• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia"

Copied!
333
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL

DI INDONESIA

B A R U D I N

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL

DI INDONESIA

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011

B A R U D I N

(3)
(4)

ABSTRACT

BARUDIN. 2011. The Impact of Trade Liberalization and Increasing Demand for Tourism on Indonesia Macroeconomic and Sectoral Performance. Supervised by RINA OKTAVIANI and SRI MULATSIH.

The liberalization will offer renewed and enhanced opportunities to increase productivity and raise incomes. There are several bilateral and regional agreements on trade liberalization, such as the ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), and the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) FTA. The end-goal of economic integration is establishing the ASEAN Economic Community as outlined in ASEAN Vision 2015. Consequently, there is a free flow of goods, services and investment, a free flow of capital as well as equitable economic development, and reduced poverty and socio-economic disparities in the ASEAN region. This study is examined the economy-wide impact of trade liberalization for the Indonesian economy by using the Computable General Equilibrium (CGE) model. The impact of liberalization is examined via tariff reductions, combination tariff reduction and tourism growth. Tourism is a growing and important industry in both developed and developing countries. It is also an important source of earning foreign exchange and provides employment opportunities for domestic labor. Generally, tourist consumption in the receiving country is predominantly of non-traded goods and services. Tourism is increasingly becoming a significant part on global trade. It is one of the top five export categories, and accounted for almost 83 percent of countries in the world. According to the Indonesia Tourism Satellite Accounts 2009, total economic transaction created by tourism activity in 2009 reached Rp504,69 trillion or 4,80 percent of total output. This study has shown that liberalization combined with tourism growth can, in fact, reduce the domestic price level and increase the amount of foreign trade and availability of products in the domestic economy, thereby stimulating further production. The result of this study is improved the Indonesia’s macroeconomic performance and welfare, as domestic absorption, and household consumption increase. Tourists are also better off for they can consume more, given their spending level, and also benefit from the greater availability of products. The trade balance deficits are of concern, indicating the need for appropriate accompanying policies, such as the tourism promotion and investment in infrastructure, underpinned by the growing service sector.

(5)
(6)

RINGKASAN

BARUDIN. 2011. Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia. Dibawah bimbingan RINA OKTAVIANI dan SRI MULATSIH.

Pariwisata telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, World Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Sejak 4 November 2002, pemerintah Indonesia bersama negara ASEAN telah menandatangani perjanjian ACFTA mengenai pemberlakuan pasar bebas di kawasan ASEAN-China. Disamping itu dilakukan juga kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya seperti APEC dan WTO.

Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami beberapa kendala dan hambatan. Oleh karena itu, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan pariwisata di Indonesia terkait dengan maraknya liberalisasi yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi serta mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap perekonomian nasional seperti pendapatan dan ketenagakerjaan.

Penelitian ini menggunakan Model Keseimbangan Umum/ Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOMINI (Oktaviani, 2008) yang berinduk pada MINIMAL (Horridge, 2001). Model ini kemudian dikombinasikan dengan sebagian dari model WAYANG (Wittwer, 1999) dan selanjutnya disebut model INDOWISATA. Database yang digunakan adalah tabel input output nasional 67 sektor updating tahun 2008 yang terdapat dalam neraca satelit pariwisata nasional. Sistem persamaan yang terdapat dalam model ini meliputi 15 blok sesuai dengan model INDOMINI. Hal yang berbeda adalah bahwa permintaan akhir (final demand) dibagi menjadi 2 yaitu permintaan akhir yang terkait dengan pariwisata dan permintaan akhir lainnya. Disamping itu, tenaga kerja juga dibagi menjadi 2 yaitu pekerja formal (dibayar) dan pekerja keluarga (tidak dibayar).

(7)

waktu tiga tahun terakhir selalu mengalami defisit. Dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah harus melakukan langka-langkah strategis guna mengurangi banjirnya produk-produk impor serta harus mendorong peningkatan ekspor khususnya ke negara-negara yang telah melakukan kerjasama perdagangan dengan Indonesia. Tumbuhnya kerjasama regional seperti ACFTA dan APEC akan memberikan warna baru dalam pembangunan ekonomi termasuk aktivitas pariwisata Indonesia.

Peranan kegiatan pariwisata terhadap ekonomi nasional pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding dengan tahun sebelumnya. Nilai output dari kegiatan pariwisata secara keseluruhan selama tahun 2009 mencapai sebesar Rp 504,69 triliun atau berkontribusi sebesar 4,80 persen. Sedangkan peranan kegiatan pariwisata terhadap nilai tambah bruto (NTB) mencapai sebesar Rp 233,64 triliun atau memberikan kontribusi sebesar 4,16 persen dari total NTB nasional. Selama tahun 2009, kontribusi sektor-sektor terkait pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai sebanyak 6,98 juta orang atau 6,68 persen dari tenaga kerja nasional. Disamping itu, peranan dalam ekspor jasa mencapai 4,37 persen yang sebagian besar disumbang oleh sektor hotel, restoran, hiburan dan angkutan.

Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari kebijakan ekonomi makro. Skenario pertama dimodelkan dengan menghapus tarif impor hingga 0 persen pada semua komoditi impor kecuali padi dan gula. Skenario kedua diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal dengan pemotongan pajak tak langsung sebesar 20 persen. Pada skenario ini dilakukan dua model simulasi, yaitu jika digabungkan dengan adanya pertumbuhan kegiatan kepariwisataan sebesar 10 persen dan tidak ada pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia.

Studi ini menunjukkan bahwa liberalisasi yang dikombinasikan dengan pariwisata akan mempunyai dampak positif pada perekonomian domestik. Liberalisasi dan peningkatan permintaan pariwisata bisa mengurangi tingkat harga-harga domestik, meningkatkan jumlah perdagangan luar negeri dan ketersediaan produk dalam ekonomi domestik, sehingga merangsang produksi lebih lanjut. Hasilnya untuk kasus Indonesia adalah meningkatkan kinerja ekonomi makro dan kesejahteraan seperti meningkatkan konsumsi rumah tangga. Wisatawan juga diindikasikan lebih baik karena mereka dapat mengkonsumsi lebih banyak dari tingkat pengeluaran yang mereka lakukan dan juga keuntungan dari ketersediaan produk yang lebih besar. Pertumbuhan permintaan pariwisata akan memperkuat dampak positif dari liberalisasi dan pada saat yang sama akan mengurangi efek sampingnya. Namun perlu diperhatikan pada neraca perdagangan yang semakin tertekan, sehingga diperlukan adanya kebijakan yang menyertainya dan sesuai, seperti promosi pariwisata dan investasi di bidang infrastruktur yang dapat mendukung terjadinya pertumbuhan pada sektor jasa.

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2 Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh

(9)
(10)

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN

DAN PENINGKATAN PERMINTAAN PARIWISATA

TERHADAP KINERJA EKONOMI MAKRO DAN SEKTORAL

DI INDONESIA

Oleh:

B A R U D I N

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)
(12)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia

Nama : Barudin

NRP : H151090284

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr.

Ketua Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(13)
(14)

PRAKA

TA

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Judul tesis ini adalah Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral di Indonesia”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan segala kesibukannya masih meluangkan waktu untuk memberikan saran dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, mulai dari Dr. Ir. D.S. Priyarsono, M.S. hingga Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. selaku Ketua Program Studi dan Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. hingga Dr. Lukytawati, SP. M.Si. selaku sekretaris Program Studi.

