• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Kenaikan Harga Bbm Terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Kenaikan Harga Bbm Terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR)

OLEH

ANADIA RAHMADINI H14103075

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Pengojeg Pengguna Kredit Motor) (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI).

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam baik yang terdapat didaratan maupun dilautan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang berupa minyak bumi telah mengikut sertakan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Pada tahun 1973-1974 telah terjadi krisis energi pertama, yang mengakibatkan harga minyak dunia meningkat tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per barrel. Hal serupapun terjadi pada tahun 1978-1979, kenaikan harga minyak dari US$ 14 per barrel menjadi US$ 26 per barrel. Krisis energi pertama dan kedua memberikan keuntungan yang melimpah kepada negara-negara penghasil minyak, salah satunya Indonesia. Penerimaan yang besar dari penjualan minyak mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi BBM dan Tarif listrik.

Krisis energi keempat yang terjadi pada tahun 2005 telah meningkatkan harga minyak dunia hingga US$ 60,63 per barrel. Peningkatan kali ini tidak memberikan keuntungan kepada Indonesia melainkan mengakibatkan beban subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena Indonesia mulai berubah status dari negara eksportir menjadi negara net-importir. Seiring bertambahnya jumlah penduduk konsumsi BBM semakin meningkat sedangkan produksi BBM semakin menurun. Atas pertimbangan tersebut pemerintah menaikan harga BBM dalam negeri pada 1 Oktober 2005.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg, serta pengaruhnya terhadap daya bayar cicilan kredit motor. Analisis data dilakukan setelah data primer berhasil dikumpulkan dari kegiatan penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalm bentuk tabel dan uraian. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian.

(3)

Oleh

ANADIA RAHMADINI H14103075

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(4)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh; Nama Mahasiswa : Anadia Rahmadini Nomor Register Pokok : H14103075 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Penelitian : Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbingan,

Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. NIP. 131 404 217

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2004

Anadia Rahmadini

(6)
(7)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)”. Kenaikan harga BBM merupakan topik yang sangat menarik karena dalam kenaikan harga BBM terdapat pihak yang pro dan kontra. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kota Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.

2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M. Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan.

3. Widyastutik, S.E., M.Si., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.

4. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.

(8)

Depe, Asih, Tanti, dan Echa).

8. Teman seperjuangan (Eka Sari Ningsih, Rizki Amelia, dan Halida Fatimah).

9. Teman-teman IE angkatan 40 dan 41 (Ipul dan Heri).

10.Guru-guru SMK Negeri 2 Bogor jurusan teknik elektronika khususnya kepada Bapak Yuniarto Triadi.

11.Guru-guru SMU Negeri 1 Bogor yang telah membimbing, dan memberikan masukan kepada penulis.

12.Keluarga besar tercinta di Bukittinggi dan Malaysia yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.

Bogor, September 2007

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. iii

DAFTAR GAMBAR……….. iv

DAFTAR LAMPIRAN……….. v

I. PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah……….. 7

1.3. Tujuan Penelitian……….. 10

1.4. Manfaat Penelitian……… 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian……… 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……… 12

2.1. Tinjauan Teori………... 12

2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia……….. 12

2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM………... 13

2.1.3. Definisi Transportasi……….. 18

2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga…………. 19

2.1.5. Kredit Perorangan……… 21

2.2. Penelitian Terdahulu………. 24

2.3. Kerangka Pemikiran………. 25

III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 28

3.1. Wilayah Penelitian……… 28

3.2. Jenis dan Sumber Data………. 28

3.3. Metode Pengambilan Sampel……….. 29

3.4. Metode Analisis Data……….. 30

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH………. 31

4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor……… 31

(10)

4.3. Perekonomian Kota Bogor……….... 34

4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi……… 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 40

5.1. Profil Pengojeg Sepeda Motor……….. 40

5.1.1. Gender……….. 40

5.1.2. Usia………..……… 40

5.1.3. Pendidikan……… 42

5.1.4. Masa Kerja………... 43

5.1.5. Jam Kerja Per Hari………... 44

5.1.6. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)…………. 44

5.2. Kenaikan Tarif Ojeg, dan Perubahan Penerimaan Pengojeg Motor……… 45

5.3. Perubahan Pengeluaran Biaya Operasional Pengojeg Motor.. 47

5.4. Penerimaan Bersih dan Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor ……… 50

5.5. Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor………... 56

5.6. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 59

5.7. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 60

5.8. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Daya Bayar Kredit Motor Pengojeg…..………..……….... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….….… 62

DAFTAR PUSTAKA………..… 64

(11)

(STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR)

OLEH

ANADIA RAHMADINI H14103075

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

Pengojeg Pengguna Kredit Motor) (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI).

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam baik yang terdapat didaratan maupun dilautan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang berupa minyak bumi telah mengikut sertakan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Pada tahun 1973-1974 telah terjadi krisis energi pertama, yang mengakibatkan harga minyak dunia meningkat tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per barrel. Hal serupapun terjadi pada tahun 1978-1979, kenaikan harga minyak dari US$ 14 per barrel menjadi US$ 26 per barrel. Krisis energi pertama dan kedua memberikan keuntungan yang melimpah kepada negara-negara penghasil minyak, salah satunya Indonesia. Penerimaan yang besar dari penjualan minyak mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi BBM dan Tarif listrik.

Krisis energi keempat yang terjadi pada tahun 2005 telah meningkatkan harga minyak dunia hingga US$ 60,63 per barrel. Peningkatan kali ini tidak memberikan keuntungan kepada Indonesia melainkan mengakibatkan beban subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena Indonesia mulai berubah status dari negara eksportir menjadi negara net-importir. Seiring bertambahnya jumlah penduduk konsumsi BBM semakin meningkat sedangkan produksi BBM semakin menurun. Atas pertimbangan tersebut pemerintah menaikan harga BBM dalam negeri pada 1 Oktober 2005.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg, serta pengaruhnya terhadap daya bayar cicilan kredit motor. Analisis data dilakukan setelah data primer berhasil dikumpulkan dari kegiatan penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalm bentuk tabel dan uraian. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian.

(13)

Oleh

ANADIA RAHMADINI H14103075

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(14)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh; Nama Mahasiswa : Anadia Rahmadini Nomor Register Pokok : H14103075 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Penelitian : Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbingan,

Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. NIP. 131 404 217

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

(15)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2004

Anadia Rahmadini

(16)
(17)

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)”. Kenaikan harga BBM merupakan topik yang sangat menarik karena dalam kenaikan harga BBM terdapat pihak yang pro dan kontra. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kota Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.

2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M. Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan.

3. Widyastutik, S.E., M.Si., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.

4. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.

(18)

Depe, Asih, Tanti, dan Echa).

8. Teman seperjuangan (Eka Sari Ningsih, Rizki Amelia, dan Halida Fatimah).

9. Teman-teman IE angkatan 40 dan 41 (Ipul dan Heri).

10.Guru-guru SMK Negeri 2 Bogor jurusan teknik elektronika khususnya kepada Bapak Yuniarto Triadi.

11.Guru-guru SMU Negeri 1 Bogor yang telah membimbing, dan memberikan masukan kepada penulis.

12.Keluarga besar tercinta di Bukittinggi dan Malaysia yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.

