• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimizing of Calcium and Magnesium Fertilizer for Oil Palm Seedling (Elaesis guineensis Jacq.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimizing of Calcium and Magnesium Fertilizer for Oil Palm Seedling (Elaesis guineensis Jacq.)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PEMUPUKAN KALSIUM DAN MAGNESIUM

PADA BIBIT KELAPA SAWIT (

Elaesis guineensis

Jacq.)

DI PEMBIBITAN UTAMA

ELTIS PANCA NINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pemupukan Kalsium dan Magnesium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Eltis Panca Ningsih

(3)

RINGKASAN

ELTIS PANCA NINGSIH. Optimasi Pemupukan Kalsium dan Magnesium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan SUPIJATNO.

Komoditas pertanian adalah salah satu andalan dalam usaha meningkatkan devisa negara di luar sektor minyak dan gas. Salah satu yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah kelapa sawit. Produktivitas minyak kelapa sawit yaitu CPO sebesar 4.08 ton ha-1, sedangkan produktivitas minyak nabati dari kedelai, bunga matahari dan rapeseed adalah 0.38, 0.60 dan 0.75 ton ha-1. Di samping itu, kelapa sawit merupakan tanaman tahunan, sedangkan tanaman nabati lainnya merupakan tanaman musiman, sehingga budidaya kelapa sawit lebih hemat energi dan memerlukan lahan lebih sedikit untuk mencapai jumlah produksi yang sama dibanding minyak nabati lainnya.

Kelapa sawit adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan baik dan sangat produktif. Untuk mendukung pertumbuhan dan hasil kelapa sawit membutuhkan pupuk seperti kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Kalsium berperan penting dalam pertumbuhan tanaman antara lain pembentukan dinding sel dan membran plasma, pertumbuhan sel dan sekresi. Selain itu, kalsium berperan dalam proses-proses fisiologis dan berfungsi sebagai secondary messenger dalam sitosol maupun antar organ sel yang berbeda. Unsur magnesium merupakan unsur hara makro ketiga yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Magnesium dibutuhkan dalam aktivitas enzim-enzim dan sebagai atom pusat dari molekul klorofil. Magnesium dan fosfor merupakan unsur yang aktif pada sintesis cadangan lemak dalam kelapa sawit.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui respon pemupukan kalsium dan magnesium pada bibit tanaman kelapa sawit, (2) mengetahui interaksi antara pupuk kalsium dan magnesium pada bibit tanaman kelapa sawit, dan (3) menentukan dosis kalsium dan magnesium yang optimum pada bibit tanaman kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor, mulai bulan Desember 2011 sampai Nopember 2012. Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk Ca, terdiri atas 0, 5, 10 dan 20 g CaCO3

tanaman-1. Faktor kedua adalah dosis pupuk Mg, terdiri atas 0, 24, 48 dan 96 g MgSO4 tanaman-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalsium tidak berpengaruh nyata, sedangkan pupuk magnesium berpengaruh nyata terhadap peubah vegetatif dan fisiologi bibit kelapa sawit. Berdasarkan peubah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang maka dosis optimum pupuk magnesium bibit kelapa sawit selama 8 bulan di pembibitan utama adalah 58 g tanaman-1. Pemberian pupuk Mg setiap bulannya dilakukan dengan aplikasi masing-masing 2.0, 2.0, 8.0, 9.3, 8.8, 9.3, 9.4 dan 9.3 g MgS04 tanaman-1. Dosis

(4)

SUMMARY

ELTIS PANCA NINGSIH. Optimizing of Calcium and Magnesium Fertilizer for Oil Palm Seedling (Elaesis guineensis Jacq.) in Main Nursery. Supervised by SUDRADJAT dan SUPIJATNO.

The agricultural commodity is one of the mainstays as an effort to increase the country's foreign exchange apart from the sector of oil and gas. One of the priority for the development is oil palm. Productivity of oil palm is the highest compared to other vegetable oil crops. Productivity of palm oil is 4.08 tons Crude Palm Oil per hectare, while the productivity of vegetable oils from soybean, sunflower and rapeseed are 0.38, 0.6, and 0.75 tons per hectare, respectively. In addition, oil palm is an annual plant while plants other vegetable is seasonal plant so that cultivation oil palm is more energy efficient and require less land to achieve the same production quantities compared other vegetable oils.

The oil palm can grow well and is highly production. To support it‟s growth and yield, it requires of fertilizer such as calcium (Ca) and magnesium (Mg). The important of calcium in the development of plant such as formation of the cell wall and plasma membrane, cell growth and secretion. In addition, calcium participates in physiological processes and serves as secondary messenger within the cytosol as well as among different cell organs. Magnesium is the third most required macronutrient element by the oil palm (Elaeis guineensis jacq) for its growth and development. Magnesium is a component of numerous enzymatic systems and a major element of chlorophyll. It is also an active element with phosphorus in the synthesis of reserve lipids in the oil palm.

This experiment has three main objectives that include the following : (1) to know the calcium and magnesium fertilizer response for oil palm seedling, (2) to study the interaction between calcium and magnesium fertilizers for oil palm seedling, and (3) to determine the optimum rates of calcium and magnesium fertilizer for oil palm seedling. This experiment was conducted at IPB Experimental Station Cikabayan, Dramaga, Bogor, from December 2011 to November 2012. The experimental design used was factorial randomized block design with three replications. The first factor was Ca fertilizer rates i.e. 0, 5, 10 and 20 g CaCO3 plant-1. The second factor was Mg fertilizer rates i.e. 0, 24, 48

and 96 g MgSO4 plant-1.

The results showed that calcium did not affect, whereas magnesium fertilizer affected vegetative and physiology variables in oil palm seedling. Based on the plant height, number of leaves and stem diameter, the rates of magnesium fertilizer recommendations for 8 months oil palm seedlings in the main nursery was 58 g plant-1. Rate of Mg fertilizer every month should be applied: 2.0, 2.0, 8.0, 9.3, 8.8, 9.3, 9.4 and 9.3 g MgS04 plants-1. Unfortunately, the optimum rate of

calcium fertilizer can not be determined in this research.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

OPTIMASI PEMUPUKAN KALSIUM DAN MAGNESIUM

PADA BIBIT KELAPA SAWIT (

Elaesis guineensis

Jacq.)

DI PEMBIBITAN UTAMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(7)
(8)
(9)

Judul Tesis : Optimasi Pemupukan Kalsium dan Magnesium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama

Nama : Eltis Panca Ningsih NIM : A252110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS Ketua

Dr Ir Supijatno, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 ini ialah pemupukan, dengan judul Optimasi Pemupukan Kalsium dan Magnesium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sudradjat, MS dan Bapak Dr Ir Supijatno, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Kelapa Sawit 2

Pembibitan Kelapa Sawit 4

Kalsium 4

Magnesium 7

Penentuan Dosis Optimasi 9

3 METODE 10

Tempat dan Waktu Penelitian 10

Bahan 10

Alat 11

Metode Penelitian 11

Analisis Data 12

Pelaksanaan Penelitian 12

Pengamatan 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Keadaan umum 15

Tanggap morfologi tanaman terhadap pemberian dosis pupuk kalsium

dan magnesium 16

Tanggap fisiologi tanaman terhadap pemberian dosis pupuk kalsium

magnesium 23

Korelasi Peubah morfologi dan fisiologi bibit kelapa sawit saat umur

8 BSP 28

Dinamika Hara 28

Neraca Hara 29

Penentuan Dosis Optimum 30

Rekomendasi Pemupukan 31

5 SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 36

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kehilangan kalsium dan magnesium dari tanah 5

2 Perlakuan pemupukan magnesium yang diberikan secara bertahap 11 3 Laju pertumbuhan bibit kelapa sawit selama penelitian 16 4 Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan

magnesium 19

5 Jumlah daun tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium

dan magnesium 20

6 Diameter batang tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis

kalsium dan magnesium 21

7 Luas daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan

magnesium 22

8 Bobot kering bibit kelapa sawit pada dosis kalsium 20 g tanaman-1 dan

berbagai dosis magnesium pada 8 BSP 22

9 Kerapatan stomata dan kandungan klorofil pada daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk kalsium dan magnesium 24 10 Kandungan klorofil daun (metode dekstruktif), kadar hara Mg pada

jaringan akar, pelepah dan anak daun bibit kelapa sawit saat umur 8 BSP dengan berbagai dosis pupuk magnesium pada dosis kalsium 20 g

bibit-1 25

11 Neraca hara kalsium dan magnesium pada perlakuan dosis pupuk magnesium 48 g tanaman-1 dengan dosis pupuk kalsium 20 g tanaman-1 29 12 Penentuan dosis optimum magnesium pada bibit kelapa sawit di

pembibitan utama berdasarkan peubah morfologi tanaman 30 13 Rekapitulasi dosis pupuk magnesium berdasarkan peubah tinggi

tanaman dan diamater batang 31

DAFTAR GAMBAR

1 Model molekul klorofil 8

2 Kahat magnesium pada tanaman kelapa sawit 9

3 Hubungan antara konsentrasi hara di dalam jaringan dan hasil tanaman 9 4 Tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun pada berbagai dosis

magnesium 17

5 Kandungan klorofil daun pada berbagai dosis magnesium 26 6 Respon kuadratik kandungan mg pada anak daun, pelepah dan akar

bibit kelapa sawit 26

7 Diagram warna daun bibit kelapa sawit pada berbagai perlakuan dosis magnesium: (a) 0, (b) 24, (c) 48 dan (d) 96 g MgSO4 tanaman-1 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis sampel tanah awal 36