Terima kasih juga disampaikan kepada penguji luar komisi pembimbing yaitu Dr. Heru Margono, M.Sc. yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan untuk semua dosen yang telah mengajar penulis dan rekan-rekan kuliah yang senantiasa membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kelas Magister Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Dedikasi para dosen yang tinggi dan dukungan rekan-rekan kuliah, telah banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan. Penghargaan yang tulus juga disampaikan kepada Ahmad Heri Firdaus, S.E. M.Si. yang telah mengajarkan pemakaian software yang digunakan dalam penelitian ini.

(15)

dorongan dan doa yang sangat tulus.

Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada BPS khususnya Dr. Rusman Heriawan sebagai Kepala BPS dan Adi Lumaksono, M.Sc. selaku Direktur Statistik Keuangan, Teknologi Informasi dan Pariwisata yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi IPB. Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman BPS yang telah banyak membantu penulis mulai dari proses kuliah hingga dalam menyelesaikan tesis ini.

Tidak ada satupun yang sempurna, begitu juga tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya, penulis berharap bahwa apa yang telah penulis kerjakan ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak dan menjadi landasan yang baik menuju tahap berikutnya.

Bogor, Mei 2011

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pemalang, Jawa Tengah pada tanggal 1 Oktober 1970 dari pasangan Tasiban dan Andriyah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Saat ini penulis telah menikah dengan Yuliastuti dan telah dikaruniai dua orang putra.

Pendidikan tinggi yang telah ditempuh penulis adalah di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta tamat tahun 2001, dan memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) pada tingkat Diploma IV. Pada Tahun 2009, penulis melanjutkan alih jenjang tingkat sarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada tingkat Strata-1 (S1).

(17)
(18)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... ixx

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1 Pustaka Terdahulu ... 9

2.2 Tinjauan Teoritis ... 12

2.2.1 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional ... 12

2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia ... 19

2.2.3 Model Keseimbangan Umum ... 25

2.2.3.1 Karakteristik Kondisi Keseimbangan Umum ... 30

2.2.3.2 Struktur Model Keseimbangan Umum ... 35

2.2.3.3 Keunggulan dan Keterbatasan Model CGE ... 35

2.3 Kerangka Pemikiran ... 37

2.4 Hipotesis Penelitian ... 38

3 METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.2 Metode Analisis Data ... 39

3.2.1 Model Computable General Equilibrium (CGE) ... 39

3.2.2 Sistem Persamaan Model INDOWISATA ... 41

3.2.2.1 Keseimbangan Pasar untuk Setiap Komoditi ... 42

3.2.2.2 Substitusi Antara Komoditi Impor dan Domestik ... 43

3.2.2.3 Struktur Produksi ... 44

3.2.2.4 Permintaan untuk Faktor Primer ... 46

3.2.2.5 Permintaan Industri di Level Atas ... 47

3.2.2.6 Permintaan Rumah Tangga ... 48

3.2.2.7 Permintaan Ekspor ... 53

3.2.2.8 Keseimbangan Pasar Domestik dan Harga ... 53

3.2.2.9 Harga Impor ... 54

3.2.2.10 GDP dari Sisi Pendapatan ... 54

(19)

halaman 3.2.2.12 Persamaan yang Berkaitan dengan Peubah

Makro Lainnya ... 55

3.2.2.13 Peubah Pasar Faktor Produksi ... 56

3.2.2.14 Pembaharuan Aliran Data ... 56

3.2.2.15 Ringkasan Data ... 57

3.2.2.16 Penutup Model ... 57

4 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN AKTIVITAS PARIWISATA INDONESIA ... 59

4.1 Kondisi Perekonomian Beberapa Negara di Dunia ... 59

4.2 Kondisi Perekonomian Indonesia ... 60

4.3 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan di Indonesia ... 64

4.3.1 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Multilateral ... 64

4.3.2 Perkembangan Pelaksanaan Kerjasama Regional ... 65

4.3.3 Langkah-langkah Pengamanan Pelaksanaan FTA ... 68

4.3.4 Kaitan Liberalisasi dengan Aktivitas Pariwisata ... 69

4.4 Perkembangan Kegiatan Pariwisata di Indonesia ... 71

4.4.1 Perkembangan Wisatawan Nusantara (Domestic and Outbound Tourist) ... 71

4.4.2 Perkembangan Wisatawan Mancanegara (Inbound Tourist) 72

4.4.3 Kinerja Pariwisata Indonesia ... 76

4.4.4 Daya Saing Pariwisata Indonesia ... 78

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 79

5.1 Simulasi Model ... 79

5.2 Dampak Liberalisasi Perdagangan ………... 81

5.3 Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata ... 84

5.4 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata ... 87

5.5 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan permintaan Pariwisata disertai Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan ……. 89

5.5.1 Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung ... 89

5.5.2 Dampak Peningkatan Efisiensi Produksi ... 94

6 SIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1 Simpulan ... 97

6.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(20)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1 Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama

kunjungan, 2005–2009 ... 2 2 Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman,

serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009 ... 4 3 Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009 .... 5 4 Closure jangka pendek dalam model INDOWISATA ... 58 5 Pertumbuhan ekonomi beberapa kawasan dan beberapa negara di

Dunia, 2005-2009 ... 60 6 Perkembangan beberapa indikator ekonomi Indonesia, 2005-2009 ... 63 7 Neraca Perdagangan Indonesia dengan ASEAN dan China, 2005–2010 66 8 Jumlah penerapan tarif 0 persen pada tahun 2010 dan usulan penundaan

dalam CEPT-AFTA ... 67 9 Jumlah usulan penundaan tarif 0 persen dalam ACFTA, 2010 ... 68 10 Struktur pengeluaran Wisatawan Nusantara menurut jenis sektor, 2009 72 11 Perkembangan Neraca Jasa Indonesia, 2008-2010 ... 74 12 Struktur pengeluaran pemerintah untuk promosi dan pembinaan

pariwisata, 2009 ... 75 13 Peranan kegiatan pariwisata terhadap perekonomian Nasional, 2009 .... 77 14 Peranan pariwisata terhadap PDB Indonesia dari sisi Neraca

Penggunaan, 2009 ... 77 15 Peringkat daya saing pariwisata Indonesia dan beberapa negara tujuan

wisata utama, 2009 ... 78 16 Pertumbuhan permintaan pariwisata, 2006-2009 ... 80 17 Total penerimaan Pajak, Bea Masuk dan Pajak Tak Langsung dalam

APBN Indonesia, 2005-2010 ... 80 18 Dampak penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan

gula ... 82 19 Dampak liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor

ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ... 83 20 Indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK)

(21)

