• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Politik Hukum Dan Sistem Pendidikan Nasional: Pengaruh Politik Hukum Terhadap Sistem Pendidikan NAsional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Politik Hukum Dan Sistem Pendidikan Nasional: Pengaruh Politik Hukum Terhadap Sistem Pendidikan NAsional."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Politik merupakan “legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang

hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun

dengan penggatian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.

Menurut patmo Wahjono dalam politik hukum Moh. Mahfud MD (2009:1)

mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan

arah, bentuk maupun isi hukum yang akan dibentuk.

Politik hukum di Indonesia ada yang bersifat permanen atau jangka

panjang dan ada yang bersifat pemberlakuan prinsip perjanjian yudisial,

ekonomi, kerakyatan, kemanfaatan, penggantian hukum-hukum kolonial

dengan hukum-hukum nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara.

Kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan sebagainya. Disini terlihat bahwa

beberapa prinsip yang dianut dalam UUD 1945 sekaligus berlaku sebagai

politik hukum.

Mengembangkan satu sistem pendidikan adalah salah satu langkah

penting yang diambil oleh negara-negara modern sebagai upaya untuk dapat

mengontrol dan keluar dari krisis, motivasi. Dengan mengembangkan

(2)

2

mengatur tentang pendidikan pun sudah sangat banyak, sehingga

memudahkan dan memberikan ruang gerak bagi insan pendidikan Indonesia

untuk terus berinovasi dan membangun pendidikan yang berkarakter sesuai

dengan harapan pendidikan nasional.

Pada hakikatnya kebijakan pendidikan merupakan suatu peraturan

yang berfungsi sebagai kontrol yang mempunyai fungsi: (1) sebagai

pemersatu bangsa, (2) perluasan kesempatan, dan (3) sebagai pengembangan

diri. Dengan demikian pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan

bangsa dalam negara kesatuan republik Indonesia (NKRI), membrikan

kesempatan yang sama bagi setiap wwarga negara untuk ikut serta dalam

rangka pembangunan, dan memungkinkan setiap individu untuk

mengembangkan potensi yang dimilikinya.1

Pentingnya Pendidikan sudah diakui di Indonesia sejak akhir PD II

melalui Declaration og Human Right atau Deklarasi Universal HAM. Di sana

dinyatakn bahwa pendidikan merupakan hak asasi manusia. Artinya, apapun

yang menghalangi proses pendidikan itu sehingga tidak bisa terlaksana

dengan baik, maka itu artinya melanggar hak asasi manusia.

Kutipan Pasal 26 Deklarasi Universal HAM:

(1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan Cuma-Cuma, setidaknya-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan

(3)

3

teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.

(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian. (3) Orang tua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan yang

akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Perjuangan bangsa Indonesia sendiripun tidak lepas dari kegigihan

para kaum terdidik yang mengupayakan adanya kesetaraan dan peningkatan

pendidikan rakyat indonesia dengan kaum Hindia Belanda. Adanya

perjuangan ini menandakan sudah adanya penghalangan kesempatan kepada

rakyat Indonesia untuk menerima pendidikan. Dan ini juga yang kita sebut

melanggar hak asasi manusia. Tentu saja kita tidak akan melupakan jasa

Kihajar Dewantara.

Saat ini, pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemajuan,

Indikasinya dapat dilihat bahwa telah ada progam-rogam pemerintah yang

berusaha untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Bahkan pemerintah

telah mengatur hak-hak pendidikan dalam kebijakan-kebijakan Negara,

diantaranya: Amandemen UUD 1945 dan UU sistem Pendidikan Nasional

(SPSN). Dalam amandemen UUD 1945 Pasal 31 Ayat (1) dan (2) menegaskan,

setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib

(4)

4

Perintah UUD 1945 ini diperkuat oleh UU Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPSN) yang menegaskan bahwa setiap

warga negara memiliki hak yang sama atas pendidikan. Kaya maupun miskin.

Namun, dalam realitasnya, sampai saat ini dunia pendidikan kita juga masih

dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa.

Tantangan utama yang dihadapi di bidang pendidikan pada tahun 2008 adalah

meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan pendidikan,

terutama pada jenjang pendidikan dasar.