Bogor, September 2007

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. iii

DAFTAR GAMBAR……….. iv

DAFTAR LAMPIRAN……….. v

I. PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah……….. 7

1.3. Tujuan Penelitian……….. 10

1.4. Manfaat Penelitian……… 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian……… 11

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……… 12

2.1. Tinjauan Teori………... 12

2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia……….. 12

2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM………... 13

2.1.3. Definisi Transportasi……….. 18

2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga…………. 19

2.1.5. Kredit Perorangan……… 21

2.2. Penelitian Terdahulu………. 24

2.3. Kerangka Pemikiran………. 25

III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 28

3.1. Wilayah Penelitian……… 28

3.2. Jenis dan Sumber Data………. 28

3.3. Metode Pengambilan Sampel……….. 29

3.4. Metode Analisis Data……….. 30

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH………. 31

4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor……… 31

(20)

4.3. Perekonomian Kota Bogor……….... 34

4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi……… 36

V. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 40

5.1. Profil Pengojeg Sepeda Motor……….. 40

5.1.1. Gender……….. 40

5.1.2. Usia………..……… 40

5.1.3. Pendidikan……… 42

5.1.4. Masa Kerja………... 43

5.1.5. Jam Kerja Per Hari………... 44

5.1.6. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)…………. 44

5.2. Kenaikan Tarif Ojeg, dan Perubahan Penerimaan Pengojeg Motor……… 45

5.3. Perubahan Pengeluaran Biaya Operasional Pengojeg Motor.. 47

5.4. Penerimaan Bersih dan Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor ……… 50

5.5. Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor………... 56

5.6. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 59

5.7. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 60

5.8. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Daya Bayar Kredit Motor Pengojeg…..………..……….... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….….… 62

DAFTAR PUSTAKA………..… 64

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Kondisi Perminyakan Indonesia (Ribu Barrel)………. 4

2.1. Harga BBM Per 1 Oktober 2005……….. 5

2.2. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM (Persen)…… 17

3.1. Responden Penelitian……… 29

4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 1987-2005… 33 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2005……….. 34

4.3. PDRB Kota Bogor Tahun 2001-2005………... 35

4.4. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2005... 35

4.5. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalanan di Kota Bogor Tahun 2005……….………. 36

4.6. Jumlah Kendaraan di Kota Bogor Tahun 2001-2006……….. 37

4.7. Tingkat Kecelakaan Kota Bogor……….. 39

4.8. Perkembangan Kriminalitas Kota Bogor………. 39

5.1. Kepemilikan SIM………. 45

5.2. Perubahan Tarif, dan Penerimaan Kotor Per Hari……….... 47

5.3. Rata-rata Pengeluaran Pengojeg Motor Per Hari………. 48

5.4. Rata-rata Penerimaan Bersih Pengojeg Motor Per Hari Kerja…... 50

5.5. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM (Rupiah) ……… 52

5.6. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM (Rupiah) ………. 55

(22)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI Kuartal I (2005-2006) 8 1.2. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara…………..…. 15 2.1. Kerangka Analisis Penelitian……….. 27 5.1. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Usia………....… 41 5.2. Frekeunsi Pengojeg Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga… 42 5.3. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan….... 43 5.4. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Masa Kerja……….…… 43 5.5. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Sebelum

KenaikanHarga BBM……….…… 51

5.6. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Setelah

Kenaikan Harga BBM………..……….…. 53 5.7. Persentase Net Balance Rumah Tangga Pengojeg Setelah

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan

Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor……….…….. 66 2. Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan

Setelah Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor………..…….. 68 3. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg Motor

Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor…….……. 70 4. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg Motor

Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor………. 72 5. Data dasar Pengolahan Uji t ……… 74 6. Hasil Uji t untuk Pendapatan……….……….. 76 7. Hasil Uji t untuk Pengeluaran……….. 76 8. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pendapatan………. 77 9. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pengeluaran……… 78 10.Kuisioner Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber

daya alam, baik yang terdapat di daratan maupun di lautan. Kekayaan alam

yang dimiliki berupa hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan dan

pertambangan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang

berupa minyak bumi telah mengikutsertakan Indonesia sebagai salah satu

anggota dari OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). OPEC

merupakan organisasi yang terdiri dari negara-negara penghasil minyak

bumi. Menurut Pamungkas dan Hidayat OPEC bertujuan

“mempertahankan harga minyak atau menentukan harga sehingga

menguntungkan negara produsen, dan mengatur hubungan dengan

perusahan-perusahaan minyak asing atau pemerintah negara-negara

konsumen”.Peranan OPEC sangat besar ketika terjadi perang Yom Kipur antara 1

Arab dan Israel pada tahun 1973-1974 yang mengakibatkan negara-negara

Arab memboikot untuk mengirim minyak ke Amerika dan Eropa. Perang

tersebut menyebabkan krisis energi pertama sehingga harga minyak dunia

naik tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per bar rel. Hal

yang serupapun terjadi pada tahun 1978-1979 ketika terjadi revolusi Iran

yang berakibat penghentian produksi minyak oleh Iran ke negara-negara

Barat. Krisis energi kedua ini menyebabkan kenaikan harga minyak dunia

1 Pamungkas dan Syamsul Hidayat. 1998. Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap. Surabaya :

(25)

hingga dua kali lipat dari US$ 14 menjadi US$ 26. Kedua krisis energi

tersebut membuat negara-negara yang tergabung di dalam OPEC mendapat

keuntungan yang berlipat akibat melambunganya harga minyak dunia.

Indonesia yang menjadi salah satu negara anggota OPEC ikut

merasakan keuntungan yang berlipat akibat krisis energi pertama dan

kedua, yang terkenal dengan Oil Boom. Penerimaan yang besar dari hasil

penjualan minyak bumi telah mendorong pemerintah untuk memberikan

subsidi kepada masyarakat berupa subsidi harga Bahan Bakar Minyak

(BBM) dan subsidi Tarif Dasar Listrik (TDL). Pemberian subsidi tersebut

bertujuan untuk meningkatkan pembangunan, menarik para investor asing

agar menanamkan modal di Indonesia, dan membantu orang-orang miskin

yang ada di Indonesia. Pemberian subsidi tersebut memberikan dampak

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bersama negara Malaysia dan

Thailand, Indonesia mendapat julukan sebagai “Macan Asia”. Selain

mendapat julukan tersebut Indonesia juga mendapat julukan sebagai NICs

(New Industrial CountriesPemberian subsidi yang bertujuan untuk membantu orang-orang ).

miskin, pada kenyataannya sebagian besar yang menikmati subsidi tersebut

adalah golongan masyarakat menengah ke atas, dan bukan golongan

masyarakat miskin. Padahal, beban subsidi yang diberikan pemerintah telah

memberatkan APBN Indonesia.

Perekonomian Indonesia yang belum pulih benar akibat krisis

ekonomi, kembali dihadapkan pada krisis energi keempat. Krisis energi

(26)

barel.2 Peningkatan harga minyak tersebut membuat beban subsidi energi

bertambah besar, Prihandana mengatakan “subsidi meningkat lagi dengan

pesat pada tahun 2004, menjadi tidak kurang dari 80 triliun rupiah, karena

harga minyak internasional meningkat sampai tiga kali lipat. Tahun 2005,

subsidi ditetapkan Rp 89 triliun”.3

Kenaikan harga minyak dunia kali ini tidak memberikan keuntungan

terhadap Indonesia. Peningkatan konsumsi dan penurunan produksi BBM

dalam negeri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia

mulai berubah status menjadi negara net importir. Adanya subsidi energi

menyebabkan harga BBM di Indonesia menjadi murah, hal ini menimbulkan

pola konsumsi BBM yang cenderung konsumtif, selain itu tingginya

perbedaan harga BBM dalam negeri dengan luar negeri menyebabkan

terjadi penyelundupan BBM. Dari sisi produksi BBM mengalami

penurunan, dikarenakan sumur-sumur minyak yang ada sudah tua,

teknologi yang digunakan sudah ketinggalan zaman, dan ditambah dengan

iklim investasi di sektor pertambangan minyak yang kurang kondusif.

