• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiskinan Dan Reforma Akses Agraria Di Desa Perkebunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemiskinan Dan Reforma Akses Agraria Di Desa Perkebunan"

Copied!
362
0
0

Teks penuh

(1)

KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA

DI DESA PERKEBUNAN

(Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

VIDYA HARTINI SIMARMATA

I34051442

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

(3)

RINGKASAN

VIDYA HARTINI SIMARMATA. Kemiskinan Dan Reforma Akses Agraria Di Desa Perkebunan. Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA).

Berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS per Maret 2008, menunjukkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia sebesar 34,96 juta orang (15,42%), dan sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaaan (63,47%). Kemiskinan di pedesaan mempunyai hubungan dengan masalah-masalah agraria khususnya tanah. Menurut Syahyuti (2006), asumsi dasar yang melandasinya adalah karena sebagian besar rakyatnya masih menggantungkan hidupnya pada tanah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk memetakan dan menganalisis kontruksi kemiskinan, masalah agraria yang masyarakat hadapi dan kegiatan reforma akses agraria apa saja yang relevan diterapkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Peneliti memilih Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dikarenakan keunikan dari kedua kampung tersebut, yang masih termasuk ke dalam daerah perkebunan Cianten, akan tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari kampung lainnya. Pada Kampung Padajaya, sebagian besar masyarakatnya tidak menopangkan hidupnya pada perkebunan, sedangkan pada Kampung Padajembar, sebaliknya sebagian besar penduduknya menopangkan hidupnya pada perkebunan.

Definisi kemiskinan lokal Kampug Padajaya dan Kampung Padajembar adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki rumah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selayaknya orang biasa, yaitu tidak dapat makan dua kali sehari dan tidak dapat menyekolahkan anaknya sampai jenjang SMP. Tangga kehidupan masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yaitu: fakir miskin, fakir, miskin, sedang, standar dan mampu. Pembuatan indikator dari tangga kehidupan ini dibuat berdasarkan tingkat penghasilan yang dimiliki oleh warga masyarakat di dusun tersebut, yang kemudian dikembangkan.

Hasil pertanian yang terdapat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar adalah padi, cabe, kacang panjang, jagung, pisang, sayur-sayuran dan tanaman rempah-rempah yang digunakan untuk memasak. Masyarakat pada umunya menanam padi sebagai komoditas utama, karena padi adalah kebutuhan utama pangan mereka. Masalah agraria yang dihadapi oleh petani di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yaitu penguasaan yang sempit oleh petani, degradasi tanah, akses transportasi yang sulit, tidak adanya penyuluhan, tidak adanya penyaluran kredit, tidak adanya koperasi.

(4)

KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA

DI DESA PERKEBUNAN

(Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

VIDYA HARTINI SIMARMATA

I34051442

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama : Vidya Hartini Simarmata

Nomor Pokok : I34051442

Judul : Kemiskinan dan Reforma Akses Agraria di Desa Perkebunan (Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor).

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ivanovich Agusta SP, MSi NIP. 19700816 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA DI DESA

PERKEBUNAN. Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Bogor” INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 20 April 1987 sebagai anak kedua dari pasangan suami istri Janson P. Simarmata, MSc dan Norma Siahaan, BA. Pada tahun 1993 penulis masuk Sekolah Dasar Budhi Bhakti Bogor. Tahun 1999 meneruskan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Darmaga Bogor dan tahun 2002 melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Kornita Bogor. Pada tahun 2005, penulis diterima masuk ke IPB melalui jalur USMI (Usulan Masuk IPB) dan tercatat sebagai Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

(9)

UCAPAN TE

RIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa yang di Surga yang telah memberikan kasih, kekuatan dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa mendapat bantuan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ivanovich Agusta, SP, MSi selaku dosen pembimbing studi pustaka sekaligus dosen pembimbing skripsi, yang telah mengajarkan banyak hal mengenai penulisan, mengembangkan pola pikir dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan pengertian selama proses belajar menulis skripsi ini.

2. Ir. Said Rusli, MA atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang dan masukan-masukan berharga yang telah diberikan.

3. Martua Sihaloho, SP, MSi atas kesediaan menjadi dosen penguji perwakilan departemen pada sidang skripsi, masukan-masukan yang membangun dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di KPM.

4. Orang tua penulis, Bapak Janson P. Simarmata, MSc dan Ibu Norma Siahaan, BA atas dukungan doa selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Saudara dan saudari penulis, Posmalini Simarmata, SE, Astrid Rahayu

Kristi, SKPM, Doris Martugiana, dan Richard Simarmata atas motivasi dan doa selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Pangihutan Sutan Sugondo Samosir, STp, atas dukungan yang selalu diberikan.

(10)

10.M. Iqbal Banna, partner kerja penulis, atas teguran halus dan teguran kerasnya, yang membuat penulis belajar banyak hal selama penulis bekerja sambil mengerjakan skripsi ini.

11.Teman-teman Perwira 45 Teresia Tandean, STp, Veronica Gunawan, STp, Mervina, SGz, Franz Sahidi, Stella A.G, STp yang selalu mengerti keadaan penulis dan memberi semangat.

12.Teman-teman KPM 42 Wina, Ficha, Lidia, Mora, Palupi, Tamimi, Edu, Dito, Bibob, Rio, Yuda, Rizal, Anvina, Fahmi yang selalu membantu penulis dalam suka dan duka.

13.Sahabat penulis Narendra, Rifan, Kiki, Lina, Wanya, Fitri, dan Wani. 14.Keluarga kelompok kecil penulis Ci uke, Nina, Melda, Vania, dan Nikita

(11)

KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA

DI DESA PERKEBUNAN

(Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

VIDYA HARTINI SIMARMATA

I34051442

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

(13)

RINGKASAN

VIDYA HARTINI SIMARMATA. Kemiskinan Dan Reforma Akses Agraria Di Desa Perkebunan. Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA).

Berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS per Maret 2008, menunjukkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia sebesar 34,96 juta orang (15,42%), dan sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaaan (63,47%). Kemiskinan di pedesaan mempunyai hubungan dengan masalah-masalah agraria khususnya tanah. Menurut Syahyuti (2006), asumsi dasar yang melandasinya adalah karena sebagian besar rakyatnya masih menggantungkan hidupnya pada tanah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk memetakan dan menganalisis kontruksi kemiskinan, masalah agraria yang masyarakat hadapi dan kegiatan reforma akses agraria apa saja yang relevan diterapkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Peneliti memilih Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dikarenakan keunikan dari kedua kampung tersebut, yang masih termasuk ke dalam daerah perkebunan Cianten, akan tetapi memiliki karakteristik yang berbeda dari kampung lainnya. Pada Kampung Padajaya, sebagian besar masyarakatnya tidak menopangkan hidupnya pada perkebunan, sedangkan pada Kampung Padajembar, sebaliknya sebagian besar penduduknya menopangkan hidupnya pada perkebunan.

Definisi kemiskinan lokal Kampug Padajaya dan Kampung Padajembar adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki rumah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya selayaknya orang biasa, yaitu tidak dapat makan dua kali sehari dan tidak dapat menyekolahkan anaknya sampai jenjang SMP. Tangga kehidupan masyarakat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yaitu: fakir miskin, fakir, miskin, sedang, standar dan mampu. Pembuatan indikator dari tangga kehidupan ini dibuat berdasarkan tingkat penghasilan yang dimiliki oleh warga masyarakat di dusun tersebut, yang kemudian dikembangkan.

Hasil pertanian yang terdapat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar adalah padi, cabe, kacang panjang, jagung, pisang, sayur-sayuran dan tanaman rempah-rempah yang digunakan untuk memasak. Masyarakat pada umunya menanam padi sebagai komoditas utama, karena padi adalah kebutuhan utama pangan mereka. Masalah agraria yang dihadapi oleh petani di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yaitu penguasaan yang sempit oleh petani, degradasi tanah, akses transportasi yang sulit, tidak adanya penyuluhan, tidak adanya penyaluran kredit, tidak adanya koperasi.

