INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS,
VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI
(Glycine max (L) Merr. )
SKRIPSI
Oleh : Zakila Nur’ainun
20100210008
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
ii
INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI
(Glycine max (L) Merr.)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi
Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Oleh: Zakila Nur’ainun
20100210008
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
v
UCAPAN TERIMA KASIH
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan dalam terselesaikanya skripsi ini.
2. Kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendo’akan untuk kelancaran tugas akhir.
3. Adek-adek tercinta yang selalu memberikan semangat.
4. Seluruh keluarga besar yang juga ikut mendukung.
5. Sahabat-sahabat yang ikut memotivasi dan membantu dalam penelitian.
6. Teman-teman Agroteknologi 2010 yang memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Kasih-Nya serta shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Rasulullah saw.
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “INVIGORASI UNTUK MENINGKATKAN VIABILITAS, VIGOR, PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L) MERR.)”, sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya
bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.
2. Ibu Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P., M.P. selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
sekaligus Dosen Penguji skripsi penulis.
3. Bapak Ir. Hariyono, M.P. selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing penulis.
4. Keluarga beserta rekan-rekan yang selalu memberikan dukungan moral dan
spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga nanti skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 11 Januari 2016
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
INTISARI ... xiii
ABSTRACT ... xiv
I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.
B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan ... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
A. Benih Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
B. Invigorasi Benih ... Error! Bookmark not defined.
C. Auksin ... Error! Bookmark not defined.
D. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
III. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Alat dan Bahan... Error! Bookmark not defined.
C. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
ix
E. Parameter Pengamatan ... Error! Bookmark not defined.
F. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined.
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN . Error! Bookmark not defined.
A. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor .. Error! Bookmark not defined.
B. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Error! Bookmark not defined.
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.
B. Saran ... Error! Bookmark not defined.
VI. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Koefisien Perkecambahan Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Kecepatan Tumbuh Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Cabang Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji/Tanaman (gram) Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 10. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot 100 Biji/Tanaman Kedelai (gram). ... Error! Bookmark not defined.
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tata Laksana Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai. Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Kecepatan Tumbuh Kedelai.
Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai. Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Jumlah Cabang Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji Pertanaman
Kedelai………...Er
ror! Bookmark not defined.
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Layout Penelitian di Laboratorium .... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2. Layout Penelitian di Lapangan ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 3. Perhitungan Kebutuhan Pupuk ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4. Deskripsi Varietas Unggul Baluran ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam ... Error! Bookmark not defined.
xiii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat yang diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kedelai. 2) Mendapatkan kosentrasi IAA yang yang tepat dan diintegrasikan dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dari bulan Juli sampai Oktober 2015.
Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu perlakuan matriconditioning dan IAA yang terdiri dari 8 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan tersebut terdiri dari: tanpa
matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2
ml/l air, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, tanpa
matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa
IAA, matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, dan matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air. Hasil penelitian menunjukkan matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air, dan 4 ml/l air dapat meningkatkan index vigor dan koefesien perkecambahan, matriconditioning yang diintegrasikan dengan IAA belum dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kedelai.
xiv
ABSTRACT
The research aims to get 1) exactly concentration of IAA that will itegration with matriconditioning that can improve the viability and vigor of soybean seed. To get 2) exactly concentration of IAA that will itegration with matriconditioning that can improve plant growth and yield of soybean. The research was conducted in the Research Laboratory and Field Experiment of Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah Yogyakarta on July until October 2015.
The research were arraged in Completaly Randomized Design (CRD) with single factor experiment that matricondintioning and IAA consists of 8 treatments were arraged in with 3 replications. The treatment consists of: without matriconditioning and without IAA, without matriconditioning and IAA concentration 2 ml/l water, without matriconditioning and IAA concentration 3 ml/l water, without matriconditioning and IAA concentration 4 ml/l water, matriconditioning and without IAA, matriconditioning dan IAA concentration 2 ml/l water, matriconditioning and IAA concentration 3 ml/l water, and matriconditioning and IAA concentration 4 ml/l water.
The result of research showed that matriconditioning that integrated with IAA concentration 2 ml/l water, 3 ml/l water and 4 ml/l water can increase index vigor and coefisien germination, matriconditioning that integrated with IAA has
not ben able to increase the growth and yield of soybean.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditas pangan penting setelah padi dan jagung.
Kedelai merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein, sehingga
mempunyai peran yang sangat penting dalam industri pangan dan pakan
(Danapriatna, 2012). Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan antara tahun
2010-2014 kebutuhan kedelai setiap tahunnya sekitar 2.300.000 ton biji kering
(Eka, 2015). Sementara, produktivitas nasional masih cukup rendah sehingga
setiap tahunnya Indonesia masih melakukan impor kedelai sebanyak satu juta ton
(Mejaya, 2011).
Salah satu faktor pembatas peningkatan produksi kedelai adalah cepatnya
kemunduran benih selama penyimpanan sehingga mengurangi penyediaan benih
bermutu tinggi. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara
berangsur-angsur. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis tersebut
ditandai dengan penurunan daya kecambah, peningkatan jumlah kecambah
abnormal, penurunan pemuculan kecambah di lapangan, terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan tanaman di lapangan, meningkatnya kepekaan
terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan hasil tanaman
(Sucahyono, 2013).
Selain itu, pengadaan benih di Indonesia sering dilakukan beberapa waktu
fasilitas dan teknologi penyimpanan yang dimiliki penangkar benih lokal
menyebabkan mutu benih kedelai menurun (Sucahyono, 2013).
