• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimizing of fertilizer nitrogen and phosphorus doses for oil palm seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in main nursery

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimizing of fertilizer nitrogen and phosphorus doses for oil palm seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in main nursery"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PADA BIBIT KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq.)

DI PEMBIBITAN UTAMA

ANITA DARWIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Optimasi Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2012

Anita Darwis

(3)

ABSTRACT

ANITA DARWIS. Optimizing of Fertilizer Nitrogen and Phosphorus Doses for Oil Palm Seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in Main Nursery. Supervised by SUDRADJAT and ADE WACHJAR.

The objective of this experiment was to study the optimum doses fertilizer of Nitrogen and Phosphorus for oil palm seedling (Elaeis guineensis Jacq.) in main nursery. This experiment was carried out at IPB Experimental Station (Plantation Teaching Farm),Cikabayan Dramaga, Bogor, from November 2011 to May 2012. The treatment was laid-out in a factorial randomized block design with three replications. The first factor was N i.e. 0, 8.51, 17.02, and 34.04 g N.plant-1 and the second was P i.e. 0, 2.28, 4.56 and 9.12 g P.plant-1. The result of the experiment showed that vegetative growth increased with fertilizer application. The height and leaf area of plant are affected by interaction between N and P significantly. The total leaf number and steam diameter increased quadratically with fertilizer rate of N and application of P increased linearly. Base on the height of plant and leaf number, optimum recommendation rate of N for oil palm seedling during six months in main nursery is 21.99 g N plant-1,by aplication every month i.e. 1.60, 1.14, 2.80, 4.01, 5.73 and 5.74 g N plant-1.month-1. Optimum recommendation rate of P is 4.24 g P plant-1 by aplication every month i.e. 0.22, 0.44, 0.76, 0.18, 0.94, and 1.70 g P.plant-1.month-1. The seedlings that resulted from experiment could be requisite accomplished to used on commercial planting.

(4)

RINGKASAN

ANITA DARWIS. Optimasi Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan ADE WACHJAR.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum pupuk nitrogen dan fosfor pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Dramaga, Bogor, dari bulan November 2011 sampai Mei 2012. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun dalam lingkungan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan pemupukan N, terdiri atas empat taraf, yaitu : 0 g N tanaman-1, 8.5 g N tanaman-1, 17.0 g N tanaman-1, dan 34.0 g N tanaman-1. Faktor kedua adalah perlakuan pemupukan P terdiri atas empat taraf, yaitu : 0 g P tanaman-1, 2.28 g P tanaman-1, 4.56 g P tanaman-1, dan 9.12 g P tanaman-1. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, sehingga jumlah sampel adalah 240 tanaman.

Hasil penelitian memunjukkan pertumbuhan vegetatif meningkat dengan pemberian pupuk N dan P. Interaksi pupuk N dan P berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman dan luas daun. Jumlah daun dan diameter batang berpengaruh nyata secara kuadratik dengan pemberian pupuk N dan aplikasi pupuk P meningkatkan peubah morfologi tanaman secara linier. Berdasarkan peubah tinggi tanaman dan jumlah daun, maka dosis rekomendasi pupuk N selama 6 bulan pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama masing-masing 21.99 g N.tanaman-1, kemudian diaplikasikan tiap bulan masing-masing 1.60, 1.14, 2.80, 4.01, 5.73 dan 5.74 g N.tanaman-1.bulan-1. Dosis rekomendasi pupuk P selama 6 bulan pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama masing-masing 4.24 g P.tanaman-1, kemudian diaplikasikan tiap bulan masing-masing 0.22, 0.44, 0.76, 0.18, 0.94, dan 1.70 g P.tanaman1.bulan-1.Bibit yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan memenuhi syarat sebagai bibit siap tanam (bibit siap salur).

Kata kunci: bibit kelapa sawit, optimasi pupuk, pembibitan utama.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

OPTIMASI DOSIS PUPUK NITROGEN DAN FOSFOR PADA

BIBIT KELAPA SAWIT (

Elaeis guineensis

Jacq.)

DI PEMBIBITAN UTAMA

ANITA DARWIS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Optimasi Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama

Nama : Anita Darwis NIM : A252100041

Program Studi : Agronomi dan Hortikultura

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sudradjat, MS Dr. Ir. Ade Wachjar, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Agronomi dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(8)
(9)

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiimi

Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT atas pertolongan, kemudahan dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul “Optimasi Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama” sebagai syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan jazakumullahu khairan katsira’ kepada berbagai pihak

yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, semangat, motivasi, bimbingan, pengarahan, dan doa selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis ini, serta selama penulis menempuh masa studi di IPB:

1. Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Dr. Ir. Ade Wachjar, MS selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.

2. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura.

3. Dr. Ir. Supijatno, SP.MSi selaku penguji pada ujian tesis serta semua staf pengajar yang telah mencurahkan ilmunya selama menempuh pendidikan. 4. Ayahanda Drs. Darwis Mula, BE dan ibunda Hj. Enna, terima kasih yang tulus

dan hormat yang sangat mendalam atas segala doa, bantuan moril dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

5. Kakanda Erny Rasyid, Mahdania, Syaiful, ST.M.AP, Syahrul, Fatmah, SH, dan Zaldy.

(10)

Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian yang tertuang dalam tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Bogor, Juli 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 17 Agustus 1984 dari ayah Darwis Mula dan Ibu Hj. Enna. Penulis merupakan anak ke lima dari enam bersaudara.

Pendidikan dasar dan menengah ditempuh dan diselesaikan berturut-turut di SD Inpres Bertingkat Layang Makassar, SMPN 2 Makassar, kemudian pada tahun 2000 melanjutkan ke SMU Negeri 1 Makassar.

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit saat ini telah menyumbang sekitar 30% dari produksi minyak nabati dunia dan ekspor minyak kelapa sawit mencapai 60% terhadap permintaan pasar global (Carter et al. 2007). Konsumsi minyak kelapa sawit dunia diperkirakan akan mencapai 93 sampai 256 juta ton pada tahun 2050 (Corley 2009). Crude palm oil (CPO) Indonesia telah mengalami peningkatan dari 0.7 juta ton pada tahun 1980 menjadi 4,391,624 ton pada tahun 2010 (FAO 2010). Luas total areal tanam kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 8,385,394 ha, terdiri 3,387,257 ha perkebunan rakyat, 631,520 ha perkebunan besar negara dan 4,366,617 ha perkebunan besar swasta (Ditjenbun 2011).

Pembibitan merupakan langkah awal yang sangat menentukan bagi keberhasilan pertanaman. Hal ini juga berlaku dalam budidaya tanaman kelapa sawit, di mana pertanaman kelapa sawit yang produktivitasnya tinggi selalu berasal dari bibit yang baik. Bibit yang baik diharapkan memiliki kemampuan dalam menghadapi keadaan stres waktu dipindahkan ke lapangan, dan tanggap terhadap input yang diberikan. Tanaman yang berasal dari bibit yang baik akan tumbuh dan berkembang lebih cepat, dan pada akhirnya berproduksi lebih awal dan memberikan hasil yang lebih tinggi.

(14)

produktivitas. Bibit yang berkualitas selain secara genetik unggul, pertumbuhan fisiknya harus jagur dan sehat, akan tetapi kondisi bibit di lapangan tidak selalu seperti yang diharapkan karena pertumbuhan dan perkembangannya terhambat. Salah satu faktor yang menjadi penghambat adalah tidak tersedianya unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman pada kadar yang cukup. Dosis pupuk di pembibitan, baik di perkebunan negara, perkebunan swasta maupun perkebunan rakyat, umumnya menggunakan dosis standar yang berlaku umum. Pemupukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanaman (kekurangan atau berlebihan) selain tidak efisien dapat juga mengganggu keseimbangan hara dalam tanah dan tanaman serta mencemari lingkungan

Tujuan Penelitian

Penelitaian ini bertujuan untuk :

1. Menentukan dosis optimum pupuk nitrogen dan fosfor pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

2. Mengetahui interaksi antara pupuk nitrogen dan fosfor pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama.

3. Mendapatkan bibit kelapa sawit siap salur yang memenuhi standar

Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat dosis optimum pupuk nitrogen sebagai dosis rekomendasi di pembibitan utama.

