• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dan Arahan Pengembangan Komoditas Padi Dalam Mendukung Kemandirian Pangan Dan Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Belitung Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dan Arahan Pengembangan Komoditas Padi Dalam Mendukung Kemandirian Pangan Dan Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Belitung Timur"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

AGUSTIAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis dan Arahan Pengembangan Komoditas Padi dalam Mendukung Kemandirian Pangan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Belitung Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

(4)

AGUSTIAN. Analisis dan Arahan Pengembangan Komoditas Padi dalam Mendukung Kemandirian Pangan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Belitung Timur. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan UNTUNG SUDADI.

Kabupaten Belitung Timur, dengan sumberdaya wilayah daratan seluas 2.506,90 km2 atau 250.690 ha, memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian khususnya tanaman pangan. Produksi padi di Kabupaten Belitung Timur tertinggi kedua di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setelah Kabupaten Bangka Selatan. Pada tahun 2013 produksi padi di Kabupaten Belitung Timur mencapai 3.366,05 ton GKP atau setara dengan 2.127,34 ton beras. Kondisi ini baru memenuhi 17,30% kebutuhan beras wilayah. Oleh karena itu, hingga saat ini sebagian besar kebutuhan pangan khususnya beras di Kabupaten Belitung Timur masih didatangkan dari luar daerah. Dari sisi PDRB, sektor pertanian merupakan kontributor terbesar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Belitung Timur sebesar 25,56% dan kontribusi subsektor tanaman pangan sebesar 2,44% merupakan kontributor terbesar ketiga setelah perikanan dan perkebunan.

Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi luasan dan sebaran lahan terkini yang berpotensi untuk pengembangan komoditas padi; (2) Mengetahui kecamatan yang menjadi basis komoditas padi berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif; (3) Mengetahui tipologi wilayah kecamatan untuk pengembangan komoditas padi berdasarkan tingkat perkembangan wilayah; dan (4) Merumuskan arahan pengembangan wilayah berbasis komoditas padi dalam mendukung kemandirian pangan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Belitung Timur.

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara/kuesioner di lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan komoditas padi. Penentuan responden petani, para pakar, danstakeholders lainnya menggunakan metode purposive sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis ketersediaan dan kesesuaian lahan, Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA),Principal Component Analyisis (PCA) dan Cluster Analysis (CA), analisis finansial land rent, serta Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution(TOPSIS).

(5)

rata land rent usahatani padi per ha pada tipologi pertumbuhan sebesar Rp. 3.338.726,- per tahun, tipologi pengembangan sebesar Rp. 8.545.320,- per tahun, dan tipologi pemantapan sebesar Rp. 19.559.723,- per tahun.

Arahan pengembangan komoditas padi di Kabupaten Belitung Timur berdasarkan hasil analisis AHP-TOPSIS meliputi areal seluas 4.166 ha dan terbagi dalam tiga prioritas pengembangan yaitu: prioritas 1 dengan luas 2.041 ha (Kecamatan Gantung), prioritas 2 dengan luas 1.715 ha (Kecamatan Simpang Renggiang), dan prioritas 3 dengan luas 410 ha (Kecamatan Dendang). Pemanfaatan areal tersebut diperkirakan mampu meningkatkan kondisi kemandirian pangan Kabupaten Belitung Timur melalui peningkatan produksi padi hingga 70,14% (skenario 1), 71,24% (skenario 2), dan 81,83% (skenario 3). Demikian juga halnya terhadap perekonomian wilayah mampu meningkat sebesar Rp. 50,89 milyar per tahun serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja baru bagi 15.623 orang atau sebesar 28,42% dari total angkatan kerja.

(6)

AGUSTIAN. Analysis and Development Direction of Paddy Commodity for Supporting Food Self-Sufficiency and Regional Development in East Belitung Regency. Supervised by SANTUN R.P. SITORUS and UNTUNG SUDADI.

East Belitung Regency with land resource average of 250690 hectares or 2506.9 km2 has tremendous potential in agriculture sector, especially food crops. The rice production of East Belitung Regency is the second highest after that of South Bangka Regency in the Province of Bangka Belitung Archipelago. In 2013, rice production in East Belitung Regency reached 3366.05 tons unhusked rice at harvest or about 2127.34 tons of rice. This condition only fulfilled 17.30% of the total regional rice needed. Therefore, until now most of foods, especially rice in East Belitung Regency are still imported from outside the region. Agriculture was the largest contributor to the formation of East Belitung Regency’s GDP by 25.56% and contribution of the food crops subsector of 2.44% was the third largest contributor behind fisheries and plantation.

The objectives of this research are: (1) to identify the extent and distribution of the present potential land for paddy development; (2) to determine the subdistricts of paddy production centers based on the comparative and competitive advantages; (3) to determine the typology of subdistricts for the development of paddy based on the level of regional development; (4) to formulate regional development direction based on paddy commodity for supporting food self-sufficiency and regional development in East Belitung Regency.

This study used primary data that were obtained through direct observation and interview. Secondary data were obtained from the relevant agencies. Participants of farmers, experts, and other stakeholders were choosen using purposive sampling method. The analytical methods used in this study were: land availability and suitability analyses, Location Quotient (LQ) and Shift Share Analysis (SSA), Principal Component Analysis (PCA) and Cluster Analysis (CA), land rent financial analysis, Analytical Hierarchy Process (AHP) and Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS).

The results showed that East Belitung Regency had suitable and available land for paddy development of about 7551 hectares. The basis district of paddy commodity based on the results of LQ and SSA analysis were: Gantung Subdistrict (Wetland Paddy), Simpang Renggiang Subdistrict (Dryland Paddy), Dendang Subdistrict (Dryland Paddy), Manggar Subdistrict (Dryland Paddy), and Damar Subdistrict (Dryland Paddy). Simpang Pesak and Kelapa Kampit Subdistricts were not basis of neither wetland nor dryland paddy in East Belitung Regency. The result of typology analysis indicated three regions, namely growth typology represented by Manggar and Damar Subdistricts, development typology represented by Simpang Pesak, Simpang Renggiang, and Dendang Subdistricts, and stabilized typology represented by Gantung Subdistrict.

(7)

respectively.

The development direction of paddy commodity based on the results of AHP-TOPSIS analysis in East Belitung Regency was 4166 hectares, and divided into three priorities, namely: first priority with 2041 hectares spread over Gantung Subdistrict, second priority with 1715 hectares spread over Simpang Renggiang Subdistrict, and third priority with 410 hectares spread over Dendang Subdistrict. Those areas were expected to be able to increase food self-sufficiency up to 70.14% (1st scenario), 71.24% (2nd scenario), and 81.83% (3rd scenario). In addition, the program can also increase regional economic of about Rp. 50.89 billions/year, provision of new jobs for 15623 people or 28.42% of the total labour force in East Belitung Regency.

(8)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

DALAM MENDUKUNG KEMANDIRIAN PANGAN DAN

PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Mendukung Kemandirian Pangan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Belitung Timur

Nama : Agustian

NRP : A156140254

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Ketua

Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.ScAgr

Tanggal Ujian: 12 Oktober 2015 27 Oktober 2015

(12)

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang berjudul Analisis dan Arahan Pengembangan Komoditas Padi dalam Mendukung Kemandirian Pangan dan Pengembangan Wilayah di Kabupaten Belitung Timur.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus sebagai Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang juga dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DEA selaku Dosen Penguji Luar Komisi atas masukan dan sarannya.

4. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

6. Bapak Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, serta Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitung Timur yang telah memberikan ijin serta dukungan baik moril maupun materil unuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

7. Ayah Ibunda terkasih serta Istri Anak tercinta yang telah memberikan ridho, ijin serta dorongan semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.

8. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang juga memberikan dorongan moral untuk kesuksesan penulis.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materil selama studi dan penulisan tesis ini.

