PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI DOSIS PUPUK
DAN BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI
TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (
Elaeis guineensis)
(Studi Kasus PTPN VI Unit Usaha Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari)
ASTRID ARISINDA
A14051257
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
ASTRID ARISINDA. Pengaruh Pemberian Kombinasi Dosis Pupuk dan Bahan Humat terhadap Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) (Studi Kasus PTPN VI Unit Usaha Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari). Di bawah bimbingan GUNAWAN DJAJAKIRANA DAN BASUKI SUMAWINATA.
Indonesia saat ini menghasilkan sebanyak 47% dari produksi minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari berbagai perkebunan kelapa sawit seluruh dunia. Sehingga Indonesia menjadi negara produsen nomor satu di dunia.
Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati yang paling efisien dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati yang lainnya, seperti kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari. Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak paling banyak yaitu sebesar 6-8 ton/ha/th minyak kelapa sawit. Sementara itu, sumber minyak nabati yang lainnya hanya menghasilkan kurang dari 2.5 ton/ha/th, berada jauh di bawah kelapa sawit.
Untuk mendapatkan produksi yang optimal, karakteristik dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi harus diusahakan agar efektif dan efisien. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi adalah pemupukan.
Pemupukan merupakan salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan, produksi tanaman, dan kualitas produk yang dihasilkan. Pemupukan bertujuan untuk mendapatkan produksi tandan buah segar yang optimal dan mendapatkan kualitas minyak yang baik. Akan tetapi, pemupukan pada tanaman kelapa sawit membutuhkan biaya yang cukup besar dari total biaya pemeliharaan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dan diupayakan untuk mencapai efisiensi pemupukan. Salah satu cara agar pemupukan lebih efisien dan efektif adalah dengan cara pemberian bahan humat.
Tujuan studi ini untuk mempelajari pengaruh bahan humat terhadap produktivitas kelapa sawit dan menentukan dosis optimum dari kombinasi dosis pupuk dan bahan humat.
pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB dan bahan humat 100 ml/pokok, P4 merupakan pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB, bahan humat 50 ml/pokok, dan plant catalyst 2006 dengan dosis 50 gr/pokok, dan P5 merupakan 50% dosis pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB dan bahan humat 100 ml/pokok.
Parameter yang diukur adalah jumlah produksi tandan buah segar kelapa sawit dan faktor vegetatif. Parameter jumlah produksi menggunakan hasil perhitungan produksi dari seluruh pokok yang ada dalam satu area perlakuan, diamati setiap minggu dan dirata-ratakan tiap bulannya. Blok tersebut dilakukan sensus pokok produktif juga pada tiap area perlakuan, yang digunakan untuk perhitungan produksi per pokok produktif. Hasil dari produksi per pokok produktif akan digunakan pada perhitungan potensi produksi pada tiap perlakuan.
Hasil studi yang dilakukan dalam kurun waktu enam bulan diperoleh hasil bahwa perlakuan kombinasi pupuk dan bahan humat memiliki pengaruh yang berbeda pada tiap blok, bergantung pada kondisi lokasi tanam dan umur kelapa sawit. Pada studi ini faktor vegetatif dan faktor generatif yang paling berhubungan adalah antara perkembangan panjang pelepah dengan produksi di lapang.
Perlakuan yang paling banyak berpengaruh pada faktor produksi di Kebun Rimbo Satu dan Kebun Rimbo Dua adalah perlakuan P5, karena memiliki rata-rata produksi tandan buah segar paling tinggi. Sedangkan Perlakuan yang paling banyak berpengaruh pada faktor produksi di Kebun Batanghari adalah perlakuan P3. Pada faktor vegetatif, perlakuan yang paling berpengaruh di Kebun Rimbo Satu adalah perlakuan P2, pada Kebun Rimbo Dua dan Kebun Batanghari adalah perlakuan P3, karena memiliki rata-rata tertinggi.
SUMMARY
ASTRID ARISINDA. Effect of Combined Dosage of Fertilizer and Humic Substances on the Production of Oil Palm Bunches (Elaeis guineensis) (Case Study of PTPN VI Rimbo Satu, Rimbo Dua, and Batanghari Work Units). Under the Supervision of GUNAWAN DJAJAKIRANA AND BASUKI SUMAWINATA
Indonesia currently accounts for 47% of oil palm production from various oil palm estates around the world, making Indonesia the number one oil palm producer.
Oil palm is one of Indonesia’s eminent agricultural commodities. In comparison to other oil producing plants, such as soybean, olive, coconut, and sunflower, oil palm is the most efficient oil producer. Oil palm can produce oil up to a maximum of 6-8 tons/ha/year. Meanwhile, other sources of oil crops only produce less than 2.5 tons/ha/year, far below the amount produced by oil palm.
To obtain optimum production, the characteristics and factors affecting the process should also be optimized effectively and efficiently. One of the factors that influence the production is the fertilizer used during the process.
Fertilization is one of the influential factors in planting. It affects plant growth, plant production, and the quality of the product. Fertilization is needed to obtain optimum production of bunches and to produce good quality oil. However, oil palm fertilization requires high cost. Therefore, it needs to be considered to achieve an efficient fertilization. One way to obtain an efficient and effective fertilization is by using humic substances.
The objective of this study was to observe the effect of humic substance on the productivity of oil palm and to determine the optimum dosage of the combination of fertilizer and humic substance.
was a combination of 50% fertilization based on results of soil analysis and 100 ml/plant of humic substance.
The parameter measured was the total production of oil palm bunches and vegetative factor. Total production was determined by the amount of production from all plants in one block of treatment, and was observed every week and averaged every month. In each block, a census of productive plants was then conducted. This was used to calculate the production from each plant. Results of production from each productive plant were then used to calculate potential production from each treatment.
The result obtained from this six month study is that combinations of fertilizer and humic substances have different effects on each block, depending on the planting location and the age of the oil palm plant. In this study, the most related vegetative and generatif factor is between the growth of sheath length and field production.
The treatment with most effect on the production factor in Rimbo Satu work unit and Rimbo Dua work unit was the P5 treatment, due to having the highest average oil palm bunches production. Meanwhile, in Batanghari work unit, the most effect on production was given by the P3 treatment. As for the vegetative factor, treatments with the highest average have the most effect. Thus, the treatment with most effect in Rimbo Satu work unit was the P2 treatment, while in Rimbo Dua and Batanghari work unit, the P3 treatment gave the most effect.
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI DOSIS PUPUK
DAN BAHAN HUMAT TERHADAP PRODUKSI
TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)
(Studi Kasus PTPN VI Unit Usaha Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari)
oleh :
ASTRID ARISINDA
A14051257
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Kombinasi Dosis Pupuk dan Bahan Humat Terhadap Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)
(Studi Kasus PTPN VI Unit Usaha Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari).
Nama : Astrid Arisinda
NIM : A14051257
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr.Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc.) (Dr.Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr.)
NIP : 19580824 198203 1 004 NIP : 19570610 198103 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen
(Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP : 19621113 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 5 Januari 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara keluarga Bapak Imam Muaris dan Ibu Hindah Jatiningrum.
Tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Swasta Muhammadiyah 28 Jakarta, kemudian pada tahun 2001 menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 153 Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis berhasil menyelesaikan studi di Sekolah Menengah Umum Negeri 29 Jakarta. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).Pada tingkat pertama, penulis menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selanjutnya, penulis diterima masuk di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan (MSL), Fakultas Pertanian.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas berkat dan rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul
Pengaruh Pemberian Kombinasi Dosis Pupuk dan Bahan Humat terhadap
Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) ( Studi Kasus PTPN VI Unit Usaha Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari), sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Atas selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc. selaku pembimbing skripsi
pertama yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan motivasi selama menjalani penelitian, dan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku pembimbing skripsi kedua atas bimbingan, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
3. Dr. Ir. Suwardi, M.Agr. selaku dosen penguji yang telah menguji, memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi.
