• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimizing Rates of NPK Compound and Calcium Fertilizer for the Growth of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seedling in Main Nursery.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimizing Rates of NPK Compound and Calcium Fertilizer for the Growth of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seedling in Main Nursery."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN KALSIUM

PADA BIBIT KELAPA SAWIT (

Elaeis

guineensis

Jacq.)

DI PEMBIBITAN UTAMA

RIZKI FAUZIAH RAMADHAINI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Kalsium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

RINGKASAN

RIZKI FAUZIAH RAMADHAINI. Optimasi Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Kalsium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan ADE WACHJAR.

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan ekspor Indonesia sehingga menjadi penghasil devisa negara di luar minyak dan gas bumi. Minyak sawit banyak digunakan oleh industri fraksinasi (minyak goreng), lemak khusus, margarin, kosmetik, oleochemical, dan biodiesel.

Salah satu faktor penentu produktivitas kelapa sawit adalah dengan menggunakan bibit yang berkualitas yang didapatkan melalui penggunaan benih yang secara genetik unggul dan pemeliharaan yang baik, terutama pemupukan. Oleh karena itu, ketepatan dosis pupuk selama proses pembibitan menjadi faktor yang sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum pupuk majemuk NPK dan kalsium, mengetahui pengaruh interaksi keduanya terhadap pertumbuhan bibit dan menghasilkan bibit kelapa sawit berkualitas.

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor dari bulan Desember 2011 sampai dengan November 2012. Rancangan yang digunakan adalah faktorial dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk majemuk NPK (15-15-15) yang terdiri atas 0, 115, 230 dan 460 g bibit-1. Faktor ke-dua adalah dosis pupuk kalsium yang terdiri atas 0, 5, 10 dan 20 g bibit-1.

Secara umum, tidak terdapat pengaruh interaksi pupuk majemuk NPK dan kalsium terhadap peubah yang diamati, kecuali pada tinggi bibit 3 Bulan Setelah Perlakuan (BSP). Pupuk majemuk NPK memberikan pengaruh nyata secara kuadratik terhadap tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang dan kandungan klorofil pada umur 3-8 BSP, kecuali pada tinggi bibit 5 BSP dan diameter batang 3 BSP, pupuk majemuk NPK berpengaruh nyata secara linier. Pupuk kalsium berpengaruh nyata secara linier hanya terhadap tinggi bibit 1 BSP, selain itu pupuk kalsium tidak berpengaruh nyata pada seluruh peubah. Pengaruh linier menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis pupuk, pertumbuhan tanaman akan semakin meningkat. Pengaruh kuadratik menunjukkan penurunan pertumbuhan bibit pada dosis pupuk majemuk NPK di atas dosis optimum.

Pemberian pupuk majemuk NPK merupakan upaya untuk memenuhi kriteria bibit kelapa sawit siap salur. Tinggi bibit perlakuan pupuk majemuk NPK dosis 230 g bibit-1 pada umur 8 BSP pada percobaan ini setara dengan umur 12 bulan sejak pre nursery mencapai 85.48 % dari standar bibit kelapa sawit siap salur. Sementara diameter batang dan jumlah daun masing-masing mencapai 106.92%, dan 65.56% dari standar bibit kelapa sawit siap salur.

Berdasarkan peubah tinggi bibit dan diameter batang dosis rekomendasi pupuk majemuk NPK 15-15-15 berkisar 333.00 g bibit-1 selama delapan bulan di pembibitan utama dengan dosis bulanan sebagai berikut : 7.00, 7.00, 19.45, 59.25, 66.3, 61.55, 58.97 dan 54.16 g NPK bibit-1. Dosis optimum pupuk kalsium tidak tercapai dalam percobaan ini.

(6)
(7)

SUMMARY

RIZKI FAUZIAH RAMADHAINI. Optimizing Rates of NPK Compound and Calcium Fertilizer for the Growth of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Seedling in Main Nursery. Supervised by SUDRADJAT and ADE WACHJAR.

Oil palm is the main estate crop that brought Indonesia as the main producer for palm oil in the world. Palm oil both crude palm oil (CPO) and kernel palm oil (KPO) have been broadening utilized by fractionation (edible oil), margarine, cosmetics, oleo-chemical and bio-diesel industries.

The productivity of oil palm could be determined by the quality of seedling both genetically and physically. The production of oil palm seedling takes about 12-14 months through pre nursery (3-4 months) and main nursery (9-11 months). Fertilizer management had been necessary for oil palm seedling growth. Therefore, the accuracy fertilizer rate would be the main key to maintain the oil palm seedling growth physically as it would have produced the maximum growth of oil palm seedling.

This research was aimed to evaluate rates of NPK compound and calcium fertilizer for the growth of oil palm seedling in main nursery. Other objectives were to know the interaction effect between NPK compound and calcium fertilizer and to produce the high qualified oil palm seedling.

The experiment was conducted in IPB Experimental Station, Cikabayan, Darmaga, Bogor from December 2011 to November 2012. The two factor experiment was designed in a randomized block design with three replications.

The rates of NPK compound fertilizer (15-15-15) were 0, 115, 230 and 460 g seedling-1. The rates of calcium fertilizer were 0, 5, 10 and 20 g seedling-1.

In general, there was no interaction effect between NPK compound and calcium fertilizer on variables observed, except on plant height 3 Months after Application (MAA). NPK compound fertilizer had the significant quadratic effect on plant height, leaf number, stem diameter and chlorophyll content. But, it had the significant linear effect on plant height 5 MAA and stem diameter 3 MAA. The calcium fertilizer had the significant linear effect only on plant height 1 MAA and other variables were not affected by calcium fertilizer. The linear effect showed that the highest rate would still increase the seedling growth. The quadratic effect showed that the seedling growth would decrease by rate higher than the optimum rate.

The oil palm seedling height of NPK compound rate 230 g seedling-1 on 8 MAA attained 85.48 % up to oil palm seedling standard for 12 months since pre nursery. Stem diameter and leaf number attained 106.92% and 65.56% respectively.

Based on plant height and stem diameter, recommended rate of NPK compound fertilizer 15-15-15 was in the range of 333.00 g seedling-1 for eight months. Recommended rates for each month were 7.00, 7.00, 19.45, 59.25, 66.3, 61.55, 58.97 and 54.16 g NPK seedling-1. The optimum rate of calcium was not obtained from this experiment.

(8)
(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agronomi dan Hortikultura

OPTIMASI DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN KALSIUM

PADA BIBIT KELAPA SAWIT (

Elaeis

guineensis

Jacq.)

DI PEMBIBITAN UTAMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)
(13)

Judul Tesis : Optimasi Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Kalsium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama

Nama : Rizki Fauziah Ramadhaini NIM : A252110181

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS Ketua

Dr Ir Ade Wachjar, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura

Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian ini adalah pemupukan pembibitan kelapa sawit, dengan judul Optimasi Dosis Pupuk Majemuk NPK dan Kalsium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sudradjat, MS dan Bapak Dr Ir Ade Wachjar, MS selaku dosen pembimbing serta Prof Dr Ir Sudirman Yahya, MSc selaku penguji luar komisi. Penghargaan sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Program Diploma IPB yang telah memberikan beasiswa selama masa pendidikan beserta tim Laboratorium Kultur Jaringan Program Diploma IPB dan teman-teman yang telah membantu dalam proses pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ishak Kusnadar, ibunda Iis Lisnawati, serta seluruh keluarga dan sahabat, atas segala do’a dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi Tanaman 2

Syarat Tumbuh 3

Pembibitan 4

Pemupukan 4

METODE PENELITIAN 6

Tempat dan Waktu Percobaan 6

Bahan dan Alat 6

Metode Percobaan 7

Pelaksanaan Percobaan 7

Pengamatan 8

Prosedur Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Keadaan Umum 11

Tanggap Morfologi 12

Tanggap Fisiologi 16

Dinamika Hara 20

Neraca Hara 21

Penentuan Dosis Optimum 23

Rekomendasi Pemupukan 25

SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 29

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

1 Tanggap tinggi bibit kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk

majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP 12

2 Diameter batang bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk

majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP 13

3 Jumlah daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk

majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP 14

4 Luas daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk

NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP 14

5 Kandungan klorofil daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis

pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 3-8 BSP 16 6 Kerapatan stomata daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis

pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 3 dan 8 BSP 17 7 Kadar hara N, P, K dan Ca pada jaringan akar, pelepah dan daun

