(STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR)
OLEH
ANADIA RAHMADINI H14103075
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Pengojeg Pengguna Kredit Motor) (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI).
Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam baik yang terdapat didaratan maupun dilautan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang berupa minyak bumi telah mengikut sertakan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Pada tahun 1973-1974 telah terjadi krisis energi pertama, yang mengakibatkan harga minyak dunia meningkat tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per barrel. Hal serupapun terjadi pada tahun 1978-1979, kenaikan harga minyak dari US$ 14 per barrel menjadi US$ 26 per barrel. Krisis energi pertama dan kedua memberikan keuntungan yang melimpah kepada negara-negara penghasil minyak, salah satunya Indonesia. Penerimaan yang besar dari penjualan minyak mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi BBM dan Tarif listrik.
Krisis energi keempat yang terjadi pada tahun 2005 telah meningkatkan harga minyak dunia hingga US$ 60,63 per barrel. Peningkatan kali ini tidak memberikan keuntungan kepada Indonesia melainkan mengakibatkan beban subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena Indonesia mulai berubah status dari negara eksportir menjadi negara net-importir. Seiring bertambahnya jumlah penduduk konsumsi BBM semakin meningkat sedangkan produksi BBM semakin menurun. Atas pertimbangan tersebut pemerintah menaikan harga BBM dalam negeri pada 1 Oktober 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg, serta pengaruhnya terhadap daya bayar cicilan kredit motor. Analisis data dilakukan setelah data primer berhasil dikumpulkan dari kegiatan penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalm bentuk tabel dan uraian. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian.
Oleh
ANADIA RAHMADINI H14103075
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh; Nama Mahasiswa : Anadia Rahmadini Nomor Register Pokok : H14103075 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbingan,
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. NIP. 131 404 217
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2004
Anadia Rahmadini
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)”. Kenaikan harga BBM merupakan topik yang sangat menarik karena dalam kenaikan harga BBM terdapat pihak yang pro dan kontra. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kota Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.
2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M. Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan.
3. Widyastutik, S.E., M.Si., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.
4. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.
Depe, Asih, Tanti, dan Echa).
8. Teman seperjuangan (Eka Sari Ningsih, Rizki Amelia, dan Halida Fatimah).
9. Teman-teman IE angkatan 40 dan 41 (Ipul dan Heri).
10.Guru-guru SMK Negeri 2 Bogor jurusan teknik elektronika khususnya kepada Bapak Yuniarto Triadi.
11.Guru-guru SMU Negeri 1 Bogor yang telah membimbing, dan memberikan masukan kepada penulis.
12.Keluarga besar tercinta di Bukittinggi dan Malaysia yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Bogor, September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……….. iii
DAFTAR GAMBAR……….. iv
DAFTAR LAMPIRAN……….. v
I. PENDAHULUAN………. 1
1.1. Latar Belakang……….. 1
1.2. Perumusan Masalah……….. 7
1.3. Tujuan Penelitian……….. 10
1.4. Manfaat Penelitian……… 11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian……… 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……… 12
2.1. Tinjauan Teori………... 12
2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia……….. 12
2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM………... 13
2.1.3. Definisi Transportasi……….. 18
2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga…………. 19
2.1.5. Kredit Perorangan……… 21
2.2. Penelitian Terdahulu………. 24
2.3. Kerangka Pemikiran………. 25
III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 28
3.1. Wilayah Penelitian……… 28
3.2. Jenis dan Sumber Data………. 28
3.3. Metode Pengambilan Sampel……….. 29
3.4. Metode Analisis Data……….. 30
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH………. 31
4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor……… 31
4.3. Perekonomian Kota Bogor……….... 34
4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi……… 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 40
5.1. Profil Pengojeg Sepeda Motor……….. 40
5.1.1. Gender……….. 40
5.1.2. Usia………..……… 40
5.1.3. Pendidikan……… 42
5.1.4. Masa Kerja………... 43
5.1.5. Jam Kerja Per Hari………... 44
5.1.6. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)…………. 44
5.2. Kenaikan Tarif Ojeg, dan Perubahan Penerimaan Pengojeg Motor……… 45
5.3. Perubahan Pengeluaran Biaya Operasional Pengojeg Motor.. 47
5.4. Penerimaan Bersih dan Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor ……… 50
5.5. Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor………... 56
5.6. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 59
5.7. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 60
5.8. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Daya Bayar Kredit Motor Pengojeg…..………..……….... 61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….….… 62
DAFTAR PUSTAKA………..… 64
(STUDI KASUS RUMAH TANGGA PENGOJEG PENGGUNA KREDIT MOTOR)
OLEH
ANADIA RAHMADINI H14103075
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Pengojeg Pengguna Kredit Motor) (dibimbing oleh DIDIN S. DAMANHURI).
Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam baik yang terdapat didaratan maupun dilautan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang berupa minyak bumi telah mengikut sertakan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). Pada tahun 1973-1974 telah terjadi krisis energi pertama, yang mengakibatkan harga minyak dunia meningkat tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per barrel. Hal serupapun terjadi pada tahun 1978-1979, kenaikan harga minyak dari US$ 14 per barrel menjadi US$ 26 per barrel. Krisis energi pertama dan kedua memberikan keuntungan yang melimpah kepada negara-negara penghasil minyak, salah satunya Indonesia. Penerimaan yang besar dari penjualan minyak mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi BBM dan Tarif listrik.
Krisis energi keempat yang terjadi pada tahun 2005 telah meningkatkan harga minyak dunia hingga US$ 60,63 per barrel. Peningkatan kali ini tidak memberikan keuntungan kepada Indonesia melainkan mengakibatkan beban subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena Indonesia mulai berubah status dari negara eksportir menjadi negara net-importir. Seiring bertambahnya jumlah penduduk konsumsi BBM semakin meningkat sedangkan produksi BBM semakin menurun. Atas pertimbangan tersebut pemerintah menaikan harga BBM dalam negeri pada 1 Oktober 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg, serta pengaruhnya terhadap daya bayar cicilan kredit motor. Analisis data dilakukan setelah data primer berhasil dikumpulkan dari kegiatan penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya disajikan dalm bentuk tabel dan uraian. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian.
Oleh
ANADIA RAHMADINI H14103075
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh; Nama Mahasiswa : Anadia Rahmadini Nomor Register Pokok : H14103075 Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbingan,
Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A. NIP. 131 404 217
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2004
Anadia Rahmadini
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojeg Pengguna Kredit Motor)”. Kenaikan harga BBM merupakan topik yang sangat menarik karena dalam kenaikan harga BBM terdapat pihak yang pro dan kontra. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kota Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.
2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M. Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan.
3. Widyastutik, S.E., M.Si., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.
4. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.
Depe, Asih, Tanti, dan Echa).
8. Teman seperjuangan (Eka Sari Ningsih, Rizki Amelia, dan Halida Fatimah).
9. Teman-teman IE angkatan 40 dan 41 (Ipul dan Heri).
10.Guru-guru SMK Negeri 2 Bogor jurusan teknik elektronika khususnya kepada Bapak Yuniarto Triadi.
11.Guru-guru SMU Negeri 1 Bogor yang telah membimbing, dan memberikan masukan kepada penulis.
12.Keluarga besar tercinta di Bukittinggi dan Malaysia yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.