Tabel halaman 21 Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima

sektor ekonomi tertinggi dan terendah ... 86 22 Dampak peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen .... 87 23 Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti kenaikan permintaan

wisatawan 10 persen ... 88 24 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan

pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi

peningkatan dan penurunannya ... 88 25 Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti pemotongan pajak tak

langsung sebesar 10 persen ... 90 26 Dampak liberalisasi perdagangan disertai pemotongan pajak tak

langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi

peningkatan dan penurunannya ... 91 27 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan

wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti pemotongan pajak tak

langsung ... 92 28 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan

pariwisata disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari

lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya ... 93 29 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan

wisatawan sebesar 10 persen diikuti peningkatan efisiensi produksi

sektor pariwisata ... 95 30 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan

pariwisata disertai peningkatan efisiensi produksi terhadap output dari

(22)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1 Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE ... 30 2 Edgeworth box pada kasus dua komoditas dan dua faktor produksi .. 31 3 Production possibility curve ... 32 4 Keseimbangan simultan sektor produksi dan konsumsi ... 34 5 Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan

dalam penelitian ... 35 6 Kerangka pemikiran penelitian ... 38 7 Aliran database INDOWISATA ... 40 8 Struktur produksi berjenjang ... 45 9 Struktur permintaan konsumen berjenjang ... 49 10 Sistem permintaan terkait kegiatan pariwisata ... 51 11 Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia, 2006-2010 ... 61 12 Pertumbuhan PDB Indonesia menurut Lapangan Usaha, 2007-2010 62 13 Perkembangan Wisatawan Nusantara di Indonesia, 2001-2009 ... 71 14 Jumlah kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia per bulan,

(23)
(24)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Pariwisata Indonesia 2005 dan

Klasifikasi Sektor Usaha Tabel Input-Output 2008 ... 105 2 Set Header Array pada Model INDOWISATA ... 107 3 File Input Tablo INDOWISATA ... 109 4 Dampak Liberalisasi Perdagangan ………... 118 5 Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata ………..…. 126 6 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan

Pariwisata …...………...…….. 135 7 Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan

Pariwisata digabung dengan Penerapan Beberapa Alternatif

(25)
(26)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap produk barang dan jasa nasional. Berbagai organisasi internasional seperti PBB, Bank Dunia, United Nation World Tourism Organization (UNWTO) telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, terlebih lagi setelah adanya globalisasi dan liberalisasi yang semakin memudarkan berbagai hambatan. Pariwisata juga berperan sebagai penghubung antar satu wilayah dengan wilayah lainnya, satu negara dengan negara lainnya, bahkan antar benua dengan benua lainnya. Globalisasi menyebabkan terjadinya hubungan yang semakin erat, saling mempengaruhi serta saling tukar menukar (sharing) berbagai sisi kehidupan manusia terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi, termasuk dalam industri yang terkait erat dengan kegiatan pariwisata. Demikian juga adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat turut mendorong semakin berkembangnya kegiatan pariwisata.

(27)

sama tahun sebelumnya. Namun pada semester akhir tahun 2010 diperkirakan terjadi perlambatan, sehingga diduga selama tahun tersebut terjadi pertumbuhan antara 3 persen hingga 4 persen. Bila kondisi tersebut dapat dipertahankan stabil, diharapkan pada tahun 2020 jumlah kunjungan antarnegara oleh turis asing dapat mencapai 1,6 miliar.

Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi kepariwisataan yang cukup besar, melihat perkembangan tersebut, perlu mengambil bagian penting dalam menikmati pangsa pasar pariwisata di tingkat global. Potensi wisata yang dimiliki Indonesia antara lain adalah jumlah obyek wisata yang cukup banyak dan tersebar di seluruh daerah dengan kondisi alam yang sangat menarik untuk menjadi daerah tujuan wisata baik wisata alam, wisata bahari, wisata agro, wisata budaya, maupun wisata kuliner seperti Bali, Bunaken, Raja Ampat dan lain sebagainya. Hal ini terlihat dari meningkatnya permintaan internasional akan potensi wisata yang dimiliki Indonesia tersebut seiring dengan mulai diterapkannya liberalisasi perdagangan jasa periwisata. Selama tahun 2009, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) terjadi peningkatan sebesar 1,43 persen dari 6,2 juta wisman pada periode sebelumnya menjadi sebanyak 6,3 juta wisman. Jumlah devisa yang berhasil dikumpulkan mencapai USD6,2 miliar yang berarti terjadi penurunan sebesar 14,28 persen dibanding tahun 2008. Gambaran perkembangan kegiatan kepariwisataan di Indonesia tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah kunjungan wisatawan dan konsumsi yang dikeluarkan selama kunjungan, 2005–2009

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

Wisman (ribu kunjungan) 5.002,10 4.871,35 5.505,76 6.234,50 6.323,73 Devisa (USD juta) 4.521,90 4.447,98 5.345,98 7.347,60 6.297,99 Wisnus (juta perjalanan) 198,36 204,55 222,39 225,04 229,73 Pengeluaran (triliun rupiah) 74,72 88,21 108,96 123,17 137,91 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah).

(28)

3

untuk lebih intensif lagi. Disamping itu dilakukan juga bentuk kerjasama ekonomi dan perdagangan lainnya baik bilateral maupun multilateral seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) dan WTO (World Trade Organization). Bahkan AFTA dan APEC sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2003 (Bank Indonesia, 2010a).

Kebijakan liberalisasi perdagangan menekankan adanya penurunan tarif yang lebih rendah dan penghapusan kuota impor, yang juga merupakan bagian dari proses integrasi di dalam blok perdagangan regional. Meskipun liberalisasi perdagangan yang seharusnya membawa keuntungan jangka panjang dengan memungkinkan suatu negara untuk memperoleh keuntungan dari hasil melakukan spesialisasi produksi berdasarkan keuntungan komparatif yang dimiliki, namun sejumlah masalah mungkin terjadi. Pertama dapat mengakibatkan terjadinya defisit neraca perdagangan, sebagai akibat dari bertambahnya jumlah barang impor yang dibeli konsumen karena harganya lebih murah. Kedua adalah terjadinya defisit anggaran pemerintah, karena pendapatan yang diterima pemerintah menjadi berkurang akibat dari tarif yang lebih rendah. Ketiga adalah dampak terhadap distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin memprihatinkan. Sebagaimana kritikan Stiglitz (2002) mengenai konsep pasar bebas yang tidak adil dan berimbang.

(29)

Namun berdasarkan data World Economic Forum (2009) menunjukkan bahwa daya saing pariwisata Indonesia masih lemah dibandingkan dengan negara lain. Pada 2009, Indonesia menempati posisi 81 dari 133 negara di dunia dan peringkat 5 diantara negara ASEAN setelah Singapura, Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam. Padahal sumber daya pariwisata yang dimiliki Indonesia lebih potensial untuk dijadikan daerah tujuan wisata dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia yang berhasil menempati peringkat 16 dan 32 daya saing wisata dunia. Disamping itu, pangsa kunjungan turis asing ke Indonesia diantara negara-negara ASEAN juga masih rendah. Hal ini sebagaimana terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Peringkat daya saing pariwisata dunia dan pangsa kunjungan wisman,

serta devisa yang diterima menurut negara tujuan wisata, 2007-2009

Negara

Peringkat daya saing wisata dunia

Share jumlah kunjungan (persen)

Share jumlah penerimaan (persen) 2007 2008 2009 2007 2008 2009 2007 2008 2009

Indonesia 60 80 81 0,61 0,68 0,72 0,62 0,78 0,74

Perancis 12 10 4 8,97 8,62 8,43 5,76 6,01 5,80 Amerika 5 7 8 6,21 6,30 6,24 11,29 11,69 11,02 Australia 13 4 9 0,63 0,61 0,63 2,60 2,63 3,00 Singapura 8 16 10 0,88 0,85 0,85 1,06 1,14 1,08 Inggris 10 6 11 3,43 3,28 3,19 4,50 3,83 3,53 Jepang 25 23 25 0,93 0,91 0,77 1,09 1,15 1,21 Korea Selatan 42 31 31 0,72 0,75 0,89 0,72 1,04 1,11 Malaysia 31 32 32 2,33 2,40 2,69 1,64 1,62 1,85 Thailand 43 42 39 1,61 1,59 1,61 1,94 1,93 1,87 Taiwan 30 52 43 0,41 0,42 0,50 0,61 0,63 0,82 China 71 62 47 6,07 5,77 5,78 4,34 4,34 4,66

Dunia 124 130 133 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber: UNWTO, 2010; World Economic Forum, 2009.