(leaflet) bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk

NPK taraf dosis pupuk kalsium 20 g bibit -1 pada umur 8 BSP 18 8 Bobot kering anak daun (leaflet), pelepah dan akar bibit kelapa

sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK taraf dosis pupuk

kalsium 20 g bibit -1 pada umur 8 BSP 20

9 Neraca hara N, P, K dan Ca berdasarkan perlakuan dosis pupuk

majemuk NPK 230 g bibit-1 pada dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1 22 10 Penentuan dosis optimum pupuk majemuk NPK pada bibit kelapa

sawit di pembibitan utama berdasarkan peubah morfologi tanaman 24 11 Rekapitulasi dosis pupuk NPK berdasarkan peubah tinggi, jumlah

daun dan diameter batang bibit kelapa sawit 25

DAFTAR GAMBAR

1 Dinamika pergerakan hara N, P, K dan Ca pada perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 230 g bibit-1 () dan 460 g bibit-1 (●●●●) pada dosis pupuk

kalsium 20 g bibit-1. (a) N total; (b) P total; (c) K total; (d) Ca total 21 2 Hubungan antara dosis pupuk majemuk NPK per bulan dengan tinggi

(20)
(21)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rekomendasi pemupukan kelapa sawit pada tahap pembibitan 30

2 Dosis perlakuan pupuk NPK 15-15-15 30

3 Hasil analisis tanah 31

4 Hasil analisis kompos kotoran sapi 31

5 Rata-rata curah hujan, banyaknya hari hujan, suhu, lama penyinaran, kelembaban udara dan intensitas penyinaran Desember 2011 sampai

dengan September 2012 32

6 Standar pertumbuhan morfologi bibit sawit Dami Mas pada pre nursery

(1-3 bulan) dan main nursery (4-12 bulan) 32

7 Hasil analisis korelasi tinggi, jumlah daun, luas daun, diameter batang, kerapatan stomata, kandungan klorofil, biomassa dan kadar hara N, P,

K, Ca daun bibit kelapa sawit pada umur 8 BSP 33

8 Hasil analisis korelasi kadar hara N, P, K dan Ca pada jaringan akar,

(22)
(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan ekspor dalam perekonomian Indonesia sehingga menjadi penghasil devisa negara di luar minyak dan gas bumi. Pasar yang banyak menyerap produk utama yaitu minyak sawit (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil) adalah industri fraksinasi (minyak goreng), lemak khusus, margarin, kosmetik, oleochemical, sabun mandi dan biodiesel. Produk-produk sampingan seperti tandan kosong, pelepah, batang, serta limbah padat dan cair dimanfaatkan sebagai pupuk organik, pakan ternak, arang, kayu, pulp dan lain-lain (IPOB 2007).

Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit utama di dunia dengan volume ekspor mencapai 21 151 127 ton, sedangkan nilai ekspor mencapai US $ 11 605 431 pada tahun 2009 (Ditjenbun 2012). Importir utama minyak sawit di dunia antara lain : China, India, Uni Eropa, Pakistan, Jerman, USA, Jepang, Meksiko dan negara lainnya (FAOSTAT 2012).

Pengusahaan tanaman kelapa sawit sampai dengan tahun 2010 sebagian besar dilakukan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) sebanyak 52.07%, Perkebunan Rakyat (PR) sebesar 40.39% dan Perkebunan Besar Negara (PBN) sebesar 7.53%. Luas perkebunan PR didominasi oleh kebun swadaya dibandingkan kebun plasma (Ditjenbun 2012).

Pekebun swadaya umumnya menggunakan bibit berkualitas rendah yang berasal dari pembibitan lokal bahkan brondolan lepas di kebun serta pengelolaan pupuk yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai pengelolaan pembibitan yang baik, dosis pemupukan yang tepat serta biaya pemupukan yang cukup tinggi. Berbeda dengan pekebun plasma yang menjalin kemitraan dengan perusahaan kelapa sawit (inti), bibit yang digunakan bermutu tinggi dan pemupukan dikelola dengan baik (Lee et al. 2012)

Salah satu faktor penentu produktivitas tanaman kelapa sawit adalah dengan menggunakan bibit yang berkualitas. Bibit berkualitas didapatkan dengan menggunakan benih unggul dan pemeliharaan yang baik. Titik kritis pemeliharaan bibit terletak pada keakuratan pemupukan karena bibit kelapa sawit di dalam polybag memiliki keterbatasan sumber hara sehingga penggunaan dosis yang tepat dapat memenuhi kebutuhan bibit dengan keefektifan tinggi.

Gerendas dan Heng (2010) menyatakan kualitas pupuk harus baik secara fisik maupun kimia sehingga dapat menjamin ketersediaan hara dalam tanah dan dapat diserap tanaman. Selain itu, tidak menyebabkan ketidakseimbangan hara dan efek antagonistik. Menurut ARAB (2000), rekomendasi pemupukan harus mempertimbangkan keterbatasan faktor lingkungan (tanah dan iklim) serta faktor ekonomi (harga pupuk).

(24)

Selain hara makro nitrogen, fosfor dan kalium, kalsium berperan penting dalam pertumbuhan bibit kelapa sawit. Kalsium berperan sebagai pembangun dinding sel dan ko-faktor enzim. Menurut Bah dan Rahman (2004) gipsum dan Rock Phosphate (Ca3PO4) digunakan sebagai sumber Ca di perkebunan.

Baik pupuk majemuk NPKMg 15:15:6:4 atau 12:12:17:2 maupun Rock Phosphate memiliki kelemahan yaitu biaya yang cukup tinggi dan tidak mudah didapatkan di pasaran. Oleh karena itu, diperlukan alternatif sumber pupuk yang lebih terjangkau dan mudah didapatkan oleh pekebun swadaya. Salah satunya adalah pupuk majemuk NPK 15-15-15 dan kalsium yang berasal dari kapur pertanian (CaCO3).

Pemupukan NPK berimbang dan kapur dapat mengurangi perkolasi dan evaporasi tanah serta meningkatkan aliran transpirasi produktif sehingga meningkatkan efisiensi penggunaan air. Selain itu, aplikasi NPK dan kapur secara nyata dapat meningkatkan perkembangan akar, produksi biomassa dan hasil tanaman (Barros et al. 2007). Pemberian pupuk anorganik (N, P, K, dan S) yang dikombinasikan dengan kapur dapat meningkatkan bahan organik tanah dan kadar hara jaringan. Pemberian kapur dapat mengurangi kemasaman tanah akibat pemberian pupuk anorganik (Costa 2012) sehingga meningkatkan keseimbangan hara-hara di dalam tanah menjadi tersedia bagi tanaman (Goh dan Härdter 2003).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Menentukan dosis optimum pupuk majemuk NPK pada bibit kelapa sawit. 2. Menentukan dosis optimum pupuk kalsium pada bibit kelapa sawit.

3. Mengetahui interaksi pupuk majemuk dan kalsium pada bibit kelapa sawit. 4. Menghasilkan bibit kelapa sawit berkualitas.

Manfaat Penelitian

Informasi mengenai dosis optimum pupuk majemuk NPK (15:15:15) dan kalsium pada bibit kelapa sawit yang dirancang dalam penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk mendukung perkebunan kelapa sawit rakyat.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman

Akar kelapa sawit terdiri atas akar serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horizontal ke samping. Akar serabut primer akan bercabang menjadi akar sekunder, kemudian bercabang menjadi akar tersier. Kedalaman perakaran kelapa sawit dapat mencapai 8 meter (Sunarko 2009).

(25)

melekat kuat dan sulit terlepas meskipun daun kering dan mati. Tanaman kelapa sawit pada fase tanaman menghasilkan (TM) menghasilkan 20-25 pelepah per tahun. Bunga tumbuh di pangkal daun (Corley dan Tinker 2003).

Bunga kelapa sawit termasuk bunga berumah satu (monoecious) yaitu bunga jantan dan bunga betina terletak pada satu tanaman, tetapi terpisah. Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri atas kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen spiral. Tandan bunga mulai tumbuh pada saat tanaman berumur 12-14 bulan. Bunga jantan atau bunga betina terbuka 3-5 hari pada satu tandan. Viabilitas polen berlangsung selama selama 2-3 hari. Penyerbukan kelapa sawit dibantu angin dan serangga (Corley dan Tinker 2003).

Buah kelapa sawit terdiri atas perikarp yang terbungkus eksokarp (kulit), mesokarp dan endokarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/kernel. Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat dan embrio. Proses pembentukan buah dari penyerbukan sampai dengan matang memerlukan waktu 5-6 bulan.

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia dan Amerika Latin (Sastrosayono 2003). Daerah pertanaman yang baik untuk penanaman kelapa sawit terletak pada elevasi 200-400 m di atas permukaan laut (dpl). Elevasi di atas 500 m dpl akan menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi tanaman (BCI 1999).

Curah hujan yang diperlukan oleh kelapa sawit berkisar 1 500-4 000 mm per tahun. Curah hujan optimal berkisar 2 000-3 000 mm per tahun, dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang panjang. Distribusi hujan yang tidak merata dalam satu tahun dapat menyebabkan bunga atau buah yang terbentuk relatif sedikit. Kelapa sawit dapat toleran pada curah hujan tinggi 5 000 mm per tahun, apabila tanah dapat meloloskan air hujan dengan baik. Akan tetapi, curah hujan tinggi dapat menyulitkan kegiatan budidaya dan transportasi serta mengakibatkan erosi. Curah hujan kurang dari 2 000 mm dapat mendukung pertumbuhan tanaman apabila tidak terjadi kekurangan air. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit berkisar sekitar 75% (BCI 1999).

Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 5-7 jam dan lama penyinaran minimum 1 600 jam per tahun. Kelapa sawit yang tidak mendapatkan sinar matahari cukup akan menyebabkan pertumbuhan lambat, produksi bunga betina menurun, serta gangguan hama dan penyakit meningkat (Sunarko 2009).

(26)

Tanah

Jenis tanah yang baik untuk kelapa sawit adalah tanah Latosol, Podsolik Merah Kuning, Hidromorf Kelabu dan Aluvial. Pengusahaan budidaya kelapa sawit di Indonsia selain dilakukan di lahan mineral, juga dapat dilakukan pada areal gambut dan lahan berpasir. Akan tetapi, berdasarkan Permentan no : 14/permentan/pl.110/2/2009 pengusahaan kelapa sawit di lahan gambut dibatasi untuk melindungi kelestarian ekosistem gambut.

Pembibitan

Pembibitan bertujuan menyediakan bibit yang berkualitas tinggi. Bibit yang berkualitas merupakan investasi utama dalam menentukan produktivitas tanaman. Menurut Pro Forest (2005) bibit kelapa sawit yang digunakan harus bermutu tinggi dengan benih sumber yang jelas. Pengelolaan pembibitan harus termasuk pengendalian hama terpadu (PHT), penggunaan air yang berwawasan lingkungan serta mencegah degradasi tanah.

Terdapat dua metode pembibitan yaitu single-stage main nursery dan double stage, dengan pre nursery (pembibitan pendahuluan) dan main nursery (pembibitan utama). Metode single stage merupakan metode penanaman kecambah yang langsung di polybag besar tanpa pembibitan pendahuluan. Keuntungan metode ini memiliki waktu pembibitan yang lebih pendek, tetapi beresiko besar karena kecambah yang langsung ditanam di pembibitan utama. Metode double stage akan menghasilkan bibit siap tanam pada umur 12-14 bulan karena melalui pembibitan pendahuluan selama tiga bulan dan pembibitan utama berlangsung selama 9-11 bulan (Corley dan Tinker 2003).

Lokasi pembibitan utama diutamakan bebas genangan, dekat dengan sumber air, rata (kemiringan maksimum 5%), dekat area penanaman, bebas hama penyakit dan terdapat jaringan irigasi sebagai sumber pengairan. Polybag yang digunakan berwarna hitam, berukuran 33 cm x 42 cm atau 40 cm x 50 cm dengan ketebalan 0.02 mm. Media tanam berupa top soil berstruktur remah dapat dicampur pasir selain bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hara untuk pertumbuhan, juga merupakan tindakan untuk mengendalikan serangan patogen. Bibit sehat yang memiliki hara yang cukup dan seimbang akan lebih tahan serangan patogen.

Pemupukan yang tepat mutlak diperlukan dalam pengelolaan kelapa sawit sehingga secara nyata dapat meningkatkan produksi tanaman. Menurut Gerendas dan Heng (2010), pupuk yang disarankan harus memiliki karakteristik berikut:

(1) Kualitas pupuk baik secara fisik maupun kimia.

(2) Pupuk yang diberikan dapat menjamin ketersediaan hara dalam tanah sehingga dapat diserap tanaman.

(27)

(4) Frekuensi pemupukan ditingkatkan pada lahan berpasir untuk mengurangi kehilangan akibat pencucian.

(5) Pupuk yang berbentuk butiran dapat diaplikasikan secara mekanis untuk meningkatkan efisiensi pemupukan.

Salah satu keterbatasan penggunaan pupuk tunggal dibandingkan pupuk majemuk antara lain tidak efisien dalam transportasi, tenaga kerja dan biaya pemupukan. Menurut Bah dan Rahman (2004) nitrogen pupuk majemuk sangat berpotensi untuk digunakan karena dikombinasikan dengan K, Ca dan Mg untuk mengurangi penguapan nitrogen.

Pupuk Majemuk

Pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara dalam satu jenis pupuk. Wu et al. (2008) menyatakan bahwa pupuk majemuk NPK bersifat slow release melepaskan hara N, P dan K perlahan dengan baik, memiliki kapasitas menahan air yang baik, tidak beracun pada tanah dan berwawasan lingkungan.

Keunggulan pupuk majemuk antara lain : lebih mudah transportasi, penyimpanan dan aplikasi di lapangan. Pada tanaman kelapa sawit, pupuk majemuk digunakan pada tahapan pembibitan dan tanaman belum menghasilkan (TBM) serta sedikit pada fase tanaman menghasilkan (TM) karena memerlukan kebutuhan hara yang lebih bervariasi sehingga aplikasi pupuk majemuk akan lebih sulit (Sutarta et al. 2005).

Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH tanah, KTK tanah dan komposisi kation baik yang sinergis maupun antagonis. Sutarta et al. (2005) menyatakan komposisi ideal kation dalam komplek pertukaran adalah 10% K, 60% Ca dan 30% Mg berdasarkan pada berbagai pengamatan kondisi tanah di Indonesia.

Rekomendasi pemupukan dibangun berdasarkan hasil analisis jaringan dan hasil analisis tanah. Selain itu, rekomendasi pemupukan harus mempertimbangan keterbatasan faktor lingkungan serta faktor ekonomi (ARAB 2000).

Penggunaan NPK 15:15:15 memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit umur 4, 5 dan 6 bulan di main nursery. Dosis pupuk majemuk 3.5 g tanaman-1 berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman selama 3 bulan di main nursery (Jannah et al. 2012)

Pupuk Kalsium

Kalsium merupakan hara makro sekunder yang berperan penting sebagai pembangun dinding sel, pembelahan sel pada benang-benang miosis, translokasi karbohidrat dan hara, perkecambahan biji dan ko-faktor enzim. Ion Ca2+ terangkut tanaman melalui aliran transpirasi di dalam xilem. Ketika sudah berada di dalam daun hanya sedikit translokasi Ca2+ di dalam floem. Defisiensi Ca menunjukkan ketidakmampuan tanaman memindahkan Ca cukup ke bagian tanaman sehingga diperlukan pasokan Ca melalui pemupukan (Munawar 2011).

(28)

Defisiensi Ca dapat dicegah dengan pemberian dolomit atau kapur pertanian (ARAB 2000). Kapur pertanian dapat meningkatkan pH tanah. Konsentrasi Ca berlebihan dapat menekan penyerapan Mg dan K terlihat pada tanah yang memiliki kadar Ca-dd sangat tinggi (Goh dan Härdter 2003). Kapur pertanian yang diberikan pada tanaman yellow birch dapat meningkatkan pH tanah dari 4.7 ke 6.3, tetapi tidak memiliki efek nyata pada pertumbuhan tanaman fase juvenil serta perkembangan selama 6 musim (Bouman et al. 2012)

Pemberian pupuk majemuk NPK (15:15:15) dan bulk blend urea menghasilkan kadar P, K, Ca dan Mg yang hampir sama baiknya di bagian tajuk maupun akar bibit kelapa sawit, sedangkan perlakuan Urea-gipsum menghasilkan kadar Ca dan Mg yang lebih tinggi di tajuk dengan konsentasi P dan K lebih rendah baik di tajuk maupun akar. Hal ini disebabkan sifat antagonis Ca dan Mg yang mempengaruhi ketersediaan K. Penyerapan K menurun dengan meningkatnya Ca dan Mg di dalam tanah. Dosis rendah pupuk majemuk disarankan untuk pembibitan kelapa sawit. Urea-gipsum merupakan formula terbaik karena dapat meningkatkan ketersediaan N tanah dan berpotensi sebagai sumber Ca bagi tanaman (Bah dan Rahman 2004).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga Bogor, yang terletak pada elevasi 250 m di atas permukaan laut (dpl). Percobaan di lapangan dilakukan selama sembilan bulan mulai Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012, sedangkan analisis tanah dan jaringan dilakukan selama dua bulan pada bulan September sampai dengan November 2012.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah bibit kelapa sawit Tenera umur 4 bulan hasil persilangan Dura dan Pisifera (D x P) varietas Dami Mas, top soil, pupuk organik, polybag 50 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.02 mm, insektisida delthametrin 25 g l-1, fungisida mancozeb 80%, kapur pertanian (CaCO3), pupuk majemuk NPK (15:15:15), cat kuku bening dan selotip. Bahan kimia untuk destruksi jaringan tanaman yaitu H2SO4 dan H2O2 diperoleh dari Merck, Darmstadt, Jerman.