4. Direksi, Staf, dan Karyawan PTPN VI kebun Rimbo Satu, Rimbo Dua dan Batanghari, Jambi atas kesempatan dan dana yang diberikan kepada penulis untuk melakukan studi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pengalaman yang luar biasa.
5. Staf Laboratorium dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan motivasi selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa studi ini masih banyak terdapat kekurangan, tetapi penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, Februari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
2.1.6. Hubungan antara Faktor Vegetatif dan Produksi Tandan Buah Segar ... 7
3.3.3. Pengukuran Faktor Produksi dan Faktor Vegetatif ... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18
4.1. Produksi Tandan Buah Segar ... 18
4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV... 18
4.1.2. Kebun Rimbo Dua Afdeling III ... 20
4.1.3. Kebun Batanghari Afdeling II ... 24
4.2. Perkembangan Vegetatif... 26
4.2.2.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit... 29
4.2.2.2. Panjang Daun Kelapa Sawit... 29
4.2.2.3. Lebar Daun Kelapa Sawit ... 30
4.2.2.4. Luas Daun Kelapa Sawit... 30
4.2.3 Batanghari Afdeling II ... 31
4.2.3.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit... 31
4.2.3.2. Panjang Daun Kelapa Sawit... 31
4.2.3.3. Lebar Daun Kelapa Sawit ... 31
4.2.3.4. Luas Daun Kelapa Sawit... 32
4.3. Pembahasan umum ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN... 39
5.1. Kesimpulan ... 39
5.2. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA... 40
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1. Blok Percobaan pada Kebun Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari .. 13
2. Perlakuan dalam Penelitian ... 14
3. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV
pada Blok sampel ... 27
4. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV
pada Blok sampel ... 27
5. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV
pada Blok sampel ... 27
6. Rata-rata luas daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV
pada Blok sampel ... 28
7. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III
pada Blok sampel ... 29
8. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III
pada Blok sampel ... 29
9. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III
pada Blok sampel ... 30
10. Rata-rata luas daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III
pada Blok sampel ... 30
11. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Batanghari Afdeling II
pada Blok sampel ... 31
12. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II
pada Blok sampel ... 31
13. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II
pada Blok sampel ... 32
14. Rata-rata luas daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II
Lampiran
1. Tahun Tanam dan Luas Lahan Kelapa Sawit Rimbo Satu ... 44
2. Tahun Tanam dan Luas Lahan Kelapa Sawit Batanghari ... 45
3. Tahun Tanam dan Luas Lahan Kelapa Sawit Rimbo Dua ... 45
4. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling I... 46
5. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling II ... 46
6. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling III... 46
7. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling IV... 46
8. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling V ... 47
9. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling I... 47
10. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling II ... 47
11. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling III... 47
12. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling IV... 48
13. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling V ... 48
14. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling I... 48
15. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling II ... 48
16. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling III... 49
17. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling IV... 49
18. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling V ... 49
19. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling I ... 49
21. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling III... 50
22. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling IV ... 50
23. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Satu Afdeling V... 50
24. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Batanghari Afdeling I ... 51
25. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Batanghari Afdeling II ... 51
26. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Batanghari Afdeling III... 51
27. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Batanghari Afdeling I ... 51
28. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Batanghari Afdeling II ... 52
29. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Batanghari Afdeling III... 52
30. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Batanghari Afdeling I ... 52
31. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Batanghari Afdeling II ... 52
32. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Batanghari Afdeling III... 53
33. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Batanghari Afdeling I... 53
34. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Batanghari Afdeling II ... 53
35. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Batanghari Afdeling III ... 53
36. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling I ... 54
37. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling II ... 54
38. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling III... 54
39. Rata-rata Produksi Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling V ... 55
40. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling I ... 55
42. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling III... 56
43. Rata-rata Panjang Pelepah Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling V... 56
44. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling I ... 56
45. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling II ... 57
46. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling III... 57
47. Rata-rata Panjang Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling V... 57
48. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling I... 58
49. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling II ... 58
50. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling III ... 58
51. Rata-rata Lebar Daun Kelapa Sawit Rimbo Dua Afdeling V ... 59
52. Analisis Ragam produksi tandan buah segar kelapa sawit di lapang pada Kebun Rimbo Satu... 60
53. Analisis Ragam panjang pelepah kelapa sawit pada Kebun Rimbo Satu . 60 54. Analisis Ragam panjang daun kelapa sawit pada Kebun Rimbo Satu... 60
55. Analisis Ragam lebar daun kelapa sawit pada Kebun Rimbo Satu ... 61
56. Analisis Ragam produksi tandan buah segar kelapa sawit di lapang pada Kebun Rimbo Dua ... 61
57. Analisis Ragam panjang pelepah kelapa sawit pada Kebun Rimbo Dua ... 61
58. Analisis Ragam panjang daun kelapa sawit pada Kebun Rimbo Dua ... 62
59. Analisis Ragam lebar daun kelapa sawit pada Kebun Rimbo Dua... 62
60. Analisis Ragam produksi tandan buah segar kelapa sawit di lapang pada Kebun Batanghari ... 62
61. Analisis Ragam panjang pelepah kelapa sawit pada Kebun Batanghari ... 63
63. Analisis Ragam lebar daun kelapa sawit pada Kebun Batanghari... 63
64. Analisis Ragam produksi tandan buah segar kelapa sawit di lapang pada Seluruh Kebun ... 64
65. Analisis Ragam panjang pelepah kelapa sawit pada Seluruh Kebun... 64
66. Analisis Ragam panjang daun kelapa sawit pada Seluruh Kebun ... 64
67. Analisis Ragam lebar daun kelapa sawit pada Seluruh Kebun ... 65
68. Hasil Perlakuan dengan Rata-rata Tertinggi pada Rimbo Satu ... 65
69. Hasil Perlakuan dengan Rata-rata Tertinggi pada Batanghari ... 66
70. Hasil Perlakuan dengan Rata-rata Tertinggi pada Rimbo Dua ... 66
71. Dosis pemupukan Rimbo Satu berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB ... 70
72. Dosis pemupukan Rimbo Dua berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB ... 71
73. Dosis pemupukan Batanghari berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB ... 72
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat Menjadi Berbagai
Fraksi Humat... 9
2. Contoh Tanaman Kelapa Sawit Tidak Produktif ... 16
3. Contoh Tanaman Kelapa Sawit Abortus... 17
4. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif
kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel... 18
5. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit
Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel ... 19
6. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit
Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel ... 19
7. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif
kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel ... 21
8. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit
Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel ... 22
9. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit
Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel ... 22
10. Contoh area tergenang pada musim hujan, Blok C38 Afdeling
III Rimbo Dua ... 23
11. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif
kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel... 24
12. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit
Batanghari Afdeling II pada Blok sampel ... 25
13. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit
Batanghari Afdeling II pada Blok sampel ... 25
14. Rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit di lapang
15. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit seluruh kebun ... 37
16. Rata-rata panjang daun kelapa sawit seluruh kebun ... 37
17. Rata-rata lebar daun kelapa sawit seluruh kebun... 38
Lampiran
1. Kurva hubungan antara panjang daun dengan produksi di lapang
kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel... 43
2. Kurva hubungan antara panjang pelepah dengan produksi di
lapang kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel... 43
3. Kurva hubungan antara Lebar daun dengan produksi di lapang
kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok Sampel ... 43
4. Kurva hubungan antara Panjang Pelepah dengan produksi di
lapang kelapa sawit Seluruh Kebun pada Blok Sampel... 44
5. Peta Hasil Perlakuan dengan Rata-rata Produksi TBS Tertinggi
Pada Rimbo Satu ... 67
6. Peta Hasil Perlakuan dengan Rata-rata Produksi TBS Tertinggi
Pada Rimbo Dua ... 68
7. Peta Hasil Perlakuan dengan Rata-rata Produksi TBS Tertinggi
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Selama bertahun-tahun, kelapa sawit memainkan peranan penting dalam
perekonomian Indonesia dan merupakan salah satu komoditas andalan dalam
menghasilkan devisa. Perannya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Indonesia saat ini menghasilkan sebanyak 47% dari produksi minyak kelapa sawit
yang dihasilkan dari berbagai perkebunan kelapa sawit di seluruh dunia. Sehingga
Indonesia menjadi negara produsen nomor satu di dunia mengalahkan Malaysia.