Selama tahun 2009, aktivitas pariwisata Indonesia menunjukkan tren yang menurun akibat masih adanya pengaruh turunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Peran pariwisata dalam pembangunan sektor ekonomi yang tercermin dari nilai PDB nasional berada di bawah angka 5 persen sejak tahun 2006 dan hanya mampu menciptakan lapangan kerja dari kegiatan pariwisata tersebut sebesar 6,7 persen dari seluruh lapangan kerja nasional (BPS, 2010b). Gambaran yang lebih jelas dari aspek ekonomi terlihat pada Tabel 3.

(30)

5

sebelumnya. Sementara itu konsumsi wisatawan domestik mengalami kenaikan dari Rp123,17 triliun pada tahun lalu menjadi Rp137,91 triliun. Disisi lain, peningkatan investasi pariwisata dan promosi juga memberikan kontribusi yang cukup signifikan.

Tabel 3 Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009

Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

PDB ADHB

Nasional (triliun rupiah) 2.784,9 3.339,5 3.957,4 4.954,0 5.613,4 Pariwisata (triliun rupiah) 146,80 143,62 169,67 232,9 233,6 Kontribusi (persen) 5,27 4,30 4,29 4,70 4,16 Lapangan kerja

Nasional (juta orang) 93,96 95,46 99,93 102,55 104,87 Pariwisata (juta orang) 6,55 4,44 5,22 7,02 6,98 Kontribusi (persen) 6,97 4,65 5,22 6,84 6,68 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b.

(31)

Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan analisis dan penelitian mengenai kondisi dan perkembangan aktivitas pariwisata di Indonesia yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif dengan menggunakan metodologi dan indikator yang tepat, benar dan akurat. Disamping itu juga perlu dikembangkan penelitian untuk melihat pengaruh globalisasi dan liberalisasi jika dikaitkan dengan perkembangan aktivitas pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan kegiatan pariwisata tersebut ternyata masih mengalami beberapa kendala diantaranya adalah bahwa peningkatan jumlah devisa yang diterima Indonesia melalui kunjungan wisatawan asing tersebut masih diikuti oleh peningkatan penggunaan devisa oleh penduduk Indonesia yang berkunjung ke luar negeri (outbound tourist) sehingga surplus neraca jasa travel pada Neraca Pembayaran Indonesia menjadi berkurang bahkan kadang-kadang menjadi defisit. Hal ini diakibatkan oleh maraknya perjalanan ke luar negeri yang dilakukan oleh penduduk Indonesia baik untuk tujuan kegiatan keagamaan maupun dalam rangka perjalanan dinas. Selama tahun 2010 tercatat sebanyak 6,3 juta kunjungan penduduk Indonesia ke beberapa negara di dunia atau mengalami peningkatan sebesar 5,6 persen dibanding tahun 2009 yang hanya sebesar 5,9 juta kunjungan. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya devisa pada Neraca Perdagangan Indonesia (outflows) sebanyak USD6,4 miliar selama periode tersebut atau mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD5,2 miliar serta hampir 8 persennya digunakan untuk perjalanan haji.

(32)

7

Literatur mengenai pariwisata Indonesia sebagian besar hanya berkonsentrasi pada dampak pariwisata terhadap pendapatan dan lapangan kerja saja dan belum banyak yang melihat dampak ekonomi yang lebih luas seperti pada distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kajian mengenai dampak pariwisata terhadap perekonomian Indonesia yang lebih luas perlu dilakukan mengingat besarnya potensi yang dimiliki dari sektor tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis mencoba merumuskan beberapa pertanyaan diantaranya adalah:

1 Bagaimanakah kondisi perekonomian Indonesia setelah diberlakukan liberalisasi perdagangan?

2 Mampukah perkembangan permintaan pariwisata dapat mendukung dampak positif akibat diberlakukan liberalisasi perdagangan sekaligus dapat mengurangi efek negatif yang timbul?

3 Mungkinkah kegiatan pariwisata dapat mengatasi masalah-masalah seperti rendahnya pendapatan masyarakat, kesenjangan maupun pengangguran, atau paling tidak dapat membantu mengurangi masalah-masalah tersebut setelah diberlakukan liberalisasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada intinya bertujuan untuk:

1 Mengetahui peranan pariwisata dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam indikator makroekonomi.

2 Mengidentifikasi perubahan sektor-sektor ekonomi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata.

3 Mengidentifikasi dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap perekonomian Indonesia seperti pendapatan masyarakat dan pengangguran.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya adalah:

(33)

2. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang semakin mendalam tentang liberalisasi perdagangan, kegiatan pariwisata, dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan

kebijakan terkait kegiatan penerapan liberalisasi perdagangan dan pertumbuhan aktivitas pariwisata di Indonesia.

4. Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kondisi terkini tentang dampak liberalisasi perdagangan dan perkembangan kegiatan pariwisata terhadap kondisi perekonomian Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(34)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pustaka Terdahulu

Makalah ini melanjutkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dalam membangun analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan berbagai model penelitian seperti model input output, model TSA (tourism satellite account), model SAM (social accounting matrix) serta model CGE (computable general equilibrium). Analisis dampak di bidang pariwisata dengan menggunakan model input-output (Antara, 2005) kemudian dengan menggunakan gabungan model input-output dan social accounting matrix (SAM) (Heriawan, 2004) dan model computable general equilibrium/CGE (Sugiyarto et al., 2003 untuk perekonomian Indonesia; Meng et al., 2010 untuk Singapura; Dwyer et al., 2003 untuk perekonomian Australia). Semua pendekatan memiliki kelebihan tersendiri dalam memperhitungkan keterkaitan antara aktivitas pariwisata dengan sektor-sektor ekonomi. Studi ini menggunakan model CGE, yang memiliki keunggulan dalam menggabungkan berbagai feedback (umpan balik) antar berbagai sektor ekonomi, termasuk juga adanya harga yang fleksibel dan adanya substitusi faktor produksi. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Dwyer et al. (2003) yang mendukung model CGE sebagai teknik pilihan dalam menganalisis dampak ekonomi pariwisata. Berikut ini disajikan beberapa ringkasan hasil penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan peneliti.

(35)

globalisasi. Misalnya dapat meningkatkan produksi dan kesejahteraan, sementara dampak buruk pada defisit pemerintah dan neraca perdagangan menjadi berkurang.

Heriawan (2004) melakukan penelitian tentang peranan pariwisata pada perekonomian Indonesia. Pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa, dan pengembangan ekonomi daerah. Penelitian ini menggunakan pendekatan I-O dan SAM. Hasil analisisnya menyebutkan bahwa sektor pariwisata cukup potensial dalam menciptakan PDB (pro growth) dan lapangan kerja (pro job) tetapi kurang mampu dalam membuat distribusi pendapatan yang lebih baik. Dengan kata lain, pariwisata belum menyentuh kelompok ekonomi miskin (pro poor) yang sebagian besar berada di pertanian dan perdesaan. Enam skenario kebijakan pariwisata yang disimulasikan, ternyata yang memberi hasil cukup signifikan adalah kebijakan reformasi kelembagaan dan peraturan di bidang pariwisata. Saran yang diberikan diantaranya adalah perlu dicoba pendekatan lain seperti model Computable General Equilibrium (CGE) dalam menganalisis secara lebih lengkap dampak dan peranan pariwisata.

