• Tidak ada hasil yang ditemukan

INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr. )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr. )"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS,

VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L) Merr. )

SKRIPSI

Oleh : Zakila Nur’ainun

20100210008

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

ii

INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L) Merr.)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi

Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Zakila Nur’ainun

20100210008

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam terselesaikanya skripsi ini.

2. Kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendo’akan untuk kelancaran tugas akhir.

3. Adek-adek tercinta yang selalu memberikan semangat.

4. Seluruh keluarga besar yang juga ikut mendukung.

5. Sahabat-sahabat yang ikut memotivasi dan membantu dalam penelitian.

6. Teman-teman Agroteknologi 2010 yang memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi.

(6)
(7)

vii

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Kasih-Nya serta shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Rasulullah saw.

sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) MERR.)”, sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Agroteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya

bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

2. Ibu Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku Ketua Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

sekaligus Dosen Penguji skripsi penulis.

3. Bapak Ir. Hariyono, M.P. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis.

4. Keluarga beserta rekan-rekan yang selalu memberikan dukungan moral dan

spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga nanti skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 11 Januari 2016

(8)

viii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan ... Error! Bookmark not defined.

II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

A. Benih Kedelai ... Error! Bookmark not defined.

B. Invigorasi Benih ... Error! Bookmark not defined.

C. Auksin ... Error! Bookmark not defined.

D. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.

III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

B. Alat dan Bahan... Error! Bookmark not defined.

C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

(9)

ix

E. Parameter Pengamatan ... Error! Bookmark not defined.

F. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN . Error! Bookmark not defined.

A. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor .. Error! Bookmark not defined.

B. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Error! Bookmark not defined.

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.

B. Saran ... Error! Bookmark not defined.

VI. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Koefisien Perkecambahan Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Kecepatan Tumbuh Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Cabang Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji/Tanaman (gram) Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Tabel 10. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot 100 Biji/Tanaman Kedelai (gram). ... Error! Bookmark not defined.

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tata Laksana Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai. Error! Bookmark not defined.

Gambar 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Kecepatan Tumbuh Kedelai.

Error! Bookmark not defined.

Gambar 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai. Error! Bookmark not defined.

Gambar 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Jumlah Cabang Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.

Gambar 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji Pertanaman

Kedelai………...Er

ror! Bookmark not defined.

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Layout Penelitian di Laboratorium .... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 2. Layout Penelitian di Lapangan ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 4. Deskripsi Varietas Unggul Baluran ... Error! Bookmark not defined.

Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam ... Error! Bookmark not defined.

(13)

xiii

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat yang diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai. 2) Mendapatkan kosentrasi IAA yang yang tepat dan diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dari bulan Juli sampai Oktober 2015.

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu perlakuan matriconditioning dan IAA yang terdiri dari 8 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari: tanpa

matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2

ml/l air, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, tanpa

matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa

IAA, matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, dan matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air. Hasil penelitian menunjukkan matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air, dan 4 ml/l air dapat meningkatkan index vigor dan koefesien perkecambahan, matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA belum dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai.

(14)

xiv

ABSTRACT

The research aims to get 1) exactly concentration of IAA that will itegration with matriconditioning that can improve the viability and vigor of soybean seed. To get 2) exactly concentration of IAA that will itegration with matriconditioning that can improve plant growth and yield of soybean. The research was conducted in the Research Laboratory and Field Experiment of Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah Yogyakarta on July until October 2015.

The research were arraged in Completaly Randomized Design (CRD) with single factor experiment that matricondintioning and IAA consists of 8 treatments were arraged in with 3 replications. The treatment consists of: without matriconditioning and without IAA, without matriconditioning and IAA concentration 2 ml/l water, without matriconditioning and IAA concentration 3 ml/l water, without matriconditioning and IAA concentration 4 ml/l water, matriconditioning and without IAA, matriconditioning dan IAA concentration 2 ml/l water, matriconditioning and IAA concentration 3 ml/l water, and matriconditioning and IAA concentration 4 ml/l water.

The result of research showed that matriconditioning that integrated with IAA concentration 2 ml/l water, 3 ml/l water and 4 ml/l water can increase index vigor and coefisien germination, matriconditioning that integrated with IAA has

not ben able to increase the growth and yield of soybean.

(15)
(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedelai merupakan komoditas pangan penting setelah padi dan jagung.

Kedelai merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein, sehingga

mempunyai peran yang sangat penting dalam industri pangan dan pakan

(Danapriatna, 2012). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan antara tahun

2010-2014 kebutuhan kedelai setiap tahunnya sekitar 2.300.000 ton biji kering

(Eka, 2015). Sementara, produktivitas nasional masih cukup rendah sehingga

setiap tahunnya Indonesia masih melakukan impor kedelai sebanyak satu juta ton

(Mejaya, 2011).

Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi kedelai adalah cepatnya

kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi penyediaan benih

bermutu tinggi. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara

berangsur-angsur. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis tersebut

ditandai dengan penurunan daya kecambah, peningkatan jumlah kecambah

abnormal, penurunan pemuculan kecambah di lapangan, terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan, meningkatnya kepekaan

terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan hasil tanaman

(Sucahyono, 2013).

Selain itu, pengadaan benih di Indonesia sering dilakukan beberapa waktu

(17)

fasilitas dan teknologi penyimpanan yang dimiliki penangkar benih lokal

menyebabkan mutu benih kedelai menurun (Sucahyono, 2013).