2 Data iklim 36

3 Kriteria sifat kimia tanah 37

4 Standar pertumbuhan morfologi bibit PT Dami Mas 37 5 Dasar penetapan dosis perlakuan mengacu pada dosis rekomendasi

Uexkull 38

6 Daftar jenis pupuk kalsium dan magnesium untuk pertumbuhan kelapa

sawit 38

7 Sidik ragam uji korelasi antara kandungan klorofil, jumlah klorofil dan

gradasi warna daun 39

8 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada

bibit kelapa sawit saat umur 8 BSP 40

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor perkebunan. Perkebunan kelapa sawit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2001 luas perkebunan kelapa sawit Indonesia sebesar 4.16 juta ha dan pada tahun 2012 seluas 9.1 juta ha dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0.98% per tahun. Produksi CPO Indonesia sepanjang sepuluh tahun terakhir terus mengalami peningkatan sebesar 1.84% per tahun. Pada tahun 2000 produksi CPO di Indonesia mencapai 7 juta ton dan pada tahun 2012 telah meningkat menjadi 23.5 juta ton (Ditjenbun 2013). Produktivitas minyak kelapa sawit yaitu CPO sebesar 4.08 ton ha-1, sedangkan produktivitas minyak nabati dari kedelai, bunga matahari dan rapeseed adalah 0.38, 0.60 dan 0.75 ton ha-1 (MPOB 2011). Produktivitas minyak kelapa sawit jauh lebih tinggi dari minyak nabati lainnya, yaitu CPO sekitar 3.8 ton ha-1 yang setara dengan 9.3 kali, 7.6 kali, dan 5.8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas minyak kedelai, rape seed, dan bunga matahari (Badrun 2008). Di samping itu kelapa sawit merupakan tanaman tahunan, sedangkan tanaman nabati lainnya merupakan tanaman musiman sehingga budidaya kelapa sawit lebih hemat energi dan memerlukan lahan lebih sedikit untuk mencapai jumlah produksi yang sama dibanding minyak nabati lainnya (Badrun 2010).

Peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit menyebabkan diperlukannya ketersediaan bibit kelapa sawit dalam jumlah besar. Kegiatan penyediaan bibit kelapa sawit meliputi pengadaan benih dan pembibitan di lapangan. Tujuan pembibitan adalah untuk mendapatkan bibit yang vigor dan tumbuh seragam sehingga didapatkan bibit yang baik. Pertumbuhan bibit kelapa sawit yang baik diperoleh melalui pemeliharaan yang intensif terutama pemupukan. Pemupukan merupakan faktor penentu utama, khususnya keseimbangan dosis dan jenis pupuk yang digunakan dan bukan pada tingkat dosis yang tinggi (Wachjar dan Kadarisma 2007). Biaya pupuk dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara intensif sekitar 50-70% dari biaya pemeliharaan dan 25% dari seluruh biaya produksi, sehingga mendorong dilakukannya beberapa percobaan pemupukan untuk memperoleh dosis pemupukan yang optimum (Fairhurst et al. 2006). Penentuan jenis dan dosis pupuk yang optimum dalam pemupukan kelapa sawit umumnya menggunakan beberapa pertimbangan antara lain analisis tanah, analisis daun, gejala kahat hara dan kondisi tanaman di lapangan, dan produktivitas kelapa sawit serta kondisi iklim terutama curah hujan (Sugiono et al. 2005).

(15)

2

sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Aplikasi nitrogen (N) dan potasium (K) dalam tanah tanpa pemberian Mg dapat menyebabkan defisiensi magnesium (orange frond) yang umum terjadi pada pembibitan kelapa sawit. Magnesium dibutuhkan dalam aktivitas enzim-enzim dan sebagai atom pusat dari molekul klorofil. Magnesium dan fosfor merupakan unsur yang aktif pada sintesis cadangan lemak dalam kelapa sawit (Oviasogie et al. 2011).

Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menentukan dosis Ca dan Mg yang optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit di pembibitan utama.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. mengetahui respon pemupukan kalsium dan magnesium pada bibit tanaman kelapa sawit.

2. mengetahui interaksi antara pupuk kalsium dan magnesium pada bibit tanaman kelapa sawit.

3. menentukan dosis kalsium dan magnesium yang optimum pada bibit tanaman kelapa sawit.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. terdapat perbedaan respon pemupukan kalsium dan magnesium pada bibit tanaman kelapa sawit.

2. terdapat interaksi antara pupuk kalsium dan magnesium pada bibit tanaman kelapa sawit.

3. terdapat dosis kalsium dan magnesium yang optimum pada bibit tanaman kelapa sawit.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Botani Kelapa Sawit

(16)

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus dibungkus oleh pangkal pelepah daun, dan dapat mencapai ketinggian 15-20 m. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang (Lubis 1992).

Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Pada pangkal pelepah daun terdapat duri dan bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang pelepah daun dapat lebih dari 9 m. Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah helai yang paling panjang. Daun tanaman kelapa sawit mengikuti pola filotaksis. Filotaksis adalah pola susunan daun-daun pada batang, polanya sangat jelas dan dapat diamati dari bekas (rumpang) daun yang dapat bertahan lama di batang (Pahan 2008).

Kelapa sawit merupakan tanaman monocious (berumah satu). Artinya, bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Namun, kadang-kadang dijumpai juga bunga jantan dan betina pada satu tandan (hermafrodit). Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral (Pahan 2008). Tanaman kelapa sawit di lapangan mulai berbunga pada umur 12-14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun (Lubis 1992).

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang yang tebal sehingga dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan kandungan minyak pertandannya berkisar 18%. Pisifera merupakan sawit yang buahnya tidak memiliki cangkang namun buah betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera merupakan persilangan antara induk Dura dan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa Tenera unggul persentase daging buahnya dapat mencapai 90% dan kandungan minyak pertandannya dapat mencapai 28% (Pusat Data dan Informasi Departemen Perindustrian 2007).

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit tumbuh di daerah antara lintang 13o LU dan 12o LS. Jumlah curah hujan yang dibutuhkan kelapa sawit adalah 1500–4000 mm tiap tahunnya dan tanaman tersebut dapat tumbuh secara optimal pada curah hujan 2000–3000 mm. Kelapa sawit memerlukan curah hujan 2000 mm yang merata sepanjang tahun tanpa adanya bulan kering (defisit air) yang nyata (Pahan 2008).

Rata-rata temperatur yang cocok bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah antara 24 oC dan 28 oC, dengan kelembaban relatif minimal sebasar 75%. Adapun ketinggian optimal adalah 0-500 m di atas permukaan laut (Ferwerda 1977).

(17)

4

Pembibitan Kelapa Sawit

Tahap pembibitan merupakan tahap paling awal pengelolaan tanaman kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit yang dianjurkan adalah pembibitan dengan menggunakan kantong plastik (polybag) yang dilakukan dua tahap (double stage system) yaitu melalui pembibitan awal (pre-nursery) dan pembibitan utama ( main-nursery). Masa di pembibitan awal dimulai sejak penanaman kecambah sampai bibit berumur 3 bulan. Pembibitan utama berlangsung dari umur bibit 3 sampai 12 bulan. Pada periode tersebut tanaman sudah memerlukan tambahan unsur hara. Untuk memberikan keseimbangan unsur hara agar bibit tumbuh dengan baik diperlukan penambahan unsur hara melalui pemupukan (Sukarji dan Tobing 1982).

Pembibitan awal merupakan tahap yang menentukan keberhasilan dalam pengelolaan bahan tanam selanjutnya (Buana et al. 2003). Ciri utama pembibtan tahap awal adalah penggunaan kantong plastik berukuran kecil, sehingga jumlah bibit per ha areal pembibitan menjadi banyak. Untuk areal pembibitan dipilih dipilih lahan yang rata dan datar (tidak miring), berdrainase lancar, dekat sumber air, tetapi tidak rawan banjir (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008). Pada pre nursery bibit ditanam dan disusun rapat sampai berumur 3-4 bulan (Lubis 1992). Dalam waktu 3-4 bulan pertama dari pertumbuhan bibit diperlukan naungan agar intensitas cahaya yang diterima bibit sekitar 40% (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008). Bibit ditanam pada kantong plastik kecil berukuran 14 x 22 cm dengan tebal 0.07 mm. Tanah yang diisikan adalah tanah atas (top soil) yang disaring. Kecambah ditanam dengan plumula menghadap ke atas dan radikula ke bawah sedalam 2-3 cm (Lubis 1992).

