• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nutrient Digestibility Response and Milk Yield of Etawah Grade Goats on Feed with Soybean Roasted, Vitamin and Mineral Suplement Added

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nutrient Digestibility Response and Milk Yield of Etawah Grade Goats on Feed with Soybean Roasted, Vitamin and Mineral Suplement Added"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON KECERNAAN NUTRIEN DAN PRODUKSI SUSU

KAMBING PERANAKAN ETAWAH PADA RANSUM

DENGAN PENAMBAHAN KEDELAI SANGRAI

SERTA SUPLEMEN VITAMIN DAN MINERAL

SKRIPSI

Selviana Yustika Moechry

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

ii RINGKASAN

Selviana Yustika Moechry. D24080177. 2012. Respon Kecernaa n Nutrien dan Produksi Sus u Kambing Peranakan Etawah pada Ransum denga n Penambahan Kedelai Sangrai serta Suple men Vitamin dan Mineral. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Dr.Ir.A.Darobin Lubis, MSc.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2011 di Peternakan Darul Fallah – Ciampea Bogor dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak, Fakultas Peternaka n, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan membandingkan konsumsi dan kecernaan pakan, performa produksi dan kualitas sus u kambing yang mendapat ransum tanpa (perlakuan 1) atau dengan penambahan kedelai sangrai, suplemen vitamin A, D3

Delapan kambing peranakan Etawah dijadikan dua kelompok dan masing-masing dibe ri ransum pe rlakuan 1 atau perlakuan 2. Peuba h yang diukur ada lah konsumsi nutrien, kecernaan nutrien, produksi susu dan komposisinya. Data diolah menggunaka n uji nilai tengah (Uji- T).

, E serta mineral Cr organik dan Se (perlakuan 2).

Konsumsi kambing perlakuan 1 dan perlakuan 2 berbeda nyata (P<0,05) pada konsumsi lemak kasar, namun tidak berbeda nyata (p>0,05) pada konsumsi nutrien lainnya. Namun terdapat kecenderungan bahwa konsumsi bahan kering, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar lebih tinggi pada kambing laktasi yang diberi ransum perlakuan 1 dibandingkan dengan ransum perlakuan 2. Kecernaan bahan kering dapat mempengaruhi kecernaan nutrien lainnya. Tingginya rataan kecernaan bahan kering pada kambing perlakuan 1 meningkatkan kecernaan protein, lemak kasar dan serat kasar. Produksi susu kambing perlakuan 1 dan kambing perlakuan 2 memiliki rataan prod uks i susu per hari berturut-turut sebanyak 883 g/ekor/hari dan 727 g/ekor/hari dan rataan produksi susu lebih tinggi (p<0,05) pada kambing perlakuan 1. Hal ini membuktikan bahwa ransum de ngan penambahan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral pada kambing tidak menyebabkan perbedaan konsumsi, kecernaan nutrien serta produksi dan komposisi susu. Pemberian suplemen pada perlakuan 1 dan 2 berturut-turut meningkatkan produksi susu 9,11 dan 5,60 ml per hari. Namun penambahan kedelai sangrai dan suplemen vitamin serta mineral pada pakan tidak dapat memperbaiki konsumsi nutrien, kecernaan nutrien da n prod uks i susu. Suplementasi tersebut diperkiraka n hanya mampu mempertahankan kondisi fisiologis.

(3)

iii ABSTRACT

Nutrient Digestibility Response and Milk Yield of Etawah Grade Goats on Feed with Soy bean Roasted, Vitamin and Mineral Suple ment Added

S.Y. Moechry, T. Toharmat, A.D. Lubis

Lactating goa ts need more nutritients than ot her goats in difference physiological condition. Add ition concentrates or supp lements on their diets improve nutrient availability, intake and production performance. This research aimed at evaluating feed intake, nutrient digestibility, milk yield and its quality in goats offered a complete diet with or without soybe an roasted, vitamin and mineral supp lement. Two groups of four Etawah Grade goats in various lactating period and milk yield were used. They were offered either basal diet as treatment 1 or basal diet supplemented with soybean roasted, vitamin A, D3

Keyword: etawah grade goats, nutrient, digestibility, milk yield

(4)

iv

RESPON KECERNAAN NUTRIEN DAN PRODUKSI SUSU

KAMBING PERANAKAN ETAWAH PADA RANSUM

DENGAN PENAMBAHAN KEDELAI SANGRAI

SERTA SUPLEMEN VITAMIN DAN MINERAL

SELVIANA YUSTIKA MOECHR Y D24080177

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk me mperoleh ge lar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pe rtanian Bogo r

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

v

Judul : Respon Kecernaa n N utrien dan Produksi Susu Kambing

Peranakan Etawah pada Ransum denga n Penambahan Kedelai Sangrai serta S uple men Vitamin dan Mineral

Nama : SELVIANA YUSTIKA MOECHR Y

NIM : D24080177

Menye tujui,

Pembimbing Utama,

Prof. D r. Ir. Toto Toharmat, MAgrSc. NIP. 19590902 198303 1 003

Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. A. Darobin Lubis, MSc. NIP. 19670103 199303 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MScAgr. NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 juli 1990 dari

pasangan bapak Chelly T.M dan ibu Eli Marlina. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Pendidikan

penulis dimulai dari pendidikan dasar dari Sekolah Dasar

Negeri 1 Cisarua - Bogor da n diselesaikan pada tahun 2002.

Selanjutnya dilanjutkan di Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Negeri 1 Ciawi Bogor dan diselesaikan pada tahun

2005. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan di

Sekol ah Menengah Atas (SMA) Negeri 4 Bogor, Bogor.

Tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternaka n, Institut Pertanian Bogor. Selama

menjalani kuliah, penulis banyak mengikuti kepanitian acara non-akademik.

Beberapa kegiatan kepanitiaan yang perna h diikut i antara lain sebagai staff Humas

dalam acara Gebyar Nusantara IPB tahun 2010 dan sebagai Tim Pemecah Rekor

dalam acara Curat-coret Batik Rekor Muri tahun 2012. Selain mengikuti kegiatan

kepanitiaan, penulis mengikuti magang di kandang sapi perah Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 dan penulis aktif dalam kegiatan seni suara

(7)

vii KATA PENGAN TAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Respon Kecernaa n N utrien dan Produksi Susu pada Kambing Pe ranakan Etawah pada Ransum denga n Penambahan Kedelai Sangrai serta Suplemen Vitamin dan Mineral”. Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar sarjana peternakan.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan

Juli sampai Oktober 2011 di Peternakan Kambing Perah Yayasan Pesantren Darul

Falah Ciampea Bogor, dan analisis kimia yang dilakukan di Laboratorium Ilmu

Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium PAU IPB. Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pengembangan populasi dan produktivitas

ternak kambing Peranakan Etawah sebagai penghasil susu di Indo nesia terkendala

oleh ketersediaan pakan yang tidak berkesinambungan dan kualitas pakan yang

rendah sehingga standar kebutuhan nutriennya tidak mampu tercukupi. Hal tersebut

menyulitkan pemanfaatan dan pengembangan kambing perah. Peningkatkan

produktivitas kambing dapat dilakukan dengan pememberian pakan dengan nutrisi

tinggi atau dengan penambahan suplemen. Penelitian yang dilakuka n diharapka n

dapat memberikan informasi tentang pengaruh penambahan kedelai sangrai serta

suplemen vitamin dan mineral terhadap kecernaan nutrien pada kambing laktasi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk

menjadikan skripsi ini lebik ba ik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis dan bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2012

Penulis

(8)

viii

Kecernaan Nutrien Pakan... 6

Kedelai Sangrai ... 7

Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 13

(9)

ix

Saran... 26

UCAPAN TERIMA KASIH... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kompos isi Nutrien Susu Kambing Peranakan Etawah... 4

2. Kebutuhan Nutrisi Kambing Perah Dewasa Pada Berbagai

Fase Produksi ... 5

3. Pendugaan Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah ... 13

4. Komposisi Ransum dan Nutrien Pakan ... 14

5. Konsumsi Nutrien pada Kambing Peranakan Etawah yang

Digunakan dalam Penelitian ... 17

6. Kadar Nutrien Ransum yang Diberikan pada Kambing ... 20

7. Kecernaan Nutrien pada Kambing Peranakan Etawah yang

Digunakan dalam Penelitian ... 21

8. Produksi dan Komposisi Susu Kambing Peranakan Etawah yang

(11)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Konsumsi Nutrien pada Kambing Peranakan Etawah yang

Mendapat Ransum bersuplemen ... 32

2. Kecernaan Nutrien pada Kambing Peranakan Etawah yang

Mendapat Ransum bersuplemen ... 33

3. Kompos isi Nutrien Susu pada Kambing Peranaka n Etawah

yang Mendapat Ransum bersuplemen ... 34

4. Produks i Susu, Perubahan Prod uks i Sus u da n Prod uks i Kompo nen Susu pada Kambing Peranaka n Etawah yang

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing peranakan Etawah (PE) yang dipelihara peternak di Indonesia

diyakini telah teradaptasi dengan daerah tropis sebagai penghasil daging dan susu.