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, ahklak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional merupakan dasar hukum

penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan nasional. Misi pendidikan

nasional adalah untuk mengupayakan perluasan kesempatan memperoleh

pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia, meningkatkan mutu

pendidikan yang memiliki daya saing ditingkat nasional, regional, dan

(5)

5

Kenyataannya implementasi yang diamanatkan oleh Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional kita belum bisa menghasilkan pemerataan

pendidikan yang merata di seluruh Indonesia terutama penduduk

dipelosok/daerah Kabupaten Boyolali, mereka belum mendapatkan sarana

dan prasarana yang menunjang seperti dikota-kota besar, belum

terjangkaunya teknologi informasi, ketinggalan bidang ekonomi dan belum

tersedianya lapangan pekerjaan.

Hal ini dapat dilihat Kondisi ruang kelas di banyak sekolah di Kota

Boylali banyak yang rusak. Dari 37 Mts di Hkabupaten Boyolali terdapat 24

ruang kelas yang rusak berat dan 51 ruang kelas rusak ringan, serta terdapat

86 SMP di Kabupaten Boyolali terdapat 31 ruang kelas rusak berat dan 136

ruang rusak ringan pada tahun 2006-2008. Sedangkan kondisi ruang kelas dari

9 MA terdapat 1 ruang kelas yang rusak berat dan 9 ruang kelas rusak ringan

serta 40 SMA terdapat 9 ruang kelas rusak berat dan 28 ruang rusak ringan

dan untuk SMK dari 31 SMK di Kabupaten Boyolali terdapat 5 ruang kelas

rusak berat dan 19 ruang rusak ringan.

Selain itu di Kabupaten Boyolali dalam kurun waktu empat tahun dari

tahun 2006-2010 terdapat 315 anak SMP/MTs putus sekolah, 65% sekolah di

seluruh Kabupaten Boyolali Kekurangan Buku Pelajaran, banyak lulusan

pendidikan formal yang belum siap memasuki dunia kerja/mandiri, dan masih

(6)

6

Kebijakan pendidikan seharusnya mampu mencerdaskan kehidupan

bangsa dan negara untuk mencapai masyarakat yang berwawasan global dan

memiliki makna bagi pengembangan moral, sains dan tekonologi untuk

membangun masyarakat yang beradab dan bermanfaat, terampil,

demokratis, damai, berkeadilan dan berdaya saing tinggi sehingga dapat

mensejahterakan kehidupan manusia.

Setiap kebijakan pendidikan terutama yang menyangkut tentang

proses pembelajaran harus selalu berorientasi pada kepentingan peserta didik

dan publik. Tetapi pencerminan kepentingan peserta didik dan publik dalam

kebijakan pendidikan tidak mudah diaktualisasikan oleh para pembuat

kebijakan. Hal ini disebabkan, karena proses pembuatan kebijakan pada

esensinya tidak pernah bebas nilai (value free), sehingga berbagai

kepentingan akan selalu mempengaruhi terhadap proses pembuatan

kebijakan. Pada tataran inilah seringkali kepentingan peserta didik dan publik

menjadi terabaikan oleh kepentingan masyarakat kapitalis lebih diutamakan

oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakan daripada kepentingan

masyarakat pada umumnya.

Sebenarnya tujuan yang terdapat dalam sistem pendidikan nasional

kita sudah sangat lengkap untuk membentuk anak didik menjadi pribadi utuh

yang dilandasi akhlak dan budi pekerti luhur namun pada kenyataannya

(7)

7

pemerintah yang mendukung tujuan tersebut. Salah satu contoh terbukti

pada kurikulum sekolah tahun 1984 yang secara eksplisit telah menghapuskan

mata pelajaran budi pekerti dari daftar mata pelajaran sekolah. Oleh karena

itu, aspek-aspek yang berkaitan dengan budi pekerti menjadi kurang

tersentuh.

Pada masa perjuangan kemerdekaan, dapat dilihat pada periode

tahun 1908-1945 dengan di tandai kehadiran para pemimpin politik yang

penuh dedikasi dan gigih dalam perjuangan di bidang pendidikan, sehingga

mereka dapat dipandang sebagai tokoh sekaligus pemimpin politik yang

pantas di tiru. Dokter Wahidin Sudirohusodo kala itu begitu yakin bahwa

pendidikan merupakan solusi utama guna mengentaskan bangsa dari

keterbelakangan dan kemelaratan. Demikian pula dengan Ki Hajar Dewabtara

yang mengemas pemikirannya tentang pendidikan dalam konsep sederhana

namun begitu dalam filosofinya; Ing Ngarso Sung Tulodho. Ing Madyo

Mangun Karso. Tut Wuri Handayani. Yang artinya “di Depan memberi contoh,

di tengah membangun semangat, dan dibelakang mengawasi”.