Kelapa sawit merupakan penghasil minyak nabati yang paling efisien dan
paling produktif dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati yang
lainnya, seperti kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari. Kelapa sawit dapat
menghasilkan minyak paling banyak yaitu sebesar 6-8 ton/ha/th minyak kelapa
sawit. Sementara itu, sumber minyak nabati yang lainnya hanya menghasilkan
kurang dari 2.5 ton/ha, berada jauh di bawah kelapa sawit.
Untuk mendapatkan produksi yang optimal, karakteristik dan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi harus diusahakan agar efektif dan efisien. Salah
satu faktor yang mempengaruhi produksi adalah pemupukan. Pemupukan
bertujuan untuk mendapatkan produksi tandan buah segar yang optimal dan
mendapatkan kualitas minyak yang baik. Pemupukan memberikan kontribusi yang
sangat luas dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman, dan
kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu efek pemupukan yang sangat
bermanfaat yaitu meningkatnya kesuburan tanah yang menyebabkan produksi
tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap
serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan. Akan tetapi,
pemupukan pada tanaman kelapa sawit membutuhkan biaya yang cukup besar
dari total biaya pemeliharaan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan dan diupayakan
untuk mencapai efisiensi pemupukan. Salah satu cara agar pemupukan lebih
Asam humat adalah hasil proses penguraian dan modifikasi sisa organisme
(tanaman dan hewan) di dalam tanah (Stevenson, 1982). Asam humat mempunyai
pengaruh yang sangat menguntungkan terhadap pertumbuhan tanaman. Asam
humat dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman melalui peranannya dalam
mempercepat respirasi, meningkatkan penyerapan air dan hara. Asam humat juga
berpengaruh langsung pada tanaman, antara lain; mempercepat pemanjangan sel
akar, mempercepat pertumbuhan tunas akar dan akar tanaman jika diberikan
dalam jumlah yang tepat (Tan,1994).
1.2. Tujuan
Studi ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh bahan humat terhadap
produktifitas dan perkembangan vegetatif kelapa sawit serta menentukan dosis
optimum dari kombinasi dosis pupuk dan bahan humat dan korelasi antara luas
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting
penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati
(biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah
Malaysia (BPPT, 2008).
2.1.1. Taksonomi Kelapa Sawit
Taksonomi dari tanaman Kelapa sawit adalah :
Divisi : Tracheophyita
Subdivisi : Pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cocoideae
Famili : Palmae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Varietas kelapa sawit cukup banyak dan diklasifikasikan dalam berbagai
hal. Kelapa sawit dapat dibedakan atas tipe buah, bentuk luar, tebal cangkang, dan
warna buah (Lubis, 1992).
Pembagian tipe buah berdasarkan warna kulit buah dapat dikelompokkan
menjadi tiga tipe yaitu nigrescens, virescen, dan albescen. Buah nigrescens berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga
kehitam-hitaman pada waktu matang. Tipe buah nigrescens hampir dominan
ditemukan pada varietas tenera yang ditanam secara komersial di Indonesia
(Pahan, 2008).
Pada waktu muda, buah virescen berwarna hijau dan ketika matang
warnanya berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap
kehijau-hijauan. Sedangkan buah albescen berwarna keputih-putihan pada waktu muda,
berubah menjadi kekuning-kuningan setelah matang dan ujungnya berwarna ungu
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozygote tunggal
yaitu Dura yang bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Pesifera yang bercangkang tipis jika keduanya dikawinkan akan menghasilkan varietas baru
yaitu Tenera yang memiliki ketebalan cangkang diantara keduanya (Lubis, 1992).
2.1.2. Morfologi Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian
vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,
batang, dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat
perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah (Fauzi et al, 2008).
Menurut Mangoensoekarjo dan Tojib (2005) daun pertama yang keluar
pada stadium benih berbentuk lanset (lanceolate), beberapa minggu kemudian
terbentuk daun berbelah dua (bifurcate) dan setelah beberapa bulan terbentuk
daun seperti bulu (pinnate) atau menyirip. Pahan (2008) menyatakan bahwa daun
kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut; kumpulan anak daun
(leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib),
Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang dan seludang daun (sheath) yang
berfungsi sebagai pelindung kuncup bunga dan memberi kekuatan pada batang.
Batang mempunyai tiga fungsi utama, yaitu; sebagai struktur yang
mendukung daun, bunga, dan buah, sebagai sistem pembuluh yang mengangkut,
hara dan air dari akar ke atas serta hasil fotosintesis dari daun ke bawah dan
kemungkinan juga berfungsi sebagai organ penimbunan zat makanan (Pahan,
2008). Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena ruas batang dalam
masa awal pertumbuhan tidak memanjang, sehingga pangkal-pangkal pelepah
daun yang tebal berdesakan. Bongkol batang ini membantu memperkokoh posisi
pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005).
Pemanjangan batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah 35-75 cm per
tahun. Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai kira-kira umur
11-15 tahun sehingga setelah itu bekas pelepah daun mulai rontok (Pahan, 2008).
Lubis (1992) menyatakan bahwa dari akar primer tumbuh akar sekunder
yang tumbuh horisontal dan dari akar sekunder tumbuh akar tersier dan kuarter
aktif mengambil air dan hara dari dalam tanah. Menurut Mangoensoekarjo dan
Tojib (2005) dari pangkal batang (bole) tumbuh akar primer yang ribuan
jumlahnya. Akar primer yang mati segera diganti dengan yang baru. Diameter
akar primer berkisar antara 8-10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m, akar
sekunder tumbuh dengan diameter 2-4 mm, akar tersier tumbuh dengan diameter
0.1-0.5 mm dengan panjang 1-4 mm. Pahan (2008) menyatakan bahwa sistem
perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari akar primer,
sekunder, tersier, dan kuarter. Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga
pada umur 12–14 bulan, sebagian dari tandan bunga akan gugur sebelum atau
sesudah antesis. Kelapa sawit adalah tumbuhan berumah satu (monoecious),
artinya tandan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon,
tetapi tidak dalam tandan yang sama. Semua bakal tandan bunga berisikan bakal
bunga jantan dan betina, namun pada awal perkembangannya salah satu jenis
kelamin menjadi rudimenter dan berhenti tumbuh, sehingga yang berkembang
hanya satu jenis kelamin saja (Mangoensoekarjo dan Tojib, 2005).
Buah kelapa sawit terdiri atas dua bagian utama yaitu perikarium yang
terdiri atas epikarium dan mesokarium, dan biji yang terdiri atas endokarium,
endosperm, dan lembaga atau embrio. Epikarium adalah kulit buah yang keras dan
licin, sedangkan mesokarium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung
minyak dengan rendemen paling tinggi. Endokarium merupakan tempurung
berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan
penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal
tanaman (Fauzi et al, 2008).
2.1.3. Keadaan iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh pada daerah tropika basah di
sekitar 12° LU dan 12° LS pada ketinggian 0-500m di atas permukaan laut (mdpl). Jumlah curah hujan yang baik adalah 200-2500 mm/tahun, tidak memiliki defisit
air, hujan agak merata sepanjang tahun. umumnya pada daerah dengan hujan yang
tinggi masalah jalan (transportasi), pembakaran, pemeliharaan, pemupukan, dan
Temperatur untuk pertumbuhan optimal pada suhu 24°C hingga 28°C, terendah 18°C dan tertinggi 32°C. Kelembaban relatif minimal 80% dan penyinaran 5-7 jam/hari. Apabila penyinaran matahari kurang dari 5 jam/hari,
dapat menyebabkan berkurangnya asimilasi, dan gangguan penyakit. Kecepatan
angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Lubis, 1992).