(14)

KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA

DI DESA PERKEBUNAN

(Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

VIDYA HARTINI SIMARMATA

I34051442

SKRIPSI

Sebagai Prasyarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh: Nama : Vidya Hartini Simarmata

Nomor Pokok : I34051442

Judul : Kemiskinan dan Reforma Akses Agraria di Desa Perkebunan (Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor).

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan KPM 499 pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ivanovich Agusta SP, MSi NIP. 19700816 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS NIP. 19580827 198303 1 001

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“KEMISKINAN DAN REFORMA AKSES AGRARIA DI DESA

PERKEBUNAN. Kasus: Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten

Bogor” INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 20 April 1987 sebagai anak kedua dari pasangan suami istri Janson P. Simarmata, MSc dan Norma Siahaan, BA. Pada tahun 1993 penulis masuk Sekolah Dasar Budhi Bhakti Bogor. Tahun 1999 meneruskan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Darmaga Bogor dan tahun 2002 melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Kornita Bogor. Pada tahun 2005, penulis diterima masuk ke IPB melalui jalur USMI (Usulan Masuk IPB) dan tercatat sebagai Mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(18)

KATA PENGANTAR

(19)

UCAPAN TE

RIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Bapa yang di Surga yang telah memberikan kasih, kekuatan dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa mendapat bantuan. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ivanovich Agusta, SP, MSi selaku dosen pembimbing studi pustaka sekaligus dosen pembimbing skripsi, yang telah mengajarkan banyak hal mengenai penulisan, mengembangkan pola pikir dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan pengertian selama proses belajar menulis skripsi ini.

2. Ir. Said Rusli, MA atas kesediaan menjadi dosen penguji utama pada sidang dan masukan-masukan berharga yang telah diberikan.

3. Martua Sihaloho, SP, MSi atas kesediaan menjadi dosen penguji perwakilan departemen pada sidang skripsi, masukan-masukan yang membangun dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di KPM.

4. Orang tua penulis, Bapak Janson P. Simarmata, MSc dan Ibu Norma Siahaan, BA atas dukungan doa selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Saudara dan saudari penulis, Posmalini Simarmata, SE, Astrid Rahayu

Kristi, SKPM, Doris Martugiana, dan Richard Simarmata atas motivasi dan doa selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Pangihutan Sutan Sugondo Samosir, STp, atas dukungan yang selalu diberikan.

(20)

10.M. Iqbal Banna, partner kerja penulis, atas teguran halus dan teguran kerasnya, yang membuat penulis belajar banyak hal selama penulis bekerja sambil mengerjakan skripsi ini.

11.Teman-teman Perwira 45 Teresia Tandean, STp, Veronica Gunawan, STp, Mervina, SGz, Franz Sahidi, Stella A.G, STp yang selalu mengerti keadaan penulis dan memberi semangat.

12.Teman-teman KPM 42 Wina, Ficha, Lidia, Mora, Palupi, Tamimi, Edu, Dito, Bibob, Rio, Yuda, Rizal, Anvina, Fahmi yang selalu membantu penulis dalam suka dan duka.

13.Sahabat penulis Narendra, Rifan, Kiki, Lina, Wanya, Fitri, dan Wani. 14.Keluarga kelompok kecil penulis Ci uke, Nina, Melda, Vania, dan Nikita

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Kemiskinan ... 6

2.1.1 Konsep Kemiskinan ... 6

2.1.2 Indikator Kemiskinan : Aset dan Pendapatan ... 8

2.1.3 Penanggulangan Kemiskinan ... 12

2.2 Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Perkebunan ... 14

2.3 Masalah-masalah Agraria di Perkebunan ... 16

2.3.1 Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan ... 18

2.3.2 Penguasaan yang Sempit oleh Petani ... 19

2.3.3 Kerusakan Lingkungan ... 20

2.4 Reforma Agraria ... 21

2.4.1 Konsep Reforma Agraria ... 21

2.4.2 Reforma Akses Agraria ... 24

2.4.3 Dampak Reforma Agraria ... 26

2.5 Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 30

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

3.3 Pemilihan Tineliti dan Informan ... 36

3.4 Metode Pengambilan Data ... 38

3.4.1 Wawancara Mendalam ... 39

3.4.2 Pengamatan Berperan Serta ... 41

3.4.3 Penelusuran Dokumen ... 42

3.5 Teknik Analisis Data ... 42

(22)

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA, DUSUN, KAMPUNG DAN PERKEBUNAN

4.1 Desa Purwabakti ... 45 4.1.1 Kondisi Geografis Desa Purwabakti ... 45 4.1.2 Kependudukan Desa Purwabakti ... 46 4.1.3 Pendidikan Desa Purwabakti ... 48 4.2 Dusun Cigarehong ... 49 4.3 Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ... 50

4.3.1 Keadaan Geografi Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar50 4.3.2 Pendidikan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ... 52 4.4 PTP. Nusantara VIII Perkebunan Cianten ... 55 4.4.1 Keadaan Geografi ... 55 4.4.2 Pekerja Perkebunan ... 57 4.4.3 Sejarah Perkebunan ... 59 4.4.4 Visi, Misi dan Kontribusi Perkebunan ... 61 4.4.5 Penggunaan Lahan Perkebunan ... 62 BAB V KONSTRUKSI KEMISKINAN LOKAL

5.1 Sejarah Penduduk Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ... 64 5.2 Masyarakat sebagai Pekerja Perkebunan ... 65 5.3 Merekonstruksi Ulang Arti dan Indikator Kemiskinan Lokal ... 72 5.4 Kemiskinan Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ... 78 5.5 Mobilitas Sosial ... 84

5.5.1 Warga kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang

Tetap Miskin ... 93 5.5.2 Warga kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang

Jatuh Miskin ... 95 5.5.3 Warga kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Tetap

Kaya ... 98 5.5.4 Warga Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar yang Jadi

Kaya ... 99 5.6 Modal Sosial Masyarakat ... 101

BAB VI MASALAH AGRARIA

(23)

BAB VII REFORMA AKSES AGRARIA

7.1 Pengembangan Keorganisasian Petani ... 128 7.2 Pembangunan Infrastruktur ... 129 7.3 Penyuluhan dan Penelitian ... 130 7.4 Pemberian Kredit ... 131 7.5 Pemerataan Akses ... 131 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

(24)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Struktur permasalahan agraria di Indonesia ... 17 2. Topik Wawancara Penelitian ... 40 3. Luas dan Penggunaan Lahan Desa Purwabakti ... 46 4. Struktur Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Desa Purwabakti ... 47 5. Mata Pencaharian Penduduk Desa Puwabakti ... 48 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Purwabakti ... 49 7. Jenjang Kepegawaian dan Jumlah Karyawan PTPN VIII Kebun Cianten 57 8. Penggunaan Lahan Perkebunan ... 63 9. Mobilitas sosial Masyarakat ... 91 10. Sebaran Masyarakat Berdasarkan Posisi Tangga Kehidupan Masyarakat

(25)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 29 2. Waktu Penelitian ... 35 3. Peta Desa ... 45 4. SDN Ciasmara IV ... 52 5. Tempat Penitipan Anak (TPA) ... 53 6. Pemetik Teh Mengantri Giliran untuk Penimbangan ... 66

7. Juru Tulis Perkebunan ... 67

8. Tangga Kehidupan, Indikator Kemiskinan Lokal Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar ... 74

9. Grafik Keluarga Miskin Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar 79 10. Indikator Mobilitas sosial ... 86 11. Sebaran Masyarakat Berdasarkan Posisi Tangga Kehidupan Masyarakat

pada Tahun 1999 dan Tahun 2009 ... 92 12. Sawah yang Sesuai dengan Kontur Tanah Daerah Perkebunan ... 104 13. Sayuran yang di Tanam Sesuai Kontur Tanah ... 105

14. Tanaman Rempah dan Pohon Pisang Warga ... 105 15. Padi Komoditas Utama Pertanian Masyarakat ... 106 16. Grafik Luas Sawah Masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung

Padajembar ... 112 17. Batu Kali di Tengah Sawah Masyarakat ... 115 18. Sebaran Sawah Masyarakat Di Kampung Padajaya Dan Kampung

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Pedoman Pertanyaan Penelitian ... 141 2. Daftar Pengkategorian Keluarga Miskin Kampung Padajaya dan

(27)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Studi mengenai pedesaan di Indonesia tidak lepas dari permasalahan kemiskinan. Berdasarkan data kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS per Maret 20081, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia sebesar 34,96 juta orang (15,42%), dan sebagian besar penduduk miskin berada di daerah perdesaaan (63,47%).