Kambing memberi sumbangan dalam pemenuhan kebutuhan protein yang diperlukan

bagi pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan penduduk di berbagai negara

berkembang, terutama masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kambing

merupakan salah satu hewan ruminansia yang mengkonsumsi bahan kering sekitar

5-7% dari berat badan. Kambing dapat mengkonsumsi lebih banyak serat kasar, karena

kambing lebih efisien mencerna serat kasar dibandingkan sapi dan domba (Blakely

dan Bade, 1991).

Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS,

2011). Pengembangan populasi dan produktivitas ternak kambing PE sebagai

penghasil susu di Indonesia terkendala oleh ketersediaan paka n yang tidak

berkesinambungan da n kualitas paka n yang rendah sehingga standa r kebutuhan

nutriennya tidak mampu tercukupi. Hal tersebut menyulitkan pemanfaatan dan

pengembangan kambing perah. Upaya meningkatkan produktivitas ternak

ruminansia telah banyak dilakukan salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu

pakan.

Secara umum penambahan pakan konsentrat dan suplemen yang

menyediakan nutrien lebih banyak dan lebih seimbang mampu mendorong ternak

kambing berproduksi secara optimal. Peningkatan kadar nutrien dengan

menambahkan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral pada ransum

diharapkan akan meningkatkan konsumsi, kecernaan dan laju metabolisme nutrien

yang pada akhirnya meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing yang

dihasilkan. Menurut Blakely dan Bade (1991) bahwa kebutuhan nutrien kambing

yang sedang laktasi lebih be sar diba ndingka n de ngan kebutuhan ka mbing dengan

status fisiologis lain. Kondisi lingkungan yang panas dan kualitas pakan yang rendah

sering membatasi konsumsi bahan kering dan nutrien sehingga kebutuhannya akan

nutrien yang tinggi tidak terpenuhi, sebaiknya kambing yang sedang laktasi diberi

(14)

2 Informasi manfaat penambahan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan

mineral pada ransum kambing laktasi dalam mengoreksi konsumsi dan kecernaan

komponen pakan serta produksi susu belum banyak diketahui. Sehubungan dengan

hal tersebut maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh penambahan

kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral dalam pakan kambing laktasi

terhadap ko nsumsi, k ecernaan, p rod uks i da n k ualitas susu yang dihasilka n.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian ransum yang

disuplementasi dengan Kedelai Sangrai, vitamin A, D3

.

dan E serta Selenium (Se) dan

Kromium (Cr) organik terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien, dan produksi serta

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Kambing Peranakan Etawah (PE)

Kambing peranaka n Etawah (PE) ada lah keturunan ka mbing Etawah (India)

yang dikawinkan dengan kambing kacang yang berkembang sebagai kambing

penghasil susu. Kambing PE memiliki bentuk tubuh mirip kambing kacang

(Sarwono, 2002). Bobot badan jantan kambing PE sekitar 40-45 kg sedangkan bobot

badan betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing tersebut mempunyai

karakteristik seba gai berikut: telinga panjang menggantung dengan warna bulu hitam

atau merah de ngan putih. Kambing jantan PE berbulu lebih lebat dan panjang di

bagian atas dan bawah leher, pundak dan paha belakang. Bulu panjang kambing PE

betina hanya terdapat pada bagian paha belakang. Warna khas kambing PE adalah

kombinasi coklat sampai hitam abu-abu (Sudo no et al., 2002).

Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5 – 2,5 liter/hari/ekor (Sarwono,

2002), 567,1 g/ekor/hari (Novita et al., 2006), 863 g/ekor/hari (Subhagiana, 1998)

dan 0,99 kg/ekor/hari (Atabany, 2001) dengan masa laktasi 7 - 10 bulan (Sarwono,

2002). Asminaya (2007) mengkaji produksi susu pada kambing PE dengan ransum

berbasis sampah sayuran pasar yang mencapai 1,2 liter/ekor/hari de ngan komposisi

susu: berat jenis 1,0276 kg/m3

Menur ut Devendra da n Burns (1994), bahwa kandungan protein susu jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan susu manusia dalam kaitannya dengan jumlah

kalori. Energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak 50% berasal dari

lemak, dan dari laktose serta protein masing- masing 25%, sedang proporsi dalam

susu manusia adalah 55% dari lemak, 38% dari laktosa hanya 7% dari protein.

Komposisi susu kambing ditunjukkan dalam Tabel 1.

; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak 5,56%. Astuti

dan Laconi (2000) menunjukan bahwa produksi susu kambing yang diberi limbah

tempe fermentasi mencapai 1.544 g/ekor/hari dengan total protein 67,51 g/ekor/hari,

laktosa 57,76 g/hari, dan lemak 58,50 g/hari sedangkan produksi susu kambing yang

diberi limbah tempe segar adalah 700 g/ekor/hari dengan total protein 29,89

(16)

4 Tabe l 1. K ompo sisi Nutrien Susu Kambing Peranakan Etawah

Komposisi Jumlah Sumber

Bahan kering (%) 15,56 – 17,76 Hertaviani (2009)

Lemak (%) 5,97 – 7,12 Hertaviani (2009)

Protein (%) 4,15 – 5,0 Hertaviani (2009)

Berat jenis (kg/m3) 1,030 – 1,035 Hertaviani (2009)

Laktosa (%) 4,8 Pulina dan Nudda (2004)

Energi (kka l/I) 650 Pulina dan Nudda (2004)

Kalsium (mg/I) 134 Pulina dan Nudda (2004)

Vitamin A (IU/gram) 39 ADGA (2002)

Vitamin B (μ/100mg) 68 ADGA (2002)

Riboflavin (μ/100mg) 210 ADGA (2002)

Vitamin D (IU/gram) 0,7 ADGA (2002)

Kolesterol (mg/100 ml) 12 ADGA (2002)

Keterangan : ADGA = American Dairy Goat Association.

Produksi susu pada ternak perah muda lebih rendah dibanding dengan ternak

tua, karena ternak muda masih mengalami pertumbuhan. Sebagian nutrien yang

diserap digunakan untuk produksi susu dan sebagian lagi untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Produktivitas susu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain 1)

bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing; 4) jumlah anak; 5) nutrisi

pakan; 6) suhu lingkungan; dan 7) penyakit (Ensminger, 2002). Phalepi (2004)

melaporkan bahwa prod uksi susu dipe ngaruhi oleh mut u genetik, umur induk,

ukuran dimensi ambing, bobot hidup, lama laktasi, tatalaksana yang diberlakukan

terhadap ternak (perkandangan, pakan, dan kesehatan), kondisi iklim setempat, daya

adaptasi ternak dan aktivitas pemerahan.

Pakan dan Kebutuhan Nutrisi Kambing

Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan produksi susu pada kambing

serta dengan penambahan nutrien yang tidak banyak terdapat dalam rumput dan

konsentrat yaitu vitamin dan mineral dapat meningkatkan dan memperbaiki

(17)

5 melaporkan bahwa ransum berbasis sampah sayuran pasar menunjukkan konsumsi

bahan kering kambing Peranaka n Etawah laktasi ke-2 adalah 1,346 gram/eko r/hari.

Pakan adalah faktor utama penentu tingkat produksi susu. Kebutuhan nutrien

kambing yang sedang laktasi lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan kambing

dengan status fisiologis lain. Kebutuhan nutrien kambing perah pada setiap fase

produksi seperti ditunjukka n dalam Tabe l 2.

Tabe l 2. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi

Fase Produksi

Agar ka mbing laktasi dapat memenuhi kebutuhan nutriennya yang tinggi,

maka harus mendapatkan hijauan berkualitas baik yang ditambah konsentrat. Jumlah

dan kualitas pakan dapat mempungaruhi jumlah produksi dan komposisi susu. Kadar

lemak dalam susu tergantung pada rasio hijauan dan konsentrat dalam ransum.

Menurut Sudono et al. (2003), hijauan dalam ransum yang terlalu banyak akan

menyebabkan tingginya kadar lemak susu, namun menurunkan jumlah produksi

susu. Karena lemak susu tergantung pada kandungan serat kasar ransum, maka kadar

serat kasar ransum disarankan minimal 17% dari bahan kering. Turunnya ratio

hijauan akan menyebabkan kadar lemak turun, tetapi kadar proteinnya akan

meningkat.

Pemberian pakan yang diformulasi dengan baik sangat mempengaruhi

efisiensi produksi ternak. Pembe rian paka n harus de ngan presentase yang sesuai

antara hijauan dan konsentrat. Apabila kualitas hijauannya tinggi, maka presentase

penggunaannya dalam ransum harus ditingkatkan, sebaliknya apabila kualitas

hijauan rendah, presentase dalam ransum juga harus dikurangi dengan ketentuan

serat kasar dan protein harus mencapai batas minimum (Suherman, 2005). Menurut

(18)

6 biologis untuk dapat menggunakan hijauan dengan baik sebagai bahan makanan

utamanya.