Benih yang telah mengalami kemunduran masih mungkin digunakan
sebagai bahan tanam dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada
benih sebelum digunakan sebagai bahan tanam (Meranda, 2014). Usaha untuk
meningkatkan mutu benih yang sudah mundur dapat dilakukan dengan teknik
invigorasi. Cara yang dilakukan untuk perlakuan invigorasi benih sebelum tanam
yaitu osmoconditioning (conditioning dengan menggunakan media larutan
osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat
lembab). Kedua teknik invigorasi tersebut juga dapat diintegrasikan dengan
aplikasi perlakuan benih laininya seperti penambahan zat pengatur tumbuh,
insektisida, dan inokulasi mikroba bermanfaat seperti rhizobium, bakteri pelarut P
serta mikroba antagonis (Sucahyono, 2013).
Hasil penelitian Saryoko, dkk. (2013) menunjukkan matriconditioning
dengan perbandingan 9 gram benih 6 gram arang sekam dan 7 ml air kemudian di
inkubasi selama 12 jam pada suhu kamar menghasilkan vigor benih lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan matriconditioning inokulasi menggunakan
tanah bekas pertanaman kedelai, inokulasi menggunakan inokulan komersil, dan
kontrol. Penelitian yang dilakukan Meranda (2014) menunjukkan konsentrasi IAA
berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih cabai kadaluwarsa pada potensi
tumbuh, daya kecambah, kecepataan tumbuh, keserempakan tumbuh, indeks vigor
3
memiliki nilai viabilitas tertinggi di bandingkan pemberian IAA konsentrasi 1 ml/l
air dan 2 ml/l air.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui viabilitas, vigor, pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai dengan
menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan konsentrasi IAA.
B. Rumusan Masalah
Benih kedelai mudah mengalami kemunduran karena sifatnya yang
higroskopis sehingga menyebabkan kandungan kadar air benih kedelai tinggi.
Kemunduran benih kedelai dapat menyebabkan penurunan daya kecambah,
peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di
lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Oleh karena
itu, perlu dilakukan teknik invigorasi yang dapat diintegrasikan dengan zat
pengatur tumbuh untuk memperbaiki benih kedelai yang telah mengalami
kemunduran. Untuk itu, perlu adanya penelitian mengenai aplikasi
matriconditioning yang diintegrasikan dengan konsentrasi IAA serta kombinasi
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat dan diintegrasikan
dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan viabilitas dan
vigor benih kedelai.
2. Untuk mendapatkan konsentrasi IAA yang tepat dan diintegrasikan
dengan matriconditioning yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Benih Kedelai
Salah satu faktor pembatas produksi kedelai di daerah tropis adalah
cepatnya kemunduran benih selama penyimpanan hingga mengurangi
penyediaan benih berkualitas tinggi. Pengadaan benih kedelai dalam jumlah yang
memadai dan tepat pada waktunya sering menjadi kendala karena daya simpan
yang rendah (Purwanti, 2004). Benih yang diproduksi pada musim hujan akan
disimpan pada musim kemarau dan sebaliknya, benih yang diproduksi pada
musim kemarau akan disimpan pada musim hujan (Hartawan, 2011). Pengadaan
benih dilakukan beberapa waktu sebelum musim tanam dimulai, sehingga benih
terlebih dahulu harus disimpan dengan baik agar mempunyai daya tumbuh yang
optimal saat ditaman kembali (Indartono, 2011). Namun, sebagian besar petani
tidak memiliki gudang penyimpanan yang layak sehingga benih kedelai mudah
mengalami kemunduran
Benih kedelai mengandung protein cukup tinggi (±37%). Komposisi benih
yang didominasi protein menyebabkan sangat higroskopis sehingga mudah
menahan dan menyerap uap air (Sucahyono, 2013). Tatipa (2008) menyatakan,
benih kedelai juga mengandung lemak cukup tinggi, yaitu sebesar 16%.
Kandungan protein dan lemak yang tinggi menyebabkan benih kedelai cepat
air dari udara sekitar. Biji kedelai menyerap atau mengeluarkan zat air sampai
kandungan airnya seimbang dengan udara sekitar (Indartono, 2011).
Kadar air yang terlalu tinggi dalam penyimpanan akan menyebabkan
terjadinya peningkatan kegiatan enzim-enzim yang akan mempercepat terjadinya
proses respirasi, sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam biji
menjadi semakin besar. Akhirnya benih akan kehabisan energi pada
jaringan-jaringan yang penting. Energi yang terhambur dalam bentuk panas ditambah
keadaan yang lembab akan merangsang perkembangan mikroorganisme yang
dapat merusak benih (Danapriatna, 2012). Kadar air benih meningkat jika suhu
dan kelembaban ruang simpan relatif tinggi (Indartono, 2011). Jika suhu udara
dalam ruang simpan benih tinggi maka proses enzimatik semakin meningkat
sehingga dapat memperpendek umur simpan benih (Pitojo, 2003).
Tingginya kadar air juga menyebabkan struktur membran mitokondria
tidak teratur sehingga permeabilitas membran meningkat. Peningkatan
permeabilitas menyebabkan banyak metabolit antara lain gula, asam amino dan
lemak yang bocor keluar sel. Dengan demikian, substrat untuk respirasi berkurang
sehingga energi yang dihasilkan untuk berkecambah berkurang (Danapriatna,
2012). Kerusakan membran sel akibat deteriorasi akan mempengaruhi keadaan
embrio dan kotiledon yang sebagian besar terdiri atas karbohidrat, protein dan
lemak yang berguna untuk pertumbuhan awal benih (Purwanti, 2004). Secara
bersamaan laju respirasi meningkat sejalan dengan peningkatan suhu (Hartawan,
7
bagi mikroorganisme misalnya jamur akan berkembang dengan baik (Purwanti,
2004).
