SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans) PADA TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosum Linn.) DI KECAMATAN SIMPANG EMPAT
SKRIPSI
OLEH :
FEBEPRISKILA BR TARIGAN 100301170
HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans) PADA TANAMAN KENTANG
(Solanum tuberosum Linn.) DI KECAMATAN SIMPANG EMPAT
SKRIPSI
OLEH :
FEBEPRISKILA BR TARIGAN 100301170
HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum Linn.) Di Kecamatan Simpang Empat
Nama : Febepriskila Br Tarigan
NIM : 100301170
Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan Program Studi : Agroekoteknologi
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,
Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Ir. Lahmuddin Lubis, MP.
ABSTRACT
Febe Priskila, “Survey of The Effect of Mount Sinabung eruption on leaf blight disease (Phytophthora infestans) on Potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat Distric”. Supervised by Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. The aim of experiment was to find out the effect of mount Sinabung on leaf blight disease (Phytophthora infestans) disease on potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat distric. This research was conducted using survey method by regression quantitative analyzis, ie regression of the number of eruption regression and incidence of leaf blight disease percentage, regression between the control after occurres eruption with incidence of disease and regression leaf blight disease between control after occurres eruption with production of potatoes.
The result showed that the number of eruption did not have significant relationship with incidence of leaf blight disease percentage, and the control after occurance of the eruption did not have significant relation with incidence of disease and production of potatoes in Simpang Empat distric. The highest incidence of disease in Torong village with 1,6% and the lowest were showed in Bilan Baru village with 1,1%. The highest potatoes production was in Bulan Baru village with 9,4 Ton/Ha and the lowest production was in Ujung village with 5,4 Ton/Ha.
ABSTRAK
Febe Priskila, “Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Phytophthora Infestans Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum
Linn.) Di Kecamatan Simpang Empat” dibawah bimbingan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Dan Ir. Lahmuddin Lubis, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh erupsi gunung Sinabung terhadap penyakit
Phytophthora infestans pada tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis kuantitatif regresi yaitu regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit Phytophthora infestans, regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit p.infestans dan regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya terjadi erupsi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap persentase kejadian penyakit, dan pengendalian setelah erupsi terjadi juga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit dan produksi kentang di Kecamatan Simpang Empat. Persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat di Desa Torong sebesar 1,6% dan persentase kejadian penyakit terendah di Desa Bulan Baru sebesar 1,1%. Produksi kentang tertinggi terdapat di Desa Bulan Baru sebesar 9,4 Ton/Ha dan produksi terendah di Desa Ujung yaitu sebesar 5,4 Ton/Ha..
RIWAYAT HIDUP
Febepriskila Br Tarigan, lahir pada tanggal 21 Mei 1992 di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Anak Pertama dari 3 bersaudara dari
ayah J. Tarigan dan Ibu M br. Ginting.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh :
- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Dasar Negeri 040479 di Perteguhen
- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Kabanjahe di
Kabanjahe
- Tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kabanjahe di
Kabanjahe
- Tahun 2010 diterima sebagai mahasiswa di Program studi
Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN.
Pengalaman Kegiatan Akademis :
- Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) tahun
2013-2014
- Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK)
tahun 2010-2014
- Tahun 2013 dan 2014 sebagai Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub Gulma, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
- Tahun 2014 sebagai Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PTPN IV Kebun Sawit
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.
Adapun judul dari Skripsi ini adalah “Survei Pengaruh Erupsi Gunung
Sinabung Terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. selaku ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP.
selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis selama
penelitian.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan Skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 7
Tanah ... 7
Iklim ... 8
Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de. Barry) ... 9
Gejala Serangan ... 11
Daur Penyakit ... 13
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit ... 14
Gunung Sinabung ... 15
Kandungan Abu Vulkanik ... 17
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
Bahan dan Alat ... 19
Metode Penelitian ... 19
Metode Daerah Sampling ... 19
Metode Pengambilan Sample ... 20
Pelaksanaan Penelitian ... 20
Pembuatan Tanda ... 20
Survei Penyakit Hawar Daun Kentang ... 20
Pengamatan di Laboratorium ... 21
Persentase Kejadian Penyakit ... 21
Produksi Tanaman Kentang ... 21
Pengendalian Penyakit ... 22
Analisis Data ... 22
Analisis Regresi ... 22
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung dan Pengambilan Sampel Desa ... 25
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian ... 26
Letak dan Keadaan Geografis ... 26
Luas Panen, Produksi, Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura ... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian Penyakit ... 28
Produksi Kentang ... 30
Hubungan Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 32
Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 34
Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang ... 36
Pengamatan di Laboratorium ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
DAFTAR TABEL
No. Hlm.
1. Analisa Kimia Abu Vulkanik ... 18
2. Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura Kecamatan Simpang Empat 27
3. Rataan Persentase Kejadian Penyakit di Kecamatan Simpang Empat . 28
4. Rataan Produksi Kentang di Kecamatan Simpang Empat ... 30
5. Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit
Hawar Daun Kentang ... 32
6. Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit
Hawar Daun Kentang ... 34
DAFTAR GAMBAR
No. Hlm.
1. Miselium Phytophthora infestans ... 11
2. Gejala Serangan Phytophthora infestans ... 13
3. Daur Hidup Phytophthora infestans ... 13
4. Gunung Sinabung Sedang Mengeluarkan Erupsi ... 15
5. Pengambilan Sampel Desa ... 25
6. Grafik Gabungan Rataan Persentase Kejadian Penyakit Keempat Sampel Desa ... 29
7. Grafik Gabungan Rataan Produksi Kentang Keempat Sampel Desa .... 31
8. Grafik Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 33
9. Grafik Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang ... 35
10. Grafik Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang ... 37
11. Miselium Jamur Phytophthora infenstans Perbesaran 10x ... 38
ABSTRACT
Febe Priskila, “Survey of The Effect of Mount Sinabung eruption on leaf blight disease (Phytophthora infestans) on Potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat Distric”. Supervised by Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. and Ir. Lahmuddin Lubis, MP. The aim of experiment was to find out the effect of mount Sinabung on leaf blight disease (Phytophthora infestans) disease on potatoes (Solanum tuberosum Linn.) in Simpang Empat distric. This research was conducted using survey method by regression quantitative analyzis, ie regression of the number of eruption regression and incidence of leaf blight disease percentage, regression between the control after occurres eruption with incidence of disease and regression leaf blight disease between control after occurres eruption with production of potatoes.
The result showed that the number of eruption did not have significant relationship with incidence of leaf blight disease percentage, and the control after occurance of the eruption did not have significant relation with incidence of disease and production of potatoes in Simpang Empat distric. The highest incidence of disease in Torong village with 1,6% and the lowest were showed in Bilan Baru village with 1,1%. The highest potatoes production was in Bulan Baru village with 9,4 Ton/Ha and the lowest production was in Ujung village with 5,4 Ton/Ha.
ABSTRAK
Febe Priskila, “Survei Pengaruh Erupsi Gunung Sinabung Terhadap Penyakit Phytophthora Infestans Pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum
Linn.) Di Kecamatan Simpang Empat” dibawah bimbingan Ir. Yuswani Pangestiningsih, MS. Dan Ir. Lahmuddin Lubis, MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh erupsi gunung Sinabung terhadap penyakit
Phytophthora infestans pada tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis kuantitatif regresi yaitu regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit Phytophthora infestans, regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit p.infestans dan regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyaknya terjadi erupsi tidak memiliki hubungan signifikan terhadap persentase kejadian penyakit, dan pengendalian setelah erupsi terjadi juga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian penyakit dan produksi kentang di Kecamatan Simpang Empat. Persentase kejadian penyakit tertinggi terdapat di Desa Torong sebesar 1,6% dan persentase kejadian penyakit terendah di Desa Bulan Baru sebesar 1,1%. Produksi kentang tertinggi terdapat di Desa Bulan Baru sebesar 9,4 Ton/Ha dan produksi terendah di Desa Ujung yaitu sebesar 5,4 Ton/Ha..