Bogor, Oktober 2015

(13)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Kerangka Pemikiran 6

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA 10

Tanaman Padi 10

Ketahanan Pangan 11

Sumberdaya Lahan Pertanian dan Pengembangan Komoditas Padi 13 Kesesuaian Lahan dan Areal yang Berpotensi untuk Pengembangan

Komoditas Padi 14

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan dan

Pengembangan Komoditas Padi 17

Pengembangan Wilayah dan Peranan Komoditas padi dalam

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah 17

Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian 19

3 BAHAN DAN METODE 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Jenis dan Sumber Data 21

Bahan dan Alat 21

Metode Pengumpulan Data 22

Metode Analisis Data 22

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 35

Kondisi Fisik Wilayah 35

Geografi dan Administrasi 35

Iklim 36

Geologi dan Jenis Tanah 36

Hidrologi 37

Alokasi Penggunaan Lahan 38

Kondisi Sosial Wilayah 39

Demografi 39

Tingkat Pendidikan dan Ketenagakerjaan 39

Kondisi Perekonomian Wilayah 40

(14)

Identifikasi Areal yang Berpotensi untuk Pengembangan Komoditas

Padi Berdasarkan Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan 42 Kecamatan Basis Komoditas Padi Berdasarkan Keunggulan

Komparatif dan Kompetitif Wilayah 46

Tipologi Kecamatan Berdasarkan Tingkat Perkembangan Wilayah

untuk Pengembangan Komoditas Padi 49

Arahan Prioritas Pengembangan Komoditas Padi di Kabupaten

Belitung Timur 57

AnalisisLand RentUsahatani Padi Sawah 57

Prioritas Pengembangan Komoditas Padi di Kabupaten

Belitung Timur 60

6 SIMPULAN DAN SARAN 66

Simpulan 66

Saran 67

DAFTAR PUSTAKA 68

LAMPIRAN 73

(15)

1 Komposisi Penyediaan Padi Nasional 2 2 Proyeksi Kebutuhan Beras Kabupaten Belitung Timur Tahun

2008-2032 3

3 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Belitung Timur ADHB Sektor

Pertanian Tahun 2009-2013 5

4 Potensi Lahan Sawah yang Sesuai dan Tersedia untuk Pengembangan

Komoditas Padi 16

5 Deskripsi Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang

Diharapkan Tiap Tujuan Penelitian 22

6 Jenis dan Jumlah Responden Penelitian 23

7 Skala Dasar Ranking AHP 32

8 Luas Wilayah per Kecamatan Kabupaten Belitung Timur 35 9 Penyebaran Tekstur Tanah Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung

Timur 37

10 Karakteristik DAS di Kabupaten Belitung Timur 37

11 Alokasi Penggunaan Lahan Berdasarkan RTRW Kabupaten Belitung

Timur Tahun 2014-2034 38

12 Komposisi Penduduk Kabupaten Belitung Timur Menurut Jenis

Kelamin Tahun 2013 39

13 Komposisi Penduduk Kabupaten Belitung Timur Berdasarkan

Pendidikan Tahun 2013 40

14 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2013 40 15 Gambaran PDRB Kabupaten Belitung Timur dari Tahun 2009-2013 41 16 Areal Potensi Pengembangan Padi pada Tutupan Lahan Eksisting

Tahun 2013 di Kabupaten Belitung Timur 45

17 Nilai LQ Luas Pertanaman Tanaman Pangan Kabupaten Belitung

Timur Tahun 2013 47

18 Nilai SSA Luas Pertanaman Tanaman Pangan Kabupaten Belitung

Timur Tahun 2011 dan 2013 47

19 Keunggulan Komparatif Tiap Kecamatan di Kabupaten Belitung Timur Berdasarkan Nilai LQ Luas Pertanaman Tanaman Pangan Tahun 2013 48 20 Variabel Penentu Tipologi Kecamatan Berdasarkan Tingkat

Perkembangan Wilayah untuk Pengembangan Komoditas Padi 50

21 NilaiEigenvaluesdanVarianceKumulatif 51

22 NilaiFactor LoadingsVariabel Penentu Tipologi Kecamatan 52 23 Kategori Variabel Penciri pada Masing-Masing Tipologi Berdasarkan

Perkembangan Kecamatan Berbasis Komoditas Padi 54 24 Tipologi Kecamatan Berdasarkan Tingkat Perkembangan Wilayah

(16)

1 Kontribusi sektor primer terhadap pembentukan PDRB Kabupaten

Belitung Timur Tahun 2009-2013 4

2 Kerangka pemikiran penelitian 9

3 Diagram Alir Tahapan Penelitian 24

4 Diagram Alir Analisis Kesesuaian Lahan Padi 25

5 Proses Pemilihan Arahan Prioritas Pengembangan Padi dengan

AHP-TOPSIS 31

6 Peta Administrasi Kabupaten Belitung Timur 36

7 Peta Kelas Ketersediaan ahan Komoditas Padi di Kabupaten Belitung

Timur 43

8 Peta Wilayah yang Sesuai dan Berpotensi untuk Pengembangan

Komoditas Padi 44

9 Peta Kecamatan Basis/Nonbasis Bagi Komoditas Padi Sawah/Ladang

di Kabupaten Belitung Timur Tahun 2013 49

10 Scree plot eigenvalues 51

11 Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Wilayah Berdasarkan

Komoditas padi 55

12 Peta Tipologi Kecamatan Berdasarkan Komoditas Padi di Kabupaten

Belitung Timur 56

13 Grafik Ranking of Alternatives Kecamatan Prioritas Pengembangan

Komoditas Padi Berdasarkan Analisis TOPSIS 63

14 Peta Arahan Lokasi Pengembangan Komoditas Padi di Kabupaten

Belitung Timur 64

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria Kesesuaian Lahan Padi Sawah yang Digunakan dalam

Evaluasi 73

2 Peta Satuan Lahan (Land Unit) Kabupaten Belitung Timur 74 3 Peta Tutupan Lahan (Land Cover) Kab. Belitung Timur Tahun 2013 75 4 Peta Pola Ruang dalam RTRW Kabupaten Belitung Timur Tahun

2013-2034 76

5 Data Luas Pertanaman Tanaman Pangan Kabupaten Belitung Timur 77 6 Data Variabel Penentu Tipologi Kecamatan Berbasis Komoditas Padi di

Kabupaten Belitung Timur Menurut Kecamatan Tahun 2013 78 7 AnalisisLand RentMasing-Masing Tipologi Kecamatan 79 8 Kuesioner untukInputData pada Metode AHP-TOPSIS 82 9 Matriks Perbandingan Berpasangan dari Rata-Rata Geometrik Berbagai

(17)

Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Menurut Ariani dan Rachman (2003), ketahanan pangan merupakan ketersedian pangan dengan jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga yang terjangkau dan aman untuk dikonsumsi masyarakat sepanjang waktu. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa ketahanan pangan memiliki tiga subsistem yaitu ketersediaan, konsumsi, dan distribusi pangan.

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap orang. Penyediaan pangan yang cukup, beragam, bergizi, seimbang dan aman, baik secara kualitas maupun kuantitas merupakan pondasi yang sangat penting dalam pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan. Begitu pentingnya arti dan kedudukan pangan dalam segala aspek kehidupan manusia memberikan konsekuensi bahwa ketersediaan pangan mutlak diperlukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan maka ketahanan pangan menjadi urusan wajib yang harus diselengarakan oleh pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Bahkan lebih tegas lagi bahwa kemandirian dan kedaulatan pangan di suatu daerah merupakan tanggung jawab yang harus dipenuhi dan diselenggarakan.

Salah satu paradigma baru pembangunan pangan setelah diberlakukannya otonomi daerah adalah penyediaan pangan yang semula sentralistik menjadi desentralistik dengan pertimbangan yang lebih komprehensif, sehingga tujuan-tujuan pemantapan ketahanan pangan dan perbaikan gizi masyarakat lebih terakomodasi. Perwujudan kemandirian pangan pada era otonomi daerah saat ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat di daerah. Hal ini mengisyaratkan bahwa kebutuhan pangan sejauh mungkin harus dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, dengan mengandalkan keunggulan sumber daya, budaya dan selera masing-masing daerah yang beragam. Untuk mencapai hal tersebut perlu diselenggarakan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan, baik bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengonsumsi. Sistem pangan tersebut antara lain mencakup ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan perdagangan pangan, serta konsumsi pangan.