Begitu pula di awal masa kemerdekaan, masalah pendidikan nasional

telah memperoleh cukup banyak perhatian dari elite politik yang ada. Jika kita

membuka kembali lembaran sejarah, proklamator Bung Hatta merupakan

salah satu tokoh yang gencar menyuarakan pentingnya pendidikan nasional

(8)

8

Pada periode 1959-1998 muncul pemimpin-pemimpin dan

pelaku-pelaku politik yang tidak lagi berjalan dengan idealisme yang nasionalistik dan

pariotik. Terlebih lagi pada masa pemerintahan Soeharto yang dianggap

sebagian besar kalangan mulai mengenyampingkan isu tentang pendidikan.

Pada saat itu kita lebih melihat pendidikan digunakan sebagai kendaraan

politik bagi pemerintah untuk melakukan indoktrinasi terhadap rakyat. Hal

tersebut ditempuh terkait dengan kekhawatiran akan timbulnya gejolak

apabila pendidikan benar-benar diperkenalkan sepenuhnya. Mereka lebih

banyak bersyik-masyuk dengan kepentingan kelompok, karena bagi mereka

kekuasaan bukan lagi amanah namun kesempatan untuk memakmurkan diri,

keluarga dan teman-teman dekatnya. Sejak saat itulah pandangan terhadap

dunia pendidikan dianggap tidak lagi menjanjikan segi finansial apapun, non

issue , sesuatu hal yang mudah, sesuatu yang dapat ditangani siapa saja,

sehingga wajar bila kemudian diketepikan dan digeser pada prioritas yang

kesekian.

Kemudian masa sekarang pelaku politik mencoba bersuara agak

lantang tentang kebebasan akademik, keilmuan, dan anggaran pendidikan.

Masih segar diingatan kita, ketika masa-masa kampanye Pemilihan Umum

berlangsung beberapa kandidat menjanjikan akan memberikan pendidikan

yang lebih baik, pendidikan gratis, beasiswa, bahkan akan membuat kebijakan

untuk mengangkat 100.000 guru. Namun pada kenyataannya, kesemuanya itu

(9)

9

diucapkan namun sulit dilaksanakan. Karena itu semua amat tergantung pada

situasi dan iklim politik.

Sebagaimana dikatakan oleh David N. Plank dan William Lowe Boyd

(1994) dalam Antipolitics, Education, and Institutional Choise: The Flight From

Democracy. Bahwasannya antara pemerintah yang demokratis, politik

pendidikan, pilihan institusi, serta antipolitik berkolerasi dengan tercapainya

pendidikan yang selaras dengan kepentingan publik. Melalui analisis tersebut,

kita bisa belajar bahwa dalam masyarakat modern, sebenarnya institusi

pendidikan diharapkan menyelaraskan dengan tujuan dan kepentingan publik

lewat tangan para pakar pendidikan.namun realitanya berbicara lain, justru

yang sering terjadi adalah konflik berkepanjangan karena kepentingan

politiklah yang dominan bermain.

Kekhawatiran dari Daniel Moh. Rosyid, selaku Ketua Dewan

Pendidikan Jawa Timur sekaligus Tenaga ahli Menristek, bahwa kebijakan

pendidikan yang tidak bermutu dan tidak kunjung berubah ini bisa jadi

disengaja oleh para elite yang kini berkuasa di eksekutif maupun legislatif.

Sebab, warga negara yang cerdas akan membuat posisi mereka mudah

terancam, baik dari segi ekonomis maupun politis. Kemudian money politics

dengan berbagai variannya akan serta merta ditolak oleh warga negara yang

(10)

10

pendapat dari Henry Peter yang mengatakan, “Education makes people easy

to lead, but difficult to drive; easy to govern, but impossible to enslave”.