Tingginya tingkat konsumsi yang tidak diimbangi oleh peningkatan produksi

BBM menyebabkan defisit BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan

minyak dalam negeri, dilakukan dengan cara mengimpor.

Tabel 1.1. Kondisi Perminyakan Indonesia (Ribu Barrel)

2 Teguh Dartanto. BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia.

http://www.oi.ppi-jepang.org.artcle.php?id=102 [1 Oktober 2005].

3 Rama Prihandana. 2006. Dari Energi Fosil Menuju Enegi Hijau. Jakarta: Proklamasi

(27)

Kondisi Perminyakan Indonesia

2000 2001 2002 2003 2004

Produksi minyak 1272.5 1214.2 1125.4 1139.6 1094.4 Konsumsi minyak 996.4 1026.0 1075.4 1112.9 11143.7 Impor minyak mentah 219.1 326.0 327.7 306.7 330.1 Ekspor minyak mentah 622.5 599.2 639.9 433.0 412.7 Kapasitas pengilangan 1057.0 1057.0 1057.0 1057.0 1055.5 Output pengilangan 968.2 1006.1 1002.4 944.4 1011.6 Cadangan minyak

(MB)*

5123.0 5095.0 4722.0 4320.0 4301.0

Sumber: Dartanto (2005)

Volume impor yang semakin meningkat dan biaya untuk subsidi yang

semakin bertambah, sedangkan penerimaan dari ekspor yang semakin

menurun, mengakibatkan biaya pengadaan BBM menjadi tinggi. Ketika

harga minyak dunia melonjak di luar kewajaran dari anggaran pemerintah,

hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan defisit anggaran. Prihandana

mengatakan : Terdapat beberapa pertimbangan mengapa pemberian subsidi BBM harus dikurangi. Pertama, pemberian subsidi BBM membuat pemberian subsidi untuk pendidikan, pangan, kesehatan, dan perumahan berkurang. Kedua, BBM yang di subsidi sebenarnya hanya menimbulkan disparitas harga, yang pada akhirnya akan mendorong penyelundupan. Ketiga, subsidi BBM yang jumlahnya sangat besar itu ternyata kebanyakan dinikmati oleh kelompok orang yang mampu.4

Atas beberapa pertimbangan tersebut pemerintah mencabut subsidi

BBM dengan menaikkan harga minyak dalam negeri mengikuti kenaikan

harga minyak dunia. Sehingga pada 1 Oktober 2005 harga BBM dalam

negeri naik hingga mencapai rata-rata 100 persen. Hal ini tercantum dalam

Peraturan Presiden No. 5 tahun 2005 mengenai kenaikan harga BBM

bersubsidi.

(28)

Tabel 1.2. Harga BBM Per 1 Oktober 2005 Jenis BBM Keterangan

Harga

Harga eceran 2.400 4.500 87,5

Premium

Harga industri

5.160 5.160

-Harga eceran 700 185,7

Minyak

Tanah Harga

industri

2.200 2.000 -10,0

Harga eceran 2.100 4.300 104,8

Minyak

Solar Harga

industri

5.350 5.350

-Harga eceran 2.300 123,0

Minyak

Diesel Harga

industri

5.130 5.130

-Harga eceran 2.600 21,2

Minyak

Bakar Harga

industri

3.150 3.150

-Sumber: Pertamina (2006)

Dari Tabel 1.2 dapat dilihat untuk BBM jenis premium mengalami

kenaikan sebesar 87,5 persen, untuk jenis minyak tanah mengalami

kenaikan harga sebesar 185,7 persen, minyak solar mengalami kenaikan

harga sebesar 104,8 persen, minyak diesel mengalami kenaikan harga

sebesar 123 persen dan minyak bakar mengalami kenaikan harga sebesar

21,2 persen. Pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah dialihkan dalam program

kompensasi kenaikan harga BBM, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).

BLT merupakan bantuan langsung yang diberikan pemerintah kepada

masyarakat miskin sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga. Pemberian

BLT ini bertujuan agar subsidi yang diberikan pemerintah dapat langsung

menyentuh masyarakat miskin, sehingga subsidi tidak salah sasaran.

Peristiwa kenaikan harga BBM selalu menjadi sorotan tajam dari

(29)

dengan aksi-aksi demonstrasi dan sering berakhir dengan kericuhan dari

para pendemo dengan aparat hukum. Menurut Hasan penolakan kenaikan

harga BBM yang dilakukan kalangan masyarakat berdasarkan alasan :

Pertama, masyarakat belum yakin benar pemerintah dapat mengendalikan dampak dari kebijakan ini terhadap kenaikkan berbagai kebutuhan hidup. Kedua, masyarakat belum yakin bahwa program kompensasi BBM akan dapat mereka nikmati sebagaimana pemerintah janjikan. Ketiga, masyarakat belum dapat membeli alasan keadilan yang melatar belakangi kenaikkan harga BBM sebagaimana yang disampaikan pereintah.5

Program kompensasi BBM yang ada selama ini disinyalir sebagai

pembagian rezeki kepada instansi-instansi pemerintah yang menjadi

pelaksana dan penanggung jawab program tersebut, sehingga tingkat

keefektivitasan program tersebut kecil dirasakan oleh masyarakat.

Kenaikan harga BBM yang mencapai rata-rata 100 persen akan

memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat. Akibat dari

kenaikan harga BBM tersebut telah menimbulkan inflasi yang tercermin

dari naiknya harga sejumlah komponen kebutuhan pokok masyarakat

berupa barang dan jasa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),

tingkat inflasi meningkat setelah kenaikan harga BBM sebesar 17,11 persen.

Dampak kenaikan harga BBM juga dirasakan oleh perusahaan-perusahaan,

karena telah menyebabkan biaya produksi meningkat, hal inipun ditambah

dengan permintaan kenaikan upah dari para pekerja akibat meningkatnya

biaya hidup. Dampaknya banyak perusahaan yang gulung tikar dan

merumahkan atau melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

5 M. Fadhil Hasan. Kenapa Kenaikan Harga BBM di Tolak ?

(30)

Di tengah kehidupan sosial ekonomi yang terhimpit krisis, kebutuhan

hidup masyarakat semakin melambung, yang menyebabkan daya beli

masyarakat menurun, karena dari segi pendapatan yang diterima belum

tentu mengalami peningkatan. Kondisi ini akan menurunkan daya tahan

ekonomi masyarakat serta kualitas hidup msyarakat yang akan mengalami

penurunan, terutama kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah,

seperti pedagang kecil, pengojeg motor dan sopir. Penurunan kesejahteraan

masyarakat akan menimbulkan masyarakat miskin di Indonesia yang akan

meningkat jumlahnya akibat kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005.