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) menghasilkan umbi sebagai
komoditas sayuran yang dikembangkan dan berpotensi untuk dipasarkan didalam
negeri maupun diekspor. Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman
penunjang program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat. Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai
cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial,
mineral, dan elemen–elemen mikro, disamping juga merupakan sumber vitamin C
(asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6) dan mineral P,
Mg dan K (Putro, 2010).
Penyakit tumbuhan yang terhebat yang tercatat dalam sejarah adalah
hawar daun kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans. Pada
tahun 1844 hawar daun kentang berkembang di Amerika Serikat. Tetapi penyakit
ini tidak mendapat perhatian dari para petani Eropa, yang jaraknya lebih kurang
5000 km dari Amerika (Horsfall dan Cowling, 1977). Pada tahun 1845 penyakit
berjangkit dihampir semua pertanaman kentang di Eropa yang meliputi luas jutaan
Ha. Penyakit ini sedemikian hebat sehingga kebanyakan pertanaman kentang
binasa dan tidak menghasilkan. Di Irlandia, yang makanan pokok rakyatnya
adalah kentang, timbul paceklik yang sangat menyedihkan. Diantara tahun 1845
dan 1860 lebih kurang satu juta rakyat Irlandia mati kelaparan (lebih kurang
ke negara lain dan sebagian besar menjadi imigran ke Amerika Serikat
(Semangun,1996).
Penyakit busuk (hawar) daun ditemui hampir di setiap tempat dimana
tanaman kentang tumbuh. Dennis et al., 1996 dalam Kusmana, 2003 menyatakan
bahwa jamur ini menyerang batang, tangkai daun dan umbi pada semua fase
pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempercepat penyebaran penyakit busuk
(hawar) daun diantaranya penggunaan kultivar yang rentan presipitasi dan
kelembaban (Yulimasni, 2005).
Faktor lingkungan yang paling berperan terhadap awal terjadinya penyakit
infeksi maupun perkembangannya adalah suhu dan kelembapan udara. Faktor
berikutnya adalah hara tanah. Sedangkan faktor cahaya dan pH tanah kurang
memainkan peranan penting terhadap perkembangan penyakit infeksi hal ini
dikemukan oleh Abadi (2003). Akibat letusan gunung berapi, beberapa material
yang keluar dari kepundan gunung tersebut antara lain adalah awan panas,
material pijar, hujan abu, kemungkinan gas beracun yang terlempar ke atmosfer.
Semua material tersebut memiliki dampak yang berbeda – beda terhadap
lingkungan hidup, terdapat dampak negatif dan dampak positif. Gunung Sinabung
mengeluarkan bahan material vulkanik seperti debu dan awan panas yang
disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan jatuh wilayah hingga
mencapai > 25 km dari kawah ke arah timur karena pengaruh hembusan angin. Di
Beberapa desa mengalami dampak langsung antara lain bangunan/rumah, lahan,
dan tanaman diselimuti oleh debu dan diperparah lagi selama 3 minggu pasca
Lahan pertanian yang merupakan mata pencarian masyarakat sekitar tidak
luput dari tutupan debu vulkanik tersebut. Secara kasat mata, kondisi tanaman
yang terkena dampak debu vulkanik masih tumbuh baik, namun di beberapa
tempat yang terkena penutupan debu vulkanik yang tebal menunjukkan gejala
kelayuan sampai kematian dengan pembagian luasan yang berbeda-beda, yakni
tanaman pangan (jagung, padi, ubi jalar, kacang tanah) seluas 2.639 ha, tanaman
sayuran (cabe, tomat, kubis, kentang, petsai, dan lain-lain) seluas 2.368 ha,
tanaman buah-buahan (jeruk, pisang, alpukat, dan lain-lain) seluas 828 ha, serta
tanaman perkebunan (kopi, kakao, dan lain-lain) seluas 1.126 ha. Dengan
demikian, luas keseluruhan yang tertutup debu adalah 6.961 ha (Dinas Pertanian,
2010). Hal inilah yang menyebabkan perlunya dilihat sejauh mana debu vulkanik
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman, serta sifat-sifat tanah.
Debu yang turun di areal pertanaman kentang akan menutupi permukaan
daun sehingga menghambat proses fotosintesa dan tanaman tersebut lambat laun
akan mati. Hal ini mengakibatkan penurunan produksi tanaman kentang. Debu
yang turun dan disertai tidak turunnya hujan pasca erupsi akan mempengaruhi
siklus hidup jamur P.infestans, karena pembentukan dan perkecambahan
konidium P. infestans sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu, terutama
kelembaban. Pada udara yang kering konidium sudah mati dalam waktu 1 – 2 Jam
hal ini didukung oleh pernyataan Semangun (2000).
Pembenahan dampak erupsi gunung sinabung terhadap tanaman pangan
dapat dilakukan melalui penerapan komponen-komponen teknologi yang
mempunyai sifat yang bersinergisme terhadap peningkatan produktivitas.
penggunaan varietas unggul yang adaptif sehingga mampu membuat peningkatan
produktivitas pada komoditas tanaman pangan. 2). Penerapan rekomendasi
pemupukan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman melalui Perangkat Uji
Tanah Sawah (PUTS) atau Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) aplikasi
pemupukan sesuai fase kebutuhan tanaman terhadap hara yang dibutuhkan. 3).
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yaitu dengan terlebih dahulu memantau
perkembangan hama/penyakit yang muncul akibat dampak erupsi gunung
sinabung (BPTP Sumut, 2013).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh erupsi gunung
Sinabung terhadap penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans) pada tanaman
kentang (Solanum tuberosum Linn.) di Kecamatan Simpang Empat Hipotesis Penelitian
- Adanya pengaruh terjadinya erupsi gunung Sinabung terhadap kejadian
penyakit hawar daun kentang
- Adanya pengaruh cara pengendalian penyakit setelah erupsi terhadap
kejadian penyakit hawar daun kentang
- Adanya pengaruh cara pengendalian penyakit setelah erupsi terhadap
produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) Kegunaan Penulisan
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tanaman
Menurut Rukmana (1997), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
kentang diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Clasis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum Linn.
Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang tetapi
hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. Di dalam tanah, akar –
akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Rich, 1983).
Batang tanaman berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada
varietasnya. Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun
agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50–
120 cm, tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau hijau
keungu–unguan . Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat–zat hara dari tanah
ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman
Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk
bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer dan sekunder,
tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan (daun mejemuk) yang
menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap
batang tanaman membentuk sudut kurang dari 45oatau lebih besar 45o. Pada dasar
tangkai daun terdapat tunas ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang
sekunder. Daun berkerut–kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu. Daun
tanaman berfungsi sebagai tempat proses asimilasi untuk pembentukan
karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang digunakan untuk pertumbuhan
vegetatif, respirasi dan persediaan tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Bunga kentang adalah zygomorph (mempunyai bidang simetris), berjenis
kelamin dua (Hermaphroditus) warna mahkota brbentuk terompet dengan ujung
seprti bintang, lima benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya.
Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (inflorescens) yang
tumbuh diujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1 – 30 bunga. Tetapi pada
umumnya 7 – 15 bunga untuk tiap karangan bunga (Soelarso, 1997).
Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses
pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari
rhizome atau stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak.
Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak,
Syarat Tumbuh Tanah
Tanah yang cocok untuk kentang yaitu tanah yang subur, air tanahnya
dalam, berdrainase yang baik dan pH anatar 5-6,5. Pada tanah ber-pH rendah,
mutu kentang yang dihasilkan akan menurun (Setiawan, 1995).
Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak
mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan
reaksi tanah (pH) 5–6,5. Jenis tanah yang paling baik adalah Andosol dengan ciri–
ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai
coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan bertekstur
remah. Jenis tanah Andosol memiliki kandungan unsur hara sedang sampai
tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral
(Rukmana, 1997).
Daerah pegunungan yang dijadikan lahan untuk budidaya tanaman
kentang merupakan lahan yang cukup baik dalam perkembangannya karena tanah
tersebut mengandung bahan organik dari material vulkanis gunung yang dapat
membuat tanah tersebut subur. Menurut AAK (1992:146), tanaman kentang cocok
dengan tanah yang subur, ringan dan dalam dengan drainase yang baik. Setiadi
dan Nurulhuda (1993:21) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan
bahwa tanah yang paling baik untuk kentang adalah tanah yang gembur atau
sedikit mengandung pasir agar mudah diresapi air dan mengandung humus yang
tinggi (Agnestika, 2013).
Derajat keasaman tanah atau pH tanah juga memiliki pengaruh bagi
untuk kentang bervariasi tergantung dari varietas kentangnya. Tanah dengan pH
5,5-6,5 (agak asam) lebih disukai karena dengan keasaman tanah kurang dari 5,4
membantu mengendalikan penyakit kudis pada kentang (Streptomyces scabies)
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Menurut Setiadi dan Nurulhuda (1993:21) Semakin baik kondisi lahan
tempat budidaya tanaman kentang, maka semakin besar pula kandungan bahan
organik dalam lahan tersebut. Sehingga, lahan yang digunakan untuk budidaya
tanaman kentang tersebut menjadi lahan yang subur karena mengandung unsur
hara yang tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Rubatzky dan Yamaguchi
(1995:122) yang mengatakan bahwa ketersediaan hara sangat penting untuk
pertumbuhan awal tanaman dan kebutuhan pupuk tertinggi terjadi selama
pembesaran umbi (Agnestika, 2013).
Iklim
Kentang yang dapat tumbuh di daerah tropis tetap saja membutuhkan
daerah berhawa dingin atau sejuk. Suhu udara ideal untk kentang berkisar antara
15-18oC pada malam hari dan 24-30 oC di siang hari. Namun, kentang masih dapat
hidup di daerah yang suhu udaranya, terutama pada malam hari, dibawah suhu
tersebut diatas. Ukuran iklim ini cukup dingin bagi Indonesia yang tergolong
negara tropis dan mempunyai suhu pada siang hari 24-25 oC dan 15-24 oC di
malam hari (Setiadi, 2009).
Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman pangan yang sering kita
jumpai di daerah-daerah pegunungan karena mempunyai iklim yang rendah serta
ketinggian yang cocok untuk pertumbuhannya secara optimal. Setiadi dan
tempat-tempat yang cukup tinggi, seperti di daerah pegunungan dengan
ketinggian sekitan 500-3.000 meter diatas permukaan laut (mdpl), tetapi tempat
yang ideal berkisar antara 1.000-3.000 mdpl dengan suhu udara berkisar antara
15-18° C pada malam hari dan 24-30° C pada siang hari, serta curah hujan
kira-kira 1.500 mm per tahun (Agnestika, 2013).
Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ
vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta organ
generatif seperti bunga dan umbi. Terbentuknya bagian vegetatif dan generatif ini
merupakan hasil proses asimilasi atau fotosintesis yang menguatkan cahaya
matahari sebagai sumber energi. Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan
tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat
mempercepat proses pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi (Samadi,
1997).
Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) Menurut Agrios (1996) klasifikasi jamur ini sebagai berikut :
Kingdom : Mycetae
Divisio : Eumycota
Subdiviso : Mastigomycotina
Class : Oomycetes
Ordo : Peronosporales
Famili : Pythiaceae
Genus : Phytophthora
Miselium pada jamur parasit tanaman ini dapat tumbuh di dalam sel
(intracelluler) atau antar sel (intercelluler). Sporangiofor biasanya
bercabang-cabang dan biasanya dibentuk di permukaan tanah, pada tanaman, dan dapat
muncul dari inang melalui efidermis atau stomata (Landecker, 1982).
Miselium interseluler, tidak bersekat, mempunyai banyak haustorium.
Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan percabangan
simpodial, mempunyai banyak bengkakan-bengkakan yang khas. Konidium
berbentuk buah pir, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak, 7-32. Konidium
berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara
tidak langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora). Oleh karena dapat
membentuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau
zoosporangium. Jamur dapat membentuk oospora meskipun agak jarang
(Semangun, 1989).
Sporangium yang pertama terbentuk adalah patogen tular udara.
Sporangium terbentuk pada kelembapan relatif (RH) minimum 91% dan optimum
pada 100% dan temperatur udara berkisar antara 23-26oC, dimana temperatur
yang optimum pada 18-22 oC. Pembentukan sporangium pada temperatur 15 oC
akan membentuk zoospore dalam satu atau dua hari. Sedangkan pada suhu 25 oC
membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 5-7 hari. Oosspora berkecambah pada
temperatur 12-15 oC setelah perkecambahan, tabung kecambah dari zoospora
mengalami perkembangan dari jamur ini sesudah terjadi infeksi pada tanaman
kentang (Walker, 1957).
Dwidjoseputro (1978) menyatakan bahwa jamur ini mempunyai
(simpodial), dan pertumbuhannya berlangsung terus menerus. Sporongium yang
telah kosong gugur, dan tumbuh sporangium yang baru pada ujung cabang yang
baru. Bentuk sporangium berbentuk seperti jeruk nipis yang mempunyai tonjolan
kecil. Sporangium tidak tahan kekeringan. Jika ada air, maka ia menghasilkan
zoospora. Pada suhu yang tinggi ia membentuk buluh kecambah, dan pada suhu
yang rendah ia menghasilkan zoospora (Aruan, 2004).
Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena
P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada
umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual dengan zoospora, tetapi
dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat
heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora
hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat
P. infestans yang mempunyai tipe perkawinan berbeda (Purwanti, 2002).
Gejala Serangan
Daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotik pada tepi dan
ujungnya. Kalau suhu suhu tidak terlalu rendah dan kelembapan cukup tinggi, Gambar. 1 Miselium Jamur P.infestans
Sumber : Foto Langsung
Sporangium
Hifa
bercak-bercak tadi akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun.
Bahkan kalau cuaca sedemikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman diatas
tanah akan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera
mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur
lebih dari satu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang
berumur 3 minggu (Semangun, 1996).
Awalnya, pada daun terdapat bercak agak kebasah-basahan. Bila
kelembapan tinggi, bercak akan cepat meluas. Sel-sel ditempat tersebut mati
dengan cepat sehingga bercak tampak berwarna coklat. Dibatas bercak timbul
suatu daerah putih yang terdiri atas miselia dan sporangiofora beserta
sporangianya. Jika iklim terus-menerus basah, seluruh daun dan bagian lainnya
akan menunjukkan gejala serupa, lalu membusuk dengan cepat. Umbi di dalam
tanah pun bisa diserangnya, dengan gejala busuk berwarna coklat
kehitam-hitaman (Rukmana dan Saputra, 1997).