Kondisi ruang simpan yang tidak optimal sangat memungkinkan benih
kedelai masih banyak menyerap air sehingga mengakibatkan benih kedelai cepat
mengalami kemunduran. Oleh karena itu, untuk waktu-waktu mendatang teknik
invigorasi sangat diperlukan (Sucahyono, 2013). Proses penuaan dan mundurnya
vigor secara fisiologis tersebut ditandai dengan penurunan daya kecambah,
peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan pemunculan kecambah di
lapangan, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya
kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan
hasil tanaman (Sucahyono, 2013). Namun, benih yang telah mengalami
kemunduran masih mungkin digunakan sebagai bahan tanam dengan cara
memberikan perlakuan-perlakuan tertentu seperti invigorasi pada benih sebelum
digunakan sebagai bahan tanam (Meranda, 2014).
B. Invigorasi Benih
Invigorasi benih ialah perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum
penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk
menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan
benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan
subseluler dalam benih (Yukti, 2009).
Cara yang dapat dilakukan sehubungan dengan perlakuan invigorasi benih
sebelum tanam yaitu osmoconditioning (conditioning menggunakan larutan
osmotik) dan matriconditioning (conditioning dengan menggunakan media padat
lembab) (Sucahyono, 2013). Pada perlakuan priming (perlakuan pendahuluan
pada benih dengan osmoconditioning atau matriconditioning), peristiwa fisiologis
dan biokimia pada benih berperan saat penundaan perkecambahan oleh potensial
osmotik yang rendah dan potensial matriks yang sesuai dari media yang
terimbibisi (Khan, 1992).
Matriconditioning adalah salah satu perlakuan hidrasi terkontrol yang
dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matriks rendah dan
potensial osmotik yang dapat diabaikan (Koes dan Arief, 2010).
Matriconditioning dilakukan dengan menggunakan media padat yang
dilembabkan seperti serbuk gergaji, abu gosok, zeolit, vermikulit, dan mikro-Cel
E (Nurmaili dan Nurmiaty, 2010). Media matriconditioning yang baik harus
memiliki sifat tidak larut dalam air dan tetap utuh selama conditioning, memiliki
kapasitas pegang air yang tinggi, kerapatan ruang besar, luas permukaan besar,
memiliki kemampuan melekat pada pemukaan benih dan mudah tercampur
dengan tanah ketika benih ditanam (Sucahyono, 2013). Arang sekam padi juga
dapat digunakan sebagai media matriconditioning ini karena sekam padi memiliki
9
Perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase
dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membran. Enzim tersebut
membantu memperbaiki organel sel penting yang mengalami kerusakan.
Aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase menunjukkan daya hidup benih
(Sucahyono, 2013). Beberapa jenis enzim yang erat kaitannya dengan perbaikan
membran seperti ATPase, ACC sintetase dan isocitrate lyse meningkat selama
perlakuan invigorasi. Perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas
enzim tersebut menyebabkan meningkatnya integritas membran sehingga
mengurangi kebocoran metabolik (Sutariati, 2001 dalam Ruliyansyah, 2011).
Hasil penelitian Koes dan Arief (2010), perlakuan matriconditioning
menggunakan abu sekam, serbuk gergaji dan jerami padi pada benih jagung yang
telah disimpan selama 8 bulan memberikan daya berkecambah yang lebih tinggi
dibanding dengan tanpa pemberian matriconditioning.
Matriconditioning dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh, atau
pestisida, biopestisida, dan mikroba bermanfaat (Ilyas, 2006). Hasil penelitian
Meranda (2014) menyebut perlakuan IAA yang diintegrasikan dengan
matriconditioning pada benih cabai memberikan hasil terbaik pada konsentrasi 3
ml/l air dengan daya kecambah 73,33% meskipun tidak berbeda nyata.
Menurut Sucahyono (2013) teknik invigorasi benih yang paling sesuai dan
dapat digunakan untuk mengatasi masalah kemunduran benih kedelai adalah
ml air diinkubasi selama 12 jam dalam suhu ruang. Teknik invigorasi ini juga
dapat diintegrasikan dengan zat pengatur tumbuh salah satunya yaitu auksin.
C. Auksin
Hormon tumbuh yaitu senyawa organik yang jumlahnya sedikit dan dapat
merangsang ataupun menghambat berbagai proses fisiologis tanaman. Di dalam
tubuh tanaman senyawa organik ini jumlahnya sangat sedikit, maka diperlukan
penambahan hormon dari luar. Hormon sintesis yang ditambahkan dari luar tubuh
tanaman disebut zat pengatur tumbuh. Zat ini fungsinya untuk merangsang
pertumbuhan misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan lain
sebagainya (Hendaryono dan Ari, 1994).
Perkecambahan benih dapat juga ditingkatkan dengan menggunakan zat
pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh merupakan hormon sintesis yang
diberikan pada organ tanaman yang dalam konsentrasi rendah berperan aktif
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT terbagi dalam lima tipe
utama yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisat, dan etilen. Tiap kelompok
ZPT dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan namun hanya asam
absisat yang tidak mempengaruhi perkembangan tumbuhan dalam hal diferensiasi
sel (Meranda, 2014).
Auksin adalah hormon pertumbuhan yang pertama kali ditemukan. Salah
satu jenis auksin yang telah diekstraksi dari tumbuhan adalah asam indole asetat
11
(tunas), daun muda, dan kuncup bunga. Semakin jauh dari ujung tumbuhan,
konsentrasi auksin menyusut (Pratiwi, 1991).
Auksin adalah ZPT yang memacu pemanjangan sel yang menyebabkan
pemanjangan batang dan akar. Auksin bersifat memacu perkembangan meristem
akar adventif sehingga sering digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada
stek tanaman. Auksin juga mempengaruhi perkembangan buah, dominasi apikal,
fototropisme dan geotropisme. Kombinasi auksin dengan giberelin memacu
perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium
pembuluh, sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Lakitan, 2007
dalam Meranda 2014).
Auksin merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi utama
mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Selain memacu
pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan
auksin lainnya jika dikombinasikan dengan giberelin dapat memacu
perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium
pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Meranda, 2014).
