• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Salinitas Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Sistem Resirkulasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Salinitas Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Sistem Resirkulasi"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN SALINITAS OPTIMUM UNTUK PERTUMBUHAN

BENIH KEPITING BAKAU Scylla serrata

DALAM SISTEM RESIRKULASI

MAFATIH DEVI SAFRINA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penentuan Salinitas Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Sistem Resirkulasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MAFATIH DEVI SAFRINA. Penentuan Salinitas Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh YUNI PUJI HASTUTI dan RIDWAN AFFANDI.

Salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting adalah salinitas. Media salinitas yang optimum akan memberikan dampak pertumbuhan yang maksimum pada kepiting bakau karena berkaitan dengan proses osmoregulasinya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup (SR) dan laju pertumbuhan bobot harian (SGR) kepiting bakau (Scylla serrata) melalui reaksi kondisi fisiologisnya. Penelitian ini terdiri dari perlakuan media bersalinitas 15 ppm (A), media bersalinitas 20 ppm (B), media bersalinitas 25 ppm (C), dan media bersalinitas 30 ppm (D). Pemeliharaan kepiting pada salinitas yang berbeda memberi pengaruh nyata (p < 0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup kepiting. Perlakuan salinitas juga berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap Laju Pertumbuhan Spesifik (SGR) kepiting. Rendahnya tingkat stres kepiting pada salinitas 25 ppt tergambar pada nilai total hemosit yang tinggi dan beban osmotik yang rendah, sehingga salinitas 25 ppt merupakan kondisi yang optimum bagi kepiting.

Kata kunci: salinitas, kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, dan kepiting bakau.

ABSTRACT

MAFATIH DEVI SAFRINA. Optimum Salinity Determination for Growth of Mangrove Crab Scylla serrata in resirculate system. Supervised by YUNI PUJI HASTUTI and RIDWAN AFFANDI.

One of the abiotic factors that affects the growth and the survival of crabs is salinity. The optimum salinity media will give maximum impact on mangrove crabs because it is related with the osmoregulation process. This study aimed to examine the effect of salinity on the survival rate (SR) and spesific growth rate (SGR) of Mangrove Crab (Scylla serrata) through the reaction of physiological condition. This study consisted of the treatments with the salinity medium 15 ppt (A), salinity medium 20 ppt (B), salinity medium 25 ppt (C), and salinity medium 30 ppt (D). The crab’s maintenance in different salinity gave a significant effect (p < 0.05) on the survival rate of the crabs. The salinity treatments also gave a significant effect (p < 0.05) on the Spesific Growth Rate (SGR) of the crabs. The low level of crab’s stress at salinity 25 ppt was described by the total value of high hemocyte and the low osmotic load so that the salinity 25 ppt was the optimum condition for the crabs.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

PENENTUAN SALINITAS OPTIMUM UNTUK PERTUMBUHAN

BENIH KEPITING BAKAU Scylla serrata

DALAM SISTEM RESIRKULASI

MAFATIH DEVI SAFRINA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penentuan Salinitas Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Sistem Resirkulasi Nama : Mafatih Devi Safrina

NIM : C14090048

Disetujui oleh

Yuni Puji Hastuti, SPi. MSi Pembimbing I

Dr Ir Ridwan Affandi, DEA Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Salinitas Optimum untuk Pertumbuhan Benih Kepiting Bakau Scylla serrata dalam Sistem Resirkulasi”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi. MSi dan Bapak Dr. Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr Ir Widanarni, M.Si dan Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum S.Si M.Si selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan S1 Departemen Budidaya Perairan yang telah banyak memberikan kritik dan saran- sarannya.

3. Mamah, Ayah, adik-adik tercinta (Syaharina Firamadhani, Muhammad Izzan Zidni), yang terkasih (Diamond Cahyo Adi Nugroho), dan keluarga besar atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

4. Bapak Jajang, Kang Abe, Bapak Ranta, Bapak Wasjan, Mba Retno, Bapak Marjanta, Mba Yuli, serta semua staf Departemen Budidaya Perairan.

5. Bapak Herman dan Bapak Awad yang telah membantu dalam pengadaan sarana dan pra sarana selama penelitian

6. Sahabat- sahabat tercinta Ulfatul, Fierco, Wiwik, Fahrul, Reza, Seto, Wahyu, Zubed, Yeyen, Hendra, Anisa, Ami, Sharah, Habibi, Ferdi, Rizki, Ares, Cahya, Nendi, Ali, Soya, Ican, dan Rangga yang telah banyak memberi warna selama berjalannya penelitian.