Pembibitan utama (main nursery) bertujuan agar bibit sudah cukup kuat dan besar sebelum ditanam di lapangan, dan agar pertumbuhan bibit seragam. Pembibitan utama ini menggunakan polybag besar, dengan ukuran 40 cm x 50 cm dan tebal 0.02 cm (Yahya 1992). Pada main nursery bibit diletakkan dengan jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau dalam satu ha berisi sebanyak 12 000 bibit (Lubis 1992). Pelaksanaan transplanting dari pembibitan awal ke pembibitan utama merupakan tahap krusial dan memerlukan perhatian yang lebih (Buana et al.

2003).

Kalsium

Kalsium dalam Tanah

Sumber utama kalsium tanah adalah kerak bumi yang didalamnya mengandung 3.6% kalsium. Mineral utama yang banyak mengandung kalsium adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit CaMg(CO3)2, yang merupakan penyusun

batuan sedimen limestone dan dolomit. Kadar kalsium tanah mineral rata-rata adalah 0.40% pada lapisan tanah atas, sedangkan pada tanah-tanah organik kadarnya lebih tinggi yaitu dapat mencapai 2.80%. Tingginya kadar kalsium pada tanah organik karena berasal dari air yang mengalir yang banyak membawa kapur di dalamnya (Hakim 1986).

(18)

berkurang pula kalsium yang tersedia untuk tanaman. Kalsium dalam tanah akan hilang sebagai akibat (1) hilang melalui erosi, (2) pencucian dan (3) diangkut oleh tanaman. Kehilangan kalsium yang lebih besar adalah diakibatkan oleh erosi dan pencucian, terutama pada daerah humid dengan curah hujan yang tinggi. Hal ini pada derah-daerah humid banyak dijumpai tanah-tanah yang masam (Hakim 1986).

Tabel 1 Kehilangan kalsium dan magnesium dari tanah

Cara kehilangan Kalsium Magnesium

CaO CaCO3 MgO MgCO3

………kg/ha……….

Oleh erosi (Missori) 4% lereng 120 214 48 100

Oleh tanaman, rotasi biasa 35 62 25 52

Oleh pencucian dari tanah lempung 125 223 30 63

Total 280 499 103 215

Sumber: Hakim (1986)

Berdasarkan Tabel 1 bahwa kehilangan kalsium lebih besar atau tinggi daripada kehilangan magnesium. Hal ini terjadi karena (a) kompleks koloid lebih banyak mengandung kalsium dan (b) penambahan kapur ke dalam tanah selalu mengandung lebih banyak kalsium daripada magnesium.

Pada umumnya kapur yang digunakan untuk pertanian adalah golongan karbonat baik kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaCO3.MgCO3). Bila bahan kapur ini

diberikan ke dalam tanah, maka akan terjadi rekasi-reaksi sehingga terjadi keseimbangan baru. Menurut Kussow (1971), rekasi yang terjadi mula-mula peruraian kapur itu sendiri dari yang membentuk ion CO3 dan ion Ca atau Mg. Ion

CO3 akan menarik ion H dari kompleks jerapan tanah sehingga terbentuk H2CO3.

Ion Ca atau Mg akan mengisi kompleks jerapan tanah yang ditinggalkan oleh ion H. Reaksi yang terjadi digambarkan sebagai berikut:

(Ca, Mg) CO3 (Ca, Mg)2+ + CO3

2-CO32- + H2 x  H2CO3 + x2-

(Ca, Mg)2+ + x2- (Ca, Mg) x x = kompleks jerapan

Dalam hal ini terlihat bahwa ion CO32- yang berperan melepaskan ion H dari

kompleks jerapan tanah. Selanjutnya rekasi yang terjadi dalam menetralkan Al sebagai berikut:

CO32- + 2H2O  H2CO3 + 2 OH-

x- Al + 3OH-  x3- + Al (OH)3

Kemudian ion Ca atau Mg akan menempati kompleks jerapan tanah yang ditinggalkan oleh ion Al.

Tisdale et al. (2005), mengemukakan reaksi kapur pertanian (CaCO3) di

dalam tanah sehubungan dengan penurunan pH sebagai berikut: CaCO3 + H2O  Ca2+ + HCO3- + OH-

H+ + OH-  H2O

(19)

6

Kalsium dalam Tanaman

Kalsium diserap tanaman sebagai kation bivalen Ca2+, Ca merupakan unsur esensial yang tidak bergerak. Pengambilan dan transfer terjadi secara pasif, pemasukan ke dalam silinder pusat melalui ruang bebas dan gerakan ke atas dengan aliran transpirasi (Gardner et al.1991). Kalsium rata-rata menyusun 0,5% tubuh tanaman, banyak terdapat dalam daun dan pada beberapa tanaman mengendap sebagai Ca-oksalat dalam sel-sel. Kekurangan unsur ini akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pertumbuhan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar (titik-titik tumbuh), serta jaringan penyimpan. Hal ini sebagai konsekuensi rusaknya jaringan meristematik akibat rusaknya permeabilitas dan struktur membran sel-sel (Hanafiah 2007). Pada tanaman kelapa sawit kadar unsur Ca sebesar 0.14% pada bibit dan 0.25% pada tanaman dewasa (Ng et al. 1968). Kadar Ca pada tandan buah antara 0.06 sampai 0.29% (Ng dan Tamboo 1967).

Kalsium merupakan penyusun dinding sel, terutama sebagai substansi perekat, Ca pektat. Kalsium juga ditemukan dalam bentuk oksalat dan Ca-karbonat dalam vakuola, garam-garam ini diperkirakan menetralkan penyusun asam-asam organik sampai ke tingkat yang tidak beracun. Kalsium esensial untuk pembelahan dan pemanjangan sel. Kahat Ca meristem tanaman (akar, pucuk, buah dan nodul) mengalami kelainan bentuk dan ujung cabangnya mati, kemungkinan karena kurangnya transfer floem dan tidak bergeraknya dalam tanaman. Kalsium juga esensial untuk fungsi pengaturan selektif membran sel (Gardner et al. 1991).

Sebagian besar tanah mengandung cukup Ca2+ untuk menyokong merupakan bagian paling peka, karena kalsium dibutuhkan untuk membentuk lamella tengah baru. Jaringan yang mengkerut dan berubah bentuk disebabkan karena kurang kalsium dan daerah meristematik mati lebih awal. Pada tomat, buah muda di dekat bunga tidak berkembang (busuk pucuk bunga). Kalsium juga penting agar membran semua sel berfungsi normal, kemungkinan sebagai pengikat fosfolipid satu sama lain atau fosfolipid dengan bagian protein membran (Salisbury dan Ross 1995).

Sebagian besar kalsium berada dalam vakuola tengah dan terikat dengan dinding sel dalam polisakarida pektat (Kinzel 1989). Dalam vakuola, kalsium sering mengendap sebagai kristal oksalat, dan pada beberapa spesies sebagai karbonat, fosfat atau sulfat tak larut. Kadar Ca2+ yang rendah (mikromolar) dalam sitosol harus dijaga untuk mencegah terbentuknya garam kalsium tak larut dengan ATP dan fosfat organik lain. Kadar Ca2+ di atas rentang mikromolar menghambat aliran sitoplasma (Williamson 1984). Beberapa enzim diaktifkan oleh Ca2+, tapi banyak pula yang dihambat. Penghambatan ini mendorong sel mempertahankan kadar Ca2+ lebih rendah lagi dalam sitosol, tempat enzim berada (Salisbury dan Ross 1995).

(20)

lingkungan dan zat-zat pengatur tumbuh (Havlin et al. 2005). Kahat Ca pertama kali tampak pada bagian-bagian tanaman yang lebih muda sebagai daun yang berubah bentuk dan mengalami klorosis, sedangkan pada organ-organ yang lebih tua jarang teramati gejala kahat. Kalsium tidak didistribusikan kembali ke jaringan yang lebih muda. Oleh karena itu, daun muda dan buah yang sedang berkembang secara penuh tergantung pada pengiriman Ca dalam aliran transpirasi dari xylem (Gardner et al. 1991).

Magnesium

Magnesium dalam Tanah

Sumber utama magnesium di dalam tanah adalah biotit, dolomit, augit, suspentin, hornblend dan olivin (Hanafiah 2007). Kadar magnesium sangat bervariasi dan sangat tergantung dari kadar mineral primer yang mengandung magnesium. Kadar rata-rata magnesium tanah adalah berkisar antara 1.93 – 2.1% dari total berat tanah. Kadar magnesium pada top soil dari tanah-tanah mineral adalah rata-rata 0.30% dari total berat (Hakim 1986). Magnesium tanah juga dijumpai dalam mineral sekunder (yaitu montmorilonit, ilit, dan vermikulit). Tanah kering umumnya kaya akan dolomite dan MgSO4. Dalam keadaan normal

Mg menyusun 4 sampai 20% dari CEC, dibandingkan dengan sebesar 80% Ca dan 5% K. Diduga pada tanah yang lembab Al menggantikan Mg2+ (Gardner et al.