Auksin juga berfungsi untuk merangsang pembentukan akar pada tunas
(Mulyono, 2010).
Pada konsentrasi tertentu auksin dapat menaikkan tekanan osmotik,
peningkatan permeabilitas sel terhadap air, pengurangan tekanan pada dinding sel,
meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan
Hormon auksin di dalam tubuh tanaman dihasilkan oleh pucuk-pucuk
batang, pucuk-pucuk cabang dan ranting yang menyebar luas ke dalam seluruh
tubuh tanaman. Penyebarluasan auksin ini arahnya dari atas ke bawah hingga
sampai titik tumbuh akar, melalui jaringan pembuluh tapis (ploem) atau jaringan
parenkhim (Hendaryono dan Ari, 1994).
Penambahan auksin dengan konsentrasi tinggi mempunyai efek
menghambat pertumbuhan jaringan yang disebabkan terdapat persaingan dengan
auksin endogen untuk mendapatkan tempat kedudukan penerima sinyal membran
sel sehingga penambahan auksin dari luar tidak memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan sel (Paramartha dkk, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Meranda (2014) menunjukkan perlakuan
IAA yang diintegrasikan dengan matriconditioning pada benih cabai memberikan
hasil terbaik pada konsentrasi 3 ml/l air dengan daya kecambah 73,33% meskipun
tidak berbeda nyata.
D. Hipotesis
Matriconditioning arang sekam yang dikombinasikan dengan auksin
dengan konsentrasi 3 ml/l air dapat memberikan hasil terbaik dalam meningkatkan
13
III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan
Juli sampai dengan Oktober 2015.
B. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih
kedelai varietas Baluran yang didapat dari Balai Pengembangan Perbenihan
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPPTPH) unit Gading, Wonosari, Gunung
Kidul, Yogyakarta, auksin berupa IAA (Indole Acetic Acid), arang sekam, pasir,
air, dan tanah regosol.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan
analitik, gelas ukur 10 ml, ayakan 2 mm, oven untuk mensterilkan media
matriconditioning selama 1 jam dengan suhu 100 0C, Polybag, nampan untuk
perkecambahan, wadah untuk proses matriconditioning, dan handsprayer.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode percobaan
dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal yaitu perlakuan
matriconditioning dan IAA. Perlakuaan invigorasi terdiri dari :
1) Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA (M0Z0).
3) Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (M0Z2).
4) Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (M0Z3).
5) Matriconditioning dan tanpa IAA (M1Z0).
6) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (M1Z1).
7) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (M1Z2).
8) Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (M1Z3).
Penelitian ini secara keseluruhan terdiri atas dua bagian penelitian yaitu 1)
pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas dan vigor benih kedelai, 2)
pengaruh perlakuan invigorasi terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil benih
kedelai.
Penelitian bagian 1 dilakukan di Laboratorium penelitian menggunakan
rancangan acak lengkap. Pengujian viabilitas dan vigor menggunakan pasir
diaplikasikan ke dalam nampan perkecambahan dengan 100 benih tiap satuan
percobaan. Setelah itu dibuat lubang tanam, terdapat 100 lubang tanam dalam
satu nampan, dalam satu lubang tanam ditanam dengan satu benih. Terdapat
delapan perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh sebanyak 24
unit percobaan sehingga kebutuhan benih yaitu 24 x 100 = 2.400 benih. Penelitian
bagian 2 dilakukan di lapang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Benih kedelai ditanam pada polybag sebanyak 2 biji/lubang tanam, sebelumnya
benih yang telah ditanam telah diberikan perlakuan. Terdapat delapan perlakuan
setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan dan
15
Aplikasi IAA dengan cara benih direndam dengan konsentrasi IAA (2 ml/l
air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air) selama 1 jam. Setelah itu dilakukan proses
matriconditioning dengan menimbang 9 gram benih, 6 gram arang sekam dan 7
ml air yang dicampurkan dan diinkubasi selama 12 jam pada suhu kamar. Benih
yang telah diberikan perlakuan kemudian ditanam di Laboratorium dan di
Lapangan.
D. Tata Laksana Penelitian
Dalam tata laksana penelitian dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat dan bahan dilakukan seminggu sebelum penelitian. Bahan
yang disiapkan diantaranya: benih kedelai varietas Baluran, auksin berupa IAA
(Indole Acetic Acid), arang sekam, pasir, air, dan tanah regosol. Alat-alat yang
digunakan antara lain: timbangan analitik, gelas ukur 10 ml, ayakan 2 mm, oven
untuk mensterilkan media matriconditioning selama 24 jam dengan suhu 100 0C,
Polybag, nampan untuk perkecambahan, wadah untuk proses matriconditioning
dan handsprayer.
2. Aplikasi IAA dan matriconditioning
Arang sekam dihaluskan terlebih dahulu, selanjutnya diayak agar
diperoleh ukuran partikel yang halus dan seragam dengan menggunakan ayakan
dimasukkan ke dalam oven untuk sterelisasi selama 1 jam pada suhu 1000 C.
Benih yang telah dipilih dimasukkan ke dalam wadah berdasarkan perlakuan
konsentrasi IAA yang dicampur dengan air (2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air)
direndam selama 1 jam.
Untuk kombinasi antara IAA dan matriconditioning setelah perendaman
IAA masing-masing perlakuan dimasukkan ke dalam wadah untuk perlakuan
matriconditioning. Perbandingan antara benih, bahan matriconditioning, dan air
adalah 9 gram benih : 6 gram arang sekam : 7 ml air. Setelah media dicampur
merata, media matriconditioning diinkubasi selama 12 jam pada kondisi ruang.
Setelah itu dilakukan penanaman 1) di Laboratorium dan 2) di Lahan Percobaan.