Kemiskinan di pedesaan mempunyai hubungan dengan masalah-masalah agraria khususnya tanah. Menurut Syahyuti (2006), asumsi dasar yang melandasinya adalah karena sebagian besar penduduk desa masih menggantungkan hidupnya pada tanah. Dalam kondisi demikian, penataan penguasaan tanah yang lebih adil dan pemerataan akses terkait pengelolaan tanah tersebut kepada masyarakat merupakan instrumen yang esensial untuk menanggulangi kemiskinan dan ketimpangan penghasilan di pedesaan.

Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di pedesaan salah satunya dengan implementasi dari program reforma agraria, yang pada tahun 2007 dicanangkan kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Agrarian reform, atau adakalanya disebut reforma agraria dan pembaruan agraria (istilah

resmi sebagaimana tercantum dalam Tap MPR No. IX tahun 2001), memiliki pengertian yang lebih luas, yang mencakup dua tujuan pokok yaitu bagaimana mencapai produksi dari tanah yang lebih tinggi, dan bagaimana agar lebih dicapai keadilan (Cohen, 1978 dalam Pangkurian, 2008).

1

(28)
(29)

penyuluhan, pemberian bibit unggul, irigasi, maupun peningkatan inovasi teknologi dalam pertanian.

Reforma agraria dapat dilancarkan dengan titik berat yang berbeda-beda. Ada yang titik beratnya pada pembangunan ekonomi, di mana redistribusi tanah tidak diutamakan. Ada pula dengan menitikberatkan kepada perombakan struktur sosial dan asas pemerataan, dengan sasaran utama adalah redistribusi tanah. Redistribusi tanah seringkali disebut sebagai aspek landreform yaitu penataan ulang struktur penguasaan dan pemilikan tanah. Sementara itu, aspek non-landreform adalah bentuk-bentuk dan cara mengolah tanah dengan menerapkan

teknologi baru, perbaikan infrastruktur, bantuan kredit, dukungan penyuluhan pertanian, pengembangan pasar komoditas pertanian dan lain-lain (Syahyuti, 2006).

1.2 Perumusan Masalah

(30)

Penduduk yang menjadi karyawan dari perkebunan mengusahakan lahan yang ada disekitarnya untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari karena kurangnya gaji yang didapatkan dari perkebunan. Di desa-desa perkebunan ditemukan petak-petak tanah pertanian penduduk yang menggunakan lereng-lereng yang tidak digunakan oleh perusahaan perkebunan karena ketinggiannya yang tidak layak untuk penanaman komoditas perkebunan itu sendiri.

Reforma akses agraria diharapkan dapat memberikan solusi bagi penduduk di pedesaan untuk keluar dari kemiskinan yang mereka alami. Reforma akses agraria ini berupa pemberian akses kepada masyarakat terkait pengelolaan tanah yang mereka gunakan agar dapat memaksimalkan produktivitas tanah mereka, untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas hasil panen yang maksimal, dengan tidak merusak alam.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pertanyaan penelitian ialah:

1. Bagaimana konstruksi kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana masalah agraria memberikan kontribusi terhadap kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor?

(31)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan pada perumusan masalah. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Memahami konstruksi kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis masalah agraria yang memberikan kontribusi terhadap kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis masalah agraria di Kampung Padajaya dan Kampung

Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang dapat diselesaikan dengan reforma akses agraria.

1.4 Kegunaan Penelitian

(32)

BAB II

PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Kemiskinan

2.1.1 Konsep Kemiskinan

Pada hakikatnya, kemiskinan merupakan persoalan yang selalu ada, dari dulu, dan mungkin akan selalu ada sampai kapanpun. Belum ada upaya penanggulangan kemiskinan yang berhasil dengan sempurna. Akan tetapi memahami konsep kemiskinan tetap penting, yaitu untuk menemukan indikator kemiskinan dan strategi penanggulangan kemiskinan yang tepat. Kemiskinan diartikan secara berbeda-beda oleh para pakar kemiskinan. Hal ini dikarenakan sudut pandang yang berbeda dalam melihat akar dari kemiskinan tersebut.

(33)
(34)

didasarkan kepada pendekatan kesejahteraan (the welfare approach), sedangkan sisi subyektif berasal dari penilaian masyarakat setempat

Kemiskinan dapat dilihat pada level individu, keluarga, komunitas, maupun negara. Kemiskinan pada level individu dipercaya muncul karena perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam hidupnya. Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena faktor keluarga dimana si miskin hidup, faktor kultural (subcultural causes) yang membentuk pola hidup, serta pola pembelajaran dan prinsip berbagi dari komunitasnya, faktor luar misalnya karena peran kebijakan pemerintah atau karena struktur ekonomi yang tidak adil, dan penyebab struktural dimana kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial yang tidak adil. Pada sebagian kalangan, yang melihatnya sebagai isu politik, kemiskinan disebabkan karena kebijakan politik yang salah selanjutnya melahirkan ketidakadilan sosial, dan lemahnya kesempatan untuk memperoleh pendudukan (Syahyuti, 2006).

2.1.2 Indikator Kemiskinan: Aset dan Penghasilan

(35)
(36)

5. Mesin, alat-alat dan komponen produksi nyata lainnya, dengan bentuk keuntungan penjualan dari produk yang dihasilkan (juga kerugiannya). 6. Barang keluarga yang kuat dan tahan lama, dengan keuntungan lewat

meningkatnya efisiensi tugas keluarga.

7. Sumber alam, seperti perkebunan, minyak, mineral dan kayu hutan dengan keuntungan penjualan panen atau komoditas yang diambil (juga kerugiannya).

8. Hak cipta dan hak paten dengan keuntungannya dalam bentuk royalti dan biaya penggunaan lainnya.

B. Aset tidak Nyata (Intangible Asset)

Aset yang tidak nyata lebih bersifat tidak pasti, tidak secara legal diatur dan seringkali diatur secara tidak jelas oleh karakter individu atau hubungan sosial dan ekonomi.

1. Akses pada kredit (kapital yang dimiliki oleh orang lain) dengan keuntungan tergantung dari penggunaan kredit tersebut (layaknya dalam investasi).

2. Modal manusia (human capital), yang secara umum memiliki intelegensia, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, pengetahuan, keterampilan dan kesehatan, dan juga energi, visi, harapan dan imaginasi, dengan bentuk pemasukannya adalah gaji dan kompensasi lainnya setelah melakukan pekerjaan, layanan, dan ide.

(37)

penampilan dengan bentuk keuntungan mendapatkan penerimaan dari pola asosiasi.

(38)

2.1.3 Penanggulangan Kemiskinan

(39)

2. Pemberdayaan masyarakat (people empowerment) dengan peningkatan akses kepada sumber daya ekonomi dan politik.

3. Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melalui pendidikan dan perumahan.

4. Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang menderita cacat fisik, fakir miskin, keluarga terisolir, terkena PHK, dan korban konflik sosial.

Pada proses perumusan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, kurangnya akses pertanahan juga diidentifikasi sebagai salah satu permasalahan yang dihadapi oleh orang miskin. Berbagai hasil kajian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa bagi orang miskin tanah menjadi aset yang sangat berharga dan seringkali menjadi satu-satunya sumber penghidupan. Ini terjadi terutama pada masyarakat yang hidup di daerah pertanian, hutan dan perkebunan (Godril dalam, Yuwono 2005).

Pilot project PPAN (Program Pembaruan Agraria Nasional) telah berjalan di tahun anggran 2007, umumnya terdiri dari dua bentuk yakni pendaftran tanah perorangan atas tanah-tanah yang dahulu pernah ditegaskan sebagai tanah obyek landreform, dan penyelesain konflik antara petani dengan perkebunan swasta

(40)

aset yang tajam, pengangguran terbuka dan terselubung yang besar, kerusakan lingkungan yang mengguncang, kekurangan bahan makanan, konflik agraria yang meledak-ledak, ketidakmampuan rakyat pedesan memiliki tabungan (domestic capital) dan mengembangkan teknologi untuk memperbaiki produksi, dan

kondisi-kondisi keberlangsungan hidupnya (Fauzi, 2008).

