• Tidak ada hasil yang ditemukan

Molecular identification of Trichoderma spp. of Indonesia and their antagonistic activities against Fusarium oxysporum f.sp. cubense

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Molecular identification of Trichoderma spp. of Indonesia and their antagonistic activities against Fusarium oxysporum f.sp. cubense"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI MOLEKULER Trichoderma spp. DAN

AKTIVITAS ANTAGONISNYA TERHADAP

Fusarium oxysporum f.sp. cubense

VIVI OKTAVIANIS EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Molekuler

Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum

f.sp cubense adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(3)

RINGKASAN

VIVI OKTAVIANIS EFENDI. Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Dibimbing oleh GAYUH RAHAYU dan IMAN HIDAYAT.

Trichoderma merupakan salah satu cendawan kosmopolit yang tersebar luas di tanah dan kayu yang lapuk. Berbagai spesies Trichoderma telah banyak dimanfaatkan, sebagai penghasil enzim dan senyawa metabolit lain ataupun sebagai agens biokontrol. Oleh sebab itu, identitas dari galur Trichoderma menjadi penting. Sampai saat ini, banyak identitas biakan-biakan Trichoderma di Indonesia yang diragukan validitasnya.

Konsep Trichoderma berubah dari waktu ke waktu. Upaya yang signifikan dalam merumuskan konsep Trichoderma pertama kali dilakukan oleh Rifai pada tahun 1969 berdasarkan pendekatan karakter morfologi. Trichoderma dibagi menjadi 9 agregat spesies, yaitu T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum, T. koningii, T. aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum, T. pseudokoningii, dan T. viride. Konsep ini kemudian direvisi oleh Bissett di tahun 1991 dengan memperkenalkan 5 seksi (section) yaitu seksi Trichoderma, seksi Longibrachiatum, seksi Saturnisporum, seksi Pachybasium, dan seksi Hypocreanum. Seiring dengan berkembangnya metode ekstraksi DNA cendawan dan analisis filogenetik, pendekatan identifikasi pada spesies Trichoderma ikut berubah dari morfologi menjadi kombinasi antara morfologi dan analisis filogenetik. Pendekatan analisis filogenetik pertama terhadap Trichoderma dilakukan oleh Kindermann pada tahun 1998 yang menggunakan analisis sekuen DNA daerah ITS terhadap 85 strain Trichoderma. Kemudian, ketika pendekatan gen tunggal tidak dapat diandalkan untuk membedakan beberapa spesies yang secara morfologi mirip, analisis multigen ternyata dapat membedakan spesies-spesies itu. Pada saat ini lokus yang digunakan dalam analisis filogenetik dan identifikasi spesies dalam Trichoderma telah ditetapkan yaitu, ITS, tef α-1, RPB2, dan Endokitinase.

Penelitian Trichoderma di Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi hanya sedikit penelitian yang mencakup studi keanekaragaman dan taksonomi. Studi keanekaragaman dan taksonomi Trichoderma asal Indonesia penting dilakukan karena dapat menjadi model bagi studi keragaman cendawan lainnya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi 27 nomor aksesi Trichoderma koleksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Microbial Collection (LIPIMC) dan Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) yang berasal dari serasah dan tanah berbagai di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua gen

(ITS dan tef α-1). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkarakterisasi aktivitas antagonis Trichoderma spp. terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc), penyebab penyakit layu Fusarium pada pisang, karena adanya tuntutan masyarakat untuk mengembangkan agen biokontrol Foc.

(4)

mikroskop Olympus BX53. Karakter koloni dan karakter mikroskopik dicatat sebagai bahan untuk identifikasi morfologi.

Analisis molekuler filogenetik dimulai dengan menumbuhkan isolat Trichoderma pada media Potato Dextrose Broth (PDB) dan diinkubasi pada suhu

27˚C selama 3-5 hari. DNA di ekstraksi dengan menggunakan DNA PhythopureTM Kit Extraction (GE Healthcare, UK), kemudian dilanjutkan amplifikasi daerah ITS dengan pasangan primer ITS4 (5’-TCCTCCGCTTATTG ATATGC-3’) dan ITS5 (5’-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAGG-3’), dan tef α-1 (translation elongation factor α-1) dengan pasangan primer tef1-fw (5'-GTGAGCGTGGTATCACCA-TCG-3') dan tef1-rev (5'-GCCATCCTTGGA GACCAGC-3'). Sekuensing DNA dilakukan dengan mengirimkan produk ke FirstBASE (Malaysia). DNA sekuen PCR dianalisis dengan menggunakan program MEGA (Molecular Evolution and Genetic Analysis) versi 5.05. Pada analisis ini, kekerabatan dianalisis dengan metode Neighbor Joining (NJ). Situs yang berisi kesenjangan sebagian dikeluarkan dalam analisis. Dukungan untuk cabang-cabang internal diperoleh dengan analisis bootstrap dengan 1000 ulangan.