(36)

11

sangat terpengaruh, tetapi beberapa kelompok pekerja lainnya memperoleh keuntungan. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa respons terhadap suatu peristiwa seperti krisis keuangan dunia tahun 2008, sedikit lebih efektif dalam menurunkan tingkat GST daripada peningkatan yang signifikan terhadap tarif pajak pariwisata.

Dwyer et al. (2003) menulis mengenai beberapa isu utama yang muncul dari model CGE mengenai aktivitas pariwisata Australia yang disponsori oleh CRC (Centre for Sustainable Tourism). Simulasi ekonomi yang dilakukannya didasarkan pada asumsi yang berbeda tentang sikap pemerintah federal terhadap kebijakan fiskal, asumsi tentang pengaturan upah, dan asumsi tentang tingkat agregat tenaga kerja. Simulasi lainnya berkaitan dengan perbandingan dampak ekonomi dari suatu peristiwa dengan menggunakan model Input-Output dan model CGE. Perbandingan tersebut melihat perbedaan hasil evaluasi dengan menggunakan model I-O dan CGE dan memberikan dukungan untuk menggunakan teknik CGE dan menerapkan analisis biaya manfaat bagi pemerintah yang terkait dengan alokasi yang efisien atas sumber daya yang langka dalam mempromosikan pembangunan pariwisata.

(37)

2.2 Tinjauan Teoritis

2.2.1 Globalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Internasional

Depresi tahun 1930-an telah menyebabkan banyak negara melakukan proteksi, setiap negara berusaha untuk mengurangi pengaruh yang tidak baik dari perkembangan ekonomi dunia dengan mengurangi ketergantungan dari luar negeri melalui tindakan–tindakan yang bersifat protektif.

Sejak dasawarsa 80-an, banyak negara berkembang yang semula menerapkan strategi industrialisasi substitusi impor, mulai mengubah haluan dan melakukan liberalisasi perdagangan. Gelombang reformasi ini nampaknya bertolak dari terjadinya krisis utang internasional, disamping itu mereka juga bercermin pada keberhasilan sejumlah negara berkembang yang sejak awal telah berorientasi ke luar (ekspor) kini telah beranjak menjadi negara perekonomian baru. Secara umum reformasi itu meliputi penurunan dan penyederhanaan struktur tarif serta berbagai hambatan impor kuantitatif secara besar-besaran. Langkah ini secara drastis mulai membuka perekonomian mereka terhadap hubungan perdagangan antar negara yang lebih intensif. Hal tersebut dapat dilihat pada besarnya angka ekspor plus impor sebagai rasio terhadap GDP dan tingginya tingkat pertumbuhan perekonomian negara tersebut yang secara sungguh-sungguh melaksanakan liberalisasi.

Pada tahun 1994, dicetuskan kesepakatan Putaran Uruguay (Uruguay Round) mengenai GATT (General Agrement on Tariff and Trade). Ratifikasi Putaran Uruguay merupakan satu usaha untuk menghilangkan distorsi perdagangan yang harus dilakukan oleh negara-negara yang menyepakati perjanjian tersebut. Dalam kesepakatan tersebut negara maju harus menghapuskan distorsi perdagangan hingga tahun 2000, sedangkan bagi negara berkembang hingga tahun 2004.

(38)

13

upaya untuk mendorong ekspor melalui peningkatan daya saing serta memperhatikan perkembangan pasar dunia.

Globalisasi juga ditandai dengan munculnya blok-blok regional mengenai ekonomi dan perdagangan. Blok-blok yang sudah terbentuk tersebut bervariasi karakteristiknya, ada yang meliputi negara-negara maju saja seperti European Community, negara-negara berkembang saja seperti SAARC, bahkan ada blok dimana anggota-anggotanya bervariasi kondisi ekonominya seperti APEC. Globalisasi yang dimaksud adalah pergerakan menuju ke satu tatanan perekonomian global, dimana perekonomian nasional akan semakin intens dalam berhubungan dengan negara-negara lain sehingga kondisi perekonomian internasional akan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perekonomian domestik.

Tambunan (2004) menyebutkan bahwa globalisasi ekonomi akan mempengaruhi ekspor, impor, investasi dan tenaga kerja. Globalisasi bisa berpengaruh positif apabila dapat diantisipasi dengan baik, namun sebaliknya dapat berpeluang menciptakan dampak negatif bila tidak mampu diantisipasi. Pengaruh globalisasi terhadap ekspor bisa meningkatkan pangsa ekspor di pasar dunia bila produk negara tersebut memiliki daya saing cukup kuat dibanding produk negara lain. Namun sebaliknya jika daya saing yang dimiliki produk dalam negeri cukup lemah maka pangsa ekspor produk domestik menjadi menurun. Disamping itu, globalisasi juga dapat meningkatkan impor apabila produk-produk serupa buatan dalam negeri mempunyai daya saing yang rendah dibanding produk luar negeri sehingga pasar domestik tidak dapat membendung serbuan produk impor.

Hady (2004) menyebutkan bahwa pengaruh globalisasi ekonomi dunia ditandai dengan adanya beberapa hal berikut:

1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional.

(39)

3. Persaingan yang semakin ketat antar negara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal.

Arus komunikasi yang semakin terbuka membuat hubungan antarnegara pun semakin erat yang ditandai adanya berbagai bentuk perjanjian internasional, baik yang diprakarsai oleh lembaga-lembaga internasional, seperti United Nations ataupun World Bank. Perjanjian internasional tersebut melahirkan berbagai konvensi, baik yang berkaitan langsung dengan dunia bisnis maupun tidak langsung dengan dunia bisnis. Selanjutnya, para pemimpin negara juga telah melahirkan berbagai kesepakatan baik yang bersifat bilateral maupun multilateral dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat di negara tersebut. Salah satu perjanjian yang cukup membawa pengaruh dalam dunia bisnis dalam dekade terakhir ini adalah didirikannya organisasi perdagangan dunia atau yang lebih dikenal dengan World Trade Organization (WTO), di Marakesh (Maroko) pada tahun 1994. Hasil kesepakatan ini tentu membawa dampak juga dalam bidang bisnis yakni dengan munculnya liberalisasi perdagangan atau perdagangan bebas (free trade).

Kebijakan liberalisasi perdagangan dapat dilihat sebagai suatu cara untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Ada pemikiran yang mengatakan bahwa sebenarnya peningkatan daya saing terutama merupakan tantangan bagi masing-masing perusahaan dan upaya yang dilakukan haruslah pada tingkat perusahaan. Kerjasama internasional, misalnya dengan membentuk suatu aliansi strategis (strategic alliance), merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan terutama antara perusahaan-perusahaan negara maju. Tetapi berbagai bentuk kerjasama internasonal juga dapat dilakukan pada tingkat negara (ekonomi) untuk meningkatkan daya saing, artinya meningkatkan kemampuan penetrasi pasar. Pembentukan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) seringkali dilihat sebagai upaya untuk saling meningkatkan akses pasar di antara pesertanya (Susastro, 2004).