Tingkat konsumsi adalah faktor esensial yang merupakan dasar untuk

kecukupan untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan menentukan produksi. Konsumsi

bahan kering (BK) kambing merupakan satu faktor yang sangat penting untuk

diperhatikan. Kapasitas mengkonsumsi pakan secara aktif merupakan faktor

pembatas yang mendasar dalam efisiensi pemanfaatan paka n (Devendra da n Burns,

1994). Parakkasi (1999) menambahkan ba hwa ke mampuan ternak untuk

mengkonsumsi bahan kering berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung dan

saluran pe ncernaan secara keselur uhan. Menurut Jaelani (1999), kisaran konsumsi

BK kambing Peranakan Etawah adalah 446,51 g/ekor/hari atau setara dengan

3,3-3,75% dari berat hidupnya. Sedangkan menurut Atabany (2001) konsumsi bahan

kering harian kambing Peranaka n Etawah dengan rataan bobot hidup 48 kg adalah

1759 g/ekor/hari atau setara dengan 3,7 % dari berat hidupnya. Namun berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh Apdini (2011) dengan penambahan pellet

Indigofera sp. rataan konsumsi bahan kering sebesar 2171 g/ekor/hari atau setara

dengan 4 % bobot badan.

Kecernaan Nutrien Pakan

Kecernaan paka n sangat menent uka n jumlah nut rien ko mpo nen paka n yang

dapat dimetabolisme dalam tubuh. Kecernaan pakan merupakan gambaran mengenai

jumlah nutrien yang dapat dicerna oleh hewan dan digunakan untuk kelangsungan

proses-proses dalam tubuh. Tingkat kecernaan nutrien dari suatu pakan menunjukkan

kualitas pakan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan, yaitu

komposisi kimia bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu

dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan,

ternak dan taraf pemberian pakan (McDonald et al., 2002).

Kecernaan merupaka n peruba han fisik da n kimia yang dialami ba han pakan

da lam saluran pe ncernaan. Peruba ha n tersebut dapat berupa penghalusan bahan

pakan menjadi butir-butir atau partikel kecil atau penguraian molekul besar menjadi

molekul kecil. Pada ruminansia pakan juga mengalami fermentasi di dalam rumen

sehingga sifat-sifat kimianya berubah menjadi senyawa lain yang berbeda dengan

(19)

7 terkandung dalam bahan pakan tertentu ba gi ternak yang mengko nsumsinya.

Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien pada ternak,

sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukan bahwa pakan

tersebut kurang mampu menyuplai nutrien ba ik untuk hidup pokok maupun untuk

tuj uan prod uks i. Henraka ncana (1992) menyataka n bahwa kecernaan bahan kering

ransum memperlihatkan kenaikan sebagai akibat peningkatan kandungan nutrisi,

maka dapat diduga bahwa nutrien da lam ransum semakin banyak tersedia untuk

ternak. Bahan pakan yang sukar dicerna dapat disebabkan akibat tingginya kadar

lignin dan silika. Lemak dan minyak dapat menurunkan kecernaan ransum dalam

rumen, hal ini terutama terlihat pada ransum yang berkadar hijauan tinggi, akan

tetapi kecernaan karbohidrat yang mudah dicerna dan lemak meningkat

(Parakkasi,1999).

Kedelai Sangrai

Konsentrat yang umum diberikan adalah bahan pakan sumber energi dan

protein atau campurannya. Salah satu bahan pakan kaya protein yang banyak

digunakan peternakan adalah bungkil kedelai. Namun kedelai juga mengandung

asama lemak tidak jenuh yang tinggi. Kedelai sangrai dapat menyumbangkan

conyugated linoleic acid (CLA) dan meningkatkan kadarnya dalam susu (Adawiah et

al., 2006; Putri, 2011). Suplementasi bahan pakan tersebut dapat meningkatkan

komponen asam lemak tidak jenuh atau asam lemak khusus seperti conygated

linoleic acid (CLA). Kedelai merupakan pakan yang memiliki protein tinggi, namun

protein dan lemak yang tinggi dapat menjadi tidak efisien bagi ternak ruminansia.

Protein tersebut akan didegradasi dalam rumen, sedangkan lemak tidak akan tersedia

bagi mikroba rumen karena terikat oleh struktur lainnya. Kedelai yang telah

disangrai dapat meningkatkan kualitas zat makanannya dibandingkan dengan kedelai

mentah (Putri, 2011). Efisiensi pakan dapat ditingkatkan dengan cara pemanasan

(sangrai) pada kedelai tersebut. Kedelai yang sudah disangrai, proteinnya akan

diproteksi dari degradasi rumen dan lemaknya juga akan tersedia bagi mikroba

(20)

8 Suple mentasi Vitamin

Suplementasi vitamin dan mineral diperlukan untuk menyeimbangkan

defisiensi vitamin dan mineral yang terkandung dalam pakan basal. Suplementasi

dalam pakan kambing laktasi bertujuan untuk meningkatkan ko ndisi tubuh da lam

mencapai produksi yang optimum dan untuk meningkatkan kadar vitamin dan

mineral dalam susu yang dihasilkan.

Vitamin merupakan nutrien yang biasa diberikan kepada ternak sebagai

suplemen. Vitamin adalah sekelompok komponen organik yang dalam jumlah kecil

diperlukan dalam makanan, namun sangat penting untuk reaksi-reaksi metabolik

dalam sel serta diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang normal dan untuk

pemeliharaan kesehatan (Piliang dan Soewondo, 2006). Vitamin A berfungsi untuk

penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan

kekebalan.

Menurut McDowell (2000) defisiensi vitamin A dapat menyebabkan

hilangnya nafsu makan, hilangnya bobot badan, penampilan buruk dan rabun serta

menyebabkan fertilitas menurun pada kambing yang sedang tumbuh. Kambing

dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan vitamin A sebanyak 5000

IU/kg.

Vitamin E mempunyai fungsi utama sebagai antioksidan di dalam tubuh.

Noguchi dan Niki (1999) menyatakan bahwa vitamin E termasuk antioksidan primer

yang bekerja sebagai antioksidan pemutus rantai peroksidasi lipid dengan cara

menjadi do nor ion hidrogen bagi radika l bebas menjadi molekul ya ng lebih stabil

yaitu hidroperoksida. Vitamin E dapat bertindak sebagai scavenger (penangkap)

radikal-radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh atau terbentuk di dalam tubuh dari

proses metabolisme normal, sehingga dimungkinkan tidak terjadi gangguan fungsi

sel (Muchtadi, 1994). Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan

viamin E sebanyak 100 IU/kg (McDowell, 2000).

Surai (2003) menyatakan bahwa suplementasi antioksidan pada pakan dapat

memelihara status antioks idan alami da lam tubuh ternak. Sebaliknya vitamin E

nampak mengurangi kebutuhan akan selenium dengan mencegah selenium dari tubuh

atau mempertahankannya dalam bentuk aktif. Fungsi utama vitamin E adalah

(21)

9 mempunyai aktivitas biologis yang sangat penting untuk perkembangan sistem,

struktur dan fungsi syaraf yang normal (Loftus, 2002).

Vitamin lain yang umum digunakan sebagai suplemen pada ternak adalah

vitamin D. Bahan pakan hanya menyediakan cukup sedikit vitamin D. Akan tetapi,

vitamin D dapat diperoleh dari sinar matahari, sehingga tubuh yang mendapat sinar

matahari cukup, tidak memerluka n suplementasi vitamin D. Fungsi umum dari

vitamin D adalah untuk meningkatkan level plasma Ca dan P yang dapat mendukung

kadar mineral normal pada tulang. Bentuk aktif dari vitamin D adalah

1,25-(OH)2

Kambing dengan berbagai jenis status fisiologis membutuhkan viamin D

sebanyak 1400 IU/kg (McDowell, 2000). Piliang dan Soewondo (2006) menyatakan

bahwa vitamin D akan meningkatkan kadar sitrat ke peringkat normal dan pemberian

vitamin D dapat meningkatkan enzim citrogenase dan pada gilirannya akan

meningkatkan produksi sitrat. Defisiensi vitamin D pada ruminansia dapat

menyebabkan menurunnya selera makan, pertumbuhan menurun, gangguan

pencernaan, ricketsia, kaku dalam berjalan, susah bernapas, iritasi, dan kelemahan

(McDowell, 2000).

D, yang berfungsi sebagai hormon steroid, yaitu hormon yang diproduksi oleh

kelenjar endokrin.

Suple mentas i Mineral

Unsur kromim (Cr) adalah unsur esensial pada ternak yang sebaiknya

diberikan dalam bentuk organik. Uns ur Cr da lam bentuk organik dapat memacu

kadar Hb dalam darah sehingga meningkatkan level oksigen pada metabolisme

ternak sehingga metabolisme berjalan normal dan tidak stress. Selain itu Cr

menurunkan level kortisol (anatogistik dengan kerja insulin) pada ternak sapi stress

sehingga kerja insulin berjalan normal untuk mendorong glukosa masuk ke dalam

jaringan tubuh (Moonsie dan Mowat, 1993). Menurut Burton (1995) Cr berperan

dalam membangun sistem kekebalan tubuh dan konversi hormon tiroksin (T4)

menjadi triiodot ironin (T3) ya itu hormon yang berperan da lam meningka tka n laju

metabolisme karbohidrat lemak dan protein dalam hati, ginjal, jantung, dan otot

serata meningka tkan sintesis protein. Unsur Cr diabsorbsi oleh tubuh da lam be ntuk

(22)

10 dalam bentuk inorganik lebih sukar diabsorbsi dibandingkan Cr yang berasal dari

ekstrak ragi (Piliang dan Soewondo, 2006).