2. Terdapat dosis optimum pupuk fosfor sebagai dosis rekomendasi di pembibitan utama.

3. Terdapat interaksi antara nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya kelapa sawit dikenal sebagai tanaman pangan yang penting oleh penduduk setempat. Tanaman ini dikembangkan sebagai tanaman perkebunan di Afrika Barat, Zaire, Asia Tenggara dan Amerika Latin. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia sangat pesat sejak tahun 1960 (Vaughan & Geissler 2009).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman berakar serabut yang sebagian besar berada dekat permukaan tanah yaitu pada kedalaman 15-30 cm (dangkal), sehingga peka terhadap cekaman kekeringan. Tanaman ini berbatang tegak, tidak bercabang, berdiameter 40-75 cm, dan tinggi batang tidak lebih dari 18 m. Kelapa sawit berdaun mejemuk dengan pelepah daun tersusun melingkari batang berbentuk spiral. Panjang pelepah daun dapat mencapai 9 m dengan panjang anak daun mencapai 1.2 m yang berjumlah 100-160 pasang. Jumlah pelepah yang dipertahankan pada umumnya sekitar 30-50 pelepah (Fauzi et al.

2002).

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu yaitu dalam satu pohon terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu infloresen (Turner & Gillbanks 1988). Tanaman kelapa sawit mulai berbuah pada umur 3-4 tahun setelah tanam. Buah menjadi matang 5-6 bulan setelah penyerbukan, bergantung pada umur bibit ditanam, kesuburan tanah, iklim, dan teknik budidaya selama tanaman belum menghasilkan (Ginting et al. 2007).

Buah kelapa sawit terdiri atas pericarp yang terbungkus oleh exocarp

(16)

keputih-putihan pada waktu muda, sedangkan setalah masak berwarna kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitam-hitaman (Ginting et al. 2007).

Ekologi Kelapa Sawit

Menurut Hartley (1997), kelapa sawit tumbuh baik pada iklim tropis dengan tipe iklim Af dan Am menurut klasifikasi Koppen. Dengan kebutuhan curah hujan berkisar 2000 – 2500 mm.tahun-1, kelembaban relatif (RH) diatas 85 %, suhu maksimum berkisar 29 – 33 oC dan suhu minimum antara 22 - 24 oC serta radiasi matahari sebesar 16 - 17 MJ/m2 per hari (Goh 2000). Ketinggian tempat yang ideal untuk pertanaman kelapa sawit adalah 5 – 200 meter di atas permukaan laut (dpl) (Sastrosayono 2003).

Persyaratan tanah untuk pertumbuhan kelapa sawit secara optimal sangat ditentukan oleh kedalaman efektif tanah (solum tanah > 75 cm) dan berdrainase baik. Kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang bervariasi mulai dari lahan yang subur sampai lahan-lahan marginal. Hal ini dicirikan bahwa kelapa sawit dapat tumbuh pada lahan dengan pH masam sampai netral ( > 4.2-7.0) dan yang optimum pada pH 5.0-6.5 (Djaenudin et al. 2000). Adapun kriteria kesesuaian lahan untuk pembudidayaan tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pembibitan Kelapa Sawit

Pembibitan merupakan tahap paling awal dalam pengelolaan tanaman kelapa sawit. Pembibitan yang baik diharapkan akan dapat menghasilkan bibit yang baik dan bermutu. Bibit yang baik berarti mempunyai kekuatan tumbuh dan penampilan yang baik, sedangkan benih bermutu berarti mempunyai sifat genetik yang baik dan benar menurut varietasnya. Bibit yang baik diharapkan lebih berkemampuan dalam menghadapi keadaan stress pada waktu dipindahkan ke lapang, dan tanggap terhadap input yang diberikan (Yahya 1992).

(17)

pupuk yang tepat. Bibit kelapa sawit sangat cepat pertumbuhannya dan memerlukan pupuk dalam jumlah banyak (Lubis 2008).

Tahap pembibitan merupakan tahap paling awal pengelolaan tanaman kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit yang dianjurkan adalah pembibitan dengan menggunakan kantong plastik (polybag) yang dilakukan dua tahap (double stage system) yaitu melalui pembibitan awal (pre-nursery) dan pembibitan utama (main-nursery). Masa di pembibitan awal dimulai sejak penanaman kecambah sampai bibit berumur 3 bulan. Pembibitan utama berlangsung dari umur bibit 3 sampai 12 bulan. Pada periode tersebut tanaman sudah memerlukan tambahan unsur hara. Untuk memberikan keseimbangan unsur hara agar bibit tumbuh dengan baik diperlukan penambahan unsur hara melalui pemupukan (Sukarji & Tobing 1982).

Pembibitan Pendahuluan (Pre-Nursery)

Pada tahap pertumbuhan awal, keperluan unsur hara tanaman dapat disediakan dari cadangan makanan yang ada dalam endosperm, selanjutnya secara berangsur-angsur tanaman mulai mengambil unsur hara dari dalam tanah (Turner & Gillbanks 1988).

Pembibitan pendahuluan (pre nursery) bertujuan untuk memperoleh bibit yang merata pertumbuhannya sebelum dipindahkan ke pembibitan utama (main nursery). Lokasi yang dijadikan sebagai tempat pembibitan pendahuluan yaitu dekat sumber air dan jalan, areal rata dengan drainase baik, jauh dari gangguan ternak, dan di dalam areal yang akan ditanami (Yahya 1992).

Pembibitan Utama (Main Nursery)

(18)

dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah, 1 : 3 (kadar pasir tidak melebihi 60 %). Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan pasir diayak, proses pengayakan bertujuan untuk membebaskan media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material lainnya (Bintoro, 1988).

Unsur Hara

Terdapat tiga alasan mengapa perlu dilakukan pemupukan. Pertama untuk menambah unsur hara yang hilang kerena panen, kedua untuk mengganti unsur hara yang hilang karena pencucian dan erosi, dan yang terakhir adalah untuk menyediakan hara yang dibutuhkan yang tidak dapat disediakan oleh tanaman (Cooke 1982). Akan tetapi penambahan pupuk hanya dilakukan jika tanah tidak mampu mensuplai hara bagi tanaman (Amisnaipa et al. 2009). Siahaan et al.

(1990) melaporkan bahwa rata-rata kadar hara N, P, K, Mg, dan Ca pada bibit kelapa sawit (organ vegetatif) berturut-turut adalah 1.37 %, 0.147 %, 1.48 %, 0.218 %, dan 0.143 %. Jumlah hara yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik berturut-turut adalah P < Mg < Ca < N < K (Goh et al. 1994). Adapun daftar jenis pupuk (hara makro dan mikro) yang penting untuk pertumbuhan kelapa sawit disajikan pada Lampiran 2.

Nitrogen

Nitrogen merupakan komponen yang penting dari protein, asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan khlorofil (IFA 2007). Nitrogen yang diserap oleh tanaman akan diasimilasi menjadi asam amino, yang berikutnya akan membentuk protein dan asam nukleat. Selain itu, N juga menjadi bagian integral dari klorofil yang merupakan komponen utama tanaman yang menyerap cahaya yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis (Barker & Pilbeam 2007).

Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk anorganik yaitu amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Nitrat merupakan ion yang sangat mobil di

(19)

disimpan dalam vakuola dan sisanya direduksi menjadi bentuk ion NO2-

kemudian masuk ke dalam organel plastida akar dan diubah lagi dalam bentuk NH4+. Ion NH4+ ini bergabung dengan senyawa organik (glutamin) untuk

membentuk asam amino yang digunakan sebagai dasar molekuler untuk pertumbuhan danperkembangan (Rubio et al 2009). Adapun gambaran siklus N dalam tanah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus N dalam Tanah (Miller & Cramer 2005).

Kahat N mempengaruhi perkembangan dan fungsi kloroplas. Protein akan terhidrolisis untuk menghasilkan asam amino yang akan ditranslokasikan ke daun-daun muda. Pertumbuhan tanaman akan lambat dan terlihat kerdil. Gejala kahat terlihat pertama kali pada daun-daun tua, daun berwarna hijau pucat, dan kemudian akan menjadi kuning pucat atau kuning cerah (klorosis), dan selanjutnya akan mengalami nekrosis (Goh & Hardter 2003).

Toksisitas N dapat mengakibatkan penurunan hasil dan tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama penyakit. Kelebihan N juga dapat menginduksi kahat Boron (B) dan white stripe. Aplikasi N yang berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan air sungai melalui runoff dan leaching

(20)

yaitu munculnya warna coklat dari sekitar pinggir daun kemudian merambat menuju bagian tengah atau ke tulang daun dan akhirnya mengering dan rontok.

