenan Nya kami dapat melanjutkan amanah Almarhum Bapak Ir. Sri Widodo, MT untuk menyelesaikan laporan akhir penelitian dengan judul KAJIAN PERKUATAN LAPISAN BETON ASPAL

DENGAN GEOGRID UNTUK MENAHAN KERUSAKAN PERUBAHAN

BENTUK.

Dengan selesainya laporan akhir penelitian ini kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Ditlitabmas Ditjen Dikti yang telah memberikan dana penelitian hibah bersaing

2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Surakarta beserta stafnya yang telah memberikan bantuan dan dukungannya sehingga laporan penelitian dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ketua Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil FT-UMS beserta stafnya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan pengujian-pengujian di laboratorium. 4. Para reviewer beserta rekan-rekan dosen Jurusan Teknik Sipil FT-UMS yang ikut

membantu memberikan masukan-masukan untuk kesempurnaan laporan penelitian ini.

Akhirnya kami harapkan semoga penelitian ini dapat menjadi amal jariyah untuk almarhum Bapak Ir. Sri Widodo, MT serta dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada para pelaksana pekerjaan jalan raya, terutama yang berkaitan dengan beton aspal. Tak lupa segala macam kritik dan saran demi sempurnanya laporan penelitian ini selalu kami harapkan.

Surakarta, November 2014 Peneliti

(6)

DAFTAR ISI

2.2.Hasil-hasil Penelitian Penggunaan Geosintetik untuk Perkerasan Jalan Raya

(7)

BAB 6.

5.4.Pengujian Beam Bending ACWC Tanpa Perkuatan Geogrid

5.5. Pengujian Beam Bending ACWC Dengan Perkuatan Geogrid

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan

6.2.Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

halaman

54

57

(8)

DAFTAR TABEL

Bentuk, Peran, Fungsi, dan Aplikasi Geosintetik Hasil Pengamatan Jejak Roda Setelah 25.000 Lintasan Hasil Pengujian Model Perkerasan Dengan Beban Roda Ketentuan Sifat-sifat Campuran ACWC Gadasi Halus Amplop Gradasi Agregat Campuran ACWC Gradasi Halus Rancangan Benda Uji Pengujian Marshall

Rancangan Pengujian Beam Bending

Variabel Dependent, Variabel Independent, Indikator, dan Parameter yang Digunakan dalam Penelitian

Skema Kesalahan Pengujian Hipotesa Hasil Pengujian Agregat Kasar Hasil Pengujian Agregat Halus

Gradasi Agregat dalam Pelaksanaan Pengujian Campuran Agregat

Hasil Pengujian Aspal Penetrasi 60/70

Hasil Pengujian Beam Bending terhadap ACWC Tanpa Perkuatan Geogrid

Hasil Pengujian Beam Bending terhadap ACWC dengan Perkuatan Geogrid pada 2/5 tinggi

Hasil Pengujian Beam Bending terhadap ACWC dengan Perkuatan Geogrid pada 1/2 tinggi

(9)

DAFTAR GAMBAR

Benda Uji Perkerasan Aspal di Atas Subgrade Tanah Lunak Model Pembebanan Benda Uji

Model Struktur Bahan Perkerasan

Pembebanan Benda Uji dengan Universal Testing Machine Benda Uji Pengendalian Retak Refleksi

Alat Pengujian Benda Uji Pengendalian Retak Refleksi Garis-garis di Tengah Perkerasan yang Berjarak 1 m Direncanakan untuk Sampel Pengujian di Laboratorium Potongan Melintang Sampel Struktur Perkerasan

Penjalaran Retak pada Sampel Tanpa Perkuatan, dengan Perkuatan Geogrid, dan Perkuatan Geokomposit

Benda Uji dan Letak Perkuatan Geotekstil Pembebanan Balok Beton dengan Alat Marshall

Hubungan antara Beban (Load) dan Deformasi (deformation) Batang Beton Aspal

Road Map Penelitian

Alat Pencetak Benda Uji Beton Aspal Alat Tes Marshall

Alat Beam Bending Test

Rencana Penelitian

Hubungan Tensile Strength dan Strain Geogrid

Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Tahap Ke 1 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian Tahap Ke 2 Pengaruh Kadar Aspal terhadap Stabilitas Pengaruh Kadar Aspal terhadap Kelelehan

Pengaruh Kadar Aspal terhadap Marshall Quotient

Pengaruh Kadar Aspal terhadap Rongga Dalam Campuran Pengaruh Kadar Aspal terhadap Rongga Diantara Agregat

(10)

Gambar 5.6.

Pengaruh Kadar Aspal terhadap Rongga Terisi Aspal Rangkuman Kadar Aspal yang Menghasilkan Karakteristik Campuran Aspal Sesuai Spesifikasi ACWC Gradasi Halus Pengaruh Kadar Aspal terhadap Kepadatan

Pengaruh Kepadatan dan Temperatur terhadap Tegangan maksimum ACWC Tanpa Perkuatan Geogrid

Pengaruh Kepadatan dan Temperatur terhadap lendutan ACWC Tanpa Perkuatan Geogrid

Pengaruh Kepadatan dan Temperatur terhadap Tegangan maksimum ACWC yang Diperkuat Geogrid pada 2/5 Tinggi Pengaruh Kepadatan dan Temperatur terhadap lendutan ACWC yang Diperkuat Geogrid pada 2/5 Tinggi

Pengaruh Kepadatan dan Temperatur terhadap Tegangan maksimum ACWC yang Diperkuat Geogrid pada 1/2 Tinggi Pengaruh Kepadatan dan Temperatur terhadap lendutan ACWC yang Diperkuat Geogrid pada 1/2 Tinggi

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

: Hasil Pengujian Marshall

: Hasil Pengujian Beam Bending LapisanACWC

(12)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jalan merupakan prasarana transportasi paling dominan di Indonesia. Moda jalan mendominasi sekitar 80-90% dari seluruh perjalanan di Jawa dan Sumatera. Kereta api hanya memiliki pangsa pasar sekitar 10,5% di Jawa (Ditjen Perhubungan Darat, 2005). Panjang seluruh jaringan jalan di Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 355.856 km (Ditjen Bina Marga, 2010). Jaringan jalan tersebut terdiri dari jalan nasional 34.629 km, jalan propinsi 50.044 km, jalan kabupaten 245.253 km, jalan kota 23.469 km, dan jalan lainnya 773 km. Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga selaku pengelola jaringan jalan nasional mempunyai visi : ”Terwujudnya sistem jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan di seluruh wilayah nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial”.