Defisiensi Cr dapat menyebabkan rendahnya inkorporasi asam amino pada

protein hati, asam amino yang dipengaruhi Cr dalam sintesis protein adalah metionin,

glisin, dan serin. Saat ini suplementasi Cr organik banyak digunakan karena

ketersediaannya (bioavailability) lebih tinggi dibandingkan dengan Cr anorganik

(Astuti et al., 2007).

Saat ini suplementasi unsur selenium (Se) banyak dilakukan, karena Se

merupaka n salah satu unsur mikro ya ng dibutuhka n oleh tubuh. Bentuk fisiologis

dari Se adalah sebagai Gluthation peroksidase (GSH-Px) yang berfungsi dalam

memproteksi sel dan subseluler dari kerusakan oksidatif dengan cara senyawa

oksidatif direduksi menjadi senyawa yang aman bagi sel, termasuk ambing (Sudrajat,

2000).

Selenium mempunyai hubungan dengan vitamin E. (Underwood dan Suttle,

2001). Menur ut Surai (2003) unsur Se dengan cara yang belum diketahui membantu

retensi vitamin E dalam plasma. Selenium dan vitamin E bekerja secara sinergis

sebagai antioksidan utama da lam menghilangkan radikal lemak, radikal H2O2 yang

merupakan bagian yang terpenting dari fungsi sel, akan tetapi berpotensi

mengakibatkan kerusakan sel dan penyakit. Vitamin E bekerja mencegah

terbentuknya peroksida bebas sedangkan Se bekerja mengurangi peroksida yang

(23)

11 MATERI DAN METOD E

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Juni sampai September

2011 bertempat di Peternakan Kambing Darul Fallah - Ciampea Bogor;

Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Laboratorium Teknologi Pengolahan

Hasil Ternak, Fakultas Peternaka n, Institut Pertanian Bogor.

Materi

Ternak yang digunakan adalah ternak kambing perah peranakan Etawah

laktasi sebanyak 8 ekor dengan umur rata-rata 4-6 tahun. Tiap perlakuan terdiri dari

4 ekor kambing laktasi. Produksi susu awal digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam mengelompokan kambing tersebut. Penerapan perlakuan terhadap dua

kelompok kambing dilakukan berdasarkan pengundian. Setiap kambing ditempatkan

dalam kandang individu yang berukuran 1 x 2 m2. Alat-alat yang digunakan dalam

penelitian adalah kandang kambing perah individu, tempat pakan dan minum,

timbangan pegas, ember, jaring paranet dan kain penampung feses.

Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

P1U1 P1U2 P1U3

P2U1 P2U2 P2U3 P2U4

(24)

12 Pros edur

Persiapan

Pada awal penelitian tempat pakan dan kandang yang digunakan untuk

penelitian dibersihkan. Sebelum diberikan perlakuan, kambing percobaan melalui

tahap penyesuaian terhadap perubahan pakan (preliminary) selama 1 minggu.

Seluruh kambing mendapakan pakan tanpa suplemen. Tahap ini bertujuan untuk

mengurangi pengaruh pakan yang diberikan sebelum perlakuan terhadap parameter

yang akan diamati.

Pemeliharaan

Kambing peranakan Etawah yang berjumlah 8 ekor dipelihara dalam

dikandang individu. Periode penelitian meliputi pemberian pakan selama 4 minggu.

Jumlah pakan yang diberikan didasarkan kepada bobot badan dugaan yang dihitung

berdasarkan lingkar dada yang dilakukan pada awal percobaan (Tabel 3).

Pemberian pakan dilakuka n sebanyak 3 kali sedangkan pemberian air minum

ad libitum. Pakan diberikan sebanyak 8,3 kg/hari (Ampas tempe segar 5 kg, Rumput

lapang segar 3 kg dan pakan campuran 300 gr). Konsumsi pakan dan sisa pakan

selama satu bulan pemeliharaan, dihitung setiap hari.

Tabe l 3. Pendugaan Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah

Perlakuan Kode Kambing Lingkar Dada (cm) Bobot Badan1 (kg)

1

Pengambilan sampel feses dilakuan pada minggu keempat selama 1 minggu.

(25)

13 setiap kandang individu kambing. Feses setiap kambing dikumpulkan dan ditimbang

setiap pagi hari lalu dijemur menggunakan nampan. Sampel feces yang terkumpul

dalam satu minggu dicampurkan dan disimpan dalam kantung kain. Feses

selanjutnya dikeringkan dalam oven 60⁰ selama 24 jam. Sebanyak 100 g sampel

digiling yang selanjutnya digunakan untuk analisis kandungan nutriennya. Analisis

proks imat dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian

Bogor (IPB).

Rancanga n Percobaa n dan Analisis Data

Sebanyak 8 ekor kambing peranakan Etawah laktasi dengan umur rata-rata 4-6

tahun. Kambing tersebut dijadikan dua kelompok dan diberi 2 perlakuan dengan

pakan 1 dan pakan 2. Setiap perlakuan dengan 4 ulangan. Data yang diperoleh

dianalisis secara statistik menggunakan uji t untuk dua perlakuan dengan

masing-masing empat kambing perah sebagai ulangan (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

Hubungan antara dua peubah dianalisis menggunakan model analisis regresi linear

(Steel dan Torrie, 1995) sebagai berikut: Y = a + b1x1

Perlak uan

+ e; dimana: Y= variabel

dependen, a = konstanta, b= koefisien regresi, x = variabel independen, e = error.

Pakan basal yang diberikan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Pakan basal tersebut adalah jenis pakan yang biasa diberikan setiap hari. Penelitian

dilakukan dengan pemberian pakan tambahan (suplementasi) tanpa menghilangkan

kebiasaan yang dilakuka n peternak. Kedua kelompok kambing mendapat pakan

dengan bahan penyusun yang sama. Pakan yang diberikan adalah rumput lapang,

ampas tempe, rumput gajah, dedak, onggok, jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai,

dan crude palm oil (CPO), tanpa suplementasi (perlakuan 1) atau dengan

suplementasi kedelai sangrai, vitamin A, D3 dan E serta mineral Cr organik dan Se

(26)

14 Tabe l 4. Komposisi Ransum da n Nutrien Paka n

Bahan Pakan Taraf Pemberian (% BK)

Pakan 1 Pakan 2

Pakan Basal

Rumput Lapang 34,34 34,34

Ampas Tempe 52,56 52,56

Pakan Campuran

Rumput Gajah Kering 5,24 5,24

Dedak 0,75 0,59

Jagung 2,21 1,73

Onggok 1,15 0,90

Bungkil Kedelai 2,65 2,07

Bungkil Kelapa 0,84 0,66

CPO 0,26 0,21

Kedelai Sangrai - 1,73

Vitamin A - 8000 IU/kg

Vitamin E - 400 IU/kg

Vitamin D3 - 1500 IU/kg

Mineral Se - 0,30 ppm

Mineral Cr Organik - 3,00 ppm

Jumlah 100 100

(27)

15 Peubah ya ng Diamat i

Konsums i Pakan (g/ekor/hari)

Konsumsi pakan merupakan selisih antara pakan yang diberikan dengan sisa

pakan. Sedangkan konsumsi pakan per ekor per hari merupakan konsumsi pakan

total dibagi masa pengukuran. Perhitungan konsumsi bertujuan untuk mengetahui

konsumsi bahan kering (BK) dan konsumsi nutrien pakan seperti protein, serat dan

lemak. Sampel pakan untuk analisis kimia dilakukan pada minggu keempat saat

pengukuran konsumsi dan koleksi feses total.

Kecernaa n Nutrien (%)

Pengukuran kecernaan nutrien dilakukan dengan metode koleksi total.

Perhitungan kecernaan nutrien menggunakan rumus sebagai berikut:

Produksi dan Kadar Nutrien Susu.

Pengambilan sampel susu dilakukan pada minggu keempat. Sampel susu

diambil pada pemerahan pagi dan sore hari dari setiap kambing. Sampel susu pagi

disimpa n da lam bo tol sampel plastik da n dimasuka n ke dalam lemari es, pada sore

hari sampel dicampurkan secara proporsional dengan sampel susu sore. Sampel susu

sebanyak 20 ml digunakan untuk analisis komposisi susu menggunakan “Milk

Analyzer WesternPro” di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak,

(28)

16 HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsums i Nutrien

Konsumsi merupakan faktor esensial yang menentukan produksi (Parakkasi,

1999). Konsumsi bahan kering (BK) kambing laktasi merupakan satu faktor yang

sangat penting untung diperhatikan. Kapasitas kambing mengkonsumsi pakan secara

aktif merupakan faktor pembatas yang mendasar dalam pemanfaatan pakan

(Devendra dan Burns, 1994). Setiap individu hewan memiliki tingkat konsumsi

pakan yang berbeda dan hal ini diantaranya terkait dengan palatabilitas pakan.