3. Persiapan media tanam
Uji di Laboratorium dengan menggunakan pasir dan untuk uji di lapangan
menggunakan tanah regosol yang berada di sekitar Lahan Percobaan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta di Tegalrejo, Tamantirto, Kasihan Bantul dicampur
dengan pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha. Polybag yang digunakan berukuran 45
x 35 cm.
Tanah yang digunakan dikeringanginkan selama 1 minggu setelah itu
disaring dengan saringan lolos 2 mm. Sebelum dimasukkan ke dalam polybag
tanah dicampur dengan pupuk kandang terlebih dahulu dengan dosis 2 ton/ha.
17
4. Penanaman di Laboratorium
Uji viabilitas dan vigor benih menggunakan pasir diaplikasikan ke dalam
nampan perkecambahan dengan 100 benih tiap satuan percobaan. Setelah itu
dibuat lubang tanam, terdapat 100 lubang tanam dalam satu nampan, dalam satu
lubang tanam ditanam dengan satu benih, sehingga jika terdapat 24 unit percobaan
maka dibutuhkan 2.400 benih. Perkecambahan dilakukan pada suhu ruang, dan
diamati setiap hari selama 7 hari.
5. Penanaman di Lahan Percobaan
Setiap polybag diberikan 10 kg tanah dan ditanami sebanyak 2 biji/lubang
tanam. Setiap perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan dan
terdapat 3 tanaman sampel sehingga terdapat 24 x 3 = 72 tanaman.
6. Pemeliharaan tanaman kedelai a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari dengan melihat kondisi tanah pada
polybag terlebih dahulu karena tanaman kedelai tidak terlalu
membutuhkan air.
b. Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada polybag yang tumbuh sebanyak 2
tanaman, diambil 1 tanaman yang tumbuhnya abnormal, terserang hama
c. Pemupukan
Pupuk dasar diberikan pada saat tanam dengan dosis 50 Kg/ha urea,
100 Kg/ha SP-36 dan 75 Kg/ha KCl (Perhitungan kebutuhan
pupuk/polybag ada di Lampiran 3). Pemupukan susulan dilakukan saat
tanaman berumur 20-30 hari setelah tanam. Pupuk yang digunakan berupa
urea 50 kg/ha. Aplikasi pupuk dimasukkan ke dalam lubang disisi kanan
dan kiri lubang tanam sedalam 5 cm.
d. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman kedelai. Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma
pada tanaman.
e. Pengendalian hama dan penyakit
Serangan hama dan penyakit di lapangan intensitasnya cukup tinggi
sehingga pengendaliannya menggunakan insektisida dan fungisida. Hama
yang menyerang diantaranya Lalat Bibit, Ulat Grayak, Kumbang Kedelai,
Kutu Kebul, Ulat Penggulung Daun, Kepik Hijau, Penggerek Pucuk untuk
penyakit yang menyerang yaitu Karat Daun. Pengendalian hama
menggunakan insektisida Decis 2,5 EC dan Marshal 200 EC di
semprotkan pada tanaman seminggu sekali dan pengendalian penyakit
19
7. Panen
Kedelai yang telah siap dipanen ditandai dengan ciri-ciri daun yang
menguning, warna polong berubah menjadi coklat atau coklat kehitam-hitaman,
serta ditandai dengan gugurnya daun. Panen dilakukan saat 95 % lebih polong
telah berubah warna dan jumlah dan tertinggal 5-10 %. Pemanenan dilakukan
dengan cara mencabut batang tanaman yang paling bawah.
8. Pengeringan polong dan pemisahan biji kedelai
Polong kedelai dijemur dibawah terik matahari. Pengeringan
membutuhkan waktu satu sampai dua hari. Setelah itu dilakukan pemisahan biji
dari polong kedelai.
E. Parameter Pengamatan 1. Parameter Pengamatan Laboratorium
a. Daya kecambah
Pengamatan daya kecambah dilakukan pada hari ketujuh dengan
menghitung jumlah benih yang berkecambah normal. Rumus perhitungan
daya kecambah adalah sebagai berikut:
Daya kecambah
x 100%.
b. Vigor benih
Pengamatan vigor benih dilakukan setiap hari dengan mencatatat
vigor dilakukan dengan menghitung kecambah normal yang muncul pada
pengamatan hitungan pertama. Rumus yang digunakan adalah:
Index vigor
Keterangan: An = Jumlah benih yang berkecambah.
Tn = Waktu yang bersangkutan.
c. Koefisien perkecambahan (Coefisien Germination)
Pengamatan koefisien perkecambahan dilakukan setiap hari dengan
mencatat jumlah benih yang berkecambah normal setiap harinya.
Perhitungan koefisien perkecambahan dilakukan dengan menghitung
kecambah normal yang muncul pada pengamatan hitungan pertama.
Rumus yang digunakan adalah:
Koefisien perkecambahan
Keterangan: Bn = Total benih yang dikecambahkan.
An = Jumlah benih yang berkecambah setiap hari.
Tn = Waktu yang bersangkutan.
d. Kecepatan berkecambah
Kecepatan berkecambah diperoleh dengan menghitung persentase
21
2. Parameter Pengamatan di Lapangan
Parameter pengamatan di lapangan dilakukan pada seluruh satuan unit
percobaan yaitu pada 72 tanaman. Adapun parameter yang diamati diantaranya:
a. Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan mulai umur 1 minggu setelah
tanam, setiap satu minggu sekali dengan cara mengukur tinggi tanaman
dari pangkal batang sampai ujung batang tanaman menggunakan
penggaris. Pengamatan dilakukan sampai tinggi tanaman mencapai
vegetatif maksimal.
b. Jumlah daun
Perhitungan jumlah daun dilakukan umur 1 minggu setelah tanam
setiap satu minggu sekali dengan cara menghitung jumlah daun yang telah
membuka, daun kedelai dihitung setiap trifoliat daun.