Analisis gen tunggal dan multigen menunjukkan bahwa topologi pohon filogenetik yang dihasilkan dari analisis ITS mirip dengan pohon filogenetik hasil analisis kombinasi ITS-Tef α-1. Berdasarkan analisis multigen ini, galur-galur Trichoderma koleksi LIPIMC dan IPBCC tersebar kedalam 3 seksi yaitu seksi Longibrachiatum, seksi Trichoderma dan seksi Pachybasium. Sebanyak 25 dari 27 nomor aksesi berhasil diidentifikasi dan tersebar dalam 7 spesies yaitu T. asperellum, T. atroviride dan T. ovalisporum (masing-masing 1 nomor), T. harzianum (11 nomor), T. reesei, dan T. virens (masing-masing 3 nomor) dan T. tawa (5 nomor). Dua nomor aksesi lainnya belum dapat diidentifikasi, dan akan dianalisis lebih lanjut dengan primer gen RPB II.

Pada uji antagonis terhadap Foc, semua nomor aksesi memiliki daya hambat langsung dan tidak langsung (melalaui senyawa volatil) yang bervariasi. Daya hambat tertinggi ditunjukkan oleh T. tawa IPBCC 13.1031 yaitu 85.63% dengan tipe interaksi 3. Pada uji volatil, tiga galur terbaik yaitu T. harzianum LIPIMC 0572, T. ovalisporum LIPIMC 0571, dan Trichoderma sp. LIPIMC 0570 menunjukkan aktivitas antagonis senyawa volatilnya dengan nilai persentase daya hambat berturut-turut sebesar 45,25%,45,65%, dan 45,38%.

(5)

SUMMARY

VIVI OKTAVIANIS EFENDI. Molecular identification of Trichoderma spp. of Indonesia and their antagonistic activities against Fusarium oxysporum f.sp. cubense. Supervised by GAYUH RAHAYU and IMAN HIDAYAT.

Trichoderma is a cosmopolitan fungus that widespread in the soil and rotten wood. Various species of Trichoderma have been used, as a producer of enzymes and other metabolites or as a biocontrol agent. Therefore, identification of Trichoderma strains become important. Until now, many identity culture Trichoderma in Indonesia have doubtful validity.

Trichoderma concept changed from time to time. Significant efforts in formulating the concept of Trichoderma was first performed by Rifai in 1969 based approach to morphological characters. Trichoderma species are divided into 9 aggregates, namely T. piluliferum, T. polysporum, T. hamatum, T. koningii, T. aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum, T. pseudokoningii, and T. viride. This concept was later revised by Bissett in 1991 with the introduction of section 5 (section) is section Trichoderma, section Longibrachiatum, section Saturnisporum, section Pachybasium, and section Hypocreanum. Along with the development of methods of DNA extraction and phylogenetic analysis of the fungus, identification of Trichoderma species have been changed from morfohology in to combination of morphology and phylogenetic analysis. The first, phylogenetic analysis approach of Trichoderma by Kindermann in 1998 using DNA sequence analysis of the ITS region to 85 strains of Trichoderma. Then, when the approach of a single gene can not be relied upon to distinguish some species that are morphologically similar, multigene analysis was able to distinguish the species. At this time locus used in phylogenetic analysis and species identification in Trichoderma has been established that, ITS, tef α-1, RPB2, and Endokitinase.

Trichoderma research in Indonesia have been carried out, but only a few research that include diversity and taxonomic studies. Trichoderma diversity and taxonomic studies from Indonesia is important because it can serve as a model for other fungal diversity studies. Therefore, this study aims to identify the 27 accession numbers Trichoderma collection of LIPIMC and IPBCC derived from litter and soil in Indonesia through a variety of phylogenetic approaches two genes

(ITS and tef α-1). In addition, this research also aimed to characterize the antagonistic activity of Trichoderma spp. against Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc), causes Fusarium wilt disease in bananas, because of the demands of the community to develop a biocontrol Foc agent.