Benih yang telah mengalami kemunduran masih mungkin digunakan

sebagai bahan tanam dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada

benih sebelum digunakan sebagai bahan tanam (Meranda, 2014). Usaha untuk

meningkatkan mutu benih yang sudah mundur dapat dilakukan dengan teknik

invigorasi. Cara yang dilakukan untuk perlakuan invigorasi benih sebelum tanam

yaitu osmoconditioning (conditioning dengan menggunakan media larutan

osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat

lembab). Kedua teknik invigorasi tersebut juga dapat diintegrasikan dengan

aplikasi perlakuan benih laininya seperti penambahan zat pengatur tumbuh,

insektisida, dan inokulasi mikroba bermanfaat seperti rhizobium, bakteri pelarut P

serta mikroba antagonis (Sucahyono, 2013).

Hasil penelitian Saryoko, dkk. (2013) menunjukkan matriconditioning

dengan perbandingan 9 gram benih 6 gram arang sekam dan 7 ml air kemudian di

inkubasi selama 12 jam pada suhu kamar menghasilkan vigor benih lebih tinggi

dibandingkan dengan penggunaan matriconditioning inokulasi menggunakan

tanah bekas pertanaman kedelai, inokulasi menggunakan inokulan komersil, dan

kontrol. Penelitian yang dilakukan Meranda (2014) menunjukkan konsentrasi IAA

berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih cabai kadaluwarsa pada potensi

tumbuh, daya kecambah, kecepataan tumbuh, keserempakan tumbuh, indeks vigor

(18)

3

memiliki nilai viabilitas tertinggi di bandingkan pemberian IAA konsentrasi 1 ml/l

air dan 2 ml/l air.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui viabilitas, vigor, pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dengan

menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan konsentrasi IAA.

B. Rumusan Masalah

Benih kedelai mudah mengalami kemunduran karena sifatnya yang

higroskopis sehingga menyebabkan kandungan kadar air benih kedelai tinggi.

Kemunduran benih kedelai dapat menyebabkan penurunan daya kecambah,

peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di

lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena

itu, perlu dilakukan teknik invigorasi yang dapat diintegrasikan dengan zat

pengatur tumbuh untuk memperbaiki benih kedelai yang telah mengalami

kemunduran. Untuk itu, perlu adanya penelitian mengenai aplikasi

matriconditioning yang diintegrasikan dengan konsentrasi IAA serta kombinasi

(19)

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat dan diintegrasikan

dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan viabilitas dan

vigor benih kedelai.

2. Untuk mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat dan diintegrasikan

dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan

(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Benih Kedelai

Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah

cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi

penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang

memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan

yang rendah (Purwanti, 2004). Benih yang diproduksi pada musim hujan akan

disimpan pada musim kemarau dan sebaliknya, benih yang diproduksi pada

musim kemarau akan disimpan pada musim hujan (Hartawan, 2011). Pengadaan

benih dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam dimulai, sehingga benih

terlebih dahulu harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang

optimal saat ditaman kembali (Indartono, 2011). Namun, sebagian besar petani

tidak memiliki gudang penyimpanan yang layak sehingga benih kedelai mudah

mengalami kemunduran

Benih kedelai mengandung protein cukup tinggi (±37%). Komposisi benih

yang didominasi protein menyebabkan sangat higroskopis sehingga mudah

menahan dan menyerap uap air (Sucahyono, 2013). Tatipa (2008) menyatakan,

benih kedelai juga mengandung lemak cukup tinggi, yaitu sebesar 16%.

Kandungan protein dan lemak yang tinggi menyebabkan benih kedelai cepat

(21)

air dari udara sekitar. Biji kedelai menyerap atau mengeluarkan zat air sampai

kandungan airnya seimbang dengan udara sekitar (Indartono, 2011).

Kadar air yang terlalu tinggi dalam penyimpanan akan menyebabkan

terjadinya peningkatan kegiatan enzim-enzim yang akan mempercepat terjadinya

proses respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam biji

menjadi semakin besar. Akhirnya benih akan kehabisan energi pada

jaringan-jaringan yang penting. Energi yang terhambur dalam bentuk panas ditambah

keadaan yang lembab akan merangsang perkembangan mikroorganisme yang

dapat merusak benih (Danapriatna, 2012). Kadar air benih meningkat jika suhu

dan kelembaban ruang simpan relatif tinggi (Indartono, 2011). Jika suhu udara

dalam ruang simpan benih tinggi maka proses enzimatik semakin meningkat

sehingga dapat memperpendek umur simpan benih (Pitojo, 2003).

Tingginya kadar air juga menyebabkan struktur membran mitokondria

tidak teratur sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan

permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan

lemak yang bocor keluar sel. Dengan demikian, substrat untuk respirasi berkurang

sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah berkurang (Danapriatna,

2012). Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan

embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan

lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih (Purwanti, 2004). Secara

bersamaan laju respirasi meningkat sejalan dengan peningkatan suhu (Hartawan,

(22)

7

bagi mikroorganisme misalnya jamur akan berkembang dengan baik (Purwanti,

2004).

Kondisi ruang simpan yang tidak optimal sangat memungkinkan benih

kedelai masih banyak menyerap air sehingga mengakibatkan benih kedelai cepat

mengalami kemunduran. Oleh karena itu, untuk waktu-waktu mendatang teknik

invigorasi sangat diperlukan (Sucahyono, 2013). Proses penuaan dan mundurnya

vigor secara fisiologis tersebut ditandai dengan penurunan daya kecambah,

peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di

lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya

kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan

hasil tanaman (Sucahyono, 2013). Namun, benih yang telah mengalami

kemunduran masih mungkin digunakan sebagai bahan tanam dengan cara

memberikan perlakuan-perlakuan tertentu seperti invigorasi pada benih sebelum

digunakan sebagai bahan tanam (Meranda, 2014).