Dalam pembuatan peraturan perundangan peran politik hukum sangat

penting dan dapat mencakup tiga hal, yaitu pertama, merupakan kebijakan

negara (garis resmi), tentang hukum yang akan diberlakukan dalam rangka

pencapaian tujuan negara. Kedua, latar belakang politik, ekonomi, sosial,

budaya atas lahirnya produk hukum; ketiga, penegakkan hukum di dalam

kenyataan lapangan. (mahfud, 2009:4).

Dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dan pasal yang ayat (1) UU No. 20

Tahun 2003 telah diatur tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan.

Dalam kenyataannya pemerintah kurang tanggung jawab secara keseluruhan

terhadap penyelenggaraan pendidikan; pemerintah lebih fokus

memperhatikan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau yang biasa

disebut sekolah negri dan kurang memperhatikan penyelenggaraan

pendidikan yang diselenggrakan oleh masyarakat atau sekolah swasta. Dalam

hal ini pemerintah bersikap diskriminatif terhadap sekolah negeri dan sekolah

swasta. Hal ini terlihat dari bantuan dan fasilitas pemerintah terhadap sekolah

negeri dan sangat minim fasilitas pemerintah terhadap sekolah swasta. Sikap

pemerintah demikian ini tidak sesuai dengan tujuan nasional sebagaimana

yang diamanatkan. Pembukaan UUD 1945 alenia keempat antara lain

(11)

11

seluruh warga negera Indonesia baik warga yang belajar di Sekolah-sekolah

negeri, maupun yang belajar di sekolah swasta.

Selain itu, bahwa sekarang banyak sekolah sudah menjadi ajang

komersial yang ingin mengumpulkan dana dari masyarakat

sebanyak-banyaknya, dengan tidak disertai perencanaan penggunaan anggaran yang

matang dan implementasinya kurang mendapatkan pengawasan, dan

pertanggungjawabannya kurang terbuka. Memang secara formal setiap

sekolah mempunyai lembaga komite sekolah dan setiap kabupaten/kota

mempunyai lembaga dewan pendidikan. Namun dalam hal ini perlu

dipertanyakan sejauh mana komitmen komite sekolah dan dewan pendidikan

dalam menjalankan 4 peran/fungsinya sebagai advisory, supporting,

controlling, and mediator dalam memajukan pendidikan di daerahnya.

Keempat fungsi tersebut masih sangat lemah dijalankan oleh komite sekolah

dan dewan pendidikan. Terkesan bahwa komite sekolah “minim mata” dalam

menyusun RAPBS/ menetapkan APBS dan hanya dijadikan alat legitimasi

pihak sekolah sehingga memberikan beban yang semakin berat kepada

masyarakat. Padahal komite sekolah yang merupakan Institusi independen

seharusnya memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak.

Berdasarkan pemikiran itulah yang yang mendorong peneliti untuk

mengadakan penelitian tentang hubungan Politik Hukum dan Kebijakan

(12)

12

judul penelitian “POLITIK HUKUM DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL:

Pengaruh Politik Hukum Terhadap Sistem Pendidikan Nasional”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis:

1. Bagaimana hubungan Politik Hukum Dalam Sistem Pendidikan Nasional

Di Indonesia?

2. Bagaimana Pengaruh Politik Hukum terhadap Sistem Pendidikan

Nasional?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan Politik Hukum dalam Sistem Pendidikan

Nasional di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Pengaruh Politik Hukum terhadap Sistem Pendidikan

Nasional.

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan ilmu pengetahuan di bidang hukum bagi pembaca

dan para pemerhati hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan

(13)

13

2. Memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu pengetahuan hukum

terutama dalam masalah Politik Hukum dan Sistem Pendidikan Nasional

di Indonesia.

3. Memberikan dasar-dasar dan landasan bagi pembuat peraturan

perundang-undangan di masa datang tentang Sistem Pendidikan Nasional

di Indonesia.

E. Landasan Teori 1. Tinjauan Pustaka

a. Politik Hukum

Politik dalam pengertian pramgmatis, yang biasa dikenal dalam

politik praktis dipahami sebagai cara, alat atau strategi yang dilakukan

seseorang atau partai politik dalam rangka untuk meraih atau

mempertahankan kekuasaan. Kekuasaan menjadi tujuan utama, sehingga

tidak heran muncul pemahaman bahwa politik itu kotor, karena

dilakukan dengan menghalalkan segala cara yang penting adalah

kekuasaan. Dalam politik tidak ada lawan atau kawan yang abadi, yang

ada adalah kepentingan dilakukan dalam rangka meraih atau

melanggekan kekuasaan.