2.1.4. Keadaan Tanah
Keadaan tanah yang cocok untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah tanah
dengan solum tebal 80 cm. Tekstur ringan dan yang terbaik memiliki pasir 20% -
60%, debu 10% - 40%, dan liat 20% - 50%. Struktur tanah baik, konsistensi
gembur sampai agak teguh, dan permeabilitas sedang. Kelapa sawit dapat tumbuh
pada pH 4.0-6.0 namun yang terbaik adalah pH 5.0-5.5 (Lubis, 1992)
Keadaan topografi pada areal perkebunan kelapa sawit berhubungan
dengan kemudahan perawatan dan panen. Topografi yang cukup baik untuk
tanaman kelapa sawit adalah areal dengan kemiringan 0-15° (Fauzi et al, 2008).
2.1.5. Pemupukan Kelapa Sawit
Dosis Pemupukan untuk masing-masing tempat saling berbeda,
tergantung dari kesuburan tanahnya. Selain tergantung pada tempatnya,
pemupukan kelapa sawit juga tergantung pada umur tanaman. Dosis pemupukan
pada tanaman yang belum menghasilkan buah berbeda dengan tanaman yang
sudah menghasilkan buah (Tim Penulis PS, 1999).
Tanaman muda umumnya sangat respon terhadap pemupukan, sedangkan
tanaman tua kurang responsif. Tanaman kelapa sawit sangat responsif terhadap
pemupukan pada umur 3-12 tahun (Buana dan Siahaan, 1992).
Pada areal datar pupuk ditabur merata di piringan pohon, sedangkan di
areal bergelombang atau areal tergenang air dilaksanakan dengan cara benam.
Frekuensi pemupukan dilaksanakan dua sampai tiga kali setahun bergantung pada
pola curah dan tekstur tanah (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2002).
Jenis pupuk yang direkomendasikan oleh PPKS dalam setiap penyusunan
rekomendasi pemupukan tanaman kelapa sawit adalah urea (pupuk N), SP 36
(pupuk P), MOP (pupuk K), dan dolomite atau kiserit (pupuk Mg) (Pusat
Pada jenis pupuk yang cepat larut dan mudah menguap seperti urea dan
pupuk yang peka terhadap pencucian (MOP), frekuensi pemupukan sebaiknya dua
kali setahun. Sementara frekuensi pemupukan pupuk yang lambat larut seperti RP,
TSP, kieserite, dan dolomite cukup satu kali setahun (kecuali TBM). Frekuensi
pemupukan TBM pada daerah pengembangan yang tenaga kerjanya terbatas dapat
dikurangi dari empat kali menjadi tiga kali setahun (Pahan, 2008).
Pemberian pupuk dilakukan tiap tiga bulan sekali dalam satu tahun. Waktu
yang paling baik dalam melakukan pemupukan adalah pagi hari atau sore hari,
sebab pupuk yang diberikan dapat terjamin keberadaannya dan tidak menguap
terkena panas matahari (Riwandi, 2002).
Perbedaan Kesuburan yang besar di antara tipe dan subtipe tanah harus
diperhitungkan dalam pemupukan. Beberapa indikasi yang dapat digunakan untuk
menyusun strategi pemupukan adalah sebagian tanah yang bereaksi masam
(pH≤5.5) membutuhkan pengapuran, ketersediaan P umumnya rendah atau
terfiksasi, pada daerah yang sangat basah umumnya ketersediaan K, Mg, dan S
rendah sehingga kebutuhan pupuk bagi unsur hara tersebut cukup tinggi.
Umumnya tanah mempunyai erapan dan kapasitas simpan unsur hara terlarut yang
rendah sehingga aplikasi pupuk sebaiknya dipisahkan dalam beberapa kali
pemberian (Pahan, 2008).
2.1.6. Hubungan antara Faktor Vegetatif dan Produksi Tandan Buah Segar
Hubungan fungsional antara dua peubah adalah tidak-linear bila kecepatan
perubahan dalam Y sehubungan dengan perubahan dalam satuan X tidak tetap di
dalam wilayah di dalam wilayah X yang ditentukan. Penelitian pertanian
diarahkan terutama pada sikap organisme biologis dalam lingkungan tertentu.
Hubungan yang tidak-linear di antara peubah adalah umum dalam organisme
biologi. Kebanyakan hubungan antara peubahpeubah materi biologi cukup dapat
dijelaskan dalam beberapa bentuk tidak-linear. Yang paling umum adalah
polynomial tingkat tinggi, sigmoid, logaritma, dan kurva eksponensial (Gomez
2.2. Bahan Humat
Asam humat merupakan suatu senyawa organik yang relatif resisten,
bersifat koloidal, berasal dari dekomposisi bahan organik, larut dalam basa dan
mengendap dalam asam. Di alam, senyawa ini dapat ditemukan di dalam bahan
organik tanah, kompos, dan batubara dengan jumlah dan karakteristik yang
berbeda-beda tergantung kepada jumlah bahan organiknya. Di tanah, asam humat
dihasilkan dari penguraian dan modifikasi sisa organisme baik hewan maupun
tumbuhan (Stevenson, 1982).
Humus merupakan hasil perombakan bahan organik yang memegang
peranan penting pada sifat tanah. Humus merupakan suatu campuran komplek
yang relatif resisten, bersifat koloidal dan berasal dari dekomposisi dan sintesis
mikroba serta mempunyai sifat fisik yang sangat berpengaruh terhadap tanah dan
tumbuhan. Fraksi terhumifikasi dari humus disebut sebagai senyawa humat
(Brady, 1990).
2.2.1. Komposisi dan Karakteristik Bahan Humat
Asam humat mempunyai kandungan C, N dan S yang lebih tinggi dari
bahan asalnya. Kadar N asam humat berkisar 2-5%, sedangkan kadar S sekitar
0.1-1.9 %. Asam humat tidak hanya mengandung hara makro C, H, N dan S tetapi
juga mengandung unit aromatik dan alifatik, dengan total kemasaman yang
dipengaruhi oleh kandungan gugus fenol karboksil (Tan, 1994).
Menurut Stevenson (1982), asam humat adalah makro molekul ( C, H, O,
dan N), unit aromatik dengan rantai asam amino, peptida, gula amino, asam
alifatik dan unsur lainnya. Asam humat juga merupakan grup dari bahan organik
dan memiliki struktur molekul sangat kompleks.
Asam humat merupakan fraksi yang larut dalam basa akan tetapi tidak
larut dalam asam (Kononova, 1966). Karakteristik lainnya adalah memiliki
muatan elektrositas yang tinggi, kapasitas tukar yang tinggi, menjadi hidrofil dan
Pemisahan asam humat dari bahan asalnya didasarkan atas kelarutannya
dalam alkali dan asam. Prosedur yang paling umum digunakan untuk ekstraksi
dan fraksionasi asam humat dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 1.
Bahan Organik
Dengan Alkali
Bahan Humat (Larut) Humin +
Bahan Bukan Humat
(Tidak Larut)
Dengan asam
Asam Fulvat (Larut) Asam Humat (Tidak Larut)
Disesuaikan ke pH 4,8 Dengan alkohol
Asam Fulfat (Larut) Humat β Asam Humat Asam Himatomelanat
(Tidak Larut) (Tidak Larut) (Larut)
Dengan garam Netral
Humat Coklat (Larut) Humat Kelabu (Tidak Larut)
Gambar 1. Diagram Alur Pemisahan Senyawa Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat (Tan, 1993)
2.2.2. Fungsi Bahan Humat
Bahan humat adalah komponen esensial tanah dan diketahui memiliki efek
yang menguntungkan dalam sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Campuran humat
adalah campuran secara kimia aktif di dalam tanah, dengan KTK melebihi tanah
liat, menyatu dengan unsur non organik, di bentuk selama pembusukan residu
Senyawa humat dan sejenisnya dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
secara langsung dengan mempercepat proses respirasi, dengan meningkatkan
permeabilitas sel, atau melalui kegiatan hormon pertumbuhan (Tan, 1992).