(18)

Angka ini tergolong tinggi dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang hanya 65-70 kg/kapita/tahun.

Menurut Widiatmaka et al. (2013), hingga saat ini salah satu permasalahan utama dalam penyediaan pangan di Indonesia adalah tingginya ketegantungan terhadap produksi padi di pulau Jawa. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2013 produksi padi nasional mencapai 67.391.608 ton dengan luas panen 12.672.003 hektar. Akan tetapi, pemanenan padi di pulau Jawa mencapai 6.034.176 hektar atau 47,62% dari total luas panen padi nasional. Untuk produksi padi, pulau Jawa mampu menyumbang sebesar 52,86% padahal luas pulau Jawa hanya 7% dari luas daratan nasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan nasional tergantung pada pulau Jawa. Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan penting, yaitu: (1) Luas tanam padi di pulau Jawa masih lebih dominan daripada pulau lain; dan (2) Produktivitas padi di pulau Jawa masih tertinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Komposisi penyediaan pangan nasional pada tahun 2013 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Penyediaan Padi Nasional Tahun 2013

Wilayah Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rataan Produktivitas (ton/ha)

Pulau Jawa 6.034.176 35.621.053 5,90

Luar Pulau Jawa 6.637.827 31.770.555 4,79

Jumlah 12.672.003 67.391.608 5,32

Sumber : BPS (2014)

Kabupaten Belitung Timur, dengan sumberdaya wilayah daratan seluas 2.506,90 km2atau 250.690 ha, memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian. Produksi padi di Kabupaten Belitung Timur tertinggi kedua di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung setelah Kabupaten Bangka Selatan. Meskipun demikian, hingga saat ini sebagian besar kebutuhan pangan khususnya beras di Kabupaten Belitung Timur masih didatangkan dari luar daerah. Hal ini dikarenakan produksi pangannya tidak mampu mengimbangi tingginya konsumsi pangan pokok. Oleh karena itu, pembangunan sektor pertanian khususnya tanaman pangan harus menjadi perhatian pemerintah daerah sebagai upaya mengurangi ketergantungan perekonomian daerah pada sektor pertambangan, ketergantungan impor pangan dari luar daerah, serta untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(19)

Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat suplai bahan pangan Kabupaten Belitung Timur yang merupakan wilayah kepulauan berasal dari luar menggunakan transportasi laut, sehingga apabila cuaca buruk pasokan terhambat dan dikhawatirkan mengakibatkan kerawanan pangan baik transien maupun kronis. Pada Tabel 2 disajikan proyeksi kebutuhan beras di Kabupaten Belitung Timur selama 25 tahun (dari tahun 2008 sampai dengan 2032).

Tabel 2. Proyeksi Kebutuhan Beras Kabupaten Belitung Timur Tahun 2008-2032

No Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa)

Kebutuhan Beras (kg/tahun)

1 2008 107.499 11.175.596

2 2009 108.125 11.240.675

3 2010 110.315 11.468.347

4 2011 113.315 11.780.227

5 2012 116.356 12.096.370

6 2013 118.263 12.294.621

7 2014 121.252 12.605.358

8 2015 123.243 12.812.388

9 2016 125.657 13.063.288

10 2017 128.070 13.314.188

11 2018 130.484 13.565.089

12 2019 132.897 13.815.989

13 2020 135.311 14.066.889

14 2021 137.724 14.317.789

15 2022 140.137 14.568.689

16 2023 142.551 14.819.589

17 2024 144.964 15.070.490

18 2025 147.378 15.321.390

19 2026 149.791 15.572.290

20 2027 152.205 15.823.190

21 2028 154.618 16.074.090

22 2029 157.031 16.324.991

23 2030 159.445 16.575.891

24 2031 161.858 16.826.791

25 2032 164.272 17.077.691

Sumber : Bappeda Kabupaten Belitung Timur (2014)

(20)

pewilayahan kecamatan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas padi sangat diperlukan sebagai dasar penyusunan kebijakan prioritas pembangunan sehingga pembangunan untuk mencapai tujuan meningkatkan kondisi kemandirian pangan serta mengembangkan perekonomian wilayah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan arahan pengembangan komoditas padi berdasarkan tingkat kesesuaian dan potensi lahan terkini (up to date) berbasis kecamatan di Kabupaten Belitung Timur. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi perbaikan terhadap kebijakan umum ketahanan pangan (KUKP) di Kabupaten Belitung Timur, khususnya untuk subsistem ketersediaan sebagai cerminan kemandirian pangan.

Perumusan Masalah

Kabupaten Belitung Timur memiliki potensi yang cukup besar di bidang pertanian. Pertanian dalam struktur perekonomian Kabupaten Belitung Timur merupakan salah satu sektor primer pembentuk PDRB, selain sektor pertambangan dan penggalian, yang pada tahun 2013 mencapai jumlah Rp. 3.506.738 juta. Sektor pertanian merupakan kontributor terbesar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Belitung Timur di tahun 2013 dengan kontribusi 25,56 persen. Sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi 13,75 persen. Pada tahun 2013 sektor pertanian mampu tumbuh 5,36 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian laju pertumbuhannya 1,15 persen. Kontribusi sektor primer terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Belitung Timur tahun 2009-2013 disajikan pada Gambar 1.

-5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

2009

2010

2011

2012

2013

%

Tahun

1. PERTANIAN

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

(21)

Dalam sektor pertanian, subsektor tanaman pangan merupakan kontributor terbesar ketiga setelah perikanan dan perkebunan dalam struktur PDRB Kabupaten Belitung Timur tahun 2009-2013. Distribusi persentase PDRB Kabupaten Belitung Timur atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2009-2013 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Belitung Timur Atas Dasar Harga Berlaku Sektor Pertanian Tahun 2009-2013.

Lapangan Usaha

Persentase Kontribusi terhadap PDRB (%)

2009 2010 2011 2012 2013

Pertanian 26,91 26,92 25,86 25,58 25,56

a. Tanaman Pangan 2,45 2,41 2,43 2,42 2,44

b. Tanaman Perkebunan 3,63 3,63 3,51 3,52 3,59

c. Peternakan dan hasil-hasilnya 0,69 0,67 0,67 0,66 0,67

d. Kehutanan 0,53 0,50 0,46 0,46 0,45

e. Perikanan 19,60 19,71 18,79 18,52 18,39

Sumber : Bappeda Kabupaten Belitung Timur (2014)

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka seharusnya pembangunan perekonomian di Kabupaten Belitung Timur diutamakan di wilayah perdesaan guna meningkatkan kesejahteraan petani. Berbagai program pembangunan sektor pertanian dengan komoditas padi di Kabupaten Belitung Timur harus mendapatkan prioritas. Hal ini selain dapat meningkatkan kemandirian pangan daerah, juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang pada akhirnya berperan dalam mengembangkan perekonomian wilayah. Bertitik tolak dari hal ini, maka seharusnya pembangunan perekonomian di Kabupaten Belitung Timur diutamakan di wilayah perdesaan.

Kegiatan pembangunan dalam mendukung pengembangan komoditas padi meningkat di Kabupaten Belitung Timur selama beberapa tahun belakangan ini. Bukti nyata keseriusan pemerintah daerah terlihat dari meningkatnya penyediaan sarana prasarana maupun perluasan areal tanam padi melalui kegiatan pencetakan sawah. Akan tetapi kegiatan ini belum dapat dilakukan secara optimal akibat minimnya data dan informasi mengenai kondisi lahan eksisting yang memiliki potensi biofisik sesuai untuk pengembangan padi. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Belum diketahuinya lahan yang berpotensi untuk pengembangan komoditas

padi.

2. Belum diketahuinya wilayah/kecamatan basis bagi komoditas padi berdasarkan keunggulan komperatif dan kompetitif.

3. Belum diketahuinya tipologi wilayah untuk pengembangan pertanaman padi berdasarkan tingkat perkembangan wilayah.

(22)

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan pengembangan wilayah berbasis komoditas padi dalam mendukung kemandirian pangan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Belitung Timur. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi luasan dan sebaran lahan terkini yang berpotensi untuk pengembangan komoditas padi.