Konsumsi nutrien yang tinggi disebabkan karena tingkat palatabilitas pakan tersebut

yang tinggi. Tingkat palabilitas tinggi umumnya menggambarkan kadar nutrien dan

kualitas pakan yang tinggi pula (Apdini, 2011).

Devendra da n Burns (1994) menjelaskan bahwa laktasi meningkatkan

konsumsi bahan kering ransum, dan produksi susu yang lebih tinggi berkolerasi

dengan konsumsi bahan kering yang tinggi. Walaupun konsumsi bahan kering pada

kambing laktasi tinggi namun sangat dipengaruhi oleh berat badan kambing itu

sendiri. Menurut NRC (1981) kebutuhan bahan kering kambing dengan berat hidup

40 kg dengan kadar lemak susu 5,0 – 6,0% adalah 0,804 – 0,812 kg. Konsumsi bahan

kering pada kambing PE laktasi di Indonesia berkisar antara 447-2171 g/ekor/hari

atau 3,3-4,0% dari berat badannya (Jaelani, 1999; Atabany, 2001; Apdini (2011).

Berarti konsumsi bahan kering pada kambing PE laktasi yang digunakan pada

penelitian ini sudah mencukupi dan bahkan jauh lebih tinggi dari yang disarankan

oleh NRC (1981).

Tabe l 5. menunjukkan rataan konsumsi nutrien pada kambing Peranakan

Etawah dalam Penelitian ini. Konsumsi bahan kering pakan tidak berbeda antar

kedua kelompok kambing tersebut. Konsumsi bahan kering kambing percobaan

dapat dinyatakan normal dan dapat dikatagorikan tinggi. Penambahan kedelai sangrai

serta suplementasi mineral dan vitamin A, D3 dan E tidak menyebabkan perubahan

konsumsi bahan kering. Konsumsi ba han ke ring yang tinggi mengakibatkan

(29)

17 Tabe l 5. Konsumsi N utrien pada Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n

dalam Penelitian

Konsumsi (g/ekor/hari) Perlakuan 1 Perlakuan 2

Bahan Kering 1796 ± 30 1719 ± 61

Bahan Organik 1659 ± 27 1588 ± 57

Protein Kasar 291 ± 5 283 ± 10

Serat Kasar 786 ± 12 762 ± 36

Lemak Kasar 35 ± 0,72a 33 ±1,14b

Keterangan: Rataan dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda (P<0,05), Pe rla kuan 1 = ka mbing yang mendapat pakan basal tanpa penambahan kedela i sangrai, vitamin dan mineral; Pe rla kuan 2 = ka mbing yang mendapat pakan basal dengan penambahan kedelai sangrai, v ita min dan minera l.

Konsumsi yang tinggi pada kelompok kambing percobaan dapat disebabkan

oleh kebutuhan akan nutrien yang lebih tinggi. Kambing diperkirakan membutuhkan

nutrien buka n hanya unt uk prod uks i susu namun juga untuk mengimbangi suhu

lingkungan yang tinggi atau gangguan fisiologis lainnya. Cekaman panas

menyebabkan eksresi mineral melalui saliva yang tinggi sehingga menujukkan

kebutuhan mineral yang lebih tinggi. Kebutuhan nutrien lainnya termasuk energi dan

protein diperkirakan meningkat dengan tajam dengan adanya cekaman panas (Amir,

2009).

Pada penelitian ini digunakan pakan lengkap yang digiling dengan ukuran

partikel yang kecil. Ukuran partike l ransum yang kecil mempunyai permukaan lebih

luas dibandingka n dengan ransum berpartikel besar. Nursasih (2005) menyatakan

bahwa ukuran partikel ransum yang lebih halus dan lebih padat meningkatkan

konsumsi karena semakin kecil partikel ransum maka semakin mudah dicerna dan

meningkatkan laju aliran partikel dalam rumen sehingga meningkatkan konsumsi.

Kambing PE dalam kajian ini mempunyai konsumsi hijauan tinggi. Walaupun

hubungan antara sifat fisik, komposisi makanan, kecernaan dan tingkat konsumsi

merupaka n suatu hal yang kompleks (Parakkasi, 1999). Namun tingkat konsumsi

yang tinggi pada kambing percobaan dapat disebabkan karena tingkat pemberian

pakan yang banyak dengan palatabilitas dan kecernaan yang tinggi.

Konsumsi ba han ke ring yang tinggi dapat menyediakan protein yang tinggi

untuk produksi susu dan kebutuhan lainnya. Protein merupakan salah satu zat yang

(30)

18 bahwa kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh umur, masa pertumbuhan, kondisi

fisiologis, ukuran dewasa tubuh, kondisi tubuh dan rasio energi protein.

Menurut NRC (1981) kebutuhan protein pada kambing dengan berat hidup 40

kg dengan kadar lemak susu 5,0 – 6,0% adalah 0,145 – 0,153 kg. Kekurangan protein

merupakan pembatas utama dalam produksi susu kambing. Pada musim kering

kandungan protein kasar rumput mengalami penurunan dr astis, yaitu diba wah 4%.

Rataan konsumsi protein kasar pada kambing Peranakan Etawah yang mendapat

ransum dengan penambahan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral

dapat dilihat pada Tabel 5. Konsumsi protein kasar pada kambing perlakuan 1 dan

perlakuan 2 sebanyak 0,291 kg/hari dan 0,283 kg/hari. Atabany (2001) menunjukan

bahwa ko nsumsi protein kasar pada kambing Peranakan Etawah sebanyak 0,215

kg/hari. Apdini (2011) menunjukan konsumsi protein kasar kambing Peranakan

Etawah dengan pemberian rumput lapang dan konsentrat dan dengan pemberian

rumput lapang ditambahkan pellet Indigofera sp. sebanyak 0,426 kg/ekor/hari dan

0,354 kg/ekor/hari.

Rataan konsumsi serat kasar pada kambing Peranakan Etawah yang mendapat

penamba han pakan dengan kedelai sangrai serta suplemen vitamin da n mineral dapat

dilihat pada Tabel 5. Konsumsi serat kasar kambing perlakuan 1 dan perlakuan 2

adalah 786 g/ekor/hari dan 762 g/ekor/hari. Sedangkan dalam penelitian Atabany

(2001) kambing PE mengkonsumsi serat kasar hanya 386 g/ekor/hari dan pada

penelitian Apdini (2011) konsumsi serat kasar kambing Peranakan Etawah dengan

pemberian rumput lapang dan konsentrat dan dengan pemberian rumput lapang

ditambahkan pellet Indigofera sp. sebanyak 725 g/ekor/hari dan 587 g/ekor/hari.

Kandungan serat kasar dalam ransum penelitian ini tinggi yaitu 46,06% dan 45,99 %.

Tingginya konsumsi serat kasar dikarenakan ransum menggunakan ampas tempe

yang memiliki kandungan serat kasar sebanyak 51,68% dan ditambah pakan rumput

lapang segar setiap harinya. Konsumsi serat kasar dalam penelitian ini tidak berbeda

nyata (P>0,05). Kandungan serat kasar tinggi mampu menjadi faktor yang dapat

menurunkan daya cerna pakan (Suci, 2011).

Rataan konsumsi lemak kasar pada kambing PE yang mendapat ransum

dengan penambahan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral dapat dilihat

(31)

19 adalah 35 g/hari dan 33 g/hari. Konsumsi lemak kasar kambing penelitian jauh lebih

sedikit dibandingkan dengan yang dilaporkan Atabany (2001) yaitu sebanyak 52

g/ekor /hari da n Apdini (2011) sebanyak 39 dan 79 g/eko r/hari. Konsumsi lemak pada

kambing pe rlakuan 1 dan perlakuan 2 berbeda nyata (P<0,05) namun penambahan

suplemen ini tidak mempengaruhi konsumsi lemak kasar dan semua nutrien lainnya.

Menurut Parakkasi (1999), lemak merupakan zat yang tidak larut dalam air, sistem

organik yang larut dalam pelarut organik. Lemak mempengaruhi palatabilitas suatu

pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Parakkasi (1999)

menyatakan bahwa ruminansia dewasa kurang toleran terhadap lemak, kecuali anak

ruminansia yang masih menggunakan pakan cair.

Kadar lemak ransum perlakuan 1 dan perlakuan 2 dalam penelitian ini adalah

kurang dari 3 %. Kadar lemak ransum percobaan dapat dinyatakan rendah dan tidak

mengganggu pencernaan nutrien. Kadar lemak ransum ruminan yang melebihi 7 -

8% menyebabkan gangguan pencernaan terutama penurunan ko ns umsi yang

disebabkan oleh gangguan fungsi mikroor ganisme dalam rumen. Hijauan tidak

banyak mengandung lemak, kadar lemak sekitar 3% namun jika konsumsi hijauan

tercukupi maka konsumsi dari lemak akan relatif banyak pula. Penambahan bahan

makanan khusus dari konsentrat yang banyak mengandung lemak maka kadar lemak

ransum akan meningkat (Parakkasi, 1999).