Perwujudan visi Direktorat Jenderal Bina Marga saat ini masih terkendala dengan kondisi jaringan jalan di Indonesia. Jalan nasional yang kondisinya baik saat ini berjumlah sekitar 52,2%, sisanya dalam kondisi sedang dan rusak. Jalan propinsi yang kondisinya baik sekitar 38,89 %, yang kondisinya rusak ringan sekitar 28,21%, dan yang kondisinya rusak berat sekitar 32,9%. Jalan kabupaten dan jalan perkotaan yang kondisinya baik sekitar 22,46% dan yang kondisinya normal sekitar 24,53%. Jalan kabupaten dan perkotaan yang berada dalam kondisi buruk dan sangat buruk sekitar 53,01 % (Ditjen Bina Marga, 2010).

Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada jalan telah mendorong para peneliti untuk mengungkap penyebab kerusakan dan mengembangkan inovasi teknologi untuk mendapatkan bahan campuran aspal yang handal. Para peneliti juga berusaha mencari solusi untuk menangani kerusakan jalan tersebut. Penelitian telah dilakukan terhadap beban kendaraan, struktur perkerasan, dan pengaruh cuaca terhadap karakteristik campuran beraspal. Penelitian juga dilakukan untuk menciptakan inovasi rancangan campuran aspal yang dapat mengatasi permasalahan kerusakan jalan.

(13)

pada truk sumbu ganda sebesar 97,3 % dan truk dengan sumbu tunggal sebesar 83,8 %. Kelebihan muatan truk di ruas jalan Manado-Bitung telah menaikkan damage factor 2 sumbu dari 1,065 menjadi 10,9095 dan truk 3 sumbu dari 1,0375 menjadi 10,9201 (Mulyono, 2002). Penelitian di jalan Pantura Jawa menunjukkan bahwa tingkat

overloading truk sumbu tunggal rata-rata sebesar 203% dan truk sumbu ganda rata-rata sebesar 202% dari yang diijinkan. Overloading di jalan Lintas Timur Sumatera menyebabkan tingkat overloading sumbu tunggal rata-rata sebesar 124% dan sumbu ganda rata-rata sebesar 120% (Departemen Pekerjaan Umum, 2007).

Penelitian terhadap struktur pekerasan menunjukkan bahwa perkerasan aspal yang jenuh air akan mudah rusak saat menerima beban kendaraan. Kerusakan terjadi karena terjadi proses pumping yang melepaskan ikatan antara agregat dan air saat perkerasan jenuh menerima beban kendaraan yang terjadi berulang-ulang (Kandhal and Rickards, 2001). Kandungan air dalam agregat saat proses pencampuran aspal panas akan mempengaruhi kinerja campuran aspal panas. Semakin besar kandungan air dalam agregat akan menurunkan modulus resiliennya. Penurunan modulus resilien cenderung meningkatkan ketahanannya terhadap kelelahan, tetapi menurunkan kemampuannya menahan deformasi (Kim dkk., 1985). Besarnya rongga pada perkerasan aspal akan menyebabkan penurunan penetrasi aspal karena terjadinya oksidasi dan polimerisasi pada aspal yang berada di dalam struktur perkerasan (Suroso, 2008). Penurunan penetrasi aspal akan menyebabkan kelekatannya berkurang dan struktur perkerasan menjadi kaku sehingga saat menerima beban kendaraan menjadi cepat rusak. Temperatur lebih berpengaruh terhadap kinerja perkerasan dibandingkan dengan beban yang bekerja pada struktur perkerasan ( Lu dkk., 2009). Proses pemanasan pada saat pencampuran akan menyebabkan penuaan jangka pendek pada aspal, sedangkan pemanasan oleh matahari saat masa pelayanan jalan menyebabkan terjadinya proses penuaan jangka panjang (Kliewer dkk., 1995).

Penelitian yang berkaitan dengan campuran aspal telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Penggunaan agregat di atas kurva Fuller pada campuran aspal menghasilkan ketahanan terhadap rutting yang lebih baik dibanding dengan yang menggunakan agregat di bawah kurva Fuller ( Utama, 2005). Sengoz dan Agar (2006) telah meneliti pengaruh tebal penyelimutan aspal pada batuan terhadap ketahanan campuran aspal terhadap air.

(14)

pada campuran beton aspal dapat meningkatkan ketahanannya terhadap rutting dan

stripping pada permukaan jalan (Kerh dkk., 2005). Menurut Kim dkk. (1985) kandungan air pada agregat pada campuran aspal panas akan menurunkan modulus resiliennya. Penurunan modulus resilien cenderung menambah umur kelelahan, tetapi mengurangi ketahanannya terhadap deformasi. Penambahan karet sampai 3 % pada campuran beton aspal juga menurunkan modulus resilien dan kuat tariknya, tetapi menambah ketahanannya terhadap penuaan aspal (Xiao and Amirkhanian, 2008). Penambahan low density polyethylene (LDPE) sebesar 6 % pada campuran Split Mastic Asphalt akan meningkatkan modulus kekakuannya, tetapi regangannya menurun (Hadidy and Qiu, 2009). Penambahan aditif Fixonite antara 5% hingga 15% dalam beton aspal yang dipadatkan pada suhu 110oC hingga 130oC dapat meningkatkan nilai stabilitas dinamis dan menurunkan laju deformasi (Diana, 2005).