2. Mengetahui kecamatan yang menjadi sentra produksi komoditas padi berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif.

3. Mengetahui tipologi wilayah kecamatan untuk pengembangan komoditas padi berdasarkan tingkat perkembangan wilayah.

4. Mengetahui pendapatan bersih per hektar yang diterima petani dalam usahatani padi selama satu tahun (land rent).

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Belitung Timur dalam pengembangan komoditas padi demi meningkatkan kemandirian pangan daerah.

2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Belitung Timur dalam revisi RTRW Kabupaten dan Perencanaan Tata Guna Lahan.

3. Sebagai bahan masukan bagi para pihak demi terwujudnya kemandirian pangan di Kabupaten Belitung Timur.

Kerangka Pemikiran

Subsektor tanaman pangan khususnya padi memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, yaitu dalam hal mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Badan Pusat Statistik memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 mencapai 255.461.700 jiwa. Kebutuhan pangan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun demikian, tidak semua kebutuhan pangan dapat dipenuhi karena kapasitas produksi dan distribusi pangan cenderung menurun atau semakin terbatas. Hal ini yang mengakibatkan ketidakstabilan pangan yang terjadi secara nasional setelah Indonesia mampu berswasembada beras di tahun 1984.

(23)

selama ini masih tergantung terhadap pasokan dari pulau Jawa. Selain itu, peranan subsektor tanaman pangan telah terbukti secara empiris mampu bertahan baik ketika kondisi ekonomi normal maupun krisis.

Peranan subsektor tanaman pangan khususnya komoditas padi sangat penting dan strategis dalam mewujudkan kemandirian pangan dan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Belitung Timur. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui basis wilayah kecamatan untuk pengembangan komoditas padi. Setiap wilayah kecamatan memiliki karakteristik sumberdaya alam, sumberdaya buatan, sumberdaya manusia, dan sumberdaya sosial yang berbeda termasuk aspek spasial. Pewilayahan pengembangan komoditas padi didasarkan pada potensi wilayah yang mengacu pada tiga aspek yaitu spasial, biofisik, dan sosial ekonomi. Aspek spasial yang dimaksud adalah bahwa lahan yang potensial untuk pengembangan komoditas padi adalah lahan yang sesuai secara biofisik serta tidak bertentangan dengan RTRW maupun kawasan hutan sebagai bagian dari perlindungan fungsi ekosistem. Aspek sosial ekonomi menyangkut input maupun sarana prasarana produksi untuk pertanian padi.

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Evaluasi kelas kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan karakteristik lahan dan kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan untuk jenis tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Untuk mengetahui areal yang sesuai dan berpotensi pengembangan komoditas padi berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan dapat dilakukan dengan cara overlay (tumpang tindih) peta administrasi skala 1:100.000, peta pola ruang RTRW yang telah dintegrasikan dengan peta kawasan hutan skala 1:50.000 dan peta tutupan lahan (land cover) skala 1:100.000. Hasil overlay merupakan peta ketersediaan lahan untuk pengembangan komoditas padi skala 1:100.000. Untuk mengetahui areal yang sesuai dan berpotensi pengembangan komoditas padi maka dilakukan evaluasi kesesuaian lahan pada peta ketersediaan lahan tersebut. Peta ketersediaan lahan skala 1:100.000 dioverlay dengan peta topografi/kelas lereng skala 1:50.000, peta jenis tanah skala 1:250.000 serta peta curah hujan Kabupaten Belitung Timur. Proses evaluasi didasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk padi sawah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian tahun 2011 menggunakan analisis kesesuaian lahan metode FAO (1976). Hasil overlay berupa peta kelas kesesuaian lahan dan berpotensi pengembangan padi di Kabupaten Belitung Timur skala 1:250.000.

Untuk mengetahui kecamatan basis bagi komoditas padi dilakukan dengan teknik analisis LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis) yang menunjukkan pemusatan suatu komoditas maupuntrendpertumbuhannya. Dalam analisis LQ dan SSA digunakan data luas pertanaman tanaman pangan selama dua titik tahun terakhir dengan ketentuan bila nilai LQ>1 dan SSA(+) untuk komoditas padi di suatu kecamatan maka kecamatan tersebut merupakan basis bagi komoditas padi atau sebaliknya bila nilai LQ<1 dan SSA(-) maka kecamatan tersebut merupakan nonbasis bagi komoditas padi.

(24)

mempengaruhi kelayakan usahatani. Variabel dasar tersebut dipilih atas pertimbangan kelengkapan data dan kemampuan variabel tersebut dalam menjelaskan keragaman karakteristik wilayah kecamatan.

Selanjutnya semua variabel diseleksi berdasarkan analisis komponen utama (principal component analysis/PCA). Analisis PCA dilakukan untuk mereduksi variabel sehingga variabel yang terpilih tidak memiliki korelasi antar satu dengan yang lain atau tidak terjadi multikolinieritas. Hasil analisis PCA merupakan indeks komposit karakteristik wilayah yang merupakan variabel baru yang terdiri dari komponen utama dalam penentuan perkembangan wilayah untuk pengembangan komoditas padi pada wilayah kecamatan. Indeks komposit hasil analisis PCA seterusnya digunakan untuk analisis pewilayahan/tipologi wilayah (Cluster Analysis). Tipologi wilayah yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga berdasarkan faktor-faktor utama luas areal potensial, produksi, ketersediaan sarana dan prasarana serta kelembagaan. Kategori tersebut yaitu (1) kawasan pertumbuhan untuk pengembangan padi; (2) kawasan pengembangan untuk pengembangan padi; dan (3) kawasan pemantapan untuk pengembangan padi. Pengkategorian tersebut didasarkan pada kriteria kawasan tanaman pangan sebagaimana tertuang dalam Permentan nomor 50 tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian.

Setelah itu dilakukan analisis finansial berupa nilai land rent terhadap parameter rataan penerimaan bersih petani per hektar per tahun. Nilai rataan ini merupakanland rentsuatu lahan untuk komoditas padi. Analisis finansial dengan pendekatan land rent digunakan karena mampu menggambarkan nilai maupun manfaat suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Adapun data yang digunakan dalam perhitungan land rent berasal dari hasil survei terhadap responden yang merupakan representasi dari masing-masing tipologi wilayah. Hasil analisis land rent menghasilkan suatu wilayah pengembangan padi dengan karakteristik tertentu yang membedakannya dengan wilayah lain.

Kemudian dilakukan analisis berbasis Multicriteria Decision Making (MCDM) menggunakan metode TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution). Pembobotan dalam metode TOPSIS menggunakan metode AHP. Kriteria yang dihasilkan dari analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan, LQ dan SSA, tipologi wilayah, serta land rent ditetapkan sebagai input dalam melakukan analisis berbasis MCDM menggunakan metode TOPSIS. Metode TOPSIS merupakan pendekatan pengambilan keputusan multikriteria (MCDM) yang dilakukan dengan konsep pemilihan alternatif terbaik berdasarkan jarak terdekat dari solusi ideal positif dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif. Solusi ideal positif adalah nilai maksimal yang dapat dicapai untuk kriteria keuntungan dan nilai minimal untuk kriteria biaya, sedangkan solusi ideal negatif adalah nilai maksimal yang dapat dicapai untuk kriteria biaya dan nilai minimal untuk kriteria keuntungan. Selain itu, nilai preferensi tertinggi dari suatu alternatif juga menjadi dasar untuk memilih alternatif terbaik (Kusumadewiet al.2006).