Bogor, September 2007
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL……….. iii
DAFTAR GAMBAR……….. iv
DAFTAR LAMPIRAN……….. v
I. PENDAHULUAN………. 1
1.1. Latar Belakang……….. 1
1.2. Perumusan Masalah……….. 7
1.3. Tujuan Penelitian……….. 10
1.4. Manfaat Penelitian……… 11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian……… 11
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN……… 12
2.1. Tinjauan Teori………... 12
2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia……….. 12
2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM………... 13
2.1.3. Definisi Transportasi……….. 18
2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga…………. 19
2.1.5. Kredit Perorangan……… 21
2.2. Penelitian Terdahulu………. 24
2.3. Kerangka Pemikiran………. 25
III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 28
3.1. Wilayah Penelitian……… 28
3.2. Jenis dan Sumber Data………. 28
3.3. Metode Pengambilan Sampel……….. 29
3.4. Metode Analisis Data……….. 30
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH………. 31
4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor……… 31
4.3. Perekonomian Kota Bogor……….... 34
4.4. Sarana dan Prasarana Transportasi……… 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 40
5.1. Profil Pengojeg Sepeda Motor……….. 40
5.1.1. Gender……….. 40
5.1.2. Usia………..……… 40
5.1.3. Pendidikan……… 42
5.1.4. Masa Kerja………... 43
5.1.5. Jam Kerja Per Hari………... 44
5.1.6. Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM)…………. 44
5.2. Kenaikan Tarif Ojeg, dan Perubahan Penerimaan Pengojeg Motor……… 45
5.3. Perubahan Pengeluaran Biaya Operasional Pengojeg Motor.. 47
5.4. Penerimaan Bersih dan Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor ……… 50
5.5. Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor………... 56
5.6. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 59
5.7. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pengeluaran Rumah Tangga Pengojeg Motor……… 60
5.8. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Daya Bayar Kredit Motor Pengojeg…..………..……….... 61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….….… 62
DAFTAR PUSTAKA………..… 64
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Kondisi Perminyakan Indonesia (Ribu Barrel)………. 4
2.1. Harga BBM Per 1 Oktober 2005……….. 5
2.2. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM (Persen)…… 17
3.1. Responden Penelitian……… 29
4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 1987-2005… 33 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2005……….. 34
4.3. PDRB Kota Bogor Tahun 2001-2005………... 35
4.4. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2005... 35
4.5. Panjang Jalan Menurut Keadaan dan Status Jalanan di Kota Bogor Tahun 2005……….………. 36
4.6. Jumlah Kendaraan di Kota Bogor Tahun 2001-2006……….. 37
4.7. Tingkat Kecelakaan Kota Bogor……….. 39
4.8. Perkembangan Kriminalitas Kota Bogor………. 39
5.1. Kepemilikan SIM………. 45
5.2. Perubahan Tarif, dan Penerimaan Kotor Per Hari……….... 47
5.3. Rata-rata Pengeluaran Pengojeg Motor Per Hari………. 48
5.4. Rata-rata Penerimaan Bersih Pengojeg Motor Per Hari Kerja…... 50
5.5. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM (Rupiah) ……… 52
5.6. Pendapatan dan Penghasilan Tambahan Pengojeg Motor Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM (Rupiah) ………. 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI Kuartal I (2005-2006) 8 1.2. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara…………..…. 15 2.1. Kerangka Analisis Penelitian……….. 27 5.1. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Usia………....… 41 5.2. Frekeunsi Pengojeg Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga… 42 5.3. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan….... 43 5.4. Frekuensi Pengojeg Berdasarkan Masa Kerja……….…… 43 5.5. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Sebelum
KenaikanHarga BBM……….…… 51
5.6. Persentase Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Setelah
Kenaikan Harga BBM………..……….…. 53 5.7. Persentase Net Balance Rumah Tangga Pengojeg Setelah
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan
Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor……….…….. 66 2. Pendapatan Rumah Tangga Pengojeg Motor Per Bulan
Setelah Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor………..…….. 68 3. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg Motor
Per Bulan Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor…….……. 70 4. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengojeg Motor
Per Bulan Setelah Kenaikan Harga BBM di Kota Bogor………. 72 5. Data dasar Pengolahan Uji t ……… 74 6. Hasil Uji t untuk Pendapatan……….……….. 76 7. Hasil Uji t untuk Pengeluaran……….. 76 8. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pendapatan………. 77 9. Ringkasan Hasil Uji t untuk Pengeluaran……… 78 10.Kuisioner Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan sumber
daya alam, baik yang terdapat di daratan maupun di lautan. Kekayaan alam
yang dimiliki berupa hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan dan
pertambangan. Kekayaan alam yang melimpah terutama hasil tambang
berupa minyak bumi telah mengikutsertakan Indonesia sebagai salah satu
anggota dari OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). OPEC
merupakan organisasi yang terdiri dari negara-negara penghasil minyak
bumi. Menurut Pamungkas dan Hidayat OPEC bertujuan
“mempertahankan harga minyak atau menentukan harga sehingga
menguntungkan negara produsen, dan mengatur hubungan dengan
perusahan-perusahaan minyak asing atau pemerintah negara-negara
konsumen”.Peranan OPEC sangat besar ketika terjadi perang Yom Kipur antara 1
Arab dan Israel pada tahun 1973-1974 yang mengakibatkan negara-negara
Arab memboikot untuk mengirim minyak ke Amerika dan Eropa. Perang
tersebut menyebabkan krisis energi pertama sehingga harga minyak dunia
naik tiga kali lipat dari US$ 4 per barrel menjadi US$ 12 per bar rel. Hal
yang serupapun terjadi pada tahun 1978-1979 ketika terjadi revolusi Iran
yang berakibat penghentian produksi minyak oleh Iran ke negara-negara
Barat. Krisis energi kedua ini menyebabkan kenaikan harga minyak dunia
1 Pamungkas dan Syamsul Hidayat. 1998. Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap. Surabaya :
hingga dua kali lipat dari US$ 14 menjadi US$ 26. Kedua krisis energi
tersebut membuat negara-negara yang tergabung di dalam OPEC mendapat
keuntungan yang berlipat akibat melambunganya harga minyak dunia.
Indonesia yang menjadi salah satu negara anggota OPEC ikut
merasakan keuntungan yang berlipat akibat krisis energi pertama dan
kedua, yang terkenal dengan Oil Boom. Penerimaan yang besar dari hasil
penjualan minyak bumi telah mendorong pemerintah untuk memberikan
subsidi kepada masyarakat berupa subsidi harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) dan subsidi Tarif Dasar Listrik (TDL). Pemberian subsidi tersebut
bertujuan untuk meningkatkan pembangunan, menarik para investor asing
agar menanamkan modal di Indonesia, dan membantu orang-orang miskin
yang ada di Indonesia. Pemberian subsidi tersebut memberikan dampak
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bersama negara Malaysia dan
Thailand, Indonesia mendapat julukan sebagai “Macan Asia”. Selain
mendapat julukan tersebut Indonesia juga mendapat julukan sebagai NICs
(New Industrial CountriesPemberian subsidi yang bertujuan untuk membantu orang-orang ).
miskin, pada kenyataannya sebagian besar yang menikmati subsidi tersebut
adalah golongan masyarakat menengah ke atas, dan bukan golongan
masyarakat miskin. Padahal, beban subsidi yang diberikan pemerintah telah
memberatkan APBN Indonesia.