(29)

Metode Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Faktorial dalam lingkungan Acak Kelompok Lengkap dengan perlakuan terdiri atas dua faktor yaitu dosis pupuk majemuk NPK dan dosis pupuk kalsium. Dosis pupuk majemuk NPK terdiri atas empat taraf yaitu 0 g bibit-1 (M0), 115 g bibit-1 (M1), 230 g bibit-1 (M2) dan 460 g bibit-1 (M3). Dosis pupuk kalsium terdiri atas empat taraf yaitu 0 g bibit-1 (C0), 5 g bibit-1 (C1), 10 g bibit-1 (C2) dan 20 g bibit-1 (C3). Penetapan dosis pupuk majemuk dilakukan berdasarkan Uexkull (1992) yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan rincian dosis perlakuan disajikan pada Lampiran 2.

Secara keseluruhan diperoleh 16 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan. Setiap unit percobaan terdiri atas 5 bibit kelapa sawit sehingga terdapat 240 polybag. Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + τk + (αβ)jk + εijk

(αβ)jk = pengaruh interaksi perlakuan dosis majemuk NPK ke-j dan dosis pupuk kalsium ke-k

εijk = pengaruh acak dari kelompok ke-i, perlakuan dosis pupuk majemuk NPK ke-j dan perlakuan dosis pupuk kalsium ke-j

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Areal Percobaan

Areal pembibitan dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman lain yang dapat menjadi sumber organisme pengganggu tanaman. Pembersihan gulma dilakukan secara manual dengan cangkul sekaligus meratakan permukaan tanah.

Persiapan Media Tanam

Media yang digunakan untuk mengisi polybag adalah campuran top soil jenis Latosol dengan kedalaman 0-20 cm dan pupuk organik dengan perbandingan 7 : 1. Media dimasukkan ke dalam polybag sedikit demi sedikit, kemudian dipadatkan sehingga tidak terdapat rongga udara.

Penanaman Bibit

(30)

Pemupukan

Pupuk ditimbang sesuai dosis perlakuan dengan timbangan digital. Penetapan dosis pemupukan berdasarkan rekomendasi pemupukan pembibitan kelapa sawit (Uexkull 1992). Pemberian pupuk dilakukan setiap bulan dengan cara dibenamkan secara melingkar dengan jarak ± 10 cm dari tanaman. Pemberian pupuk kalsium dilakukan satu kali yaitu pada saat dua minggu setelah pindah tanam dari pre nursery ke main nursery. Dua minggu kemudian, diberikan pupuk majemuk NPK yang ditetapkan sebagai umur 0 bulan setelah perlakuan (BSP).

Penetapan dosis pupuk majemuk dilakukan berdasarkan Uexkull (1992) yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemberian pupuk majemuk NPK dilakukan setiap bulan dengan dosis berikut : umur 0-2 BSP 0 g/bibit (M0), 5 g/bibit (M1), 10 g/bibit (M2) dan 20 g/bibit (M3); umur 3-7 BSP 0 g/bibit (M0), 20 g/bibit (M1), 40 g/bibit (M2) dan 80 g/bibit (M3) yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak dua kali pada pagi dan sore hari masing-masing sebanyak 2 liter per polybag. Apabila turun hujan, tidak dilakukan penyiraman.

Gulma yang tumbuh di polybag dibersihkan secara manual, sekaligus menggemburkan tanah apabila terdapat pengerasan tanah. Selain itu, dilakukan penyiangan gulma di sekitar polybag.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida delthametrin dan fungisida mancozeb setiap minggu. Konsentrasi yang digunakan adalah 2 ml l-1 dan 2 g l-1 air.

Pengamatan

Tanggap Morfologi

Pengamatan tanggap morfologi dilakukan terhadap peubah berikut ini :

1. Tinggi Bibit. Tinggi bibit diukur dari batas leher akar sampai ke ujung daun yang tertinggi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meter setiap bulan.

2. Luas Daun Ke-empat. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan portable leaf area meter pada umur empat bulan. Daun yang diukur adalah daun yang ke-empat dari daun pertama setelah daun tombak.

3. Jumlah Daun. Jumlah daun yang dihitung merupakan daun yang telah membuka sempurna. Daun tombak yang belum membuka sempurna dihitung sebagai daun ke-nol Pengamatan dilakukan setiap bulan.

4. Diameter Batang. Diameter batang kelapa sawit merupakan kumpulan pelepah daun. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dan diukur 5 cm di atas permukaan tanah setiap bulan.

Tanggap Fisiologi

Pengamatan tanggap fisiologi dilakukan terhadap peubah berikut ini :

(31)

permukaan atas dan bawah daun sekitar 2 cm x 2 cm dan dibiarkan mengering. Kemudian ditempelkan selotip bening pada permukaan daun yang telah diolesi dan ditekan agar pola stomata menempel sempurna. Selotip kemudian dilepaskan dan ditempelkan pada gelas objek. Stomata dapat diamati di bawah mikroskop elektron pada perbesaran 40 x 10. Jumlah stomata dihitung dengan rumus :

a) Kerapatan stomata

Kerapatan stomata = n/luas bidang pandang = x/1 cm2 Keterangan :

R = jari-jari bidang pandang (0.5 mm dengan pembesaran 40 x 10)

2. Kandungan Klorofil. Kandungan klorofil diukur melalui pengamatan tingkat kehijauan daun dengan alat SPAD-502 plus chloropyll meter setiap bulan. Alat ini secara digital mengukur kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang terdapat di dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun. Pengukuran dilakukan pada umur 3-8 BSP pada daun ke-4. Sampel daun diletakkan pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca tersebut ditekan. Pengukuran dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak ± 5 cm dari tepi leaflet. Berdasarkan Farhana et al. (2007) nilai real kandungan klorofil dihitung menggunakan rumus :

y = 0.0007x – 0.0059 Keterangan :

y = kandungan klorofil

x = nilai hasil pengukuran SPAD-502

Analisis Kadar Hara Jaringan Tanaman (N, P, K dan Ca)

Pengukuran kadar hara jaringan dilakukan pada akhir percobaan pada seluruh perlakuan pupuk majemuk NPK dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1. Jaringan tanaman yang dianalisis adalah anak daun (leaflet), pelepah dan akar. Sampel daun yang diambil merupakan daun yang ke-lima. Seluruh sampel kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis sesuai prosedur baku.

Bahan dikeringkan dan dioven pada suhu 80 0C sampai mencapai berat konstan. Bahan dipotong kasar dan dicampur, kemudian diambil ± 10 gram untuk digiling halus dengan grinder sampai dapat lolos mata saring 0.5 mm dan dianalisis di laboratorium (Pusat Penelitian Tanah 2005).

(32)

Biomassa

Pengamatan biomassa dilakukan melalui pengamatan bobot kering yang dilakukan pada akhir percobaan pada seluruh perlakuan pupuk majemuk NPK dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1. Bibit kelapa sawit dipanen, kemudian bagian anak daun (leaflet), pelepah dan akar dipisahkan. Kemudian, dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 oC. Setelah itu, ditimbang bobot keringnya.

Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan pada awal dan akhir percobaan. Pada awal percobaan, diambil sampel tanah secara komposit. Sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang sedalam ± 20 cm. Kemudian, diambil sebanyak 200 g untuk dianalisis. Analisis tanah yang dilakukan merupakan pengujian rutin lengkap.

Analisis tanah pada akhir percobaan dilakukan pada perlakuan pupuk majemuk NPK 230 g bibit-1 dan 460 g bibit-1 dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1. Pengambilan sampel tanah dilakukan di empat kedalaman tanah yaitu 0-7 cm, 7-14 cm, 14-21 cm dan 21-28 cm. Analisis tanah dilakukan terhadap kadar N, P, K, dan Ca total. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat pola pergerakan N, P, K dan Ca di dalam media tanam.

Neraca Hara N, P, K dan Ca

Perhitungan neraca hara dilakukan di akhir percobaan pada perlakuan pupuk majemuk NPK 230 g bibit-1 pada taraf pupuk kalsium 20 g bibit-1. Perhitungan ini meliputi kadar hara N, P, K dan Ca pada sumber dan recovery nutrient berikut ini: 1. Tanah (awal) (g)

= kadar hara analisis tanah awal (ppm) x bobot kering tanah awal (g) 2. Pupuk (g) = kadar hara pupuk (%) x bobot pupuk sesuai perlakuan (g) 3. Tanah (akhir) (g)

= kadar hara analisis tanah akhir (ppm) x bobot kering tanah akhir (g) 4. Serapan tanaman (akar, pelepah, leaflet) (g)

= kadar hara jaringan (akar, pelepah, leaflet) (%) x bobot kering jaringan (g) 5. Efisiensi pemupukan (%) = (serapan tanaman (g) : pupuk (g)) x 100 % 6. Pupuk yang hilang (%)

= (pupuk (g) – (tanah akhir (g) – tanah awal (g)) – serapan tanaman (g)) x 100 %

pupuk (g)

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Kontras Polynomial

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Media tanam yang digunakan dalam pembibitan kelapa sawit ini adalah campuran top soil tanah latosol dan pupuk organik berupa kompos kotoran sapi dengan perbandingan 7:1. Hasil analisis sampel tanah awal sebelum perlakuan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Tekstur tanah didominasi liat 75.76%, kandungan pasir 4.99% dan debu 19.25%. Reaksi tanah termasuk masam dengan pH (H2O) 4.7, kandungan C-organik tinggi (3.38%), kadar N sedang (0.32%), kadar P tersedia sangat rendah (6.80 ppm) dan kadar K sedang (0.30 me 100 g -1). Hara makro sekunder seperti Ca tergolong rendah (3.30 me 100 g -1) dan Mg tergolong sedang (1.90 me 100 g -1). Kapasitas tukar kation tergolong sedang (19.47%) dan kejenuhan basa sangat rendah (29.84%).