“Dikatakan jumlah penduduk miskin bertambah drastis, hingga maret 2006,

jumlahnya meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2004, dari 36,1 juta

jiwa menjadi 50 juta jiwa”.6

1.2. Perumusan Masalah

Kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata

100 persen, telah mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Karena

secara tidak langsung kenaikan tersebut akan meningkatkan biaya produksi

barang dan jasa dan menambah beban hidup masyarakat. Bertambahnya

beban hidup masyarakat yang tidak diimbangi bertambahnya pendapatan

dapat menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Adanya penurunan

daya beli masyarakat akan mempengaruhi pasar dan kinerja suatu

perusahaan. Salah satu industri yang terkena dampak dari kenaikan harga BBM

adalah industri otomotif, salah satunya industri sepeda motor. Kenaikan

6 Anonim. 2006. Orang Miskin Naik 50 Persen Paling Banyak Bekasi [Kompas Online].

(31)

harga BBM telah mempengaruhi pasar sepeda motor dari segi penjualan.

Penurunan daya beli masyarakat terhadap sepeda motor tercermin dari

hasil penjualan pada kuartal pertama tahun 2006.

Dari data penjualan sepeda motor pada kuartal pertama di tahun

2006 yang dibandingkan dengan penjualan pada kuartal pertama di tahun

2005 dapat dilihat dari Gambar 1.1, menunjukan tren penjualan sepeda

motor yang mengalami penurunan. Penurunan sebesar 31 persen terjadi di

bulan Januari, penurunan 9 sebesar persen di bulan Februari dan

penurunan sebesar 34 persen terjadi di bulan Maret.

387,083

364,406 400,72

266,618

330,767

264,615

Januari Februari Maret

Penjualan Sepeda Motor Kuartal I 2005 Penjualan Sepeda Motor Kuartal I 2006

Sumber : AISI dalam Warta Ekonomi (2006)

Gambar 1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI Kuartal I (2005 - 2006)

Penurunan penjualan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan

industri sepeda motor. Tingginya tingkat suku bunga dan inflasi telah

membuat pasar motor tidak bergerak dan menggeser prioritas barang yang

hendak dibeli oleh masyarakat, karena sebagian besar penjualan sepeda

(32)

90 persen pasar sepeda motor di Indonesia itu adalah konsumen dengan

sistem kredit”.7 Dalam keadaan seperti ini permintaan akan sepeda motor

tidak akan bertambah, akibatnya pabrik-pabrik yang harus menyesuaikan

produksinya dengan permintaan pasar. Kenaikan harga BBM tidak hanya

berpengaruh terhadap pasar sepeda motor namun memberikan dampak

terhadap potensi terjadinya kredit macet. Mengingat sebagian besar dari

konsumen motor adalah masyarakat golongan menengah ke bawah, yang

melakukan pembelian secara kredit. Adanya kenyataan kenaikan harga

barang dan jasa yang meningkatkan biaya hidup, sedangkan pendapatan

yang diterima belum tentu meningkat. Berakibat terhadap

ketidakseimbangan antara tingkat pengeluaran dan pendapatan

rumahtangga yang melakukan kredit sepeda motor. Ketidakseimbangan

tersebut akan mempengaruhi penurunan daya bayar cicilan kredit.

Penurunan daya bayar yang dialami dapat berpotensi terhadap timbulnya

kredit macet.

Bagi sebagian orang sepeda motor tidak hanya digunakan sebagai

alat transportasi tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian. Salah satu

profesi yang dapat ditekuni dengan menggunakan motor adalah mengojeg

motor. Para pengojeg motor pada umumnya adalah masyarakat kecil, yang

berpendapatan rendah dan menggantungkan hidup keluarganya pada mata

pencaharian tersebut. Para pengojeg merupakan bagian dari angkatan kerja yang kurang

beruntung dalam mendapatkan kesempatan kerja, karena tingkat keahlian

7Anonim. 2006. Keras, Persaingan Sepeda Motor di Tahun 2007.

(33)

yang dimiliki terbatas. Selain keterbatasan keahlian para pengojeg juga

memiliki keterbatasan dalam hal keuangan. Sehingga untuk memiliki sebuah

sepeda motor baru, jalan yang ditempuh para pengojeg adalah dengan

mengkredit sepeda motor tersebut. Namun adanya kenaikan harga BBM

telah mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga

pengojeg, yang berpengaruh terhadap kemampuan daya bayar cicilan kredit

motor.

Berdasarkan latar belakang yang telah diketahui, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan

rumah tangga pengojeg motor ?

2. Bagaimanakah dampak kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran

rumah tangga pengojeg, baik kebutuhan makanan dan nonmakanan

?

3. Bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya bayar

kredit pengojeg motor ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat

pendapatan rumah tangga pengojeg motor.

2. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat

(34)

3. Mengetahui pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya bayar

cicilan kredit motor.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

gambaran umum terhadap kehidupan ekonomi pengojeg motor.

2. Bagi pembuat kebijakan, diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam pembuat kebijakan yang dapat membawa

dampak bagi kehidupan orang banyak.

3. Bagi masyarakat, diharapkan memberikan gambaran umum terkait

masalah penerimaan dan pengeluaran setelah kenaikan harga BBM.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah para pengojeg yang

melakukan pembelian motor secara kredit. Untuk melihat dampak dari

kenaikan harga BBM terhadap rumah tangga pengojeg. Responden dalam

penelitian ini adalah para pengojeg yang melakukan pembelian motor secara

kredit, dengan pembayaran kredit yang dilakukan pada masa sebelum dan

sesudah kenaikan harga BBM, serta pengojeg yang mengalami persaingan

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia

Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia mempunyai perhatian

yang cukup besar terhadap pengentasan kemiskinan. Besarnya perhatian

tersebut tercantum dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945,

melalui program pembangunan bertujuan menciptakan masyarakat yang

adil dan makmur, sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

masalah yang berkepanjangan. Penduduk miskin dari tahun 1976-1996 berdasarkan data BPS,

menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.

Pada tahun 1976, penduduk miskin yang ada di Indonesia sebesar 54,2 juta

jiwa atau sekitar 40,1 persen dan berkurang menjadi 22,5 juta jiwa atau

sebesar 11,3 persen pada tahun 1996. Hal ini membuktikan

program-program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah berpengaruh

terhadap penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.

Jumlah masyarakat miskin di Indonesia yang mulai menurun, harus

dihadapkan dengan kenyataan krisis ekonomi pada tahun 1997 yang

(36)

penduduk miskin yang ada di Indonesia menjadi 49,5 juta jiwa atau sebesar

24,2 persen. Peningkatan tersebut membuat pemerintah mengeluarkan

program-program penanggulangan kemiskinan secara besar-besaran

diantaranya program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Usaha yang dilakukan

oleh pemerintah memberikan hasil, berdasarkan data BPS jumlah penduduk

miskin di Indonesia menurun dengan jumlah 35,1 juta jiwa atau sebesar

15,97 persen di tahun 2005. Tahun 2006 jumlah masyarakat miskin

bertambah jumlahnya menjadi 39,3 juta atau sebesar 17,75 persen di tahun

2006.8

Pertambahan jumlah masyarakat miskin dikarenakan beban biaya

kebutuhan hidup sehari-hari yang meningkat, akibat kenaikan harga BBM 1

Oktober 2005 yang mencapai rata-rata 100 persen. Peningkatan pengeluaran

yang tidak diimbangi peningkatan pendapatan rumah tangga akan

menambah beban ekonomi dan menurunkan daya tahan ekonomi serta

kualitas hidup masyarakat. Dilain pihak perusahaan mengalami hal yang

sama, dimana peningkatan harga barang dan jasa lainnya telah

meningkatkan biaya produksi perusahaan. Peningkatan biaya produksi yang

tidak diikuti peningkatan penjualan, akibat menurunnya daya beli

masyarakat, akan menurunkan kinerja perusahaan, dan pada akhirnya

perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya. Kenaikan harga BBM

pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata 100 persen dapat

8Aryo Adi Prabowo. 2007. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia. http://www.liputan6.com/news/?id

(37)

mempengaruhi pertambahan jumlah masyarakat miskin dan pengangguran

di Indonesia.