Perekonomian Indonesia yang belum pulih benar akibat krisis
ekonomi, kembali dihadapkan pada krisis energi keempat. Krisis energi
barel.2 Peningkatan harga minyak tersebut membuat beban subsidi energi
bertambah besar, Prihandana mengatakan “subsidi meningkat lagi dengan
pesat pada tahun 2004, menjadi tidak kurang dari 80 triliun rupiah, karena
harga minyak internasional meningkat sampai tiga kali lipat. Tahun 2005,
subsidi ditetapkan Rp 89 triliun”.3
Kenaikan harga minyak dunia kali ini tidak memberikan keuntungan
terhadap Indonesia. Peningkatan konsumsi dan penurunan produksi BBM
dalam negeri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia
mulai berubah status menjadi negara net importir. Adanya subsidi energi
menyebabkan harga BBM di Indonesia menjadi murah, hal ini menimbulkan
pola konsumsi BBM yang cenderung konsumtif, selain itu tingginya
perbedaan harga BBM dalam negeri dengan luar negeri menyebabkan
terjadi penyelundupan BBM. Dari sisi produksi BBM mengalami
penurunan, dikarenakan sumur-sumur minyak yang ada sudah tua,
teknologi yang digunakan sudah ketinggalan zaman, dan ditambah dengan
iklim investasi di sektor pertambangan minyak yang kurang kondusif.
Tingginya tingkat konsumsi yang tidak diimbangi oleh peningkatan produksi
BBM menyebabkan defisit BBM, sehingga untuk mencukupi kebutuhan
minyak dalam negeri, dilakukan dengan cara mengimpor.
Tabel 1.1. Kondisi Perminyakan Indonesia (Ribu Barrel)
2 Teguh Dartanto. BBM, Kebijakan Energi, Subsidi, dan Kemiskinan di Indonesia.
http://www.oi.ppi-jepang.org.artcle.php?id=102 [1 Oktober 2005].
3 Rama Prihandana. 2006. Dari Energi Fosil Menuju Enegi Hijau. Jakarta: Proklamasi
Kondisi Perminyakan Indonesia
2000 2001 2002 2003 2004
Produksi minyak 1272.5 1214.2 1125.4 1139.6 1094.4 Konsumsi minyak 996.4 1026.0 1075.4 1112.9 11143.7 Impor minyak mentah 219.1 326.0 327.7 306.7 330.1 Ekspor minyak mentah 622.5 599.2 639.9 433.0 412.7 Kapasitas pengilangan 1057.0 1057.0 1057.0 1057.0 1055.5 Output pengilangan 968.2 1006.1 1002.4 944.4 1011.6 Cadangan minyak
(MB)*
5123.0 5095.0 4722.0 4320.0 4301.0
Sumber: Dartanto (2005)
Volume impor yang semakin meningkat dan biaya untuk subsidi yang
semakin bertambah, sedangkan penerimaan dari ekspor yang semakin
menurun, mengakibatkan biaya pengadaan BBM menjadi tinggi. Ketika
harga minyak dunia melonjak di luar kewajaran dari anggaran pemerintah,
hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan defisit anggaran. Prihandana
mengatakan : Terdapat beberapa pertimbangan mengapa pemberian subsidi BBM harus dikurangi. Pertama, pemberian subsidi BBM membuat pemberian subsidi untuk pendidikan, pangan, kesehatan, dan perumahan berkurang. Kedua, BBM yang di subsidi sebenarnya hanya menimbulkan disparitas harga, yang pada akhirnya akan mendorong penyelundupan. Ketiga, subsidi BBM yang jumlahnya sangat besar itu ternyata kebanyakan dinikmati oleh kelompok orang yang mampu.4
Atas beberapa pertimbangan tersebut pemerintah mencabut subsidi
BBM dengan menaikkan harga minyak dalam negeri mengikuti kenaikan
harga minyak dunia. Sehingga pada 1 Oktober 2005 harga BBM dalam
negeri naik hingga mencapai rata-rata 100 persen. Hal ini tercantum dalam
Peraturan Presiden No. 5 tahun 2005 mengenai kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Tabel 1.2. Harga BBM Per 1 Oktober 2005 Jenis BBM Keterangan
Harga
Harga eceran 2.400 4.500 87,5
Premium
Harga industri
5.160 5.160
-Harga eceran 700 185,7
Minyak
Tanah Harga
industri
2.200 2.000 -10,0
Harga eceran 2.100 4.300 104,8
Minyak
Solar Harga
industri
5.350 5.350
-Harga eceran 2.300 123,0
Minyak
Diesel Harga
industri
5.130 5.130
-Harga eceran 2.600 21,2
Minyak
Bakar Harga
industri
3.150 3.150
-Sumber: Pertamina (2006)
Dari Tabel 1.2 dapat dilihat untuk BBM jenis premium mengalami
kenaikan sebesar 87,5 persen, untuk jenis minyak tanah mengalami
kenaikan harga sebesar 185,7 persen, minyak solar mengalami kenaikan
harga sebesar 104,8 persen, minyak diesel mengalami kenaikan harga
sebesar 123 persen dan minyak bakar mengalami kenaikan harga sebesar
21,2 persen. Pencabutan subsidi BBM oleh pemerintah dialihkan dalam program
kompensasi kenaikan harga BBM, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).
BLT merupakan bantuan langsung yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat miskin sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga. Pemberian
BLT ini bertujuan agar subsidi yang diberikan pemerintah dapat langsung
menyentuh masyarakat miskin, sehingga subsidi tidak salah sasaran.
Peristiwa kenaikan harga BBM selalu menjadi sorotan tajam dari
dengan aksi-aksi demonstrasi dan sering berakhir dengan kericuhan dari
para pendemo dengan aparat hukum. Menurut Hasan penolakan kenaikan
harga BBM yang dilakukan kalangan masyarakat berdasarkan alasan :
Pertama, masyarakat belum yakin benar pemerintah dapat mengendalikan dampak dari kebijakan ini terhadap kenaikkan berbagai kebutuhan hidup. Kedua, masyarakat belum yakin bahwa program kompensasi BBM akan dapat mereka nikmati sebagaimana pemerintah janjikan. Ketiga, masyarakat belum dapat membeli alasan keadilan yang melatar belakangi kenaikkan harga BBM sebagaimana yang disampaikan pereintah.5
Program kompensasi BBM yang ada selama ini disinyalir sebagai
pembagian rezeki kepada instansi-instansi pemerintah yang menjadi
pelaksana dan penanggung jawab program tersebut, sehingga tingkat
keefektivitasan program tersebut kecil dirasakan oleh masyarakat.
Kenaikan harga BBM yang mencapai rata-rata 100 persen akan
memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat. Akibat dari
kenaikan harga BBM tersebut telah menimbulkan inflasi yang tercermin
dari naiknya harga sejumlah komponen kebutuhan pokok masyarakat
berupa barang dan jasa. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS),
tingkat inflasi meningkat setelah kenaikan harga BBM sebesar 17,11 persen.