Kelebihan N menyebabkan penurunan pertumbuhan yang tinggi dan nekrosis di ujung daun pada tanaman Eucalyptus globulus. Hal ini di duga karena terjadi kerusakan pada jaringan vaskuler tanaman, dalam hal ini jaringan xilem dan floem, sehingga transpor hasil asimilasi dari daun ke akar, batang dan daun juga terganggu, ketersediaan air dan N yang berkurang dalam daun, menyebabkan daun defisiensi klorofil dan berubah warna menjadi kecoklatan dan kering (Shedley et al. 2008).

Menurut Wong (2009), kelebihan N dapat menyebabkan serapan hara N terganggu karena keracunan NH4+ yang berasal dari pupuk yang bersumber dari

CO(NH2)2 yang diberikan. Keracunan NH4+ menunjukkan pertumbuhan tanaman

lebih kecil dan perkembangan tajuk lambat, luka pada batang dan akar, daun kering dan menggulung. Faktor lain akibat dari kelebihan jara N diduga karena terjadi keracunan yang disebabkan oleh biuret (Mikkelsen 2007) dan salt index

yang berasal dari pupuk urea, menyebabkan daun menjadi kuning dan mengering dimulai dari ujung tepi daun, sehingga pertumbuhan tanaman lambat.

Fosfor

Fosfor adalah unsur esensial dalam reaksi biokimia termasuk fotosintesis dan respirasi. Fosfor merupakan komponen utama dari adenosin difosfat (ADP) dan adenosin trifosfat (ATP). ADP dan ATP ini digunakan untuk mensuplai energi dalam reaksi biokimia pada tumbuhan. Fosfor adalah komponen struktural fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, koenzim, dan phosphoprotein. Fosfolipid penting dalam struktur membran. Asam nukleat dari gen dan kromosom membawa materi genetik dari sel ke sel. P anorganik dan organik pada tanaman juga berfungsi sebagai buffer dalam mempertahankan pH seluler (Hazelton & Murphy 2007).

(21)

mengikat P sehingga ketersediaannya menurun (White 2006). Mobilitas ion-ion P dalam tanah sangat rendah karena retensinya dalam tanah sangat tinggi. Oleh karena itu recovery rate dari pupuk P sangat rendah antara 10 - 30 %, sisanya 70 - 90 % tertinggal dalam bentuk immobil atau hilang karena run off. (Leiwkabessy & Sutandi 2004).

Tanaman memperoleh P dalam bentuk P anorganik (Pi). Reaktivitas Pi yang tinggi dengan kation dalam tanah dan perubahan yang cepat ke bentuk-bentuk organik oleh mikroba yang menyebabkan Pi pada umumnya tidak tersedia bagi tanaman (Bunemann et al. 2011). Fosfor digunakan sepenuhnya dalam bentuk teroksidasi dan terhidrasi sebagai orthophosphate. P diabsorpsi oleh akar tanaman dari larutan tanah sebagian besar dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan sebagian kecil dalam bentuk ion ortofosfat sekunder (HPO42-).

Serapan kedua ion tersebut bergantung pada pH di sekitar akar. Pada pH tanah rendah bentuk H2PO4- lebih banyak diserap daripada bentuk HPO42-, dan pada pH

tinggi terjadi hal sebaliknya (Barker & Pilbeam 2007). Adapun batas kritis konsentrasi tanah dan daun serta rekomendasi metode pemupukan untuk tanaman kelapa sawit disajikan pada Lampiran 3.

Bentuk P lain yang diserap tanaman adalah pyrofosfat dan metafosfat. Kedua bentuk ini umumnya dijumpai dalam pupuk P. Total P dalam jaringan tanaman berkisar 0.1 – 1%, dengan persentase pembagian sebesar 0.004% P sebagai DNA, 0.04% P sebagai RNA, 0.03% P sebagai lipid, 0.02% P sebagai ester, dan 0.13% sebagai P anorganik (Barker & Pilbeam 2007). Adapun siklus P dalam sistem tanah dan tanaman disajikan pada Gambar 2.

(22)

Gambar 2. Siklus P dalam sistem tanah dan tanaman (White 2006)

Berbeda dengan unsur hara N, kahat P tidak menunjukkan gejala secara spesifik di daun. Pada tanaman kelapa sawit menyebabkan penurunan panjang pelepah daun. Gejala kahat lainnya menunjukkan pelepah daun berwarna hijau tua dan pertumbuhan terhambat. Batang berbentuk piramida, diameter batang dan jumlah TBS juga menurun. Kahat P dalam tanaman menyebabkan pertumbuhan ratio akar terhadap pucuk lebih besar hal ini karena proporsi asimilat untuk pertumbuhan akar yang dialokasikan lebih besar dibandingkan dengan pucuk (Goh & Hardter 2003). Pada tanaman jagung kahat P menghambat translokasi karbohidrat di dalam tanaman, sehingga akan memperlambat proses pemanfaatan karbohidrat yang dihasilkan terus-menerus melalui proses fotosintesis (Rehm & Schmitt 2010).

(23)

mikro seperti Cu, Zn dan Fe terutama pada tanah berpasir dan tanah gambut (Corley & Tinker 2003).

Landasan Teoritis Penetapan Dosis Optimum

Teknik penyusunan rekomendasi pemupukan dapat ditentukan melalui pendekatan hara tunggal maupun dengan pendekatan faktorial (lebih dari satu hara). Percobaan faktorial, merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk menentukan jumlah setiap pupuk yang dibutuhkan untuk mencapai hasil optimum, baik secara ekonomi maupun secara agronomi (Corley and Tinker 2003).

Dasar teori dalam penetapan dosis optimum adalah fungsi kuadratik, fungsi tersebut dapat mewakili keadaan hara dalam kondisi kahat, cukup dan berlebihan (toxic) seperti ditunjukkan pada Gambar 3 (Webb 2009) .

(24)

Peranan uji tanah dan analisis tanaman sebagai dasar penyusunan rekomendasi pemupukan berimbang sangat diperlukan untuk memperbaiki rekomendasi pupuk yang berlaku umum saat ini. Selain itu perlu diupayakan memenuhi prinsip enam tepat (tempat, jumlah, jenis, harga, waktu, dan cara pemupukan) agar produktivitas tanah dan tanaman dapat optimal. Pendekatan uji tanah pada umumnya ditujukan untuk tanaman pangan, dan hortikultura sayuran berumur pendek (semusim) dan mempunyai sistem perakaran dangkal. Sedangkan untuk tanaman buah atau perkebunan yang berumur panjang (tahunan) dan mempunyai perakaran dalam, penentuan rekomendasi pupuk yang umum digunakan adalah uji analisis tanaman (Setyorini et al. 2003).

(25)

13

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor, selama 7 bulan mulai bulan September 2011-Mei 2012. Analisis tanah, pupuk dan organ tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kelapa sawit Tenera Dami Mas umur 4 bulan di pengecambahan dengan nomor persilangan 44 x 19.10. tanah lapisan atas (top soil), polybag berukuran 50 cm x 40 cm dengan ketebalan 0.1 mm, fungisida mancozeb 80% dan insektisida

deltamethrin 25 g.l-1, pupuk Urea, SP36, KCl, deg glass. Alat-alat yang digunakan terdiri atas pisau, timbangan analitik, pita meter, jangka sorong, SPAD-502 Plus

chlorophyll meter, hand sprayer, portable area meter Li-cor 3000C, dan gembor

serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Faktorial yang disusun dalam lingkungan Acak Kelompok dengan tiga ulangan, dengan perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu :

1. Perlakuan dosis N terdiri atas empat taraf : N0 : 0 g N tanaman-1

N1 : 8.5 g N tanaman-1

N2 : 17.0 g N tanaman-1

N3 : 34.0 g N tanaman-1

2. Perlakuan dosis P terdiri atas empat taraf : P0 : 0 g P tanaman-1

P1 : 2.28 g P tanaman-1

P2 : 4.56 g P tanaman-1

(26)

Dengan demikian, secara keseluruhan diperoleh 16 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 tanaman, dengan demikian jumlah tanaman seluruhnya adalah 240 polybag. Dosis perlakuan setiap bulan disajikan pada Lampiran 4.