2.2 Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Perkebunan

(41)

memperoleh upah kerja sekitar Rp 18.000,00 sampai dengan Rp 20.000,00 per hari (Herlina, 2002).

Selain upah, kemiskinan di perkebunan terkait juga dengan akses yang berbeda antara buruh dan kelompok manajemen perkebunan. Menurut Mubyarto (1992), perbedaan antara kelompok manjemen dan buruh tidak hanya terletak pada kekuasaan dalam pengambilan kekuasaan tetapi juga dalam hal gaji dan fasilitas lain yang menyangkut kesejahteraan sosial mereka masing-masing. Perbedaan dalam mengakses fasilitas dan juga gaji menyebabkan masyarakat miskin di pedesaan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti masyarakat lainnya dalam desa tersebut. Kemiskinan di perkebunan ini bersifat struktural, karena terjadi ketimpangan akses ekonomi, kesehatan dan pelayanan lainnya antara kelompok buruh dengan kelompok manajemen.

(42)

pertanian, industri pengolahan teh dan pembuatan gula aren, serta sebagai jasa angkutan.

Hubungan masing-masing tingkat kepegawaian tersebut dipisah dengan tegas dan kaku oleh status dan sistem upah. Status dan sistem upah yang ada di perkebunan menyebabkan timbulnya stratifikasi sosial di daerah perkebunan yang sesuai dengan jabatannya dalam perkebunan. Menurut Mubyarto (1992) perbedaan dalam kehidupan sosial ekonomi terjadi pula antara kelompok staf dan non-staf perkebunan dengan masyarakat sekeliling perkebunan. Rumah-rumah yang besar dengan fasilitas yang lengkap yang ada dalam perkebunan serta kehidupan yang serba mewah sangat kontras dengan kehidupan yang sangat pas-pasan dari masyarakat yang ada di perkebunan. Dalam situasi tersebut tidak dapat dihindari lagi munculnya rasa kecemburuan sosial di kalangan masyarakat perkebunan itu sendiri maupun di kalangan masyarakat yang ada di sekitarnya.

2.3 Masalah-Masalah Agraria di Perkebunan

(43)
(44)

Aspek fisik dapat berupa tanah, baik yang digunakan sebagai perumahan, perkebunan, pertanian, daerah hutan ataupun pertambangan. Aspek non-fisik terdiri dari hubungan-hubungan yang terkait dengan tanah tersebut, baik hukum yang berlaku atas kepemilikan tanah tersebut, struktur agraria yang mempengaruhi akses setiap subyeknya terhadap sumber-sumber agraria dan berpengaruh besar terhadap keadilan dan tingkat kesejahteraan masing-masing subyek agraria, maupun politik yang mempengaruhi pasar dari hasil tanah tersebut (bidang pertanian).

2.3.1 Ketimpangan Penguasaan dan Pemilikan

Pada masyarakat di desa perkebunan, pemilikan atau penguasaan lahan sangat penting sebagai pembuka peluang untuk meningkatkan produksi dan memaksimalkan keuntungan. Petani di sini berperan sebagai manajer yang dalam dirinya lekat kekayaan lahan sebagai merupakan sumberdaya ekonomi sekaligus lambang status sosial di pedesaan. Ada perasaan bangga yang mengikat kuat dan memotivasi untuk berusaha (Herlina, 2002).

Selain itu, penguasaan dan pemilikan pada masyarakat perkebunan menjadi penting dikarenakan buruh perkebunan membutuhkan tanah untuk diolah sebagai tambahan penghasilan dari upah rendah yang mereka dapatkan dari perkebunan. Berdasarkan kajian Wijarnako (2005) upah rata-rata buruh petik pada perkebunan teh yaitu Rp 100.000,00 sampai dengan Rp 250.000,00 per bulan.

(45)

yang datang atau berasal dari negara, yang secara sepihak memberikan porsi kesempatan begitu besar pada pemilik-pemilik modal dalam mengelola sumber agraria. Isu kesenjangan ekonomi antara pihak perkebunan dengan desa perkebunan sekitarnya merupakan akibat dari tindakan eksploitasi terhadap sumber daya dan memanfaatkannya secara sepihak demi peningkatan produksi.

Pemilik modal dalam perkebunan yang menekankan pada keuntungan semata membuat posisi masyarakat di desa perkebunan terdominasi. Pemberian harga sewa tanah yang mahal membuat masyarakat di desa perkebunan yang memiliki akses kepada penguasaan dan pemilikan tanah di desa perkebunan adalah masyarakat yang memiliki posisi dalam perkebunan, karena mereka memiliki modal yang berasal dari upah dari perkebunan untuk membayar sewa dan memenuhi kebutuhan dengan mengolah tanah tersebut. Sementara itu buruh perkebunan yang membutuhkan tanah untuk tambahan penghasilan tidak dapat menikmati akses dari tanah karena keterbatasan modal. Buruh hanya menjadi petani yang tidak memiliki tanah, sedangkan akumulasi pemilikan dan penguasaan tanah hanya terletak pada masyarakat yang memiliki modal (Wijarnako, 2005).

2.3.2 Penguasaan yang Sempit oleh Petani

(46)

digunakan ini merupakan lahan-lahan di lereng-lereng gunung yang tidak digunakan karena kemiringannya tidak cocok untuk tanaman teh. Pada lahan pertanian masyarakat, tanaman yang biasanya ditanami antara lain, padi, pisang, singkong, cabe, tomat, kacang panjang, dan bawang daun. Hasil sawah dan ladang biasanya mereka pergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk dikomersialkan banyak hambatannya, baik dari kuantitas produksi yang sedikit serta sarana transportasi yang masih sulit.

Menurut Mubyarto (1992), konsekuensi dari fenomena ini terlihat pada rendahnya tingkat produktivitas maupun kualitas dari hasil produksi perkebunan rakyat. Hal ini merupakan implikasi dari kesulitan petani dalam menerapkan kultur teknis yang benar, yang memerlukan pengetahuan dan ketrampilan tinggi serta dukungan modal yang besar.

2.3.3 Kerusakan Lingkungan

(47)

masyarakat desa secara umum dan tidak spesifik pada merek yang miskin akibatnya.

Terdesak oleh keadaan, lapisan bawah terpaksa melakukan pekerjaan apa saja yang dapat memperpanjang hidupnya, termasuk menebang pohon di hutan lindung atau menambang di bawah bumu maupun di bawah permukaan laut. Akibatnya, tanah menjadi tandus atau kemudian terjadi tanah longsor, banjir, pendangkalan sungai, hancurnya terumbu karang, dan perusakan lingkungan lainnya (Tjondronegoro, 2008a).

Masalah-masalah agraria dapat diselesaikan dengan reforma agraria. Akan tetapi pendekatan dan cara penyelesaian untuk masing-masing permasalahan tidaklah sama, dan tidak semua hal yang tercakup dalam reforma agraria harus dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan agraria di tiap daerah. Landreform yang merupakan bagian dari agraria reform dapat dilakukan di daerah yang mempunyai permasalahan kemiskinan yang terkait dengan banyaknya jumlah petani gurem yang tidak mempunyai lahan, sedangkan open access agraria untuk mengatasi ketidakadilan dalam penguasaan sumber-sumber agraria, dan gabungan dari keduanya dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan agraria.