Teknologi perkuatan lapisan tambahan perkerasan untuk menahan retak refleksi telah dikembangkan di Afrika Selatan dan Amerika. Geosintetik nonwoven polyester paving fabric telah digunakan untuk menahan penjalaran retak di atas lapisan perkerasan aspal yang mengalami block cracking pada pekerjaan overlay di Afrika Selatan pada tahun 1980 ( James, 2004). Penjalaran retak baru nampak di permukaan perkerasan jalan pada tahun 1995. Permukaan jalan ini kembali digelar paving fabric dan di lapis dengan double seal 13,2 mm dan 6,7 mm batuan chip. Permukaan jalan masih dalam keadaan baik pada tahun 2003. Penggunaan geosintetik sebagai pencegah penjalaran retak pada pekerjaan

overlay telah mulai di teliti oleh Federal Highway Administration (FHA) pada tahun 1970 di Amerika. FHA pada tahun 1977 menyetujui penggunaan polypropylene nonwoven sebagai lapisan antara yang berfungsi mencegah penjalaran retak pada pekerjaan overlay di atas jalan lama yang telah mengalami retak (Carver and Sprague, 2000).

Retak pada lapisan tambahan akan terjadi saat gaya-gaya geser dan tekuk akibat beban lalulintas berat melampaui kekuatan retak lapis aspal tambahan (James, 2004). Geogrid yang dipasang diatas permukaan jalan lama yang mengalami retak sebelum diberi lapis tambahan di atasnya dapat mencegah penjalaran retak dari lapis perkerasan lama ke lapis perkerasan baru yang ada di atasnya (Khodaii dkk., 2009). Penggunaan geocomposite

di bawah lapis perkerasan beton aspal dapat meningkatkan ketahanannya terhadap rutting

(15)

diperkuat dengan geosintetik telah mampu menyerap energi yang ditransfer oleh beban kendaraan ke dalam lapis perkerasan aspal ( Grabowski and Pozarycki, 2008).

Penelitian-penelitian yang pernah ada memperlihatkan bahwa geosintetik mempunyai kemampuan untuk memperkuat lapisan perkerasan aspal. Geosintetik merupakan bahan berbentuk lembaran yang hanya mempunyai kekuatan tarik. Kekuatan tarik geosintetik akan efektif jika saat dipasang kondisinya dalam keadaan tegang. Pemberian regangan awal pada geosintetik saat pemasangan dapat memperkuat ikatan antara butiran dalam campuran aspal. Kekuatan tarik geosintetik dapat membantu ketahanan campuran aspal dalam menahan tegangan tarik. Kekuatan tarik campuran aspal diperlukan karena saat menerima beban berat pada bagian bawah lapisan menderita tegangan tarik.

Salah satu jenis geosintetik yang berfungsi sebagai perkuatan adalah geogrid. Geogrid mempunyai kuat tarik yang tinggi dan mempunyai ketahanan terhadap air yang baik, sehingga gabungan antara campuran aspal dan geogrid dapat menghasilkan campuran aspal yang lebih tahan terhadap air dan mempunyai kuat tarik yang lebih baik. Pada penelitian sebelumnya faktor regangan awal geosintetik dan kepadatan beton aspal belum dimasukkan sebagai parameter yang akan mempengaruhi kinerja campuran aspal yang diperkuat dengan geosintetik. Penelitian lanjutan penggunaan geogrid pada campuran aspal dengan memasukkan faktor peregangan awal geogrid, kepadatan beton aspal, dan pengaruh temperatur perkerasan perlu dilakukan untuk melengkapi penelitian-penelitian yang pernah ada sebelumnya.

1.2. Urgensi Penelitian

Prasarana jaringan jalan merupakan kebutuhan pokok bagi pelayanan distribusi perdagangan dan industri. Jaringan jalan juga merupakan perekat bagi keutuhan bangsa dan negara dalam aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan keamanan. Dengan demikian keberadaan jaringan jalan yang andal dan dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia merupakan kebutuhan primer yang harus terus diupayakan keberadaannya. Fungsi jaringan jalan sebagai salah satu komponen transportasi menduduki posisi yang sangat penting dalam mendukung kegiatan transportasi secara keseluruhan yang ada di Indonesia saat ini.

(16)

wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Namun untuk Wilayah Maluku, Irian Jaya dan Nusatenggara Timur peran moda laut lebih dominan. Walaupun begitu tidak dapat dipungkiri bahwa moda jalan telah menjadi pilihan utama untuk perjalanan jarak pendek dan menengah dalam satu pulau.

Peran infrastruktur jalan dalam menggerakkan roda perekonomian sangat besar. Infrastruktur jalan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan mengakibatkan pertumbuhan lalulintas sebesar 1,5% (Ditjen. Bina Marga, 2010). Hal ini harus diantisipasi dengan menyediakan penambahan kapasitas fisik atau melalui pengaturan dan pengendalian kebutuhan transportasi.

Keberadaan jalan di Indonesia dalam kenyataannya tidak dapat terlepas dari

timpangnya sebaran penduduk, perbedaan luas wilayah, dan keberagaman kondisi

topografi yang ada. Lebih dari 70 % jaringan jalan yang ada pada saat ini terdapat di Pulau

Sumatera, Jawa dan Bali yang luas wilayahnya hanya mencakup sekitar 31 % dari seluruh

wilayah Indonesia. Sisanya 30 % jaringan jalan berada di Kalimantan, Sulawesi, NTB,

NTT, Maluku dan Papua yang memiliki 69 % dari luas wilayah Nasional. Selain itu

meskipun sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari perairan, namun moda transportasi

yang dipergunakan masih dikuasai oleh moda transportasi yang menggunakan prasarana

jalan. Dari kurang lebih 3 milyar ton/tahun angkutan barang yang ada, lebih dari 90%

menggunakan moda transportasi prasarana jalan (Ditjen. Bina Marga, 2010). Pulau

Kalimantan dan Sulawesi yang saat ini masuk ke dalam wilayah sedang berkembang relatif

masih memerlukan pengembangan jalan antara lain seperti jalan lintas Kalimantan yang

merupakan bagian dari jaringan ASEAN Highway dan Pan Borneo Highway, dan jalan

lintas Sulawesi masih perlu dibangun untuk mengembangkan perekonomian di daerah

tersebut. Sehingga dengan demikian pengembangan teknologi di bidang bahan perkerasan

jalan masih sangat diperlukan di Indonesia.