Dampak kenaikan harga BBM juga dirasakan oleh perusahaan-perusahaan,
karena telah menyebabkan biaya produksi meningkat, hal inipun ditambah
dengan permintaan kenaikan upah dari para pekerja akibat meningkatnya
biaya hidup. Dampaknya banyak perusahaan yang gulung tikar dan
merumahkan atau melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
5 M. Fadhil Hasan. Kenapa Kenaikan Harga BBM di Tolak ?
Di tengah kehidupan sosial ekonomi yang terhimpit krisis, kebutuhan
hidup masyarakat semakin melambung, yang menyebabkan daya beli
masyarakat menurun, karena dari segi pendapatan yang diterima belum
tentu mengalami peningkatan. Kondisi ini akan menurunkan daya tahan
ekonomi masyarakat serta kualitas hidup msyarakat yang akan mengalami
penurunan, terutama kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah,
seperti pedagang kecil, pengojeg motor dan sopir. Penurunan kesejahteraan
masyarakat akan menimbulkan masyarakat miskin di Indonesia yang akan
meningkat jumlahnya akibat kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005.
“Dikatakan jumlah penduduk miskin bertambah drastis, hingga maret 2006,
jumlahnya meningkat 50 persen dibandingkan tahun 2004, dari 36,1 juta
jiwa menjadi 50 juta jiwa”.6
1.2. Perumusan Masalah
Kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata
100 persen, telah mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia. Karena
secara tidak langsung kenaikan tersebut akan meningkatkan biaya produksi
barang dan jasa dan menambah beban hidup masyarakat. Bertambahnya
beban hidup masyarakat yang tidak diimbangi bertambahnya pendapatan
dapat menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Adanya penurunan
daya beli masyarakat akan mempengaruhi pasar dan kinerja suatu
perusahaan. Salah satu industri yang terkena dampak dari kenaikan harga BBM
adalah industri otomotif, salah satunya industri sepeda motor. Kenaikan
6 Anonim. 2006. Orang Miskin Naik 50 Persen Paling Banyak Bekasi [Kompas Online].
harga BBM telah mempengaruhi pasar sepeda motor dari segi penjualan.
Penurunan daya beli masyarakat terhadap sepeda motor tercermin dari
hasil penjualan pada kuartal pertama tahun 2006.
Dari data penjualan sepeda motor pada kuartal pertama di tahun
2006 yang dibandingkan dengan penjualan pada kuartal pertama di tahun
2005 dapat dilihat dari Gambar 1.1, menunjukan tren penjualan sepeda
motor yang mengalami penurunan. Penurunan sebesar 31 persen terjadi di
bulan Januari, penurunan 9 sebesar persen di bulan Februari dan
penurunan sebesar 34 persen terjadi di bulan Maret.
387,083
364,406 400,72
266,618
330,767
264,615
Januari Februari Maret
Penjualan Sepeda Motor Kuartal I 2005 Penjualan Sepeda Motor Kuartal I 2006
Sumber : AISI dalam Warta Ekonomi (2006)
Gambar 1.1. Laju Penjualan Sepeda Motor Anggota AISI Kuartal I (2005 - 2006)
Penurunan penjualan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan
industri sepeda motor. Tingginya tingkat suku bunga dan inflasi telah
membuat pasar motor tidak bergerak dan menggeser prioritas barang yang
hendak dibeli oleh masyarakat, karena sebagian besar penjualan sepeda
90 persen pasar sepeda motor di Indonesia itu adalah konsumen dengan
sistem kredit”.7 Dalam keadaan seperti ini permintaan akan sepeda motor
tidak akan bertambah, akibatnya pabrik-pabrik yang harus menyesuaikan
produksinya dengan permintaan pasar. Kenaikan harga BBM tidak hanya
berpengaruh terhadap pasar sepeda motor namun memberikan dampak
terhadap potensi terjadinya kredit macet. Mengingat sebagian besar dari
konsumen motor adalah masyarakat golongan menengah ke bawah, yang
melakukan pembelian secara kredit. Adanya kenyataan kenaikan harga
barang dan jasa yang meningkatkan biaya hidup, sedangkan pendapatan
yang diterima belum tentu meningkat. Berakibat terhadap
ketidakseimbangan antara tingkat pengeluaran dan pendapatan
rumahtangga yang melakukan kredit sepeda motor. Ketidakseimbangan
tersebut akan mempengaruhi penurunan daya bayar cicilan kredit.
Penurunan daya bayar yang dialami dapat berpotensi terhadap timbulnya
kredit macet.
Bagi sebagian orang sepeda motor tidak hanya digunakan sebagai
alat transportasi tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian. Salah satu
profesi yang dapat ditekuni dengan menggunakan motor adalah mengojeg
motor. Para pengojeg motor pada umumnya adalah masyarakat kecil, yang
berpendapatan rendah dan menggantungkan hidup keluarganya pada mata
pencaharian tersebut. Para pengojeg merupakan bagian dari angkatan kerja yang kurang
beruntung dalam mendapatkan kesempatan kerja, karena tingkat keahlian
7Anonim. 2006. Keras, Persaingan Sepeda Motor di Tahun 2007.
yang dimiliki terbatas. Selain keterbatasan keahlian para pengojeg juga
memiliki keterbatasan dalam hal keuangan. Sehingga untuk memiliki sebuah
sepeda motor baru, jalan yang ditempuh para pengojeg adalah dengan
mengkredit sepeda motor tersebut. Namun adanya kenaikan harga BBM
telah mempengaruhi tingkat pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
pengojeg, yang berpengaruh terhadap kemampuan daya bayar cicilan kredit
motor.
Berdasarkan latar belakang yang telah diketahui, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan
rumah tangga pengojeg motor ?
2. Bagaimanakah dampak kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran
rumah tangga pengojeg, baik kebutuhan makanan dan nonmakanan
?
3. Bagaimanakah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya bayar
kredit pengojeg motor ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat
pendapatan rumah tangga pengojeg motor.
2. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap tingkat
3. Mengetahui pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya bayar
cicilan kredit motor.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
gambaran umum terhadap kehidupan ekonomi pengojeg motor.
2. Bagi pembuat kebijakan, diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pembuat kebijakan yang dapat membawa
dampak bagi kehidupan orang banyak.
3. Bagi masyarakat, diharapkan memberikan gambaran umum terkait
masalah penerimaan dan pengeluaran setelah kenaikan harga BBM.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah para pengojeg yang
melakukan pembelian motor secara kredit. Untuk melihat dampak dari
kenaikan harga BBM terhadap rumah tangga pengojeg. Responden dalam
penelitian ini adalah para pengojeg yang melakukan pembelian motor secara
kredit, dengan pembayaran kredit yang dilakukan pada masa sebelum dan
sesudah kenaikan harga BBM, serta pengojeg yang mengalami persaingan
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Kondisi Umum Kehidupan Masyarakat Miskin di Indonesia
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia mempunyai perhatian
yang cukup besar terhadap pengentasan kemiskinan. Besarnya perhatian
tersebut tercantum dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945,
melalui program pembangunan bertujuan menciptakan masyarakat yang
adil dan makmur, sehingga menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini masih menjadi
masalah yang berkepanjangan. Penduduk miskin dari tahun 1976-1996 berdasarkan data BPS,
menunjukkan penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.
Pada tahun 1976, penduduk miskin yang ada di Indonesia sebesar 54,2 juta
jiwa atau sekitar 40,1 persen dan berkurang menjadi 22,5 juta jiwa atau
sebesar 11,3 persen pada tahun 1996. Hal ini membuktikan
program-program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah berpengaruh
terhadap penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di Indonesia.