(25)

Ruang Lingkup Penelitian

Ketahanan pangan terdiri dari subsistem ketersediaan, konsumsi, dan distribusi pangan. Subsistem ketersediaan terkait dengan tersedianya pangan di suatu wilayah untuk dikonsumsi. Subsistem konsumsi menyangkut gizi pangan yang menentukan kualitas untuk hidup sehat, aktif dan produktif, sedangkan distribusi pangan terkait dengan akses baik fisik maupun ekonomi dalam pemenuhan pangan. Oleh karena itu, membahas ketahanan pangan secara komprehensif dan holistik seharusnya menyangkut ketiga subsistem tersebut dan melibatkan multisektoral yang kompleks.

Berdasarkan pertimbangan di atas maka pembahasan ketahanan pangan dalam penelitian ini dibatasi pada subsistem ketersediaan yang dapat mengindikasikan kemandirian pangan. Analisis dan arahan pengembangan komoditas padi yang akan dipaparkan bertujuan untuk menciptakan kemandirian pangan pokok (beras) di Kabupaten Belitung Timur dengan pertimbangan aspek spasial, biofisik, dan sosial ekonomi.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Aspek sosial

Analisis kesesuaian lahan kriteria BBSDLP (2011)

Analisis MCDM metode AHP-TOPSIS

Analisis

land rent

Analisis LQ/SSA

Analisis PCACA

Kecamatan basis padi

Alternatif arahan kebijakan pengembangan

padi di Kab. Belitung Timur Potensi wilayah

kecamatan

Aspek biofisik

Lahan yang sesuai dan berpotensi pengembangan padi berdasarkan aspek biofisik dan

ketersediaan lahan

Aspek ekonomi

Tipologi wilayah Analisis ketersediaan

(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Padi

Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk golongan tumbuhan Gramineae, yang mana ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Tanaman padi bersifat merumpun artinya tanamannya memiliki anakan yang banyak. Bibit yang hanya sebatang saja dalam waktu dekat akan memiliki anakan 20-30 lebih anakan atau tunas baru (Siregar, 1981).

Sistematika tanaman padi menurut Siregar (1981) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Oryza

Spesies :Oryza sativaL.

Padi adalah komoditas utama yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan pokok karbohidrat bagi masyarakat Indonesia. Komoditas padi memiliki peranan pokok sebagai pemenuhan pangan utama yang setiap tahunnya meningkat sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk yang cenderung meningkat. Selain itu permintaan padi sebagai bahan baku industri juga meningkat seiring dengan tumbuhnya sektor industri (Yusuf dan Harnowo, 2010).

Umur tanaman padi mulai dari benih hingga panen kurang lebih empat bulan. Selama masa tersebut petani harus menunggu sambil merawat tanamannya sedemikian rupa sesuai dengan anjuran teknologi yang direkomendasikan atau sesuai dengan teknologi yang mampu diserap oleh petani. Selain penerapan teknologi perlu juga diperhatikan faktor cuaca, ketersediaan air dan lain-lain karena faktor tersebut akan berpengaruh terhadap produksi yang akan diterima petani (Sugeng, 2001).

Secara ekologis, tanaman padi dapat tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis pada 450LU sampai dengan 450LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan rata-rata empat bulan. Rata-rata curah hujan terbaik untuk tanaman padi adalah 200 mm/bulan atau sekitar 1500-2000 mm/tahun. Tanaman padi dapat hidup di daerah yang bercuaca panas dan banyak mengandung uap air. Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dengan kelembaban yang tinggi pada masa pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang akan mengakibatkan gabah menjadi hampa. Ini terjadi karena disebabkan tidak membukanya bakal biji. Demikian juga temperatur yang rendah akan menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991dalamAzisa, 2008).

(27)

merupakan suhu yang sesuai bagi tanaman padi khususnya di daerah tropika. Suhu udara dan intensitas cahaya di lingkungan sekitar tanaman berkorelasi positif dalam proses fotosintesis, yang merupakan proses pemasakan oleh tanaman untuk pertumbuhan tanaman dan produksi buah atau biji (AAK, 1990).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan padi adalah tanah sawah yang memiliki kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dan diperlukan air dengan kandungan yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan ketebalan lapisan atasnya 18-22 cm dan pH 4,0-7,0. Tidak semua jenis tanah cocok untuk areal persawahan. Hal ini disebabkan tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan genangan air. Padahal dalam areal persawahan, lahan harus tetap tergenang oleh air agar kebutuhan air tanaman terpenuhi sepanjang musim tanam. Berdasarkan penjelasan tersebut maka tanah dengan kandungan pasir yang tinggi kurang cocok untuk lahan persawahan karena sulit menahan air. Sebaliknya tanah yang sulit dilewati oleh air yaitu tanah dengan kandungan kandungan lempung yang tinggi sangat cocok untuk dijadikan lahan persawahan (Suprayono dan Setyono, 1994).

Padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur. Pada padi sawah penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Akibat proses penggenangan maka tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus (Surowinoto, 2001).

Interaksi antara tanaman dengan lingkungannya merupakan salah satu syarat bagi peningkatan produksi padi. Iklim dan cuaca merupakan lingkungan fisik esensial bagi produktivitas tanaman yang sulit dimodifikasi sehingga secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Di Indonesia faktor curah hujan dan kelembaban udara merupakan parameter iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan khususnya tanaman padi (Suparyono dan Setyono, 1994).

Produktivitas tanaman padi juga bervariasi di Indonesia. Menurut catatan BPS (2014) pada tahun 2013 rata-rata produktivitas padi di pulau Jawa sebesar 5,90 ton/ha, sedangkan di luar pulau Jawa sebesar 4,79 ton/ha. Produktivitas padi biasanya dipengaruhi oleh kondisi lahan dengan berbagai persyaratan untuk pertumbuhan optimum tanaman, intensitas pertanian maupun kondisi biofisik lainnya.

Ketahanan Pangan

(28)

Indonesia memperoleh penghargaan dari FAO (Food and Agriculture Organization) di Roma karena telah mampu mewujudkan ketahanan pangannya yang diindikasikan dengan swasembada pangan (Irawanet al. 1999).

Pengertian ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sesuai dengan permasalahan dan tantangan. Setelah krisis pangan berlalu swasembada pangan sudah tidak lagi menjadi satu-satunya indikator ketahanan pangan suatu Negara. Hal ini terkait dengan bukti empiris bahwa kondisi Negara-negara yang telah mencapai swasembada seperti Korea (1976), Filipina (1977), dan Indonesia (1984) masih belum menjamin tingkat pemenuhan pangan ke seluruh rakyat di Negara tersebut terutama bagi kelompok rakyat miskin. Selain itu kekurangan pangan juga diindikasikan dengan mengalirnya impor pangan akibat dampak cuaca buruk, gangguan produksi pangan, bencana alam, serangan hama dan penyakit serta konversi lahan (Irawan, 2005).

Konsep ketahanan pangan yang disepakati secara Internasional dalam World Conference on Human Right 1993 dan World Food Summit 1996 sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi setiap individu baik dalam jumlah maupun mutu agar dapat hidup aktif dan sehat secara berkesinambungan sesuai dengan budaya setempat. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan nerupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Lebih jauh lagi bahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 menegaskan tentang kedaulatan dan kemandirian pangan yang merupakan kewajiban pemerintah yang harus diselenggarakan. Meskipun sebenarnya ketahanan pangan di suatu wilayah dan rumah tangga bersifat multidimensional, ditentukan oleh berbagai faktor dan melibatkan berbagai sektor dan perwujudan ketahanan pangan tersebut harus bersifat holistik dan melibatkan stakeholedersterkait.

Menurut Krisnamurthi (2008) kedaulatan pangan adalah hak manusia, komunitas dan Negara untuk mendefinisikan pangan yang sesuai secara ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya mereka. Esensi dari kedaulatan pangan ini diharapkan tidak ada ketergantungan dengan pihak lain, tetapi ada kemampuan untuk produksi sendiri, kemampuan untuk mengelola konsumsi dan kemampuan untuk mengelola transaksi jual beli. Dalam hal ini harga, stok, pertumbuhan produksi, dan pertumbuhan konsumsi adalah indikator yang menjadi program aksi.

(29)

merupakan agregasi dari ketahanan pangan di tingkat rumah tangga maupun individu.