c. Jumlah cabang
Pengamatan jumlah cabang dilakukan setelah umur 1 minggu setelah
tanam setiap satu minggu dengan cara menghitung jumlah cabang tanaman
yang tumbuh sampai pemanenan. Jumlah cabang akan berkolerasi positif
dan sangat nyata dengan bobot biji/tanaman.
d.Jumlah polong pertanaman
Pengamatan jumlah polong pertanaman dilakukan dengan menghitung
seluruh polong isi setelah pemanenan. Pengamatan jumlah polong
e. Bobot biji/tanaman (g)
Pengamatan bobot biji/tanaman dengan menghitung bobot
biji/tanaman (gram) setelah panen. Brangkasan kedelai yang telah
dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam wadah kain dan ditumbuk
agar biji kedelai keluar dari polongnya. Setelah itu, biji tanaman ditimbang
menggunakan timbangan analitik dan dilakukan perhitungan kadar air biji.
f. Bobot 100 biji kedelai (gram)
Pengamatan bobot 100 biji kedelai (gram) dengan menghitung berat
setiap 100 biji kedelai (gram).
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan ditabulasi dan dianalisis. Analisis menggunakan
sidik ragam pada taraf kesalahan 5% dan jika perlakuan berbeda nyata digunakan
uji lanjut dengan DMRT (Duncan’s Multiple Test) pada taraf kesalahan 5% untuk
mengetahui perlakuan yang berbeda nyata.
Gambar 1. Tata Laksana Penelitian. Benih
Perlakuan
Penanaman di Laboratorium
Pengamatan viabilitas dan vigor
Penanaman di Lapangan
Pengamatan pertumbuhan dan hasil
23
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di
Laboratorium terdiri dari daya kecambah, vigor benih, koefisien perkecambahan
dan kecepatan tumbuh.
1. Daya Kecambah
Daya kecambah adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk
berkecambah dan berproduksi normal dalam kondisi optimum dengan kriteria
kecambah normal. Daya berkecambah dihitung berdasarkan persentase kecambah
normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).
Tabel 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai
Perlakuan Rerata Daya
Kecambah (%)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
77,00 a
Pengujian perkecambahan di Laboratorium dapat digunakan untuk
memperkirakan daya tumbuh tanaman di lapangan (Wulandari, 2008). Hasil sidik
ragam menunjukkan tidak ada beda nyata pada semua perlakuan yang diberikan
terhadap daya kecambah (Lampiran 5A).
Grafik perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA serta matriconditioning
dan IAA konsentrasi 3 ml/l air memiliki rerata nilai daya kecambah lebih tinggi
dibandingkan perlakuan benih lainnya (85,33% dan 81, 33%). Sementara
perlakuan tanpa matriconditioning dan IAA 2 ml/l air (71,67%), tanpa
matriconditioning dan IAA 3 ml/l air (74,33%), tanpa matriconditioning dan IAA
4 ml/l air (70,67 %), matriconditioning dan IAA 2 ml/l air (73%) dan
matriconditioning dan IAA 4 ml/l air (75,33%), hasil rerata daya kecambahnya
lebih rendah dibandingkan kontrol (77%) (Gambar 2).
Daya kecambah perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA adalah
85,33% dan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air adalah
81,33% memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya. Meskipun tidak berbeda nyata dengan kontrol namun daya kecambah
lebih dari 80% sudah memenuhi standar mutu benih yaitu memiliki daya
kecambah tinggi di atas 80% (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Daya kecambah
yang tinggi akan sangat bermanfaat nantinya apabila benih ditanam di lapangan
karena benih yang memiliki daya kecambah tinggi akan membuat pemunculan
25
Gambar 1. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Daya Kecambah Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dankonsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAAkonsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
Dalam penelitian ini perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA serta
perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air telah terbukti
memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal
ini tidak terlepas dari fungsi perlakuan matriconditioning yang diberikan.
Perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan daya kecambah dengan cara
mengontrol penyerapan air yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan
potensial matrik rendah dan potensial yang dapat diabaikan (Koes dan Arief,
2010). Penyerapan air yang terkontrol oleh media padat lembab dalam hal ini
lebih lama dibandingkan perlakuan lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan
Khan et al (1992) dalam Meranda (2014) perlakuan matriconditioning memiliki
fase imbibisi lebih lama dibandingkan perlakuan perendaman benih saja. Tiga fase
imbibisi oleh benih yaitu, pada mulanya air diserap benih dengan cepat (fase 1)
diikuti oleh lag phase yang mana potential air seimbang dengan lingkunganya
(fase II). Selama fase II terjadi perubahan metabolisme utama dalam
mempersiapkan benih untuk pemunculan radikula. Fase III imbibisi ditandai
dengan munculnya radikula yang diikuti dengan penyerapan air cepat. Perlakuan
invigorasi benih dilakukan dengan memperpanjang fase II imbibisi dan
menghambat pemunculan radikula, yaitu membuat kondisi imbibisi terkontrol
dengan potensial air rendah (Copeland dan McDOnald, 1995 dalam Meranda
2014).
Sebagaimana yang disebutkan Yukti (2009) invigorasi yaitu proses
metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler benih.
Sucahyono (2013) menyebutkan perlakuan invigorasi benih dapat meningkatkan
aktivitas enzim amilase dan dehidrogenase serta memperbaiki integritas membran.