B. Invigorasi Benih

Invigorasi benih ialah perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum

penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan

kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk

menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan

(23)

benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan

subseluler dalam benih (Yukti, 2009).

Cara yang dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih

sebelum tanam yaitu osmoconditioning (conditioning menggunakan larutan

osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat

lembab) (Sucahyono, 2013). Pada perlakuan priming (perlakuan pendahuluan

pada benih dengan osmoconditioning atau matriconditioning), peristiwa fisiologis

dan biokimia pada benih berperan saat penundaan perkecambahan oleh potensial

osmotik yang rendah dan potensial matriks yang sesuai dari media yang

terimbibisi (Khan, 1992).

Matriconditioning adalah salah satu perlakuan hidrasi terkontrol yang

dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matriks rendah dan

potensial osmotik yang dapat diabaikan (Koes dan Arief, 2010).

Matriconditioning dilakukan dengan menggunakan media padat yang

dilembabkan seperti serbuk gergaji, abu gosok, zeolit, vermikulit, dan mikro-Cel

E (Nurmaili dan Nurmiaty, 2010). Media matriconditioning yang baik harus

memiliki sifat tidak larut dalam air dan tetap utuh selama conditioning, memiliki

kapasitas pegang air yang tinggi, kerapatan ruang besar, luas permukaan besar,

memiliki kemampuan melekat pada pemukaan benih dan mudah tercampur

dengan tanah ketika benih ditanam (Sucahyono, 2013). Arang sekam padi juga

dapat digunakan sebagai media matriconditioning ini karena sekam padi memiliki

(24)

9

Perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase

dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membran. Enzim tersebut

membantu memperbaiki organel sel penting yang mengalami kerusakan.

Aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase menunjukkan daya hidup benih

(Sucahyono, 2013). Beberapa jenis enzim yang erat kaitannya dengan perbaikan

membran seperti ATPase, ACC sintetase dan isocitrate lyse meningkat selama

perlakuan invigorasi. Perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas

enzim tersebut menyebabkan meningkatnya integritas membran sehingga

mengurangi kebocoran metabolik (Sutariati, 2001 dalam Ruliyansyah, 2011).

Hasil penelitian Koes dan Arief (2010), perlakuan matriconditioning

menggunakan abu sekam, serbuk gergaji dan jerami padi pada benih jagung yang

telah disimpan selama 8 bulan memberikan daya berkecambah yang lebih tinggi

dibanding dengan tanpa pemberian matriconditioning.

Matriconditioning dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh, atau

pestisida, biopestisida, dan mikroba bermanfaat (Ilyas, 2006). Hasil penelitian

Meranda (2014) menyebut perlakuan IAA yang diintegrasikan dengan

matriconditioning pada benih cabai memberikan hasil terbaik pada konsentrasi 3

ml/l air dengan daya kecambah 73,33% meskipun tidak berbeda nyata.

Menurut Sucahyono (2013) teknik invigorasi benih yang paling sesuai dan

dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemunduran benih kedelai adalah

(25)

ml air diinkubasi selama 12 jam dalam suhu ruang. Teknik invigorasi ini juga

dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh salah satunya yaitu auksin.

C. Auksin

Hormon tumbuh yaitu senyawa organik yang jumlahnya sedikit dan dapat

merangsang ataupun menghambat berbagai proses fisiologis tanaman. Di dalam

tubuh tanaman senyawa organik ini jumlahnya sangat sedikit, maka diperlukan

penambahan hormon dari luar. Hormon sintesis yang ditambahkan dari luar tubuh

tanaman disebut zat pengatur tumbuh. Zat ini fungsinya untuk merangsang

pertumbuhan misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan lain

sebagainya (Hendaryono dan Ari, 1994).

Perkecambahan benih dapat juga ditingkatkan dengan menggunakan zat

pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh merupakan hormon sintesis yang

diberikan pada organ tanaman yang dalam konsentrasi rendah berperan aktif

dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT terbagi dalam lima tipe

utama yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Tiap kelompok

ZPT dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun hanya asam

absisat yang tidak mempengaruhi perkembangan tumbuhan dalam hal diferensiasi

sel (Meranda, 2014).

Auksin adalah hormon pertumbuhan yang pertama kali ditemukan. Salah

satu jenis auksin yang telah diekstraksi dari tumbuhan adalah asam indole asetat

(26)

11

(tunas), daun muda, dan kuncup bunga. Semakin jauh dari ujung tumbuhan,

konsentrasi auksin menyusut (Pratiwi, 1991).

Auksin adalah ZPT yang memacu pemanjangan sel yang menyebabkan

pemanjangan batang dan akar. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem

akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada

stek tanaman. Auksin juga mempengaruhi perkembangan buah, dominasi apikal,

fototropisme dan geotropisme. Kombinasi auksin dengan giberelin memacu

perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium

pembuluh, sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Lakitan, 2007

dalam Meranda 2014).

Auksin merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi utama

mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Selain memacu

pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan

auksin lainnya jika dikombinasikan dengan giberelin dapat memacu

perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium

pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Meranda, 2014).

Auksin juga berfungsi untuk merangsang pembentukan akar pada tunas

(Mulyono, 2010).

Pada konsentrasi tertentu auksin dapat menaikkan tekanan osmotik,

peningkatan permeabilitas sel terhadap air, pengurangan tekanan pada dinding sel,

meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan

(27)

Hormon auksin di dalam tubuh tanaman dihasilkan oleh pucuk-pucuk

batang, pucuk-pucuk cabang dan ranting yang menyebar luas ke dalam seluruh

tubuh tanaman. Penyebarluasan auksin ini arahnya dari atas ke bawah hingga

sampai titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (ploem) atau jaringan

parenkhim (Hendaryono dan Ari, 1994).