Ketahanan pangan merupakan salah satu program nasional sejak satu dasawarsa terakhir. Hal ini juga terkait dengan komitmen Indonesia dalam program MDGs (Millenium Development Goals). Dalam MDGs tersebut menuntut kewajiban bagi setiap Negara yang telah berkomitmen untuk mampu menurunkan tingkat kemiskinan dan kelaparan setengah dari kondisi di tahun 1990 pada tahun 2015 (Saragih, 2008).

Sumberdaya Lahan Pertanian dan Pengembangan Komoditas Padi

Sumberdaya lahan (land recources) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan juga mengandung pengertian ruang atau tempat. Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya lahan diperlukan dalam setiap kegiatan manusia. Penggunaan sumberdaya lahan khususnya untuk aktifitas pertanian pada umumnya ditentukan oleh kemampuan lahan atau kesesuaian lahan (Sitorus, 2004).

Alih fungsi atau konversi lahan di pulau Jawa yang terus bertambah berimplikasi pada berkurangnya kapasitas produksi sehingga mengancam penyediaan dan ketahanan pangan nasional. Selain itu juga menimbulkan masalah ketenagakerjaan di bidang pertanian, hilangnya aset pertanian yang telah dibangun dengan biaya mahal dan hilangnya sistem kelembagaan sosial yang telah terbentuk. Berkurangnya luas baku sawah akibat konversi menjadi salah satu penyebab rendahnya produksi padi sejak tahun 1990-an. Proses marginalisasi lahan pertanian rakyat ini merupakan faktor penghambat dalam upaya menghapus kemiskinan absolut di wilayah perdesaan di Indonesia. Masalah konversi lahan ini merupakan ancaman serius terhadap pembangunan nasional khususnya dalam pemantapan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan (Rustiadi dan Wafda, 2005).

Krisis sumberdaya lahan berpengaruh terhadap ketahanan pangan. Menurut Krisnamurthi (2008) pengaruh krisis sumberdaya lahan terhadap ketahanan pangan adalah:

1. Perubahan penggunaan lahan dari lahan basah yang meloloskan air (permeable) menjadi pemukiman dan industri yang cenderung tidak meloloskan air (impermeable) pada akhirnya meningkatkan laju erosi dan kerusakan lingkungan lainnya.

2. Rendahnya penambahan air tanah menyebabkan menurunnya pasokan air di musim kemarau, sementara itu kebutuhan air irigasi di musim kemarau justru meningkat.

3. Penurunan pasokan air berimplikasi pada menurunnya luas daerah layanan irigasi dan intensitas tanam, meningkatnya resiko kekeringan dan penurunan produksi pangan.

4. Penurunan produksi pangan memicu meningkatnya harga pangan.

(30)

penggunaan benih varietas unggul baru (VUB) serta ekstensifikasi melalui perluasan areal tanam dan efisiensi pascapanen. Varietas unggul merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman maupun toleransi dan/atau ketahanannya terhadap cekaman biotik dan abiotik.

Hasil penelitian Suhendrata (2010) menunjukkan bahwa varietas/galur padi unggul sangat genjah ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi pada lahan sawah yang ditanam pada musim kering sebagai dampak dari anomali iklim. Produktivitas varietas unggul Inpari 1 dan Silugonggo yang ditanam pada musim kemarau (Juni-Oktober 2009) di Kabupaten Sragen memiliki produktivitas bertutur-turut sebsar 9,2 ton/ha GKG dan 9,3 ton/ha GKG. Sementara itu, hasil kajian Pertiwi et al. (2009) terhadap sawah bukaan baru di Provinsi Bangka Belitung menunjukkan bahwa lima varietas unggul baru yaitu Mekongga, Pepe, Conde, Aek Sibundong, dan Cibogo memliki produktivitas rata-rata 3,74 ton/ha GKG dibandingkan varietas kontrol ciherang yang hanya menghasilkan 2,98 ton/ha GKG.

Selain itu, kebijakan ekstensifikasi juga merupakan alternatif yang dapat dijadikan solusi melalui pengembangan komoditas padi pada lahan gambut, lahan pasang surut, dan lahan rawa/lebak atau lahan lain yang memungkinkan untuk budidaya komoditas padi. Mario (2000) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa lahan gambut masih dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebutuhan lahan bagi peningkatan produksi padi sawah dengan pemberian zeolit dan fosfat alam secara nyata karena dapat meningkatkan rata-rata jumlah anakan, berat kering tajuk, jumlah bulir per malai serta gabah kering giling (GKG).

Menurut Ar-Riza (2006) bahwa pengembangan komoditas padi di lahan lebak dapat dilakukan dengan penataan lahan sesuai dengan tipologinya disertai dengan pengaturan sistem tata air. Hasil kajian menunjukkan bahwa produktivitas padi pada lahan lebak di Lampung sebesar 3,0 ton/ha dengan sistem pertanaman dua kali setahun, sedangkan di Kalimantan Barat sebesar 2,5 ton/ha dengan sistem pertanaman sekali. Menurut Susilawati (2013) bahwa telah terjadi peningkatan produktivitas dan efisiensi usahatani padi sistem ratun di lahan pasang surut. Beberapa varietas unggul yang telah diuji seperti Rokan, Mekongga, Fatmawati, IPB106-F-7-1 dapat menghasilkan ratun antara 40%-60% dari tanaman utama sehingga teknologi ini layak digunakan.

Kesesuaian Lahan dan Areal yang Berpotensi untuk Pengembangan Komoditas Padi

(31)

Selanjutnya Ritung et al. (2011) juga mengemukakan bahwa struktur klasifikasi kesesuaian lahan pada dasarnya mengacu pada Framework of Land Evaluation (FAO, 1976) dengan menggunakan empat kategori yaitu ordo, kelas, sub kelas dan unit. Lebih jauh lagi menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) bahwa pada tingkat ordo lahan hanya dikategorikan kedalam ordo S (suitable) artinya sesuai dan N (not suitable) artinya tidak sesuai. Pada tingkat kelas merupakan pembagian lebih lanjut dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang ditulis di belakang ordo tersebut dan menunjukkan tingkat kelas yang makin jelek bila makin tinggi nomornya.

Pembagian kesesuaian lahan pada tingkat kelas adalah S1 (sangat sesuai), artinya lahan tidak memiliki faktor pembatas yang berarti terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Kelas S2 (cukup sesuai), artinya lahan memiliki faktor pembatas dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya sehingga memerlukan tambahan input dan biasanya pembatas dapat diatasi sendiri oleh petani. S3 (sesuai marginal) artinya lahan memiliki faktor pembatas yang berat dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi sehingga memerlukan intervensi pemerintah atau swasta. Kelas N1 (tidak sesuai saat ini), artinya lahan memiliki pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan di atasi tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. N2 (tidak sesuai selamanya), artinya lahan memiliki pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Kesesuaian lahan pada tingkat sub-kelas mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Misalnya lahan kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) maka ditulis dalam tingkat sub-kelas S2s. Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub-kelas berdasarkan atas besarnya faktor pembatas. Semua unit yang berada dalam satu sub-kelas mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat sub-kelas (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Kesesuaian Lahan pada tingkat unit menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam subkelas yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh terhadap pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai pembatas yang sama pada tingkatan subkelas. Unit yang satu berbeda dengan unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan merupakan pembedaan dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya pembatas tingkat unit, maka akan memudahkan penafsiran secara detil dalam perencanaan usahatani. Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan (Ritunget al.2011).