7. Teman-teman BDP 45, 46, 47, dan 48 yang telah memberi banyak pengalaman yang tidak terlupakan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Rancangan Percobaan ... 2

Prosedur Penelitian... 2

Parameter Penelitian... 4

Pengolahan dan Analisis Data ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Hasil ... 7

Pembahasan ... 11

KESIMPULAN DAN SARAN ... 13

Kesimpulan ... 13

Saran ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

LAMPIRAN ... 15

(10)

DAFTAR TABEL

1 Alat dan Metode pengukuran parameter fisika-kimia air...5

2 Fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting sistem resirkulasi...10

3 Kelimpahan bakteri penghasil senyawa amonium dan nitrit...10

DAFTAR GAMBAR

1 Total hemosit kepiting bakau...7

2 Beban osmotik kepiting bakau...7

3 Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau...8

4 Rasio konversi pakan kepiting bakau...8

5 Laju pertumbuhan spesifik harian kepiting bakau...9

6 Tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau...9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pengukuran Total Haemocyte Count (THC)...15

2 Prosedur pengukuran beban osmotic...16

3 Prosedur pengukuran kadar glukosa...17

4 Prosedur pengukuran kelimpahan bakteri...18

5 Rekapitulasi data...19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepiting adalah salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama kepiting yang matang gonad atau sudah bertelur, dewasa dan gemuk (Kanna 2002). Keberadaan spesies ini sudah banyak dibudidayakan di tambak, dan benih kepiting diambil dari alam, seperti yang sudah dilakukan pembudidaya di Karawang, Jawa Barat. Secara garis besar, sistem budidaya kepiting bakau yang telah dikenal oleh dmasyarakat adalah pembesaran benih menjadi kepiting ukuran konsumsi, penggemukan, produksi kepiting cangkang lunak, dan produksi kepiting bertelur. Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria dan saluran petak tambak. Kepiting bakau lebih suka hidup di perairan yang relatif dangkal dengan dasar berlumpur. Daerah yang cocok untuk lokasi budidaya kepiting ialah tambak yang dasarnya berlumpur dengan suhu 25-35°C , pH 7.0 -9.0, DO lebih dari 5 ppm, dan kadar garam berkisar 10-30 ppt (FAO 2011).

Produksi Crustacea dunia telah mengalami peningkatan sebesar 9,7% dari tahun 1990-2010. Jumlah produksi Crustacea tersebut, terdapat produksi jenis kepiting sebesar 200.000 ton pada tahun 2010 (FAO 2011). Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah mencanangkan program tahun 2009-2014 untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya, dan menetapkan sembilan komoditas unggulan termasuk jenis kepiting. Kepiting termasuk ke dalam komoditas lainnya dengan target peningkatan sebesar 188% sampai tahun 2014 (KKP 2010). Pada tahun 2000 ekspor kepiting mencapai 12.381 ton dan meningkat menjadi 22.726 ton pada tahun 2007, hal ini berarti telah terjadi peningkatan ekspor kepiting sebesar 183,5% pada tahun 2000-2007. Namun demikian, kenaikan ekspor ini tidak diimbangi dengan peningkatan populasi kepiting tersebut.

Di Indonesia dikenal ada dua macam kepiting sebagai komoditas perikanan yang diperdagangkan, yang pertama adalah kepiting laut atau rajungan, dan yang kedua adalah kepiting bakau yang dikenal sebagai “Mud Crab” dalam perdagangan internasional dan bahasa latinnya Scylla serrata. Upaya untuk meningkatkan vitalitas kepiting perlu dilakukan guna menghasilkan kepiting dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dan pertumbuhan yang pesat. Upaya untuk menghasilkan pertumbuhan kepiting bakau yang maksimal diperlukan media pemeliharaan yang sesuai untuk kinerja pertumbuhan yang optimal. Media salinitas yang optimum akan memberikan dampak pertumbuhan yang maksimum pada kepiting bakau karena berkaitan dengan proses osmoregulasinya..

(12)

2

salinitasnya cukup lebar. Oleh karena itu perlu adanya pengujian lebih lanjut mengenai salinitas yang optimum bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan salinitas optimum bagi kepiting bakau Scylla serrata dengan sistem dan teknologi resirkulasi.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2013 di Laboratorium Lingkungan 3, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas empat perlakuan dan masing-masing tiga ulangan. Perlakuan terdiri atas : Perlakuan A: kepiting dipelihara pada media bersalinitas 15 ppm

Perlakuan B: kepiting dipelihara pada media bersalinitas 20 ppm Perlakuan C: kepiting dipelihara pada media bersalinitas 25 ppm Perlakuan D: kepiting dipelihara pada media bersalinitas 30 ppm