Asam humat dapat mengikat kation sehingga dapat diserap oleh akar
tanaman, meningkatkan pertukaran hara mikro yang ditransfer pada sistem
sirkulasi tanaman (Kononova, 1966).
Asam humat berpengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman, di
antaranya meningkatnya penyerapan air, mempercepat perkecambahan benih,
merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pertumbuhan tunas dan akar
tanaman jika diberikan dalam jumlah yang tepat (Brady and Weil, 2002)
Sifat bahan-bahan humat di antaranya resisten terhadap degradasi mikroba,
berkemampuan besar dalam membentuk kompleks dengan ion logam, dan
berinteraksi dengan mineral liat. Sifat-sifat tersebut menjadikan asam humat
tersebut berperan penting dalam mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, antara lain sebagai regulator pertumbuhan tanaman, mengurangi elemen
yang beracun, meningkatkan populasi mikroba (Goenadi, 1999).
Menurut Santi dan Goenadi (2008) asam humat dapat menghambat
pertumbuhan fungi patogen dan menstimulasi aktivitas mikroorganisme tanah.
2.3. Plant Catalyst 2006
Plant catalyst 2006 adalah pupuk pelengkap yang mengandung unsur hara lengkap (makro dan mikro), merupakan katalisator dan berperan dalam
mengefektifkan serta mengoptimalkan tanaman menyerap pupuk-pupuk utama
dari dalam tanah dan dari pupuk dasar (urea, SP-36, KCl, ZA, pupuk kandang)
(Anonim, 2010).
Kelebihan dari plant catalyst 2006 adalah memiliki unsur hara lengkap
(makro dan mikro), melengkapi kebutuhan unsur hara tanaman yang tidak
disediakan oleh pupuk dasar NPK, tanaman lebih sehat dan lebih tahan terhadap
serangan hama penyakit, meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil tanaman
(jumlah anakan, produksi, rendeman, dan kualitas), ramah lingkungan
Komposisi plant catalyst 2006 adalah Nitrogen 0.23%, Fosfat 12.70%, Kalium 0.88%, Kalsium kurang dari 0.05 ppm, Magnesium 25.92 ppm, Sulfur
0.02%, Besi 36.45 ppm, Mangan 2.37 ppm, Klor 0.11%, Tembaga kurang dari
0.03 ppm, Seng 11.15 ppm, Boron 0.25%, Molibdenum 35.37 ppm, Karbon
6.47%, Kobalt 9.59 ppm, Natrium 27.42% dan Alumunium kurang dari 0.4 ppm
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai November 2009 di PTP
Nusantara VI pada unit usaha Rimbo Satu Afdeling IV (Gambar Lampiran 5),
Rimbo Dua Afdeling III (Gambar Lampiran 6), dan Batang Hari Afdeling II
(Gambar Lampiran 7), Jambi. Tahap penyemprotan bahan humat dan pemupukan
dilaksanakan mulai bulan April sampai Mei 2009. Studi produksi tandan buah
segar dan perkembangan vegetatif kelapa sawit dilaksanakan dari bulan Juni
sampai November 2009. Sensus pokok produktif pada blok dilaksanakan dari
bulan Oktober sampai Desember 2009.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: bahan humat, plant
catalyst 2006, UREA, TSP, KCl, Kaptan, Dolomit, dan boraks (dosis pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB terdapat pada Tabel Lampiran
55, 56 dan 57 dan dosis pemupukan berdasarkan PPKS terdapat pada Tabel
Lampiran 58).
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah knapsack sprayer atau
gembor, angkong (kereta sorong), timbangan, egrek, dodos, gancu, bambu dan
meteran.
3.3. Metodologi
3.3.1. Penentuan Blok Percobaan
Penentuan blok aplikasi bahan humat yaitu berdasarkan keseimbangan
hara yang kurang baik. Setiap blok memiliki luas kurang lebih 15 ha yang terdiri
atas lima perlakuan (P), sehingga tiap perlakuan memiliki luas kurang lebih dua
ha yang dibatasi oleh barrier (tanpa aplikasi bahan humat) sebanyak empat baris
sesuai dengan desain percobaan asam humat. Pada baris sebagai barrier tetap
Lokasi percobaan bahan humat pada masing-masing kebun dapat dilihat
pada Tabel 1. Pada studi kali ini hanya mengamati beberapa Blok sampel, yaitu
blok 23, blok 24, dan blok 34 pada Rimbo Satu Afdeling IV. Sedangkan pada
Rimbo Dua Afdeling III hanya di blok C35, blok C38, dan Blok C43. Pada
Batanghari Afdeling II hanya di blok 51, blok 52, dan blok 66.
Tabel 1. Blok Percobaan pada Kebun Rimbo Satu, Rimbo Dua, dan Batanghari.
Kebun Afdeling Blok
I 41 15 13 - -
Model rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
kelompok. Pada tiap perlakuan diambil kurang lebih sebanyak 40 pokok sampel
dan dinomori (pokok sampel tidak boleh tanaman sisipan, tanaman tergenang dan
tanaman yang berada di dekat rumpukan). Dipilih pokok ketiga dari jalan sebagai
awal letak sampel bernomor. Penentuan pokok bernomor di lokasi perlakuan pada
blok sampel dilakukan secara acak.
3.3.2. Dosis Pemupukan
Aplikasi pemupukan dan bahan humat terdiri dari lima perlakuan yaitu :
P1, P2, P3, P4, dan P5. Jenis perlakuan dan keterangannya dapat dilihat pada
Tabel 2.
Sebelum penyemprotan, dilakukan kalibrasi alat semprot (menggunakan
nozzle merah) larutan (A.H 2 liter + air 13 liter) sebanyak 15 liter cukup untuk 20
pokok (100 ml A.H/pokok).
Kebutuhan plant catalyst 2006 untuk tiap pokok sudah dikemas dalam
lainnya kecuali Urea. Aplikasi plant catalyst 2006 dilakukan dengan menaburkan
secara melingkar dan merata di piringan pokok.
Aplikasi pupuk konvensional dilakukan dengan cara manual yaitu dengan
ember (tempat pupuk) dan ditabur secara merata pada jarak 1.5 meter ke arah luar
dalam piringan pohon.
Tabel 2. Perlakuan dalam Penelitian.
Simbol Keterangan
P1 Pemupukan standard PPKS (kontrol)
P2 50% dosis pemupukan standard PPKS dan bahan humat 100
ml/pokok
P3 pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB dan
bahan humat 100 ml/pokok
P4 Pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah laboratorium IPB,
bahan humat 50 ml/pokok, dan plant catalyst 2006 dengan dosis
50 gr/pokok
P5 50% dosis pemupukan berdasarkan hasil analisa tanah
laboratorium IPB dan bahan humat 100 ml/pokok
3.3.3. Pengukuran Faktor Produksi dan Faktor Vegetatif
Parameter dari faktor produksi yang diukur adalah jumlah produksi
tandan buah segar. Pada faktor vegetatif parameter yang diukur yaitu; lebar daun,
panjang daun dan panjang pelepah ke-17 kelapa sawit. Parameter lebar daun,
panjang daun dan panjang pelepah ke-17 kelapa sawit merupakan parameter untuk
mengetahui perkembangan vegetatif pokok kelapa sawit.