Hasil analisis pupuk organik menunjukkan pH 7.70 dengan kadar C-organik 30.96%, N-total 1.56%, P2O5 1.42%, K2O 2.08% dan hara-hara mikro

(Lampiran 4). Pemberian pupuk organik merupakan upaya untuk menambah bahan organik tanah, meningkatkan pH tanah serta kadar hara tanah sehingga media tanam dapat mendukung pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan baik.

Hasil analisis sampel tanah akhir dilakukan pada perlakuan pupuk majemuk NPK 230 g/bibit dan 460 g/bibit pada pupuk kalsium 20 g.bibit-1. Pada perlakuan NPK 230 g.bibit-1 menunjukkan bahwa pH tanah (H2O) termasuk sangat masam (4.2) dengan kapasitas tukar kation rendah (15.59%). Kadar hara N sedang (0.22), kadar P tersedia dan total sangat tinggi (543.40 ppm dan 1312.5 ppm), kadar K tergolong tinggi (0.75 me 100 g-1) dan kadar Ca tergolong sangat rendah (1.04 me 100 g-1). Sedangkan perlakuan dosis NPK 460 g/bibit menunjukkan pH tanah (H2O) termasuk sangat masam (4.2) dengan kapasitas tukar kation sedang (17.99%). Kadar hara N sedang (0.24%), kadar P tersedia dan total sangat tinggi (783.75 ppm dan 3481.35 ppm), kadar K tergolong tinggi (0.73 me 100 g-1) dan kadar Ca tergolong sangat rendah (1.02 me 100 g-1).

Hasil analisis sampel akhir tanah ini menunjukkan bahwa media tanam bibit memiliki reaksi tanah yang sangat masam. Pemberian pupuk majemuk yang dilakukan terus menerus selama delapan bulan dapat menyebabkan penurunan pH tanah akibat tingginya penyerapan N dalam bentuk amonium (NH4+). Ion amonium dikonversi menjadi ion nitrat yang menghasilkan pemasaman (acidification). Marschner (1995) menyatakan bahwa keseimbangan elektron di dalam sel menyebabkan asimilasi ion amonium (NH4+) diimbangi dengan mengeluarkan proton (H+) ke luar sel akar sehingga dapat menyebabkan penurunan pH tanah. Meski demikian, menurut Caliman et al. (1988) cit. Corley dan Tinker (2003) kelapa sawit pada pH 4.67 tidak menghambat pertumbuhan.

(34)

Tanggap Morfologi

Peubah morfologi umumnya dijadikan kriteria bibit kelapa sawit siap salur yaitu tinggi bibit, diameter batang dan jumlah daun (Lampiran 6). Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tinggi Bibit

Pupuk majemuk NPK memberikan pengaruh nyata secara kuadratik terhadap tinggi bibit pada umur 4 – 8 bulan setelah tanam (BSP), kecuali pada umur 5 BSP perlakuan berpengaruh nyata secara linier. Pupuk kalsium memberikan pengaruh nyata secara linier terhadap tinggi bibit hanya pada umur 1 BST, selain itu pupuk kalsium tidak berpengaruh nyata (Tabel 1). Pupuk majemuk NPK dan kalsium memberikan pengaruh interaksi secara nyata terhadap tinggi bibit pada umur 3 BSP dengan persamaan regresi : y = 52.8 + 0.719 NPK + 0.098 Ca - 0.0188 NPK2 - 0.0006 Ca2- 0.00887 NPK*Ca.

Tinggi bibit berkorelasi positif nyata dengan kadar P-daun (1.000). Fosfor berperan sebagai substrat metabolisme, regulator hasil fotosintat, penyimpanan dan transfer energi serta pembentukan awal akar. Kadar P sangat tinggi di bagian meristematik (titik tumbuh). Pada pertumbuhan bibit, sebagian besar fotosintat akan dialokasikan ke bagian titik tumbuh yang merupakan sink fotosintat. Oleh karena itu, peningkatan penyerapan fosfor akan meningkatkan tinggi bibit

Tabel 1 Tanggap tinggi bibit kelapa sawit pada berbagai perlakuan pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP

(35)

Diameter Batang

Batang bibit kelapa sawit terdiri atas kumpulan pelepah-pelepah daun yang saling menempel. Pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh nyata secara linier pada umur 3 BSP dan kuadratik pada umur 4-8 BSP, sedangkan pupuk kalsium tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang bibit kelapa sawit (Tabel 2). Diameter batang pada umur 8 BSP secara nyata berkorelasi positif dengan tinggi bibit (0.990) dan kadar P-daun (0.990). Hal ini menunjukkan semakin lebar diameter batang semakin banyak jumlah pelepah daun baru sehingga meningkatkan tinggi bibit. Sama halnya dengan tinggi bibit, peningkatan penyerapan fosfor di jaringan daun akan meningkatkan lebar diameter batang. Tabel 2 Tanggap diameter batang bibit kelapa sawit umur 0-8 BSP pada berbagai

dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium

BSP : Bulan setelah perlakuan

Jumlah Daun

Pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit pada umur 3-8 BSP, sedangkan pemberian pupuk kalsium tidak berpengaruh nyata (Tabel 3). Peubah jumlah daun merupakan peubah morfologi yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan. Pelepah kelapa sawit yang baru akan tumbuh setiap dua minggu.

Luas Daun

(36)

Tabel 3 Tanggap jumlah daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP

Dosis pupuk

BSP : Bulan setelah perlakuan

Tabel 4 Tanggap luas daun ke-empat bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-3 BSP

Dosis Pupuk

(37)

Pertumbuhan bibit kelapa sawit didukung oleh pemeliharaan yang baik terutama kecukupan air dan pemupukan. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menambah unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Hara media tanam bibit dalam polybag sangat terbatas untuk mendukung pertumbuhan bibit selama 8 bulan, sedangkan akar bibit kelapa sawit tidak sepenuhnya dapat menembus tanah untuk mencari air dan hara.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum, tidak terdapat pengaruh interaksi antara pupuk majemuk NPK dan pupuk kalsium terhadap peubah tanggap morfologi, kecuali pada tinggi bibit 3 BSP. Pupuk majemuk NPK secara nyata berpengaruh sejak umur 3 BSP. Menurut Nazari (2008) pupuk majemuk NPK dapat menyediakan unsur hara lengkap dan tersedia bagi bibit kelapa sawit setelah 3 bulan aplikasi pemupukan. Wu et al. (2008) menyatakan bahwa pupuk majemuk NPK bersifat slow release yaitu melepaskan hara N, P dan K perlahan sehingga tersedia lambat bagi tanaman. Pemberian NPK 15-15-15 menurut Jannah et al. (2012) dapat memberikan pengaruh terbaik pada tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang bibit kelapa sawit umur 4, 5 dan 6 bulan di main nursery.

Secara umum, pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh secara kuadratik sejak umur 3 BSP hingga 8 BSP, kecuali pada tinggi bibit 5 BSP, diameter batang dan luas daun 3 BSP yang dipengaruhi secara linier. Pengaruh linier menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis pupuk, pertumbuhan tanaman akan semakin meningkat. Pengaruh kuadratik menunjukkan penurunan pertumbuhan bibit kelapa sawit pada dosis pupuk majemuk NPK 460 g bibit-1, sehingga terbentuk pola parabola (kuadratik). Penelitian ini menunjukkan walaupun dosis pupuk yang diberikan sudah melewati dosis optimum, tetapi belum menuanjukkan gejala toksisitas hara.

Perlakuan tanpa pupuk majemuk pada umur 8 BSP menunjukkan tinggi bibit 108.25 cm, diameter batang 68 mm dan jumlah daun 14 helai. sedangkan perlakuan pemberian pupuk majemuk dosis 230 g bibit-1 menunjukkan tinggi bibit 136 cm, diameter batang 85 mm dan jumlah daun 15 helai. Pertumbuhan bibit kelapa sawit pada perlakuan tanpa pupuk majemuk hanya didukung oleh hara yang terkandung di dalam tanah serta hara yang disediakan oleh pupuk organik. Berdasarkan hasil analisis pupuk organik (Lampiran 4), menunjukkan bahwa pada pupuk organik yang diberikan terdapat N 5.71 g, P 2.16 g dan K 6.22 g.