Prosedur Penelitian

Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kepiting bakau Scylla serrata ukuran 50- 60 gram sebanyak 120 ekor untuk semua perlakuan dan ulangan yang berasal dari petani pengumpul Karawang, Jawa Barat. Pengangkutan kepiting dari Karawang ke lokasi penelitian di Bogor membutuhkan waktu 5 jam. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan wadah sterofom berukuran 30 x 40 x 50 cm yang diberi lubang untuk sirkulasi udara. Kepiting dalam keadaan masih terikat, ditata dan di atasnya diberi kain basah serta disiram air laut setiap setengah jam sekali selama perjalanan untuk menjaga kelembaban. Kepiting ditempatkan dalam wadah penampungan selama 3 hari setelah sampai di tempat penelitian. Wadah penampungan berupa akuarium berukuran 1 x 0,6 x 0,5 m sebanyak 5 buah yang telah diisi air bersalinitas 20 ppt. Selanjutnya adaptasi salinitas dilakukan secara gradual sesuai dengan salinitas perlakuan selama 7 hari.

(13)

3

Persiapan Media Uji

Air yang digunakan pada penelitian berasal dari air laut dan air tawar. Air laut didatangkan dari kawasan Ancol, Jawa Barat yang memiliki salinitas 31 ppt. Pengangkutan air laut menggunakan truk pengangkut air berkapasitas 8 ton. Air laut yang telah ditransportasikan dari Ancol menuju Bogor kemudian ditampung dalam tandon yang berukuran 1 x 1 x 1 m sebanyak 3 buah. Sedangkan air tawar yang digunakan berasal dari air PAM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Air PAM yang akan dipakai, terlebih dahulu disterilisasi dan diaerasi agar terhindar dari mikroorganisme patogen serta bahan- bahan kimia yang membahayakan hewan uji.

Untuk mendapatkan salinitas yang diinginkan sesuai dengan perlakuan yang akan diuji cobakan maka dilakukan pengenceran dengan rumus

Keterangan

S1 : Tingkat salinitas air laut yang akan diencerkan (ppt) S2 : Tingkat salinitas yang diinginkan (ppt)

a : Volume air laut yang diencerkan (L)

n : Volume air tawar yang perlu ditambahkan (L)

Persiapan Wadah

Sebelum digunakan, wadah dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu agar bebas dari kotoran atau mikroorganisme yang merugikan, dengan menggunakan kaporit dosis 10 ppm, selanjutnya dibilas dengan air bersih dan didiamkan selama 24 jam untuk menetralisir kaporit.

Tahap persiapan wadah dilakukan dengan membuat sistem resirkulasi untuk setiap perlakuan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas media pemeliharaan agar tetap dalam kondisi yang diharapkan serta mengurangi penumpukan feses dan sisa pakan di wadah pemeliharaan. Terdapat tiga wadah box fiber, satu tandon, dan satu pompa air yang disusun untuk setiap resirkulasi. Setiap wadah pemeliharaan dipasang satu aerasi untuk menjaga kestabilan oksigen.

Selama pemeliharaan berlangsung, air dialirkan dari wadah pemeliharaan menuju talang melalui selongsong, untuk kemudian dialirkan ke tandon dengan melalui filter fisik pertama terlebih dahulu berupa kapas filter. Setelah air masuk ke tandon, air akan melalui beberapa treatment filter, yaitu filter fisik yang kedua berupa batu karang dan pasir malang, dan yang terakhir yaitu filter biologi dengan bioball. Tandon juga diberi aerasi untuk meningkatkan kelarutan oksigen. Air yang telah melewati treatment pada tandon, kemudian dipompa dan dialirkan kembali menuju wadah pemeliharaan.

Pengelolaan Kualitas Air

(14)

4

Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan adalah ikan rucah (ikan selar, ikan pepetek, dan lain-lain). Pakan ikan rucah didapatkan dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke. Pakan diberikan dengan frekuensi dua kali sehari pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB dengan metode pemberian pakan secara restricted yaitu jumlah pakan yang diberikan 15 % dari biomassa. Sebelum penebaran, benih kepiting dipuasakan selama satu hari terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan benih kepiting masih berada pada tingkat stres yang tinggi akibat perubahan salinitas perlakuan.

Sampling

Sampling dilakukan setiap satu minggu sekali dengan cara menimbang bobot kepiting serta mengukur lebar karapas kepiting. Pemeliharaan dilakukan selama 30 hari.

Parameter Penelitian

Total Haemocyte Count (THC)

Perhitungan total hemosit (THC) kepiting dilakukan pada akhir percobaan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Perhitungan ini mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973), dapat dilihat pada Lampiran 1.

Beban Osmotik

Pengukuran ini dilakukan pada awal dan akhir percobaan di Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran tingkat kerja osmotik dapat dilihat pada lampiran 2.

Kadar Glukosa Haemolymph

Pengukuran glukosa haemolymph ini dilakukan pada awal dan akhir percobaan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Metode pengukuran dapat dilihat pada lampiran 3.