Penambahan auksin dengan konsentrasi tinggi mempunyai efek

menghambat pertumbuhan jaringan yang disebabkan terdapat persaingan dengan

auksin endogen untuk mendapatkan tempat kedudukan penerima sinyal membran

sel sehingga penambahan auksin dari luar tidak memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan sel (Paramartha dkk, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Meranda (2014) menunjukkan perlakuan

IAA yang diintegrasikan dengan matriconditioning pada benih cabai memberikan

hasil terbaik pada konsentrasi 3 ml/l air dengan daya kecambah 73,33% meskipun

tidak berbeda nyata.

D. Hipotesis

Matriconditioning arang sekam yang dikombinasikan dengan auksin

dengan konsentrasi 3 ml/l air dapat memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan

(28)

13

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan

Juli sampai dengan Oktober 2015.

B. Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih

kedelai varietas Baluran yang didapat dari Balai Pengembangan Perbenihan

Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) unit Gading, Wonosari, Gunung

Kidul, Yogyakarta, auksin berupa IAA (Indole Acetic Acid), arang sekam, pasir,

air, dan tanah regosol.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan

analitik, gelas ukur 10 ml, ayakan 2 mm, oven untuk mensterilkan media

matriconditioning selama 1 jam dengan suhu 100 0C, Polybag, nampan untuk

perkecambahan, wadah untuk proses matriconditioning, dan handsprayer.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan

dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perlakuan

matriconditioning dan IAA. Perlakuaan invigorasi terdiri dari :

1) Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA (M0Z0).

(29)

3) Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (M0Z2).

4) Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (M0Z3).

5) Matriconditioning dan tanpa IAA (M1Z0).

6) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (M1Z1).

7) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (M1Z2).

8) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (M1Z3).

Penelitian ini secara keseluruhan terdiri atas dua bagian penelitian yaitu 1)

pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, 2)

pengaruh perlakuan invigorasi terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil benih

kedelai.

Penelitian bagian 1 dilakukan di Laboratorium penelitian menggunakan

rancangan acak lengkap. Pengujian viabilitas dan vigor menggunakan pasir

diaplikasikan ke dalam nampan perkecambahan dengan 100 benih tiap satuan

percobaan. Setelah itu dibuat lubang tanam, terdapat 100 lubang tanam dalam

satu nampan, dalam satu lubang tanam ditanam dengan satu benih. Terdapat

delapan perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh sebanyak 24

unit percobaan sehingga kebutuhan benih yaitu 24 x 100 = 2.400 benih. Penelitian

bagian 2 dilakukan di lapang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

Benih kedelai ditanam pada polybag sebanyak 2 biji/lubang tanam, sebelumnya

benih yang telah ditanam telah diberikan perlakuan. Terdapat delapan perlakuan

setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan dan

(30)

15

Aplikasi IAA dengan cara benih direndam dengan konsentrasi IAA (2 ml/l

air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air) selama 1 jam. Setelah itu dilakukan proses

matriconditioning dengan menimbang 9 gram benih, 6 gram arang sekam dan 7

ml air yang dicampurkan dan diinkubasi selama 12 jam pada suhu kamar. Benih

yang telah diberikan perlakuan kemudian ditanam di Laboratorium dan di

Lapangan.

D. Tata Laksana Penelitian

Dalam tata laksana penelitian dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Persiapan alat dan bahan

Persiapan alat dan bahan dilakukan seminggu sebelum penelitian. Bahan

yang disiapkan diantaranya: benih kedelai varietas Baluran, auksin berupa IAA

(Indole Acetic Acid), arang sekam, pasir, air, dan tanah regosol. Alat-alat yang

digunakan antara lain: timbangan analitik, gelas ukur 10 ml, ayakan 2 mm, oven

untuk mensterilkan media matriconditioning selama 24 jam dengan suhu 100 0C,

Polybag, nampan untuk perkecambahan, wadah untuk proses matriconditioning

dan handsprayer.

2. Aplikasi IAA dan matriconditioning

Arang sekam dihaluskan terlebih dahulu, selanjutnya diayak agar

diperoleh ukuran partikel yang halus dan seragam dengan menggunakan ayakan

(31)

dimasukkan ke dalam oven untuk sterelisasi selama 1 jam pada suhu 1000 C.

Benih yang telah dipilih dimasukkan ke dalam wadah berdasarkan perlakuan

konsentrasi IAA yang dicampur dengan air (2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air)

direndam selama 1 jam.

Untuk kombinasi antara IAA dan matriconditioning setelah perendaman

IAA masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam wadah untuk perlakuan

matriconditioning. Perbandingan antara benih, bahan matriconditioning, dan air

adalah 9 gram benih : 6 gram arang sekam : 7 ml air. Setelah media dicampur

merata, media matriconditioning diinkubasi selama 12 jam pada kondisi ruang.

Setelah itu dilakukan penanaman 1) di Laboratorium dan 2) di Lahan Percobaan.

3. Persiapan media tanam

Uji di Laboratorium dengan menggunakan pasir dan untuk uji di lapangan

menggunakan tanah regosol yang berada di sekitar Lahan Percobaan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta di Tegalrejo, Tamantirto, Kasihan Bantul dicampur

dengan pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha. Polybag yang digunakan berukuran 45

x 35 cm.