Model linier aditif dari rancangan yang digunakan sebagai berikut :

Ynpk = µ + αn+ βp + (αβ)np + εnpk

Keterangan :

n = 1, 2, 3, 4 p = 1, 2, 3, 4

Ynpk = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan dosis N pada taraf ke-n dan dosis P pada taraf ke-p dengan ulangan ke-k

µ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan dosis N ke-n

βj = pengaruh perlakuan dosis P ke-p

(αβ)ij = pengaruh kombinasi perlakuan dosis N ke-n dan P ke-p

εnpk = pengaruh erorr dari perlakuan pemberian N ke-n dan P ke-p dengan ulangan ke-k

Dosis perlakuan diaplikasikan setelah bibit berumur 2 minggu setelah pindah tanaman (MST) di pembibitan utama dan perlakuan selanjutnya dilakukan setiap bulan. Layout percobaan pada lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 5.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Areal Penelitian

(27)

Persipan Media Tanam

Tanah yang digunakan untuk mengisi polybag adalah top soil jenis Latosol dengan kedalaman 0 - 20 cm, kemudian media tanam dicampur dengan kompos pupuk kandang dengan perbadingan 7 : 1. Tanah dikeringanginkan dan sisa-sisa kayu dan akar tanaman dibuang. Pengisian media tanam dilakukan secara bertahap lalu dipadatkan agar tidak terbentuk rongga atau kantong-kantong air.

Penanaman Bibit

Bibit yang digunakan adalah bibit tipe Tenera varietas Dami Mas dengan nomor persilangan 44 x 19.10 yang berumur 4 bulan yang berasal dari pre nursery

dan memiliki pertumbuhan yang seragam, selanjutnya ditanam pada polybag yang berukuran 50 cm x 40 cm dengan hati-hati agar perakaran bibit yang masih baru tidak terganggu atau putus. Lebih lanjut polybag disusun sesuai dengan pengacakan perlakuan dan diatur dengan jarak tanam segitiga sama sisi 90 cm x 90 cm x 90 cm, sehingga luas lahan yang digunakan untuk 240 tanaman sebesar 194.4 m2.

Aplikasi Perlakuan

Pupuk ditimbang sesuai dosis perlakuan, aplikasi perlakuan dosis pupuk dilakukan sebanyak 6 kali. Aplikasi perlakuan pertama diberikan pada 2 MST di pembibitan utama dengan dosis sesuai dengan dosis perlakuan (Lampiran 5) dan selanjutnya diberikan setiap bulan sampai bibit berumur 6 bulan di pembibitan utama atau berumur 11 bulan setelah penanaman kecambah. Selain N dan P diberikan pupuk dasar K2O sebanyak 15.8 g K2O, sesuai rekomendasi PTP X

dengan dosis setiap bulan 1.56, 2.4, 2.55, 2.55, 3.4, dan 3.4 g K2O.tanaman-1.

(28)

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak 2 l.polybag-1, apabila turun hujan maka penyiraman tidak dilakukan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanis dan kimia yaitu dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltamethrin 25 g.l-1 dengan konsentrasi 1 ml.l-1 air dan fungisida berbahan aktif mancozeb 80% untuk mengendalikan serangan penyakit dengan konsentrasi 1 ml.l-1 air. Gulma yang tumbuh di dalam dan luar polybag dikendalikan secara manual. Pengendalian organisme pengganggu (hama penyakit dan gulma) dilakukan secara rutin, yaitu setiap 2 minggu atau disesuaikan dengan intensitas serangan HPT.

Pengamatan

Pengamatan pertama dilakukan bersamaan dengan aplikasi perlakuan yaitu pada saat bibit berumur 2 MST di pembibitan utama, dan pengamatan selanjutnya dilakukan setiap empat minggu sampai bibit berumur 24 MST di pembibitan utama. Jumlah sampel yang diamati pada setiap perlakuan sebanyak 5 tanaman. Peubah pertumbuhan (morfologi) yang diamati terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun ke-4, diameter batang, dan bobot kering (akar, tajuk, leaflet). sedangkan Respon fisiologi yang diamati meliputi, jumlah klorofil, kerapatan stomata, dan analisis kadar hara N dan P dalam organ (akar, tajuk, leaflet), dan neraca hara (N dan P).

1. Tanggap Morfologi Tanaman

a. Tinggi Bibit (cm). Diukur dari batas leher akar sampai ke ujung daun yang tertinggi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meter, dilakukan setiap bulan hingga tanaman berumur 24 MST.

b. Jumlah Daun (helai). Penghitungan jumlah daun dengan menghitung jumlah daun yang telah muncul. Perhitungan parameter jumlah daun ini dilakukan setiap bulan hingga 24 MST.

(29)

LD = Luas daun (cm2) P = Panjang daun (cm) L = Lebar daun terlebar (cm)

k = Nilai koreksi untuk pengukuran luas daun yaitu 0.55 (Hardon et al.1969).

Sedangkan pada 16 MST menggunakan portable area meter Li-cor 3000C.

d. Diameter Batang (cm). Pengertian diameter batang yang diamati adalah bonggol pelepah daun. Pengukuran diameter batang dengan menggunakan jangka sorong, diukur di atas permukaan tanah, perhitungan peubah pertambahan diameter batang ini dilakukan setiap 4 minggu hingga 24 MST.

e. Bobot Kering (g). Tanaman dipisahkan masing-masing organnya (akar, pelepah dan leaflet), kemudian dikeringkan dalam oven selama 48 jam dengan suhu 80 oC, kemudian ditimbang bobot keringnya. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian (24 MST) dan sampel yang diambil dari pemupukan optimum dan kontrol.

2. Tanggap Fisiologi Tanaman

a. Kerapatan Stomata. Kerapatan stomata diamati dan dihitung dengan menggunakan mikroskop. Sampel daun yang diamati adalah daun ke-4 yang dihitung dari atas (daun paling muda). Pengukuran dilakukan pada 16 MST. Adapun tahapan cara kerja sebagai berikut :

1. Sampel daun dioles dengan menggunakan selulosa asetat (cat kuku bening) pada bagian atas dan bawah daun ± 1.5 cm x 0.5 cm.

2. Plester bening dipotong dengan ukuran ± 2 cm x 1.2 cm yang berguna untuk mencetak pola stomata.

3. Plester kemudian ditempelkan pada daun yang telah kering setelah dioles selulosa asetat kemudian plester dibuka dari sampel daun dan dipindahkan ke objek kaca yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 x 10.

(30)

a. Kerapatan stomata (KS)

dimana :

n = jumlah stomata / Luas bidang pandang x = jumlah stomata / mm2

b. Luas bidang pandang mikroskop (L) , dimana :

= 3.14

r = Jari-jari bidang pandang (0.5 mm dengan pembesaran 40 x 10).

b. Jumlah Klorofil. Jumlah klorofil daun dihitung dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang ada dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konika Minolta 1989). Pengukuran dilakukan pada umur 16, 20 dan 24 MST. Sampel daun yang diukur adalah daun ke-4 dengan cara meletakkan daun pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca ditekan. Penghitungan dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak ± 0.5 cm dari tepi leaflet . Nilai real kadar klorofi daun untuk kelapa sawit dihitung dengan menggunakan rumus Y = 0.0007x – 0.0059, dimana: Y = kandungan klorofil dan X = nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Amir 1999; Farhana 2007).

c. Analisis Kadar Hara N dan P dalam Organ (Akar, Pelepah, Leaflet)

(31)

65%, HClO4 70%, H2SO4 98%, katalisator campuran selena dengan Na2SO4

(500g Na2SO4 + 5 g Selenium); kemudian ditetapkan kadar hara N dan P.

Nitrogen ditetapkan dengan cara destilasi Kjeldahl sedangkan unsur P dengan metode Double Acid (HNO3 + HClO4). Unsur P ditetapkan secara

Spectrofotometer (molibdenum biru) dengan panjang gelombang 639 nm.

3. Analisis Tanah. Analisis tanah dilakukan sebelum dan sesudah penelitian berakhir.

Awal penelitian : sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh pada beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian (6 sampel tanah). Sampel seberat 200 g dibersihkan dari kotoran dan sisa-sisa akar. Analisis tanah dilakukan terhadap pH, tekstur tanah, kadar C-organik, N total, P (HCl 25% dan Bray 1), K, Ca, Mg, , KTK, KB dan Al-dd.

Akhir penelitian : Pengukuran analisis tanah akhir diambil dari pemupukan optimum. Diambil 4 titik pengukuran yaitu : 0-6.5 cm, > 6.5-13 cm, > 13-19.5 cm dan 19.5-26 cm, sampel tanah dikeluarkan secara hati-hati dan bertahap kemudian diukur N total dan P (HCl 25% dan Bray 1). Pengamatan ini bertujuan untuk melihat dinamika pergerakan hara dalam media tanam.

4. Neraca hara (N dan P). Penghitungan neraca hara dilakukan diakhir penelitian (24 MST) berdasarkan perlakuan optimum yang meliputi :

1. Sumber hara : Tanah (awal) dan pupuk.

2. Recovery nutrient : Tanah (akhir) dan serapan tanaman (akar, pelepah dan

leafleat).