Gejala pada tingkat awal timbul bercak nekrotik pada bagian tepi dan
ujung daun. Gejala ini bertahan atau berkembang lambat pada varietas yang tahan
atau dalam cuaca yang kering. Gejala pada tingkat lanjut muncul bercak-bercak
nekrotik yang berkembang keseluruh daun tanaman dan menyebabkan matinya
bagian tanaman yang ada diatas tanah. Gejala pada daun tanaman muncul setelah
tanaman berumur lebih dari satu bulan. Hal ini terutama terjadi pada varietas
rentan dan kelembapan cukup tinggi pada suhu yang tdak terlalu rendah
Daur Pen Jam
umbian ya
muda yan
di sini. De
dapat bert demikian terinfeksi (Semangu Sumber nyakit mur dapat
ang sakit. K
ng baru saja
emikian pul tunas dan menurut Su Phytophtho un, 1989). Gam :http:// ww Gambar. 2 Sum mempertah Kalau umbi tumbuh da la umbi-umb menyebark uhardi (198
ora namun d
mbar 3. Da ww.apsnet.or
2 Gejala Ser mber : Foto
hankan diri
i yang saki
an membent
mbi sakit yan
kan konidiu
84) di Indo
daun-daun m
aur hidup Ph
rg/online/fe
rangan P.inf
Langsung
dari musim
it ditanam,
tuk banyak
ng dibuang,
um (Van d
nesia agak
muda sering
hytophthora
eature/latebl
festans
m ke musi
jamur dapa
konidium a
dalam kead
er Zaag, 1
jarang terd
g terserang o
a infestans
lit/chapter1/ Gejala
im dalam u
at naik ke
atau sporan
daan yang c
Sifat serangannya epidemik berbentuk bunga majemuk/multiple interest
disease; terdapat banyak ras-ras fisiologis patogennya; tanaman inang antara
lainnya adalah tomat dan beberapa anggota Solanaceae; dapat bertahan hidup
pada sisa-sisa tanaman inang dan umbi yang membusuk di lapangan dan didalam
tanah sebagai saprofit (Djafaruddin, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. infestans sangat
dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu, terutama kelembapan. Pada udara kering
konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan 50-80%
dalam waktu 3-6 jam. Pada suhu 10-25o C, kalau ada air, konidium membentuk
zoospora dalam waktu ½ - 2 jam. Perkembangan bercak pada daun paling cepat
terjadi pada suhu 18-20o C. Pada suhu 30o C perkembangan bercak akan
terhambat. Oleh karena itu pada kentang dataran rendah (kurang dari 500 m dari
permukaan laut) Ph. infestans tidak merupakan masalah karena pada kondisi ini
tanaman jamur sulit tumbuh (Semangun,1996).
Suhu merupakan faktor yang sangat penting pada perkembangan jamur ini
antara lain ukuran sel mikroorganisme, metabolisme, metabolisme pembentukan
pigmen dan toksin pengambilan nutrisi fungsi enzim dan komposisi kimia dari sel
Gunung Gu mendadak mengeluar sekitar puk dinaikkan ditampung
vulkanis i
cenderung Medan jug Medan di dilaporkan rumahnya terjadi sek 18.00 WIB Letusan k Sinabung Gamb unung Sinab
k aktif kemb
rkan asap d
kul 00.15 W
menjadi "
g di 8 lokas
ini tersemb
g meluncur
ga terselimu
ilaporkan t
n meningga
a. Pada tang
kitar pukul
B. Letusan p
kedua terjad
bar 4. Gunu
bung tidak
bali dan me
dan abu vu
WIB, gunun
Awas". Du
i. Suara letu
bur hingga
r dari arah
uti abu dari
tidak meng
al dunia kar
ggal 3 Sept
04.45 WIB
pertama me
di bersamaan
ung Sinabun Sumber : B
pernah terc
eletus pada
ulkanis. Pad
ng Sinabung
ua belas rib
usan ini ter
5.000 met barat day Gunung Si galami gan rena ganggu tember 201 B sedangka enyemburka
n dengan g
ng Sedang M Badan Geolo
catat meletu
tanggal 27
da tanggal
g mengeluar
bu warga d
dengar sam
ter di udar
a menuju
nabung. Ba
ngguan perj
uan pernapa
10, terjadi 2
an letusan k
an debu vuk
empa bumi
Mengeluarka ogi
us sejak tah
7 Agustus 2
29 Agustus
rkan lava. S
disekitarnya
mpai jarak 8
ra. Abu Gu
timur laut.
andar Udara
jalanan uda
asan ketika
2 letusan. L
kedua terja klkanis setin vulkanis y an Erupsi hun 1.600 2010, gunun
s 2010 dini
Status gunun
a dievakuas
kilometer.
unung Sina
Sebagian
a Polonia di
ara. Satu o
a mengungs
Letusan per
adi sekitar p
nggi 3 kilom
hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini. Pada tanggal 7 September 2010,
Gunung Sinabung kembali metelus. Ini merupakan letusan terbesar sejak gunung
ini menjadi aktif (BPTP Sumut, 2013).
Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, dalam bulan
September 2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal
15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Status
gunung sinabung dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA (level III). Tidak
ada tanda-tanda sebelumnya akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada
peringatan dini sebelumnya. Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan
Berastagi. Abu vulkanis selain menutupi jalanan, rumah-rumah penduduk juga
menutupi tanaman. Debu vulkanik berdampak pada 6 (enam) kecamatan di sekitar
gunung Sinabung yaitu Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat,
Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan
Kecamatan Berastagi. Letusan terkini terjadi pada tanggal 15 Oktober 2013 dan
dilaporkan juga mengeluarkan lava. Jarak dari Gunung Sinabung ke Kecamatan
Simpang Empat adalah ± 6 Km dari puncak (PVMBG, 2013).
Abu vulkanik letusan Gunung Sinabung menyelimuti pemukiman
masyarakat di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Letusan gunung yang
disertai dengan gempa itu membuat masyarakat dilanda kepanikan. Sebanyak 17
jiwa meninggal akibat guguran awan panas sinabung. Akibat letusan gunung
berapi, beberapa material yang keluar dari kepundan gunung tersebut antara lain
adalah awan panas, material pijar, hujan abu, kemungkinan gas beracun yang
terlempar ke atmosfer. Semua material tersebut memiliki dampak yang berbeda –
Gunung Sinabung mengeluarkan bahan material vulkanik seperti debu dan awan
panas yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan jatuh wilayah
hingga mencapai > 25 km dari kawah ke arah timur karena pengaruh hembusan
angin. Di Beberapa desa mengalami dampak langsung antara lain
bangunan/rumah, lahan, dan tanaman diselimuti oleh debu dan diperparah lagi
selama 3 minggu pasca erupsi tidak ada turun hujan. Akibat debu dari erupsi
Gunung Sinabung yang menyelimuti atap seng bangunan rumah penduduk terlihat
berwarna kekuningan dijumpai pada desa Sukanalu (5 km), Sadaperarih (10 km)
dan Dolatrayat (15 km) diperkirakan akan merusap atas bangunan rumah
(PVMBG, 2013).