Kecernaa n Nutrien

Kecernaan merupakan gambaran mengenai jumlah nutrien yang dapat dicerna

oleh hewan da n diserap untuk digunakan dalam metabolisme tubuh. Tingkat

kecernaan nutrien dari suatu pakan menunjukkan kualitas pakan tersebut. Kompos isi

nutrien pakan hasil analisa proks imat dapat dilihat pada Tabel 6.

Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik, sehingga

faktor- faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering (KcBK)

akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya kecernaan Bahan Organik (KcBO)

ransum. Semakin tinggi KcBK maka semakin tinggi pula peluang nutrien yang dapat

dimanfaatkan ternak untuk pertumbuhan dan produksinya. Henrakancana (1992)

menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering ransum merupaka n akibat peningkatan

kandungan nutrien ransum yang dikandungnya. Rumetor (2008) menambahkan

(32)

20 mudah dicerna, secara linier akan meningkatkan konsumsi ransum. Kecernaan

nutrien pada pakan perlakuan 1 dan perlakuan 2 ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabe l 6. Kadar Nutrien Ransum yang Diberikan pada Kambing

Kode Pakan

Keterangan : Data diperoleh dari ana lisis proksimat di Laboratoriu m Ilmu dan Teknologi Pa kan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, dan analisis kadar fitat dila kukan di Laboratoriu m Nutrisi Te rnak Perah Fa kultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (2012).

Nilai kecernaan bahan organik berkaitan erat dengan kecernaan bahan kering,

dimana bahan kering memiliki kolerasi positif dengan bahan organik, sebab bahan

pakan berdasarkan komposisi kimianya dibedakan menjadi bahan anorganik (abu)

dan ba han or ganik. Nilai kecernaan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 6.

Besarnya konsumsi bahan organik akan berpengaruh terhadap ketersediaan energi

da lam rumen untuk pertumbuhan mikroba rumen. Pertumbuhan mikrobia rumen

berhubungan dengan kerja optimal mikrobia yang nantinya berpengaruh terhadap

kecernaan ternak (Kamal, 1994). Sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas

bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya KCBK

akan mempengaruhi juga tinggi rendahnya KCBO ransum. Semakin tinggi KCBK

maka semakin tinggi pula peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk

pertumbuhannya. Kecernaan bahan organik (KCBO) menggambarkan kecernaan

senyawa protein, karbohidrat, lemak yang dapat dicerna oleh ternak.

Rataan kecernaan serat kasar pada kambing Peranakan Etawah yang diberi

ransum dengan penambahan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral

(33)

21 Tabe l 7. Kecernaan Nutrien pada Kambing Peranaka n Etawah

Kecernaan (%) Perlakuan 1 Perlakuan 2

Bahan Kering 85,20 ± 2,94 84,75 ± 3,12

Keterangan: Perla kuan 1 = ka mb ing yang mendapat pakan basal tanpa penambahan kedelai sangrai, vitamin dan minera l; Pe rla kuan 2 = ka mb ing yang mendapat pakan basal dengan penambahan kedelai sangrai, vita min dan mineral.

Kecernaan serat kasar kambing perlakuan 1 dan perlakuan 2 adalah 85,31%

dan 86,15%. Kecernaan serat kasar pada kedua perlakuan tidak berbeda (P>0,05).

Kecernaan serat kasar (SK) tinggi membuktikan bahwa serat kasar mudah dicerna

oleh ternak. Menurut Nurhajah (2007), besarnya kecernaan SK salah satunya

dipengaruhi oleh konsumsi BK ransum, dan komposisi kimia bahan pakan.

Pemanfaatan pakan oleh ruminansia bergantung pada kecernaan fermentatif serat

kasar oleh mikroba rumen. Pertumbuhan bakteri ini dipacu selama tersedianya

nutrien pendukung lainnya, dimana populasi mikroba rumen yang mendapat ransum

serat kasar tinggi dibatasi oleh ketersediaan protein dan karbohidrat yang mudah

terfermentasi.

Kandungan protein da lam pakan campuran 1 dan pakan campuran 2 pada

penelitian ini sebesar 16,27 % dan 21,96%. Wahju (1997) menyatakan bahwa

semakin tinggi kandungan protein didalam bahan pakan, maka konsumsi protein

semakin tinggi pula, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap nilai kecernaan

pakan tersebut. Dapat dilihat pada Tabel 7. nilai kecernaan protein kasar kambing

perlakuan 1 dan kambing perlakuan 2 adalah 81,50% dan 81,19%. nilai kecernaan

protein kasar ransum percobaan tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05).

Lemak dan minyak merupakan senyawa triglirisida dan gliserol. Salah satu

indikator nilai nutrisi pakan adalah kecernaan lemak. Secara umum kemampuan

ternak ruminansia untuk menyerap lemak lebih besar daripada non-ruminansia.

Penambahan kedelai sangrai serta suplementasi mineral dan vitamin pada ransum

(34)

22 kecernaan nutrien lainnya. Menurut Ada wiya h et al. (2006) menyatakan bahwa asam

lemak khususnya omega-3 pada minyak ikan dan omega-6 pada minyak tumbuhan

(kacang kedelai) dapat mempengaruhi kecernaan da n metabolisme lemak.

TDN merupaka n salah indikator tinggi rendahnya energi pakan. Nilai % TDN

berkorelasi positif dengan kecernaan nutrien. Terdapat hubungan yang erat antara

kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar. Kecernaan

lemak kasar dalam kajian ini tidak menunjukan korelasi yang erat dengan nilai TDN

ransum. Data ini menunjukkan bahwa nilai energi ransum ditentukan oleh kecernaan

bakan kering atau bahan organik, protein dan serat kasar. Kadar lemak yang rendah

dalam penelitian ini tidak mampu menggambarkan nilai energi ransum.

Produksi dan Kadar Nutrien Susu

Rataan produksi susu kambing perlakuan 1 dan kambing perlakuan 2 dapat

dilihat pada Tabel 8. Produksi susu kambing yang diberi pakan tanpa kedelai sangrai

serta suplemen mineral dan vitamin (perlakuan 1) memiliki produksi susu yang lebih

tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan produksi susu kambing yang diberi pakan

dengan tamba han kedelai sangrai serta suplemen mineral dan vitamin (perlakuan 2).

Produksi susu kambing perlakuan 1 da n perlakuan 2 adalah 883 g/ekor/hari dan 727

g/ekor /hari. Pakan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap produksi susu.

Asupa n nutrien pada ka mbing mencukupi kebutuhan pada fase laktasi, namun nilai

kecernaan pada kambing yang diberi pakan perlakuan 2 lebih rendah diba ndingka n

dengan kambing yang diberi pakan perlakuan 1. Kecernaan pakan tersebut

diperkirakan merupakan penyebab perbedaan produksi susu kambing percobaan

tersebut.

Rataan kadar komponen padatan susu kambing percobaan tidak berbeda

nyata antara kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 kecuali produksi lemak.

Produksi lemak pada kelompok kambing perlakuan 1 lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok kambing perlakuan 2. Rataan kadar komponen lemak dan produksi

susu yang lebih tinggi menyebabkan produksi komponen lemak lebih tinggi pada

kelompok kambing perlakuan 1. Kadar lemak susu kelompok kambing perlakuan 1

lebih tinggi 7,45%. Kadar komponen lemak susu pada kambing percobaan mendekati

(35)

23 Tabe l 8. Prod uksi dan Kompos isi Susu Kambing Peranakan Etawah yang Digunakan

Dalam Penelitian

Perlakuan 1 Perlakuan 2

Produksi susu (ml/hari) 883 ± 80a 727 ± 561b

Rataan kenaikan produksi (ml/hari) 9,11 ± 4,30 5,60 ± 13

Berat Jenis 1,035 ± 0,03 1,035 ± 0,02

Keterangan: Rataan dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05), Pe rla kuan 1 = ka mbing yang mendapat pakan basal tanpa penambahan kedela i sangrai, vitamin dan mineral; Pe rla kuan 2 = ka mbing yang mendapat pakan basal dengan penambahan kedelai sangrai, v ita min dan minera l.

Menur ut Sudo no et al. (2003), hijauan dalam pakan yang terlalu banyak akan

menyebabkan tingginya kadar lemak susu karena lemak susu tergantung pada

kandungan serat kasar ransum minimal 17% dari bahan kering. Kadar serat kasar

yang tinggi tersebut telah menjamin kadar lemak susu yang tinggi. Kadar lemak susu

yang tinggi dalam penelitian ini terkait dengan kadar serat kasar ransum yang tinggi.

Kadar serat kasar yang tinggi terkait dengan rasio hijauan dan konsentrat dalam

bahan pakan yang tinggi. Rataan kadar ko mpo nen protein susu ka mbing keduanya

sama yaitu 5,93%. Kadar protein susu dalam penelitian ini jauh lebih besar

dibandingkan dengan penelitian Hertaviani (2009) yaitu hanya 4,15-5,00%.