Dari sisi Istiah ada yang mengatakan bahwa politik berasal dari

kata polis (Yunani), yang berarti “City state”. Dengan demikian sesuatu

yang berhubungan dengan negara. Dalam perkembangannya, politik

(14)

14

Selanjutnya politik juga dirtikn sebagai sesuatu yang berhubungan

dengan salah satu bagian kekuasaan negara, yakni kekuasaan untuk

memilih. Sehubungan dengan pengertian ibi, Mathews menyatakan

bahwa intisari politik adalah “ach of choice”.2

Hans Kalsen menyatakan politik mempunyai dua arti yaitu: politik

sebagai etik dan politik sebagai teknik, yang pertama politik sebagai etik

adalah memilih dan menentukan tujuan kehidupan bermasyarakat yang

harus diperjuangkan. Sedangkan politik sebagai teknik dalah memilih

dana menentukan cara dan sarana untuk mencapai tujuan kehidupan

bermasyarakat yang telah dipilih dan ditentukan oleh politik etik.

Sedangkan hukum adalah perintah penguasaan negara. Hakikat

hukum menurut John Austin terletak pada unsur perintah. Hukum

dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup. Karena

itu, pihak penguasalah yang menentukan apa yang diperbolehkan dan

yang tidak diperbolehkan. Kekuasaan dari penguasa dapat

memberlakukan hukum dengan cara menakuti dan mengarahkan tingkah

laku orang lain ke arah yang diinginkan.

John Austin, pada mulanya, membedakan hukum dalam dua jenis,

yaitu hukum Tuhan untuk manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia

dapat dibedakan dengan hukum yang sebenarnya dan hukum yang tidak

(15)

15

sebenarnya. Hukum yang sebenarnya inilah yang disebut sebagai hukum

positif yang meliputi hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang

disusun oleh manusia secara individual untuk melaksanakan hak-hak

yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum

yang tidak dibuat oleh penguasa sehingga tidak memenuhi persyaratan

sebagai hukum. Hukum yang sebenarnya memiliki empat unsur yaitu

perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban (duty), dan kedaulatan

(soveignty).3

Sementara menurut Hans Kelsen, hukum harus dibersihkan dari

anasir-anasir non yuridis seperti unsur sosiologis, politis, historis,

babhkan nilai-nilai etis. Pemikiran inilah yang dikenal teori hukum murni

(reine rechlenre). Jadi hukum adalah suatu kategori keharusan (sollens

categorie) bukan kategori faktual (sein categorie). Hukum baginya

merupakan suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia

sebagai makhluk rasional.

Politik hukum secara terminologis menurut Padmo Wahyono,4

mendefinisikan bahwa politik hukum sebagai kebijakan dasar yang

menentukan arah, bentuk maupun isi dan hukum yang akan dibentuk.

Juga bisa berupa kebijakan penerapan hukum dan penegakannya.

3 Darji Dannodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 98.

(16)

16

Dengan demikian politik hukum menurutnya adalah kebijakan hukum

yang akan diberlakukan di masa yang akan datang (ius constituendum).

Sementara Teuku M. Radhi,5 menyatakan politik hukum merupakan

suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang

berlaku diwilyahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang

dibangun, artinya politik hukum itu mencakup pengertian hukum yang

berlaku di suatu wilayah negara saat ini (ius constitutum) dan hukum

yang akan hendak diberlakukan saat akan datang (ius constituendum).

Menurut Abdul Hakim GN politik hukum dipahami sebagai legal

policy yakni hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional

oleh pemerintah Indonesia: (1) pembangunan hukum yang berintikan

pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar sesuai

dengan kebutuhan, (2) Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada

termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak

hukum, (3) Penegasan fungsi lembaga atau pelaksana hukum dan

pembina anggotanya, (4) Meningkatkan kesadaran hukum masyarakat

menurut persepsi kelompok elit pengambil kebijakan.6 Menurut Mahfud

MD7, dari pengertian tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa politik

hukum mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum dapat

5 Teuku Mohammad Radhie, Pembaharuan dan Politik Hukum Dalam Rangka

Pembangunan Nasional, “dalam Majalah Prisma No. 6 tahun II, Desember 1973, hlm. 3.