Pengukuran lebar daun, panjang daun dan panjang pelepah dilakukan pada
daun ke-17 pada tiap perlakuan. Selanjutnya contoh daun diambil tiga helai daun
di sebelah kanan dan kiri pada bagian pusat ujung permukaan datar. Pengambilan
daun ke-17 diambil setiap bulan dan pengambilan contoh daun tersebut diambil
bergantian antara pokok pada baris yang sama. Pada setiap perlakuan percobaan
Luas Daun = Panjang Daun x Lebar Daun
Menurut Chapman dan Gray (1949), daun ke-17 merupakan daun yang
paling peka karena menunjukkan perbedaan paling besar dalam tingkat hara N, P,
dan K di antara dua percobaan yang mereka lakukan. Selain itu, status hara pada
daun ke-17 mempunyai kolerasi terhadap produksi tanaman yang lebih baik bila
dibandingkan dengan daun-daun yang lebih muda. Penggunaan daun ke-17
menjadi baku, terutama karena pengunaan jaringan lain sebagai sampel analisis
jaringan hanya menunjukkan sedikit kemajuan.
Hasil pengukuran panjang daun dan lebar daun digunakan untuk
menghitung luas daun, yang digunakan sebagai parameter perkembangan
vegetatif.
Parameter jumlah produksi menghasilkan produksi di lapang dengan
menggunakan hasil perhitungan produksi dari seluruh pokok yang ada dalam satu
area perlakuan, diamati setiap minggu dan dirata-ratakan tiap bulannya. Blok
tersebut dilakukan sensus pokok produktif juga pada tiap area perlakuan, yang
digunakan untuk perhitungan produksi per pokok produktif. Hasil dari produksi
per pokok produktif akan digunakan pada perhitungan potensi produksi pada tiap
perlakuan.
Produksi di lapang = rata-rata produksi TBS kg/ha/bln
rata-rata produksi TBS/bln Produksi TBS/pokok produktif =
Jumlah pokok produktif
Untuk mendapatkan gambaran mengenai produksi yang akan datang maka
perlu dilakukan perhitungan potensi produksi sehingga dapat diketahui produksi
optimum dari perlakuan. Potensi produksi diperoleh dari hasil perkalian produksi
tandan buah segar per pokok produktif pada tiap perlakuan dengan 130 pokok
produktif. Diasumsikan bahwa dalam 1 ha perlakuan terdapat 130 pokok produktif
untuk aplikasi selanjutnya, karena perhitungan potensi produksi hanya
memperhitungkan pokok produktif tanpa mengikutsertakan pokok abortus, pokok
sisipan, dan pokok jantan. Contoh pokok kelapa sawit tidak produktif dapat dilihat
pada Gambar 2. dan Contoh pokok kelapa sawit abortus dapat dilihat pada
Gambar 3.
Tanaman steril memiliki figur vegetatif yang luar biasa, batangnya lebih
besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan tetangganya yang normal, mempunyai
mahkota yang sangat besar dengan pelepah dan daun yang hijau gelap. Bunga
dihasilkan pada setiap ketiak pelepah, tetapi semua aborsi beberapa waktu setelah
antesis, sehingga tidak pernah panen. Akibatnya, pohon demikian menjadi sarang
tikus dan tempat berkembangnya marasmius. Dianjurkan membongkar pohon
bergejala demikian (Purba et al, 2005)
Potensi Produksi = Produksi TBS/pokok produktif x 130 pokok
Dalam membahas potensi produksi, tanaman mampu memenuhi semua
asumsi-asumsi agronomi dan fisiologi; di mana tanaman mampu beradaptasi
terhadap lingkungan sebagai tempat tumbuhnya serta mendapat cukup pasokan
hara dan air tanpa ada gangguan hama dan penyakit. Salah satu faktor pembatas
produksi yaitu radiasi sinar matahari yang merupakan fungsi dari luas daun
(Pahan, 2008).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Produksi Tandan Buah Segar
4.1.1. Kebun Rimbo Satu Afdeling IV
Hasil dari sensus pokok produktif pada tiap blok sampel di masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4. Blok 23 dan Blok 24 perlakuan yang
memiliki nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi adalah
perlakuan P3. Pada Blok 34 nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling
tinggi diperoleh perlakuan P1.
Gambar 4. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
Gambar 5 adalah gambar hasil dari rata-rata produksi di lapang tandan
buah segar kelapa sawit pada Blok sampel. Dari data tersebut dapat diperoleh data
potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit (Gambar 6). Secara keseluruhan
dari Gambar 5 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa pada Blok 23 terdapat
kesesuaian hasil tertinggi antara produksi di lapang dengan potensi produksi, yaitu
Gambar 5. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
Gambar 6. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
Dapat dilihat pada Blok 24 dan Blok 34 terdapat ketidaksesuaian antara
produksi di lapang dengan potensi produksi. Pada Blok 24 produksi di lapang
terdapat pada perlakuan P3. Pada Blok 34 nilai produksi di lapang yang tertinggi
adalah perlakuan P5 dan nilai potensi produksi yang tertinggi adalah perlakuan
P1. Ketidaksesuaian tersebut terjadi karena jumlah pokok produktif yang berbeda
pada tiap perlakuan dan kesalahan pada saat pengukuran.
Hal tersebut dapat terjadi karena pada Blok 34 perlakuan P5 terdapat
jumlah pokok produktif yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan P1.
Sedangkan pada perlakuan P1 yang jumlah pokok produktifnya lebih sedikit tetapi
potensi produksi tandan buah segarnya lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh
lingkungan di sekitar perlakuan P1 banyak tumpukan daun-daun dan
batang-batang sawit bekas penebangan untuk fasilitas kebun, sehingga pada daerah
sekitar P1 lebih banyak terdapat bahan organik dibandingkan perlakuan P5.
Pada Gambar 4, dapat dilihat pada Blok 23 antara perlakuan P1 dan P2
perbedaan berat tandan buah segar per pokok produktif tidak jauh. Perbedaan
dosis pemupukan antara perlakuan P1 dan P2 dapat dilihat dapat Tabel 1. Jika
dibandingkan dengan mengurangi pemberian dosis pupuk konvensional sebesar
50% dengan penambahan bahan humat 100 ml/pokok kelapa sawit dengan hasil
yang tidak jauh, maka akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan
pemberian dosis normal. Hal tersebut juga terjadi pada rata-rata potensi produksi
tandan buah segar kelapa sawit Blok 23 antara perlakuan P1 dan P2 (Gambar 6).
Sehingga dapat diketahui pemberian bahan humat 100 ml/pokok tanaman kelapa
sawit pada Rimbo Satu Afdeling IV dapat menghemat biaya pembelian pupuk
konvensional.
Selanjutnya untuk perlakuan yang dapat disarankan untuk Kebun Rimbo
Satu Afdeling IV pada Blok sampel adalah menggunakan hasil dari rata-rata
potensi produksi tertinggi, yaitu pada Blok 23 dan Blok 24 perlakuan P3 dan
untuk Blok 34 perlakuan P1.
4.1.2. Kebun Rimbo Dua Afdeling III
Gambar 7 merupakan hasil pengukuran rata-rata produksi tandan buah
segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III. Dapat dilihat
pada Gambar 7 bahwa pada Blok C35 perlakuan P3 memiliki nilai rata-rata
rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi diperoleh pada perlakuan P5 dan
Blok C43 nilai rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi diperoleh pada
perlakuan P1.
Gambar 7. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel.
Gambar 8 merupakan hasil rata-rata produksi tandan buah segar kelapa
sawit Rimbo Dua Afdeling III dan Gambar 9 merupakan hasil rata-rata potensi
produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III.
Terlihat pada Gambar 8 dan Gambar 9, Blok C35 dan Blok C43 terdapat
kesesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi. Pada Blok C35
perlakuan P3 merupakan perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi,
sedangkan pada Blok C43 perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi
adalah perlakuan P1.
Pada Blok C38 terdapat ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan
potensi produksi. Produksi di lapang yang paling tinggi adalah perlakuan P2,
Gambar 8. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel.
Gambar 9. Rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel.
Ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan potensi produksi pada
Blok C38 dikarenakan pada perlakuan P5 sebagian areanya adalah rawa yang
tergenang pada musim hujan (Gambar 10), selain itu di daerah rawa tersebut
pokok produktifnya lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan P2 dan di sekitar
rawa tersebut terdapat beberapa pokok produktif yang ikut tergenang pada musim
hujan. Hal tersebut dapat mempengaruhi produksi. Menurut Santoso dan Winarna
(2004), walaupun secara umum tanaman kelapa sawit dapat toleran terhadap
genangan air dan dapat tumbuh di areal rendahan tanpa dilakukan tindakan
pengelolaan terhadap permasalahan yang ada, tapi pertumbuhannya tertekan dan
tidak jagur.
Akar kelapa sawit mudah membusuk jika terlalu lama terendam air
(Sastrosayono, 2008). Oleh karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi
perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan
tidak tergenang.
Perlakuan yang dapat disarankan untuk Kebun Rimbo Dua Afdeling III
pada Blok sampel dapat menggunakan hasil dari rata-rata potensi produksi
tertinggi, yaitu pada Blok 35 perlakuan P3, untuk Blok 38 perlakuan P5, dan Blok
43 perlakuan P5.
Gambar 10. Contoh area tergenang pada musim hujan, Blok C38 Afdeling III Rimbo Dua.
Selanjutnya dapat dilihat pada pola grafik Gambar 7, Gambar 8, dan
Gambar 9 pada Blok C38 hasil produksi tandan buah segar pada perlakuan P1
tidak jauh dengan perlakuan P2. Dosis Perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Jika
perbedaan produksi tandan buah segar pada perlakuan P1 dengan perlakuan P2
pemberian pupuk konvensional yang hanya 50% dari dosis normal dengan
penambahan bahan humat 100 ml/pokok kelapa sawit tidak jauh berbeda dari
dosis normal. Dapat dilihat juga pada Blok C43, hasil produksi tandan perlakuan
P3 tidak jauh dengan hasil perlakuan P5.
Hal tersebut diatas juga telah dibahas pada Kebun Rimbo Satu afdeling IV,
sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan humat 100 ml/pokok dapat
mengurangi 50% dosis pemupukan konvensional. Pengurangan dosis pemupukan
sebesar 50% merupakan penghematan yang besar pada skala perkebunan besar.
4.1.3. Kebun Batanghari Afdeling II
Hasil dari sensus pokok produktif pada Batanghari Afdeling II disajikan
pada Gambar 11, Blok 51 pada perlakuan P2 memiliki nilai rata-rata produksi per
pokok produktif paling tinggi, sedangkan pada Blok 52 nilai rata-rata produksi per
pokok produktif paling tinggi terdapat pada perlakuan P1 dan untuk Blok 66 nilai
rata-rata produksi per pokok produktif paling tinggi terdapat pada perlakuan P4.
Gambar 11. Rata-rata produksi tandan buah segar per pokok produktif kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.
Rata-rata produksi tandan buah segar kelapa sawit Batanghari Afdeling II
disajikan pada Gambar 12 dan rata-rata potensi produksi tandan buah segar kelapa
Pada Blok 51 dan Blok 52 terdapat kesesuaian antara produksi di lapang
dengan potensi produksi. Untuk Blok 51 Perlakuan P2 merupakan perlakuan
dengan hasil rata-rata produksi tertinggi, sedangkan pada Blok 52 perlakuan P1
merupakan perlakuan dengan hasil rata-rata produksi tertinggi.
Gambar 12. Rata-rata produksi di lapang tandan buah segar kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.
Pada Blok 66 terdapat ketidaksesuaian antara produksi di lapang dengan
potensi produksi. Produksi di lapang nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P5
Sedangkan pada potensi produksi nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P4. Pada
daerah perlakuan P4 ditemukan banyak terdapat pokok sisipan, sehingga jumlah
pokok produktif lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan P5, hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan P4 memang lebih berpotensi menghasilkan
produksi tandan buah segar kelapa sawit lebih besar.
Perlakuan yang dapat disarankan untuk Kebun Batanghari Afdeling II
pada Blok sampel dapat menggunakan hasil dari rata-rata potensi produksi
tertinggi, yaitu pada Blok 51 perlakuan P2, untuk Blok 52 perlakuan P1, dan Blok
66 perlakuan P4.
4.2. Perkembangan Vegetatif
Daun merupakan organ yang penting pada tanaman, karena pada
umumnya proses fotosintesis dilakukan di daun. Fotosintesis merupakan sumber
penghasil energi dan biomasa bagi pertumbuhan tanaman (Harahap, 2000). Ada
dua faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis, yaitu faktor tanaman dan
lingkungan. Faktor tanaman meliputi; struktur daun, kedudukan daun, usia daun
dan naungan. Faktor lingkungan meliputi; tersedianya ketersediaan air, hara,suhu
dan cahaya (Xie dan Luo, 2003).
4.2.1. Rimbo Satu Afdeling IV
4.2.1.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat pada Blok 23 perlakuan P5 merupakan
perlakuan yang rata-rata panjang pelepah paling panjang dibandingkan perlakuan
lainnya. Pada Blok 24 perlakuan P2 dan P5 adalah perlakuan yang rata-rata
panjang pelepah paling panjang. Sedangkan Blok 34 yang rata-rata panjang
Tabel 3. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
Panjang Pelepah Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
4.1.1.2. Panjang Daun Kelapa Sawit
Pada Tabel 4 dapat dilihat pada Blok 23 dan Blok 24 yang memiliki
rata-rata panjang daun paling panjang adalah perlakuan P2. Sedangkan pada Blok 34
perlakuan P1 dan P4 memiliki rata-rata panjang daun yang paling panjang.
Tabel 4. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
Panjang Daun Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
4.1.1.3. Lebar Daun Kelapa Sawit
Lebar daun kelapa sawit yang paling lebar pada Blok 23 terdapat pada
perlakuan P3 dan P5. Pada Blok 24 rata-rata lebar daun yang paling lebar adalah
perlakuan P5. Sedangkan pada Blok 34 rata-rata lebar daun yang paling lebar
adalah perlakuan P4 (Tabel 5).
Tabel 5. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
4.1.1.4. Luas Daun Kelapa Sawit
Jika dilihat pada Tabel 6, rata-rata nilai luas daun yang paling luas pada
Blok 23 adalah pada perlakuan P2. Sedangkan pada Blok 24 perlakuan P5
merupakan perlakuan yang rata-rata luas daunnya paling luas, dan pada Blok 34
perlakuan P4 yang memiliki rata-rata nilai luas daun yang paling luas.
Tabel 6. Rata-rata luas daun kelapa sawit Rimbo Satu Afdeling IV pada Blok sampel.
Luas Daun Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
Hasil yang didapatkan dari mengukur panjang pelepah, panjang daun,
lebar daun dan luas daun terjadi ketidaksesuaian. Sebagai contoh pada Blok 23,
panjang pelepah, panjang daun, dan luas daun memiliki nilai panjang pelepah
paling panjang, panjang daun paling panjang dan luas daun paling luas pada
perlakuan P2, sedangkan lebar daun perlakuan P3 memiliki nilai paling tinggi.
Perkembangan vegetatif tanaman kelapa sawit dapat dilihat dari luas daun.
Data yang diperoleh pada Blok 23 perkembangan vegetatif tertinggi terdapat pada
perlakuan P2. Sedangkan pada Blok 24 perlakuan P5 merupakan perlakuan yang
memiliki perkembangan vegetatif paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya
dan Blok 34 perlakuan P4 yang perkembangan vegetatifnya paling tinggi. Hal ini
didukung oleh pendapat Salisbury dan Ross (1992), bahwa makin luas daun dan
jumlahnya (pada batas tertentu) makin banyak jumlah asimilat yang dihasilkan.
Dari pernyataan tersebut dapat ditentukan luas daun sebagai faktor yang
menentukan perkembangan vegetatif.