(40)

15

mencoba menangkap peluang ini dengan menciptakan iklim bisnis yang kondusif Langkah-langkah yang ditempuh dalam menciptakan kondisi yang kondusif yakni dengan mengadopsi kaedah-kaedah yang lahir dalam lalu lintas pergaulan internasional. Hartono (1991) mengemukakan bahwa akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan hukum asing atau yang bersifat internasional akan juga dituangkan ke dalam perundang-undangan nasional.

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada HS (Harmonized Commodity Description and Coding System) dengan ketentuan dari World Customs Organization yang berpusat di Brussels, Belgium. Ketentuan tersebut adalah bahwa penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual dan antar perusahaan yang berada di negara yang berbeda.

Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya melindungi kepentingan perusahaan perusahaan besar. Krugman et al. (2004) mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah (1) negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain dan (2) negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale).

(41)

1. Meningkatkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Pandangan ini bersumber dari pandangan Klasik mengenai manfaat yang dapat diperoleh dengan melakukan spesialisasi. Negara-negara yang melakukan spesialisasi dan perdagangan luar negeri akan meningkatkan efisiensi kegiatan produksi dan menikmati produk yang lebih banyak daripada sebelum adanya perdagangan luar negeri.

2. Memperluas pasar produksi dalam negeri. Setiap perekonomian selalu timbul suatu keadaan di mana beberapa perusahaan atau industri mempunyai kapasitas produksi yang tidak sepenuhnya digunakan. Penggunaan alat-alat modal yang tidak mencapai maksimum, bukan karena manajemen yang tidak efisien, tetapi karena kekurangan permintaan di dalam negeri. Dalam keadaan demikian, perdagangan luar negeri memungkinkan mereka memperluas pasar dari hasil produksinya.

3. Meningkatkan produktivitas kegiatan ekonomi. Perdagangan luar negeri yang dilakukan oleh sesuatu negara akan terjalin hubungan yang erat dengan negara-negara lain. Hal ini memungkinkan negara tersebut bisa mempelajari teknik produksi yang lebih baik, mengimpor barang-barang modal baru yang lebih tinggi produktivitasnya dan mempelajari pandangan-pandangan baru yang dapat memperbaiki cara kerja dan manajemen perusahaan.

(42)

17

oleh keadaan neraca pembayaran yang seimbang. Neraca pembayaran yang mengalami defisit, dapat memengaruhi kestabilan harga-harga dan menimbulkan pelarian modal serta mengurangi investasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan kemunduran tingkat kegiatan ekonomi suatu negara. Dengan demikian kebijakan pemerintah pada sektor luar negeri harus ditekankan untuk menciptakan keseimbangan dalam neraca pembayaran sehingga dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang tinggi.

Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam memengaruhi pembelanjaan agregat dibedakan dalam dua golongan yaitu kebijakan menekan pengeluaran (expenditure dampening policy) dan kebijakan memindahkan pengeluaran (expenditure switching policy). Kebijakan menekan pengeluaran adalah langkah-langkah pemerintah untuk menstabilkan neraca pembayaran yang defisit dengan mengurangi pengeluaran agregat. Hal ini diharapkan impor dapat diturunkan tanpa mengurangi ekspor sehingga akan memperbaiki neraca pembayaran. Kebijakan ini didasarkan pada keyakinan, bahwa ekspor tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, sedangkan impor mempunyai hubungan positif dengan pendapatan nasional. Dengan demikian kebijakan mengurangi pengeluaran agregat, yang pada mulanya akan menurunkan tingkat pendapatan nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan.

(43)

nasional, pada akhirnya akan mengurangi impor sedangkan ekspor tidak mengalami perubahan.

Kebijakan-kebijakan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ekspor adalah:

1. Menciptakan perangsang-perangsang ekspor. Kesuksesan kegiatan ekspor tergantung pada kemampuan barang-barang dalam negeri untuk bersaing di pasar luar negeri. Salah satu faktor yang menentukan daya saing tersebut adalah ongkos produksi yang rendah dan harga penjualan yang stabil. Keadaan ini dapat diciptakan apabila terdapat kestabilan harga-harga dan upah.

2. Melakukan devaluasi. Devaluasi menyebabkan harga ekspor bertambah murah dan impor bertambah mahal. Hal ini akan menaikkan daya saing barang dalam negeri sehingga ekspor meningkat dan impor menurun.

Disamping upaya meningkatkan ekspor, dapat pula dengan melakukan penghambat impor (import barriers). Penghambat impor biasanya dibedakan dalam dua jenis yaitu tarif dan nontarif. Penghambat tarif adalah pengenaan/ pemungutan pajak atas barang-barang yang diimpor. Sedangkan nontarif adalah peraturan-peraturan yang mengurangi kebebasan memasukkan produk impor. Tarif dan quota adalah dua jenis penghambat impor yang dapat dan lazim digunakan untuk mengurangi masukanya barang-barang impor. Quota adalah pembatasan atas jumlah barang yang boleh diimpor. Tarif merupakan jenis penghambat impor yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena tarif bukan saja merupakan alat yang lebih baik untuk melindungi industri di dalam negeri, tetapi juga dapat menambah pendapatan pemerintah. Di banyak negara berkembang, pajak impor merupakan salah satu sumber terpenting dari pendapatan pemerintah. Tarif yang digunakan biasanya adalah ad valorem, yaitu pajak impor yang nilainya ditentukan dalam persentase dari nilai barang yang diimpor.

(44)

19

maju, quota adakalanya digunakan sebagai tindakan tambahan, jika tarif tidak berhasil membatasi impor barang-barang tertentu. Apabila sesuatu produk impor mempunyai mutu yang jauh lebih baik daripada yang dihasilkan di dalam negeri, tarif yang tinggi belum tentu mampu membatasi terjadinya impor. Pembatasan impor dengan menggunakan quota akan mengatasi masalah tersebut (Sukirno, 1995).

2.2.2 Kegiatan Pariwisata Indonesia

Pariwisata berasal dari dua suku kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, dan berputar-putar sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali atau berkeliling. Konsep yang lazim dipakai dan diterima adalah yang telah dirumuskan oleh Hunziker et al. (1942) yang menyatakan bahwa pariwisata adalah keseluruhan hubungan dengan gejala-gejala atau peristiwa yang timbul dari adanya perjalanan dan tinggalnya orang asing dimana perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal menetap dan tidak ada hubungan dengan kegiatan untuk mencari nafkah (Pendit, 2006).

McIntosh et al. (1980) mengartikan pariwisata sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya. Guyer-Freuler merumuskan pariwisata dalam arti modern adalah gejala zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan. Pariwisata adalah suatu proses yang ditimbulkan oleh arus lalu lintas orang-orang asing yang datang dan pergi ke dan dari suatu tempat, daerah atau negara dan segala sesuatu yang ada sangkut-pautnya dengan proses tersebut (Pendit, 2006).

(45)

tempat di luar lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai, bisnis dan lainnya (Aryanto, 2003).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pariwisata adalah suatu kegiatan manusia berupa perjalanan ke luar lingkungan kesehariannya dengan tujuan bukan untuk mencari nafkah (profit oriented), namun lebih banyak untuk bersantai dan bersenang-senang dengan batasan waktu tertentu.

Sesuai dengan rekomendasi UNWTO (United Nations World Tourism Organization) dan IUOTO (International Union of Office Travel Organization) (1961) menyatakan bahwa tamu mancanegara adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara diluar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan ditempat yang dikunjungi. Definisi ini mencakup 2 kategori tamu mancanegara, yaitu:

1. Wisatawan (tourist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari 6 bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain:

a. Berlibur, rekreasi dan olahraga

b. Bisnis, mengunjungi teman dan keluarga, misi, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar dan keagamaan.