Fisika-kimia Air

Pengukuran parameter fisika-kimia air dilakukan dari awal hingga akhir percobaan.

Tabel 1 Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air

Parameter Satuan Metode/Alat Waktu Pengukuran Suhu oC Termometer Setiap hari DO mg/L DO-meter Setiap hari

pH - pH-meter Setiap hari

Salinitas (‰) Salinometer Setiap hari

Alkalinitas Mg/l CaCO3 Titrasi Awal, tengah, akhir

TAN Mg/L Spektrofotometer Awal, tengah, akhir

TSS Mg/L Timbangan Akhir

Kelimpahan Bakteri Penghasil Senyawa Amonium dan Nitrit

(15)

5 kelimpahan bakteri dilakukan di Laboratorium Lingkungan 3, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Prosedur pengukuran kelimpahan bakteri menurut metode Greenberg et al (1992) dapat dilihat pada lampiran 4.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang didapatkan ditabulasi dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau gambar. Data yang dianalisis meliputi:

1) Analisis ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95%. Apabila berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk menentukan perbedaan antar perlakuan.

2) Analisis deskripsi kuantitatif digunakan untuk menjelaskan kelayakan kualitas media pemeliharaan bagi kehidupan kepiting bakau selama penelitian.

Total Haemocyte Count (THC)

Total hemosit kepiting dapat dihitung dengan rumus:

Kadar Glukosa Haemolymph

Kandungan glukosa dihitung dengan menggunakan rumus :

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau Feeding Convertion Ratio (FCR) kepiting selama pemeliharaan dihitung menggunakan persamaan (Zonneveld et al. 1991) :

Keterangan :

FCR = Rasio konversi pakan F = Jumlah pakan (gram)

Bt = Biomassa kepiting pada saat akhir perlakuan (gram) Bm = Biomassa kepiting yang mati saat perlakuan (gram) Bo = Biomassa kepiting pada saat awal perlakuan (gram)

Laju Pertumbuhan Spesifik

Berikut merupakan rumus perhitungan laju pertumbuhan spesifik atau Spesific Growth Rate (SGR) menurut Effendie 1997 :

[ √ ̅̅̅̅

(16)

6

̅̅̅̅ = Bobot rata-rata pada awal perlakuan (gram) T = Periode pemeliharaan (hari)

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) merupakan presentase kepiting yang hidup. Nilai kelangsungan hidup kepiting dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Effendie 1997) :

Keterangan :

SR = tingkat kelangsungan hidup (survival rate) (%) Nt = jumlah individu pada akhir perlakuan (ekor) No = jumlah individu pada awal perlakuan (ekor)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Total Haemocyte Count (THC)

Hasil perhitungan THC kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Total hemosit kepiting bakau

Berdasarkan Gambar 1, total hemosit kepiting yang dipelihara pada salinitas 15 ppt, 20 ppt, 25 ppt, dan 30 ppt berkisar antara 2,8±0,2 sel/mm3 sampai dengan 5,9±0,4 sel/mm3. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, diketahui bahwa perlakuan 25 ppt menunjukkan perbedaan total hemosit dibandingkan perlakuan

(17)

7 15 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt (p<0,05). Sedangkan pada perlakuan 15 ppt dan 20 ppt tidak ada perbedaan total hemosit (p>0,05).

Beban Osmotik

Hasil perhitungan beban osmotik kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Beban osmotik kepiting bakau

Berdasarkan Gambar 2 di atas, perlakuan salinitas berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap beban osmotik yang dialami oleh kepiting bakau. Perlakuan 15 ppt (131 mOsm/L H2O) dan 20 ppt (125 mOsm/L H2O) memiliki nilai beban

osmotik yang sama, sedangkan keduanya berbeda dengan nilai beban osmotik pada perlakuan salinitas 25 ppt (75 mOsm/L H2O) dan berbeda juga terhadap

perlakuan salinitas 30 ppt (107 mOsm/L H2O).

Kadar Glukosa Hemolimfe

Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau

(18)

8

Berdasarkan Gambar 3, perlakuan salinitas tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar glukosa hemolimfe kepiting bakau. Namun dapat dilihat bahwa hanya pada perlakuan 25 ppt yang mengalami penurunan kadar glukosa dari pengukuran awal ke pengukuran akhir.

Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan atau Feeding Conversion Rate (FCR) selama pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Rasio konversi pakan kepiting bakau

Berdasarkan Gambar 4, perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap rasio konversi pakan. Semakin rendah nilai konversi pakan maka semakin besar pula nilai efesiensi pakan yang diberikan.

Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju pertumbuhan spesifik atau Spesific Growth Rate (SGR) kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 5.