1991).

Berdasarkan ketersediaan magnesium bagi tanaman, maka magnesium dapat dibedakan menjadi bentuk-bentuk (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) dalam kisi mineral tipe 2:1 dan (4) dalam mineral primer (Hanafiah 2007). Akibat proses pelapukan mineral-mineral magnesium, maka magnesium tersebut menjadi akan bebas dalam larutan tanah. Hal ini dapat menyebabkan (a) magnesium hilang bersama air perkolasi, (b) magnesium diserap oleh tanaman, (c) diabsorbsi oleh partikel liat dan (d) diendapkan menjadi mineral sekunder. Ketersediaan magnesium akan berkurang pada tanah-tanah yang mempunyai kemasaman tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya jumlah yang besar mineral liat tipe 2:1. Dengan adanya mineral liat ini maka magnesium akan terjerat diantara kisi-kisi mineral tersebut, ketika terjadi pengembangan dan pengkerutan kisi-kisinya. Selanjutnya ketersediaan magnesium tanah juga akan berkurang karena hilang dari tanah. Kehilangan magnesium dalam tanah disebabkan oleh (1) erosi, (2) akibat pencucian, dan (3) diangkut oleh tanaman (Hakim 1986).

Magnesium dalam Tanaman

(21)

8

kelapa sawit dengan kadar tinggi di dalam jaringan muda (misalnya daun) dan kadar rendah di akar (Ng et al. 1968). Tandan buah kelapa sawit mengandung 0.09 – 0.234 Mg (Ng dan Tamboo 1967).

Gambar 1 Model molekul klorofil (Kali 2005)

Magnesium memiliki banyak fungsi di dalam proses metabolisme pada kelapa sawit. Mg berperan sebagai atom pusat dari molekul klorofil, pigmen hijau di daun yang berfungsi merubah energi cahaya menjadi energy kimia selama fotosintesis. Antara 10-35% dari total kandungan Mg pada kelapa sawit terkandung dalam molekul klorofil, tergantung suplai dari kelapa sawit. Pada kondisi kahat dan intensitas cahaya yang rendah, kandungan Mg di dalam klorofil menjadi kurang dari 50% dari Mg total tanaman (Goh dan Hardter 2003). Magnesium merupakan pusat molekul klorofil yang merupakan chelat-Mg dalam kloroplas. Mg juga membentuk chelat dengan ADP, ATP dan asam-asam organik, dan oleh karena itu, penting untuk ratusan reaksi enzimatik. Magnesium membentuk suatu jembatan antara ATP dan molekul enzim dan dibutuhkan untuk fosforilasi dalam reaksi-reaksi sintetis dan pembongkaran pada fotosintesis, dan pada fosforilasi oksidatif pada respirasi. Mg merupakan kofaktor untuk banyak enzim yang mengaktifkan forforilasi dalam glikolisis dan dalam daur asam trikarboksilat (Hwett dan Smith 1975). Karena Mg dibutuhkan untuk mengaktifkan RuBP karboksilase, laju pengaktifan ini terbatas dalam proses fotosintesis. Metabolisme nitrogen dan sintesis protein juga tergantung pada adanya Mg, dan diperkirakan Mg menunjang integritas ribosom (Gardner et al.

1991). Model molekul klorofil disajikan pada Gambar 1.

(22)

(Kali 2005). Kahat magnesium pada tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Kahat magnesium pada tanaman kelapa sawit (Kali 2005)

Penentuan Dosis Optimasi

Kahat terjadi jika konsentrasi hara esensial rendah sehingga membatasi hasil tanaman dan gejala kekahatannya terlihat. Kekahatan yang ekstrim dapat menyebabkan kematian tanaman. Pada kondisi kekahatan sedang atau ringan, tanaman mungkin tidak menampakkan gejala-gejalanya, tetapi hasilnya berkurang. Konsentrasi kritis merupakan konsentrasi hara di dalam tanaman yang jika di bawahnya hasil tanaman akan responsif terhadap penambahan hara. Tingkatan kritis beragam diantara jenis tanman dan haranya sendiri, tetapi umumnya terjadi pada kisaran antara kekahatan dan kecukupan hara. Cukup (optimum) merupakan kisaran konsentrasi hara yang jika dilakukan penambahan hara tidak akan dapat meningkatkan hasil, tetapi masih meningkatkan konsentrasi hara. Berlebih atau meracun merupakan suatu kedaaan konsentrasi unsur hara terlalu tinggi sehingga dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Konsentrasi hara yang berlebih juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara, sehingga dapat mengurangi hasil tanaman (Munawar 2011). Hubungan antara konsentrasi hara di dalam jaringan dan hasil tanaman disajikan pada Gambar 3.

(23)

10

Kisaran kecukupan hara merupakan pengembangan dari batas kritis, yang pertama dikembangkan untuk menganalisis status hara tanaman. Namun sekarang orang lebih banyak menggunakan kisaran kecukupan hara. Interpretasi kisaran kecukupan hara diperoleh dari hubungan antara produksi atau pertumbuhan tanaman dengan kadar hara (Leiwakabessy dan Sutandi 2004).

Peranan uji tanah dan analisis tanaman sebagai dasar penyusunan rekomendasi pemupukan berimbang sangat diperlukan untuk memperbaiki rekomendasi pupuk yang berlaku umum saat ini.Selain itu perlu diupayakan memenuhi prinsip enam tepat (tempat, jumlah, jenis, harga, waktu, dan cara pemupukan) agar produktivitas tanah dan tanaman dapat optimal. Pendekatan uji tanah pada umumnya ditujukan untuk tanaman pangan, dan hortikultura sayuran berumur pendek (semusim) dan mempunyai sistem perakaran dangkal. Sedangkan untuk tanaman buah atau perkebunan yang berumur panjang (tahunan) dan mempunyai perakaran dalam, penentuan rekomendasi pupuk yang umum digunakan adalah uji analisis tanaman (Setyorini et al. 2003).

Analisis tanaman merupakan penetapan konsentrasi suatu unsur dalam contoh pada bagian tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu dan tingkat morfologi tertentu. Konsentrasi unsur ini biasanya dinyatakan dalam berat kering (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Dalam analisis tanaman terdapat beberapa hal yang saling berkaitan, misalnya hubungan antara : produksi dan konsentrasi hara, konsentrasi hara dan varietas, dan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Beberapa tujuan dilakukan analisis tanaman antara lain: mendiagnosa atau memperkuat diagnosa gejala yang terlihat, mengetahui kekurangan unsur hara sedini mungkin, mengidentifikasi masalah yang terselubung, menunjukan hara yang dapat diserap tanaman, mengetahui interaksi atau antagonisme diantara unsur hara, sebagai alat pembantu untuk mengatasi masalah (Aldrich 1973).

3

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor. Jenis tanah adalah latosol dan terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai Nopember 2012. Analisis Tanah, analisis pupuk, analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit Tenera Dami Mas (nomor persilangan 44 x 19.10) yang berumur 4 bulan, tanah lapisan atas (top soil), polybag berukuran 50 cm x 40 cm, kapur pertanian (CaCO3), Epsom salt (MgSO4.7H2O). Pupuk yang dipakai sebagai pupuk dasar

(24)

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, pita meter, jangka sorong digital, SPAD-502 Plus chlorophyll meter,color reader, dan mikroskop.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial yang disusun dalam lingkungan acak kelompok. Faktor pertama adalah perlakuan pemupukan CaCO3

terdiri atas 4 taraf yaitu Ca0 (kontrol tanpa pupuk = 0 g tanaman-1), Ca1 (5 g

tanaman-1), Ca2 (10 g tanaman-1), dan Ca3 (20 g tanaman-1). Faktor kedua adalah

perlakuan pemupukan MgSO4, terdiri atas 4 taraf yaitu Mg0 (kontrol tanpa pupuk

= 0 g tanaman-1), Mg1 (24 g tanaman-1), Mg2 (48 g tanaman-1), dan Mg3 (96 g

tanaman-1). Rekomendasi pupuk Mg pada pembibitan kelapa sawit diperoleh dari dosis pupuk N-P2O5-K2O-MgO (15-15-6-4) (Uexkull 1992). Perlakuan

pemupukan magnesium yang diberikan secara bertahap disajikan pada Tabel 2. Kombinasi perlakuan adalah 4 x 4 = 16. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, dengan demikian jumlah sampel seluruhnya adalah 240 polibag.

Pemupukan dasar. Pupuk dasar diberikan pada setiap tanaman sesuai dengan kebutuhan untuk tumbuh dengan normal. Pupuk dasar yang diberikan berupa urea dan KCl masing-masing 1.5 g tanaman-1 per bulan selama 8 bulan di pembibitan utama, dan pupuk SP-36 diberikan 50 g tanaman-1 pada awal perlakuan.