Jumlah masyarakat miskin di Indonesia yang mulai menurun, harus
dihadapkan dengan kenyataan krisis ekonomi pada tahun 1997 yang
penduduk miskin yang ada di Indonesia menjadi 49,5 juta jiwa atau sebesar
24,2 persen. Peningkatan tersebut membuat pemerintah mengeluarkan
program-program penanggulangan kemiskinan secara besar-besaran
diantaranya program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Usaha yang dilakukan
oleh pemerintah memberikan hasil, berdasarkan data BPS jumlah penduduk
miskin di Indonesia menurun dengan jumlah 35,1 juta jiwa atau sebesar
15,97 persen di tahun 2005. Tahun 2006 jumlah masyarakat miskin
bertambah jumlahnya menjadi 39,3 juta atau sebesar 17,75 persen di tahun
2006.8
Pertambahan jumlah masyarakat miskin dikarenakan beban biaya
kebutuhan hidup sehari-hari yang meningkat, akibat kenaikan harga BBM 1
Oktober 2005 yang mencapai rata-rata 100 persen. Peningkatan pengeluaran
yang tidak diimbangi peningkatan pendapatan rumah tangga akan
menambah beban ekonomi dan menurunkan daya tahan ekonomi serta
kualitas hidup masyarakat. Dilain pihak perusahaan mengalami hal yang
sama, dimana peningkatan harga barang dan jasa lainnya telah
meningkatkan biaya produksi perusahaan. Peningkatan biaya produksi yang
tidak diikuti peningkatan penjualan, akibat menurunnya daya beli
masyarakat, akan menurunkan kinerja perusahaan, dan pada akhirnya
perusahaan melakukan PHK terhadap karyawannya. Kenaikan harga BBM
pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata 100 persen dapat
8Aryo Adi Prabowo. 2007. Jumlah Penduduk Miskin Indonesia. http://www.liputan6.com/news/?id
mempengaruhi pertambahan jumlah masyarakat miskin dan pengangguran
di Indonesia.
2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu kekayaan alam
yang dimiliki oleh Indonesia, yang dalam pengolahan dan penyalurannya
dikuasai oleh negara. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, yang
berasal dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung
minyak. BBM merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses
transformasi minyak bumi. Menurut pasal 3 Undang-undang No. 4 Perpu
tahun 1960, bahan galian minyak dan gas bumi adalah kekayaan nasional,
dikuasai oleh negara sedangkan usaha pertambangan dilaksanakan oleh
perusahaan negara. Pasal tersebut menjelaskan dalam pengolahan minyak
mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya oleh negara yang penguasaannya
diwakili oleh pemerintah.
Penguasaan yang dilakukan tersebut dijalankan oleh Pertamina,
selaku Badan Usaha Milik Negara. Menurut Undang-undang No.8 tahun
1971 Pertamina mempunyai tugas meliputi kegiatan ekplorasi, eksploitasi,
pemurnian, dan pengolahan. Dalam kenyataannya Pertamina belum mampu
melaksanakan sendiri kegiatan tersebut. Sehingga dalam memproduksi BBM
(Contrak Production Sharing) atau yang lebih dikenal dengan KPK. Dari
kerjasama tersebut hasil produksi minyak Indonesia dibagi dengan KPK,
dengan hasil yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kerjasama antara Pertamina
dan pihak ketiga tersebut dibenarkan dalam pasal 12 UU No.8 tahun 1971.
Menurut UU No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi
dinyatakan bahwa migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh
negara dan pemerintah yang ditetapkan sebagai pemegang kuasa
pertambangan. Dikatakan pula bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan
kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dikeluarkannya
UU tersebut untuk memperbaiki kondisi yang ada selama ini, agar
pengelolaan migas lebih mengacu kepada mekanisme pasar.
Tingginya harga minyak dunia akibat krisis energi keempat yang lalu
membuat pemerintah kesulitan menutupi besarnya subsidi BBM yang
semakin meningkat seiring peningkatan harga minyak dunia. Subsidi BBM
yang diberikan pemerintah membuat harga domestik menjadi murah, hal ini
mendorong tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Tingginya penggunaan
BBM di Indonesia tidak hanya dikarenakan peningkatan konsumsi BBM
Sumber : Dartanto (2005)
Gambar 2.1. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara
Dari Gambar 2.1 terlihat perbandingan harga BBM Indonesia yang
rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti India.
Harga jual BBM di Indonesia tergolong lebih murah bila dibandingkan
dengan negara berkembang lainnya, adanya tingkat perbedaan harga ini
memunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Oknum-oknum tersebut mencari keuntungan lebih dengan menjual BBM ke negara
lain, karena harga jual yang lebih tinggi sehingga memberikan keuntungan
yang lebih besar. Dalam hal ini pemerintah menjadi pihak yang dirugikan,
karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang
menyebabkan defisit APBN. Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu orang-orang
miskin di Indonesia, ternyata telah salah sasaran. Pada kenyataannya
penikmat terbesar subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah
kelompok orang mampu. Karena pemberian subsidi BBM tidak
membeda-bedakan golongan masyarakat. Alasan keadilan terhadap masyarakat miskin
mengurangi subsidi BBM, dengan cara menaikan harga BBM dalam negeri,
pada 1 Oktober 2005 dengan kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 100
persen.
Pengurangan subsidi BBM tersebut kemudian dialihkan ke sektor
lain berupa program kompensasi kenaikan harga BBM. Program ini
bertujuan agar subsidi tepat sasaran kepada masyarakat miskin. Program
yang baru diluncurkan oleh pemerintah adalah berupa Bantuan Langsung
Tunai (BLT) sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga miskin.
Namun bila dilihat dari Tabel 2.1 mengenai program kompensasi
BBM yang sudah ada, tingkat efektivitasnya amat rendah, untuk program
kartu sehat tingkat efektivitasnya mencapai 26,53 persen, program raskin
tingkat efektivitasnya hanya mencapai 25,93 persen, program beasiswa
tingkat efektivitasnya cukup tinggi dari program lainya yang mencapai 37,99
persen, sedangkan dana bergulir tingkat efektivitasnya paling rendah yaitu
9,89 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa program
kompensasi yang selama ini berjalan tidak efektif dan tidak menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Hal ini disinyalir karena terjadinya
penyalahgunaan dana kompensasi oleh oknum terkait, karena salah satu
faktor penyebabnya terkait dengan tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) di Indonesia yang masih tinggi.
Tabel 2.1. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM (Persen) Tingkat Efektivitas Kompensasi
Harga BBM Program Bantuan
2002 2003 2004
Kartu Sehat 28,07 27,14 26,53
Raskin (Beras Miskin) 27,55 26,97 25,93
Beasiswa 38,59 39,46 37,99
Sumber : Prihandana (2006).
Tujuan pemerintah untuk menyentuh secara langsung masyarakat
miskin melalui program BLT mendapat kritikan. Karena uang sebesar Rp.
100.000 yang diberikan per bulan hanya dalam tempo yang singkat akan
habis, setelah itu masyarakat miskin tersebut akan kembali menjadi miskin.
Pemberian subsidi seperti ini dapat menimbulkan mental miskin terhadap
sebagian masyarakat, mereka akan berebut dikatakan miskin agar
mendapat bantuan. Pemerintah seharusnya membangun mental masyarakat
untuk maju, kreatif, mandiri dan inovatif dengan menciptakan berbagai
iklim kerja yang kondusif. Sehingga program kompensasi BBM dapat
membawa masyarakat miskin keluar dari kemiskinannya.
2.1.3. Transportasi
Transportasi merupakan hal yang penting di dalam kehidupan
manusia dan sebagai mobilitas manusia dan barang sehari-hari.