2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam

yang dimiliki oleh Indonesia, yang dalam pengolahan dan penyalurannya

dikuasai oleh negara. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang

menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, yang

berasal dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung

minyak. BBM merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses

transformasi minyak bumi. Menurut pasal 3 Undang-undang No. 4 Perpu

tahun 1960, bahan galian minyak dan gas bumi adalah kekayaan nasional,

dikuasai oleh negara sedangkan usaha pertambangan dilaksanakan oleh

perusahaan negara. Pasal tersebut menjelaskan dalam pengolahan minyak

mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya oleh negara yang penguasaannya

diwakili oleh pemerintah.

Penguasaan yang dilakukan tersebut dijalankan oleh Pertamina,

selaku Badan Usaha Milik Negara. Menurut Undang-undang No.8 tahun

1971 Pertamina mempunyai tugas meliputi kegiatan ekplorasi, eksploitasi,

pemurnian, dan pengolahan. Dalam kenyataannya Pertamina belum mampu

melaksanakan sendiri kegiatan tersebut. Sehingga dalam memproduksi BBM

(38)

(Contrak Production Sharing) atau yang lebih dikenal dengan KPK. Dari

kerjasama tersebut hasil produksi minyak Indonesia dibagi dengan KPK,

dengan hasil yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kerjasama antara Pertamina

dan pihak ketiga tersebut dibenarkan dalam pasal 12 UU No.8 tahun 1971.

Menurut UU No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi

dinyatakan bahwa migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh

negara dan pemerintah yang ditetapkan sebagai pemegang kuasa

pertambangan. Dikatakan pula bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan

kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dikeluarkannya

UU tersebut untuk memperbaiki kondisi yang ada selama ini, agar

pengelolaan migas lebih mengacu kepada mekanisme pasar.

Tingginya harga minyak dunia akibat krisis energi keempat yang lalu

membuat pemerintah kesulitan menutupi besarnya subsidi BBM yang

semakin meningkat seiring peningkatan harga minyak dunia. Subsidi BBM

yang diberikan pemerintah membuat harga domestik menjadi murah, hal ini

mendorong tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Tingginya penggunaan

BBM di Indonesia tidak hanya dikarenakan peningkatan konsumsi BBM

(39)

Sumber : Dartanto (2005)

Gambar 2.1. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara

Dari Gambar 2.1 terlihat perbandingan harga BBM Indonesia yang

rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti India.

Harga jual BBM di Indonesia tergolong lebih murah bila dibandingkan

dengan negara berkembang lainnya, adanya tingkat perbedaan harga ini

memunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Oknum-oknum tersebut mencari keuntungan lebih dengan menjual BBM ke negara

lain, karena harga jual yang lebih tinggi sehingga memberikan keuntungan

yang lebih besar. Dalam hal ini pemerintah menjadi pihak yang dirugikan,

karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang

menyebabkan defisit APBN. Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu orang-orang

miskin di Indonesia, ternyata telah salah sasaran. Pada kenyataannya

penikmat terbesar subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah

kelompok orang mampu. Karena pemberian subsidi BBM tidak

membeda-bedakan golongan masyarakat. Alasan keadilan terhadap masyarakat miskin

(40)

mengurangi subsidi BBM, dengan cara menaikan harga BBM dalam negeri,

pada 1 Oktober 2005 dengan kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 100

persen.

Pengurangan subsidi BBM tersebut kemudian dialihkan ke sektor

lain berupa program kompensasi kenaikan harga BBM. Program ini

bertujuan agar subsidi tepat sasaran kepada masyarakat miskin. Program

yang baru diluncurkan oleh pemerintah adalah berupa Bantuan Langsung

Tunai (BLT) sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga miskin.

Namun bila dilihat dari Tabel 2.1 mengenai program kompensasi

BBM yang sudah ada, tingkat efektivitasnya amat rendah, untuk program

kartu sehat tingkat efektivitasnya mencapai 26,53 persen, program raskin

tingkat efektivitasnya hanya mencapai 25,93 persen, program beasiswa

tingkat efektivitasnya cukup tinggi dari program lainya yang mencapai 37,99

persen, sedangkan dana bergulir tingkat efektivitasnya paling rendah yaitu

9,89 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa program

kompensasi yang selama ini berjalan tidak efektif dan tidak menjangkau

seluruh lapisan masyarakat. Hal ini disinyalir karena terjadinya

penyalahgunaan dana kompensasi oleh oknum terkait, karena salah satu

faktor penyebabnya terkait dengan tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

(KKN) di Indonesia yang masih tinggi.

Tabel 2.1. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM (Persen) Tingkat Efektivitas Kompensasi

Harga BBM Program Bantuan

2002 2003 2004

Kartu Sehat 28,07 27,14 26,53

Raskin (Beras Miskin) 27,55 26,97 25,93

Beasiswa 38,59 39,46 37,99

(41)

Sumber : Prihandana (2006).

Tujuan pemerintah untuk menyentuh secara langsung masyarakat

miskin melalui program BLT mendapat kritikan. Karena uang sebesar Rp.

100.000 yang diberikan per bulan hanya dalam tempo yang singkat akan

habis, setelah itu masyarakat miskin tersebut akan kembali menjadi miskin.

Pemberian subsidi seperti ini dapat menimbulkan mental miskin terhadap

sebagian masyarakat, mereka akan berebut dikatakan miskin agar

mendapat bantuan. Pemerintah seharusnya membangun mental masyarakat

untuk maju, kreatif, mandiri dan inovatif dengan menciptakan berbagai

iklim kerja yang kondusif. Sehingga program kompensasi BBM dapat

membawa masyarakat miskin keluar dari kemiskinannya.

2.1.3. Transportasi

Transportasi merupakan hal yang penting di dalam kehidupan

manusia dan sebagai mobilitas manusia dan barang sehari-hari.

Perkembangan dan kemajuan pembangunan suatu daerah bergantung

terhadap peran transportasi. Maka diperlukanlah suatu sistem yang dapat

memberikan pelayanan yang cukup, baik kepada masyarakat secara umum

maupun secara pribadi, sehingga rasa aman, nyaman, cepat, dan dapat

diandalkan oleh para penggunanya. Definisi trasportasi menurut Simbolon

(42)

umum maupun pribadi dengan menggunakan mesin atau tidak menggunakan mesin.9

BPS membedakan alat transportasi darat menjadi beberapa alat yaitu

: 10

1. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh

peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu, biasanya digunakan untuk

angkutan orang atau barang di jalan, selain kendaraan yang berjalan di

atas rel. Kendaraan bermotor yang dicatat adalah semua kendaraan

bermotor kecuali kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia dan Korps Diplomatik.

2. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi

dengan tempat duduk untuk sebanyak-banyaknya delapan orang, tidak

termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak

dilengkapi dengan bagasi.

3. Mobil bis adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan

tempat duduk untuk lebih dari delapan orang, tidak termasuk tempat

duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan

bagasi.

4. Mobil beban adalah setiap kendaraan bermotor yang digunakan untuk

angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan

bermotor roda dua.

5. Sepeda motor adalah setiap kendaraan bermotor yang beroda dua.

6. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak (listrik, diesel, atau

tenaga uap) baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan

kendaraan lainnya, yang akan atau sedang bergerak di jalan rel, yang

meliputi kereta penumpang dan kereta barang.

9 Maringan Masry Simbolon. 2003. Ekonomi Transportasi. Jakarta: Ghalia Indah. hal 1.

10Badan Pusat Statistik. Konsep dan Definisi Transportasi.

(43)

2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga

Salah satu indikator yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan

adalah perubahan pola konsumsi penduduk. Terkait hubungan antara

pendapatan dan konsumsi rumah tangga telah dipelajari oleh salah satu

pakar ekonomi Ernest Engel (1821-1896). Hukum Ernest Engel

mengemukakan bahwa “bagian pendapatan yang digunakan untuk belanja

makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat”.11 Artinya,

semakin meningkat kesejahteraan seseorang atau kelompok masyarakat,

maka semakin berkurang persentase pengeluaran untuk makanan.

Berdasarkan hukum Engel dapat disimpulkan bahwa telah terjadi

peningkatan kesejahteraan, terlihat dari pola konsumsi penduduk terhadap

makanan yang menunjukkan penurunan, dari 69,5 persen tahun 1980, 56,86

persen tahun1993Saefudin dan Marisa dalam penelitian yang dilakukan oleh Inayati 12, menjadi 53,86 persen pada tahun 2005.13

tahun 2006 mengemukakan definisi rumah tangga, pendapatan dan

pendapatan rumah tangga : 14

1. Rumah tangga adalah semua anggota keluarga yang termasuk satu

unit anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang

sedang sekolah di kota atas biaya keluarga dan orang lain yang ikut

11 Walter Nicholson. 2002. Mikro Intermediate dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga. hal 94. 12 BPS.1993. Statistik Indonesia Tahun 1993.hal 525.

13 BPS. 2006. Statistik Indonesia Tahun 2005/2006. hal 485.

14 Saefudin dan Marisa dalam Hani Inayati. 2006. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap

Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha

Angkot di Kota Bogor (Studi Kasus Trayek 03 Jurusan Baranangsiang-Bubulak) [skripsi].

(44)

makan secara teratur, meskipun tidak tidur di rumah, tetapi tidak

termasuk orang yang tinggal di rumah tetapi tidak makan.

2. Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang

atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan

menjadi tiga yaitu :

a. Gaji dan upah, yaitu imbalan yang diperoleh seseorang setelah

melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta

atau pemerintah (di pasar tenaga kerja).

b. Pendapatan dari usaha sendiri, yaitu nilai total hasil produksi

dikurangi biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang atau

natura).

c. Pendapatan dari sumber lain, yaitu pendapatan yang diperoleh

tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain hasil dari

menyewakan aset (ternak, rumah dan barang lain), bunga

uang, sumbangan dari pihak lain atau pension.

3. Pendapatan rumah tangga, yaitu total pendapatan dari setiap anggota

rumah tangga dalam bentuk uang atau natura, yang diperoleh baik

sebagai gaji atau upah, usaha rumah tangga atau sumber lain.

2.1.5. Kredit Perorangan

Definisi kredit berdasarkan Undang-undang No.10 tahun 1998 adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

(45)

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit

perorangan merupakan kredit untuk membiayai kebutuhan barang dan jasa

yang bersifat konsumtif. Perkembangan kredit perorangan dalam suatu

negara berhubungan erat dengan perkembangan pendapatan penduduk

yang memiliki pekerjaan tetap, terutama bagi masyarakat yang tergolong

kelas menengah, selain itu dipengaruhi pula oleh kecanggihan pola konsumsi

masyarakatnya. Semakin tinggi pendapatan dan pola konsumsinya maka

akan semakin banyak muncul kebutuhan barang dan jasa mewah yang

diingginkan. Sutojo mengatakan :

Semakin bertambah pendapatan masyarakat suatu negara akan semakin banyak muncul jenis kebutuhan barang konsumtif tahan lama atau barang konsumsi rumah tangga dengan nilai tinggi (misalnya; rumah tinggal, villa, kendaraan bermotor, alat-alat elektronik, pakaian dan perhiasan mewah). Demikian pula dengan semakin canggihnya pola konsumsi masyarakat, akan semakin banyak timbul kebutuhan akan barang dan jasa mewah yang lainnya (misalnya; tamasya atau studi ke luar negeri, tamasya dalam negeri, dan berbelanja di berbagai pusat perbelanjaan, dan rumah makan kelas atas).15

Sehingga bila jumlah penduduk yang berpenghasilan cukup di suatu negara

meningkat, maka akan semakin banyak jumlah kredit yang dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan konsumtif tersebut.

Kredit perorangan ditawarkan dalam berbagai macam bentuk secara

umum, kredit perorangan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :

1. Kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil (installment

loans),

15 Siswanto Sutojo. 1997. Analisa Kredit Bank Umum Konsep dan Teknik. Jakarta: Pustaka

(46)

2. Kredit dengan penarikan dan pembayaran kembali sekaligus (single

payment loans) dan,

3. Kredit dengan plafon (over draft checking lines).

Nilai kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil, merupakan

bagian terbesar dari seluruh jumlah kredit perorangan yang terjadi. Hal ini

dikarenakan pembayaran kembali kredit perorangan secara mencicil

dirasakan lebih ringan oleh pihak peminjam.

Kredit perorangan juga dapat dibagi menjadi dua yaitu kredit

dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan. Pihak bank dan lembaga lainnya

akan memberikan kredit kepada debitur tanpa jaminan, bila pihak

peminjam perorangan dapat membuktikan bahwa secara finansial mereka

cukup kuat, antara lain dengan membuktikan bahwa mereka bekerja pada

atau mengusahakan sebuah badan usaha yang kuat dengan penghasilan yang

cukup. Tidak lancarnya pembayaran cicilan kredit perorangan oleh pihak

peminjam akan menyebabkan kredit macet atau Noan Performing Loan

(NPL). Kredit yang bermasalah ini menurut Sutojo dapat disebabkan oleh

“tidak dipatuhinya standar persyaratan pemberian kredit, lemahnya usaha

koleksi cicilan, dan menurunnya kondisi ekonomi setempat”.16

Tidak dipatuhinya standar persyaratan pemberian kredit, dapat

terjadi karena ketidakcermatan dalam melakukan analisis kredit. Dimana

berdasarkan analisis kredit pihak peminjam yang diperbolehkan diberi

pinjaman, bila pendapatan tetap bulanan harus lebih besar dari pengeluaran

(47)

tetap perbulan, yang termasuk pengeluaran tetap perbulan adalah biaya

rumah tangga seperti sewa rumah, uang sekolah, biaya kesehatan, dan

sebagainya. Selain karena ketidakcermatan dalam analisis, hal ini dapat

terjadi karena moral Hazard, dari petugas yang diberi tugas mensurvei ke

rumah calon peminjam.