6 Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 2001, hlm. 9.

(17)

17

menunjukan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan

ditegakkan menuju tujuan/cita-cita hukum. Politik hukum menyangkut

hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan dalam rangka

mencapai tujuan negara, sehingga disini hukum dipahami dalam tataran

proses pembentukannya, artinya, hukum yang ada yang telah

dibentuk/berlaku. Hukum yang sedang dijalankan oleh lembaga penegak

hukum (penyelenggara negara/aparat penegak hukum), hukum yang

akan dirumuskan/dibentuk, pembinaan hukum dan aparat penegakan

hukum.

b. Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan adalah suatu strategi atau cara yang akan di

pakai untuk melakukan proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan

agar para pelajar tersebut dapat secara aktif mengembangkan potensi di

dalam dirinya yang diperlukan untuk dirinya sendiri dan masyarakat.

Adapun komponen –komponen yang terdapat pada sistem pendidikan

adalah sebagai berikut:

1. Tujuan

Tujuan merupakan batasan dari hal-hal yang hendak di capai.

Baiknya tujuan yang ingin dicapai dalam satu usaha perlu

(18)

18

sebab tujuan mempunyai fungsi yang tertentu terhadap satu

usaha.

2. Pendidik

Pendidik adalah orang yang melaksanakan pendidikan, orang ini

biasa disebut guru atau dosen. Orang tersebut sebagai pihak yang

mendidik dengan norma-norma, pihak yang turut membentuk

anak pihak yang memberikan anjuran, pihak yang terlibat dalam

menghumanisasikan anak, memiliki berbagai macam pengetahuan

dan kecakapan.

3. Peserta didik

Sasaran dari pendidikan adalah peserta didik, peserta didik dapat

dikatakan sebagai pihak yang didik, dipimpin, dirahkan, dan diberi

berbagai macam ilmu pengetahuan dan ketrampilan oleh

pendidik. Peserta didik juga bisa dikatakan sebagai pihak yang

dihumanisasikan yang biasa disebut pelajar atau mahasiswa.

4. Alat pendidik

Alat pendidik adalah sesuatu apa pun yang membantu

terlaksananya proses belajar mengajar dalam rangka mencapai

(19)

19 c. Sistem Politik

Sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial, dimana

keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu yakni suatu unit yang relative

terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap

diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari sistem bias

dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada

kelembagaan yang ada kita bias melihat pada struktur hubungan antara

berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik.

Hubungan antara berbagai lembaga Negara sebagai pusat

kekuatan politik misalnya merupakan suatu aspek, sedangkan peranan

partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari

suatu sistem politik. Dengan mengubah sudut pandang maka sistem politik

bias dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan

perilaku politik.

Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan

masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses

politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya

dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah sistem

politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberikan oleh

(20)

20

ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk

menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, sistem politik adalah kumpulan

pendapat-pendapat dan lain-lain yang membentuk satu kesatuan yang

berhubung-hubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta

melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur

individu satu sama lainnya atau antara Negara dengan rakyat.

2. Kerangka Teori

Pada Dasarnya, dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia

salah satu teori hukum yang banyak mengundang atensi dari para pakar dan

masyarakat adalah mengenai Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr.

Mochtar Kusumaatmaja, S.H, LL.M. dikaji dari perspektif sejarahnya sekitar

tahun tujuh puluhan lahir Teori Hukum Pembangunan dan elaborasinya

bukanlah dimaksudkan penggagasnya sebagai sebuah “Teori” melainkan

“Konsep” pembinaan hukum yang dimodifikasi dan diadaptasi dari teori

Roscoe Pound “Law as a tool of social engineering” yang berkembang di

Amerika Serikat. Apabila dijabarkan lebih lanjut maka secara teoritis Teori

Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H, LL.M.

dipengaruhi cara berfikir dari Herold D. Laswell dan Myres S. MC Dougal

(21)

21

konsepsi mekanisnya). Mochtar mengolah semua masukan tersebut dan

menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.8 Ada sisi menarik dari teori yang

disampaikan Laswell dan MC Dougal dimana diperlihatkan betapa pentingnya

kerjasama antara pengemban hukum teoritis dan penstudi pada umumnya

(scholars) serta pengemban hukum praktis (specialists in decision) dalam

proses melahirkan suatu kebijakan publik, yang di satu sisi efektif secara

politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan. Oleh karena itu maka

Teori Hukum Pembangunan dari Pprof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H,

LL.M, memperagakan pola kerja sama dengan melibatkan keseluruhan

stakeholders yang ada dalam komunitas sosial tersebut.