Tanah yang digunakan dikeringanginkan selama 1 minggu setelah itu

disaring dengan saringan lolos 2 mm. Sebelum dimasukkan ke dalam polybag

tanah dicampur dengan pupuk kandang terlebih dahulu dengan dosis 2 ton/ha.

(32)

17

4. Penanaman di Laboratorium

Uji viabilitas dan vigor benih menggunakan pasir diaplikasikan ke dalam

nampan perkecambahan dengan 100 benih tiap satuan percobaan. Setelah itu

dibuat lubang tanam, terdapat 100 lubang tanam dalam satu nampan, dalam satu

lubang tanam ditanam dengan satu benih, sehingga jika terdapat 24 unit percobaan

maka dibutuhkan 2.400 benih. Perkecambahan dilakukan pada suhu ruang, dan

diamati setiap hari selama 7 hari.

5. Penanaman di Lahan Percobaan

Setiap polybag diberikan 10 kg tanah dan ditanami sebanyak 2 biji/lubang

tanam. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan dan

terdapat 3 tanaman sampel sehingga terdapat 24 x 3 = 72 tanaman.

6. Pemeliharaan tanaman kedelai a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari dengan melihat kondisi tanah pada

polybag terlebih dahulu karena tanaman kedelai tidak terlalu

membutuhkan air.

b. Penjarangan

Penjarangan dilakukan pada polybag yang tumbuh sebanyak 2

tanaman, diambil 1 tanaman yang tumbuhnya abnormal, terserang hama

(33)

c. Pemupukan

Pupuk dasar diberikan pada saat tanam dengan dosis 50 Kg/ha urea,

100 Kg/ha SP-36 dan 75 Kg/ha KCl (Perhitungan kebutuhan

pupuk/polybag ada di Lampiran 3). Pemupukan susulan dilakukan saat

tanaman berumur 20-30 hari setelah tanam. Pupuk yang digunakan berupa

urea 50 kg/ha. Aplikasi pupuk dimasukkan ke dalam lubang disisi kanan

dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm.

d. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di

sekitar tanaman kedelai. Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma

pada tanaman.

e. Pengendalian hama dan penyakit

Serangan hama dan penyakit di lapangan intensitasnya cukup tinggi

sehingga pengendaliannya menggunakan insektisida dan fungisida. Hama

yang menyerang diantaranya Lalat Bibit, Ulat Grayak, Kumbang Kedelai,

Kutu Kebul, Ulat Penggulung Daun, Kepik Hijau, Penggerek Pucuk untuk

penyakit yang menyerang yaitu Karat Daun. Pengendalian hama

menggunakan insektisida Decis 2,5 EC dan Marshal 200 EC di

semprotkan pada tanaman seminggu sekali dan pengendalian penyakit

(34)

19

7. Panen

Kedelai yang telah siap dipanen ditandai dengan ciri-ciri daun yang

menguning, warna polong berubah menjadi coklat atau coklat kehitam-hitaman,

serta ditandai dengan gugurnya daun. Panen dilakukan saat 95 % lebih polong

telah berubah warna dan jumlah dan tertinggal 5-10 %. Pemanenan dilakukan

dengan cara mencabut batang tanaman yang paling bawah.

8. Pengeringan polong dan pemisahan biji kedelai

Polong kedelai dijemur dibawah terik matahari. Pengeringan

membutuhkan waktu satu sampai dua hari. Setelah itu dilakukan pemisahan biji

dari polong kedelai.

E. Parameter Pengamatan 1. Parameter Pengamatan Laboratorium

a. Daya kecambah

Pengamatan daya kecambah dilakukan pada hari ketujuh dengan

menghitung jumlah benih yang berkecambah normal. Rumus perhitungan

daya kecambah adalah sebagai berikut:

Daya kecambah

x 100%.

b. Vigor benih

Pengamatan vigor benih dilakukan setiap hari dengan mencatatat

(35)

vigor dilakukan dengan menghitung kecambah normal yang muncul pada

pengamatan hitungan pertama. Rumus yang digunakan adalah:

Index vigor

Keterangan: An = Jumlah benih yang berkecambah.

Tn = Waktu yang bersangkutan.

c. Koefisien perkecambahan (Coefisien Germination)

Pengamatan koefisien perkecambahan dilakukan setiap hari dengan

mencatat jumlah benih yang berkecambah normal setiap harinya.

Perhitungan koefisien perkecambahan dilakukan dengan menghitung

kecambah normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama.

Rumus yang digunakan adalah:

Koefisien perkecambahan

Keterangan: Bn = Total benih yang dikecambahkan.

An = Jumlah benih yang berkecambah setiap hari.

Tn = Waktu yang bersangkutan.

d. Kecepatan berkecambah

Kecepatan berkecambah diperoleh dengan menghitung persentase

(36)

21

2. Parameter Pengamatan di Lapangan

Parameter pengamatan di lapangan dilakukan pada seluruh satuan unit

percobaan yaitu pada 72 tanaman. Adapun parameter yang diamati diantaranya:

a. Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai umur 1 minggu setelah

tanam, setiap satu minggu sekali dengan cara mengukur tinggi tanaman

dari pangkal batang sampai ujung batang tanaman menggunakan

penggaris. Pengamatan dilakukan sampai tinggi tanaman mencapai

vegetatif maksimal.

b. Jumlah daun

Perhitungan jumlah daun dilakukan umur 1 minggu setelah tanam

setiap satu minggu sekali dengan cara menghitung jumlah daun yang telah

membuka, daun kedelai dihitung setiap trifoliat daun.

c. Jumlah cabang

Pengamatan jumlah cabang dilakukan setelah umur 1 minggu setelah

tanam setiap satu minggu dengan cara menghitung jumlah cabang tanaman

yang tumbuh sampai pemanenan. Jumlah cabang akan berkolerasi positif

dan sangat nyata dengan bobot biji/tanaman.