(32)

Analisis Data

Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila dalam sidik ragam pada taraf α

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Media tanam yang dianalisis merupakan tanah Latosol yang telah dicampur dengan kompos kotoran sapi dengan perbandingan 7 : 1. Hasil analisis tanah yang dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis menunjukkan, tekstur tanah terdiri atas pasir 8.17 %, debu 20.60 %, dan liat 71.24%. Bila dinilai dari standar penilaian berbagai sifat kimia tanah yang dikeluarkan Pusat Penelitian Tanah (2008) reaksi tanah termasuk agak masam dengan pH (H2O) 5.60, kandungan C-organik sedang (2.72%), unsur N sedang

(0.24 %), unsur P (Bray 1) tersedia sangat tinggi (25 ppm) dan unsur K sangat tinggi (1.29 me.100g-1). Kandungan unsur hara lainnya yaitu Ca dan Mg tergolong

rendah dan sedang dengan nilai masing-masing 4,42 me.100g-1 dan 1.97 me.100g-1. Kapasitas tukar kation tergolong sedang (17.93 me.100g-1) dan

kejenuhan basah tergolong tinggi (51.46 %).

Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Bogor menunjukkan bahwa curah hujan bulanan di lokasi percobaan (November 2011- April 2012) berkisar antara 136.0-548.9 mm/bulan, tertinggi pada bulan Februari dan terendah pada bulan Maret 2012, dengan rata-rata 358.07/bulan. Jumlah hari hujan berkisar antara 21-28 hari dengan rata-rata 25 hari/bulan. Suhu bulanan berkisar antara 25.1-26.2oC dengan rata-rata 25.75 oC. Lama penyinaran berkisar antara 26-57 % dengan rata-rata 49.83 %. Lama penyinaran tertinggi pada bulan Februari 2012 dan terendah bulan Januari 2012 (Lampiran 7).

(34)

mengendalikan serangan penyakit dengan konsentrasi 1 ml.l-1 air. Pertumbuhan gulma tidak mempengaruhi perlakuan penelitian karena pengendaliannya dilakukan secara rutin (mekanis) setiap 2 minggu atau disesuaikan dengan intensitas pertumbuhan gulma baik yang tumbuh di dalam dan maupun di luar polybag. Adapun jenis gulma yang dominan di pertanaman yaitu alang-alang (Imperata cylindrica). Gambaran keadaan umum bibit kelapa sawit di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.

Tanggap Morfologi Tanaman terhadap Pemberian

Dosis Pupuk N dan P

Pertumbuhan Morfologi

Pertumbuhan tinggi tanaman bibit kelapa sawit dari awal (0 MST) sampai bibit berumur 24 MST di pembibitan utama disajikan pada Gambar 5. Rata-rata laju pertumbuhan tinggi tanaman dari umur 0-12 MST adalah 9.90 persen per bulan, laju pertumbuhan tersebut meningkat dengan cepat dari umur 12-24 MST, dengan rata-rata laju pertumbuhan 39.44 persen per bulan.

Gambar 4. Bibit kelapa sawit saat perlakuan pertama (0 MST) (a) dan 24 MST (b) di pembibitan utama.

(35)

Gambar 5. Pertumbuhan tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk N (a) dan P (b)

Rata-rata laju pertumbuhan jumlah daun dan diameter tanaman dari umur 0-24 MST masing-masing adalah 28.27 dan 92.32 persen per bulan (Tabel 1). Adapun sidik ragam untuk peubah morfologi dan fisiologi tanaman serta uji lanjut kontras polinomial ortogonal dapat dilihat berturut-turut pada Lampiran 8 dan 9.

Tabel 1. Laju pertumbuhan bibit kelapa sawit selama penelitian

Peubah Umur tanaman (MST)

(36)

Tinggi Tanaman

Terdapat interaksi pupuk N dan P terhadap tinggi tanaman mulai umur 4-24 MST kecuali pada 20 MST. Perlakuan N memberikan pengaruh nyata secara kuadratik dan P secara linier pada umur 20 MST. Tanggap peubah tinggi tanaman terhadap pupuk N dan P disajikan pada Tabel 2. Kombinasi antara pupuk N dan P tehadap peubah tinggi dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 2. Tanggap tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada berbagai dosis N dan P Perlakuan

(37)

terhadap disajikan pada Tabel 3. Interaksi antara pupuk N dan P tehadap peubah jumlah daun, diameter batang dan luas daun dapat dilihat pada Lampiran 11. Tabel 3. Tanggap jumlah daun bibit kelapa sawit pada berbagai dosis N dan P

Perlakuan

Pemberian pupuk N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan luas daun kecuali pada umur 8 MST terdapat kombinasi. Tanggap pupuk N dan P terhadap peubah luas daun disajikan pada Tabel 4.

Diameter Batang

(38)

Tabel 4. Tanggap luas daun ke-4 bibit kelapa sawit pada berbagai dosis N dan P nursery, Dosis perlakuan disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 5. Tanggap diameter batang bibit kelapa sawit pada berbagai dosis N dan P

Perlakuan

(39)

Analisis tanah awal menunjukkan bahwa kandungan unsur N-total dan P-tersedia pada media tanam yang digunakan masing-masing sebesar 0.24 % dan 25 ppm termasuk ke dalam kategori sedang dan sangat tinggi. Penambahan bahan organik (kompos kotoran sapi) merupakan penyumbang sumber hara N dan P dalam media tanam. Adapun hasil analisis hara kompos kotoran sapi dapat dilihat pada Lampiran 12. N dalam tanah hanya mampu menunjang pertumbuhan vegetatif (diameter batang) sampai 4 MST, sedangkan P dalam tanah dapat memenuhi kebutuhan tanaman sampai 16 MST (Tabel 5). Status hara pada media tanam yang sedang untuk N dan sangat tinggi untuk P menyebabkan pemupukan N dan P tidak akan berpengaruh terhadap peubah diameter batang tanaman yang diamati.

Pemberian pupuk N dan P tertinggi ( 34.00 g N dan 9.12 g P.tanaman-1) menunjukkan adanya pengaruh interaksi yang sangat terlihat pada peubah tinggi tanaman (Tabel 2). Ini berarti terdapat saling pengaruh mempengaruhi antara keduanya atau baik N dan P saling bekerjasama. Adanya unsur N dalam media tanam secara sinergis mampu meningkatkan ketersediaan P, karena unsur N mampu meningkatkan kelarutan P. Kandungan N dalam tanaman menurun seiring peningkatan ketidaktersediaan P dalam tanaman, hal ini berhubungan dengan fungsi P sebagai penyedia ATP yang dibutuhkan tanaman pada proses metabolime. Daerah perakaran merupakan suatu sistem yang kompleks, di daerah perakaran terjadi proses fisika, kimia dan biologis. Hara di dalam tanah bergantung pada pH, aerasi, dan konsentrasi masing-masing hara, sehingga terjadi interaksi antar hara. Adapun tanggap peubah tinggi tanaman terhadap interaksi pupuk N dan P pada umur 24 MST disajikan pada Gambar 6.

(40)

Gambar 6. Tanggap peubah tinggi tanaman terhadap interaksi pupuk N dan P pada umur 24 MST

Hasil penelitian Boussadia (2010) pada tanaman zaitun yang kahat N kandungan klorofil dan laju fotosintesisnya menurun, N juga berperan penting pada pembentukan protoplasma dan sebagai bahan penyusun struktur sel dan protein, sehingga N merupakan komponen yang sangat penting terhadap pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang sangat berperan dalam pertumbuhan vegetatif tanaman, pada fase vegetatif terjadi pembentukan sel baru, pembesaran dan perpanjangan sel (Harjadi 1987). Sedangkan peranan P merangsang perkembangan perakaran tanaman, meningkatkan penggunaan dan pengangkutan hara tanaman yang berpengaruh pada produksi tanaman (Marschner 1995).P yang kurang tersedia dalam tanah dapat menurunkan kandungan N dalam daun walaupun dengan pemberian N yang cukup (Goh et al. 1994). Pemberian N dan P dapat meningkatkan jumlah, berat, luas daun (Foster & Prabowo 1996) dan laju asimilasi bersih kelapa sawit (Corley & Mook 1972).