(17)
(18)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geosintetik

Geosintetik berasal dari kata geo yang berarti tanah dan sintetik yang berarti tiruan. Jadi geosintetik berarti bahan tiruan (sintetik) atau bahan yang bukan merupakan bahan alami yang penggunaannya berhubungan dengan tanah atau batuan (Suryolelono, 2000). Bahan sintetis ini dapat berupa bahan-bahan yang berasal dari polimerisasi hasil industri-industri minyak bumi, serat-serat sintetis, kain, baja dan lain lain. Dalam perkembangan selanjutnya geosintetik adalah bahan sintetis berupa serat-serat sintetis yang dianyam, tanpa anyam atau bentuk lainnya yang digunakan dalam pekerjaan pekerjaan tanah.

Geosintetik secara umum dibedakan berdasar sifat permeabilitasnya yaitu bahan lolos air (permeable) dikenal sebagai geotekstil dan bahan bersifat kedap air (impermeable) dikenal sebagai geomembran. Bentuk bahan geotekstil berupa lembaran dengan anyaman, tanpa anyaman dari kumpulan benang-benang sintetis. Sesuai dengan kebutuhan di lapangan, bentuk geosintetik semakin bervariasi, misalnya bentuk grid, dan bentuk komposit . Macam-macam bentuk geosintetik seperti terlihat pada Gambar 2.1.

(19)

a. Geotekstil dengan anyaman b. Geotekstil tanpa anyaman

c. Geomembram d. Geogrid

e. Geokomposit untuk perkuatan lapis aspal f. Geokomposit untuk drainase

Gambar 2.1. Macam-macam Bentuk Geosintetik (PT.Tetrasa Geosinindo, 2005)

(20)

material yang berbeda gradasinya (anti kontaminasi). Sedangkan peran hidrolis berhubungan dengan fungsi geosintetik sebagai bahan drain dalam pekerjaan drainase dan sebagai filter untuk pekerjaan filtrase.

Kuat tarik, kuat geser yang tinggi serta nilai rangkak yang rendah merupakan bahan yang dapat dipergunakan untuk perkuatan tanah dalam arti memperbaiki sifat-sifat mekanis tanah tersebut. Sedangkan kuat tarik, kuat tembus (puncture resistance), dan kuat sobek (burts resistance) merupakan karakteristik yang diperlukan dalam penggunaan geosintetik sebagai pemisah antara 2 lapisan bahan yang saling berhubungan seperti misalnya subgrade dan subbase pada struktur perkerasan jalan.

Sebagai bahan drainase geosintetik dapat mengalirkan air melalui tampang geosintetik (arah transversal), baik secara horisontal maupun vertikal dengan dan tanpa kolektor. Fungsi drain juga untuk menurunkan tegangan air pori, sehingga tegangan efektif serta lekatan tanah dapat dipertahankan. Selain itu geosintetik juga dapat berfungsi sebagai

filter, yaitu mengijinkan air lewat dengan mudah melalui bahan geosintetik, tetapi bahan tersebut dapat menahan butiran butiran tanah. Pengaliran melaui bahan ini merupakan pengaliran normal, yaitu tegak lurus lembaran geosintetik. Bentuk, peran, fungsi, dan aplikasi geosintetik yang diperlukan pada bangunan teknik sipil dapat dilihat pada Tabel 2.1.

2.2. Hasil-hasil Penelitian Penggunaan Geosintetik untuk Perkerasan Jalan Raya

Fungsi geosintetik salah satunya adalah untuk perkuatan tanah lunak. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya geosintetik juga digunakan untuk perkuatan lapisan campuran aspal terutama pada pekerjaan overlay diatas perkerasan lama yang mengalami retak. Pada uraian selanjutnya pada bab ini akan disajikan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan penggunaan geosintetik pada lapis perkerasan jalan.

2.2.1.Peran geosintetik dalam menambah ketahanan perkerasan aspal terhadap

jejak roda.

(21)

(DBM) setebal 80 mm (Gambar 2.2). DBM digelar diatas subbase dengan tiga cara masing-masing adalah : tanpa perkuatan, dengan perkuatan geocomposite di tengah lapisan DBM, dan dengan perkuatan geocomposite terletak di dasar lapisan DBM.

Tabel 2.1. Bentuk, Peran, Fungsi, dan Aplikasi Geosintetik.

Bentuk Geosintetik

Peran Fungsi Aplikasi

Geogrid Mekanis Perkuatan 1.Perkuatan tanah untuk lereng 2.Perkuatan tanah utk timbunan

tanah lunak

3.Perkuatan lapisan beton aspal 4.Stabilisasi Sugrade

1. Sebagai sistem perkuatan tanah pada lereng

2. Sebagai lapisan kedap pada lapis ulang aspal

3. Sebagai lapisan pemisah utk timbunan di atas tanah lunak 4. Sebagai stabilisasi subgrade

jalan raya

5. Sebagai filtrasi pd sistem tata salir bawah permukaan

Geomembran Mekanis Anti

kontaminasi

1.Penampungan air minum, limbah cair

2.Sistem saluran irigasi dan bendungan

3.Jalan raya diatas tanah kembang susut

1.Perkuatan lapisan beton aspal 2.Kontrol erosi pada lereng

3.Tata salir horisontal pada jalan raya, jln KA, lapangan olah raga 4.Tata salir vertikal utk percepatan

konsolidasi

5.Tata salir struktural pada basement bangunan

(22)

Gambar 2.2. Benda Uji Perkerasan Aspal Diatas Subgrade Tanah Lunak (Austin and

Gilchrist, 1996)

Pembebanan di lakukan dengan menjalankan beban roda tunggal sebesar 6 kN dengan tekanan kontak berkisar 300 kPa. Gambar 2.3. menunjukkan model pembebanan dengan roda yang dilakukan secara menerus sampai jumlah lintasan sebanyak 25.000 kali.