2.4 Reforma Agraria

2.4.1 Konsep Reforma Agraria

(48)
(49)

redistribusi sumber daya maupun badan usaha, yang diukur dengan kepemilikan tanah dan kekayaan lain maupun penghasilan kelompok miskin yang dipersatukan dalam berbagai pengelompokan yang dibagi berdasar gender, etnik maupun kedudukan sosial atau geografi lainnya. 6. Pendekatan marxist yang mengevaluasi praktek land reform dengan

memperluas konsep efisiensi produksi, keberlanjutan hidup atau kesejahteraan keluarga petani, atau perubahan struktur agraria ke dalam fokus perubahan bentuk-bentuk eksploitasi kelas maupun gender yang mendasari bentuk-bentuk organisasi produksi, distribusi hingga akumulasi kekayaan

Menurut Tjondronegoro (2008), syarat sektor industri sebagai sektor penting dalam proses pembangunan dan modernisasi yang harus memajukan pertanian yaitu:

1. Realokasi sumber daya di sektor pertanian yang bukan saja merangsang produksi tetapi merubah struktur masyarakat pedesaan dari yang feodal atau setengah feodal ke struktur yang lebih demokratis, artinya juga lembaga-lembaga yang menghambat emansipasi petani kecil disisihkan dan diganti dengan orang lain.

(50)
(51)

ruang, tetapi sebenarnya juga memerlukan pengaturan kembali peran sosio-ekonomi penghuni golongan lemah.

Sehingga dapat dikatakan landreform dan reforma agraria adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi orang sering salah mengartikan dengan menyatakan landreform adalah reforma agraria, padahal landreform hanya sebagian kecil dari

reforma agraria, karena reforma agraria adalah landreform ditambah dengan hal-hal lain yang membuat redistribusi tanah tersebut menjadi hal-hal yang lebih bermanfaat dibandingkan hanya sebagai bagi-bagi tanah saja. Landreform tanpa akses reform akan membuat petani yang telah mendapatkan tanah tetap menjadi miskin karena ketidakberdayaaan mereka dalam mengolah dan memanfaatkan lahan tersebut, bahkan petani mungkin akan menjual kembali lahan tersebut. Sehingga yang dibicarakan dalam reforma agraria tidak hanya penggunaan dan pemanfaatannya saja tanpa membahas hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat (Syahyuti, 2006).

(52)

Faktor-faktor yang sering hilang dalam reforma agraria adalah infrastruktur, akses terhadap air, akses terhadap pasar, dan bantuan teknis ekstensif untuk pemilik tanah. Hal ini adalah faktor yang sama pentingnya dengan memberi tanah kepada masyarakat dan jika tidak dilakukan akan membuat masyarakat menjual kembali tanahnya dan kembali tidak mempunyai tanah (Grobakken, 2005). Menurut Tjondronegoro (2008) redistribusi harus dibarengi dengan tindakan-tindakan penunjang seperti mengembangkan sistem kredit untuk petani kecil, penyatuan usaha ke dalam koperasi, perlindungan terhadap petani dengan hukum, tetapi juga dengan subsidi bila perlu dan lain-lain usaha, bahkan termasuk mendirikan organisasi petani-petani kecil agar usaha pemerintah dapat didukung dengan kekuatan sosial politik dari golongan yang berkepentingan (interest group).

2.4.3 Dampak Reforma Agraria

Menurut Wiradi (2006)4, dampak positif dari reforma agraria secara umum adalah:

1. Aspek hukum: akan tercipta kepastian hukum mengenai hak-hak rakyat terutama kaum tani,

2. Aspek sosial: akan tercipta suatu struktur sosial yang dirasakan lebih adil, 3. Aspek psikologis: kedua hal tersebut pada gilirannya akan menimbulkan

socialeuphoria dan familly security sehingga para petani termotivasi untuk

mengelola usahataninya dengan lebih baik,

4

(53)

4. Aspek politik: semua itu akhirnya dapat meredam keresahan sehingga gejolak kekerasan dapat terhindari. Terciptalah stabilitas yang genuine, bukan stabilitas semu akibat represi (seperti masa Orde Baru).

5. Semuanya itu akhirnya bermuara kepada ketahanan ekonomi.

Sedangkan dampaknya terhadap perekonomian masyarakat/nasional5: 1. Dalam beberapa kasus, memang untuk beberapa tahun produksi pertanian

menurun (misalnya, di Taiwan), namun sesudah itu meningkat pesat. Sejumlah besar rakyat desa yang semula tunakisma atau buruh tani lalu menjadi petani pemilik penggarap, mula-mula canggung. Namun dalam jangka panjang mereka malahan berkembang menjadi pengelola usahatani yang rasional dan bertanggung jawab (justru karena bangga atas terjadinya perubahan status).

(54)
(55)

Reforma agraria adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah. Reforma agraria terbagi menjadi dua titik berat, yaitu aspek landreform dan aspek non-landreform atau yang disebut juga reforma akses agraria. Kedua aspek ini dilakukan sesuai dengan urgensi masing-masing. Pada desa perkebunan, aspek yang harus dilakukan pertama kali adalah aspek non-landreform. Dengan peningkatan akses masyarakat terhadap pengolahan

[image:55.612.63.548.449.650.2]

tanah mereka sendiri, diharapkan masyarakat dapat semakin mengembangkan dirinya sendiri, meningkatkan produktifitas dari lahannya dan yang terpenting adalah masyarakat dapat mengetahui permasalahan agraria yang mereka hadapi dan cara mengatasinya. Sehingga bila aspek landreform dilakukan, masyarakat sudah siap, dan tidak menjual kembali tanah yang mereka dapatkan, ataupun membiarkan lahan tersebut dikelola oleh orang lain karena ketudaktahuan mereka dalam menggunakan lahan tersebut. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Masalah Agraria

ØKontur wilayah perkebunan dan keseburan tanah

ØHubungan petani dengan perkebunan dan TNGH

ØPenguasaan yang sempit oleh petani

ØKerusakan lingkungan

ØSulitnya askes transportasi

ØTidak adanya penyuluhan

ØTidak adanya penyaluran kerdit

ØTidak adanya koperasi Kemiskinan di

Desa Perkebunan

Reforma Akses Agraria

ØPembangunan Infrastruktur

ØPeningkatan produktifitas tanah

ØPemberian kredit usaha tani

(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk memetakan dan menganalisis kontruksi kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Pendekatan kualitatif ini digunakan untuk mengembangkan pemahaman yang rinci tentang pemaknaan mengenai kemiskinan, indikator kesejahteraan dan tangga kehidupan dari masyarakat Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Analisis penyebab dari kemiskinan di dua kampung ini dipersempit kepada permasalahan agraria yang masyarakat hadapi saja. Melalui permasalahan agraria yang dihadapi oleh masyarakat, didapat upaya menanggulangi kemiskinan yang terdapat baik di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar, salah satunya yaitu penyusunan usulan aktivitas reforma akses agraria yang relevan untuk diterapkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar.

(57)

Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan salah satu strategi dalam penelitian kualitatif yang mempunyai pengertian memilih lebih dari satu kejadian atau gejala sosial untuk diteliti dengan menerapkan serumpun metode penelitian (Sitorus, 1998). Studi kasus pada penelitian ini yaitu kasus kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Pemilihan kasus ini dikarenakan peneliti ingin memahami lebih dalam mengenai kemiskinan yang ditelaah melalui jumlah penghasilan, pemilikan tanah maupun barang lainnya yang dimiliki oleh warga. Dengan memahami kemiskinan dan penyebabnya, dapat diketahui hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan tersebut.

Tipe penelitian ini bersifat eksplanatif, dimana diharapkan penelitian ini memberi gambaran mengenai kemiskinan dari sudut pandang tineliti dan menjelaskan masalah-masalah agraria yang menyebabkan kemiskinan sehingga dapat disusun usulan aktivitas reforma akses agraria apa saja yang dapat dilaksanakan di dusun tersebut. Penelitian ini dilakukan melalui interaksi langsung antara peneliti dengan tineliti, karena peneliti ingin mengetahui dan memahami pandangan tineliti mengenai kemiskinan, masalah-masalah agraria yang menyebabkan kemiskinan, dan kebutuhan-kebutuhan mereka untuk bisa keluar dari kemiskinan.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

(58)
(59)

Penduduk Dusun Cigarehong umumnya tidak mempunyai kepemilikan resmi atas tanah, begitu pula penduduk di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Karena tanah di wilayah tersebut merupakan Hak Guna Usaha (HGU) milik perkebunan teh PTPN VIII Kebun Cianten, atau sebagian wilayah di bawah penguasaan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). TNGH sendiri mengelilingi wilayah Kebun Cianten. Tanah kosong yang tidak digunakan oleh perkebunan digunakan oleh masyarakat untuk bersawah atau berladang, sedangkan bagian lahan dari perkebunan teh yang kosong dimanfaatkan untuk kandang ternak kambing. Hutan dari TNGH yang berdekatan dengan sungai Cianten, digunakan warga sebagian areal persawahan mereka. Hutan tersebut dibuka dan dijadikan persawahan.