2. Pelancong (excursionist) adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi (termasuk cruise passengers yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan kapal, pesawat atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di akomodasi yang tersedia di negara tersebut).

Kegiatan/aktivitas pariwisata yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan menjadi :

(46)

21

dan atau jarak perjalanan lebih dari 100 km pp yang bukan merupakan lingkungan sehari-hari.

2. Inbound tourist/visitor (wisatawan mancanegara/wisman) adalah orang yang melakukan perjalanan di luar negara tempat tinggal biasanya (usual country of residence) dan lama perjalanan kurang dari 12 bulan di negara yang dikunjungi dengan tujuan perjalanan tidak untuk bekerja atau memperoleh penghasilan.

3. Outbound tourist (wisatawan nasional/wisnas) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar wilayah teritori Indonesia bukan untuk bekerja atau memperoleh penghasilan di negara yang dikunjungi dan tinggal tidak lebih dari 6 bulan.

Pendit (2006) menyebutkan bahwa jenis-jenis pariwisata yang telah dikenal hingga saat ini antara lain wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata komersial, wisata industri, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata bahari/maritim/marina, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata bulan madu dan wisata petualangan.

Pariwisata merupakan sektor yang memiliki banyak keterkaitan dengan sektor lain. Yoeti (2008) mengungkapkan bahwa industri pariwisata tidak berdiri sendiri sebagaimana industri yang lain, “There is No Standard Industrial Classification Number of Tourism”. Kegiatan pariwisata menyebar pada beberapa sektor. Penyebaran kegiatan pariwisata di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) 2005 dan Tabel Input Output 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Permintaan dan Penawaran Pariwisata

Dornbusch et al. (2001) menyebutkan bahwa permintaan agregat (agregat demand = AD) adalah jumlah total barang yang diminta dalam perekonomian. Barang yang diminta dibedakan menjadi konsumsi rumah tangga (C), Investasi (I), pemerintah (G) dan ekspor neto (NX) yang dirumuskan dengan

AD = C + I + G + NX

(47)

Y = AD = C + I + G + NX

Kondisi yang sama juga terjadi pada industri pariwisata dimana permintaan (demand) meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan baik oleh wisatawan domestik (C) maupun wisatawan asing (X), pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata (G) dan investasi atau pembentukan modal terkait pariwisata (I). Penawaran (supply) yang terkait dengan sektor pariwisata mencakup seluruh kegiatan ekonomi dalam menyediakan barang dan jasa yang berhubungan dengan pariwisata seperti hotel, restoran, tempat-tempat wisata, transportasi, biro perjalanan, pramuwisata dan produk pariwisata lainnya.

Penawaran pariwisata juga mencakup semua bentuk daya tarik wisata (tourist attractions), semua bentuk kemudahan untuk memperlancar perjalanan (accessibilities) dan semua bentuk fasilitas dan pelayanan (facilities and services) yang tersedia pada suatu daerah tujuan wisata sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan wisatawan selama berkunjung. Yoeti (2008) menyebutkan bahwa komponen penawaran dalam industri pariwisata dapat bersumber dari alam (natural resources) atau buatan/kreasi manusia (man-made).

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2003) merumuskan empat peranan pokok pembangunan pariwisata, yaitu :

1. Pariwisata secara langsung atau tidak langsung mendorong pertumbuhan berbagai kegiatan dan usaha di bidang sosio-ekonomi dan sosio-budaya yang bukan saja mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akan tetapi juga menjamin pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan.

2. Pariwisata sebagai salah satu sumber penghasil devisa yang potensial, mengingat terbatasnya cadangan sumber daya alam yang menjadi penghasil devisa utama. 3. Pariwisata dapat menjadi sarana untuk dapat lebih mendorong terciptanya

rasa kesatuan dan persatuan bangsa.

Darmoyo (2003) juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia antara lain adalah stabilitas politik, stabilitas keamanan, kebijakan fiskal, tingkat persaingan harga, inflasi, pendapatan per kapita penduduk luar negeri dan ketatnya persaingan antar negara.

(48)

23

1. Keamanan.

a. Peristiwa Bom Bali dan Pengeboman Tempat Umum Lainnya

Peristiwa tersebut dapat memberikan persepsi bahwa Indonesia tidak aman untuk dikunjungi. Hal itu akan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman karena tidak ada jaminan keamanan di daerah tujuan wisata yang hendak dikunjungi.

b. Tragedi World Trade Center

Serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) tidak hanya berpengaruh kepada Amerika Serikat sendiri, melainkan juga berakibat ke seluruh dunia. Wisatawan akan menunda dan bahkan membatalkan perjalanannya karena takut akan terjadi serangan teroris lagi.

c. Wabah Secure Acute Respiratory Syndrome (SARS)

SARS merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut akibat dari virus Corona yang penularannya melalui udara. Diduga penyakit ini muncul dari China. Mudahnya penularan penyakit ini membuat masyarakat dunia resah. Hal ini berakibat pada pembatalan perjalanan wisata, terutama ke daerah-daerah yang diduga terjangkit wabah SARS. 2. Kenyamanan.

Output jasa pariwisata seperti output ekonomi lainnya akan lebih banyak diminta konsumen apabila komponen-komponen pendukungnya memadai dan berkualitas. Komponen-komponen pendukung tersebut misalnya infrastruktur yang cukup mewadai. Sehingga diperlukan dana/investasi pembangunan pariwisata untuk memenuhi atau menyediakan, bahkan meningkatkan kualitas dari komponen-komponen yang dimaksud.

3. Kemudahan.

a. Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)

(49)

berlabuh di 22 Bandara, 38 pelabuhan laut dan 1 lintas batas darat (Depbudpar, 2004).

b. Pemberlakuan Visa on Arrival (VoA)

Menurut Keppres RI No 18 Tahun 2003 Visa Kunjungan Saat Kedatangan (Visa on Arival) adalah visa yang diberikan kepada orang asing warga negara atau wilayah tertentu yang bermaksud mengadakan kunjungan ke Indonesia dalam rangka wisata, kunjungan sosial budaya, kunjungan usaha, atau tugas pemerintahan dengan mempertimbangkan asas manfaat, saling menguntungkan, dan tidak menimbulkan gangguan keamanan.

c. Frekuensi Penerbangan Internasional yang Singgah di Indonesia

Akses yang mudah ke suatu daerah tujuan wisata merupakan salah satu pendukung seorang wisatawan untuk mengunjunginya.

4. Kondisi ekonomi internasional. a. Krisis Multidimensi

Berbagai krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia memiliki dampak buruk terhadap seluruh dimensi kehidupan masyarakat, baik sosial maupun ekonomi. Kondisi tersebut akan berpengaruh pada minat seseorang untuk mengunjungi daerah tujuan wisata.

b. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar mata uang asing akan berpengaruh terhadap minat wisatawan untuk berkunjung. Kurs rupiah menguat berarti harga barang di Indonesia menjadi relatif lebih mahal.

c. Jumlah Penduduk Dunia

Karena setiap manusia memiliki keinginan untuk berwisata, dimungkinkan apabila semakin banyak manusia di dunia maka akan semakin banyak manusia yang berwisata.

d. Pendapatan Per Kapita Masyarakat Dunia

Jumlah penduduk yang melakukan perjalanan wisata sangat dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima penduduk tersebut.