Perkembangan dan kemajuan pembangunan suatu daerah bergantung
terhadap peran transportasi. Maka diperlukanlah suatu sistem yang dapat
memberikan pelayanan yang cukup, baik kepada masyarakat secara umum
maupun secara pribadi, sehingga rasa aman, nyaman, cepat, dan dapat
diandalkan oleh para penggunanya. Definisi trasportasi menurut Simbolon
umum maupun pribadi dengan menggunakan mesin atau tidak menggunakan mesin.9
BPS membedakan alat transportasi darat menjadi beberapa alat yaitu
: 10
1. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan teknik yang ada pada kendaraan itu, biasanya digunakan untuk
angkutan orang atau barang di jalan, selain kendaraan yang berjalan di
atas rel. Kendaraan bermotor yang dicatat adalah semua kendaraan
bermotor kecuali kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dan Korps Diplomatik.
2. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
dengan tempat duduk untuk sebanyak-banyaknya delapan orang, tidak
termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak
dilengkapi dengan bagasi.
3. Mobil bis adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan
tempat duduk untuk lebih dari delapan orang, tidak termasuk tempat
duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi atau tidak dilengkapi dengan
bagasi.
4. Mobil beban adalah setiap kendaraan bermotor yang digunakan untuk
angkutan barang, selain mobil penumpang, mobil bis dan kendaraan
bermotor roda dua.
5. Sepeda motor adalah setiap kendaraan bermotor yang beroda dua.
6. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak (listrik, diesel, atau
tenaga uap) baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan
kendaraan lainnya, yang akan atau sedang bergerak di jalan rel, yang
meliputi kereta penumpang dan kereta barang.
9 Maringan Masry Simbolon. 2003. Ekonomi Transportasi. Jakarta: Ghalia Indah. hal 1.
10Badan Pusat Statistik. Konsep dan Definisi Transportasi.
2.1.4. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Salah satu indikator yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan
adalah perubahan pola konsumsi penduduk. Terkait hubungan antara
pendapatan dan konsumsi rumah tangga telah dipelajari oleh salah satu
pakar ekonomi Ernest Engel (1821-1896). Hukum Ernest Engel
mengemukakan bahwa “bagian pendapatan yang digunakan untuk belanja
makanan cenderung menurun jika pendapatannya meningkat”.11 Artinya,
semakin meningkat kesejahteraan seseorang atau kelompok masyarakat,
maka semakin berkurang persentase pengeluaran untuk makanan.
Berdasarkan hukum Engel dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
peningkatan kesejahteraan, terlihat dari pola konsumsi penduduk terhadap
makanan yang menunjukkan penurunan, dari 69,5 persen tahun 1980, 56,86
persen tahun1993Saefudin dan Marisa dalam penelitian yang dilakukan oleh Inayati 12, menjadi 53,86 persen pada tahun 2005.13
tahun 2006 mengemukakan definisi rumah tangga, pendapatan dan
pendapatan rumah tangga : 14
1. Rumah tangga adalah semua anggota keluarga yang termasuk satu
unit anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang
sedang sekolah di kota atas biaya keluarga dan orang lain yang ikut
11 Walter Nicholson. 2002. Mikro Intermediate dan Aplikasinya. Jakarta: Erlangga. hal 94. 12 BPS.1993. Statistik Indonesia Tahun 1993.hal 525.
13 BPS. 2006. Statistik Indonesia Tahun 2005/2006. hal 485.
14 Saefudin dan Marisa dalam Hani Inayati. 2006. Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap
Pendapatan dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha
Angkot di Kota Bogor (Studi Kasus Trayek 03 Jurusan Baranangsiang-Bubulak) [skripsi].
makan secara teratur, meskipun tidak tidur di rumah, tetapi tidak
termasuk orang yang tinggal di rumah tetapi tidak makan.
2. Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang
atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu :
a. Gaji dan upah, yaitu imbalan yang diperoleh seseorang setelah
melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta
atau pemerintah (di pasar tenaga kerja).
b. Pendapatan dari usaha sendiri, yaitu nilai total hasil produksi
dikurangi biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang atau
natura).
c. Pendapatan dari sumber lain, yaitu pendapatan yang diperoleh
tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain hasil dari
menyewakan aset (ternak, rumah dan barang lain), bunga
uang, sumbangan dari pihak lain atau pension.
3. Pendapatan rumah tangga, yaitu total pendapatan dari setiap anggota
rumah tangga dalam bentuk uang atau natura, yang diperoleh baik
sebagai gaji atau upah, usaha rumah tangga atau sumber lain.
2.1.5. Kredit Perorangan
Definisi kredit berdasarkan Undang-undang No.10 tahun 1998 adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit
perorangan merupakan kredit untuk membiayai kebutuhan barang dan jasa
yang bersifat konsumtif. Perkembangan kredit perorangan dalam suatu
negara berhubungan erat dengan perkembangan pendapatan penduduk
yang memiliki pekerjaan tetap, terutama bagi masyarakat yang tergolong
kelas menengah, selain itu dipengaruhi pula oleh kecanggihan pola konsumsi
masyarakatnya. Semakin tinggi pendapatan dan pola konsumsinya maka
akan semakin banyak muncul kebutuhan barang dan jasa mewah yang
diingginkan. Sutojo mengatakan :
Semakin bertambah pendapatan masyarakat suatu negara akan semakin banyak muncul jenis kebutuhan barang konsumtif tahan lama atau barang konsumsi rumah tangga dengan nilai tinggi (misalnya; rumah tinggal, villa, kendaraan bermotor, alat-alat elektronik, pakaian dan perhiasan mewah). Demikian pula dengan semakin canggihnya pola konsumsi masyarakat, akan semakin banyak timbul kebutuhan akan barang dan jasa mewah yang lainnya (misalnya; tamasya atau studi ke luar negeri, tamasya dalam negeri, dan berbelanja di berbagai pusat perbelanjaan, dan rumah makan kelas atas).15
Sehingga bila jumlah penduduk yang berpenghasilan cukup di suatu negara
meningkat, maka akan semakin banyak jumlah kredit yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif tersebut.
Kredit perorangan ditawarkan dalam berbagai macam bentuk secara
umum, kredit perorangan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil (installment
loans),
15 Siswanto Sutojo. 1997. Analisa Kredit Bank Umum Konsep dan Teknik. Jakarta: Pustaka
2. Kredit dengan penarikan dan pembayaran kembali sekaligus (single
payment loans) dan,
3. Kredit dengan plafon (over draft checking lines).
Nilai kredit dengan pembayaran kembali secara mencicil, merupakan
bagian terbesar dari seluruh jumlah kredit perorangan yang terjadi. Hal ini
dikarenakan pembayaran kembali kredit perorangan secara mencicil
dirasakan lebih ringan oleh pihak peminjam.