Penanganan sayuran yang terkena dampak erupsi sinabung adalah sebagai
berikut : a) Perlu penyediaan embung di daerah erupsi gunung Sinabung, karena
tanaman sayuran yang terkena abu vulkanik perlu segera disiram air. b) Daun
tanaman yang sudah tua terkena abu gunung Sinabung sebaiknya dipangkas/
dihilangkan (BPTP Sumut, 2013).
Kandungan Abu Vulkanik
Debu vulkanik yang menjadi lumpur bahkan memiliki pH yang lebih
rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Tanah yang bercampur debu vulkanik
(tanah lapisan atas) tergolong masam dengan nilai pH 4,83. Kemasaman yang
tinggi atau nilai pH yang rendah hingga sangat rendah dari debu vulkanik ini,
disebabkan kadar sulfur (belerang) yang tinggi dengan kadar belerang (S) total
sebesar 3,36%. Demikian juga kelarutannya dalam bentuk sulfat (SO4) yang
cukup tinggi mencapai 62 ppm, jauh diatas kadar yang dapat menyebabkan iritasi
Namun demikian, kadar SO4 sebesar 62 ppm ini belum tergolong ke dalam
level yang berbahaya dengan kadar 400-500 ppm. Kadar hara yang tinggi terdapat
pada debu vulkanik Gunung Sinabung, Kalium (K) dan Magnesium (Mg), kadar
hara lainnya seperti Fosfat (P) dan Boron (B) rendah, dan kandungan
logam-logam berat (Pb, Cu, Cd, dan Fe) yang dapat bersifat toxic bagi tanaman, sangat
rendah, sehingga tidak menyebabkan pencemaran bagi tanaman. Bahan pada
silikat (SiO2) yang lebih berfungsi sebagai bahan amelioran (bahan pembenah)
tanah sangat tinggi terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung mencapai
74,47 % (Tim FP USU, 2014).
Hasil analisa kimia batuan letusan gunung Sinabung tanggal 23 Desember
2013. Conto Pumice (kedalaman lapisan) di analisa dengan X-Ray Fluorescence
[image:31.595.108.537.424.540.2](XRF) adalah sebagai berikut :
Tabel. 1 Analisa Kimia Abu Vulkanik
Tahun SiO2 TiO2 Al2O3 FeO* MnO MgO CaO Na2O K2O P2O5 2013 58,9 0,71 17,88 6,78 0,15 2,84 7,73 2,97 1,86 0,13
800-1000
59,7 0,71 17,60 6,58 0,15 2,86 7,37 2,99 1,93 0,13
Letusan tahun 800-1000 dicirikan oleh aliran awan panas (aliran block-dan
abu) tanpa didahului erupsi plinian (semburan gas dan abu vulkanik yang tinggi).
Endapannya tersebar di tenggara lereng gunung Sinabung. Aliran awan panas ini
dihasilkan dari perulangan guguran lava pijar dari kubah lava. Aliran awan panas
saat ini diestimasikan masih sama dengan kejadian sebelumnya (800-1000 tahun
lalu), namun demikian surge (awan abunya dapat lebih panjang 1-2 km dari ujung
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pertanaman kentang Kecamatan Simpang
Empat pada beberapa desa dengan ketinggian tempat ±1.340 m dpl dan
dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kertas
kuisioner, air, tisue, methyl blue, slotipe.
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain mikroskop,
preparat, kamera, gunting, cangkul, plastik transparan, kotak tray, kawat,
kalkulator, penggaris dan alat tulis.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei. Tahapan
penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Metode Daerah Sampel
Metode penentuan daerah penelitian ditetapkan secara purposive sampling.
Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat
sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan
mengambil sampel orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik
dan karakteristik tertentu. Dalam purposive sampling pemilihan sampel bertitik tolak
pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih
benar-benar representatif (Djarwanto dan Subagyo, 1998). Daerah penelitian ditetapkan di
Kecamatan Simpang Empat yang ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan
adalah salah satu daerah produksi kentang dan daerah yang terkena dampak erupsi
dipilih di empat desa yaitu Desa Ujung, Desa Gajah, Desa Bulan Baru, dan Desa
Torong yang masih memproduksi kentang selama erupsi gunung Sinabung. Dan
diambil 10 sampel petani di setiap desa.
2. Metode Pengambilan sampel
Penggambilan sampel dilakukan sistem random sampel, pada pengambilan
sampel secara random, setiap unit populasi, mempunyai kesempatan yang sama
untuk diambil sebagai sampel. Faktor pemilihan atau penunjukan sampel yang
mana akan diambil, yang semata-mata atas pertimbangan peneliti, disini
dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Ini merupakan salah satu usaha untuk
mendapatkan sampel yang representatif. Dari satu lahan pertanaman kentang
terdapat 5 sampel batang tanaman kentang yang dipilih secara acak dan diberi
tanda dengan pacak yang diberi nomor.
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tanda
Tanda yang terbuat dari pacak yang berukuran 50 cm yang diberi nomor
pada bagian atas pacak yang menandakan nomor sampel. Tanda yang sudah siap
ditempatkan disamping sampel sesuai nomor urutan sampel.
Survei Penyakit Hawar Daun Kentang
Survei penyakit hawar daun kentang dilakukan dengan membagikan
angket pertanyaan pada petani (kuisioner) yang berisi mengenai cara budidaya
kentang yang dilakukan petani, pengenalan petani terhadap penyakit hawar daun
kentang, perkembangan penyakit hawar daun kentang selama erupsi gunung
sinabung dan pengendalian yang dilakukan petani terhadap penyakit hawar daun
penyakit hawar daun kentang yang dilakukan oleh petani dapat dilihat dari
pembagian angket pertanyaan (kuisioner) pada petani dapat dilihat pada
lampiran 1.
Pengamatan di Laboratorium
Diambil salah satu sampel tanaman yang terserang penyakit, dibawa ke
laboratorium. Disporulasi sampel selama ±2 hari, kemudian diamati jamur yang
tumbuh di bawah mikroskop. Didokumentasikan hasil pengamatan.
Peubah Amatan
Persentase Kejadian Penyakit
Untuk setiap desa diambil satu pertanaman sampel, Persentase Kejadian
penyakit dihitung berdasarkan tanaman yang terserang penyakit hawar daun kentang
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
KjP = Kejadian Penyakit (%)
a = jumlah tanaman sakit
b = jumlah tanaman sehat
(Purwanti, 2002)
Produksi Tanaman Kentang
Produksi kentang dihitung dengan menimbang berat kentang (kg) yang
dipanen kemudian di konversikan dalam ton/Ha menggunakan rumus : a
KjP = x 100% b
X 1000 kg
Y (ton/Ha) = x
Keterangan:
Y : Produksi dalam Ton/Ha
X : Produksi dalam Kg/Plot
L : Luas Plot ( m2)
(Sudarsono dan Suparman, 1981).
Pengendalian Penyakit Hawar Daun Kentang
Pengamatan Pengendalian penyakit hawar daun kentangdilakukan dengan
memberi angket pertanyaan (kuisioner) kepada petani.
Analisis Data Analisis Regresi
Untuk menganalisis data yang diperoleh, digunakan metode analisis
kuntitatif regresi.
Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur
ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Regresi berfungsi untuk
menggambarkan seberapa besar variabel bebas (X) mempengerahui variabel
terikat pada dua kejadian. Regresi juga dapat digunakan untuk meramalkan
kejadian yang akan datang.
Variabel yang diduga penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain
disebut variabel bebas (x). Variabel yang diduga sebagai akibat atau yang
dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya disebut variabel tidak bebas (y).