(32)
[image:32.595.103.484.162.746.2]

lahan sawah untuk pengembangan komoditas padi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Potensi Lahan Sawah yang Sesuai dan Tersedia untuk Pengembangan Komoditas Padi di Indonesia

No Pulau/Provinsi Potensi Lahan Sawah (ha)

Rawa Non Rawa Jumlah

1. NAD 3.660 64.601 68.261

2. Sumatera Utara 6.700 68.800 75.500

3. Riau 46.400 139.700 186.000

4. Sumatera Barat 39.352 70.695 110.047

5. Jambi 40.500 156.600 197.000

6. Sumatera Selatan 195.742 39.650 235.393

7. Bangka Belitung - 25.807 25.807

8. Bengkulu - 22.840 22.840

9. Lampung 22.500 17.500 40.000

Sumatera 354.854 606.193 960.847

10. DKI Jakarta - -

-11. Banten - 1.488 1.488

12. Jawa Barat - 7.477 7.477

13. Jawa Tengah - 1.302 1.302

14. DI Yogyakarta - -

-15. Jawa Timur - 4.156 4.156

Jawa - 14.393 14.393

16. Bali - 14.093 14.093

17. Nusa Tenggara Barat - 6.247 6.247

18. Nusa Tenggara

Timur

- 28.583 28.583

Bali dan Nusa Tenggara - 48.922 48.922

19. Kalimantan Barat 174.279 8.819 183.098

20. Kalimantan Tengah 177.194 469.203 646.397

21. Kalimantan Selatan 211.410 123.271 334.681

22. Kalimantan Timur 167.276 64.487 231.763

Kalimantan 730.160 665.779 1.395.939

23. Sulawesi Utara - 26.367 26.367

24. Gorontalo - 20.257 20.257

25. Sulawesi Tengah - 191.825 191.825

26. Sulawesi Selatan - 63.403 63.403

27. Sulawesi Tenggara - 121.122 121.122

Sulawesi - 422.972 422.972

28. Papua 1.893.366 3.293.634 5.187.000

29. Maluku - 121.680 121.680

30. Maluku Utara - 124.020 124.020

Maluku dan Papua 1.893.366 3.539.334 5.432.700

Indonesia 2.978.380 5.297.593 8.275.773

(33)

Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam Perencanaan dan Pengembangan Komoditas Padi

Menurut Barus dan Wiradisastra (2000) bahwa Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan dalam proses evaluasi lahan untuk penentuan perencanaan wilayah untuk pengembangan suatu komoditas tertentu. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau koordinat geografis. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dengan cara menumpang tindihkan (overlay) berbagai jenis peta seperti peta topografi/lereng, peta curah hujan, peta penutupan lahan, dan peta status lahan sehingga diperoleh peta dengan persyaratan komoditas yang diperlukan. Saat ini SIG dapat dimanfaatkan dalam penyusunan peta arahan lahan sawah untuk pengembangan komoditas padi yang dilakukan dengan cara pengolahan dan penyajian data spasial secara desk study dengan menggabungkan kriteria-kriteria yang dipersyaratkan sehingga memunculkan irisan daerah yang tidak sesuai, agak sesuai, dan sangat sesuai dengan seluruh kriteria (Abdurrachmanet al. 2005).

Selain itu, Sistem Informasi Geografis (SIG) juga dapat digunakan untuk pewilayahan/zonasi agroekologi lahan sawah. Nurwadjedi (2008) mengemukakan bahwa dengan menggunakan SIG, berbagai data baik biofisik, sosial maupun ekonomi untuk pengelolaan sawah berkelanjutan mudah diintegrasikan secara spasial menjadi beberapa zona agroekologi lahan sawah yang memiliki kesamaan tingkat daya dukung, produktivitas potensial, pola tanam dan tingkat tindakan perbaikan lahan. Zona agroekologi lahan sawah yang terdeliniasi dapat digunakan sebagai basis kajian keberlanjutan pertanian lahan sawah dalam rangka mewujudkan sistem pertanian lahan sawah yang mantap secara ekologis, bisa lanjut secara ekonomi, adil, manusiawi dan luwes.

Pemanfaatan SIG juga dapat digunakan dalam pendugaan distribusi air irigasi guna pengembangan komoditas padi. Hasil penelitian di Malaysia yang dilakukan oleh Rowshon et al. (2011) menyatakan bahwa dengan menggunakan indikator Rice Relative Water Supply (RRWS) maka secara spasial dapat diketahui area yang kelebihan maupun kekurangan air irigasi. Wilayah dengan nilai RRWS>1 berarti kelebihan, sebaliknya wilayah dengan RRWS<1 berarti kekurangan air irigasi.

Dalam perencanaan dan pengembangan komoditas padi, Sistem Informasi Geografis (SIG) juga dapat dijadikan sebagai instrumen pengendalian terhadap konversi lahan pertanian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mohammed et al. (2015) di Pulau Balik Negara Bagian Penang Malaysia menunjukkan bahwa telah terjadi konversi lahan pertanian yang signifikan seluas 1.443,49 ha selama dua dekade terakhir yaitu selama kurun waktu tahun 1992-2012.

Pengembangan Wilayah dan Peranan Komoditas Padi dalam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

(34)

wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang bersangkutan (Riyadi, 2002).

Tujuan dari pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Dari sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana, dan pelayanan logistik. Di sisi lain secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap lingkungan (Triutomo, 1999).

Dalam pengembangan wilayah, perlu terlebih dahulu dilakukan perencanaan penggunaan lahan yang strategis yang dapat memberikan keuntungan ekonomi wilayah (strategic landuse development planning). Perencanaan penggunaan lahan yang strategis bagi pembangunan merupakan salah satu kegiatan dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan (Sitorus, 2004). Hal ini penting untuk mengetahui potensi pengembangan wilayah, daya dukung dan manfaat ruang wilayah melalui proses inventarisasi dan penilaian keadaan/kondisi lahan, potensi, dan pembatas-pembatas suatu daerah tertentu (Djakapermana, 2010).

Peranan subsektor tanaman pangan khususnya komoditas padi sangat nyata dalam meningkatkan perekonomian suatu wilayah/Negara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amojelar dan Darwin (2010) menunjukkan bahwa produksi padi lokal sangat berperan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Filipina. Menurutnya pertumbuhan ekonomi Filipina yang diukur dengan Gross National Product (GNP) tumbuh sebesar 2,6-3,6 persen pada tahun 2009. Pertumbuhan tersebut pertama kalinya sejak tahun 1998.

Demikian halnya di Indonesia, Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada beberapa daerah yang merupakan sentra produksi padi nasional maka sumbangan subsektor tanaman pangan terhadap PDRB wilayah masih signifikan. Sebagai contoh Provinsi Jawa Barat, BPS Prov. Jawa Barat (2014) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I tahun 2014 meningkat sebesar 0,80 persen dibandingkan pada triwulan IV tahun 2013 yang diukur dari kenaikan PDRB atas kenaikan harga konstan. Hal ini disebabkan karena dari sisi produksi pertumbuhan tersebut didukung oleh sektor pertanian yang meningkat sebesar 17,91 persen karena mulai adanya masa panen tanaman padi pada triwulan I tahun 2014.

(35)

Hasil Penelitian Terdahulu Terkait Topik Penelitian

Romanna (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengembangan Wilayah Berdasarkan Komoditas Padi di Kabupaten Bengkulu Utara” bertujuan untuk menginventarisasi dan menganalisis pengembangan wilayah untuk perluasan padi berdasarkan pada potensi wilayah yang mengacu pada tiga aspek yaitu aspek spasial yang berhubungan dengan lahan yang diprioritaskan dalam pengembangan wilayah berdasarkan potensi pertanian padi, aspek biofisik yang merupakan lahan yang sesuai secara aktual maupun potensial untuk padi berdasarkan kesesuaian lahan, dan aspek sosial ekonomi yang menyangkut input dalam produksi padi termasuk sarana prasarana sehingga usaha padi dinilai menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara merupakan basis bagi pengembangan komoditi padi (LQ>1) kecuali Kecamatan Padang Jaya.

Ajiet al. (2014) dalam penelitiannya dengan judul“Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Padi dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Kabupaten Jember” bertujuan untuk: (1) Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk mengembangan komoditas padi dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan; (2) Melakukan analisis rumusan alternatif strategi yang tepat untuk pengembangan komoditas padi dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan; (3) Menentukan prioritas strategi yang seharusnya dipilih untuk pengembangan komoditas padi dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan; (4) Memberikan rekomendasi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah pusat/daerah untuk meningkatkan ketahanan pangan. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan alternatif strategi yang dapat dilakukan pemerintah. Analisis

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) berfungsi menentukan pilihan strategi prioritas dalam mengembangkan agribisnis padi di Kabupaten Jember. Alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya: (1) Intensifikasi usahatani padi, (2) Sinergi antara petani, pengusaha dan pemerintah, (3) Penguatan kebijakan pangan daerah yang berpihak kepada petani, (4) Revitalisasi sarana dan prasarana, 5) Diferensiasi produk. Strategi yang menjadi prioritas utama dalam penelitian ini adalah strategi intensifikasi usaha tani padi.