Kredit perorangan juga dapat dibagi menjadi dua yaitu kredit
dengan jaminan dan kredit tanpa jaminan. Pihak bank dan lembaga lainnya
akan memberikan kredit kepada debitur tanpa jaminan, bila pihak
peminjam perorangan dapat membuktikan bahwa secara finansial mereka
cukup kuat, antara lain dengan membuktikan bahwa mereka bekerja pada
atau mengusahakan sebuah badan usaha yang kuat dengan penghasilan yang
cukup. Tidak lancarnya pembayaran cicilan kredit perorangan oleh pihak
peminjam akan menyebabkan kredit macet atau Noan Performing Loan
(NPL). Kredit yang bermasalah ini menurut Sutojo dapat disebabkan oleh
“tidak dipatuhinya standar persyaratan pemberian kredit, lemahnya usaha
koleksi cicilan, dan menurunnya kondisi ekonomi setempat”.16
Tidak dipatuhinya standar persyaratan pemberian kredit, dapat
terjadi karena ketidakcermatan dalam melakukan analisis kredit. Dimana
berdasarkan analisis kredit pihak peminjam yang diperbolehkan diberi
pinjaman, bila pendapatan tetap bulanan harus lebih besar dari pengeluaran
tetap perbulan, yang termasuk pengeluaran tetap perbulan adalah biaya
rumah tangga seperti sewa rumah, uang sekolah, biaya kesehatan, dan
sebagainya. Selain karena ketidakcermatan dalam analisis, hal ini dapat
terjadi karena moral Hazard, dari petugas yang diberi tugas mensurvei ke
rumah calon peminjam.
Lemahnya usaha koleksi cicilan diakibatkan karena kepatuhan pihak
peminjam yang dipengaruhi watak yang dimilikinya. Banyak pihak
peminjam yang sukarela membayar cicilannya sesuai dengan jadwal, tetapi
tidak sedikit yang perlu diberi peringatan dahulu untuk membayar
cicilannya.
Adanya resesi ekonomi dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
pendpatan, bahkan mengakibatkan terjadinya PHK. Kondisi yang tidak
menguntungkan seperti itu dapat mengganggu stabilitas sumber dana
pembayaran cicilan kepada pihak bank dan lembaga lainnya. Bila keadaan
ini semakin parah maka kemungkinan besar dapat terjadi kredit macet.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Nugroho (2005) yang berjudul “Analisis
Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi Di
Indonesia”, menganalisis pengaruh harga BBM terhadap tingkat inflasi di
Indonesia selama periode 1990 sampai 2004 dengan menggunakan metode
OLS (Ordinary Least Square). Penelitian ini menyimpulkan bahwa selama
perode 1990 sampai 2004 harga BBM berkolerasi positif terhadap tingkat
inflasi di Indonesia. Kenaikan harga BBM sebesar 1 persen akan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Inayati (2006) yang berjudul
“Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga Sopir Angkot serta Keuntungan Usaha Angkot di
Kota Bogor” menyimpulkan bahwa kenaikan harga BBM mempunyai
pengaruh terhadap pendapatan rumah tangga sopir angkot, yang
diakibatkan oleh naiknya pengeluaran biaya operasional seperti biaya bahan
bakar, cuci kendaraan, upah calo dan makan siang. Pengeluaran konsumsi
makanan dan nonmakanan juga meningkat seiring dengan kenaikan harga
BBM. Untuk melihat seberapa besar kenaikan harga BBM mempengaruhi
jumlah masyarakat miskin di Indonesia, Kajian Institute of Economics and
Finance (INDEF) pada tahun 2005 dalam Hasan, tentang dampak kenaikan
harga BBM terhadap masyarakat miskin dengan menggunakan metode VAR
(Vector Auto Regressive) membuktikan kenaikan harga BBM (semua jenis
BBM) sebesar 5 persen, akan meningkatkan jumlah masyarakat miskin di
desa menjadi 1,3 persen, sedangkan jumlah masyarakat miskin di kota akan
bertambah sebesar 2,76 persen. Secara umum penelitian tersebut
mengisyaratkan bahwa rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan
menjadi meningkat jumlahnya setelah kenaikan harga BBM.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada
fokus penelitian yang menitikberatkan pada dampak kenaikan harga BBM
terhadap pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pengojeg motor, yang
kenaikan BBM terhadap daya bayar kredit motor. Penelitian ini meneliti
rumah tangga pengojeg motor yang berada di Kota Bogor.
2.3. Kerangka Pemikiran
Alur pemikiran konseptual dalam penelitian ini berawal dari krisis
energi keempat yang melanda dunia yang berdampak pada kenaikan harga
minyak dunia. Untuk mengantisipasi defisit APBN yang semakin besar,
maka dikeluarkan kebijakan untuk menaikan harga BBM dalam negeri
mengikuti kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM di Indonesia
terjadi beberapa kali, namun kenaikan yang paling memukul masyarakat
adalah kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 yang mencapai rata-rata
100 persen. Pengaruh dari kenaikan harga BBM tersebut adalah kenaikan
harga-harga baik barang maupun jasa sehingga meningkatkan biaya kebutuhan
hidup sehari-hari. Pada bidang transportasi, biaya produksi jasa angkutan
seperti ojeg motor mengalami peningkatan, sehingga mengurangi
pendapatan pengojeg. Bagi para pengojeg yang menggantungkan hidup
keluarganya dari hasil mengojeg, adanya kenaikan biaya kebutuhan hidup
yang tidak disertai kenaikan pendapatan akan menambah beban hidup para
pengojeg. Terlebih lagi terhadap para pengojeg yang menggunakan sepeda
motor kredit, adanya kewajiban membayar cicilan kredit per bulan
menambah jumlah pengeluaran rumah tangga pengojeg. Beban kehidupan
yang dirasa oleh para pengojeg menjadi bertambah berat. Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga pengojeg terjadi, maka akan
mempengaruhi terhadap daya bayar cicilan motor. Dalam penelitian ini,
hal-hal yang dianalisis adalah dampak kenaikan harga BBM terhadap
perubahan pendapatan rumah tangga pengojeg, perubahan pengeluaran
kebutuhan konsumsi rumah tangga baik kebutuhan makanan dan
nonmakanan, dan melihat pengaruh kenaikan harga BBM terhadap daya
bayar cicilan sepeda motor oleh para pengojeg. Untuk melihat besarnya
dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran rumah
tangga pengojeg dilakukan analisis statistik, yakni uji t.
Harga BBM domestik meningkat
Pengurangan subsidi Harga BBM
internasional meningkat
Keterangan: Hal yang dianalisis Hal yang tidak dianalisis Hal yang terjadi
Gambar 2.2. Kerangka Analisis Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Bogor, propinsi Jawa Barat. Pemilihan
lokasi ini berdasarkan letak Kota Bogor yang strategis dan mudah
dijangkau. Kota Bogor memiliki jasa transportasi yang beraneka ragam,
salah satunya adalah ojeg sepeda motor. Letak Kota Bogor yang strategis
membuat pertumbuhan ojeg sepeda motor bertambah setiap tahunnya,
sehingga pengojeg sepeda motor dapat dengan mudah di temui. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2007.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara secara
langsung menggunakan kuisioner dan dilakukan terhadap responden yang
berprofesi sebagai pengojeg motor, dimana sepeda motor yang digunakan
adalah sepeda motor kredit dalam tahap pelunasan.
Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak yang terkait antara lain :
Polresta Kota Bogor, Samsat Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS),
artikel-artikel dan referensi lain yang relevan.
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pengojeg sepeda motor yang
mengkredit sepeda motor dalam jangka waktu sebelum dan sesudah harga
BBM naik pada 1 Oktober 2005.