Pemeriksaan regresi antara variabel x dan variabel y digunakan koefisien
regresi linier sederhana sebagai berikut:
Y = variabel tidak bebas
X = variabel bebas
a = konstanta
b = koefisien regresi / slop
Besarnya regresi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien regresi menunjukkan
kekuatan hubungan linier dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien
regresi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya, jika
nilai variabel x tinggi, maka nilai variabel y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika
koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik.
Artinya, jika nilai variabel x tinggi, maka nilai variabel y akan menjadi rendah
(Sarwono, 2006).
Untuk menguji apakah koefisien regresi tersebut signifikan atau tidak,
maka dilakukan uji signifikan dengan uji statistik t, sebagai berikut :
b t =
Se Keterangan :
t = nilai t hitung
b = koefisien regresi
Se = Standar estimasi
Untuk menguji apakah regresi tersebut signifikan atau tidak, maka
dilakukan uji signifikan dengan uji statistik-t untuk signifikan = 0,05 (tingkat
kepercayaan 95%), dengan ketentuan sebagai berikut :
t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel = Ha diterima Ho ditolak
I. Regresi Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Untuk menganalisis regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan
intensitas serangan penyakit hawar daun kentang ditentukan 2 variabel
yaitu banyaknya terjadi erupsi sebagai variabel bebas (x) dan kejadian
penyakit hawar daun kentang sebagai variabel tidak bebas (y).
II. Regresi Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Untuk menganalisis regresi antara pengendalian setelah erupsi
terjadi dengan intensitas serangan penyakit hawar daun kentang ditentukan
2 variabel yaitu pengendalian setelah erupsi terjadi sebagai variabel bebas
(x1) dan Persentase kejadian penyakit sebagai variabel tidak bebas (y).
III. Regresi Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang
Untuk menganalisis regresi antara pengendalian setelah erupsi
terjadi dengan produksi kentang ditentukan 2 variabel yaitu pengendalian
setelah erupsi terjadi sebagai variabel bebas (x1) dan produksi kentang
[image:37.595.170.352.561.729.2]sebagai variabel tidak bebas (y1).
Grafik Regresi Linier Sederhana
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung dan Pengambilan Sampel Desa
Gambar. 5 Pengambilan Sampel Desa Torong
Gajah
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian Letak dan Keadaan Geografis
Kecamatan Simpang Empat adalah salah satu dari 17 kecamatan yang ada
di Kabupaten Karo dengan ibukota Kecamatan di Desa Ndokum Siroga yang
berjarak 7 km dari Kabanjahe sebagai ibukota Kabupaten Karo dan 84 km dari
Medan ibu kota Provinsi. Kecamatan Simpang Empat dengan luas ±93,48 km
berada pada ketinggian rata-rata 700-1.420 m diatas permukaan laut dengan
temperatur 160C-170C dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Payung
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Naman Teran dan
Kecamatan Merdeka
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabanjahe
(Badan Pusat Statistik, 2014)
1. Desa Bulan Baru
Luas Wilayah 3,72 km2 dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl. Luas lahan
pertanian di desa ini sebesar 362 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 14 Km.
Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 494 Jiwa, mayoritas penduduk
merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain.
2. Desa Gajah
Luas Wilayah 4,60 km2 dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl. Luas lahan
Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 1.542 Jiwa, mayoritas penduduk
merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain.
3. Desa Ujung
Luas Wilayah 2,97 km2 dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl. Luas lahan
pertanian di desa ini sebesar 284 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 11 Km.
Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 1.741 Jiwa, mayoritas penduduk
merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain.
4. Desa Torong
Luas Wilayah 3,98 km2 dengan ketinggian tempat 1.100 m dpl. Luas lahan
pertanian di desa ini sebesar 387 Ha. Jarak desa ke Gunung Sinabung ± 5 Km.
Jumlah penduduk di desa ini sebanyak 121 Jiwa, mayoritas penduduk
merupakan petani, lain-lainnya merupakan wiraswasta, PNS, dan lain-lain.
[image:40.595.114.514.452.722.2]Luas Panen, Produksi, Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura
Tabel. 2 Rata-rata Produksi Tanaman Hortikultura Kecamatan Simpang Empat No. Jenis
Tanaman
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-rata Produksi (Ton/Ha)
Harga Jual Petani per Kg (Rp)
1 Buncis 185 1.970 10,6 5.950
2 Cabe 303 1.795 5,9 14.300
3 Kentang 234 3.041 12,9 6700
4 Kol Bunga 248 4.124 16,6 7.950
5 Tomat 11 236 21,4 6.200
6 Wortel 50 1.074 21,5 5.500
7 Dll
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Persentase Kejadian Penyakit di Kecamatan Simpang Empat tidak terlalu
[image:41.595.106.519.220.543.2]tinggi, dapat dilihat pada Tabel. 3 :
Tabel. 3 Rataan Persentase Kejadian Penyakit di Kecamatan Simpang Empat
Sampel
Persentase Kejadian Penyakit (%)
Total Rataan Desa
Bulan Baru Gajah Ujung Torong
1 1,5 1,3 1,2 0,8 4,8 1,2
2 0,6 1,4 1,2 1,8 5,0 1,2
3 0,7 1,3 0,9 2,3 5,2 1,3
4 0,7 1,4 1,0 1,5 4,8 1,2
5 0,9 1,2 2,2 1,9 6,2 1,5
6 1,2 1,0 1,8 3,0 7,1 1,7
7 1,2 1,7 0,1 1,3 4,3 1,1
8 1,1 1,3 1,7 1,1 5,2 1,3
9 1,2 0,1 1,7 1,7 4,7 1,1
10 1,3 1,4 3,6 0,4 6,7 1,6
Total 10,5 12,2 15,5 15,8 54,2 13,5
Rataan 1,1 1,2 1,5 1,6 5,4 1,3
Dari Tabel diatas terlihat bahwa rataan kejadian penyakit (KP) di
Kecamatan Simpang Empat berkisar 1,1-1,6%. Hal ini menunjukkan Persentase
kejadian penyakit sangat rendah dan hampir merata di setiap daerah sampel. Hal
ini disebabkan oleh pemahaman petani terhadap pengendalian penyakit tersebut,
dan juga dipengaruhi oleh kelembapan yang rendah di daerah tersebut yaitu
85-88% (dapat dilihat dari data BMKG pada Lampiran. 7) sehingga kejadian
menyatakan bahwa perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada
suhu 18-20oC. Pada suhu 30oC perkembangan bercak akan terhambat, oleh karena
itu pada kentang dataran rendah (kurang dari 500 m dari permukaan laut) tidak
merupakan masalah karena pada kondisi ini tanaman jamur sulit tumbuh.
Gambar 6 adalah grafik gabungan rataan Persentase Kejadian Penyakit
[image:42.595.141.489.256.415.2]pada keempat sampel desa.
Gambar. 6 Grafik Gabungan Persentase Kejadian Penyakit Keempat Sampel Desa
Data yang ditunjukkan Gambar.6 menyatakan bahwa rataan Kejadian
Penyakit (KP) tertinggi di desa Torong sebesar 1,6% dan rataan terendah terdapat
di Desa Bulan Baru sebesar 1,1%. Perbedaan ini disebabkan karena petani di desa
Torong yang hanya berjarak ±5 Km dari puncak gunung Sinabung sehingga
selama terjadi erupsi ada sebagian yang mengungsi, akibatnya pemeliharaan
tanaman menjadi terhambat. Sedangkan di desa Bulan Baru yang berjarak ±14
Km dari puncak gunung Sinabung petani tetap melakukan pemeliharaan tanaman
seperti biasa sehingga Kejadian Penyakit di sampel desa ini tidak begitu tinggi.