Menur ut Devendra da n Burns (1994), bahwa kandungan protein susu

kambing jauh lebih tinggi dibandingkan dengan susu manusia dalam kaitannya

dengan jumlah kalori. Energi total yang terkandung dalam susu kambing sebanyak

50% berasal dari lemak, dan dari laktosa serta protein masing- masing 25%, sedang

(36)

24 dari protein. Produksi susu kambing perlakuan 1 dan perlakuan 2 (Tabel 8) berbeda

nyata (P<0,05). Terdapat kecenderungan bahwa rataan produksi susu per hari

mengalami kenaikan lebih tinggi pada kambing perlakuan 1 yang pakannya tidak

mengandung suplemen kedelai sangrai serta vitamin dan mineral sebesar 9,11

ml/hari dan pada kambing perlakuan 2 sebesar 5,60 ml/hari. Nilai rataan produksi

susu kambing perlakuan 2 lebih kecil dibandingkan dengan rataan produksi susu

kambing perlakuan 1. Penurunan produksi diperkirakan bukan akibat perlakuan,

namun hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan bulan laktasi. Bulan laktasi

kelompok kambing yang mendapat pakan perlakuan 2 diperkirakan berada pada

(37)

25 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penamba han kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral pada ransum

kambing Peranakan Etawah laktasi tidak menyebabkan perbedaan konsumsi,

kecernaan nutrien serta prod uks i dan ko mpos isi susu ml/hari..

Saran

Suplemen vitamin dan mineral serta kedelai sangrai pada kondisi pakan yang

mencukupi dalam jangka pendek diduga tidak diperlukan, kecuali dalam upaya

(38)

26 UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas rahmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan skripsi yang berjudul “Respon Kecernaan Nutrien dan Produksi Susu

pada Kambing Peranakan Etawah Terhadap Ransum Dengan Penambahan Kedelai

Sangrai serta Suplemen Vitamin da n Mineral”.

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Toto

Toharmat, MAgrSc selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. A. Darobin Lubis, MSc.

selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing anggota atas bimbingan, saran

dan nasihat yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Lilis

Khot ijah, MSi. selaku dosen pembahas seminar, Dr. Ir. Suryahadi, DEA. dan Dr.

Afton Attabany S.Pt, M.Si selaku dosen penguji sidang serta DIKTI yang telah

membantu sebagian dana melalui PKM penelitian tahun 2011 dengan judul

Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tulus da n rasa hormat yang

setinggi-tingginya kepada Papah Chelly T. Moechry, Mamah Eli Marlina, Kakek

Umuh, Nenek Mariana, Nini Nafisah, Adik Indritia, Adik Dinda, dan Adik Barry

serta Aditya G Rahmawanto yang senantiasa tulus memanjatkan do’a dan kesabaran

serta segala perhatian, dukungan dan semangat yang selalu diberikan.

Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan untuk keluarga besar Pondok

Pesantren Darul Fallah, Altami N Daniari dan Emmy R Susanti atas semua bantuan

dan kerjasamanya dalam penelitian serta tim PKM-P Dhiki Mardiana Januari, Annita

Aviantry, Putri Hidayah, dan Ali Nurhadi. Tak lupa penulis mengucapkan

terimakasih kepada Keluarga Besar INTP’45, Ayu Muntheani, Denbeti N, Ermana S

Dini, Biastika F, Jihad Mukti, Shinta D Yahya, da n A. Khudry atas kebersamaan dan

persahabatan selama ini. Penulis berharap semoga pengalaman tersebut bermanfaat

untuk kegiatan penulis selanjutnya dan skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan

(39)

27 DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Populasi Ternak di Indonesia [15 Juni 2012].

Adawiah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu & Nahrowi. 2006. Respon kualitas susu pada suplementasi kacang kedelai sangrai dan sabun kalsium serta mineral organik dalam ransum sapi perah. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 11(4): 280-286.

Adawiah, T. Sutardi, T. Toharmat, W. Manalu, Nahrowi & Tanuwiria U. H. 2007. Respons terhadap Suplementasi Sabun Mineral dan Mineral Organik serta Kacang Kedelai Sangrai pada Indikator Fermentabilitas Ransum dalam Rumen Domba. Med Pet 30(1) : 63-70.

Astuti, D. A & Laconi, E. B. 2000. Evaluasi komposisi tubuh dan pemanfaatan nutrien di ambing kambing peranakan etawah laktasi yang diberi pakan fermentasi limbah tempe. Seminar Nasional AINI VI.

Astuti, W. D., R. Ridwan & B. Tappa. 2007. Penggunaan probiotik dan kromium organik terhadap kondisi lingkungan rumen in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 12(4): 262-267.

Atabany, A. 2001. Studi kasus produksi kambing peranakan etawah da n kambing saanen pada peternakan kambing Barokah dan PT Taurus Dairy Farm. Tesis Progr am Pascasarjana. I nstitut Pertanian Bogor, Bogor.

American Dairy Goat Association. 2002. Milk Comparison. The American Dairy Goat Association. Sinpdale, New York City.

Amir, F. 2009. Performan dan kecernaan nutrien pada domba garut jantan yang mendapat ransum dengan kromium dan nilai neraca kation anion berbeda saat cekaman panas. Skripsi. Fakultas Peternaka n. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Apdini, T. A.P. 2011. Pemanfaatan pellet Indigofera sp. pada kambing perah peranakan etawah dan saanen di peternakan bangun karso farm. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Asminaya, N. S. 2007. Penggunaan ransum komplit berbasis sampah sayuran pasar untuk produksi dan komposisi susu kambing perah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, I nstitut Pertanian Bogor, Bogor.

Blakely, J & D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Terjemahan : Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

(40)

28 Devendra, C & Burns, M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB.

Bandung.

Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat (Animal Agriculture Series) 6th Interstate Publishers, Inc., Danvile.

Ed.

Fellenberg, M. A. & H. Speisky. 2006. Antioxidant: what role do they plan in physical activity and health. Am. J. Clin. Nutr. 729 (Suppl.) 637-646.

Henraka ncana, H. 1992. Kecernaan bahan kering, energi dan protein pada kambing bunting tunggal dan bunting kembar pada fase kebuntingan akhir. Skripsi Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Herman, R., Suwartono, & Kadarman. 1985. Pendugaan bobot kambing Peranakan Etawah dari ukuran tubuh (Estimate weight s of kacang x Etawah cross goa ts from their body measurements). Med. Pet 10 (1) : 1 – 11.

Hertaviani, R. F. 2009. Kandungan nutrisi dan kadar laktoferin dalam susu kambing perah bangsa peranakan etawah (PE) dan jawarandu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Jaelani, U. 1999. Penampilan kambing dara yang diberi konsentrat mengandung bungkil biji kapuk. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I Rangkuman. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta.

Loftus, S. L. 2002. Vitamin E national parkinson poundation. A World Wide Organization

Mattjik, A.A. & LM. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Mc Donald, P., Edwards, R., Greenhalgh, J. 2002. Animal Nutrition. Sixth Edition. New York.

McDowell, L. R. 2000. Vitamins in Animal and Human Nutrition. Second Edition. Iowa State University Press.

Muchtadi, D. 1994. Makanan sebagai Sumber Energi dan Zat Gizi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Moonsie S. S & D. N. Mowat. 1993. Effect of level of supplemental chromium on perfomance, serum constituents, and immune status of stressed feeder calves. Journal of Asian Studies 71: 232-238.

(41)

29 Novita, C. I, A. Sudono, I. K. Sutama & T. Toharmat. 2006. Produktivitas kambing Peranakan Etawah yang diberi ransum berbasis jerami padi fermentasi. Media Peternakan 29 (2): 96-106.

NRC. 1981. Nutrient Requirement of Goats. National Academy Press. Washington. D. C.

Nurhajah, S. 2007. Produk metabolisme rumen pada domba jantan. J Animal Production 9(1) : 9-13

Nursasih, E. 2005. Kecernaan zat makanan dan efisiensi pakan pada kambing Peranakan Etawah yang mendapat ransum dengan sumber serat berbeda. Skripsi. Fakultas Peternaka n. I nstitut Pertanian Bogor, Bogor.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Indonesia University Press, Jakarta.

Phalepi, M. A. 2004. Performa kambing Peranakan Etawah (Studi kasus di peternakan pusat pelatihan pertanian dan pedesaan swadaya citarasa). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Piliang, W.G. & Soewondo D.A.H. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume II. Edisi Revisi ; Januari 2006. IPB Press, Bogor.

Pulina, G. & A. Nudda. 2004. Milk Production. Di dalam: D. Pulina, editor. Dairy Sheep Nutrition. CABI Production, Wallingford.