Tanah di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar adalah milik perkebunan dan milik TNGH, maka semua aktivitas yang menyangkut pemanfaatan lahan baik untuk prasarana umum, tempat tinggal maupun untuk pertanian, perikanan dan peternakan harus mendapat persetujuan dari PTPN VIII Kebun Cianten maupun TNGH. Kondisi keterbatasan lahan mengakibatkan kepemilikan lahan di kampung ini ditinjau dari luas tanah yang dimiliki masih relatif merupakan lahan sempit. Selain itu pemanfaatan lahan pertanian di Dusun Cigarehong biasanya tidak diusahakan untuk orientasi komersial namun untuk kebutuhan sehari-hari (subsisten).

(60)

laporan hasil penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dan pada bulan Agustus adalah pelaksanaan ujian skripsi. Rincian waktu penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Proses pengambilan data di lapangan sendiri sudah dimulai sejak observasi awal yang berlangsung selama dua hari pada bulan Mei. Peneliti mendatangi Kampung Padajaya, Kampung Cigarehong, Kampung Padajembar, dan Kampung Legog Makam, penulis kemudian tinggal dirumah salah satu warga. Pada awal bulan Juni, peneliti sudah mengambil data sekunder perkebunan dan data sekuder Desa Purwabakti. Pengambilan data ini sekaligus peneliti lakukan sebagai bagian dari pendamping mahasiswa angkatan 43 dan angkatan 44 yang melakukan kegiatan turun lapang bersama. Setelah mengantar kepulangan mahasiswa dampingan, penulis kembali ke lapang dan mewawancarai Hasanudin dan Odang sebagai perwakilan dari perkebunan, dan Mahrop sebagai Kepala Desa Purwabakti.

(61)
(62)

No Kegiatan Mei Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

I

Proposal dan Kolokium 1. Penyusunan Darft Proposal 2. Konsultasi Proposal dan Revisi 3. Observasi Lapangan

4. Kolokium

II

Studi Lapangan

1. Pengumpulan Data

2. Analisis Data

III

Penulisan Laporan 1. Analisis Lanjutan 2. Penyusunan Draft Skripsi 3. Konsultasi dan Revisi Draft 4. Penyelesaian Skripsi IV

Ujian Skripsi

1. Sidang Skripsi

2. Perbaikan Pasca Sidang

3. Skripsi Selesai

[image:62.792.81.711.104.446.2]
(63)

3.3 Pemilihan Tineliti dan Informan

Peneliti membutuhkan bantuan dari tineliti dan informan dalam memberikan data dan informasi. Informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang pihak lain dan lingkungannya, sedangkan tineliti merupakan pihak yang memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakan. Tineliti dipilih secara purposif (sengaja) berdasarkan pada kebutuhan data untuk menjawab permasalahan penelitian.

Informan awal penelitian ini adalah Kepala Desa Purwabakti yaitu Mahrop yang memberikan data sekunder mengenai keadaan desa. Sedangkan informan mengenai perkebunan diambil dari Bagian Umum PTPN VIII Kebun Cianten yaitu Hasanudin dan informan mengenai perkebunan, pekerja, dan keadaan lingkungan dari sektor delapan (daerah Dusun Cigarehong) ialah mandor besar sektor delapan, Odang.

(64)

Penentuaan warga masyarakat yang masuk kedalam tangga kehidupan dilakukan melalui diskusi peneliti dengan ketua RT 01 dan dua orang perwakilan dari masyarakat untuk menempatkan masyarakat dari Kampung Padajaya pada masing-masing tangga kehidupan yang telah mempunyai indikator kesejahteraan masing-masing, dan menanyakan posisi warga tersebut pada 10 tahun sebelumnya. Begitupula dengan Kampung Padajembar, penelilti melakukan diskusi dengan ketua RT 04 dan dua orang perwakilan dari masyarakat untuk menempatkan masyarakat dari Kampung Padajembar pada masing-masing tangga kehidupan yang telah memiliki indikator kesejahteraan masing-masing, dan menanyakan posisi warga tersebut pada 10 tahun sebelumnya.

Melalui tangga kehidupan ini, diketahui tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini dan keadaanya pada 10 tahun yang lalu, sehingga diketahui kelompok masyarakat yang tetap miskin sejak dari 10 tahun yang lalu, masyarakat yang jatuh miskin, masyarakat yang menjadi kaya dan masyarakat yang tetap kaya sejak 10 tahun yang lalu. Lewat hasil ini, diambil satu rumah tangga yang masuk ke dalam masing-masing kategori, yaitu rumah tangga Apul yang masuk ke dalam kategori tetap miskin sejak 10 tahun yang lalu, rumah tangga Tatang yang masuk ke dalam kategori jatuh miskin, rumah tangga Emis yang menjadi kaya dibandingkan 10 tahun yang lalu, dan rumah tangga Uci yang tetap kaya sejak 10 tahun yang lalu.

(65)

status kesejaheraan mereka masing-masing. Wawancara mendalam dan pengamatan berperan-serta dilakukan pada empat rumah tangga ini yaitu yang menyangkut masalah agraria yang dihadapinya, hubungan mereka dengan pihak perkebunan dan TNGH, pandangannya terhadap perkebunan maupun TNGH, dan harapan-harapannya terkait dengan reforma akses agraria.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data untuk memperoleh informasi dan pemahaman mengenai kemiskinan serta struktur penguasaan dan pemilikan tanah di Dusun Cigarehong. Pendekatan pengumpulan data yang digunakan adalah triangulasi. Menurut Denzim (1970) dalam Sitorus (1998), triangulasi adalah kombinasi sumber data, tenaga peneliti, teori dan metodologi dalam suatu penelitian tentang suatu gejala sosial. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi metodologi. Triangulasi metodologi yaitu penggunaan sejumlah metode dalam suatu penelitian (Denzim 1970, dalam Sitorus, 1998). Triangulasi diperlukan karena setiap metode memiliki kelemahan dan keunggulannya sendiri. Dengan memadukan tiga metode, yaitu pengamatan berperanserta, wawancara mendalam, dan analisis dokumen, maka satu dan lain metode akan saling menutup kelemahan sehingga tanggapan atas realitas sosial menjadi lebih valid.

(66)

data primer. Data primer didapat dari wawancara mendalam dan pengamatan berperan-serta dengan tineliti dan informan. Data sekunder didapat dari dokumen-dokumen yang terkait dengan struktur organisasi desa, kepemilikan lahan, dan informasi mengenai jumlah penduduk serta tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Tahap-tahap yang dilakukan dalam pengambilan data, yaitu penelusuran melalui buku dan penelitian terdahulu mengenai Kampung Padajaya, Kampung Padajembar, Dusun Cigarehong, Desa Purwabakti, PTPN VIII melalui e-jurnal, artikel, buku mengenai perkebunan, kemiskinan dan reforma agraria, wawancara mendalam terhadap pihak aparat pemerintahan dan pihak perkebunan. Kemudian dilakukan diskusi dengan warga untuk menentukan indikator kesejahteraan, dan batas kemiskinan, selanjutnya peneliti melakukan diskusi dengan perwakilan dari ketua RT dari masing-masing kampung untuk mengkategorikan masyarakat sesuai dengan indikator yang telah dibuat sebelumnya. peneliti kemudian melakukan wawancara mendalam terhadap masyarakat yang masuk ke dalam masing-masing kategori tersebut. Tahap terakhir yaitu pengamatan berperan-serta terhadap empat orang yang sudah diwawancara mendalam sebelumnya. Peneliti mengikuti kegiatan tineliti agar lebih memahami dan merasakan berbagai gejala sosial yang terjadi pada tineliti. Selain itu, melalui teknik berperan-serta ini, peneliti dapat melihat langsung validitas data yang telah tineliti berikan pada peneliti sebelumnya.