Tabel 2.2. menyajikan hasil pengamatan kedalaman jejak roda ( rut depth) setelah 25.000 kali lintasan. Penggunaan geocomposite mampu mengurangi ke dalaman jejak roda pada lapis perkerasan yang terletak di atas tanah dasar lunak. Penggunakan

geocomposite di bawah lapisan perkerasan aspal DBM mampu mengurangi ke dalaman jejak roda sampai sebesar 33 % dibandingkan dengan jika tidak digunakan geocomposite

sebagai perkuatan. Geocomposite telah mampu memperkuat lapisan DBM dalam menahan beban lalulintas, sehingga jejak roda yang timbul lebih kecil jika dibandingkan dengan DBM yang tanpa geocomposite (Austin and Gilchrist, 1996).

Gambar 2.3.Model Pembebanan Benda Uji (Austin and Gilchrist, 1996) 80 mm DBM Wearing course

15 mm Regulating course

160 mm Subbase course

1060 mm Clay subgrade

(23)

Tabel 2.2. Hasil Pengamatan Jejak Roda Setelah 25.000 Lintasan Jenis perkerasan Rut depth (mm) Persentase DBM tanpa perkuatan

Geocomposite di tengah lapisan DBM

Geocomposite di bawah lapisan DBM

60 Sumber : Austin and Gilchrist (1996)

Penelitian hanya membahas pengaruh letak geocomposite terhadap kemampuannya memberikan perkuatan terhadap lapis perkerasan DBM. Pengaruh kuat tarik geocomposite dan peregangan awal saat pemasangan geocomposite terhadap perkuatan yang dapat diberikan terhadap lapis perkerasan aspal dalam menahan roda kendaraan masih memerlukan penelitian lanjutan. Mengingat produk geocomposite yang sangat bervariasi, maka jenis dan pola geocomposite juga akan mempengaruhi perkuatan yang akan disumbangkan terhadap lapis perkerasan aspal yang diperkuat dengan

geocomposite.

2.2.2. Peran geosintetik dalam menghambat penjalaran retak

Khodaii dkk. (2009) telah melakukan penelitian pengaruh geosintetik terhadap pengurangan retak refleksi pada overlay campuran aspal. Penelitian dilakukan dengan cara membuat model struktur bahan perkerasan yang terdiri dari perkerasan lama yang retak setebal 100 mm yang kemudiam dioverlay dengan campuran aspal setebal 75 mm seperti terlihat pada Gambar 2.4. Sebagai lapis fondasi digunakan bantalan karet ( neoprene rubber) yang diletakkan di bawah lapisan perkerasan lama yang retak.

(24)

Gambar 2.4. Model Struktur Bahan Perkerasan (Khodaii dkk., 2009)

Tipe perkerasan lama dan letak geosintetik memberikan pola perambatan retak yang berbeda. Hasil penelitian Khodaii dkk. (2009) adalah sebagai berikut :

1. Perambatan retak di atas perkerasan lama beton semen lebih cepat dibanding di atas perkerasan lama beton aspal.

2. Letak optimum perkuatan geogrid adalah pada sepertiga dari alas lapisan tambahan beton aspal.

3. Stabilitas dinamis lapisan beton aspal dengan perkuatan geogrid 5,9 kali lapisan beton aspal tanpa perkuatan yang diletakkan di atas lapisan beton semen.

4. Jika diletakkan di atas lapisan beton aspal, stabilitas dinamis lapisan beton aspal dengan perkuatan geogrid 6,7 kali lapisan beton aspal tanpa perkuatan.

5. Semakin besar lebar retak yang terjadi pada perkerasan lama, akan semakin pendek umur kelelahan lapisan tambahannya.

(25)

Gambar 2.5. Pembebanan Benda Uji dengan Universal Testing Machine

(Khodaii dkk., 2009)

Austin dan Gilchrist (1996) telah membuat benda uji berupa lapis campuran aspal dengan ukuran panjang 1 m, lebar 0,2 m, dan tebal 0,08 m yang diletakkan di atas dukungan karet. Plywood dengan celah 10 mm di tengahnya diletakkan antara bantalan karet dan lapis campuran aspal seperti terlihat pada Gambar 2.6. Dukungan karet pada bagian bawah berfungsi memberikan lenturan kepada benda uji saat pembebanan. Benda uji selanjutnya diberi beban dengan kondisi tanpa perkuatan, dengan perkuatan geogrid, dan dengan perkuatan geocomposite.

Pembebanan benda uji dilakukan dengan cara memberikan beban roda seberat 3 kN yang dijalankan secara ulang alik. Proses buka tutup celah yang dibuat pada lapisan

plywood saat beban dijalankan menghasilkan regangan berulang tarik maksimum pada lapisan sandsheet. Hal ini akan menyebabkan retak yang berkembang mulai dari ujung celah dan berkembang ke lapisan di atasnya. Model pembebanan benda uji pengendalian retak refleksi seperti terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.6. Benda Uji Pengendalian Retak Refleksi (Austin dan Gilchrist, 1996) 60 mm DBM

20 mm Sandsheet Plywood

Dukungan karet 10 mm celah

(26)

Hasil pengujian benda uji disajikan dalam Tabel 2.3. Benda uji tanpa perkuatan menjadi retak pada lapisan sandsheet pada saat lintasan beban roda mencapai 1.700 kali. Penjalaran retak berlangsung secara cepat dan keseluruhan lapisan DBM mengalami retak semua saat lintasan jejak roda mencapai 3.300 kali.