Azisa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Prioritas Pengembangan Wilayah Berdasarkan Potensi Pertanian Padi (Studi Kasus Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan)” bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan lahan padi berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan serta mengetahui tipologi kecamatan berdasarkan tingkat perkembangan wilayah untuk pengembangan padi. Metode analisis yang digunakan adalah analisis kesesuaian lahan menggunakan kriteria LREP II (1994), analisis PCA/CA untuk mengetahui tipologi wilayah dan analisis SWOT untuk merumuskan prioritas kebijakan arahan pengembangan padi.

(36)

kesesuaian dan ketersediaan lahan, dan A’WOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas padi, jagung dan kedelai merupakan komoditas unggulan, sedangkan arahan dan strategi pengembangan yaitu : (a) Mengoptimalkan dan memanfaatkan potensi wilayah/SDA, SDM dan kebijakan pemerintah untuk pengembangan komoditas tanaman pangan; (b) Meningkatkan pola kemitraan antara stakeholders; (c) Meningkatkan kemampuan lembaga penelitian untuk menghasilkan dan mengembangkan teknologi baru; (d) Memanfaatkan posisi strategis wilayah dalam usaha perdagangan ekspor impor produk pertanian.

Salamba et al. (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Komoditas Unggulan dan Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Sulawesi Utara” bertujuan untuk: (1) Menganalisis komoditas unggulan; (2) Menganalisis kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan. Analisis komoditas unggulan dilakukan dengan metode Location Quotient(LQ) danShift Share Analysis (SSA). Evaluasi kesesuaian lahan melalui pendekatan “matching” antara kualitas dan karakteristik lahan dengan kriteria persyaratan tumbuh (land use requirements) dengan menggunakan program Automated Land Evaluation System(ALES).

Faizah dan Santoso (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Arahan

Pengembangan Kawasan Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Sampang” bertujuan untuk merumuskan arahan pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sampang. Penelitian ini menggunakan empat alat analisis antara lain analisisDelphi, analisis kesesuaian lahan, analisis klaster, dan analisis triangulasi. AnalisisDelphidigunakan untuk menentukan faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan pertanian. Analisis kesesuaian lahan dengan metode

overlay digunakan untuk mengidentifikasi kesesuaian lahan pertanian. Analisis klaster untuk mengelompokkan kawasan pertanian berdasarkan faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan pertanian. Analisis triangulasi untuk merumuskan arahan pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan pada masing-masing klaster yang telah ditentukan. Dari hasil analisis didapat faktor penyebab kurang berkembangnya kawasan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sampang antara lain infrastruktur pertanian, SDM, modal, teknologi pertanian, pemasaran, dan minat masyarakat.

(37)

3 BAHAN DAN METODE

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan lokasi penelitian di tujuh wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Belitung Timur. Secara geografis Kabupaten Belitung Timur merupakan wilayah kepulauan terletak antara 107o45’ BT sampai 108o18’ BT dan 02o30’ LS sampai 03o15’ LS dengan luas daratan mencapai 250.690 ha atau kurang lebih 2.506,90 km2 dan terdiri dari 141 buah pulau besar dan kecil dengan batas-batas wilayah Kabupaten Belitung Timur sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan; Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Karimata; Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa; serta Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Belitung.

Adapun pelaksanaan penelitian mulai dari persiapan, pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama enam bulan mulai bulan April sampai September 2015.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara kepada petani padi dan stakeholders terkait. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait. Jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, asumsi yang digunakan serta output yang diharapkan sebagai hasil penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Bahan dan Alat

(38)

Tabel 5. Deskripsi Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis dan Output yang Diharapkan Tiap Tujuan Penelitian

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Data Output yang Diharapkan 1 Mengidentifika si lahan potensial pengembangan padi melalui evaluasi kesesuaian lahan Peta administrasi, peta lereng, peta jenis tanah, peta curah hujan, peta RTRW dan peta tutupan lahan Bappeda Kabupaten Belitung Timur dan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Analisis kesesuaian lahan dengan kriteria BBSDLP tahun 2011 Kelas kesesuaian lahan tanaman padi 2 Mengetahui kecamatan basis padi berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif Data luas pertanaman tanaman pangan Bappeda, BPS, dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Belitung Timur Analisis LQ (Location Quotient)dan SSA (Shift Share Analysis)

[image:38.595.118.549.124.775.2]
(39)

Metode Pengumpulan Data

[image:39.595.130.511.297.505.2]

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data hasil kuesioner dan wawancara yang dilakukan terhadap stakeholders terkait. Data hasil wawancara/kuesioner digunakan untuk menganalisis arahan kebijakan prioritas pengembangan padi di Kabupaten Belitung Timur. Sampel (responden) untuk wawancara dilakukan dengan teknik sampling nonprobabilitas melalui pendekatan purposive sampling dimana sampel (responden) ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian yaitu petani yang benar-benar melakukan usahatani padi untuk analisis land rent dan para pakar yang dianggap ahli/expert untuk pembobotan kriteria pada analisis AHP. Adapun responden yang dipilih dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jenis dan Jumlah Responden Penelitian

No Responden Jumlah Keterangan

1 Unsur Masyarakat 9 orang Ketua kelompok tani di masing-masing tipologi wilayah

2 Unsur Pemerintah Kabupaten/Pusat

4 orang 1 orang Kepala Bappeda, 1 orang Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan, 1 orang Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitung Timur, 1 orang peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

3 Unsur Swasta/LSM 1 orang Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Belitung Timur

Data sekunder yang digunakan meliputi data spasial berupa peta, data potensi desa/wilayah untuk pengembangan komoditas padi, data luas pertanaman tanaman pangan dapat diperoleh dari dinas/instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Belitung Timur, Badan Pusat Statistik, Bappeda Kabupaten Belitung Timur, dan Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian Kementerian Pertanian RI.

Metode Analisis Data

(40)

Gambar

Tabel 2. Proyeksi Kebutuhan Beras Kabupaten Belitung Timur Tahun 2008-2032
Gambar 1. Kontribusi Sektor Primer terhadap Pembentukan PDRB Kabupaten
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 4. Potensi Lahan Sawah yang Sesuai dan Tersedia untuk PengembanganKomoditas Padi di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penonton tidak hanya di sajikan cerita dengan dramatik serta adegan yang kuat di film televisi “Jalan Pulang” namun diberikan pengalaman menonton yang berbeda dari segi visual

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai hasil belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Tamalatea kab.Jeneponto tahun ajaran

Penulis berharap agar hasil dari penelitian ini dapat menambah pemahaman dalam memperkaya pengetahuan yang berhubungan tentang sejauh mana pengaruh profitabilitas,

20 - 28 %:lla viljelypinta-alasta typpitase oli vuosina 2007 - 2009 pienempi kuin 0 kg/ha eli pellolta poistui sadon mukana enemmän ravinteita kuin sinne lannoitteiden mukana

Berdasarkan beberapa konsep di muka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah perencanaan dan pengelolaan pembelajaran, meliputi tujuan, materi ajar,

Komponen yang dipasang di dalam panel kontrol adalah : kontaktor magnet, pengaman instalasi dan pengaman motor (beban). Sedangkan bagian yang dipasang diluar panel

Dari hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan joyful learning melalui metode mind map maka diperoleh hasil belajar berpikir kreatif kelas eksperimen lebih tinggi

Tugas Akhir ini akan membuat gambar atau foto dari karya seni yang dianggap sebagai karya yang memiliki nilai dan kualitas yang sangat tinggi dari seniman-seniman