d.Jumlah polong pertanaman

Pengamatan jumlah polong pertanaman dilakukan dengan menghitung

seluruh polong isi setelah pemanenan. Pengamatan jumlah polong

(37)

e. Bobot biji/tanaman (g)

Pengamatan bobot biji/tanaman dengan menghitung bobot

biji/tanaman (gram) setelah panen. Brangkasan kedelai yang telah

dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah kain dan ditumbuk

agar biji kedelai keluar dari polongnya. Setelah itu, biji tanaman ditimbang

menggunakan timbangan analitik dan dilakukan perhitungan kadar air biji.

f. Bobot 100 biji kedelai (gram)

Pengamatan bobot 100 biji kedelai (gram) dengan menghitung berat

setiap 100 biji kedelai (gram).

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis. Analisis menggunakan

sidik ragam pada taraf kesalahan 5% dan jika perlakuan berbeda nyata digunakan

uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Test) pada taraf kesalahan 5% untuk

mengetahui perlakuan yang berbeda nyata.

Gambar 1. Tata Laksana Penelitian. Benih

Perlakuan

Penanaman di Laboratorium

Pengamatan viabilitas dan vigor

Penanaman di Lapangan

Pengamatan pertumbuhan dan hasil

(38)

23

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di

Laboratorium terdiri dari daya kecambah, vigor benih, koefisien perkecambahan

dan kecepatan tumbuh.

1. Daya Kecambah

Daya kecambah adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk

berkecambah dan berproduksi normal dalam kondisi optimum dengan kriteria

kecambah normal. Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah

normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai

Perlakuan Rerata Daya

Kecambah (%)

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

77,00 a

(39)

Pengujian perkecambahan di Laboratorium dapat digunakan untuk

memperkirakan daya tumbuh tanaman di lapangan (Wulandari, 2008). Hasil sidik

ragam menunjukkan tidak ada beda nyata pada semua perlakuan yang diberikan

terhadap daya kecambah (Lampiran 5A).

Grafik perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA serta matriconditioning

dan IAA konsentrasi 3 ml/l air memiliki rerata nilai daya kecambah lebih tinggi

dibandingkan perlakuan benih lainnya (85,33% dan 81, 33%). Sementara

perlakuan tanpa matriconditioning dan IAA 2 ml/l air (71,67%), tanpa

matriconditioning dan IAA 3 ml/l air (74,33%), tanpa matriconditioning dan IAA

4 ml/l air (70,67 %), matriconditioning dan IAA 2 ml/l air (73%) dan

matriconditioning dan IAA 4 ml/l air (75,33%), hasil rerata daya kecambahnya

lebih rendah dibandingkan kontrol (77%) (Gambar 2).

Daya kecambah perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA adalah

85,33% dan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air adalah

81,33% memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan

lainnya. Meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol namun daya kecambah

lebih dari 80% sudah memenuhi standar mutu benih yaitu memiliki daya

kecambah tinggi di atas 80% (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Daya kecambah

yang tinggi akan sangat bermanfaat nantinya apabila benih ditanam di lapangan

karena benih yang memiliki daya kecambah tinggi akan membuat pemunculan

(40)

25

Gambar 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dankonsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAAkonsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.

Dalam penelitian ini perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA serta

perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air telah terbukti

memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal

ini tidak terlepas dari fungsi perlakuan matriconditioning yang diberikan.

Perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan daya kecambah dengan cara

mengontrol penyerapan air yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan

potensial matrik rendah dan potensial yang dapat diabaikan (Koes dan Arief,

2010). Penyerapan air yang terkontrol oleh media padat lembab dalam hal ini

(41)

lebih lama dibandingkan perlakuan lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan

Khan et al (1992) dalam Meranda (2014) perlakuan matriconditioning memiliki

fase imbibisi lebih lama dibandingkan perlakuan perendaman benih saja. Tiga fase

imbibisi oleh benih yaitu, pada mulanya air diserap benih dengan cepat (fase 1)

diikuti oleh lag phase yang mana potential air seimbang dengan lingkunganya

(fase II). Selama fase II terjadi perubahan metabolisme utama dalam

mempersiapkan benih untuk pemunculan radikula. Fase III imbibisi ditandai

dengan munculnya radikula yang diikuti dengan penyerapan air cepat. Perlakuan

invigorasi benih dilakukan dengan memperpanjang fase II imbibisi dan

menghambat pemunculan radikula, yaitu membuat kondisi imbibisi terkontrol

dengan potensial air rendah (Copeland dan McDOnald, 1995 dalam Meranda

2014).

Sebagaimana yang disebutkan Yukti (2009) invigorasi yaitu proses

metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler benih.

Sucahyono (2013) menyebutkan perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan

aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membran.

Beberapa enzim yang erat kaitanya dengan perbaikan membran seperti ATPase,

ACC sintetase dan isocitratelyse meningkat selama perlakuan invigorasi. Terjadi

perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas enzim tersebut

menyebabkan meningkatkan integritas membran sehingga mengurangi kebocoran

metabolik (Saturiati, 2001 dalam Ruliyansyah, 2011). Meningkatnya viabilitas

(42)

27

Bahan matriconditioning yang digunakan dapat memegang air dengan sangat baik

sehingga dapat mengatur masuknya air ke dalam benih (Meranda, 2014). Arang

sekam mempunyai daya pegang air yang baik. Daya pegang air yang baik pada

media menyebabkan media tidak cepat kering (Puspitasari, 2008). Selain itu juga,

adanya pemberian IAA yang dintegrasikan dengan matriconditioning dapat

meningkatkan daya kecambah hal ini karena pemberiaan IAA akan memacu

pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar (Meranda,

2014). Hal ini dapat dilihat pada perlakuan matriconditioning dan IAA 3 ml/l air

(81,33%) memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan kontrol (77%)

meskipun tidak berbeda nyata.

Perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air serta

perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/air memiliki daya

kecambah lebih rendah dibandingkan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3

ml/l air. Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, permberian konsentrasi

zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Menurut Istomon dan Randhi (2012) bahwa zat pengatur tumbuh

merupakan senyawa organik bukan hara yang dapat mendukung pertumbuhan jika

konsentrasinya optimal ataupun menghambat pertumbuhan jika konsentrasinya

(43)

2. Index Vigor

Index vigor adalah vigor kecepatan tumbuh berdasarkan kecambah normal

terhadap total benih yang dikecambahkan pada hitungan pertama (Copeland dan

McDonald, 1995 dalam (Fridayanti, 2015).). Hasil sidik ragam menunjukkan

terjadi perbedaan secara nyata pada perlakuan yang diberikan terhadap index

vigor (Lampiran 5B).

Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai

Perlakuan Rerata Index

Vigor

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

20,58 bcd

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Untuk parameter index vigor nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan

matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (26,09), diikuti oleh

matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (25,15) berbeda nyata dengan

kontrol (20,58) serta perlakuan tanpa matriconditioning dan IAA, baik pada

konsentrasi 2 ml/l air (19,7), konsentrasi 3 ml/l air (19,61), dan konsentrasi 4 ml/l

(44)

29

tanpa IAA (23,44) serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l

air (24,53) (Tabel 2).

Adanya sinergi antara matriconditioning dan IAA dalam meningkatkan

kekuatan tumbuh benih. Pemberian IAA pada perlakuan matriconditioning dan

IAA akan memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan

akar (Meranda, 2014) serta memacu proses pembentukan akar dan jumlah akar

(Puspitasari, 2008) (Lihat lampiran 6). Selain mendapatkan penambahan IAA,

benih juga diberikan perlakuan matriconditioning sehingga proses imbibisi tetap

berlangsung. Proses imbibisi yang masih berlangsung akan memicu pengaktifan

enzim yang akan melakukan proses metabolisme dan apabila metabolisme

berjalan dengan cepat maka mempercepat pembelahan sel dan pertumbuhan juga

lebih cepat (Yuliana, 2010). Peningkatan nilai kecepatan tumbuh menunjukkan

adanya peningkatan vigor kekuatan tumbuh benih yang berarti bahwa benih akan

lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum dan beragam

(Sucahyono, dkk, 2013).

Menurut Purwanti (2004) index vigor benih menggambarkan kekuatan

tumbuh benih pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Hal ini diharapkan

benih tetap dapat tumbuh dengan baik meskipun kondisi lingkungan suboptimum.

Peningkatan vigor benih akan membuat tanaman mampu beradaptasi dengan

lingkungannya. Menurut Samuel, dkk (2012) benih kedelai yang mempunyai

vigor yang sudah menurun menyebabkan tanaman kurang mampu beradaptasi

(45)

3. Koefisien Perkecambahan

Hasil sidik ragam menunjukkan terjadi perbedaan secara nyata pada

perlakuan yang diberikan terhadap koefisien perkecambahan (Lampiran 5C).

Tabel 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Koefisien Perkecambahan Kedelai.

Perlakuan Rerata Koefesien

Perkecambahan (%)

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

26,19 b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Hasil analisis uji lanjut DMRT pada parameter koefisien perkecambahan

perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (32,99%),

matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (30,95%), dan

matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (31,53%) nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan kontrol (26,3%), matriconditioning dan tanpa

IAA (27,02%), tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (26,82%),

tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (25,49%), dan tanpa

(46)

31

parameter koefisien perkecambahan ini juga menunjukkan tidak ada perbedaan

secara nyata pada pemberian konsentrasi IAA baik pada perlakuan tanpa

matriconditioning dan IAA serta matriconditioning dan IAA. Pada parameter

koefesien perkecambahan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2

ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air berbeda nyata dengan semua perlakuan. Dalam

penelitian ini pemberian matriconditioning yang dintegrasikan dengan IAA tidak

hanya meningkatkatkan nilai rerata index vigor namun juga dapat meningkatkan

koefesien perkecambahan. Pengukuran koefesien perkecambahan dapat berfungsi

untuk mengetahui keserempakan tumbuh benih. Benih yang keserempakan

tumbuhnya secara homogen menandakan kekuatan tumbuh benih tersebut

semakin tinggi. Sebaliknya, apabila tanaman itu menunjukkan pertumbuhan benih

yang tidak merata menandakan keadaan yang kurang bagus (Zahrok, 2007 dalam

Purwanti, 2012). Menurut Syaiful, dkk (2012) benih yang memiliki

keserempakan tumbuh mengindikasikan bahwa tanaman tersebut tumbuh

serempak dan seragam dengan demikian diharapkan pada pertumbuhan

selanjutnya dapat menghasilkan tanaman lebih tahan terhadap stress, lebih tahan

terhadap serangan hama dan penyakit dan meningkatkan hasil tanaman.

4. Kecepatan Tumbuh

Pengujian kecepatan tumbuh menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk

berkecambah normal. Kecepatan tumbuh benih yang tinggi juga menunjukan

(47)

Tabel 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Kecepatan Tumbuh Kedelai.