Putri, T. P. 2011. Evaluasi pemberian suplemen jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), kromium organik, dan kedelai sangrai sumcer CLA terhadap performa telur ayam. Skripsi. Fakultas Peternaka n. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rashid, M. 2008. Goat and their nutrition. September 2011]

Rumetor, S.D., J. Jachja, R. Widjajakusuma, I.G. Permana & I. K. Sutama. 2008. Suplementasi Daun Bangun–Bangun (Coleus amboinicus Lour) da n Zinc-Vitamin E untuk Memperbaiki Metabolisme dan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawah. Jurnal Ilmu Ternak da n Veteriner 13(3) : 189-199

Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.

Steel, Robert G.D. & James H. Torrie, 1995. Prinsip Dasar dan Prosedur Statistika : Suatu Pendekata Biometrik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(42)

30 Suci, A. A. 2011. Analisis kecernaan pakan dengan sumber energi berbeda pada

domba lok al jantan lepas sapih. Skr ipsi. Fakultas Peternaka n. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudono, A & I. K. Abdulgani, & H. Nadjib. 2002. Budidaya Aneka Ternak Perah. Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudono, A., R. F. Rosdiana & B. S. Setiawan. 2003. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sudrajat, D. 2000. Pengaruh suplementasi Se organik dalam ransum terhadap kecernaan, aktivitas fermentasi dan pertumbuhan kambing Peranakan Etawah. Tesis. Program Pascasarjana. I nstitut Pertanian Bogor. Bogor.

Suherman, D. 2005. Imbangan Rumput lapangan dan Konsentrat terhadap kualitas produksi susu sapi perah Holstein. Animal Production. 7(1): 14-20

Surai, P. F. 2003. Natural Antioxidan in Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham University Press, Nottingham.

Susilorini, T.E., M.E. Sawitri, & Muharlien. 2009. Budidaya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.

Underwood, E. J. & N. F. Suttle. 2001. The Mineral Nutrition of Lifestock. 3rd

Wahju, J. 1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada Edition. CABI Publishing, New York.

(43)
(44)

32 Lampiran 1. Konsumsi N utrien pada Kambing Peranakan Etawah yang Mendapat

Ransum bersuplemen

Peuba h

(g/ekor/hari) Ulangan Perlakuan 1 Perlakuan 2

Konsumsi BK

1 1787,598 1705,798

2 1779,548 1662,896

3 1776,978 1700,865

4 1840,473 1805,33

Konsumsi BO

1 1649,055 1571,478

2 1644,632 1539,155

3 1642,6 1573,298

4 1699,304 1670,288

Konsumsi PK

1 288,9629 282,7149

2 288,1745 273,0412

3 288,2371 278,911

4 298,0673 296,3004

Konsumsi SK

1 772,2549 725,7149

2 786,5449 748,5909

3 783,7703 762,8245

4 801,1308 810,1982

Konsumsi LK

1 35,36277 32,51531

2 34,785 31,55073

3 34,9223 32,18417

(45)

33 Lampiran 2. Kecernaan Nutrien pada Kambing Peranakan Etawah yang Mendapat

Ransum bersuplemen

Peuba h (%) Ulangan Perlakuan 1 Perlakuan 2

Kecernaan BK

1 82,01 82,33

2 88,62 87,84

3 86,50 81,81

4 83,65 87,03

Kecernaan BO

1 82,42 82,57

2 89,15 88,08

3 87,06 82,16

4 83,93 87,38

Kecernaan PK

1 79,03 77,00

2 83,67 85,10

3 81,65 80,02

4 81,67 82,65

Kecernaan SK

1 80,81 83,02

2 91,30 88,88

3 86,99 83,44

4 82,14 89,26

Kecernaan LK

1 67,45 73,41

2 70,11 77,94

3 77,85 70,71

(46)

34 Lampiran 3. Komposisi Nutrien Susu pada Kambing Peranakan Etawah yang

Mendapat Ransum bersuplemen

Peuba h (%) Ulangan Perlakuan 1 Perlakuan 2

Protein

1 5,39 6,13

2 6,12 5,96

3 6,28 5,69

Laktosa

1 3,46 4,19

2 3,99 4

3 4,19 3,72

Lemak

1 7,27 6,31

2 7,84 6,65

3 7,24 7,12

SI

1 0,89 1,03

2 1,01 1

3 1,05 0,94

Padatan

1 9,73 11,36

2 11,13 10,96

3 11,53 10,36

Berat Jenis

1 30,98 37,31

2 35,66 35,69

3 37,42 33,3

(47)

35 Lampiran 4. Produksi Susu, Peruba han Prod uks i Susu da n Prod uksi Komponen Susu

pada Kambing Peranakan Etawah yang Mendapat Ransum Bersuplemen

Peuba h Ulangan Perlakuan 1 Perlakuan 2

(48)
(49)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kambing peranakan Etawah (PE) yang dipelihara peternak di Indonesia

diyakini telah teradaptasi dengan daerah tropis sebagai penghasil daging dan susu.

Kambing memberi sumbangan dalam pemenuhan kebutuhan protein yang diperlukan

bagi pemenuhan kebutuhan gizi dan kesehatan penduduk di berbagai negara

berkembang, terutama masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kambing

merupakan salah satu hewan ruminansia yang mengkonsumsi bahan kering sekitar

5-7% dari berat badan. Kambing dapat mengkonsumsi lebih banyak serat kasar, karena

kambing lebih efisien mencerna serat kasar dibandingkan sapi dan domba (Blakely

dan Bade, 1991).

Populasi ternak kambing di Indonesia mencapai 16.821.000 ekor (BPS,

2011). Pengembangan populasi dan produktivitas ternak kambing PE sebagai

penghasil susu di Indonesia terkendala oleh ketersediaan paka n yang tidak

berkesinambungan da n kualitas paka n yang rendah sehingga standa r kebutuhan

nutriennya tidak mampu tercukupi. Hal tersebut menyulitkan pemanfaatan dan

pengembangan kambing perah. Upaya meningkatkan produktivitas ternak

ruminansia telah banyak dilakukan salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu

pakan.

Secara umum penambahan pakan konsentrat dan suplemen yang

menyediakan nutrien lebih banyak dan lebih seimbang mampu mendorong ternak

kambing berproduksi secara optimal. Peningkatan kadar nutrien dengan

menambahkan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral pada ransum

diharapkan akan meningkatkan konsumsi, kecernaan dan laju metabolisme nutrien

yang pada akhirnya meningkatkan produksi dan kualitas susu kambing yang

dihasilkan. Menurut Blakely dan Bade (1991) bahwa kebutuhan nutrien kambing

yang sedang laktasi lebih be sar diba ndingka n de ngan kebutuhan ka mbing dengan

status fisiologis lain. Kondisi lingkungan yang panas dan kualitas pakan yang rendah

sering membatasi konsumsi bahan kering dan nutrien sehingga kebutuhannya akan

nutrien yang tinggi tidak terpenuhi, sebaiknya kambing yang sedang laktasi diberi

(50)

2 Informasi manfaat penambahan kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan

mineral pada ransum kambing laktasi dalam mengoreksi konsumsi dan kecernaan

komponen pakan serta produksi susu belum banyak diketahui. Sehubungan dengan

hal tersebut maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji pengaruh penambahan

kedelai sangrai serta suplemen vitamin dan mineral dalam pakan kambing laktasi

terhadap ko nsumsi, k ecernaan, p rod uks i da n k ualitas susu yang dihasilka n.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian ransum yang

disuplementasi dengan Kedelai Sangrai, vitamin A, D3

.

dan E serta Selenium (Se) dan

Kromium (Cr) organik terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien, dan produksi serta

Gambar

Tabel 1. Kompo sisi Nutrien Susu Kambing Peranakan Etawah
Gambar 1. Kambing Peranakan Etawah yang Diguna kan dalam Penelitian
Tabel 4. Komposisi Ransum dan Nutrien Pakan
Tabel 6. Kadar Nutrien Ransum yang Diberikan pada Kambing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data yang lengkap ini diperlukan sebab transaksi e-commerce merupakan bisnis dalam dunia maya, artinya pelaku usaha tidak bertemu secara langsung dengan konsumen..

To know the implementation of e-learning in discussion group using Nicenet .org in International Class batch 2012 students’ writing ability.. To find out the

Hal ini di buktikan dari (Tabel 1) banyaknya usaha photobooth pada satu kota yang sama. Jasa yang ditawarkan oleh berbagai pesaing tersebut pada umumnya sama /

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu nila pandu (Oreochromis niloticus) memiliki ketahanan yang cukup tinggi hingga kepadatan 10 9 terhadap infeksi bakteri

Surat Keterangan diberikan kepada peserta Pelatihan yang telah menyelesaikan seluruh atau sebagian mata Pelatihan namun tidak berhasil mencapai kompetensi yang

Grafik waktu penjalaran gelombang terhadap jarak masing-masing geophone digunakan untuk mendapatkan kemiringan kurva yang menunjukkan kecepatan gelombang P pada

Yang dimaksud sales promotion girls (SPG) non Event disini adalah sales promotion girls (SPG) menawarkan barang tidak melalui event-event yang diselengarakan oleh perusahaan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pengaruh budidaya tanaman kentang terhadap serangan lalat pengorok daun dan