(19)

9 Berdasarkan Gambar 5, perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap SGR kepiting bakau. Perlakuan 25 ppt berbeda nyata dan memiliki nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan lain, yaitu sebesar 1,85%. Perlakuan 15 ppt juga berbeda nyata dengan perlakuan yang lain dengan nilai yang lebih rendah yaitu sebesar 1,35%. Namun perlakuan 20 ppt dan 30 ppt tidak saling berbeda nyata (p>0,05).

Survival Rate (SR)

Survival Rate atau tingkat kelangsungan hidup kepiting bakau yang dipelihara selama 30 hari pada salinitas yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Survival Rate kepiting bakau

Berdasarkan Gambar 6, kepiting bakau yang dipelihara pada salinitas 15 ppt, 20 ppt, 25 ppt, dan 30 ppt memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perlakuan 15 ppt dan 20 ppt berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan 25 ppt dan 30 ppt. Namun antar perlakuan 15 ppt dan 20 ppt tidak saling berbeda nyata (p>0,05). Perlakuan 25 ppt dan 30 ppt juga tidak saling berbeda nyata (p>0,05).

Parameter Fisika-Kimia Air

Hasil pengukuran parameter fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting yang dirangkai dalam sistem resirkulasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting sistem resirkulasi

(20)

10

Berdasarkan pengukuran parameter fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting pada sistem resirkulasi selama penelitian, kisaran nilai kualitas air masih layak untuk mendukung kehidupan kepiting bakau.

Kelimpahan Bakteri Penghasil Senyawa Nitrit dan Amonium

Pertumbuhanbobot harian pada benih ikan nila yang dipelihara selama 20 hari dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan antar semua perlakuan baik 0 ppt, 2 ppt, dan 4 ppt (P>0,05).

Tabel 3 Kelimpahan bakteri penghasil senyawa nitrit dan amonium

Perlakuan Bakteri Nitrit Bakteri Amonium (sel/ml) (sel/ml) 15 ppt 2,4 x 105 2,4 x 105 20 ppt 1,1 x 105 4,6 x 104 25 ppt 2,1 x 104 1,5 x 104 30 ppt 4 x 102 7 x 102

Berdasarkan Tabel 3, kelimpahan bakteri nitrit dan amonium tertinggi terdapat pada sistem resirkulasi dengan salinitas 15 ppt yaitu sebesar 2,4 x 105 sel/ml. Sedangkan untuk kelimpahan bakteri nitrit dan amonium yang paling rendah terdapat pada sistem resirkulasi dengan salinitas 30 ppt yaitu masing- masing sebesar 4 x 102

sel/ml dan 7 x 102

sel/ml.

Pembahasan

Keberhasilan kegiatan budidaya kepiting, terutama kegiatan pembesaran dapat dilihat dari produksi kepiting yang ditunjukkan oleh pertumbuhan yang pesat dalam waktu singkat dan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Karim (2007) menjelaskan bahwa secara fisiologis, pertumbuhan hanya dapat terjadi apabila terdapat kelebihan energi, setelah energi melalui pakan yang dikonsumsi dikurangi dengan kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas. Terjadinya perubahan kondisi lingkungan terutama salinitas akan mempengaruhi jumlah energi yang digunakan terutama untuk keperluan osmoregulasi.

Salinitas merupakan salah satu faktor eksternal abiotik yang berpengaruh cukup penting bagi kehidupan biota perairan termasuk kepiting (Kumlu et al. 2001). Salinitas media akan memberi pengaruh terhadap pengaturan ion- ion internal sehingga akan dibutuhkan energi untuk transport aktif ion- ion guna mempertahankan lingkungan internalnya. Hal ini berkaitan dengan terjadinya proses perubahan osmolaritas media yang akan menentukan beban osmotik yang dialami oleh kepiting, kemudian akan berpengaruh terhadap sintasan serta pertumbuhan kepiting.

(21)

11 dalam sistem imun kepiting dan tingkat resistensi kepiting terhadap serangan penyakit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan salinitas memberi pengaruh berbeda nyata (p<0,05) terhadap total hemosit kepiting (Gambar 1). Berdasarkan hasil pengamatan total hemosit pada penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan salinitas 25 ppt memiliki nilai THC yang berbeda dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini berarti` bahwa salinitas 25 ppt merupakan salinitas yang lebih baik daripada salinitas lainnya, karena pada perlakuan tersebut memiliki nilai THC yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Cook et al. (2003) menjelaskan bahwa terbentuknya sel- sel fagositik memiliki peluang lebih tinggi dalam pengendalian dari serangan patogen baik bakteri maupun virus dan mampu meningkatkan sistem imun.