Dalam proses tersebut maka Mochtar Kusumaatmadja menambahkan

adanya tujuan pragmatis (demi Pembangunan) sebagaimana masukan dari

Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich dimana terlihat kolerasi antara pernyataan

pengemban hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori hukum

(theory about law), teori yang mempunyai dimensi pragmatis atau kegunaan

praktis. Mochtar Kusumaatmadja secara cermelang mengubah pengertian

hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk

membangun masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep

tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha

pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu,

(22)

22

dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan

manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu.

Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang

berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam

masyarakat. Lebih lanjut, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum

sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai lat karena:

1. Di Indonesia peranan perundang-Undangan dalam proses pembaharuan

hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika

Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khusunya putusan the

Suprame court) pada tempat lebih penting.

2. Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh

berbeda dengan penerapan “Logisme” sebagaimana pernah diadakan

pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang

menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep

seperti itu.

3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka

konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah

diterapkan jauh sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai

landasan kebijakan hukum nasional.9

Lebih detail maka Mochtar Kusumaamadja mengatakan bahwa:

(23)

23

“ hukum merupakan suatu aat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang memabngun karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dari menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu

peranan yang berarti dalam proses pembaharuan”.10

Dalam perkembangan berikutnya, konsep hukum pembangunan

ini akhirnya diberi nama oleh para murid-muridnya dengan “Teori Hukum

Pembangunan”11 atau lebih dikenal dengan Madzhab UNPAD. Ada 2 (dua)

aspek yang melatarbelakangi kemunculan teori hukum ini, yaitu: pertama,

ada asumsi bahwa hukum tidak dapat berperan bahkan menghambat

perubahan masyarakat. Kedua, dalam kenyataan di masyarakat Indonesia

telah terjadi perubahan alam pemikiran masyarakat ke arah hukum Modern.12

Oleh karena itu, Mochtar Kusumaatmadja13 mengemukakan tujuan pokok

hukum bila direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan

syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah

10 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Kosnep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan

Karya Tulis), Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm. 14.

11 Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Penerbit: C.V. Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm 182 lihat juga Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, Penerbit Armico, Bandung, 1987, hlm 17.

12 Lihat Otje Salaman dan Eddy Damian (ed), Konsep-Konsep Hukum dalam

Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M, Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2002, hlm.V.

13 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan

(24)

24

tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut

masyarakat dan jamannya. Selanjutnya untuk mencapai ketertiban

diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di

masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan

kemampuan yang diberikan Tuhan Kepadanya secara optimal tanpa adanya

kepastian hukum dan ketertiban.14 Fungsi hukum dalam masyarakat

Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian

dan ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar

berfungsi lebih daripada itu yakni sebagai “sarana pembaharuan

masyarakat”/”law as a tool of social engeneering” atau “sarana

pembangunan” dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:15

“Mengatakan hukum merupakan “sarana pemabaharuan masyarakat” didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupaka sesuatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan”.

Aksentuasi tolok ukur konteks di atas menunjukkan ada 2 (dua)

dimensi sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh

Mochtar Kusumaatmadja, yaitu:

14 Ibid..., hlm. 13.

(25)

25

1. Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau

pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan bahkan dipandang

mutlak adanya.

2. Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat

berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti

penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.

Apabila diuraikan secara lebih intens, detail dan terperinci maka alur

pemikiran di atas sejalan dengan asumsi Sjchran Basah yang menyatakan

“fungsi hukum yang diharapkan selain dalam fungsinya yang klasik, juga dapat

berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk

masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan

bernegara.16 Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah dikemukakan

Mochtr Kusumaatmadja memberikan definisi hukum dalam pengertian yang

lebih luas, tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah

yangmengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi

pula lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang

mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.17 Dengan kata

lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang hukum tidak cukup

apabila hendak melakukan pembinaan hukum secara menyeluruh.