Peningkatan dosis N menunjukkan pengaruh nyata secara kuadratik terutama terhadap peubah tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini telah mengindikasikan keracunan hara N terhadap tanaman yang ditunjukkan dengan menurunnya tinggi tanaman setelah melewati dosis 8.5 g N tanaman-1 dan jumlah daun setelah melewati dosis 17.0 g N tanaman-1. Bentuk adaptasi morfologi

(41)

tanaman terhadap kelebihan (toxic) hara N pada penelitian ini terlihat pada daun-daun yang berada pada posisi bawah yang mengalami kematian, tanaman mengakumulasi kelebihan hara N pada daun-daun yang tidak produktif dan selanjutnya menggugurkan daunnya, sedangkan di tingkat sel, tanaman memiliki mekanisme ekslusi terhadap toksisitas dengan cara menahan hara N di daerah perakaran pada konsentrasi keracunan yang rendah, dan mekanisme inklusi dengan memasukkan N dalam sel tanaman kemudian menyimpan N dalam vakoula pada konsetrasi keracunan hara yang tinggi (Sopandie 2006).

Aplikasi pemupukan P sampai dosis tertinggi (9.12 g P tanaman-1) meningkatkan peubah jumlah daun dan diameter batang secara linier. Dengan demikian dosis optimum P belum dapat dihitung. Hal ini karena sebagian besar jumlah hara pada media tanam baik yang bersal dari pupuk maupun dari bahan organik tanah ditemukan dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil analisis tanah.

Hara P merupakan salah satu faktor yang paling membatasi pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas dalam ekosistem pertanian. P diperoleh tanaman dari larutan tanah dalam bentuk ion anorganik P (Pi) baik itu dalam bentuk H2PO4- maupun H2PO42-. Akan tetapi sebagian besar Pi tidak tersedia bagi

tanaman karena reaktivitas Pi yang tinggi dengan kation-kation dalam tanah dan Pi cepat dikonversi kebentuk organik dengan aktivitas mikroba (Sanchez et al.

2011)

(42)

lambatnya pertumbuhan tanaman pada umur 4-12 MST. Adapun standar pertumbuhan morfologi bibit PT Dami Mas dapat dilihat pada Lampiran 13.

Tanggap Fisiologi Tanaman terhadap Pemberian

Dosis Pupuk N dan P

Jumlah Klorofil dan Kerapatan Stomata

Daun yang diamati pada jumlah klorofil dan kerapatan stomata adalah

leafleat dari daun ke-4. Jumlah klorofil daun dihitung dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang ada dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konica Minolta 1989). Pemupukan N dan P tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata dan jumlah klorofil daun sampai umur 24 MST kecuali pada umur 20 MST meningkat secara kubik/fluktuatif.

Warna daun digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala kekurangan atau kelebihan N secara visual, dimana jika terjadi kahat N maka daun akan berwarna hijau pucat kemudian akan menjadi kuning pucat atau kuning cerah (klorosis). Farhana et al. (2007) melaporkan bahwa jumlah kadar klorofil pada tanaman kelapa sawit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik. Corley & Mook (1972) melaporkan hasil penelitian dengan menggunakan bibit kelapa sawit umur 12 bulan (daun ke-2) bahwa pada kahat N menyebabkan penurunan kadungan klorofil dan penangkapan cahaya fotosintesis rendah sebagai akibat peningkatan resistensi dan residual stomata. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi CO2 yaitu bila CO2 naik, jumlah stomata persatuan luas lebih

(43)

Tabel 6. Tanggap jumlah klorofil daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit pada berbagai dosis N dan P

Perlakuan Dosis pupuk (g tanaman-1)

Jumlah klorofil (mg/cm2) Kerapatan

stomata/mm2 ortogonal; C : Kubik, MST: Minggu setelah tanam di main nursery, Dosis perlakuan disajikan pada Lampiran 5.

Biomassa

Bobot kering tanaman dapat dijadikan acuan untuk menyatakan laju pertumbuhan vegetatif tanaman, karena paling sedikit 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis, maka analisis pertumbuhan dinyatakan dengan bobot kering terutama untuk mengukur tanaman sebagai penghasil fotosintat (Goldworthy & Fisher 1992).

(44)

Proses pertumbuhan tanaman ditandai dengan pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel.

Kandungan Hara Organ Tanaman

Analisis kandungan hara organ (akar, pelapah dan leafleat) diambil dari perlakuan optimum (17 g N, 9.12 g P tanaman-1). Berdasarkan hasil analisis organ vegetatif tanaman (akar, pelepah dan leaflet) diperoleh kadar hara N dan P untuk akar masing-masing 0.78 % N dan 0.18 % P, pelepah 1.06 % N dan 0.20 % P, dan

leaflet dari daun ke-5 sebesar 3.43 % N dan 0.28 % P, dengan rata-rata kadar hara organ vegetatif N dan P masing-masing adalah 1.75 % N dan 0.22 % P. Hasil ini mengindikasikan konsentrasi hara jaringan terhadap pertumbuhan berada pada zona cukup jika dibandingkan dengan status hara pada critical nutrient level

(pelepah ke-9)pada tanaman belum menghasilkan sebesar 2.75 % N dan 0.16 % P (Ollagnier & Ochs 1981). Bibit kelapa sawit umur 12 bulan yang tumbuh jagur dan sehat, memiliki kadar hara pada pelepah daun ke-9 sebesar 3.00-3.50 % N dan 0.15-0.17 % P (Nainggolan 2007). Ng et al. (1968) melaporkan terdapat 1.4 % N dan 0.147 % P pada bagian vegetatif bibit kelapa sawit.

(45)

Dinamika Hara

Pengamatan dinamika hara dilakukan pada akhir penelitian pada perlakuan optimum (17 g N, 9.12 g P tanaman-1) dan merupakan pengamatan yang bersifat statis. Tinggi media tumbuh sebesar 26 cm. Ditentukan sebanyak empat titik pengukuran yang mewakili pergerakan hara di dalam media tanam, setiap titik

diambil sampel tanah secara komposit yaitu pada kedalaman 0-6.5 cm, > 6.5-13 cm, > 13-19.5 cm dan > 19.5-26 cm. Data hasil pengamatan

memperlihatkan bahwa N dan P terakumulasi pada kedalaman 0-13 cm (permukaan), kadar N menurun secara perlahan dengan peningkatan kedalaman tanah, sedangkan kandungan P tanah, baik P total maupun P tersedia terjerap dan tertahan di permukaan tanah, selain itu sifat P yang tidak mobil di dalam tanah sehingga terakumulasi pada zona permukaan. Data hasil pengamatan dinamika pergerakan hara N dan P dalam media tanam disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Dinamika pergerakan hara N dan P dalam media tanam

Neraca Hara

Neraca hara dihitung pada perlakuan optimum (17g N, 9.12 g P tanaman-1), hasil perhitungan menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan N dan P

(46)

Kehilangan N terbesar disebabkan oleh penguapan, sedangkan kehilangan P karena terjerap oleh partikel liat tanah, hasil ini sesuai dengan hasil analisis tanah. Kehilangan N melalui leaching dan denitrifikasi diperkirakan mencapai 80% (Tisdale & Nelson 2005). Makin tinggi kadar liat tanah maka daya retensi P juga semakin besar. Jumlah hara yang mampu diserap dari pupuk N dapat mencapai 50 % sedangkan untuk pupuk P berkisar 10 - 20 % (White 2006). Tabel 7. Neraca hara berdasarkan perlakuan optimum

Uraian Hara

N P

Sumber

Tanah (awal) (g) 26.74 2.78 Pupuk (g) 17.02 9.12

Recovery nutrient

Tanah (akhir) (g) 31.75 0.81 Serapan tanaman (g)

Akar 0.36 0.08

Pelepah 1.34 0.25 Daun (leafleat) 2.76 0.22 Total 4.46 0.56 Efisiensi pemupukan (%) 26.25 6.15 Pupuk yang hilang (%) 73.75 93.85

Penentuan Dosis Optimum

(47)
(48)

Tabel 8. (Lanjutan)

Keterangan : x : Ekstrapolasi data, tt : Dosis optimum tidak tercapai, tn : tidak nyata

Rekomendasi Pemupukan

Penyusunan rekomendasi pemupukan N dihitung dari rata-rata dosis optimum yang diperoleh dari persamaan regresi peubah tinggi tanaman dan jumlah daun dari hasil pengamatan setiap bulan. Rekapitulasi rekomendasi pupuk N disajikan pada Tabel 9. Sedangkan untuk rekomendasi pupuk P hanya dihitung dari dosis optimum peubah tinggi tanaman karena peubah diameter batang tidak nyata (Tabel 8).