3.4.1 Wawancara Mendalam

(67)
[image:67.612.135.507.336.701.2]

tidak baku (Sitorus, 1998). Wawancara mendalam bertujuan untuk mengetahui pemaknaan kemiskinan menurut tineliti, sumber penghasilan, jumlah penghasilan, kepemilikan atas tanah, dan aset berharga lainnya yang dijadikan indikator kemiskinan lokal di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar. Panduan pertanyaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1, yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui masalah-masalah agraria yang terdapat di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar dan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh tineliti untuk dapat keluar dalam kemiskinan yang ia rasakan melalui program reforma akses agraria.

Tabel 2. Topik Wawancara Penelitian

Topik Informan Deskripsi Profil PTPN VIII

Kebun Cianten

Hasanudin (Bagian Umum PTPN VIII Kebun Cianten) dan Odang (Mandor Besar Sektor 8/ Dusun Cigarehong)

Mengetahui profil PTPN VIII Kebun Cianten, sejarah Kebun Cianten, pendapat perusahaan mengenai masyarakat yang memiliki sawah di daerah HGU perkebunan, gaji dan pekerjaan dari para karyawan baik karyawan lepas maupun karyawan tetap, hak dari karyawan lepas dan karyawan tetap.

Indikator kemiskinan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar Diskusi Bersama Perwakilan Masyarakat dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

Mengetahui definisi kemiskinan menurut masyarakat, indikator kemiskinan, tangga kehidupan, dan batas kemiskinan lokal

Tangga kehidupan Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

Salah Satu Ketua RT dari Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

Mengetahui masyarakat dari masing-masing kampung yang termasuk kedalam masing-masing tangga kehidupan Hubungan

Masyarakat dengan perkebunan

Perwakilan warga dari masing-masing kategori yang telah didapat sebelumnya

Mengetahui pandangan masyarakat terhadap kebijakan perkebunan mengenai sewa rumah maupun lahan pertanian, hak yang mereka dapatkan dengan bekerja di pekerbunan

Masalah Agraria Perwakilan warga dari masing-masing kategori yang telah didapat sebelumnya

Mengetahui luas tanah yang digunakan untuk pertanian dan masalah-masalah agraria yang dihadapinya

Masalah agraria yang dapat

diselesaikan dengan reforma akses agraria

Perwakilan warga dari masing-masing kategori yang telah ditemukan sebelumnya

Mengetahui kebutuhan masyarakat yang terkait dengan masalah agrarian yang mereka hadapi, dan dapat diatasi oleh reforma akses agrarian yang dapat diterapkan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

(68)

Teknik wawancara mendalam dan topik penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 2, peneliti dapat memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya khususnya kemiskinan, pengalamannya ataupun situasi dan pilihan-pilihan yang dibuat oleh tineliti dalam hidupnya baik yang berkaitan dengan kemiskinan dan masalah agraria yang dihadapinya maupun yang tidak berkaitan dengan masalah tersebut.

3.4.2 Pengamatan Berperanserta

Pengamatan berperanserta adalah proses penelitian yang mensyaratkan interaksi sosial antara peneliti dan tineliti dalam lingkungan sosial tineliti (Taylor dan Boglan, 1984 dalam Sitorus, 1998). Metode pengamatan berperan serta merupakan pengamatan langsung di lapangan. Menurut Molneng (1989) sebagaimana dikutip Sitorus (1998) pengamatan ini dilakukan agar peneliti dapat melihat, merasakan dan memaknainya, serta memungkinkan pembentukan pengetahuan secara bersama oleh peneliti dan tineliti. Melalui metode ini penulis dapat menganalisis kemiskinan yang terjadi di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar tidak saja dari satu sudut pandang saja, yaitu lewat pengamatan dari segi fisik tineliti, akan tetapi juga dari segi sosial melalui kegiatan-kegiatan dan pertemuan-pertemuan yang tineliti hadiri, sehingga dapat memahami cara pandang tineliti dalam menghadapi kemiskinan yang dialaminya.

(69)

tinggal bersama tineliti dan mengamati bagaimana cara tineliti melakukan aktivitasnya dan juga pekerjaan, aset yang dimiliki oleh tineliti.

3.4.3 Penelusuran Dokumen

Penelusuran dokumen dilakukan dengan mengumpulkan literatur yang terkait dengan masalah kemiskinan, agraria dan reforma agraria yang didapat melalui e-jurnal, buku, artikel dan skripsi. Selain itu literatur berasal dari data monografi desa untuk mendapatkan gambaran umum lokasi penelitian. Penelusuran dokumen bertujuan untuk membantu peneliti dalam memperoleh informasi yang nantinya akan membantu peneliti dalam memahami mengenai masalah penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis Data

(70)

Setelah ditulis ulang, penulis menyajikan data berupa tabel, grafik dan gambar, untuk memudahkan penulis dalam menarik kesimpulan dan meringkas hasil penelitian agar lebih mudah dipahami dan dibaca oleh orang lain. Kemudian, penulis menarik kesimpulan dari data yang telah penulis kumpulkan dengan memikirkan ulang kejadian dilapangan dan menghubungkan kejadian satu dengan yang lainnya, melakukan transfer ilmu dengan teman sekelas penulis dan mengikuti pelatihan metode penulisan agraria dan seminar yang terkait dengan agraria.

3.6 Bias Penelitian

Selama melakukan penelitian, peneliti merasakan adanya bias penelitian. Posisi peneliti sebagai mahasiswa yang menanyakan tentang kemiskinan, hubungan dengan perkebunan, maupun mengenai status kepemilikan lahan pertanian menyebabkan masyarakat tidak jujur sepenuhnya kepada peneliti. Mempertanyakan mengenai kemiskinan merupakan hal yang tidak menyenangkan, karena menyangkut masalah internal dari warga dan sensitif. Warga tertutup dan curiga terhadap pertanyaan peneliti. Terkadang terdapat kesalahpahaman dari warga masyarakat yang mengira peneliti merupakan suruhan pemerintah yang ingin melihat siapa saja yang warga yang tidak berhak mendapatkan BLT akan tetapi mendapatkan BLT di daerah tersebut.

(71)

pembicaraan, ataupun jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan peneliti. Selain itu, masyarakat takut data penelitian ini jatuh ke tangan pihak perkebunan, yang dapat membahayakan status mereka di perkebunan di masa datang.

Pertanyaan yang sulit untuk masyarakat utarakan jawabannya, salah satunya yaitu bagaimana masyarakat mendapatkan lahan pertanian mereka selain dari hasil pembagian warisan. Masyarakat sulit menjawab pertanyaan ini dikarenakan masyarakat menyembunyikan adanya pelebaran lahan ke daerah perkebunan atau TNGH, serta adanya praktek jual beli lahan pertanian yang merupakan HGU dari perkebunan ataupun TNGH. Bila TNGH dan perkebunan mengetahui adanya jual-beli dan pelebaran lahan ini, masyarakat akan mendapatkan sanksi, sehingga masyarakat sulit untuk mengeluarkan informasi sebenarnya terkait masalah ini kepada peneliti.

(72)

BAB IV

GAMBARAN UMUM DESA, DUSUN, KAMPUNG

DAN PERKEBUNAN

4.1 Desa Purwabakti

4.1.1 Kondisi Geografis Desa Purwabakti

[image:72.612.200.442.336.616.2]

Desa Purwabakti merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dengan curah hujan sebanyak 250/300 m3 dan berada di 650/1000 meter diatas permukaan laut. Luas Desa Purwabakti yaitu 1.662 hektar yang dapat dilihat pada peta Desa Purwabakti pada Gambar 3.