16 Sjchran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm. 13.

(26)

26

Pada bagian lain, Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan

bahwa “hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu

sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan

manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (intitution)

dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam

kenyataan”. Pengertian hukum di atas menunjukkan bahwa untuk memahami

hukum secara holistik tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah, tetapi juga

meliputi lembaga dan proses. Keempat komponen hukum itu bekerja sama

secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya dalam arti

pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis berupa

peraturan perundang-undangan. Sedangkan keempat komponen hukum yang

diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan berarti pembuatan

hukum setelah melalui pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan pada hukum

yang tidak tertulis, utamanya melalui mekanisme yurisprudensi.

F. Metode Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti, maka

penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan

menganalisis permasalahan berdasarkan peraturan perundangan yang

berlaku dan juga literatur yang membahas permasalahan yang diajukan,

dimana datanya bersumberkan dari data pustaka (library research).

(27)

27

Sumber data dalam penelitian dapat digolongkan atas Data Primer

dan Data Sekunder. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan

yuridis normatif maka sumber data dalam penelitian ini berasal dari:

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan obyek permasalahan yang

akan diteliti yaitu dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang relevan dengan

penelitian ini yakni buku teks (textbook) yang ditulis para ahli hukum

yang berpengaruh, hasil tulisan ilmiah seperti tesis, disertasi, jurnal,

makalah, laporan penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

c. Bahan tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder yang meliputi kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa

inggris, kamus hukum, encyclopedia hukum dan lain-lain

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah Studi Dokumen. Studi dokumen dilakukan melalui pengumpulan

peraturan perundang-undangan untuk menemukan dan mengetahui

(28)

28

teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum

dan hal-hal yang relevan dan memang terhadap kualitas tesis ini.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian hukum normatif ini dengan

menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approch)

karena yang akan diteliti adalah berbagai peraturan hukum yang menjadi

focus dari penelitian ini. Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan

baik data primer, sekunder maupun tersier yang berhubungan

dipaparkan secara logis, disistematisasi, selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan pendekatan analisis (analycal approach) untuk

menginterpretasikan dengan hukum yang berlaku untuk menjawab

permasalahaan hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah.

Data yang terkumpul di analisis secara kualitatif dikemukakan dalam

bentuk uraian yang sitematis dengan menjelaskan hubungan antara

berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah dianalisis

secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan

diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian

ini.

5. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan tesis yang berjudul “POLITIK HUKUM DAN

(29)

29

Sistem Pendidikan” tersusun menjadi empat bab, tiap-tiap bab terdiri

sub-sub atau bagian-bagian. Empat bab tersebut diawali dengan

pendahuluan dan diakhiri penutup. Adapun sistematika penulisan tesis ini

adalah sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori,

tinjauan pustaka, metode penelitian, kerangka teori, dan

sistematika penelitian.

BAB II Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan Pustaka ini menguraikan tentang pengertian

Politik Hukum, Sistem Pendidikan, dan Sistem Politik

BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan

Menguraikan tentang hasil penelitian tentang Politik Hukum

dalam Sistem Pendidikan Nasional kemudian diuraikan pula

tentang pengaruh Sistem politik terhadap sistem pendidikan

Nasional

BAB IV Penutup

Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Keseluruhan dari hasil jadi penambahan ukuran diameter pola origami skinny rose block terhadap hasil jadi dress pada kain linen ditinjau dari seluruh aspek yaitu

Fiskalni kapacitet može se definirati kao i mogu ć nost i lokalne jedinice da na svom podru č ju prikupi prihode za financiranje javnih rashoda. Svaku lokalnu jedinicu ne

Metode angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya..

Kerusakan pada gedung kantor pemerintahan yang salah satunya gedung kantor Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Pidie Jaya termasuk ke dalam kategori bangunan rusak berat

Dalam penelitian ini, metode Agglomerative Hierarchical Clustering dapat dengan baik mengelompokkan jenis suara anggota baru penyanyi paduan suara mahasiswa Cantus

Diberikan sitem persamaan linier kompleks Hermit dengan persamaan dan variabel sebagai berikut dan akan diselesaikan dengan metode invers matriks menggunakan

Sedangkan pada Tabel 2 diperlihatkan permintaan beban tertinggi sebesar 102,200 kW yang terjadi pada 13 April 2009, dan pembagian daya yang harus dibangkitkan oleh unit-unit