Hal ini sesuai dengan BPS (2013) yang menyatakan bahwa jarak desa Torong ke 0
0.5 1 1.5 2
Bulan Baru
Gajah Ujung Torong
KP
(%
)
Sampel Desa
gunung Sinabung ±5 Km, sedangkan jarak desa Bulan Baru ke gunung Sinabung
±14 Km.
Produksi Kentang
Produksi Kentang di Kecamatan Simpang Empat tidak terlalu besar, hal ini
[image:43.595.111.513.232.555.2]dapat dilihat pada Tabel.4 :
Tabel. 4 Rataan Produksi Kentang di Kecamatan Simpang Empat
Sample
Produksi (Ton/Ha)
Total Rataan Desa
Bulan Baru Gajah Ujung Torong
1 13,6 4.0 3,0 4,3 24,9 6,2
2 12,8 0,8 5,7 3,1 22,4 5,6
3 12,6 15,3 2.0 8,0 37,9 9,5
4 4,0 4,2 2,8 6,7 17,7 4,4
5 5,2 10 9,5 6,2 30,9 7,7
6 0,5 18,8 2,7 6,4 28,4 7,1
7 12 12,5 9,0 5,5 39,0 9,7
8 18,8 6,6 6,0 8,7 40,1 10,0
9 8,3 0,5 5,6 3,8 18,2 4,5
10 7,0 10,4 8,0 2,8 28,2 7,1
Total 94,8 83,1 54,3 55,5 287,7 72,0
Rataan 9,4 8,3 5,4 5,5 28,7 7,2
Hasil pengamatan produksi kentang di Kecamatan Simpang Empat dilihat
dari Tabel 4. Produksi tertinggi terdapat di desa Bulan Baru sebesar 9,4 Ton/Ha
dan produksi terendah pada desa Ujung sebesar 5,4 Ton/Ha. Hal ini dapat
dikarenakan adanya tingkat kejadian penyakit yang berbeda pada setiap desa
(dapat dilihat dari Tabel 4 ) dan luasnya lahan pertanian kentang yang
berbeda-beda dan beberapa petani kentang melakukan sistem tumpang sari sehingga
terjadi karena abu vulkanik bersifat beracun bagi tanaman. Penurunan produksi ini
dapat dilihat pada Tabel 2 yaitu rata-rata produksi kentang di kecamatan Simpang
Empat sebelum erupsi sebesar 12,9 Ton/Ha sedangkan selama erupsi terjadi
sebesar 7,1 Ton/Ha. Hal ini sesuai dengan BPS (2013) yang menyatakan bahwa
luas lahan pertanian di desa Ujung 362 Ha, sedangkan luas lahan pertanian di
Desa Ujung 284 Ha.
Gambar 7 adalah grafik gabungan rataan jumlah Produksi kentang pada
[image:44.595.127.497.311.498.2]keempat sampel desa.
Gambar. 7 Grafik Gabungan rataan Produksi kentang di keempat sampel desa Dari Gambar 7 diketahui adanya perbedaan produksi yang sangat berbeda
di setiap sampel desa yang diambil. Dari grafik diatas dapat diketahui rata-rata
produksi tertinggi terdapat pada desa Bulan Baru yaitu 9,4 Ton/Ha dan rata-rata
produksi terendah terdapat pada desa Ujung yaitu 5,4 Ton/Ha. Hal ini desebabkan
luas pertanaman kentang di desa Bulan Baru lebih luas dibandingkan desa
lainnya. Dan diketahui jarak antara gunung Sinabung ke desa Bulan Baru yaitu
±13 km lebih jauh dibandingkan desa Torong yang hanya ±5 km. Sehingga
semburan abu vulkanik di desa Torong lebih tinggi dibandingkan Desa Bulan 0
2 4 6 8 10
Bulan baru Gajah Ujung Torong
Pr
oduksi (T
on/Ha)
Sampel Desa
Baru. Hal ini dapat sesuai dengan BPS (2013) yang menyatakan bahwa jarak desa
Bulan Baru ±13 km dari puncak gunung Sinabung, sedangkan jarak desa Torong
±5 km dari puncak gunung Sinabung.
Hubungan Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Pengaruh banyaknya terjadi erupsi dengan persentase kejadian penyakit
hawar daun kentangdidasarkan pada hipotesis operasional sebagai berikut :
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara banyaknya terjadi erupsi
dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara banyaknya terjadi
erupsi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.
Untuk mengetahui hubungan banyaknya terjadi erupsi dengan persentase
kejadian penyakit hawar daun kentangdapat dilihat pada Tabel.
Tabel. 5 Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase KejadianPenyakit Hawar Daun Kentang
Hubungan antar Variabel Regresi Nilai
Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
[image:45.595.115.518.423.508.2]Gambar. 8 Grafik Hubungan Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa banyaknya terjadi erupsi (x) bersifat
tidak signifikan terhadap persentase kejadian penyakit hawar daun kentang (y)
dengan koefisien regresi adalah 0,961 (Ha ditolak dan Ho diterima). Pada
pengamatan dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya erupsi yang terjadi tidak
diikuti dengan tinggi rendahnya persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.
Hal ini dikarenakan erupsi yang turun mengenai daun tanaman kentang
menyebabkan tanaman akan layu dan beberapa hari kemudian akan gugur. Karena
kandungan abu vulkanik gunung sinabung tergolong masam hingga sangat
masam. Bagi tanaman kentang yang terkena abu vulkanik menutupi permukaan
daun sehingga persentase kejadian penyakit hawar daun kentang tidak terlihat
dengan jelas di pertanaman kentang. Hal ini sesuai dengan Tim FP USU (2014)
yang menyatakan bahwa debu vulkanik yang menjadi lumpur bahkan memiliki
1.0 0.8
0.6 0.4
0.2 0.0
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
(x) (y)
nilai pH yang lebih rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Kandungan logam
yang berat (Pb, Cu, Cd, dan Fe) yang dapat bersifat beracun bagi tanaman sangat
rendah, sehingga tidak menyebabkan pencemaran bagi tanaman.
Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase kejadian Hawar Daun Kentang
Pengaruh pengendalian setelah erupsi terjadi dengan persentase kejadian
penyakit hawar daun kentang didasarkan pada hipotesis operasional sebagai
berikut :
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah erupsi
terjadi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah
erupsi terjadi dengan persentase kejadian penyakit hawar daun kentang.
Untuk mengetahui hubungan pengendalian setelah erupsi terjadi dengan
persentase kejadian penyakit hawar daun kentangdapat dilihat pada Tabel.
Tabel. 6 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Hubungan antar Variabel Regresi Nilai
Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Grafik. 9 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang
Pada Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa Pengendalian setelah erupsi terjadi
(x1) bersifat tidak signifikan terhadap Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun
Kentang (y) dengan koefisien regresi 0,456 (H0 diterima Ha ditolak). Pada
pengamatan diketahui bahwa pengendalian yang dilakukan setelah terjadi erupsi
tidak diikuti dengan tinggi rendahnya persentase kejadian penyakit hawar daun
kentang. Hal ini dikarenakan teknik pengendalian yang dilakukan petani setelah
terjadi erupsi tidak efesien, karena banyak petani yang hanya membiarkan saja
abu vulkanik yang turun ke pertanaman. Sehingga tidak terdapat pengendalian
yang tepat, hanya sedikit petani yang langsung menyiram tanaman atau
mengkipas tanaman setelah erupsi terjadi. Hal ini sesuai dengan BPTP Sumut
(2013) yang menyatakan bahwa penanganan sayuran yang terkena dampak erupsi
sinabung adalah sebagai berikut : a) Perlu penyediaan embung di daerah erupsi 1.0
0.8 0.6
0.4 0.2
0.0 1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0 (y)
(x)
gunung Sinabung, karena tanaman sayuran yang terkena abu vulkanik perlu
segera disiram air. b) Daun tanaman yang sudah tua terkena abu gunung Sinabung
sebaiknya dipangkas/ dihilangkan.