Beberapa enzim yang erat kaitanya dengan perbaikan membran seperti ATPase,
ACC sintetase dan isocitratelyse meningkat selama perlakuan invigorasi. Terjadi
perubahan komposisi lemak membran akibat aktivitas enzim tersebut
menyebabkan meningkatkan integritas membran sehingga mengurangi kebocoran
metabolik (Saturiati, 2001 dalam Ruliyansyah, 2011). Meningkatnya viabilitas
27
Bahan matriconditioning yang digunakan dapat memegang air dengan sangat baik
sehingga dapat mengatur masuknya air ke dalam benih (Meranda, 2014). Arang
sekam mempunyai daya pegang air yang baik. Daya pegang air yang baik pada
media menyebabkan media tidak cepat kering (Puspitasari, 2008). Selain itu juga,
adanya pemberian IAA yang dintegrasikan dengan matriconditioning dapat
meningkatkan daya kecambah hal ini karena pemberiaan IAA akan memacu
pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar (Meranda,
2014). Hal ini dapat dilihat pada perlakuan matriconditioning dan IAA 3 ml/l air
(81,33%) memiliki nilai daya kecambah lebih tinggi dibandingkan kontrol (77%)
meskipun tidak berbeda nyata.
Perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air serta
perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/air memiliki daya
kecambah lebih rendah dibandingkan matriconditioning dan IAA konsentrasi 3
ml/l air. Sebagaimana yang telah diketahui sebelumnya, permberian konsentrasi
zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Menurut Istomon dan Randhi (2012) bahwa zat pengatur tumbuh
merupakan senyawa organik bukan hara yang dapat mendukung pertumbuhan jika
konsentrasinya optimal ataupun menghambat pertumbuhan jika konsentrasinya
2. Index Vigor
Index vigor adalah vigor kecepatan tumbuh berdasarkan kecambah normal
terhadap total benih yang dikecambahkan pada hitungan pertama (Copeland dan
McDonald, 1995 dalam (Fridayanti, 2015).). Hasil sidik ragam menunjukkan
terjadi perbedaan secara nyata pada perlakuan yang diberikan terhadap index
vigor (Lampiran 5B).
Tabel 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Index Vigor Kedelai
Perlakuan Rerata Index
Vigor
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
20,58 bcd
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Untuk parameter index vigor nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (26,09), diikuti oleh
matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (25,15) berbeda nyata dengan
kontrol (20,58) serta perlakuan tanpa matriconditioning dan IAA, baik pada
konsentrasi 2 ml/l air (19,7), konsentrasi 3 ml/l air (19,61), dan konsentrasi 4 ml/l
29
tanpa IAA (23,44) serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l
air (24,53) (Tabel 2).
Adanya sinergi antara matriconditioning dan IAA dalam meningkatkan
kekuatan tumbuh benih. Pemberian IAA pada perlakuan matriconditioning dan
IAA akan memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan
akar (Meranda, 2014) serta memacu proses pembentukan akar dan jumlah akar
(Puspitasari, 2008) (Lihat lampiran 6). Selain mendapatkan penambahan IAA,
benih juga diberikan perlakuan matriconditioning sehingga proses imbibisi tetap
berlangsung. Proses imbibisi yang masih berlangsung akan memicu pengaktifan
enzim yang akan melakukan proses metabolisme dan apabila metabolisme
berjalan dengan cepat maka mempercepat pembelahan sel dan pertumbuhan juga
lebih cepat (Yuliana, 2010). Peningkatan nilai kecepatan tumbuh menunjukkan
adanya peningkatan vigor kekuatan tumbuh benih yang berarti bahwa benih akan
lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum dan beragam
(Sucahyono, dkk, 2013).
Menurut Purwanti (2004) index vigor benih menggambarkan kekuatan
tumbuh benih pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Hal ini diharapkan
benih tetap dapat tumbuh dengan baik meskipun kondisi lingkungan suboptimum.
Peningkatan vigor benih akan membuat tanaman mampu beradaptasi dengan
lingkungannya. Menurut Samuel, dkk (2012) benih kedelai yang mempunyai
vigor yang sudah menurun menyebabkan tanaman kurang mampu beradaptasi
3. Koefisien Perkecambahan
Hasil sidik ragam menunjukkan terjadi perbedaan secara nyata pada
perlakuan yang diberikan terhadap koefisien perkecambahan (Lampiran 5C).
Tabel 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Koefisien Perkecambahan Kedelai.
Perlakuan Rerata Koefesien
Perkecambahan (%)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
26,19 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Hasil analisis uji lanjut DMRT pada parameter koefisien perkecambahan
perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (32,99%),
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (30,95%), dan
matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air (31,53%) nyata lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan kontrol (26,3%), matriconditioning dan tanpa
IAA (27,02%), tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air (26,82%),
tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air (25,49%), dan tanpa
31
parameter koefisien perkecambahan ini juga menunjukkan tidak ada perbedaan
secara nyata pada pemberian konsentrasi IAA baik pada perlakuan tanpa
matriconditioning dan IAA serta matriconditioning dan IAA. Pada parameter
koefesien perkecambahan perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2
ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air berbeda nyata dengan semua perlakuan. Dalam
penelitian ini pemberian matriconditioning yang dintegrasikan dengan IAA tidak
hanya meningkatkatkan nilai rerata index vigor namun juga dapat meningkatkan
koefesien perkecambahan. Pengukuran koefesien perkecambahan dapat berfungsi
untuk mengetahui keserempakan tumbuh benih. Benih yang keserempakan
tumbuhnya secara homogen menandakan kekuatan tumbuh benih tersebut
semakin tinggi. Sebaliknya, apabila tanaman itu menunjukkan pertumbuhan benih
yang tidak merata menandakan keadaan yang kurang bagus (Zahrok, 2007 dalam
Purwanti, 2012). Menurut Syaiful, dkk (2012) benih yang memiliki
keserempakan tumbuh mengindikasikan bahwa tanaman tersebut tumbuh
serempak dan seragam dengan demikian diharapkan pada pertumbuhan
selanjutnya dapat menghasilkan tanaman lebih tahan terhadap stress, lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit dan meningkatkan hasil tanaman.
4. Kecepatan Tumbuh
Pengujian kecepatan tumbuh menunjukan waktu yang dibutuhkan untuk
berkecambah normal. Kecepatan tumbuh benih yang tinggi juga menunjukan
Tabel 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Persentase Kecepatan Tumbuh Kedelai.