(50)

25

Inflasi menurunkan pendapatan riil masyarakat sehingga daya beli masyarakat menurun. Akibatnya permintaan akan menurun, termasuk permintaan terhadap jasa pariwisata.

2.2.3 Model Keseimbangan Umum

Teori keseimbangan umum menjelaskan bahwa pasar sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa macam pasar yang saling terkait. Keseimbangan umum terjadi apabila permintaan dan penawaran pada masing-masing pasar dalam sistem tersebut berada dalam kondisi keseimbangan secara simultan. Tingkat harga keseimbangan yang terwujud merupakan solusi dari sistem persamaan simultan yang menggambarkan perilaku setiap pelaku ekonomi dalam keseimbangan di setiap pasar.

Menurut teori keseimbangan umum, apabila dalam kondisi keseimbangan terjadi gangguan yang mengakibatkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada suatu pasar secara parsial, maka akan segera diikuti dengan penyesuaian di pasar yang bersangkutan dan selanjutnya terjadi proses penyesuaian di pasar lainnya (simultaneous adjustment) yang membawa perekonomian secara keseluruhan kembali pada kondisi keseimbangan yang baru. Mekanisme pencapaian keseimbangan pada semua jenis barang di semua pasar yang berlaku bagi produsen dan konsumen disebut sebagai analisis keseimbangan umum (general equilibrium analysis).

Perubahan keseimbangan pada suatu pasar dalam sistem perekonomian tidak hanya berdampak terhadap sektor atau komoditas itu sendiri, tetapi juga berdampak terhadap sektor atau komoditas pada berbagai aktivitas ekonomi lainnya melalui keterkaitan input-output. Oleh karena itu, dampak suatu kebijakan lebih tepat dianalisis berdasarkan teori keseimbangan umum dibandingkan dengan teori keseimbangan parsial.

(51)

menyusun formulasi model keseimbangan umum sebagai sebuah model simultan versi Walras, walaupun belum lengkap pembuktian eksistensi solusinya. John von Neuman selanjutnya berhasil membuktikan adanya keseimbangan umum dengan memakai sebuah model hingga menghasilkan solusi tunggal. John Hicks dan Oscar Lange, menyusun model keseimbangan umum versi makroekonomi Keynesian, yaitu perekonomian yang terdiri dari empat pasar (pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja dan pasar modal). Solusi keseimbangan umum model ini menggunakan asumsi Walras, yaitu jika terdapat n-1 pasar dari n pasar sudah berada dalam keseimbangan, maka seluruh n pasar akan berada dalam keseimbangan. Untuk memenuhi hukum Walras maka jumlah kelebihan permintaan di seluruh pasar harus sama dengan nol untuk setiap tingkat harga.

Pembuktian Walras mengenai adanya titik keseimbangan umum tersebut dilakukan dengan menggunakan matematika formal. Walras menyimpulkan bahwa sejumlah n fungsi excess demand tidak tergantung pada fungsi lainnya. Formula ini dapat dituliskan sebagai berikut:

n

i

i iED P

P

1

0 )

( (2.1)

keterangan: EDi(P) = excess demand untuk barang i

Pi = harga barang i.

Persamaan (2.1) di atas adalah Hukum Walras, yang berarti bahwa total excess demand terjadi pada seluruh jenis barang atau komoditas yang diproduksi (Nicholson, 2005). Apabila nilai semua komoditas yang ditawarkan di pasar sama dengan nilai komoditas yang diminta di pasar, sedangkan harga-harga (dalam hal ini harga relatif) diketahui pada saat pasar ke-1 ada keseimbangan, maka dalam pasar yang ke-k akan ada keseimbangan juga.

(52)

27

return to scale). Dengan demikian, perekonomian yang tidak kompetitif sempurna, titik keseimbangan umum tidak selalu ada (Hulu, 1997).

Penerapan formulasi teoritis model keseimbangan umum dari Arrow, Debreu dan McKenzie disebut sebagai model Computable General Equilibrium (CGE). Menurut Ratnawati (1995), terdapat tiga ciri pengembangan model CGE. Pertama, formulasi CGE yang dikembangkan oleh Johansen pada tahun 1960 dengan menyusun sebuah model linier simultan hingga diperoleh sebuah solusi berupa harga dan kuantitas dari setiap barang yang diidentifikasi dalam keseimbangan umum. Kedua, Herbert Scarf pada tahun 1970 merumuskan

penyelesaian model CGE menggunakan “fixed point theorem”. Ketiga, Adelman

dan Robinson pada tahun 1978 merumuskan model CGE sebagai sebuah model simultan non linier (nonlinier programming solution), dan penyelesaiannya menghasilkan harga bayangan (shadow prices) yang diinterpretasikan sebagai harga dalam kondisi keseimbangan umum.

Uraian tersebut memperlihatkan bahwa model CGE merupakan sebuah pendekatan komprehensif yang merangkum model multimarket dan menggunakan keseimbangan pasar sebagai elemen dasar analisisnya. Sebuah model CGE menggambarkan agen-agen pelaku ekonomi dan perilakunya, sehingga membawa pasar-pasar yang berbeda ke dalam suatu keseimbangan.

Pada formulasi model CGE, terdapat keterkaitan antar pelaku ekonomi (perusahaan atau industri, rumah tangga, investor, pemerintah, importir dan eksportir) dan antar pasar komoditas yang berbeda. Seluruh pasar berada dalam keadaan keseimbangan dan mempunyai struktur yang spesifik untuk mencapai keseimbangan apabila terdapat guncangan pada salah satu pasar. Pasar dikatakan mempunyai keseimbangan jika memenuhi syarat-syarat: non-negatif, homogen dan memiliki harga yang unik, tidak terjadi excess demand (kelebihan permintaan) dan efisiensi pada harga pasar (Oktaviani, 2008).

Gambar

Tabel 3 Kontribusi sektor pariwisata terhadap ekonomi nasional, 2005-2009
Gambar 1 Keseimbangan ekonomi makro dalam CGE.
Gambar 5 Hubungan peubah makroekonomi dalam model CGE yang digunakan
Gambar 6 Kerangka pemikiran penelitian.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel deposito mudharabah dan spread bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap jumlah pembiayaan

Sebaik apapun dan sehebat apapun guru dalam mengerahkan segala kemampuan dan keterampilan yang ada baik teknik ataupun taktik dalam pembelajaran bila tidak

Berdasarkan kajian teori yang didukung oleh hasil penelitian tujuan awal peneliti yaitu identifikasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal segi empat dan

Mengetahui, ………, 20…….. Mempraktikkan gerak dasar berbagai gerakan yang bervariasi dalam permainan bola besar beregu dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerja

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara peran kepala sekolah dalam implementasi MBS terhadap mutu pendidikan SD Negeri 01 Popongan tahun

Karena adanya pengaruh antara empati dengan kontrol diri, maka empati yang tinggi pada guru juga akan menaikkan tingkat kontrol diri mereka, sehingga dengan

Seperti yang telah dikemukakan di atas salah satu upaya intensifikasi adalah dengan perbaikan sistem administrasi dari Direktorat jendral Pajak sendiri (Internal)

Maksudnya bila ada orang melaksanakan brata, tapa, yoga dan samadhi dalam mempersiapkan prayogasandhi, namun tanpa samyagjnana ketika sedang giatnya