Tabel 2 Perlakuan pemupukan magnesium yang diberikan secara bertahap

Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan :

i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4

Yijk = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan dosis kalsium pada taraf ke-i dan dosis magnesium pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k.

µ = rataan umum

Bulan ke- Dosis MgSO4 (g/bibit)

Mg0 Mg1 Mg2 Mg3

1 0 1 2 4

2 0 1 2 4

3 0 2 4 8

4 0 4 8 16

5 0 4 8 16

6 0 4 8 16

7 0 4 8 16

8 0 4 8 16

(25)

12

αi = pengaruh perlakuan dosis kalsium ke-i. βj = pengaruh perlakuan dosis magnesium ke-j.

(αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan dosis kalsium ke-i dan magnesium ke-j.

εijk = pengaruh eror dari perlakuan pemberian kalsium ke-i dan magnesium ke-j dengan ulangan ke-k.

Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis Sistem). Apabila dalam sidik ragam pada taraf α 0.05 terdapat pengaruh

nyata, maka dilanjutkan dengan uji kontras polinomial ortogonal untuk mengetahui perbedaan pengaruh dosis kalsium dan magnesium terhadap variabel yang diamati.

Pelaksanaan Penelitian

Areal lahan yang digunakan dibersihkan dari gulma dengan mencangkul sekaligus meratakan permukaan tanah. Kemudian dibuat plot percobaan dengan luasan 64.8 m/plot (jarak tanam 90 cm x 90 cm x 90 cm dengan jumlah tanaman 80 tanaman/plot).

Bibit yang digunakan adalah bibit kelapa sawit varietas Damimas yang telah ditumbuhkan di pre nursery dan dipilih bibit yang memiliki pertumbuhan seragam. Bibit ditanam di polibag yang berukuran 50 cm x 40 cm, selanjutnya polibag disusun sesuai dengan perlakuan

Perlakuan pemupukan dilakukan sebanyak 8 kali aplikasi yaitu 2 minggu setelah pindah tanam di main nursery dan selanjutnya diberikan setiap bulan sampai bibit berumur 8 bulan di main nursery. Pemberian pupuk diberikan dengan cara melingkar di bawah tajuk.

Penyiraman dilakukan setiap hari dengan volume air kurang lebih 1 liter, penyiraman tidak dilakukan jika turun hujan.

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada dalam polibag maupun pada plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma di lapangan.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis dan kimia yaitu dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltamethrin 25 g.l-1 dengan konsentrasi 1 ml l-1 air dan fungisida berbahan aktif mancozeb 80% untuk mengendalikan serangan penyakit dengan konsentrasi 1 ml l-1 air. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan intensitas serangan.

Pengamatan

Peubah yang diamati terdiri atas peubah morfologi tanaman, respon fisiologi , kadar hara dalam jaringan tanaman dan kadar hara dalam tanah.

1. Respon Morfologi Tanaman

(26)

b. Luas Daun (cm2), luas daun yang dihitung adalah daun ke-4 yang telah

c. Jumlah Daun (helai), jumlah daun dilakukan dengan menghitung semua daun yang telah membuka sempurna dan masih segar.

d. Diameter Batang (cm), diukur dengan menggunakan Caliper (jangka sorong) pada ketinggian 1 cm dari pangkal batang.

e. Bobot Basah Tajuk (g). Tajuk dan akar bibit dipisahkan, kemudian tajuk bibit dibersihkan dengan air, dikeringanginkan, dan ditimbang.

f. Bobot Basah Akar (g). Akar bibit dibersihkan dari tanah dengan air, kemudian dikeringanginkan dan ditimbang.

g. Bobot Kering Akar (g). Bobot kering akar ditimbang setelah dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 oC.

h. Bobot Kering Tajuk (g). Bobot kering tajuk ditimbang setelah dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 oC.

2. Respon Fisiologi Tanaman

a. Kandungan Klorofil. Kandungan klorofil daun diukur dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang ada dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konika Minolta 1989). Pengukuran dilakukan pada umur 3-8 BSP. Sampel daun yang diukur adalah daun ke-4 dengan cara meletakkan daun pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca ditekan. Penghitungan dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak ± 0.5 cm dari tepi leaflet . Nilai

real kadar klorofi daun untuk kelapa sawit dihitung dengan menggunakan rumus Y = 0.0007x – 0.0059, dimana: Y = kandungan klorofil dan x = nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Amir 1999; Farhana 2007).

b. Kerapatan Stomata. Kerapatan stomata diamati dan dihitung dengan menggunakan mikroskop. Sampel daun yang diamati adalah daun ke-4 yang dihitung dari atas (daun paling muda). Pengukuran dilakukan pada umur 3 BSP dan 8 BSP. Adapun tahapan cara kerja sebagai berikut :

1. Sampel daun dioles dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku bening) pada bagian atas dan bawah daun ± 1.5 cm x 0.5 cm.

2. Plester bening dipotong dengan ukuran ± 2 cm x 1.2 cm yang berguna untuk mencetak pola stomata.

3. Plester kemudian ditempelkan pada daun yang telah kering setelah dioles selulosa asetat kemudian plester dibuka dari sampel daun dan dipindahkan ke objek kaca yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x 10.

4. Menghitung jumlah stomata dengan menggunakan rumus :

KS = n

Luas bidang pandang =

x

(27)

14 tanaman yang dihitung adalah dari perlakuan optimum. Jaringan tanaman dipisahkan masing-masing (akar, pelepah dan leaflet). Untuk pengitungan kadar hara pelepah dan leaflet sampel diambil dari pelepah dan leaflet ke-5. Selanjutnya semua sampel dibawa ke laboratorium untuk di analisis. Analisis hara dilakukan dengan cara mengikuti prosedur baku. Contoh daun dibersihkan dengan 1% deterjen dan dibilas dengan air bebas ion, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 65 oC selama 48 jam. Contoh komposit daun yang telah dikeringkan kemudian digiling dan diayak dengan ayakan berdiameter 1 mm. Contoh daun kemudian dianalisis secara pengabuan basah dengan HNO365%, HClO4 70%, H2SO4 98%, katalisator campuran selena

dengan Na2SO4 (500g Na2SO4 + 5 g Selenium); kemudian ditetapkan kadar

hara Ca dan Mg. Unsur Ca dan Mg ditetapkan secara Spectrofotometer

(molibdenum biru) dengan panjang gelombang 639 nm.

d. Gradasi Warna Daun. Warna daun kelapa sawit diukur dengan color reader. Alat ini mempunyai sistem notasi warna hunter (systemwarna L, a, dan b). L menyatakan parameter kecerahan (brigthness) dengan nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). a dan b merupakan koordinat-koordinat kromatisitas, a menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 tengah dan ujung) yang berjarak ± 0.5 cm dari tepi leaflet.

e. Kandungan klorofil. Analisis kandungan klorofil dilakukan berdasarkan metode Sims dan Gamon (2002). Sampel daun yang diambil adalah daun ke-5 yang dihitung dari atas (daun paling muda). Sampel daun ditimbang dengan berat ± 0,02 g. Daun tersebut dihaluskan dan ditambahkan asetris sebanyak 1 ml. Daun yang sudah halus dimasukkan ke dalam microtube 2 ml, mortar dibilas dengan asetris sampai microtube penuh 2 ml. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 14 000 rpm selama 10 detik. Supernatan diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan asetris 3 ml ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kelereng kemudian divortex. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 470 nm, 537 nm, 647 nm dan 663 nm.

Klorofil a = 0.018173*A663– 0.000897*A537- 0.003406*A647

(28)

3. Analisis Tanah

a. Awal penelitian. Sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh pada beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian, sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan sekop sedalam ± 20 cm. Sampel tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar, setelah bersih diambil sampel seberat 200 g untuk dianalisis. Analisis tanah dilakukan terhadap tekstur tanah, pH tanah, kadar C-organik, N total, P (HCl 25% dan Bray 1), Ca, Mg, K, Na, KTK dan basa-basa dapat ditukar, KB, dan unsur mikro tersedia (Fe, Cu, Zn, Mn).

b. Akhir penelitian. Tanah diambil dari piringan tanaman kelapa sawit secara komposit. Pengambilan sampel tanah diambil dari perlakuan yang terbaik atau yang berpengaruh nyata, pengambilan sampel terdiri dari 4 (empat) kedalaman yaitu : 0-7 cm, > 7-14 cm, > 14-21 cm dan > 21-28 cm. Analisis pada sampel tanah tersebut meliputi unsur kalsium dan magnesium. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat perilaku antara respon akar tanaman dalam menyerap hara yang diberikan dengan pergerakan hara dalam tanah. Pengamatan ini tidak diuji secara statistik atau membandingkan antara satu perlakuan dengan perlakuan yang lain.

c. Neraca hara (Ca dan Mg). Penghitungan neraca hara dilakukan diakhir penelitian (8 BSP) berdasarkan perlakuan optimum yang meliputi :

1. Sumber hara

a) Tanah awal = kadar hara tanah x berat kering tanah awal b) Pupuk = dosis pupuk x kadar hara pupuk

2. Recovery nutrient :

a) Tanah akhir = kadar hara tanah x berat kering tanah akhir b) Serapan tanaman = kadar hara tanaman x berat kering tanaman 3. Efisiensi pemupukan = total serapan tanaman

pupuk x 100%

4. Pupuk yang hilang =

pupuk − (tanah akhir−tanah awal) – serapan tanaman

pupuk x 100%

5. Unsur hara dalam tanah = hara tanah akhir – hara tanah awal

pupuk x 100%

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Hasil analisis menunjukkan, tekstur tanah terdiri atas pasir 5.31%, debu 2.85%, dan liat 91.84%. Tekstur tanah tersebut adalah liat. Berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah (2008), tanah yang digunakan dalam penelitian termasuk sangat masam dengan pH (H2O) 4.30, kandungan C-organik sedang (2.24%),

(29)

16

me 100 g-1) dan kejenuhan basa tergolong rendah (16.82%). Hasil analisis sampel tanah awal disajikan pada Lampiran 1.