Hasil fotosintesis digunakan untuk respirasi dan produksi bahan kering
vegetatif serta generatif. Pada kondisi lingkungan yang baik pembagian hasil
fotosintesis untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif dibagi secara merata
(Pahan, 2008). Prasetyo (2004) juga menyatakan bahwa luas daun pada tanaman
Hirose et al. (1997) juga berpendapat bahwa semakin meningkat indeks luas daun
maka aktivitas fotosintesis akan meningkat juga. Luas daun akan konstan setelah
tanaman kelapa sawit berumur Sembilan hingga sepuluh tahun (Maskuddin,
1992).
4.2.2 Rimbo Dua Afdeling III
4.2.2.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit
Pada Blok C35 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang pelepah paling
panjang. Sedangkan Blok C38 yang memiliki rata-rata panjang pelepah paling
panjang adalah perlakuan P1 dan pada Blok C43 perlakuan P5 memiliki rata-rata
panjang pelepah paling panjang (Tabel 7).
Tabel 7. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel.
Panjang Pelepah Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
4.2.2.2. Panjang Daun Kelapa Sawit
Dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa pada Blok C35 perlakuan P5 memiliki
rata-rata panjang daun terpanjang. Sedangkan pada Blok C38 perlakuan P2 dan
P5 adalah perlakuan yang memiliki rata-rata panjang daun terpanjang dan pada
Blok C43 perlakuan P5 memiliki rata-rata panjang daun yang paling panjang.
Tabel 8. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel.
4.2.2.3. Lebar Daun Kelapa Sawit
Dapat dilihat pada Tabel 9 Blok C35 perlakuan P1 dan P5 memiliki
rata-rata lebar daun terlebar. Sedangkan pada Blok C38 perlakuan P1 dan P4 memiliki
rata-rata lebar daun terlebar dan untuk Blok C43 perlakuan P1 dan P3 memiliki
rata-rata lebar daun paling lebar.
Tabel 9. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III.
Lebar Daun Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
4.2.2.4. Luas Daun Kelapa Sawit
Terlihat pada Tabel 10 Blok C35 rata-rata luas daun yang paling luas
adalah perlakuan P5. Sedangkan rata-rata luas daun yang paling luas pada Blok
C38 adalah pada perlakuan P1, dan pada Blok C43 perlakuan P5 memiliki
rata-rata luas daun paling luas.
Tabel 10. Rata-rata luas daun kelapa sawit Rimbo Dua Afdeling III pada Blok sampel.
Luas Daun Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
Hasil yang didapat dari pengukuran panjang pelepah, panjang daun, lebar
daun dan luas daun adalah pada Blok C35 perkembangan vegetatif yang paling
tinggi yaitu pada perlakuan P5, Blok C38 pada perlakuan P1, dan Blok C43
4.2.3. Batanghari Afdeling II
4.2.3.1. Panjang Pelepah Kelapa Sawit
Dapat dilihat pada Tabel 11 blok 51 perlakuan P3 memiliki rata-rata
panjang pelepah paling panjang. Sedangkan pada Blok 52 perlakuan P5 memiliki
rata panjang pelepah paling panjang, dan pada Blok 66 perlakuan yang
rata-rata panjang pelepahnya paling panjang adalah perlakuan P3.
Tabel 11. Rata-rata panjang pelepah kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.
Panjang Pelepah Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
4.2.3.2. Panjang Daun Kelapa Sawit
Hasil dari pengukuran panjang daun pada Blok 51 perlakuan P5 memiliki
rata-rata panjang daun paling panjang, sedangkan pada Blok 52 perlakuan yang
memiliki rata-rata panjang daun paling panjang adalah perlakuan P3 dan pada
Blok 66 perlakuan P2 yang memiliki rata-rata panjang daun paling panjang
(Tabel 12).
Tabel 12. Rata-rata panjang daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.
Panjang Daun Kelapa Sawit (cm)
Perlakuan
4.2.3.3. Lebar Daun Kelapa Sawit
Dapat dilihat pada Tabel 13 bahwa pada Blok 51 perlakuan P3 memiliki
rata-rata lebar daun paling lebar dan selanjutnya untuk Blok 66 perlakuan yang
memiliki rata-rata lebar daun paling lebar adalah perlakuan P4 dan P5.
Tabel 13. Rata-rata lebar daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.
Lebar Pelepah Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
4.2.3.4. Luas Daun Kelapa Sawit
Hasil pengukuran luas daun Blok 51, 52 dan 66 disajikan pada Tabel 14.
Blok 51 menghasilkan perlakuan P3 memiliki nilai rata-rata luas daun terluas,
sedangkan pada Blok 52 perlakuan P3 adalah perlakuan yang nilai rata-rata luas
daun terluas dan pada Blok 66 perlakuan P2 memiliki rata-rata luas daun yang
paling luas.
Tabel 14. Rata-rata luas daun kelapa sawit Batanghari Afdeling II pada Blok sampel.
Lebar Pelepah Kelapa Sawit (cm) Perlakuan
Hasil yang didapat dari pengukuran panjang pelepah, panjang daun, lebar
daun dan luas daun Batanghari Afdeling II adalah pada Blok 51 dan 52
perkembangan vegetatif yang paling tinggi yaitu pada perlakuan P3, sedangkan
pada Blok 66 perlakuan P2 merupakan perlakuan yang paling tinggi
4.3. Pembahasan Umum
Pada Rimbo Satu Afdeling IV kombinasi pemberian pupuk dan bahan
humat yang paling berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar adalah
perlakuan P3 pada Blok 23 dan Blok 24 dan perlakuan P1 pada Blok 34.
Sedangkan untuk perkembangan vegetatif pada Blok 23 perlakuan P2 yang paling
berpengaruh, Blok 24 perlakuan P5 yang paling berpengaruh dan pada Blok 34
adalah perlakuan P4 yang paling berpengaruh.
Berdasarkan hasil pengukuran faktor produksi dan vegetatif pada Rimbo
Dua Afdeling III, kombinasi pemberian pupuk dan bahan humat yang paling
berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar adalah perlakuan P3 pada Blok
C35, perlakuan P5 untuk Blok C38, dan perlakuan P1 untuk Blok C43. Sedangkan
untuk perkembangan vegetatif pada Blok C35 dan Blok C43 perlakuan P5 yang
nilainya paling berpengaruh dan pada Blok C38 perlakuan P1.
Pada Kebun Batanghari Afdeling II kombinasi pemberian pupuk dan
bahan humat yang paling berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar pada
Blok 51 adalah perlakuan P2, Blok 52 perlakuan P1, dan pada Blok 66 perlakuan
P4. Untuk perkembangan vegetatif perlakuan yang paling berpengaruh pada Blok
51 dan 52 adalah perlakuan P3 dan pada Blok 66 adalah perlakuan P2.
Produksi di lapang yang tidak sesuai dengan potensi produksi pada
beberapa blok sampel tidak akan terjadi jika jumlah pokok produktif sama
jumlahnya di setiap perlakuan. Sehingga terjadi pengukuran yang tidak akurat.
Bentuk dan luas Blok yang berbeda-beda dapat menyulitkan penentuan
daerah perlakuan. Serta terdapat pokok yang tidak produktif di daerah perlakuan
akan mempengaruhi pengukuran potensi produksi. Jadi sebaiknya setiap
perlakuan memiliki jumlah pokok produktif yang sama dan topografi yang rata.
Data yang tercantum dalam rekomendasi harus sesuai dengan fakta di
lapangan, misalnya jumlah pokok dan luas blok. Rekomendasi tersebut
diformulasikan berdasarkan beberapa faktor seperti produksi TBS, umur tanaman,
status nutrisi tanaman (analisis daun dan observasi lapangan), sejarah pemupukan,
kesuburan tanah, data curah hujan, dan hasil percobaan pupuk. Faktor-faktor
tersebut harus dianalisis dengan cermat untuk menjamin produksi TBS maksimal