Pemberian pupuk majemuk berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit yang merupakan upaya untuk memenuhi kriteria bibit siap siap salur. Sementara diameter batang dan jumlah daun masing-masing mencapai 106.92%, dan 65.56% dari standar bibit kelapa sawit siap salur.

(38)

pemberian kapur pertanian. Ca bersifat immobil (tidak bergerak) dan diserap secara pasif (aliran massa). Menurut Bouman et al. (2012) kapur pertanian belum berpengaruh nyata pada pertumbuhan fase juvenil tanaman yellow birch.

Tanggap Fisiologi

Kandungan Klorofil

Pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh nyata secara linier pada 3 BSP dan kuadratik pada 5, 6 dan 8 BSP terhadap kandungan klorofil, sedangkan

pemberian pupuk kalsium tidak berpengaruh nyata (Tabel 5). Pengaruh kuadratik pupuk majemuk NPK menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk dapat menyebabkan penurunan kandungan klorofil daun.

Tabel 5 Kandungan klorofil kaun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 3-8 BSP

Dosis pupuk

Kandungan klorofil umur 8 BSP secara nyata berkorelasi positif erat dengan tinggi bibit (0.954) dan kadar P-daun (0.951). Korelasi ini menunjukkan bahwa kandungan klorofil memiliki hubungan erat dengan peubah pertumbuhan tanaman karena klorofil merupakan tempat berlangsungnya fotosintesis. Fosfor secara fisiologis berperan sebagai sintesis ATP, asam nukleat, fosfolipid dan hekso fosfat. Hekso fosfat berfungsi dalam transformasi CHO dalam fotosintesis. Peningkatan kadar P-daun berkaitan erat dengan peningkatan kandungan klorofil.

(39)

konsentrasi klorofil ditentukan oleh penyerapan hara nitrogen dan magnesium yang berperan penting dalam sintesis klorofil. Akumulasi nitrogen yang tinggi akan ditranslokasikan ke jaringan yang lebih muda.

Kerapatan Stomata

Interaksi pupuk majemuk NPK dan pupuk kalium berpengaruh secara nyata terhadap kerapatan stomata bibit kelapa sawit pada umur 3 BSP. Akan tetapi, pada umur 8 BSP baik interaksi maupun faktor tunggal tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata (Tabel 6).

Tabel 6 Kerapatan stomata daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 3 dan 8 BSP

Dosis pupuk

Keterangan : *: Berbeda nyata pada taraf 5%; **: Berbeda nyata pada taraf 1%, Pr : probability,

φ: Uji kontras polinomial ortogonal; L : Linier; Q: Kuadratik, : Bulan setelah

perlakuan

Pengaruh kuadratik pupuk majemuk NPK terlihat pada umur 3 BSP. Hal tersebut dikarenakan aktivitas stomata sangat dipengaruhi oleh hara kalium yang terkandung dalam pupuk majemuk NPK. Menurut Corley dan Tinker (2003) kalium merupakan regulator osmosis di dalam tanaman yang menjaga tekanan turgor sel-sel penjaga di dalam stomata yang merupakan tempat masuknya suplai CO2 bagi fotosintesis tanaman. Defisiensi kalium dapat mengurangi konduktansi stomata yang menyebabkan stomata menutup sehingga membatasi suplai CO2. Kadar Hara Jaringan Tanaman

(40)

kecukupan, defisiensi dan kelebihan hara. Analisis dilakukan terhadap jaringan akar, pelepah dan daun (leaflet) bibit kelapa sawit pada seluruh perlakuan pupuk majemuk NPK taraf dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1 pada umur 8 BSP (Tabel 7). Tabel 7 Kadar hara N, P, K dan Ca pada jaringan akar, pelepah dan daun (leaflet)

bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK taraf dosis pupuk kalsium 20 g bibit -1 pada umur 8 BSP

Dosis Pupuk (g/bibit)

Kadar Hara Akar Kadar Hara Pelepah Kadar Hara Daun

N P K Ca N P K Ca N P K Ca

Keterangan : *: Berbeda nyata pada taraf 5%; **: Berbeda nyata pada taraf 1%, Pr : probability,

φ: Uji kontras polinomial ortogonal; L : Linier; Q: Kuadratik, : Bulan setelah

perlakuan

Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK berpengaruh sangat nyata secara linier pada kadar hara P-akar, P-pelepah dan N-daun. Pengaruh linier menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk majemuk NPK dapat meningkatkan kandungan hara di dalam jaringan tanaman. Lampiran 8 menunjukkan kadar P-pelepah berkorelasi erat positif nyata dengan kadar P-akar (0.995), K-akar (0.993), dan P-daun (0.985). Kadar P-akar berkorelasi erat positif nyata dengan K-akar (0.987) dan P-daun (0.962). Menurut Munawar (2011) unsur K sinergis dengan unsur P untuk memacu pertumbuhan akar.

Kadar hara daun pada Tabel 8 menunjukkan bahwa keseimbangan hara dapat tercapai oleh hara Ca dan K pada perlakuan pupuk majemuk NPK 230 dan 460 g bibit-1. Menurut Nainggolan (2002) cit. Harahap et al. (2005) kadar keseimbangan hara pada pelepah daun ke-9 bibit kelapa sawit umur 9 bulan antara lain : N 3-3.5%, P 0.15-0.17%, K 1.20-1.40% dan Ca 0.50-0.70%.

Sebagian besar kadar hara daun sudah melewati titik kritis hara (critical nutriet level) pada perlakuan pupuk majemuk NPK 230 dan 460 g bibit-1, kecuali kadar P. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK dapat meningkatkan kadar hara jaringan sehingga dapat mencapai dosis optimum pemupukan. Kadar hara N, K dan Ca masing-masing mencapai 2.59%, 1.38% dan 1.01%, sedangkan kadar P mencapai 0.12%. Menurut Ochs dan Olvin (1977) cit. Fairhurst dan Mutert (1999) nilai titik kritis N, P, K dan Ca baik pada daun ke-9 atau ke-17 masing-masing 2.5-2.75%, 0.15-0.16%, 1.00-1.25% dan 0.6%.

(41)

Kadar K-daun yang dipengaruhi secara kuadratik menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk NPK sudah mencapai dosis optimum. Kelebihan hara di jaringan segera ditranslokasi ke jaringan yang lebih muda karena mobilitas kalium sangat tinggi di dalam jaringan.

Kadar hara K-daun stabil dari pembibitan sampai penanaman di lapang yaitu sekitar 1-1.3% (Goh dan Härdter 2003). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa perlakuan tanpa pemberian pupuk majemuk memiliki kadar hara K-daun yang tidak cukup mendukung pertumbuhan bibit kelapa sawit (0.58%) dibandingkan perlakuan yang diberi pupuk majemuk (1.08-1.38%).

K-daun secara nyata berkorelasi erat positif dengan N-akar (0.959), P-akar (0.991) K-akar (0.978) dan P-pelepah (0.976). Hasil korelasi ini menunjukkan bahwa serapan kalium di jaringan daun akan meningkat seiring dengan peningkatan penyerapan hara N, P dan K di akar serta hara P di pelepah. Menurut Halim (2012), pemberian pupuk kalium dapat meningkatkan bobot kering akar yang menyebabkan peningkatan luas permukaan akar sehingga penyerapan hara menjadi lebih besar.

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa Ca-daun berkorelasi negatif nyata dengan N-akar (-0.958) dan N-pelepah (-0.967), sedangkan Ca-pelepah berkorelasi erat positif nyata dengan Ca-akar (0.978). Nitrogen dan kalsium bersifat antagonistik. Menurut Marchsner (1995), kalsium masuk ke dalam jaringan tanaman melalui aliran massa yang ikut bersama transpirasi tanaman. Semakin tinggi konsentrasi Ca-akar, maka kadar Ca-pelepah pun akan meningkat. Kadar Ca-daun lebih tinggi dibandingkan kadar Ca-pelepah dan akar. Penelitian Tagliavinia et al. (2005) pada strawberry menunjukkan bahwa sebagian besar kalsium diakumulasi dan ditemukan pada daun.

Biomassa

Biomassa tanaman diukur dari bobot kering tanaman yang mencerminkan hasil fotosintesis tanaman selama masa pertumbuhan bibit selama 8 bulan di main nursery. Bobot kering ini diukur pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK pada dosis pupuk kalsium 20 g bibit -1 pada umur 8 BSP (Tabel 8).