Gambar 2.7. Alat Pengujian Benda Uji Pengendalian Retak Refleksi (Austin dan Gilchrist,1996)

Pada benda uji dengan perkuatan geogrid, retak mulai terjadi pada lapisan

sandsheet pada 4.500 lintasan. Retak menjalar keatas seiring bertambahnya lintasan dan mencapai permukaan setelah 13.000 lintasan. Pada benda uji dengan perkuatan

geocomposite, retak mulai terjadi pada lapisan sandsheet ketika jumlah lintasan mencapai 4.600 dan mencapai lapis permukaan pada lintasan ke 25.000.

Tabel 2.3. Hasil Pengujian Model Perkerasan dengan Beban Roda

Tipe perkerasan Jumlah lintasan roda

Retak pada Sandsheet Retak pada DBM

Tanpa perkuatan 1.700 3.300

Perkuatan geogrid 4.500 13.000

Perkuatan geocomposite 4.600 25.000

Sumber : Austin dan Gilchrist (1996)

Penggunaan geogrid sebagai perkuatan overlay beton aspal mempunyai

(27)

ketahanan retak refleksinya 8 kali jika dibandingkan dengan tanpa digunakannya perkuatan pada lapis tambahan (Tabel 2.3)

Grabowski dan Pozarycki (2008) telah melakukan penelitian penjalaran retak dengan sampel perkerasan aspal berdimensi besar yang diperkuat dengan geosintetik. Struktur perkerasan aspal yang digelar terdiri dari tiga lapisan meliputi :

1. 7 cm base course dengan ukuran nominal maksimum agregat 22 mm 2. 6 cm binder course dengan ukuran nominal maksimum agregat 16 mm 3. 5 cm wearing course dengan ukuran nominal maksimum agregat 12,8 mm

Sampel diambil pada perkerasan jalan yang sudah digelar dengan ukuran 1 m x 1 m. Gambar 2.8. memperlihatkan garis-garis di tengah perkerasan yang akan dipotong untuk pengambilan sampel.

Lapisan-lapisan beton aspal ini terletak di atas lapisan granularbase course tebal 20 cm dengan ukuran nominal maksimum agregat 31,5 mm. Perkuatan dengan geosintetik yang terletak antara binder course dan wearing course dipasang pada areal-areal tertentu (Gambar 2.9). Jenis geosintetik yang diteliti adalah dari jenis geogrid dan geokomposit. Untuk meneliti kemampuan geosintetik menahan penjalaran retak pada tengah lapisan base course di buat retak buatan (artificial crack). Benda uji selanjutnya di beri beban tekuk berulang. Selama pembebanan berlangsung diamati jumlah siklus pembebanan dan panjang retak yang terjadi.

(28)

Gambar 2.8. Garis-garis di Tengah Perkerasan yang Berjarak 1 m Direncanakan untuk Sampel Pengujian di Laboratorium (Grabowski and Pozarycki, 2008)

Gambar 2.9.Potongan Melintang Sampel Struktur Perkerasan (Grabowski and Pozarycki, 2008)

(29)

Gambar 2.10. Penjalaran Retak pada Sampel Tanpa Perkuatan, dengan Perkuatan Geogrid, dan Perkuatan Geokomposit (Grabowski dan Pozarycki, 2008)

Pemberian sedikit tegangan tarik terhadap geosintetik diperlukan untuk menghindari terjadinya kerutan pada geosintetik sebelum diatasnya diberi lapisan beton aspal. Kerutan pada geosintetik akan menyebabkan terjadinya retak pada lapisan beton aspal di atasnya. Sebaliknya peregangan yang terlalu besar pada geosintetik juga tidak diperkenankan, karena akan mengurangi tebal geosintetik sehingga kemampuannya menyerap aspal menjadi berkurang ( Misra dan Khan, 2010). Berdasarkan prosedur pelaksanaan beton aspal dengan perkuatan geosintetik tersebut di atas, maka pengaruh pemberian tegangan tarik awal pada geosintetik saat di pasang sebagai perkuatan beton aspal perlu di teliti pengaruhnya dalam menahan penjalaran retak atau meningkatkan kuat tarik beton aspal.

2.2.3. Letak optimum perkuatan geotekstil dalam lapisan beton aspal

Moussa (2003) telah meneliti perkuatan beton aspal dengan menggunakan geotekstil. Benda uji merupakan balok beton aspal yang terdiri dari 2 lapisan campuran aspal masing-masing 4 cm binder course dan 4 cm surface course. Ukuran balok beton aspal adalah 60 x 8 x 8 cm. Benda uji dibuat 4 macam seperti terlihat pada Gambar 2.11, masing-masing adalah tanpa perkuatan, dengan perkuatan geotekstil di tengah lapisan

binder course, antara binder course dan surface course, dan ditengah-tengah lapisan

surface course.

(30)

three point bending tests dengan beban statis dilakukan dengan alat Marshall seperti terlihat pada Gambar 2.12. Geosintetik yang digunakan sebagai perkuatan dari jenis tanpa anyaman dengan karakteristik berat 350 gram/m2, tebal 4 mm, ukuran lobang 0,106 mm, dan kuat tarik antara 850-1500 N/m.

Gambar 2.11. Benda Uji dan Letak Perkuatan Geotekstil (Moussa, 2003)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan geotekstil sebagai perkuatan memberikan beban maksimum yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang tanpa perkuatan geotekstil. Hubungan antara beban dan deformasi yang terjadi pada benda uji diperlihatkan pada Gambar 2.13. Letak geotekstil paling bawah yang berada di tengah-tengah lapisan binder course memberikan perkuatan yang paling besar, sehingga letak geosintetis ini dapat dikatakan paling optimum (Moussa, 2003).