Perlakuan salinitas juga memberi pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai beban osmotik kepiting (Gambar 2). Pada berbagai salinitas yang berbeda, kemampuan osmoregulasi pada setiap organisme akuatik dapat ditentukan dengan cara mengukur nilai osmolaritas hemolimfe dan membandingkan dengan nilai osmolaritas medianya. Perlakuan salinitas media 15 ppt memiliki nilai beban osmotik sebesar 132 mOsm/L H2O, dan tingkat kerja

osmotik pada salinitas 25 ppt sebesar 75 mOsm/L H2O. Karim (2007)

menjelaskan bahwa pada media dengan tingkat kerja osmotik di luar kisaran yang mendekati isoosmotik, kepiting melakukan kerja osmotik ekstra untuk mempertahankan osmotik tubuh yang ada di dalamnya. Hal tersebut menyebabkan pembelanjaan energi untuk osmoregulasi yang lebih tinggi sehingga mengurangi porsi energi untuk pertumbuhan. Semakin kecil nilai gradien osmotik kepiting berarti semakin mendekati kondisi isoosmotiknya dan semakin kecil pula jumlah energi yang dibutuhkan untuk proses osmoregulasi. Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan 25 ppt merupakan salinitas yang paling mendekati isoosmotik kepiting, karena nilai gradien osmotik yang kecil.

Glukosa hemolimfe berperan sebagai salah satu sumber energi metabolik untuk keperluan osmoregulasi. menyatakan bahwa salah satu sumber energi yang digunakan untuk metabolisme berasal dari glukosa, dan pengaturan glukosa merupakan mekanisme fisiologis penting yang dipengaruhi oleh variasi lingkungan. Perlakuan salinitas tidak memberi pengaruh yang nyata (p > 0,05) terhadap kadar glukosa hemolimfe kepiting (Gambar 3). Hal ini diduga saat terjadinya kematian yang tinggi pada perlakuan 15 ppt dan 20 ppt di akhir penelitian, dapat berpengaruh terhadap padat tebarnya yang menjadi lebih rendah dan dapat membuat kondisi lingkungan lebih baik karena tidak banyaknya kompetitor untuk oksigen dan makanan. Namun, terlihat bahwa hanya perlakuan salinitas 25 ppt yang mengalami penurunan kadar glukosa dari 30,67 µmol/L menjadi 26,24 µmol/L. Hal ini berarti kadar glukosa kepiting pada salinitas 25 ppt berada pada kondisi yang ideal.

(22)

12

Penggunaan sistem resirkulasi selama pemeliharaan berlangsung, bertujuan untuk menjaga kestabilan kualitas air dan mengurangi pergantian air media karena air akan terus menerus mengalir melewati filter fisik dan filter biologi sehingga kekeruhan dapat diminimalisir. Menurut Effendi (2003), padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi positif, akan tetapi tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi tetapi tidak berarti kekeruhannya juga tinggi. Fujaya (2004) juga menjelaskan bahwa metode fisik pada dasarnya menerapkan prinsip filtrasi. Filtrasi adalah proses pembersihan air dengan melewatkannya melalui suatu media berpori.

Filter fisik yang digunakan pada sistem resirkulasi yaitu berupa kapas filter, pasir malang, batu zeolit, dan batu karang yang disusun bertumpuk pada tandon filter. Sedangkan filter biologi yang digunakan adalah bioball. Menurut Rahmawati (2005), sifat pasir malang yang berongga halus dapat menjebak partikel-partikel seperti sisa feses dan pelet, sehingga pasir malang dapat menyaring kotoran-kotoran dari sisa feses dan pelet sesuai besar pori pasir tersebut. Redy (2008) juga menyatakan bahwa zeolit merupakan mineral alumunia silikat terhidrat yang memiliki rongga berisi molekul air dan kation- kation bebas yang dapat dipertukarkan. Struktur yang berongga pada zeolit tersebut juga mampu menyerap atau menyaring sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan rongganya.

Feses kepiting dan sisa pakan pada wadah percobaan akan terakumulasi dan mengalami perombakan bahan organik oleh bakteri. Menurut Badjoeri et al. (2010) bahwa kelimpahan dan aktivitas bakteri di sedimen berpengaruh terhadap konsentrasi senyawa toksik yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota yang dipelihara.

(23)

13

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Salinitas terbaik bagi pertumbuhan dan sintasan kepiting adalah 25 ppt karena salinitas tersebut memberi dampak tingkat pertumbuhan dan sintasan tertinggi.

Saran

Penelitian selanjutnya disarankan untuk menguji pengaruh parameter lingkungan yang lain seperti suhu dan pH bagi pertumbuhan serta sintasan kepiting.

DAFTAR PUSTAKA

Badjoeri, M. 2010. Kelimpahan bakteri penghasil senyawa ammonium dan nitrit pada sedimen tambak sistem semi intensif. Limnotek, 102-111. LIPI (ID). Blaxhall and Daysley. 1973. Routine Haematological Methods For Use with Fish

Blood. Journal Fish Biology. 5:577-581.