Curah hujan bulanan di lokasi percobaan (Desember 2011- September 2012) berkisar antara 79-548.9 mm per bulan, tertinggi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Agustus 2012, dengan rata-rata 244.67 per bulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 10-31 hari dengan rata-rata 22.3 hari per bulan, sedangkan suhu bulanan berkisar antara 25.1-26.2 oC dengan rata-rata 25.91 oC. Lama penyinaran berkisar antara 26-57% dengan rata-rata 63.40%, dengan lama penyinaran tertinggi pada bulan September 2012 dan terendah bulan Pebruari 2012. Data iklim disajikan pada Lampiran 2.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual, hama yang ditemukan adalah belalang (Valanga nigricornis), tungau (red spider), ulat api (Setora nitens), dan ulat kantong(Metisa plana), sedangkan penyakit diantaranya black spot dan spear rot. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemperotan pestisida sesuai dengan intensitas serangan. Insektisida yang digunakan berbahan aktif deltamethrin 25 g l-1 dengan konsentrasi 1 ml l-1 air dan fungisida berbahan aktif mancozeb 80% untuk mengendalikan serangan penyakit dengan konsentrasi 1 ml l-1 air.

Tanggap Morfologi Tanaman terhadap Pemberian Dosis Pupuk Kalsium dan Magnesium

Pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit dari 0 BSP (Bulan setelah perlakuan) sampai bibit berumur 8 BSP di pembibitan utama disajikan pada Gambar 4. Rata-rata laju pertumbuhan tinggi tanaman dari umur 0-3 BSP adalah 12.90% per bulan, laju pertumbuhan tersebut meningkat dengan cepat dari umur 3-8 BSP, dengan rata-rata laju pertumbuhan 26.94% per bulan. Rata-rata laju pertumbuhan jumlah daun dari umur 0-8 BSP adalah 18.72% per bulan. Rata-rata laju pertumbuhan diameter batang dari umur 0-8 BSP adalah 67.34% per bulan. Laju pertumbuhan bibit kelapa sawit selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 Laju pertumbuhan bibit kelapa sawit selama penelitian

Peubah Umur tanaman (BSP)

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Tinggi tanaman (cm) 44.67 45.11 49.20 61.97 75.14 89.13 108.39 119.30 145.43 Standar deviasi 3.69 3.27 2.91 4.69 7.48 7.13 7.97 9.47 14.20 Jumlah daun (helai) 6.73 7.74 9.00 10.23 11.81 13.59 14.33 15.13 16.81

Standar deviasi 0.38 0.59 0.53 0.62 0.84 0.89 0.98 1.12 1.11

Diameter batang (cm) 1.37 1.72 2.42 3.32 4.90 5.87 6.90 7.78 8.75

(30)

(a) (b)

(c)

Gambar 4 Tinggi tanaman (a), diameter batang (b) dan jumlah daun (c) pada berbagai dosis magnesium

Tinggi Tanaman

Pemberian pupuk Ca tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman. Pemberian pupuk Mg menyebabkan respon linier saat umur 3 BSP dan respon kuadratik saat umur 4 – 8 BSP pada peubah tinggi tanaman bibit kelapa sawit. Pemberian pupuk Ca dan Mg tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap peubah tinggi tanaman. Peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman dengan dosis pupuk Mg 48 g tanaman-1 dibandingkan dengan 0 g tanaman-1 (kontrol) adalah 14.87%. Tanggap tinggi tanaman terhadap pupuk Ca dan Mg disajikan pada Tabel 4.

Jumlah Daun

Pemberian pupuk Ca tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah jumlah daun. Pemberian pupuk Mg menyebabkan respon linier saat umur 6 BSP dan respon kuadratik saat umur 4, 5, 7 dan 8 BSP terhadap peubah jumlah daun. Pemberian pupuk Ca dan Mg tidak menunjukkan adanya interaksi terhadap peubah jumlah daun. Peningkatan jumlah daun dengan dosis pupuk Mg 48 g tanaman-1 dibandingkan dengan 0 g tanaman-1 (kontrol) adalah 10.13%. Tanggap jumlah daun terhadap pupuk Ca dan Mg disajikan pada Tabel 5.

(31)

18

Diameter Batang

Pemberian pupuk Ca tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah diameter batang. Pemberian pupuk Mg menyebabkan respon linier saat umur 4 BSP dan respon kuadratik saat umur 3, 5, 6, 7 dan 8 BSP pada peubah diameter batang. Pemberian pupuk Ca dan Mg tidak menunjukkan adanya interaksi pada peubah diameter batang. Peningkatan diameter batang dengan dosis pupuk Mg 48 g tanaman-1 dibandingkan dengan 0 g tanaman-1 (kontrol) adalah 16.73%. Tanggap diameter batang terhadap pupuk Ca dan Mg disajikan pada Tabel 6. Luas Daun

Pemberian pupuk Ca menyebabkan respon linier saat umur 2 BSP pada peubah luas daun. Pemberian pupuk Mg tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah luas daun. Pemberian pupuk Ca dan Mg tidak menunjukkan adanya interaksi pada peubah luas daun. Tanggap luas daun terhadap pupuk Ca dan Mg disajikan pada Tabel 7.

Biomassa

(32)

19

Tabel 4 Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan magnesium Perlakuan

*,**: Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%, tn : berbeda tidak nyata, Mg: Magnesium, Ca: Calsium, Pr: probability,¢: Uji kontras polinomial ortogonal; L: Linier, Q: Kuadratik, BSP: Bulan setelah perlakuan.

.

(33)

20

Tabel 5 Jumlah daun tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan magnesium Perlakuan

*,**: Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%, tn : berbeda tidak nyata, Mg: Magnesium, Ca: Calsium, Pr: probability,¢: Uji kontras polinomial ortogonal; L: Linier, Q: Kuadratik, BSP: Bulan setelah perlakuan.

(34)

Tabel 6 Diameter batang tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan magnesium

*,**: Berbeda nyata pada taraf 5% dan 1%, tn : berbeda tidak nyata,Mg: Magnesium, Ca: Calsium, Pr: probability,¢: Uji kontras polinomial ortogonal; L: Linier, Q: Kuadratik, BSP: Bulan setelah perlakuan.

(35)

22

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara pupuk kalsium dan magnesium terhadap peubah tanggap morfologi tanaman. Respon linier menunjukkan bahwa belum dapat ditentukan dosis optimum karena peubah yang diamati masih akan meningkat seiring penambahan dosis pupuk yang diberikan. Respon yang masih linier dapat dikarenakan dosis pupuk yang digunakan kurang tinggi, rentang dosis yang digunakan terlalu sedikit atau jaraknya terlalu jauh, sedangkan pengaruh kuadratik menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan cenderung menurunkan pertumbuhan bibit kelapa sawit sehingga terbentuk pola parabola (kuadratik).

Tabel 7 Luas daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan magnesium Perlakuan

Tabel 8 Bobot kering bibit kelapa sawit pada dosis kalsium 20 g tanaman-1 dengan berbagai dosis magnesium pada 8 BSP

Perlakuan

(36)

Unsur hara Ca lambat terlarut di dalam tanah dan bersifat slow release. Slow release merupakan pelepasan unsur hara secara lambat dengan volume pelepasan mendekati kapasitas akar tanaman dalam menyerap unsur hara tetapi berlangsung dalam waktu yang lebih lama (Wigena et al. 2006). Dengan demikian, unsur Ca lambat berpengaruh terhadap tanaman.