(31)

Gambar 2.12. Pembebanan Balok Beton Aspal dengan Alat Marshall (Moussa, 2003)

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Deformation (mm)

L

oa

d

(k

N

)

Non-reinf Case 1 Case 2 Case 3

Gambar 2.13. Hubungan antara Beban (Load) dan Deformasi (Deformation) Batang Beton Aspal (Moussa, 2003)

2.3. Road Map Penelitian

(32)

spesifikasi tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap karakteristik dan workabilitas campuran beton aspal. Pada rentang tahun tersebut juga telah diteliti pengaruh gradasi agregat base course terhadap nilai CBR nya. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh yang berarti terhadap nilai CBR base course selama gradasi agregatnya masih dalam batas-batas spesifikasi teknik.

Berkaitan dengan isu lingkungan, antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 penelitian dilakukan terhadap campuran dingin beton aspal. Pada campuran dingin ini sebagai bahan pengikat digunakan aspal emulsi. Hasil penelitian terhadap campuran aspal dingin yang telah terhampar menunjukkan bahwa kontraktor pelaksana masih belum paham mengenai aspal emulsi yang hanya mengandung aspal efektif sebesar kurang lebih 65 %. Sebagai akibatnya campuran aspal dingin yang terhampar kadar aspal efektifnya sangat kecil. Campuran aspal dingin mempunyai kelemahan dalam hal pencapaian stabilitas maksimumnya. Stabilitas maksimum akan tercapai setelah semua air dalam campuran aspal dingin menguap sehingga yang tertinggal aspal efektifnya yang berada dalam aspal emulsi. Kandungan aspal efektif dalam aspal emulsi penetrasinya juga tinggi sehingga stabilitas campuran yang diperoleh lebih rebdah jira dibandingkan dengan campuran aspal panas yang menggunakan aspal keras sebagai bahan pengikat. Pada tahun 2007 sampai tahun 2008 telah diteliti penggunaan filler semen untuk mempercepat dan meningkatkan stabilitas campuran aspal dingin. Filler semen sebesar 3 % dalam campuran aspal dingin telah mampu meningkatkan dan mempercepat stabilitas campuran aspal dingin bergradasi rapat.

Antara tahun 2009 dan tahun 2011 kajian terhadap modulus elastisitas dilakukan terhadap modulus elastisitas beton aspal. Modulus elastisitas bitumen akan mempengaruhi modulus elastisitas campuran beton aspal. Modulus elastisitas yang kecil menyebabkan campuran beton aspal cepat mengalami kelelahan (fatigue) sehingga akan retak saat menerima beban berulang. Fenomena ini terlihat dengan banyaknya jalan yang mengalami retak awal. Mengingat alat uji modulus elastisitas campuran beton aspal masih jarang dipunyai oleh kontraktor jalan, maka diteliti penggunaan alat Marshall sebagai penguji modulus elastisitas beton aspal. Dengan merekam proses terjadinya keruntuhan beton aspal saat pengujian Marshall, dapat digambarkan hubungan tegangan dan remangan beton aspal. Dari gambar tegangan remangan ini ditentukan modulus elastisitas beton aspal.

(33)

sebagai penambahan kuat tarik beton aspal. Pada skema Hibah Bersaing ini diusulkan penggunaan geogrid sebagai perkuatan beton aspal untuk menahan lendutan akibat beban kendaraan dan untuk menambah ketahanan beton aspal terhadap timbulnya jejak roda (rutting)

(34)

Arah penelitian selanjutnya

 Kajian geocomposite untuk perkuatan beton aspal  Percobaan penggelaran lapangan beton aspal

dengan perkuatan geosintetik

 Perencanaan tebal perkerasan beton aspal dengan perkuatan geosintetik

Gambar 2.14. Road Map Penelitian

P e n e l i t i a n y a n g p e r n a h d i l a k u k a n

Disusulkan

Th. 2000-2003 Th. 2004-2008

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Austin, R.A. and Gilchrist, A.J.T., 1996. “Enhanced Performance of Asphalt Pavements

Using Geocomposites”. Geotextiles and Geomernbranes14 pp.175-186, Elsevier

Science Limited, Ireland.

Carver, C. and Sprague, C.J., 2000. Asphalt Overlay Reinforcement. Geotechnical Fabric Report Magazine

Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Muatan/Beban Berlebih (Over Loading) Pada Jalur Pantura Jawa dan Jalintim Sumatera. Hasil Survey Beban Sumbu Aktual Dengan WIM (Weight In Motion), Jakarta

Diana, I.W, 2005. “Pengaruh Penambahan Fixonite dan Suhu Pemadatan Terhadap Unjuk

Kerja Campuran Beton Aspal”. Jurnal Transportasi Vol.5, No.1, pp 73-86, Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi, Bandung

Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010. Rencana Strategis Bina Marga 2010-2014. Yayasan Penerbit PU, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010a. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Divisi 6 Perkerasan Beraspal. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Badan Penelitian dan Pengembangan, Bandung.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 2005. Masterplan Transportasi Darat. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, Jakarta.

Grabowski, W., Pozarycki, A., 2008. “Energy Absorption In Large Dimension Asphalt

Pavement Samples Reinforced With Geosynthetics”. Foundation of Civil and

Environmental Engineering No.11 pp.17-28, Pozman University of Technology, Poland

Gunarta, S., Santoso,I. , Ismanto,B., Pradono., 2008. “Characterizing Load Limit Offences

in Indonesia, A Statistical Approach on Overloading Cases at WBSs”. Jurnal

Jalan dan Jembatan Vol. 25 No.3, Bandung

Hadidy, A.I.A and Qiu, T.Y., 2009. “Effect of Polyethylene on Life of Flexible Pavements

“. Construction and Building Materials Vol.23, pp 1456–1464, Elsevier ,

Miamisburg United States

James, G.M., 2004. ”Geosynthetic Materials As Asphalt Reinforcement Interlayers : The

Southern African Experience”. Proceeding of the 8th Conference on Asphalt Pavements for Southern Africa (CAPSA'04), Sun City, South Africa

Kandhal, P.S. and Rickards, I.J., 2001.” Premature Failure of Asphalt Overlays From

Stripping : Case Histories”. National Center for Asphalt Technology of Auburn

University, Report 01-01, Alabama.