Bobot kering daun berkorelasi positif dengan kadar K-daun (0.958) dan berkorelasi negatif dengan kadar Ca-daun (-0.989). Peningkatan penyerapan kalium berkaitan erat dengan peningkatan bobot kering daun. Kalium berperan dalam enzim-enzim fotosintesis, translokasi karbohidrat dan penyerapan CO2 pada mulut daun. Berbeda dengan kadar Ca-daun, peningkatan bobot kering daun berkorelasi nyata dengan penurunan kadar Ca-daun. Ca merupakan kation bervalensi dua (divalen) yang diserap secara pasif melalui aliran massa (transpirasi). Penyerapan akan menurun dengan banyaknya penyerapan kation bervalensi satu seperti K.

(42)

mendukung metabolisme tanaman dengan baik sehingga meningkatkan proses fotosisntesis di dalam tanaman yang ditunjukkan oleh pelepah daun sebagai sink fotosintat terkuat dibandingkan anak daun dan akar. Menurut Darmawan (2006) pemberian dosis nitrogen 400 g tanaman-1 pada bibit kelapa sawit dapat meningkatkan laju fotosintesis sehingga meningkatkan akumulasi bahan kering. Tabel 8 Bobot kering anak daun (leaflet), pelepah dan akar bibit kelapa sawit

Keterangan : *: Berbeda nyata pada taraf 5%; **: Berbeda nyata pada taraf 1%, Pr : probability,

φ: Uji kontras polinomial ortogonal; L : Linier; Q: Kuadratik, : Bulan setelah

perlakuan

Dinamika Hara

Dinamika hara menunjukkan pergerakan kadar hara di dalam tanah. Pergerakan hara diamati pada perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 230 g bibit-1 dan 460 g bibit-1 pada dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1 (Gambar 1). Pengamatan ini dilakukan dari pangkal ke dasar polybag pada kedalaman 7, 14, 21 dan 28 cm. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kadar hara total N, P dan K pada dosis pupuk majemuk NPK 460 g bibit-1 lebih tinggi dibandingkan dosis 230 g bibit-1, kecuali untuk kadar Ca. Kadar Ca lebih tinggi pada 230 g bibit-1 dibandingkan 460 g bibit-1. Menurut Murdi (2007) tanah yang memiliki Ca-dd tinggi akan menentukan pertukaran kation ke dalam jaringan tanaman.

Gambar 1 menunjukkan bahwa lapisan 7 cm memiliki kadar hara yang lebih tinggi dibandingkan lapisan 28 cm untuk hara P, K dan Ca, kecuali N. Kadar N lebih tinggi pada lapisan 28 cm dibandingkan lapisan 7 cm. Hebbar et al. (2004) menyatakan bahwa NO3-N dan K mudah tercuci. NO3- bersifat sangat larut air, tidak dijerap oleh kompleks jerapan tanah sehingga nitrogen mudah hilang karena aliran permukaan dan pencucian hara.

(43)

tersedia bagi tanaman. Akibatnya, P terfiksasi akan tertinggal di daerah perakaran tanaman dan secara perlahan akan tersedia bagi tanaman.

Kadar Ca lebih tinggi pada lapisan dekat permukaan tanah (Gambar 1). Goh dan Härdter (2003) menjelaskan bahwa Ca dari kapur pertanian (CaCO3) memiliki kelarutan yang sangat rendah sehingga lepas perlahan (slow release) tersedia bagi tanaman. Setelah aplikasi hanya mencapai 5 – 10 cm dari permukaan tanah. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Thchienkoua dan Zech (2004) yang melaporkan Ca terakumulasi di lapisan permukaan tanah pada pertanaman Eucalyptus grandis.

(a) (c)

(b) (d)

Gambar 1 Dinamika pergerakan hara N, P, K dan Ca pada perlakuan dosis pupuk majemuk NPK 230 g bibit-1 () dan 460 g bibit-1 (●●●●) pada dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1 (a) N total; (b) P total; (c) K total; (d) Ca total

Neraca Hara

(44)

hara yang terjerap oleh koloid tanah sehingga hara tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Perhitungan neraca hara disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Neraca hara N, P, K dan Ca berdasarkan perlakuan dosis pupuk majemuk

NPK 230 g bibit-1 pada dosis pupuk kalsium 20 g bibit-1

Uraian Kandungan hara

N P K Ca

Sumber

Tanah (awal) (g) 40.90 0.83 0.70 6.53

Pupuk (g) 25.88 14.47 37.44 5.15

Total Sumber 66.77 15.30 38.14 11.68

Recovery nutrient

Tanah (akhir) (g) 20.45 12.20 7.90 7.31

Serapan tanaman (g)

Akar 1.12 0.10 1.24 0.23

Pelepah 1.93 0.33 3.62 1.21

Daun (leaflet) 4.33 0.20 1.94 1.68

Total serapan tanaman 7.38 0.63 6.80 3.13

Total Recovery Nutrient 27.83 12.39 14.70 10.43 Efisiensi Pemupukan (%) 28.53 4.35 18.16 60.76

Pupuk yang hilang (%) 0.00 17.07 62.59 24.03

Serapan hara di dalam jaringan bibit kelapa sawit menunjukkan urutan kandungan hara N > K > Ca > P (Tabel 9). Mobilisasi nitrogen dan kalium sangat tinggi di dalam jaringan tanaman dan sangat berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit. White (2006) menyatakan kadar hara N yang mampu diserap oleh tanaman berkisar 50%, sedangkan fosfor berkisar 10-20%. Menurut Pradnyawan et al. (2005) nitrogen berperan dalam sintesis protein dan asam nukleat dalam sel yang berperan dalam pembentukan sel baru sebagai indikator pertumbuhan tanaman. Goh dan Härdter (2003) menyatakan bahwa kalium merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan bibit kelapa sawit karena berperan sebagai pengatur tekanan osmotik sel dan kofaktor enzim.

(45)

Penentuan Dosis Optimum

Pengelolaan pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman ditentukan oleh pengunaan hara yang efektif oleh tanaman. Hasil analisis jaringan daun dapat menunjukkan status kecukupan hara tanaman sehingga dapat menentukan kebutuhan pupuk. Namun, analisis jaringan ini harus diintegrasikan dengan indikator lain seperti pertumbuhan vegetatif. Percobaan ini akan memperlihatkan perubahan status hara, perkiraan recovery nutrient, interaksi hara tanaman dan efisiensi penggunaan hara (Witt et al., 2005).

Penyusunan kebutuhan pupuk dapat menggunakan kurva respon umum tanaman (generalized curve) terhadap pemupukan. Kebutuhan pupuk ditentukan sebagai dosis optimum untuk mencapai hasil maksimum (Amisnaipa et al., 2009). Penentuan dosis optimum dilakukan dengan menurunkan persamaan regresi kurva respon peubah pertumbuhan yang berpola kuadratik pada perlakuan pupuk majemuk NPK (Gambar 2). Pemberian pupuk kalsium tidak berpengaruh pada sebagian besar peubah pertumbuhan bibit sehingga dosis optimum pupuk kalsium tidak tercapai dalam percobaan ini.

(a)

(b)

(46)

Dosis optimum pupuk majemuk NPK yang tercapai akan menggambarkan dosis rekomendasi pupuk satu bulan sebelumnya. Misalnya, dosis optimum yang tercapai pada umur 1 BSP akan menggambarkan rekomendasi pupuk 0 BSP, dosis optimum yang tercapai pada umur 2 BSP akan mengambarkan rekomendasi pupuk 1 BSP dan seterusnya. Dosis optimum yang tercapai pada masing-masing peubah morfologi dan umur bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Penentuan dosis optimum pupuk majemuk NPK pada bibit kelapa sawit

di pembibitan utama berdasarkan peubah morfologi tanaman

Hampir seluruh peubah morfologi menunjukkan bahwa dosis optimum pupuk majemuk NPK pada umur 1 dan 2 BSP tidak tercapai sehingga dosis yang digunakan adalah dosis rekomendasi Uexkull (1992). Pemberian pupuk majemuk NPK baru terlihat pada umur 3 BSP untuk seluruh peubah pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh pada peubah tinggi bibit, pada umur 3 BSP interaksi pupuk majemuk dan kalsium berpengaruh nyata sehingga dosis optimum diturunkan dari persamaan regresi interaksi. Pada umur 4 BSP, persamaan regresinya adalah y (4 BSP) = -0.003x2 + 0.402x + 63.02. Dari model regresi ini dosis optimum pupuk majemuk NPK adalah 67.00 g. Dosis optimum ini merupakan dosis rekomendasi pupuk untuk umur bibit 3 BSP.

(47)

Rekomendasi Pemupukan

Penyusunan rekomendasi pupuk majemuk NPK dihitung dari rata-rata dosis optimum yang diperoleh dari persamaan regresi peubah tinggi bibit dan diameter batang (Tabel 11).