Cook MT, Hayball PJ, Hutchinson W, Nowak BF, Hayball JD. 2003. Administration of a commercial immunostimulant preparation EcoActivaTM as a feed supplement enhances macrophage respiratory burst and the growth rate a snapper (Pagrus auratus, Sparidae (Bloch and Schenider)) in winter. Fish and Shellfish Imonology. 14: 333-345.

Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID) : Yayasan Pustaka Nusantara.

[FAO]. Food and Agriculture Organization. 2011. The State of Word Fisheries and Aquaculture. Rome (IT) : FAO.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta (ID) : Rineka cipta.

Greenberg, A.E., L.S. Clesceri, & A.D. Eaton, 1992, Standard Methods for Examination of Water and Wastewater, 18th Edition, Publication Office American Public Health Association, Washington DC.

Kanna, A. 2002. Budidaya Kepiting Bakau : Pembenihan dan Pembesaran. Kanisius. Jakarta (ID). 80 hal.

Karim, M.Y. 2005. Kinerja Pertumbuhan Kepiting Bakau Betina (Scylla serrata) pada berbagai Salinitas Media dan Evaluasinya pada Salinitas Optimum dengan Kadar Protein Pakan berbeda [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Karim, M.Y. 2007. Pengaruh Osmotik pada Berbagai Salinitas Media terhadap Vitalitas Kepiting Bakau (Scylla olivacea) Betina. Vol 14 No 1. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hassanudin.

[KKP]. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. 9 komoditas perikanan jadi unggulan. www.kkp.go.id [10 Juli 2013].

(24)

14

Masser, M.P., James, R., Thomas, M.L. 1999. Recirculating Aquaculture Tank Production Systems, Management of Recirculating Systems. Southern Regional Aquaculture Center. 452.

Rahmawati.2005. Penurunan Kandungan Mangan (Mn) dari Dalam Air Menggunakan Metode Filtrasi. [skripsi]. Surakarta (ID). Universitas Sebelas Maret.

Redy.2008. Modifikasi Zeolit [skripsi]. Universitas Indonesia (ID) : FMIPA. Setyadi, I., Azwar, Z.I., Yunus, dan Kasprijo. 1997. Penggunaan jenis pakan alami

dan pakan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla serrata. J. Pen. Perik. Indonesia, hlm. 73-77.

Yue-chai, MA. 2010. Effects of salinity challenge on the immune factors of Scylla serrata. College of life science and biotechnology, 479-484. Ningbo (CN). Zonneveld N, Huissman E.A., Boon J.H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.

(25)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Perhitungan Total Haemocyte Count (THC)

Penghitungan total hemosit mengacu pada metode Blaxhall dan Daishley (1973). Dilakukan dengan cara darah kepiting atau haemolymph diambil sebanyak 0,1 ml dari bagian membran arthrodial kaki jalan kepiting dengan menggunakan syringe 1 ml yang sudah berisi 0,1 ml antikoagulan Na-sitrat 3,8%. Selanjutnya campuran tersebut dihomogenkan dengan cara menggoyangkan syringe membentuk angka delapan, tetesan pertama dibuang sedangkan tetesan selanjutnya diteteskan pada haemocytometer dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali kemudian dihitung jumlah sel per ml.

Lampiran 2. Prosedur Pengukuran Beban Osmotik

Pengukuran tingkat kerja osmotik dilakukan dengan menggunakan Osmometer (SOP OSMOMAT 30)

1. Main power dinyalakan 2. Posisi handle sample di atas

3. Zero set dengan menggunakan akuades sebanyak 50 µm, tekan tombol zero 4. Kaliberasi dengan cairan standar sebanyak 50 µm, tekan Cal sampai 0.300 5. Ukur cairan sampel dengan memasukkan sampel sebanyak 50 µm

6. Bersihkan sensor dengan tisu dan matikan main power

Lampiran 3. Prosedur Pengukuran Kadar Glukosa

Pengukuran kadar glukosa haemolymph kepiting dilakukan dengan menimbang 0.5 g sampel berupa haemolymph dan ditambahkan alkohol 80% erlenmeyer, kemudian dipipet 2 ml ke tabung 25 ml dan ditambah pereaksi Cu 2 ml. Tahap selanjutnya larutan dipanaskan di water bath 10 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan pereaksi nelson 2 ml, dikocok secukupnya dan tambahkan akuades hingga volume mencapaii 25 ml. Setelah itu larutan tersebut dikocok dan diukur dengan spektrofotometer.