Pemberian pupuk Mg berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit. Peran penting dari magnesium adalah sebagai penyusun klorofil dan unsur yang esensial pada sejumlah enzim pada katalisis sintesis klorofil dan sintesis protein (Goh dan Hardter 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan dosis 120 mg magnesium dan 80 mg sulfur memberikan efek yang signifikan pada bibit kelapa sawit dan meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit sebesar 15% dibandingkan dengan kontrol (Ejraei 2010). Pemberian pupuk kiserit (MgSO4.H20) nyata meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang,

dan bobot brangkasan basah dan kering tanaman kelapa sawit di pembibitan pada ultisol dan oksisol. Takaran optimum pupuk kiserit untuk meningkatkan bobot kering bibit kelapa sawit umur 6.5 bulan di main nursery adalah 0.8 g tanaman-1 pada ultisol dan oksisol (Kasno dan Nurjaya 2011). Hasil penelitian Gransee dan Fuhrs (2012), pada percobaan larutan hara ketersediaan yang tinggi pada kation Ca, K dan Mn dapat menurunkan uptake Mg pada tanaman, sehingga peningkatan ketersediaan kation seperti K dan Ca dapat menyebabkan defisiensi Mg yang disebabkan oleh efek antagonisme antar kation tersebut.

Kriteria bibit siap tanam (siap salur) ditentukan oleh 3 kriteria morfologi tanaman yaitu tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang. Hasil pengamatan pada akhir penelitian (8 BSP) di pembibitan utama atau 12 bulan setelah penanaman kecambah menghasilkan bibit kelapa sawit dengan tinggi tanaman maksimum 156.82 cm, jumlah daun 17.51 helai dan diameter batang 9.49 cm. Tinggi tanaman dan jumlah daun masing-masing lebih kecil 1.74 % dan 22.22%, namun lebih besar pada diameter batang 15.7% dibandingkan dengan standar bibit yang dikeluarkan PT Dami Mas. Perbedaan tersebut karena adanya pengaruh faktor lingkungan tumbuh terutama dalam media tanam yang digunakan telah bercampur dengan sub soil, hal ini juga terlihat dengan lambatnya pertumbuhan tanaman pada umur 0-3 BSP. Standar pertumbuhan morfologi bibit PT Dami Mas disajikan pada lampiran 4.

Tanggap Fisiologi Tanaman terhadap Pemberian Dosis Pupuk Kalsium dan Magnesium

Kerapatan Stomata dan Kandungan Klorofil

Pemberian pupuk kalsium memberikan pengaruh nyata secara linear terhadap kerapatan stomata daun pada umur 8 BSP. Pemberian pupuk magnesium berpengaruh nyata secara linear pada kerapatan stomata daun pada umur 4 BSP dan berpengaruh nyata secara kuadratik pada umur 8 BSP (Tabel 9). Stomata memiliki beberapa karakteristik yang mengontrol atau menentukan laju fotosintesis yaitu kerapatan, ukuran, dan konduktansi stomata (Khazaei et al.

(37)

24

et al. 2011). Magnesium dapat meningkatkan panjang dan lebar stomata serta transpirasi yang dapat mendorong penyerapan nutrisi secara pasif (Putra et al.

2012). Pada level magnesium yang rendah pada tanaman dapat mengurangi kandungan klorofil dan karotenoid, konduktansi stomata daun dan laju fotosintesis (Ding et al. 2008).

Pemberian pupuk Ca tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah klorofil sampai dengan tanaman berumur 8 BSP. Pemberian pupuk magnesium berpengaruh sangat nyata secara linear pada umur 4-6 BSP dan berpengaruh sangat nyata secara kuadratik pada umur 7–8 BSP terhadap jumlah klorofil tanaman bibit kelapa sawit (Tabel 9). Hal ini berkaitan dengan fungsi hara Mg sebagai pusat penyusun klorofil (Camkak dan Kirkby 2008), sehingga Mg dikaitkan dengan perkembangan klorofil daun (Hermans et al. 2006). Pemberian pupuk daun yang mengandung magnesium pada oregano meningkatkan konsentrasi klorofil 38% dibandingkan dengan kontrol (Dordas 2009). Hasil penelitian Jayaganesh et al. (2011) menunjukkan bahwa kandungan klorofil dan karotenoid pada tanaman teh hitam lebih tinggi pada lahan yang dipupuk magnesium sulfat daripada yang dipupuk magnesit, magnesium nitrat dan kiserit.

Kandungan klorofil daun, kandungan Mg pada anak daun, pelepah dan akar bibit kelapa sawit

Pemberian pupuk Mg tidak memberikan pengaruh nyata pada peubah kandungan klorofil daun (Tabel 10). Pemberian pupuk Mg dengan dosis 96 g tanaman-1 menghasilkan kandungan klorofil lebih tinggi (3.18 mg g-1) dibandingkan dengan kontrol (2.52 mg g-1) (Gambar 5). Kandungan klorofil cenderung meningkat dengan meningkatnya hara magnesium yang diberikan. Kandungan klorofil cenderung nyata pada taraf 10% (P = 0.0533). Pemberian Tabel 9 Kandungan klorofil (metode SPAD) dan kerapatan stomata daun dengan

berbagai dosis pupuk kalsium dan magnesium

Perlakuan Dosis pupuk

(g tanaman-1)

Kandungan klorofil (mg/cm2) Kerapatan stomata

(mm2)

(38)

pupuk Mg tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan klorofil diduga karena tanaman dalam kondisi kekurangan air atau kekeringan sehingga terjadi gangguan penyerapan hara. Tanaman mengalami kekeringan jika kehilangan lebih dari 50% air dari jaringannya. Respons fisiologis tanaman terhadap kekurangan air adalah penurunan konsentrasi klorofil daun yang dapat disebabkan oleh pembentukan klorofil dihambat, penurunan enzim rubisco, dan terhambatnya penyerapan unsur hara, terutama magnesium dan nitrogen yang berperan penting dalam sintesis klorofil (Ai dan Banyo 2011). Hasil penelitian Gomes et al. (2008) menunjukkan bahwa kekurangan air pada kelapa kerdil hijau Brazilia (Cocos nucifera L. nana) mengakibatkan penurunan konsentrasi klorofil daun tiap unit luas daun.

Pemberian unsur Mg berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap kandungan Mg dalam anak daun, pelepah dan akar. Respon kuadratik kandungan magnesium pada anak daun, pelepah dan akar bibit kelapa sawit disajikan pada Gambar 6. Kandungan Mg dalam jaringan tanaman (anak daun, pelepah, dan akar) terendah pada dosis 0 g tanaman-1 masing-masing sebesar 0.26%, 0.12% dan 0.08%, dan kandungan Mg dalam jaringan tanaman (leafleat, pelepah, dan akar) tertinggi pada dosis 96 g tanaman-1 masing-masing sebesar 0.35%, 0.21% dan 0.16%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan hara magnesium pada jaringan vegetatif dengan pemberian pupuk magnesium lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, dengan rata-rata kandungan Mg pada dosis 0 g tanaman-1 sebesar 0.15% dan dosis 96 g tanaman-1 sebesar 0.24% (Tabel 10). Kandungan Mg dalam jaringan tanaman bibit kelapa sawit pada percobaan ini berada pada zona cukup, jika dibandingkan dengan status hara pada critical nutrient level (pelepah ke-9) pada tanaman belum menghasilkan sebesar 0.6% Ca dan 0.24% Mg (Ollagnier dan Ochs 1981). Kadar Ca pada tanaman kelapa sawit sebesar 0.14% pada bibit dan 0.25% pada tanaman dewasa. Kadar Mg pada tanaman kelapa sawit sebesar 0.22% pada bibit kelapa sawit dan 0.16% pada tanaman dewasa (Ng et al. 1968). Kadar hara dalam jaringan bervariasi hal ini dipengaruhi oleh jenis hara, spesies dan umur tanaman dan bagian organ mana yang diamati (Marschner 1995).

(39)

26

Gambar 5 Kandungan klorofil daun pada berbagai dosis magnesium

Gambar 6 Respon kuadratik kandungan magnesium pada anak daun, pelepah dan akar bibit kelapa sawit

Gradasi warna Daun

Warna daun dengan pemberian pupuk magnesium menunjukkan nilai L (tingkat kecerahan) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Nilai L semakin meningkat sesuai dengan dosis pupuk magnesium yang diberikan. Nilai a (absis) dan b (ordinat) masing-masing dosis pupuk Mg adalah 0 g tanaman-1 (-semakin tinggi maka daun akan berwarna kekuningan dan hal ini mengindikasikan gejala klorosis (Gambar 7).

0

Kadar Mg anak daun Kadar Mg pelepah Kadar Mg akar

(40)

Gambar 7 Diagram warna daun bibit kelapa sawit pada berbagai perlakuan dosis magnesium: (a) 0, (b) 24, (c) 48 dan (d) 96 g MgSO4 tanaman-1.