Kementerian Pekerjaan Umum, 2010. Rencana Strategis Kementrian Pekerjaan Umum 2010-2014. Jakarta

Kerh,T., Wang, Y.M., Lin, Y., 2005. ”Experimental Evaluation of Anti-stripping Additives

Mixing in Road Surface Pavement Materials”. American Journal of Applied

(36)

Khodaii, A., Fallah, S., Nejad, F.M., 2009. “Effects of Geosynthetics on Reduction of

Reflection Cracking in Asphalt Overlays”. Geotextiles and Geomembranes,

pp.1-8, h Elsevier , Miamisburg United States.

Kim, O.K., Bell, C. A., and Hicks, R. G., 1985. "The Effect of Moisture on the Performance of Asphalt Mixtures". Water Damage of AsphaltPavements: Its

Effect and Prevention, ASTM STP 899, edited by B.E. Ruth, pp. 51-72, American Society for Testing andMaterials, Philadelphia

Kliewer, J. E., Bell, C. A., and Sosnovske, D. A., 1995. "Investigation of the Relationship Between Field Performance and Laboratory Aging Properties of Asphalt Mixtures". Engineering Properties of Asphalt Mixtures and the Relationship to their Performance, ASTM STP 1265, edited by Gerald A. Huber and Dale S. Decker, pp.3-20, American Society for Testing and Materials, Philadelphia Koerner, R.M., 1990. Designing with Geosynthetics. Second Edition, Prentice Hall,

Englewood Cliffs, New Jersey.

Lu,Y., P.J. Wright, P.J., Zhou, Y., 2009, “Effect of Temperature and Temperature Gradient

on Asphalt Pavement Response’. Road & Transport Research, Vol 18 No.1 pp

19-30, School of Civil Engineering Southwest Jiaotong University Chengdu, 610031, P.R. China

Misra,S.K., and Khan, M.Z., 2010. “ Potential Benefits of Paving Geosyntetics as

Interlayer”. International Research Journal, Vol. I Issue 13 pp 1- 4, Jaipur India.

Moussa, G.K.M., 2003. “ The Optimum Location of Geotextile Reinforcement in Asphalt

Layers”. Alexandria Engineering Journal Vol.42 No.1 pp.103-111, Faculty of

Engineering Alexandria University, Egypt.

Mulyono, A.T., 2002. “ Analisis Biaya Perbaikan Kerusakan Struktural Jalan Akibat

Kendaraan Berat Bermuatan Lebih (Overloading) Pada Ruas Jalan

Manado-Bitung ”. Media Teknik, Tahun XXIV, No.1, pp 28-37, Fakultas Teknik UGM

Yogyakarta

PT. Tetrasa Geosinindo, 2005. Product Catalog Ver. 1.2.05. Jakarta.

Sengoz, B., Agar, E., 2006. “Effect of Asphalt Film Thickness on the Moisture Sensitivity

Characteristics of Hot-Mix Asphalt”. Building and Environment Vol.42 No.1 pp 3621–3628, Elsevier Ltd.

Suryolelono, K.B., 2000. Geogrid Geoteknik. Nafiri, Yogyakarta.

Suroso, T.W., 2008. “Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Dini Pada Perkerasan Jalan”.

Jurnal Jalan dan Jembatan Vol. 25 No.3, Bandung.

TenCate Miragrid, 2011. Description of Miragrid Geogrids. TenCate Geosynthetics Asia Sdn.Bhd., Selangor, Malaysia

Utama, D., 2005. “Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap Kedalaman Alur Roda Pada

Campuran Beton Aspal Panas”. Jurnal Transportasi Vol.5, No.1, pp 87-98, Forum

Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi, Bandung

Xiao, F. and Amirkhanian, S.N., 2008. “Resilient Modulus Behavior of Rubberized

Gambar

Gambar 2.1.  Macam-macam Bentuk Geosintetik (PT.Tetrasa Geosinindo, 2005)
Gambar 2.2. Benda Uji Perkerasan Aspal Diatas Subgrade Tanah Lunak (Austin and
Gambar 2.4. Model Struktur Bahan Perkerasan (Khodaii dkk., 2009)
Gambar 2.5. Pembebanan Benda Uji dengan Universal Testing Machine
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penangan aksi vandalisme menurut Bapak Sutarto harus melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo itu sendiri dan bekerja sama dengan elemen-elemen yang ada di

Senyawa bertanda yang dihasilkan dari proses penandaan tersebut masih bersifat bakterisida, artinya masih tetap dapat berikatan dengan bakteri TB sehingga dapat

Skripsi yang berjudul “Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Pendidikan Lingkungan Hidup (Adiwiyata) Kelas X SMK Negeri 1 Mojosongo Boyolali Tahun Pelajaran

Hasil analisis neraca air menunjukkan bahwa waduk Sanggeh selalu dapat memenuhi kebutuhan air dari pola tanam yang dibuat berdasarkan SK Bupati Grobogan tahun

· KONSEP PERHITUNGAN BAJA CANAI DINGIN DAN SNI 1731:2013 · MODEL BEBERAPA RANGKA ATAP · SAP 2000 · PENGKAJIAN JURNAL YANG BERSANGKUTAN PEMILIHAN DAN PERSIAPAN MODEL ATAP

Pedagang pengecer walaupun memperoleh margin yang lebih kecil dari produsen, namun apabila dilihat dari jumlah (kuantitas) beras merah yang dimilikinya, maka ia akan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh model pembelajaran inkuiri terbimbing yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan representasi matematis

Sesambungan karo undha-usuk basa Jawa, SDQJDQJJRQH UDJDP LQJ SURJDP ³PDQGKLQJ MDPXUDQ´ Radhio Pro 4 RRI Surabaya uga ana ragam basa ing standart basa krama sing