Tabel 9. Rekapitulasi dosis pupuk N berdasarkan peubah tinggi tanaman dan jumlah daun

Umur tanaman

Peubah/dosis (g.tanaman-1)

Rata-rata STDV Tinggi tanaman Jumlah daun

4 1.40 1.79 1.60 0.28

(49)
(50)
(51)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dosis optimum pupuk N selama 6 bulan pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama masing-masing 21.99 ± 1.32 g N.tanaman-1, dengan aplikasi masing-masing 1.60, 1.14, 2.80, 4.01, 5.73 dan 5.74 g N.tanaman-1.bulan-1.

2. Dosis optimum pupuk P selama 6 bulan pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama masing-masing 4.24 g P.tanaman-1, dengan aplikasi masing-masing 0.22, 0.44, 0.76, 0.18, 0.94, dan 1.70 g P.tanaman1.bulan-1.

3. Interaksi pupuk nitrogen dan fosfor meningkatkan pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit.

4. Bibit yang dihasilkan dari penelitian telah memenuhi syarat 79.65 % untuk siap tanam (siap salur)

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dengan sistem media tumbuh tertutup.

(52)
(53)

DAFTAR PUSTAKA

Amir H. 1999. Nitrogen fixation by diazotropic microorganisms [Disertasi]. Universitas Putra Malaysia.

Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R, Purnomo W. 2009. Penentuan kebutuhan pupuk kalium untuk budidaya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylene. Jurnal Agron Indonesia 37(2): 115 – 122.

Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Plant Nutrition. New York: CRC Press.

Bintoro, MH. 1988. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit. Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Boussadia. 2010. Effect of nitrogen deficiency on leaf phosynthesis, carbohydrate status and biomass production in two olive cultivars ‘Meski’ and

‘Koroneoko. Sci Hort 123: 336 – 342.

Bunemann KE, Frossard E, Oberson, 2011. Phosphorus in Action: Biological Processes in Soil Phosphorus Cycling. Berlin: Springer.

Carter C, Finley W, Fry J, Jackson D, Willis L. 2007. Palm oil markets and future supply. European Journal of Lipid Science and Technology 109:307-314.

Cooke GW. 1982. Fertilizing for Maximum Yield. London:Graha Punl.Lmt.

Corley RHV. 2009. How much palm oil do we need? Environ Sci Policy 12: 134-139.

Corley RHV, Mook CK. 1972. Effects of nitrogen, phosphorus, potassium and magnesium on growth of the oil palm. Experimental Agriculture 8:347–353.

Corley RHV, Tinker PB. 2003. The Oil Palm, Fourth edition. Oxford; Blackwell Science.

[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Perkebunan.

Djaenudin DM, Marwan H, Subagyo, Mulyani A, Suharta N. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

[FAO] Food Agricultural Organization. 2010. FAO Statistics; Crop and Livestock Products. [always available].http://www.faostat.fao.org. [07/01/2009].

Farhana MA, Yusop MR, Harun MH, Din AK. 2007. Performance of tenera population for the chlorophyll contents and yield component. in:

(54)

Sustainability). Proceedings of the PIPOC 2007 vol 2; Malaysia, 26 – 30 Agustus 2007. Malaysia: Malaysia palm oil board. hlm 701 – 705.

Fauzi, Widyastutu Y, Satyawibawa Y, Hartono. 2002. Kelapa Sawit. Depok: Penebar Swadaya.

Foster HL, Prabowo NE. 1996. Yield response of oil palm to P fertilizers on different soil in north Sumatra. Di dalam: International Conference on Sustainability of Oil Palm Plantations: Agronomic and Environmental Perspectives. Kuala Lumpur, 27–28 September 1995. Kuala Lumpur; ISOPA 1995. hlm 16 – 21

Geisler M, Venema K. 2011. Transporters and pumps in plant signal. New York : Springer.

Ginting A, Syukur S, Lubis AU. 2007. Pedoman Pengukuran Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan.

Goh KJ, Chew PS, Teo CB. 1994. Maximising and maintaining oil palm yields on commercial scale in Malaysia. Di dalam: Chee KH, editor. International Planters Conference on Management for Enhanced Profitability in Plantations; Kuala Lumpur, 24–26 October 1994. Kuala Lumpur; ISP 1994. hlm 121–141.

Goh KJ, Hardter R. 2003. General oil palm nutrition Di dalam: International Planters Conference on Management for Enhanced Profitability in Plantations. Kuala Lumpur, Kuala Lumpur, 24–26 October 1994. Kuala Lumpur; ISP 1994. hlm 190-230.

Goh KJ. 2000. Climatic requirements of the oil palm for high yields. Malaysian Soil Sci 20: 1–17

Goldworthy PR, Fisher NM. 1992. Fisiologi Tanaman budidaya tropik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hardon JJ, Wiliams CN, Watson I. 1969. Leaf area and yield in the oil palm in malaya. Expl.Agric 5: 25 – 32.

Harjadi SS. 1979. Pengantar Agronomi. Departemen Agronomi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hartley CWS. 1997. The Oil Palm. second edition, British: Longman.

Hazelton P, Murphy B. 2007. Interpreting Soil Test. Oxford: CSIRO.

(55)

Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agriculture Sciences, University of Florida.

[IFA]International Fertilizer Industry Association. 2007. Sustainable Management of the Nitrogen Cycle in Agriculture and Mitigation of Reactive Nitrogen Side Effects. first edition. Paris; IFA.

Konika Minolta. 1989. Chlorophyll Meter SPAD-502 Manual Book. Japan : Konica Minolta.

Leiwakabessy A, Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Liferdi. 2010. Status hara nitrogen sebagai pedoman rekomendasi pupuk pada bibit manggis. J Agrivita 32(1):76 – 68.

Lubis AU. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Ed ke-2. Sumatra Utara: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. second edition. London: Academic Press.

Mattjik AA, dan Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor: IPB Press.

Mikkelsen RL. 2007. Biuret and urea fertilizer. Better Crop 9(3):6 – 7.

Miller AJ, Cramer MD. 2005. Root nitrogen acquisition and assimilation. Plant Soil 274:1–36.

Nainggolan ER. 2007. Respon pertumbuhan beberapa variaetas kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap aplikasi pupuk yang bersifat slow release

di bibitan Main nursery [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Unika Santo Thomas Medan.

Ng SK, Thamboo S, Sauza DP. 1968. Nutrient content of oil palms in Malaya. II. Nutrients in vegetatif tissues. The Malaysian Agriculture Journal 46: 332 – 391.

Ollagnier M, Ochs R. 1981. Management of mineral nutrition on industrial oil palm plantations. Oléagineux 36:409–421.

[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 2008. Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah. Jakarta: Departemen Pertanian.

(56)

Rubio V, Bustos R, Irigoyen ML, Cardona LX, Rojas TM, Paz AJ. 2009. Plant hormones and nutrient signaling. Plant Mol Biol 69:361–373.

Sanchez L,Calderon, Alejandra C, Lopez, Alatorre F, Cobos, Antonio LM Le, Gonzalez, Herrera LE. 2011. Sensing and Signaling of PO43-. Di dalam

Geisler M, Venema K editor. Transporters and pumps in plant signal. New York: Springer. 396p. p 201-224.

Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta; Agro Media Pustaka.

Schachtman DP, Reid RJ, Ayling SM. 1998. Phosphorus uptake by plants: from soil to cell. Plant Physiol 116:447–453.

Setyorini D, Adiningsih JS, Rochayati S. 2003. Uji Tanah sebagai Dasar Penyusunan Rekomendasi Pemupukan. Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Shedley E, Dell B, Grove T. 2008. Diagnosis of nitrogen deficiency and toxicity of Eucalyptus globulus seedling by foliar analysis. Plant and Soil 177:183 – 189.

Siahaan MM, Suwandi A, Panjaitan, 2005. Pemupukan kelapa sawit. Di dalam:

Pemeliharaan Kesehatan Tanaman Kelapa Sawit melalui Pengendalian Terkini Hama, Penyakit dan Gulma serta Aplikasi Pemupukan. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit; Pekanbaru, 19 – 21 Februari 2005. Marihat: Pusat Penelitian Kelapa Sawit. hlm 118 – 128.

Sopandie D. 2006. Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marginal; Orasi ilmiah guru besar tetap fisiologi tanaman. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Susila AD. 2000. Rekomendasi Pemupukan. Bogor. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian, IPB.

Sukarji R, Tobing EL. 1982. Jenis Pupuk pada Tanaman Kelapa Sawit. Pematang Siantar: Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Tisdale MW, Nelson, 2005. Soil Fertility and Fertilizer and Introduction to Nutrient Management. Ed ke-7. US: Person Education.

Turner PD, Gillbanks RA. 1988. Oil Palm Cultivation and Management. Kuala Lumpur: Planters.

Vaughan JG, Geissler CA. 2009. Food Plants. New York: Oxford University.