Perlakuan Kecepatan

Tumbuh (%)

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

70,67 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi perbedaan secara nyata pada

perlakuan yang diberikan terhadap kecepatan tumbuh (Lampiran 5D). Namun

demikian, jika dilihat dari grafik perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA,

matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air dan matriconditioning dan IAA

konsentrasi 4 ml/l air memiliki rerata nilai daya kecambah lebih tinggi

dibandingkan perlakuan benih lainnya (78,67%, 76% dan 73,33%) (Gambar 3).

Pada parameter kecepatan tumbuh tidak ada perbedaan secara nyata antar

perlakuan hal ini diduga karena daya kecambah awal benih yang masih tinggi

sehingga pada hari keempat kecepatan tumbuh benih masih tinggi. Perhitungan

kecepatan tumbuh benih dilakukan dengan menghitung akumulasi benih yang

(48)

33

Gambar 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Kecepatan Tumbuh Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.

B. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Parameter penelitian di lapangan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun,

jumlah cabang, jumlah polong, bobot biji/tanaman, dan bobot 100 biji/tanaman.

1. Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang

diberikan terhadap tinggi tanaman baik pada perlakuan tanpa matriconditioning

dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air

dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning

dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air (Lampiran 5E) . M0Z0 M0Z1 M0Z2 M1Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3

(49)

Tabel 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai

Perlakuan Rerata Tinggi

Tanaman (cm)

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

34,23 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Gambar 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

(50)

35

Pada penelitian ini, perbedaan tinggi tanaman pada antar perlakuan tidak

begitu besar, sehingga tidak menunjukkan perbedaan secara nyata. Tinggi

tanaman pada penelitian ini yaitu antara 30,4 cm - 34,73 cm.

2. Jumlah Daun

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang

diberikan terhadap jumlah daun baik pada perlakuan tanpa matriconditioning dan

tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan

4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning dan

IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air (Lampiran 5F).

Tabel 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai.

Perlakuan Rerata Jumlah Daun

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpamatriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

29,43 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Grafik jumlah daun kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada

(51)

Gambar 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.

3. Jumlah Cabang

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang

diberikan terhadap jumlah cabang (Lampiran 5G). Hasil analisis rerata jumlah

cabang bisa dilihat di tabel 7. Jika dilihat dari grafik pada perlakuan tanpa

matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, jumlah cabang pada perlakuan

(52)

37

Tabel 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Cabang Kedelai.

Perlakuan Rerata Jumlah

Cabang.

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

3,00 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Grafik jumlah cabang kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada

gambar 6.

Gambar 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Jumlah Cabang Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

(53)

4. Jumlah Polong

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang

diberikan terhadap jumlah polong (Lampiran 5H).

Tabel 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai.

Perlakuan Rerata Jumlah

Polong

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

59,90 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata

berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Hasil analisis rerata jumlah polong bisa dilihat di tabel 8. Pada Jumlah

polong kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan

baik perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning

dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan

tanpa IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3

ml/l air dan 4 ml/l air. Jumlah polong pada penelitian ini yaitu antara 47-59.

Grafik jumlah polong tanaman kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada

(54)

39

Gambar 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.

5. Bobot Biji/Tanaman

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang

diberikan terhadap bobot biji/tanaman (Lampiran 5I). Pada bobot biji/tanaman

kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik

perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan

IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa

IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air

dan 4 ml/l air. Bobot biji/tanaman pada penelitian ini yaitu antara 14 - 19

gram/tanaman. Grafik bobot biji/tanaman pada setiap perlakuan dapat dilihat pada

(55)

Tabel 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji/Tanaman (gram)

Perlakuan Rerata Bobot

Biji/Tanaman (gram)

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

19,70 a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.

Gambar 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji Pertanaman Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.

M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.

M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.

(56)

41

6. Bobot 100 Biji Kedelai

Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang

diberikan terhadap bobot 100 biji kedelai (Lampiran 5J). Hasil analisis rerata

bobot 100 biji/tanaman bisa dilihat di tabel 10. Pada bobot 100 biji kedelai

menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik perlakuan

tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA

konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA,

serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4

ml/l air. Bobot 100 biji kedelai pada penelitian ini yaitu antara 14-16

gram/tanaman.

Tabel 10. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot 100 Biji/Tanaman Kedelai (gram).

Perlakuan Rerata Bobot Biji

100 gram/Tanaman

Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA

Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 2 ml/l air

Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 3 ml/l air

Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 4 ml/l air

Matriconditioning dan tanpa IAA

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air

Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air

15,40 a

Gambar

Gambar 1. Tata Laksana Penelitian.
Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai
Gambar 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai.  Keterangan:  M0Z0 =  tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil studi ini adalah penggantian nazhir perseorangan kepada badan hukum mengacu kepada kemaslahatan umum yaitu penertiban aset wakaf yang dimiliki oleh badan hukum itu sendiri

Margin selalu bertambah.. Dari tabel diatas pendapatan Profit Sharing dari Akad Kerjasama Mudharabah dan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2016- 2018

Tujuan dari pengembangan ini adalah mengembangkan instrumen penilaian untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif siswa SMP pada mata pelajaran IPA Terpadu materi

Desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi Dalam menyampaikan informasi dibutuhkan presentasi dan promosi yang secara desain dilakukan dengan tepat seperti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Hasil belajar siswa pada materi iklim global (el nino dan la nina) dengan pengajaran Konvensional, (2) Hasil belajar siswa

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada saat melakukan post test lebih besar dari nilai rata-rata disaat melakukan post test yakni

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa bapak Efendi Hardianto salah satu sebagai pedagang kaki lima di alun-alun mau di relokasikan ke Jl. Notoprayitno