Perlakuan Kecepatan
Tumbuh (%)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
70,67 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak terjadi perbedaan secara nyata pada
perlakuan yang diberikan terhadap kecepatan tumbuh (Lampiran 5D). Namun
demikian, jika dilihat dari grafik perlakuan matriconditioning dan tanpa IAA,
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air dan matriconditioning dan IAA
konsentrasi 4 ml/l air memiliki rerata nilai daya kecambah lebih tinggi
dibandingkan perlakuan benih lainnya (78,67%, 76% dan 73,33%) (Gambar 3).
Pada parameter kecepatan tumbuh tidak ada perbedaan secara nyata antar
perlakuan hal ini diduga karena daya kecambah awal benih yang masih tinggi
sehingga pada hari keempat kecepatan tumbuh benih masih tinggi. Perhitungan
kecepatan tumbuh benih dilakukan dengan menghitung akumulasi benih yang
33
Gambar 2. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Kecepatan Tumbuh Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
B. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Parameter penelitian di lapangan terdiri dari tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah cabang, jumlah polong, bobot biji/tanaman, dan bobot 100 biji/tanaman.
1. Tinggi Tanaman
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang
diberikan terhadap tinggi tanaman baik pada perlakuan tanpa matriconditioning
dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air
dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning
dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air (Lampiran 5E) . M0Z0 M0Z1 M0Z2 M1Z3 M1Z0 M1Z1 M1Z2 M1Z3
Tabel 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai
Perlakuan Rerata Tinggi
Tanaman (cm)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
34,23 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Gambar 3. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Tinggi Tanaman Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
35
Pada penelitian ini, perbedaan tinggi tanaman pada antar perlakuan tidak
begitu besar, sehingga tidak menunjukkan perbedaan secara nyata. Tinggi
tanaman pada penelitian ini yaitu antara 30,4 cm - 34,73 cm.
2. Jumlah Daun
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang
diberikan terhadap jumlah daun baik pada perlakuan tanpa matriconditioning dan
tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan
4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA serta perlakuan matriconditioning dan
IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air (Lampiran 5F).
Tabel 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai.
Perlakuan Rerata Jumlah Daun
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpamatriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
29,43 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Grafik jumlah daun kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 4. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Daun Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
3. Jumlah Cabang
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang
diberikan terhadap jumlah cabang (Lampiran 5G). Hasil analisis rerata jumlah
cabang bisa dilihat di tabel 7. Jika dilihat dari grafik pada perlakuan tanpa
matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air, jumlah cabang pada perlakuan
37
Tabel 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Cabang Kedelai.
Perlakuan Rerata Jumlah
Cabang.
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
3,00 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Grafik jumlah cabang kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada
gambar 6.
Gambar 5. Pengaruh Invigorasi Terhadap Jumlah Cabang Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
4. Jumlah Polong
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang
diberikan terhadap jumlah polong (Lampiran 5H).
Tabel 8. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai.
Perlakuan Rerata Jumlah
Polong
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
59,90 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Hasil analisis rerata jumlah polong bisa dilihat di tabel 8. Pada Jumlah
polong kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan
baik perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning
dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan
tanpa IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3
ml/l air dan 4 ml/l air. Jumlah polong pada penelitian ini yaitu antara 47-59.
Grafik jumlah polong tanaman kedelai pada setiap perlakuan dapat dilihat pada
39
Gambar 6. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Jumlah Polong Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
5. Bobot Biji/Tanaman
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang
diberikan terhadap bobot biji/tanaman (Lampiran 5I). Pada bobot biji/tanaman
kedelai menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik
perlakuan tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan
IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa
IAA, serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air
dan 4 ml/l air. Bobot biji/tanaman pada penelitian ini yaitu antara 14 - 19
gram/tanaman. Grafik bobot biji/tanaman pada setiap perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 9. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji/Tanaman (gram)
Perlakuan Rerata Bobot
Biji/Tanaman (gram)
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
19,70 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan sidik ragam taraf kesalahan 5%.
Gambar 7. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot Biji Pertanaman Kedelai. Keterangan: M0Z0 = tanpa matriconditioning dan tanpa IAA.
M0Z1 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M0Z2 = tanpa matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M0Z3 = tanpa matriconditioning dan konsentrasi IAA 4 ml/liter air. M1Z0 = matriconditioning dan tanpa IAA.
M1Z1 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/liter air. M1Z2 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/liter air. M1Z3 = matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/liter air.
41
6. Bobot 100 Biji Kedelai
Hasil sidik ragam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan yang
diberikan terhadap bobot 100 biji kedelai (Lampiran 5J). Hasil analisis rerata
bobot 100 biji/tanaman bisa dilihat di tabel 10. Pada bobot 100 biji kedelai
menunjukkan tidak ada perbedaan secara pada semua perlakuan baik perlakuan
tanpa matriconditioning dan tanpa IAA, tanpa matriconditioning dan IAA
konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4 ml/l air, matriconditioning dan tanpa IAA,
serta perlakuan matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air, 3 ml/l air dan 4
ml/l air. Bobot 100 biji kedelai pada penelitian ini yaitu antara 14-16
gram/tanaman.
Tabel 10. Pengaruh Invigorasi Terhadap Rerata Bobot 100 Biji/Tanaman Kedelai (gram).
Perlakuan Rerata Bobot Biji
100 gram/Tanaman
Tanpa matriconditioning dan tanpa IAA
Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 2 ml/l air
Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 3 ml/l air
Tanpa matriconditioning danIAA konsentrasi 4 ml/l air
Matriconditioning dan tanpa IAA
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 2 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 3 ml/l air
Matriconditioning dan IAA konsentrasi 4 ml/l air
15,40 a