Lampiran 4. Prosedur Pengukuran Kelimpahan Bakteri

Kelimpahan bakteri penghasil senyawa ammonium dan nitrit dilakukan pada akhir penelitian dengan air sampel diambil dari tondon filter sistem resirkulasi untuk setiap perlakuan. Kelimpahan bakteri ini dianalisis dengan menggunakan metode Most Probable Number (MPN) pada media spesifik. Media dibuat dengan cara mencampurkan bahan- bahan berupa 0,9 g Na2HPO4, 0,2 g KH2PO4, 0,1 g

(26)

16

g glukosa, dan 2 g NaCl dengan penambahan 1 g NaNO3 untuk bakteri penghasil nitrit (denitrifying bacteria) dan 5 g pepton untuk bakteri penghasil amonium (amonifying bacteria) dalam 1 liter akuades.Pengukuran dilakukan dengan cara 1 ml air media pemeliharaan diencerkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis dan dihomogenkan dengan vortex, kemudian sampel dibuat menjadi 3 seri pengenceran dan untuk masing- masing pengenceran dibuat 3 kali ulangan. 1 ml sampel yang telah diencerkan kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam media pertumbuhan bakteri yang telah dibuat, kemudian diinkubasi selama 24 jam. Pengukuran kelimpahan bakteri ini dilakukan dengan menggunakan metode Greenberg et al., (1992).

Lampiran 5. Rekapitulasi Data

Berikut merupakan tabel rekapitulasi data dari seluruh parameter yang telah diamati

Tabel Rekapitulasi Data

No perlakuan/Parameter 15 ppt 20 ppt 25 ppt 30 ppt

1 THC (sel/mm³) 3.1 2.8 5.9 4.4

2 BO (mOsm/L H20) 131 125 75 107

3 Glukosa 1 (µmol/L) 27.33 30.4 30.67 30.33

4 Glukosa 2 (µmol/L) 37.59 32.62 26.24 34.15

5 Bakteri Nitrit (sel/ml) 240000 110000 21000 400

6 Bakteri Amonium (sel/ml) 240000 46000 15000 700

7 SGR (%) 0.41 0.68 1.04 0.7

8 FCR (%) 1.90 1.50 1.20 1.40

9 SR (%) 13.33 20.00 53.33 40.00

(27)

17

Lampiran 6. Tabel Annova

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

THC Between Groups 18.223 3 6.074 60.240 .000

Within Groups .807 8 .101

Total 19.029 11

BO Between Groups 5709.667 3 1903.222 2.754 .112

Within Groups 5529.333 8 691.167

Total 11239.000 11

GA Between Groups 22.345 3 7.448 .288 .833

Within Groups 206.672 8 25.834

Total 229.017 11

GB Between Groups 203.228 3 67.743 2.657 .120

Within Groups 204.000 8 25.500

Total 407.228 11

FCR Between Groups 1.043 3 .348 27.998 .000

Within Groups .099 8 .012

Total 1.142 11

SGR Between Groups .379 3 .126 96.586 .000

Within Groups .010 8 .001

Total .390 11

SR Between Groups 3033.333 3 1011.111 15.167 .001

Within Groups 533.333 8 66.667

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang tanggal 14 Agustus 1992 dari Ayah Drs.Sungkono dan Ibu Ismatul Yatimah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara (Syaharina Firamadhani dan Muhammad Izzan Zidni).

Pendidikan formal yang dilalui yaitu SMAN 1 Salatiga dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Gambar

Gambar 1 Total hemosit kepiting bakau
Gambar 2 Beban osmotik kepiting bakau
Gambar 4 Rasio konversi pakan kepiting bakau
Tabel 2 Fisika-kimia air media pemeliharaan kepiting sistem resirkulasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa di Posyandu Lansia di RW I Pagesangan Surabaya di dapatkan bahwa sebanyak 22 lansia (36,7%) mengalami de- presi ringan dan

terhadap usaha yang mereka tekuni. Sejalan dengan perubahan zaman, mereka juga mengalami berbagai perubahan dalam cara mereka memaknai kehidupan, pekerjaan, dan lain

oleh pemerintah dalam meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil agar lebih efektif dan efesien sesuai dengan Budaya organisasi yang telah di rangkum sedemikian

Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan arus pada perairan Sei Carang yang memiliki kisaran sebesar 0,1 m/s sampai 0,26 m/s dapat disimpulkan juga terdapat

Jumlah Kasus Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas.. Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Jenis

Nilai Kegunaan Waktu ( time utility) , dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya

pengendalian internal pada penggajian yang diterapkan oleh PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan dalam melaksanakan setiap proses transaksi pembayaran gaji

Pos Indonesia wilayah Bandung ini sebagian besar kegiatan penulis adalah melayani konsumen, dimana semua orang yang datang ke meja tempat penulis bekerja adalah