Lemahnya usaha koleksi cicilan diakibatkan karena kepatuhan pihak

peminjam yang dipengaruhi watak yang dimilikinya. Banyak pihak

peminjam yang sukarela membayar cicilannya sesuai dengan jadwal, tetapi

tidak sedikit yang perlu diberi peringatan dahulu untuk membayar

cicilannya.

Adanya resesi ekonomi dapat mengakibatkan terjadinya penurunan

pendpatan, bahkan mengakibatkan terjadinya PHK. Kondisi yang tidak

menguntungkan seperti itu dapat mengganggu stabilitas sumber dana

pembayaran cicilan kepada pihak bank dan lembaga lainnya. Bila keadaan

ini semakin parah maka kemungkinan besar dapat terjadi kredit macet.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Nugroho (2005) yang berjudul “Analisis

Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi Di

Indonesia”, menganalisis pengaruh harga BBM terhadap tingkat inflasi di

Indonesia selama periode 1990 sampai 2004 dengan menggunakan metode

OLS (Ordinary Least Square). Penelitian ini menyimpulkan bahwa selama

perode 1990 sampai 2004 harga BBM berkolerasi positif terhadap tingkat

inflasi di Indonesia. Kenaikan harga BBM sebesar 1 persen akan

(48)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayati (2006) yang berjudul

“Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha Angkot di

Kota Bogor” menyimpulkan bahwa kenaikan harga BBM mempunyai

pengaruh terhadap pendapatan rumah tangga sopir angkot, yang

diakibatkan oleh naiknya pengeluaran biaya operasional seperti biaya bahan

bakar, cuci kendaraan, upah calo dan makan siang. Pengeluaran konsumsi

makanan dan nonmakanan juga meningkat seiring dengan kenaikan harga

BBM. Untuk melihat seberapa besar kenaikan harga BBM mempengaruhi

jumlah masyarakat miskin di Indonesia, Kajian Institute of Economics and

Finance (INDEF) pada tahun 2005 dalam Hasan, tentang dampak kenaikan

harga BBM terhadap masyarakat miskin dengan menggunakan metode VAR

(Vector Auto Regressive) membuktikan kenaikan harga BBM (semua jenis

BBM) sebesar 5 persen, akan meningkatkan jumlah masyarakat miskin di

desa menjadi 1,3 persen, sedangkan jumlah masyarakat miskin di kota akan

bertambah sebesar 2,76 persen. Secara umum penelitian tersebut

mengisyaratkan bahwa rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan

menjadi meningkat jumlahnya setelah kenaikan harga BBM.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada

fokus penelitian yang menitikberatkan pada dampak kenaikan harga BBM

terhadap pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pengojeg motor, yang

(49)

kenaikan BBM terhadap daya bayar kredit motor. Penelitian ini meneliti

rumah tangga pengojeg motor yang berada di Kota Bogor.

2.3. Kerangka Pemikiran

Alur pemikiran konseptual dalam penelitian ini berawal dari krisis

energi keempat yang melanda dunia yang berdampak pada kenaikan harga

minyak dunia. Untuk mengantisipasi defisit APBN yang semakin besar,

maka dikeluarkan kebijakan untuk menaikan harga BBM dalam negeri

mengikuti kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM di Indonesia

terjadi beberapa kali, namun kenaikan yang paling memukul masyarakat

adalah kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata

100 persen. Pengaruh dari kenaikan harga BBM tersebut adalah kenaikan

harga-harga baik barang maupun jasa sehingga meningkatkan biaya kebutuhan

hidup sehari-hari. Pada bidang transportasi, biaya produksi jasa angkutan

seperti ojeg motor mengalami peningkatan, sehingga mengurangi

pendapatan pengojeg. Bagi para pengojeg yang menggantungkan hidup

keluarganya dari hasil mengojeg, adanya kenaikan biaya kebutuhan hidup

yang tidak disertai kenaikan pendapatan akan menambah beban hidup para

pengojeg. Terlebih lagi terhadap para pengojeg yang menggunakan sepeda

motor kredit, adanya kewajiban membayar cicilan kredit per bulan

menambah jumlah pengeluaran rumah tangga pengojeg. Beban kehidupan

yang dirasa oleh para pengojeg menjadi bertambah berat. Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga

(50)

pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pengojeg terjadi, maka akan

mempengaruhi terhadap daya bayar cicilan motor. Dalam penelitian ini,

hal-hal yang dianalisis adalah dampak kenaikan harga BBM terhadap

perubahan pendapatan rumah tangga pengojeg, perubahan pengeluaran

kebutuhan konsumsi rumah tangga baik kebutuhan makanan dan

nonmakanan, dan melihat pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya

bayar cicilan sepeda motor oleh para pengojeg. Untuk melihat besarnya

dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran rumah

tangga pengojeg dilakukan analisis statistik, yakni uji t.

Harga BBM domestik meningkat

Pengurangan subsidi Harga BBM

internasional meningkat

(51)

Keterangan: Hal yang dianalisis Hal yang tidak dianalisis Hal yang terjadi

Gambar 2.2. Kerangka Analisis Penelitian

(52)

Penelitian dilakukan di Kota Bogor, propinsi Jawa Barat. Pemilihan

lokasi ini berdasarkan letak Kota Bogor yang strategis dan mudah

dijangkau. Kota Bogor memiliki jasa transportasi yang beraneka ragam,

salah satunya adalah ojeg sepeda motor. Letak Kota Bogor yang strategis

membuat pertumbuhan ojeg sepeda motor bertambah setiap tahunnya,

sehingga pengojeg sepeda motor dapat dengan mudah di temui. Waktu

penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2007.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara secara

langsung menggunakan kuisioner dan dilakukan terhadap responden yang

berprofesi sebagai pengojeg motor, dimana sepeda motor yang digunakan

adalah sepeda motor kredit dalam tahap pelunasan.

Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak yang terkait antara lain :

Polresta Kota Bogor, Samsat Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS),

artikel-artikel dan referensi lain yang relevan.

3.3. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengojeg sepeda motor yang

(53)

mengkredit sepeda motor dalam jangka waktu sebelum dan sesudah harga

BBM naik pada 1 Oktober 2005.

Metode pengambilan sampel data primer untuk penelitian ini

menggunakan metode pengambilan sampel berdasarkan spontanitas

(Accidental Sampling) yang termasuk ke dalam teknik penarikan contoh

bukan berpeluang (Non Probability Sampling). Pemilihan teknik ini terpilih

karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk

terpilih menjadi responden. Dalam hal ini siapa saja pengojeg motor yang

ditemui dan bersedia di wawancara maka orang tersebut menjadi sampel

(responden).

Tabel 3.1. Responden Penelitian Kecamatan

Kota Bogor Wilayah

Jumlah Responden (Orang)

Bogor Barat Bubulak, Cifor 25

Tanah Sareal Kedung Badak 14

Bogor Utara Cibuluh, Tanah Baru 21

Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat jumlah responden dalam

penelitian ini terdiri dari 60 orang pengojeg yang berlokasi di Kota Bogor.