(73)

Desa Purwabakti terbagi dalam 5 Dusun 12 Rukun Warga (RW) serta 39 Rukun Tangga (RT). Penggunaan lahan di desa purwabakti mempunyai banyak macam, yang didasarkan pada pemanfaatan atau penggunaan tanah tersebut. Penggunaan tanah dan luas lahan adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Luas dan Penggunaan Lahan Desa Purwabakti

No. Penggunaan Lahan Luas (Hektar) Persentase (%) 1 Perumahan/Pemukiman dan Pekarangan 10 2.5

2 Sawah 162 40.4

3 Ladang 200 49.9

4 Jalan 15 3.7

5 Pemakaman/Kuburan 3 0.7

6 Perkantoran 0.1 0.0

7 Tanah/Bangunan Pendidikan 1 0.2

8 Tanah/Bangunan Pribadi 10 2.5

Jumlah 401.1 100

Sumber: Monografi Desa Purwabakti 2008

Masyarakat Desa Purwabakti menopangkan hidupnya pada sektor pertanian, yang dilihat dari besarnya penggunaan lahan sebesar 90,3 persen pada sawah dan ladang yang dapat dilihat pada Tabel 3. Melalui alokasi penggunaan tanah di Desa Purwabakti, dapat disimpulkan Desa Purwabakti mempunyai lahan yang kering, karena sebagian besar lahannya digunakan sebagai ladang yaitu sebesar 49,9 persen.

4.1.2 Kependudukan Desa Purwabakti

(74)
[image:74.612.134.505.106.356.2]

Tabel 4. Struktur Umur dan Jenis Kelamin Penduduk Desa Purwabakti

Kelompok Jumlah Jiwa Jumlah

(Orang) Persentase (%) Umur Laki-Laki Perempuan

0-4 330 326 656 9.0

5-9 255 253 508 6.9

10-14 383 384 767 10.5

15-19 309 311 620 8.5

20-24 227 225 452 6.2

25-29 221 221 442 6.0

30-34 229 218 447 6.1

35-39 224 220 444 6.1

40-49 226 227 453 6.2

50-54 227 231 458 6.3

55-59 225 223 448 6.1

60-64 220 221 441 6.0

65-69 205 206 411 5.6

70-Keatas 391 388 779 10.6

Jumlah 3672 3654 7326 100

Sumber: Monografi Desa Purwabakti 2008

Dilihat dari perkembangan penduduk Desa Purwabakti, rasio angka kelahiran dan kematian terlihat berbeda cukup tinggi, angka kelahiran penduduk pada bulan April 2009 yaitu sebesar 53 orang, sementara angka kematian 14 orang. Kepadatan penduduk di Desa Purwabakti sebanyak 7.530 orang pada bulan April 2009 dengan gerak mobilitas yang tergolong cukup rendah, yaitu pendatang sebanyak dua orang dan jumlah penduduk yang pindah sebanyak dua orang. Sebagian besar penduduk Desa Purwabakti beragama Islam.

(75)

persen dan pengrajin 11,7 persen. Penduduk yang bekerja sebagai pengrajin, merupakan pengrajin kayu rotan, yang letaknya jauh dari Kebun Cianten.

Tabel 5. Mata Pencaharian Penduduk Desa Puwabakti

No. Mata Pencaharian Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tani 653 16.0

2 Pedagang 300 7.3

3 Pegawai Negri 8 0.2

4 TNI/POLRI 0 0.0

5 Pensiunan/Purnawirawan 2 0.0

6 Swasta 2500 61.1

7 Buruh Pabrik 20 0.5

8 Pengrajin 480 11.7

9 Tukang Bangunan 30 0.7

10 Penjahit 5 0.1

11 Tukang Las 1 0.0

12 Tukang Ojek 65 1.6

13 Bengkel 1 0.0

14 Sopir Angkutan 15 0.4

15 Lain-lain 10 0.2

Total 4090 100

Sumber: Monografi Desa Purwabakti 2008

4.1.3 Pendidikan Desa Purwabakti

(76)

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Purwabakti

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD/Sederajat 275 25.8

2 Tamat SD/Sederajat 458 43.0

3 Tamat SLTP/Sederajat 256 24.1

4 Tamat SLTA/Sederajat 75 7.0

Total 1064 100

Sumber: Monografi Desa Purwabakti 2008

4.2 Dusun Cigarehong

Dusun Cigarehong adalah salah satu tempat permukiman di Kebun Cianten. Dusun Cigarehong memiliki dua RW yaitu RW 08 dan RW 07. Dusun ini terletak paling ujung dari Kebun Cianten, dan memiliki enam kampung. Kampung tersebut yaitu: Cigarehong (RW 07/RT 01), Cikandang (RW 7/ RT 02), Babakan Salim (RW 07/RT 03), Legog Makam (RW 07/RT 04), Padajaya (RW 08/RT 01 dan RT 02) dan Padajembar (RW 08/RT 03 dan RT 04).

Dusun Cigarehong pada awalnya hanya terdiri dari rumah karyawan tetap perkebunan, yang merupakan rumah dinas dari perkebunan yang dibuat di Kampung Cigarehong. Tapi pada akhirnya, karena pertambahan penduduk dan bertambahnya pendatang yang datang untuk bekerja baik pada perkebunan maupun PT.Cevron LTD, masyarakat pendatang tersebut membuat pemukimannya sendiri-sendiri, dan membuat koloni yang menjadi sebuah kampung.

(77)

minyak dari PT.Cevron LTD. Dusun ini adalah dusun terakhir dari wilayah Kebun Cianten yang berbatasan dengan wilayah Sukabumi.

Fasilitas perkebunan yang terdapat di Dusun Cigarehong, yaitu SDN Ciasmara IV, Madrasah Aliyah Tarbiyatul Aftal 2 dan Tempat Penitipan Anak (TPA). Berdasarkan wawancara terhadap kepala sekolah SDN Ciasmara IV, perkebunan tidak pernah memberikan bantuan kepada SDN ini. Perkebunan hanya memberikan bantuan pada tahun 1981 berupa makanan (minyak dan gula) kepada murid kelas enam yang hendak melaksanakan ujian, dan juga memberikan bantuan pada guru. Sejak itu perkebunan tidak pernah lagi memberikan bantuan. Menurut kepala sekolah juga, perkebunan hanya memberikan bantuan kepada Madrasah Aliyah. Karena Madrasah Aliyah termasuk kedalam program bantuan perkebunan, sedangkan SDN Ciasmara IV tidak termasuk kedalamnya.

4.3 Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

4.3.1 Keadaan Geografis Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

(78)

Kampung di Dusun Cigarehong identik dengan tali persaudaraan. Penduduk dalam satu kampung, biasanya memiliki saudara baik kakak atau adik, menantu, orang tua dan anak, akan tetapi pada kampung lain di Dusun Cigarehong, penduduk tersebut tidak memiliki saudara dekat, hanya saudara jauh. Contohnya adalah Ida warga dari RT 03 Kampung Padajembar, ibunya tinggal di RT 04 di kampung yang sama, sedangkan adik-adiknya tinggal tidak jauh dari kediamannya, hanya berbeda satu atau dua rumah saja. Akan tetapi Ida tidak memiliki saudara dekat di Kampung Padajaya.

Mata pencaharian dan jumlah penghasilan antara masyarakat di Kampung Padajaya dan Padajembar berbeda. Masyarakat Kampung Padajaya, sebagian besar tidak menopangkan hidupnya pada perkebunan, mereka bekerja sebagai pedagang dan karyawan pada PT.Cevron LTD, jarang yang memiliki tanah pertanian. Masyarakat di Padajembar sebagian besar menopangkan hidupnya pada perkebunan dan memiliki tanah pertanian. Wilayah pertanian dan rumahnya merupakan bagian dari wilayah perkebunan.

(79)

4.3.2 Pendidikan di Kampung Padajaya dan Kampung Padajembar

[image:79.612.185.478.341.561.2]

Fasilitas pendidikan yang terdapat di daerah Kebun Cianten yaitu: Satu unit Taman Kanak-Kanak Tunas Karya, Tiga Unit Sekolah Dasar, Tiga Unit unit Madrasah Diniyah, dan satu unit Sekolah Menengah Pertama. Fasilitas perkebunan yang dapat digunakan ol

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Waktu Penelitian
Tabel 2. Topik Wawancara Penelitian
Gambar 3. Peta Desa Purwabakti
+7

Referensi

Dokumen terkait