Tabel 11 Rekapitulasi dosis pupuk NPK haberdasarkan peubah tinggi bibit dan diameter batang

Umur bibit (BSP)

Peubah/Dosis (g.tanaman-1) Rata-rata Standar Deviasi Tinggi Bibit Diameter Batang

Dosis optimum pupuk majemuk NPK 15-15-15 berdasarkan peubah morfologi adalah 333.75 g bibit-1 selama delapan bulan di main nursery. Hasil percobaan ini memiliki keuntungan dari efisiensi tenaga kerja karena frekuensi pemupukan hanya dilakukan sebulan sekali. Selain itu, pupuk majemuk memiliki kandungan hara makro lengkap dan bersifat slow release (tersedia lambat) sehingga aplikasi pemupukan efisien dan dapat mengurangi laju kehilangan hara.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dosis optimum pupuk majemuk NPK 15-15-15 berdasarkan peubah morfologi adalah 333.00 g bibit-1 selama delapan bulan di main nursery, dengan dosis setiap bulan sebagai berikut 7.00, 7.00, 19.45, 59.25, 66.3, 61.55, 58.97 dan 54.16 g NPK bibit-1.

2. Dosis optimum pupuk kalsium tidak tercapai dalam percobaan ini.

3. Secara umum, interaksi pupuk majemuk NPK dan kalsium tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit.

4. Tinggi, diameter dan jumlah daun bibit kelapa sawit hasil percobaan ini masing-masing memenuhi 85.48%, 106.92% dan 65.56% dari standar bibit kelapa sawit siap salur Dami Mas.

Saran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Ai NS, Banyo Y. 2011. Konsentrasi klorofil daun sebagai indikator kekurangan air pada tanaman. Jurnal Ilmiah Sains 11 (2) : 168 – 173.

Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R., Purnomo DW. 2009. Penentuan kebutuhan pupuk kalium untuk budidaya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylen. J. Agron. Indonesia. 37(2):115-122.

[ARAB] Agricultural Research & Advisory Bureau. 2000. Pocket Guide Identifying & Treating Nutrient Deficiencies and Other Disorders in the Oil Palm Elaeis guineensis. Selangor (Malaysia): Agricultural Research & Advisory Bureau (ARAB). tree species in shade with lime and NPK Applications. Flora. 207 (1) 179– 185 Corley RHV, Tinker PB. 2003. The Oil Palm Fourth Edition. Oxford (Inggris):

Blackwell Science Ltd.

Costa MCG. 2012. Soil and crop responses to lime and fertilizers in a fire-free land use system for smallholdings in the northern Brazilian Amazon. Soil & Tillage Research. 121(1):27–37

Darmawan. 2006. Aktivitas fisiologi kelapa sawit belum menghasilkan melaui pemberian nitrogen pada dua tingkat ketersediaan air tanah. J. Agrivigor. 6(1):41-48

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Workshop Sustainability Indicators Assesment for Palm Oil Biodiesel; 2012 April 12; Bogor (ID). hlm 1-10

Fairhurst TH, Mutert E. 1999. Interpretation and management of oil palm leaf analysis data. Better Crops International. 13(1):48-51.

Farhana MA, Yusop MR, Harun MH, Din AK. 2007. Performance of tenera population for the chlorophyll contents and yield component in : International Palm Oil Congress (Agriculture, Biotechnology & Sustainability). Proceedings of the PPIOC 2007 vol 2; Malaysia, 26-30 Agustus 2007. Malaysia: Malaysia Palm Oil Board. hlm 701-705.

FAOSTAT. 2012. Oil Palm. http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx? PageID =567#ancor [19 April 2012]

Gerendas J, Heng A. 2010. Oil palm fertilization–sharing some perspectives. Plantation Industry: Competitive Strategies In Achieving A Sustainable Future; 2010 Juni 8; Selangor (Malaysia). hlm 1-6

(49)

Halim. 2012. Optimasi dosis nitrogen dan kalium pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) di pembibitan utama [Tesis]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.

Harahap IY, Sutarta ES, Purba RY, Darlan NH. 2005. Peran Pemupukan Terhadap Pertumbuhan dan kesehatan bibit kelapa sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit; 2005 September 1314; Yogyakarta (ID). 63-79.

Hebbar SS, Ramachandrappa BK, Nanjappa HV dan Prabhakar M. 2004. Studies on NPK drip fertigation in field grown tomato (Lycopersicon esculentum Mill.). Europ. J. Agronomy. 21(1):117-127

[IPOB] Indonesian Palm Oil Board. 2007. Indonesian Palm Oil in Numbers. Jakarta (ID): Indonesian Palm Oil Board.

Jannah N, Fatah A dan Marhannudin. 2012. Macam dan dosis pupuk NPK majemuk terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) . Media Sains. 4 (1) : 48 – 54.

Lee JSH, Ghazou J, Koh LP. 2012. Smallholder production system in Sumatra and their future in sustainable oil palm production. 3rd International Conference on Oil Palm & Environtment (ICOPE) “Conserving Forest, Expanding Sustainable Palm Oil Production”; 2012 Februari 22-24; Bali (ID). Bali: ICOPE. 35.

Mangoensoekardjo S., Semangun H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada Univeristy Press.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plant Second Edition. San Diego (US): Academic Press.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor (ID): IPB Press.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press.

Murdi, AAB. 2007. Influence of soil exchangeable cations on growth, nutrient uptake and physiology of oil palm seedlings [Tesis]. Serdang (MY): Universiti Putra Malaysia.

Nazari YA. 2008. Respon pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada pembibitan awal terhadap pupuk NPK mutiara. Zira’ah 23(3):170-184.

[Permentan]. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 14/permentan/pl.110/2/2009 tentang Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit. Kementrian Pertanian. Jakarta. 14 hal.

Pradnyawan SWH, Mudyantini W, Marsusi. 2005. Pertumbuhan, kandungan nitrogen, klorofil dan karotenoid daun Gynura procumbens [Lour] Merr. Pada tingkat naungan berbeda. Biofarmasi. 3(1):7-10.

Pusat Penelitian Tanah. 2005. Analisis Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Pro Forest. 2005. Konsep Kriteria RSPO Minyak Sawit Lestari Konsep Konsultasi Publik Versi 2. Rountable on Sustainable Palm Oil. Jakarta. 110 hal.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Sunarko. 2009. Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dengan Sistem

(50)

Sutarta ES, Darmosarkoro W, Rahutomo S. 2005. Peluang penggunaan pupuk majemuk dan pupuk organik dari limbah kelapa sawit. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 1-7 hal.

Tagliavinia M, Baldia E, Lucchic P, Antonellia M, Sorrentia G, Baruzzib G, Faedib W. 2005. Dynamics of nutrients uptake by strawberry plants (Fragaria×Ananassa Dutch.) grown in soil and soilless culture. Europ. J. Agronomy 23 (2005) 15–25

Thchienkoua M, Zech W. 2004. Organic carbon and plant nutrient dynamics under threeland uses in the highlands of West Cameroon. Agriculture, Ecosystems and Environment 104 (2004) 673–679.

Uexkull HR. 1992. Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). http://www.ipipotash.org/udocs/Nutrition%20and%20Nutrient%20Managemen t%20of%20the%20Oil%20Palm.pdf [13 November 2012]

White RE. 2006. Principles and Practice of Soil Science. Fourth edition. Oxford: Blackwell Science.

Witt C, Fairhurst TH, Griffiths W. 2005. Key principles of crop and nutrient management in oil palm. Better Crops 89:27-31.

(51)

Gambar

Tabel 3  Tanggap jumlah daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada umur 0-8 BSP
Tabel 5 Kandungan klorofil kaun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis pupuk
Tabel 8 Bobot kering anak daun (leaflet), pelepah dan akar bibit kelapa sawit
Gambar 1  Dinamika pergerakan hara N, P, K dan Ca pada perlakuan dosis pupuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Planning atau suatu rencana adalah langkah selanjutnya yang harus dilakukan berdasarkan informasi yang telah terkumpul dari proses environmental scanning dan formative

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘‘Struktur

Suatu bakteri digolongkan bakteri resisten merkuri apabila bakteri tersebut dapat bertahan pada konsentrasi merkuri 10 ppm atau lebih (Anne, 2006), sehingga dari

Integrasi dalam ranah ontologi, seorang saintis muslim harus menyadari bahwa alam merupakan ciptaan dan manifestasi Allah Swt; dan ajaran Islam mengajarkan

Thesis entitled "An Analysis of Code Switching and Code Mixing Used by Front Office Department Staffs of Grand Elite Hotel Medan" is about code switching and code

Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan dari usaha jasa

Pengangkatan ini akan mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara anak yang telah diangkat dengan orang tua kandung, dan kedudukan anak angkat disamakan dengan kedudukan

Faktor keberhasilan orang cina dalam berdagang antara lain: Kerja keras dan tidak mengenal arti putus asa, sabar, pandai merebut peluang, berpegang pada janji,