Metode pengambilan sampel data primer untuk penelitian ini
menggunakan metode pengambilan sampel berdasarkan spontanitas
(Accidental Sampling) yang termasuk ke dalam teknik penarikan contoh
bukan berpeluang (Non Probability Sampling). Pemilihan teknik ini terpilih
karena tidak semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
terpilih menjadi responden. Dalam hal ini siapa saja pengojeg motor yang
ditemui dan bersedia di wawancara maka orang tersebut menjadi sampel
(responden).
Tabel 3.1. Responden Penelitian Kecamatan
Kota Bogor Wilayah
Jumlah Responden (Orang)
Bogor Barat Bubulak, Cifor 25
Tanah Sareal Kedung Badak 14
Bogor Utara Cibuluh, Tanah Baru 21
Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat jumlah responden dalam
penelitian ini terdiri dari 60 orang pengojeg yang berlokasi di Kota Bogor.
Pengambilan responden 60 orang berdasarkan asumsi kenormalan jumlah
data lebih dari sama dengan 30 responden. Santoso mengatakan
“berdasarkan prosedur asumsi kenormalan jumlah data sekitar 30 data atau
lebih”.17
3.4. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan dari
kegiatan penelitian. Untuk melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap
17 Singgih Santoso. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media
perubahan pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojeg,
dilakukan uji statistik berupa uji t terhadap pendapatan dan pengeluaran
sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Dengan rumus uji t sebagai
berikut :18
dengan : d = nilai tengah sampel dari selisih pendapatan / pengeluaran
rumah tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM
sd = ragam sampel dari selisih pendapatan / pengeluaran
rumah tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM
μd = nilai tengah dari selisih pendapatan / pengeluaran rumah
tangga pengojeg sebelum dan sesudah kenaikan BBM
n = ukuran sampel, yakni 60 rumah tangga pengojeg
Analisis data kemudian dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan
dalam pendeskripsian. Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan
gambaran penerimaan kotor dan bersih yang diperoleh dari hasil mengojeg,
serta pengeluaran rumah tangga pengojeg motor yang meliputi berbagai
biaya kebutuhan hidup rumah tangga tersebut. Penelitian ini juga melihat
besarnya pengaruh sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM 1 Oktober
2005 terhadap daya bayar kredit pengojeg motor.
IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
18 Ahmad Ansori Mattjik dan Made Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
4.1. Kondisi Geografis Kota Bogor
Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah
adminisrasi Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak kurang lebih 60 km
dari Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan Indonesia. Kota
Bogor memiliki luas 11.850 Ha yang dihuni lebih dari 820.707 jiwa dan
tersebar di enam kecamatan, 68 kelurahan, dibatasi oleh Kabupaten Bogor.
Kota Bogor terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350
meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 4000 mm per
tahun. Curah hujan bulanan berkisar antar 250-335 mm dengan waktu
curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm,
sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Oktober sekitar 346
mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 260 C,
temperatur tertinggi sekitar 30,40 C dengan kelembaban udara rata-rata
lebih kurang 70 persen. Tingginya curah hujan di Kota Bogor menjadikan
Kota Bogor sebagai Kota Hujan, julukan Kota Hujan tersebut sering disalah
artikan sebagai daerah “pengirim” banjir ke Jakarta melalui dua sungai
besar, yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada umumnya kedua
sungai sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Terdapatnya beberapa mata air di Kota Bogor juga dimanfaatkan
masyarakat untuk kebutuhan air bersih sehari-hari.
Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor
dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis
Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak serta Gunung Halimun
yang membentuk seperti huruf U.
Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan
ketinggian yang bervariasi antara 190 sampai dengan 350 m di atas
permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2 persen kemiringan
datar dengan luas 1.763,94 Ha, 4-15 persen kemiringan landai dengan luas
764,96 Ha dan lebih besar dari 40 persen kemiringan sangat curam seluas
119,94 Ha. Kedudukan topografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah
Kabupaten Bogor serta lokasi yang dekat dengan ibukota Negara
merupakan potensi yang strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi. Batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut :
Sebelah Selatan :Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin
Kabupaten Bogor
Sebelah Timur :Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor
Sebelah Utara :Wilayah kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede
dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor
Sebelah Barat :Wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas
Kabupaten Bogor
Data penduduk merupakan data yang sangat diperlukan dalam
berbagai perencanaan dan evaluasi pembangunan, terutama dalam upaya
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi tumpuan
dan tujuan pembangunan.
Jumlah penduduk Kota Bogor terus meningkat dari tahun-tahun.
Kenaikan ini diduga akibat banyaknya fasilitas sosial yang mudah diperoleh
di Kota Bogor, selain itu Kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota
negara, sehingga menarik para pendatang untuk tinggal dan mencoba
peruntungannya di Kota Bogor yang pada akhirnya meningkatkan jumlah
dan kepadatan penduduk kota ini.
Tabel 4.1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 1987-2005 Tahun Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Pada Tahun 1987, jumlah penduduk Kota Bogor sebesar 535.086 jiwa
ke tahun. Pada tahun 2005, jumlah penduduk di kota Bogor menjadi sebesar
855.085 jiwa dengan kepadatan 7.216 jiwa/km2.
Kecamatan Bogor Barat merupakan kecamatan dengan jumlah
penduduk terbanyak yaitu 190.421 jiwa. Hal ini sebanding karena luas
wilayah Bogor Barat adalah wilayah terbesar yaitu 32,62 km. Jumlah
penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Bogor Timur sebanyak 86.978
jiwa. Sedangkan untuk tingkat kepadatan, Kecamatan Bogor Tengah
merupakan kecamatan terpadat, yaitu 12.691 jiwa/km2, hal ini disebabkan
karena pusat pemerintahan dan kegiatan ekonomi banyak berada di
Kecamatan Bogor Tengah.
Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor Tahun 2005
Kota Bogor 194.357 855.085 118,50 7.216
Sumber: BAPEDA (2006).
4.3. Perekonomian Kota Bogor
Indikator makro perekonomian diukur dari PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto). Pada Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa PDRB Kota Bogor
untuk tahun 2001 harga konstan dari harga berlaku sebesar Rp. 2.994.826,20
Bogor atas dasar tahun berlaku sebesar Rp. 6.836.918,89 dan harga konstan
sebesar Rp. 3.567.230,91.
Tabel 4.3. PDRB Kota Bogor Tahun 2001-2005
Tahun PDRB Atas
2001 2.994.826,20 2.823.430,21 12,10 5,68
2002 3.454.398,26 2.986.837,37 15,15 5,79
2003 4.165.569,12 3.168.185,54 20,41 6,07
2004 5.245.746,83 3.361.483,93 25,93 6,10
2005 6.836.918,89 3.567.230,91 30,33 6,12
Sumber: BAPEDA (2006).
Kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota Bogor berbeda-beda.
Pada tahun 2005, Kota Bogor memiliki sektor-sektor kegiatan perekonomian
dominan dalam rangka memberikan kontribusi terhadap PDRB. Kontribusi
9 sektor lapangan usaha ini sangat menentukan laju pertubuhan ekonomi
Kota Bogor.
Tabel 4.4. Kontribusi Sektor dalam Perekonomian Kota Bogor Tahun 2005
No Sektor PDRB Atas
2 Inustri pengolah 21,37 28,10
3 Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan 12,70
13,72
4 Pengangkutan dan komunikasi 10,68 9,66
5 Bangunan 8,61 7,46
6 Jasa-jasa 7,16 7,52
7 Listrik, gas dan air bersih 3,12 3,15
8 Pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan 0,40
0,36
9 Pertambangan 0,00 0,00
PDRB 100,00 100,00