Pengambilan responden 60 orang berdasarkan asumsi kenormalan jumlah

data lebih dari sama dengan 30 responden. Santoso mengatakan

“berdasarkan prosedur asumsi kenormalan jumlah data sekitar 30 data atau

lebih”.17

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan dari

kegiatan penelitian. Untuk melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap

17 Singgih Santoso. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media

(54)

perubahan pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg,

dilakukan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran

sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Dengan rumus uji t sebagai

berikut :18

dengan : d = nilai tengah sampel dari selisih pendapatan / pengeluaran

rumah tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM

sd = ragam sampel dari selisih pendapatan / pengeluaran

rumah tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM

μd = nilai tengah dari selisih pendapatan / pengeluaran rumah

tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM

n = ukuran sampel, yakni 60 rumah tangga pengojeg

Analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan

dalam pendeskripsian. Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan

gambaran penerimaan kotor dan bersih yang diperoleh dari hasil mengojeg,

serta pengeluaran rumah tangga pengojeg motor yang meliputi berbagai

biaya kebutuhan hidup rumah tangga tersebut. Penelitian ini juga melihat

besarnya pengaruh sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM 1 Oktober

2005 terhadap daya bayar kredit pengojeg motor.

IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

18 Ahmad Ansori Mattjik dan Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi

(55)

4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor

Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah

adminisrasi Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak kurang lebih 60 km

dari Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan Indonesia. Kota

Bogor memiliki luas 11.850 Ha yang dihuni lebih dari 820.707 jiwa dan

tersebar di enam kecamatan, 68 kelurahan, dibatasi oleh Kabupaten Bogor.

Kota Bogor terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350

meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 4000 mm per

tahun. Curah hujan bulanan berkisar antar 250-335 mm dengan waktu

curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm,

sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober sekitar 346

mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 260 C,

temperatur tertinggi sekitar 30,40 C dengan kelembaban udara rata-rata

lebih kurang 70 persen. Tingginya curah hujan di Kota Bogor menjadikan

Kota Bogor sebagai Kota Hujan, julukan Kota Hujan tersebut sering disalah

artikan sebagai daerah “pengirim” banjir ke Jakarta melalui dua sungai

besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada umumnya kedua

sungai sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM). Terdapatnya beberapa mata air di Kota Bogor juga dimanfaatkan

masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari.

Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor

dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis

(56)

Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak serta Gunung Halimun

yang membentuk seperti huruf U.

Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan

ketinggian yang bervariasi antara 190 sampai dengan 350 m di atas

permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2 persen kemiringan

datar dengan luas 1.763,94 Ha, 4-15 persen kemiringan landai dengan luas

764,96 Ha dan lebih besar dari 40 persen kemiringan sangat curam seluas

119,94 Ha. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah

Kabupaten Bogor serta lokasi yang dekat dengan ibukota Negara

merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan

ekonomi. Batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut :

Sebelah Selatan :Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin

Kabupaten Bogor

Sebelah Timur :Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi

Kabupaten Bogor

Sebelah Utara :Wilayah kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede

dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor

Sebelah Barat :Wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas

Kabupaten Bogor

(57)

Data penduduk merupakan data yang sangat diperlukan dalam

berbagai perencanaan dan evaluasi pembangunan, terutama dalam upaya

peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi tumpuan

dan tujuan pembangunan.

Jumlah penduduk Kota Bogor terus meningkat dari tahun-tahun.

Kenaikan ini diduga akibat banyaknya fasilitas sosial yang mudah diperoleh

di Kota Bogor, selain itu Kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota

negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal dan mencoba

peruntungannya di Kota Bogor yang pada akhirnya meningkatkan jumlah

dan kepadatan penduduk kota ini.

Tabel 4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 1987-2005 Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Pada Tahun 1987, jumlah penduduk Kota Bogor sebesar 535.086 jiwa

(58)

ke tahun. Pada tahun 2005, jumlah penduduk di kota Bogor menjadi sebesar

855.085 jiwa dengan kepadatan 7.216 jiwa/km2.

Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah

penduduk terbanyak yaitu 190.421 jiwa. Hal ini sebanding karena luas

wilayah Bogor Barat adalah wilayah terbesar yaitu 32,62 km. Jumlah

penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 86.978

jiwa. Sedangkan untuk tingkat kepadatan, Kecamatan Bogor Tengah

merupakan kecamatan terpadat, yaitu 12.691 jiwa/km2, hal ini disebabkan

karena pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi banyak berada di

Kecamatan Bogor Tengah.

Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2005

Kota Bogor 194.357 855.085 118,50 7.216

Sumber: BAPEDA (2006).

4.3. Perekonomian Kota Bogor

Indikator makro perekonomian diukur dari PDRB (Produk Domestik

Regional Bruto). Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa PDRB Kota Bogor

untuk tahun 2001 harga konstan dari harga berlaku sebesar Rp. 2.994.826,20

(59)

Bogor atas dasar tahun berlaku sebesar Rp. 6.836.918,89 dan harga konstan

sebesar Rp. 3.567.230,91.

Tabel 4.3. PDRB Kota Bogor Tahun 2001-2005

Tahun PDRB Atas

2001 2.994.826,20 2.823.430,21 12,10 5,68

2002 3.454.398,26 2.986.837,37 15,15 5,79

2003 4.165.569,12 3.168.185,54 20,41 6,07

2004 5.245.746,83 3.361.483,93 25,93 6,10

2005 6.836.918,89 3.567.230,91 30,33 6,12

Sumber: BAPEDA (2006).

Kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota Bogor berbeda-beda.

Pada tahun 2005, Kota Bogor memiliki sektor-sektor kegiatan perekonomian

dominan dalam rangka memberikan kontribusi terhadap PDRB. Kontribusi

9 sektor lapangan usaha ini sangat menentukan laju pertubuhan ekonomi

Kota Bogor.

Tabel 4.4. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2005

No Sektor PDRB Atas

2 Inustri pengolah 21,37 28,10

3 Keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan 12,70

13,72

4 Pengangkutan dan komunikasi 10,68 9,66

5 Bangunan 8,61 7,46

6 Jasa-jasa 7,16 7,52

7 Listrik, gas dan air bersih 3,12 3,15

8 Pertanian, peternakan,

kehutanan dan perikanan 0,40

0,36

9 Pertambangan 0,00 0,00

PDRB 100,00 100,00

Gambar

Tabel 1.2. Harga BBM Per 1 Oktober 2005
Gambar 1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI
Gambar 2.1. Perbandingan Harga Premium  di Berbagai Negara
Tabel 2.1. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi  Harga BBM (Persen) (KKN) di Indonesia yang masih tinggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi rumah tangga, investasi, dan pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian di provinsi lampung, dengan menggunakan

Berdasarkan hasil perhitungan regresi, variabel yang berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Kintom adalah pendapatan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap pengeluaran rumah tangga petani padi di Kabupaten Klaten,

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa program KRPL di desa pucangsari memang memberikan dampak yang signifikan pada pengeluaran konsumsi

Hasil penelitian berdasarkan analisis jalur ini menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh tidak signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tanga, jumlah tanggunga

Dari hasil analisis PROCESS, dari ketiga nilai plot religiusitas tersebut, semuanya secara signifikan memoderasi pengaruh pendapatan terhadap pengeluaran konsumsi

Berbagai macam kebutuhan konsumsi atau pengeluaran yang perlu untuk dialokasikan oleh rumah tangga petani, baik itu kebutuhan pangan, non pangan, investasi produksi,

p-ISSN 2548-3137, e-ISSN 2548-3145 DAMPAK COVID-19 TERHADAP PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DI JAWA TIMUR STUDI KASUS 38 KABUPATEN/KOTA Ilham Robbi Bappeda Kota Palopo, Provinsi