Hubungan Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang
Pengaruh pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang
didasarkan pada hipotesis operasional sebagai berikut :
Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah erupsi
terjadi dengan produksi kentang.
Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengendalian setelah
erupsi terjadi dengan produksi kentang.
Untuk mengetahui hubungan pengendalian setelah erupsi terjadi dengan
produksi kentangdapat dilihat pada Tabel.
Tabel. 7 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang
Hubungan antar Variabel Regresi Nilai
Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang
Gambar.10 Hubungan Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pengendalian setelah erupsi terjadi (x1)
bersifat tidak signifikan terhadap produksi kentang (y1) dengan koefisien regresi
0,915 (Ha ditolak dan Ho diterima). Pada pengamatan dapat diketahui bahwa
pengendalian setelah erupsi terjadi tidak diikuti dengan tinggi rendahnya produksi
kentang. Hal ini dikarenakan pengendalian setelah erupsi terjadi tidak
dilaksanakan dengan baik oleh para petani kentang, hanya sebagian kecil petani
yang melakukan pegendalian seperti dengan cara menyiram tanaman sesaat
setalah erupsi atau mengkipas tanaman. Akibatnya tanaman yang terkena erupsi
maka permukaan daun akan tertutup debu atau lumpur sehingga cahaya matahari
untuk kegiatan fotosistesis akan terhambat dan tanaman segera layu dan daun
akan berguguran sehingga menghambat proses pertumbuhan tanaman. Hal ini 1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
(x) (y)
sesuai dengan Samadi (1997) yang menyatakan bahwa faktor cahaya yang penting
untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat
diterima tanaman dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman dan
pembentukan umbi. Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap
pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun,
serta organ generatif seperti bunga dan umbi.
[image:51.595.128.464.284.466.2]Pengamatan di Laboratorium
Gambar. 11 Miselium Jamur Phytophthora infestans Perbesaran 10x
Gambar. 12 Miselium Jamur Phytophthora infestans Perbesaran 40x Sporangium
Hifa
Hifa
Sporangium
[image:51.595.128.482.503.688.2]KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Banyaknya Terjadi Erupsi dan Pengendalian setelah erupsi terjadi tidak
memiliki hubungan signifikan terhadap persentase Kejadian Penyakit Hawar
Daun Kentang
2. Pengendalian setelah erupsi terjadi tidak memiliki hubungan signifikan
terhadap produksi kentang
3. Persentase Kejadian Penyakit (KP) tertinggi terdapat di Desa Torong yaitu
1,6% dan Persentase KP terendah di Desa Bulan Baru yaitu 1,1%
4. Produksi Kentang tertinggi terdapat di Desa Bulan Baru yaitu 9,4Ton/Ha dan
Produksi Kentang terendah terdapat di Desa Ujung yaitu 5,4Ton/Ha
5. Petani di Kecamatan Simpang Empat melakukan tindakan pengendalian
setelah Erupsi terjadi dengan cara menyiram tanaman dengan air, mengkipas
tanaman sesaat setelah erupsi, dan sebagian tidak melakukan pengendalian
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang dampak erupsi gunung
Sinabung terhadap penyakit hawar daun kentang terhadap kesesuaian lahan di
DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Bayumedia Publishing, Malang.
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Agnestika, I.K. 2013. Teknik Budidaya Kentang (Kajian Pengembangan Tanaman Kentang). UNBRAW, Malang.
Aruan, R. 2004. Uji Patogenitas Trichoderma spp. Dan Gliocladium spp.
Terhadap Penyakit Busuk Daun Tanaman Kentang (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) di Laboratorium (Skripsi). USU, Medan.
Badan Geologi. 2013. Gunung Sinabung. Diakses dari vsi.esdm.go.id. Pada tanggal 22 Januari 2014.
Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Simpang Empat dalam Angka 2013. BPS, Karo.
Banwart, G.K., 1981. Basic Food Microbiology, New York Van Nostrand Reinhold Company.
BPTP Sumut. 2013. Rekomendasi Kebijakan Mitigasi Dampak Erupsi Gunung Sinabung terhadap Sektor Pertanian. BPTP Sumatera Utara, Medan.
Djafaruddin. 2000. Dasar-dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.
Djarwanto dan Subagyo, P. 1998. Statistik Induktif. Edisi keempat. Yogyakarta : BPFE
Landecker, E. M., 1982. Fundamental of Fungi. Prentice Hall Inc, Engelwood Cliffs, New Jersay. Hal. 73.
Purwanti, H. 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans Mont. De Bary) pada Kentangdan Tomat: Identifikasi Permasalahan di Indonesia. Buletin AgroBio 5(2):67-72.
PVMBG. 2013. Hasil Analisa Kimia Batuan Letusan Gunung Sinabung. Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Simpang Empat.
Rich, A.E. , 1983. Potato Diseases. Academic Press. Inc., New York. Hal. 46–49.
Rubartzky, V.E. dan Yamaguchi, M. 1995. Sayuran Dunia. Penerbit ITB, Bandung.
Rukmana, R. 1997. Budidaya Tanaman Kentang. Kanisius, Yogyakarta. Hal :12-13
Samadi, B. 1997. Usaha Tani Kentang. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
. 2000. Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Hal 113-129
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiadi dan S.F.Nurulhuda. 1993. Kentang Varietas dan Pembudidayaannya.
Penebar Swadaya, Jakarta. Hal: 19-21
Setiawan, A.I. 1995. Sayuran Dataran Tinggi Budidaya dan Pengaturan Panen, Penebar Swadaya, Jakarta.
Soelarso, B. , 1997. Budidaya Kentang Beban Penyakit. Kanisius, Yogyakarta. Hal. 9, 12 – 17.
Sudarsono, T. dan T. Suparman. 1981. Pedoman Manajemen Usaha Tani Dinas. Pendidikan Pertanian. Direktorat Pendidikan Pertanian, Jakarta.
Tim FP USU. 2014. Debu Vulkanik Sinabung Dapat Menyuburkan Tanah. Diakses dari usu.ac.id. Pada Tanggal 28 Juni 2014.
Walker, J.C. 1957. Plant Pathology. McGraw-Hill Book Company, INC. London.
Warda. 2008. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Kentang di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Dalam Prosiding seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Kmosariat Daerah Sulawesi Selatan. 5(8): 397-401
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Kuisioner
KUISIONER
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SURVEI PENGARUH ERUPSI GUNUNG SINABUNG TERHADAP PENYAKIT Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG
DI BEBERAPA DESA KECAMATAN SIMPANG EMPAT DATA PRIBADI
NAMA PETANI :
KECAMATAN/DESA : UMUR :
JENIS KELAMIN : 1. PRIA
2. WANITA
PENDIDIKAN TERAKHIR : 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. PERGURUAN TINGGI
DATA KEBUN
UMUR TANAMAN :
LUAS KEBUN :
PRODUKSI PE