(57)

White RE. 2006. Principles and Practice of Soil Science. Fourth edition. Oxford: Blackwell Science.

Woodward FI. 1987. Stomata numbers are sensitive to increase in CO2 from

pre-industrial levels. Nature 327:617-618.

Wong. 2009. Visual Symptoms of Plant Nutrient Deficiency in Nursery and Landscape Plants. Soil and Crop Management. Coorperative Extension Service. Collage of tropical Agriculture and Human Resources. University

of Hawai’I at Manoa, p. 1 – 4.

Yahya S. 1992. Budidaya Kelapa Sawit. Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(58)

Lampiran 1. Kriteria kelas kesesuain lahan untuk pembudidayaan tanaman kelapa sawit

Persyaratan penggunaan/ Kelas kesesuaian lahan

(59)
(60)

Lampiran 3. Konversi, konsentrasi kritis tanah dan daun, serapan hara pada tanaman kelapa sawit serta rekomendasi metode pemupukan

Aspek N P K Mg Ca S Cl B Cu Mn Fe Zn

Satuan Total N P tersedia - - - cmol.kg-1 - - - mg.kg-1 - - - mg.kg-1 - - -

(%) Mg.kg-1

Konsentrasi kritis tanah ≥ 0.2 20 0.2 0.2 0.8 10.0 0.9 4.0 2.0 2.5 9.0

Satuan Tahun - - - - - - % - - - - - - mg kg-1 - - -

Konsentrasi kritis daun < 8 ≥ 2.5 0.15 1.00 0.20 0.30 0.20 0.25 8 3 50 70 10

(tahun setelah 8 - 10 ≥ 2.4 0.14 0.80 0.20 0.28 0.20 0.25 8 3 50 70 10

tanam) > 10 ≥ 2.3 0.14 0.75 0.20 0.25 0.20 0.25 8 3 50 70 10

Serapan hara dalam kg hara ha-1

230 - 250 14 - 26 250 - 300 43 - 73 85 - 105 68 - 84 17 - 14 0.2 - 0.3 0.2 - 0.3 2.2 - 2.4 4.5 - 5.0 0.7 - 0.8 tahun-1 (hasil = 30 ton TBS ha-1)

Penempatan pupuk :

TBM - - - -- - - Melingkar, bebas gulma - - - -- - - - - - Melalui daun - - -

TM Melingkar,bebas gulma - - - - - - Dalam barisan - - -

Dekat batang

Melalui daun,

Melalui

daun Sekitar rambut akar

Dekat

Batang

Sumber : Goh & Hardter 2003.

(61)

Lampiran 4. Layout percobaan pada lokasi penelitian

(62)

Lampiran 5. Dosis perlakuan pemupukan bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Dasar penetapan dosis perlakuan mengacu pada dosis rekomendasi PTP X

Lampiran 6. Hasil analisis sampel tanah*

Sifat-sifat tanah Nilai1) Kriteria** Nilai2) Kriteria** Metode/ekstraktan

Tekstur Pipet

Keterangan: *: Analisis dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, 1): Analisis tanah awal,

2): Analisis tanah akhir pada perlakuan pemupukan optimum, **: Berdasarkan kriteria

(63)

Lampiran 7. Rata-rata curah hujan, banyaknya hari hujan, temperatur, dan lama Sumber: Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika , Bogor.

Lampiran 8. Sidik ragam uji F peubah morfologi dan fisiologi umur 4-24 MST.

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)

Lampiran 9. Sidik ragam uji lanjut kontras polinomial ortogonal peubah morfologi dan fisiologi umur 4 – 24 MST

Tinggi Tanaman

24 MST - Faktor N dan P

N P

Contrast db JK KT F-Hit Pr JK KT F-Hit Pr

Liniear 1 194.71 194.71 13.81 0.0008 102.83 102.83 7.29 0.0113

kuadratik 1 163.08 163.08 11.56 0.0019 43.66 43.66 3.1 0.0887

Kubik 1 55.65 55.65 3.95 0.0562 1.24 1.24 0.09 0.7682

Jumlah Daun

4 MST - Faktor N dan P

Contrast N P

db JK KT F-Hit Pr JK KT F-Hit Pr

Liniear 1 0.77 0.77 6.47 0.02 1.473 1.473 12.360 0.002

kuadratik 1 0.56 0.56 4.73 0.04 0.003 0.003 0.030 0.868

Kubik 1 0.04 0.04 0.36 0.55 0.561 0.561 4.700 0.038

8 MST - Faktor N dan P

Contrast N P

db JK KT F-Hit Pr JK KT F-Hit Pr

Liniear 1 0.77 0.77 6.47 0.02 1.473 1.473 12.360 0.0007

kuadratik 1 0.56 0.56 4.73 0.0053 0.003 0.003 0.030 0.868

Kubik 1 0.04 0.04 0.36 0.55 0.561 0.561 4.700 0.038

12 MST - Faktor N

Contrast db JK KT F-Hit Pr Liniear 1 3.22 3.22 15.98 0.0004 kuadratik 1 3.74 3.74 18.56 0.0018

Kubik 1 0.66 0.66 3.28 0.0801

16 MST - Faktor N

Contrast db JK KT F-Hit Pr Liniear 1 4.61 4.61 15.71 0.015

(69)

20 MST – Faktor N

Contrast db JK KT F-Hit Pr liniear 1 1.79 1.79 5.61 0.0245 kuadratik 1 3.44 3.44 10.76 0.013

Kubik 1 0.01 0.01 0.02 0.8875

Diameter Batang

20 MST – Faktor P

Contrast db JK KT F-Hit Pr liniear 1 4.09 4.09 38.40 0.029

kuadratik 1 0.08 0.08 0.71 0.4050 Kubik 1 0.11 0.11 1.06 0.3110

24 MST – Faktor N dan P

Contrast

N P

db JK KT F-Hit Pr JK KT F-Hit Pr

Liniear 1 2.07 2.07 16.82 0.0003 1.043 1.043 8.490 0.0067

Kuadratik 1 1.26 1.26 10.26 0.0032 0.000 0.000 0.000 0.9837

Kubik 1 0.31 0.31 2.50 0.1242 0.037 0.037 0.300 0.5860

Jumlah Klorofil

20 MST – Faktor N

(70)

Lampiran 10. Data interaksi peubah tinggi tanaman umur 4 – 24 MST

Keterangan: TT : Tinggi tanaman, STDV : Standar deviasi.

Lampiran 11. Data interaksi peubah jumlah daun, diameter batang dan luas daun

(71)

Lampiran 12. Hasil analisis kompos kotoran sapi*

Parameter Satuan Hasil pengukuran

pH - 7.7

Lampiran 13. Standar pertumbuhan morfologi bibit PT Dami Mas

Umur (Bulan) Tinggi Tanaman (cm)

(72)

Gambar

Gambar 1. Siklus N dalam Tanah (Miller & Cramer 2005).
Gambar 2. Siklus P dalam sistem tanah dan tanaman (White 2006)
Gambar 3. Model dengan bentuk geometris yang berbeda untuk mewakili                    data percobaan
Tabel 1. Laju pertumbuhan bibit kelapa sawit selama penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan metode etnografi virtual, dapat diuraikan bahwa mediatisasi hegemoni ritual Rambu Solo di media sosial ini telah mengimplikasikan tiga hal;

Thesis entitled &#34;An Analysis of Code Switching and Code Mixing Used by Front Office Department Staffs of Grand Elite Hotel Medan&#34; is about code switching and code

Pengangkatan ini akan mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara anak yang telah diangkat dengan orang tua kandung, dan kedudukan anak angkat disamakan dengan kedudukan

Faktor keberhasilan orang cina dalam berdagang antara lain: Kerja keras dan tidak mengenal arti putus asa, sabar, pandai merebut peluang, berpegang pada janji,

Seperti yang tertera pada Tabel 5, ekstrak air teh hijau dengan kadar 0,01 % tidak bersifat pro-oksidan, sebaliknya bersifat antioksidan karena mampu menurunkan jumlah lipida sel

 proses penerimaan penerimaan bahan bahan baku baku (re;ei&gt;ing) (re;ei&gt;ing) hingga hingga pen!impanan pen!impanan akhir akhir (final (final holding) produk

Terdapat 21 mahasiswa yang memiliki self regulation tinggi atau sebesar 60% dari 35 mahasiswa, 21 mahasiswa dalam bidang akademik memenuhi tuntutan yang diberikan serta dapat

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi keluarga ibu-ibu pedagang jambu biji, mendeskripsikan peran ibu-ibu pedagang jambu biji