Terdapat korelasi antara pengukuran kandungan klorofil (metode SPAD), kandungan klorofil (metode dekstruktif) dan pengukuran gradasi warna daun (metode color reader). Kandungan klorofil (metode dekstruktif) berkorelasi sangat nyata dengan kandungan klorofil (metode SPAD) (r = 0.72014). Kandungan klorofil (metode dekstruktif) berkorelasi sangat nyata dengan gradasi warna daun (r = 0.98975). Kandungan klorofil (metode SPAD) berkorelasi sangat nyata dengan gradasi warna daun (r = 0.72504) (Lampiran 7) . Korelasi tersebut menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan salah satu alat uji pengukuran klorofil, maka dapat diketahui kandungan klorofil di dalam daun. Pemanfaatan SPAD merupakan alat yang efektif untuk mengetahui kandungan klorofil dengan cepat dan tanpa dekstruktif selama pertumbuhan tanaman bibit kelapa sawit.

(a) (b)

(41)

28

Korelasi Peubah Morfologi dan Fisiologi Bibit Kelapa Sawit Saat Umur 8 BSP (Bulan setelah perlakuan)

Tanaman bibit kelapa sawit pada umur 8 BSP (Bulan setelah perlakuan), tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dengan berat kering tanaman (r = -0.47328), kerapatan stomata (r = -0.40736, kandungan klorofil metode SPAD (r = 0.51140), kandungan klorofil metode dekstruktif (r = 0.56441), kandungan Mg jaringan tanaman (r = 0.50032), dan gradasi warna daun (r = -0.54828). Jumlah daun berkorelasi sangat nyata dengan diameter batang (0.56841). Berat kering tanaman berkorelasi sangat nyata dengan kerapatan stomata (r = 0.94254), kandungan klorofil metode SPAD (r =-0.97119), kandungan klorofil metode dekstruktif (r = -0.95597), kandungan Mg jaringan tanaman (r = -0.93644), dan gradasi warna daun (r = 0.94914). Kerapatan stomata berkorelasi sangat nyata dengan kandungan klorofil metode SPAD (r = -0.95136), kandungan klorofil metode dekstruktif (r = 0.93507), kandungan Mg jaringan tanaman (r = -0.91565), dan gradasi warna daun (r = 0.95050). Kandungan klorofil metode SPAD berkorelasi sangat nyata dengan kandungan klorofil metode dekstruktif (r =-0.98291), Kandungan Mg jaringan tanaman (r = 0.96188), dan gradasi warna daun (r = -0.98240). Kandungan klorofil metode dekstruktif berkorelasi sangat nyata dengan Kandungan Mg jaringan tanaman (r = 0.93486) dan Gradasi warna daun (r = -0.96341). Kandungan Mg jaringan tanaman berkorelasi sangat nyata dengan Gradasi warna daun (r = -0.94237). Korelasi peubah morfologi dan fisiologi bibit kelapa sawit saat umur 8 BSP disajikan pada Lampiran 8. Nilai koefisien korelasi (r) adalah 0.47328 dengan nilai Prob > r sebesar 0.0083. Artinya korelasi peubah tinggi tanaman dan berat kering tanaman pada bibit kelapa sawit adalah sangat erat, nyata pada taraf nyata 1%. Hal tersebut menjelaskan bahwa pemberian pupuk menunjukkan respon yang positif terhadap bibit kelapa sawit, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor luar. Angka koefisien korelasi yang rendah bisa dikarenakan berbagai faktor, di antaranya pupuk yang diberikan, faktor lingkungan atau galat yang ditimbulkan oleh lingkungan serta kurangnya sampel data yang diamati.

Dinamika Hara

(42)

Gambar 8 Dinamika pergerakan hara kalsium dan magnesium (a = 48 g tanaman-1 dan b = 96 g tanaman-1) dalam media tanam.

Neraca Hara

Neraca hara dihitung pada perlakuan optimum. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan Ca dan Mg masing-masing sebesar 30.90% dan 40.21%, sedangkan kehilangan pupuk Ca dan Mg masing-masing sebesar 37.41% dan 30.82%. Kehilangan pupuk disini didefinisikan sebagai akibat pencucian (leaching), mobilisasi (mikroorganisme tanah dan tanaman), imobilisasi (anorganik menjadi organik), volatilisasi (penguapan dan denitrifikasi), dan terfiksasi (adsorpsi) oleh koloid tanah.

Tabel 11 Neraca hara kalsium dan magnesium pada perlakuan dosis pupuk magnesium 48 g tanaman-1 dengan dosis pupuk kalsium 20 g tanaman

-1

Uraian Hara

Ca Mg

Sumber

Tanah (awal) (g) 4.35 0.31

Pupuk (g) 7.11 4.51

Total sumber 11.46 4.82

Recovery nutrient

Tanah (akhir) (g) 6.60 1.61

Serapan Tanaman (g)

Akar 0.10 0.15

Pelepah 1.05 1.05

Daun (Leaflet) 1.05 0.62

Total recovery 8.80 3.43

Pupuk dalam tanah (%) 31.64 28.82

Efisiensi Pemupukan (%) 30.94 40.13

Pupuk yang hilang (%) 37.41 30.82

Kehilangan kalsium yang lebih besar adalah diakibatkan oleh pencucian (Hakim 1986). Ketersediaan Ca bagi tanaman dipengaruhi oleh pasokan Ca total, kemasaman tanah, KTK (kapasitas tukar kation), derajat kejenuhan Ca dengan kation-kation lain dalam tanah (Munawar 2011). Kehilangan magnesium dalam

(43)

30

tanah diakibatkan oleh mobilisasi (mikroorganisme tanah dan tanaman) dan pencucian (Grzebisz 2011). Penyerapan Mg sangat dipengaruhi oleh ketersediaan kation lainnya seperti NH4, Ca dan K (Romheld dan Kirkby 2007). Neraca hara

kalsium dan magnesium pada perlakuan dosis pupuk magnesium 48 g tanaman-1 dengan dosis pupuk kalsium 20 g tanaman-1 disajikan pada Tabel 11.

Penentuan Dosis Optimum

Penentuan dosis optimum pupuk Mg didasarakan pada peubah morfologi tanaman yang didasarkan pada persamaan regresi yang diperoleh dari pengukuran setiap bulan. Penentuan dosis optimum pupuk magnesium disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Penentuan dosis optimum magnesium pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama berdasarkan peubah morfologi tanaman

Peubah Umur

(BSP) Persamaan regresi

Dosis optimum (g/bibit)

Tinggi Tanaman 1 - 2.0*

2 - 2.0*

3 - 4.0*

4 Y = -0.116x2 + 2.435x + 67.84 10.5 5 Y = -0.087x2 + 1.502x + 85.95 8.6 6 Y = -0.103x2 + 1.939x + 103.5 9.4 7 Y = -0.127x2 + 2.470x +112.7 9.7 8 Y = -0.231x2 + 4.165x + 135.5 9.0

Total 55.3

Jumlah Daun 1 - 2.0*

2 - 2.0*

3 - 4.0*

4 Y = -0.003x2 + 0.104x + 11.33 17.3

5 - 8.0*

6 - 8.0*

7 Y = -0.114 x2 + 0.32x + 14.13 11.4 8 Y = -0.015x2 + 0.32x + 15.85 10.7 Total 63.4

Diameter Batang 1 - 2.0*

2 - 2.0*

3 Y =-0.006x2 + 0.142x + 2.884 11.8

4 - 8.0*

5 Y = -0.08x2 + 1.421x + 55.47 8.9 6 Y = -0.107x2 + 1.952x + 64.37 9.1 7 Y = -0.130x2 + 2.375x + 72.10 9.1 8 Y = -0.140x2 + 2.692x + 80.43 9.6

Total 60.5

Gambar

Gambar 2 Kahat magnesium pada tanaman kelapa sawit (Kali 2005)
Tabel 2 Perlakuan pemupukan magnesium yang diberikan secara bertahap
Gambar 4 Tinggi tanaman (a), diameter batang (b) dan jumlah daun (c) pada berbagai
Tabel 4 Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis kalsium dan magnesium
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti 56,3 persen dari variansi manajemen laba perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013 dijelaskan oleh variansi

Dari hasil penelitian dalam bentuk hasil kuisioner diperoleh persepsi responden tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Dinas Pendapatan,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘‘Struktur

Berdasarkan hal tersebut pada penelitian ini dirancang sebuah sistem informasi yang diberi nama GLoSha ( Grouping Location Sharing ) yang dapat membantu

Desain Sistem Prototype Akuarium yang dibuat pada penelitian ini dirancang dengan menggunakan sensor pH untuk mengetahui kualitas air serta sensor hcsr yang mengukur

Thesis entitled "An Analysis of Code Switching and Code Mixing Used by Front Office Department Staffs of Grand Elite Hotel Medan" is about code switching and code

Tesis Pondok pesantren dan perubahan ..... ADLN -

Antara yang jelas dapat diperhatikan adalah amalan-amalan berikut yang kini mula menjadi norma dalam kalangan masyarakat Islam di Malaysia iaitu, amalan menyalakan api