Identification of Trichoderma started early stages by performing morphological characterization. Colonies character observed in 5 days that were incubated at room conditions. After that, the microscopic preparations were made by using the method of Riddle and preparations were observed under a microscope Olympus BX53. Colony characters and microscopic characters are recorded as a material for morphological identification.

(6)

UK), and then proceed with the ITS region amplification primer pair ITS4 (5'-TC CTCCGCTTATATATGC-3') and ITS5 (5'-GGAAGTAAAAGTCGTAACAA GG-3'), and α tef -1 (translation elongation factor-1 α) with primer tef1-fw (5'-GT GAGCGTGGTATCACCATCG-3 ') and tef1-rev (5'-GCCATCCTTGGAGACC AGC-3'). DNA sequencing is done by sending the product to FirstBASE (Malaysia). DNA sequences were analyzed by PCR using the MEGA program (Molecular Evolution and Genetic Analysis) version 5.05. On this analysis, kinship was analyzed by Neighbor Joining method (NJ). Sites that contain gaps partially excluded in the analysis. Support for internal branches obtained by bootstrap analysis with 1000 repition.

Single gene and multigene analysis showed that the topology of the phylogenetic tree generated from ITS analysis that similar to the result from phylogenetic tree analysis combination ITS - tef-1α. Based on this multigene analysis, Trichoderma strains LIPIMC collection and IPBCC spread into 3 sections: section Longibrachiatum, section Pachybasium and section Trichoderma. A total of 25 of the 27 accession numbers were identified and spread in 7 species namely T. asperellum, T. atroviride and T. ovalisporum (each 1 number), T. harzianum (11 numbers), T. reesei, and T. virens (each 3 numbers) and T.tawa (5 numbers). Two other accession numbers can not be identified, and will be analyzed further by RPB II gene primers.

In the test antagonist to F.oxysporum f.sp. cubense, all the accession numbers have inhibitory effects of direct and indirect (volatile compounds) have variation. Highest inhibition was shown by T. tawa IPBCC 13.1031 is 85.63% with type 3 interaction. In the volatile test, the three best strains namely T. harzianum LIPIMC 0572, T. ovalisporum LIPIMC 0571, and Trichoderma sp. LIPIMC 0570 volatilnya compounds showed antagonist activity with percentage inhibition values, respectively for 45.25%, 45.65%, and 45.38%.

(7)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan sesuai tata cara atau kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Pengutipan hanya diperuntukan bagi kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

IDENTIFIKASI MOLEKULER Trichoderma spp. DAN

AKTIVITAS ANTAGONISNYA TERHADAP Fusarium

oxysporum f.sp. cubense

VIVI OKTAVIANIS EFENDI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul : Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense

Nama : Vivi Oktavianis Efendi NIM : G351100011

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Dr Ir Gayuh Rahayu Ketua

Dr Iman Hidayat Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Mikrobiologi

Prof. Dr. Anja Meryandini, M.S

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Institut Pertanian Bogor. Tesis ini ditulis berdasarkan penelitian yang berjudul Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Gayuh Rahayu dan Dr. Iman Hidayat selaku pembimbing yang telah sabar, setia dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat selama penelitian sampai akhir penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Departemen Pendidikan Tinggi Republik Indonesia atas beasiswa BPPS tahun 2011, dan kepada Rektor dan Jajaran Pimpinan Universitas Bung-Hatta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2 di Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada Prof. Mien Achmad Rifai, M.Sc., Ph.D atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dan Prof. Dr. Anja Meryandini selaku Ketua Mayor Mikrobiologi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sensei Izumi Okane, Ph.D, Dr. Kartini Kramadibrata dan Muhammad Ilyas, M.Si, yang telah membantu dan bersedia berbagi dalam banyak hal untuk menunjang kelancaran selama proses penelitian. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada staf Laboratorium Biosistematika dan Laboratorium Analitik LIPI-Cibinong, Ibu Yeni, Ibu Mia, Mas Dian, Pak Mul, Reva, dan Anis atas bantuannya selama kegiatan penelitian di laboratorium.

Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak kepada teman-teman Mikrobiologi 2010 dan 2011 atas dukungan, semangat, kebersamaan, bantuan dan doanya. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada Floreta Fiska Yuliarni, mbak Israwati Harahap, Mutiara K. Pitaloka, Ivan Permana Putra, Ibu Anastasia Tatik Hartanti, Ibu Nani Radiastuti, Sepriyadi Rihi sebagai teman-teman satu laboratorium yang selalu memberikan dukungan, semangat dan bantuannya dalam kelancaran proses penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Yomal Harli yang selalu memberikan semangat, motivasi, ide, doa dan kesabarannya dari awal sampai dengan penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini, serta berbagai pihak lainnya yang terlibat dan membantu dalam penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya dengan penuh ketulusan ucapan terimakasih disampaikan kepada Ayah dan Ibu tercinta (Ir.H.Yempita Efendi, MS dan Ir. Hj. Aniswarti) serta adik-adik (Wulandari Wahyu Efendi, M. Ihsan Efendi dan M. Rizki Efendi) atas doa, dukungan, kesabaran, dan kasih sayang yang sangat luar biasa kepada penulis. Serta kepada seluruh keluarga besar dan saudara sepupu yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan informasi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2013

(12)

DAFTAR ISTILAH

Fialid, phialide. Suatu sel menyerupai bentuk botol yang membentuk konidium berantai melalui mulutnya.

Fungisida. Suatu senyawa yang membunuh fungi.

Hifa, hypha. Filamen atau benang yang terdiri atas sel atau deretan sel yang merupakan satuan dasar penyusun talus/soma dan tubuh buah.

Identifikasi. Membandingkan isolat yang belum diketahui dengan taksa yang ada untuk menetapkan identitasnya.

Kitin. Polisakarida utama dalam dinding sel sebagian besar cendawan; merupakan suatu polimer dari N-asetilglukosamin.

Kitinase. Enzim pengurai kitin menjadi monomer N-asetilglukosamin. Koloni. Masa hifa yang berasal dari satu spora atau satu konidia.

Konidia. Mitospora non motil yang tidak dibentuk didalam sporangium; khas anamorf yang dikariotik; juga disebut konidiospora.

Konidiofor, conidiophore. Hifa fertil, bisa tunggal atau bercabang yang mebawa alat reproduksi atau menghasilkan konidia.

Konidiospora. Bagian perpanjangan hifa yang menjadi penyangga konidia. Metabolit primer. Senyawa hasil metabolisme yang esensial digunakan oleh

kapang untuk pertumbuhan dan perbanyakan selnya.

Metabolit sekunder. Senyawa hasil metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh kapang dan dikeluarkan dari sel kelingkungan.

Mikotoksin. Racun yang dihasilkan fungi dan mempunyai efek toksik terhadap organisme lain.

Polifiletik. Genetis heterogen karena berasal dari kelompok nenek moyang yang berlainan. mencakup sebagian kecil spesies-spesies yang menjadi anggota genus tersebut.

Sekat, septum. Dinding melintang dalam hifa yang membagi hifa menjadi sel-sel Saprofit, saprophyte. Suatu tanaman yang mendapatkan makanan dari

pencernaan eksternal terhadap bahan-bahan organik yang telah mati; umumnya salah digunakan pada fungi

Spesies khusus, form species. Spesies yang digolongkan ke dalam genus khusus yang sengaja dibuat untuk menampung sebagian saja dari daur hidup cendawan, fase/stadium tidak kawin. Contoh semua spesies dalam Fungi Imperfecti.

spp. Singkatan untuk lebih dari satu spesies, tidak diketik miring

Taksa. Pengelompokkan organisme yang dibuat untuk tujuan sistematik; urutan dalam ranking mulai dari spesies sampai Kingdom.

Taksonomi. Klasifikasi organisme berdasarkan kekerabatan evolusi mereka. Telemorf. Bentuk seksual dari fungi; pada banyak taksa belum ditemukan.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TAB xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep-konsep Trichoderma dan Spesiesnya 4

Antagonis Trichoderma terhadap F.oxysporum f.sp cubense 3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Identifikasi Trichoderma 7

Pengamatan Morfologi 7

Ekstraksi DNA, Amplifikasi PCR, Sekuensing

dan Analisis Filogenetik 8

Uji Aktivitas Antagonis Trichoderma 9

4 HASIL

Identifikasi Trichoderma 10

Morfologi Trichoderma 10

Analisis Filogenetik 12

Antagonis Trichoderma 18

Uji Antagonistik Langsung 18

Uji Daya Hambat Senyawa Volatil Trichoderma spp. 20

5 PEMBAHASAN 21

6 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

(14)

DAFTAR TABEL

1 Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian 8 2 Kategori Interaksi Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum

f.sp. cubense 9

3 Nomor koleksi dan nomor aksesi GenBank dari takson-takson

sekerabat yang digunakan dalam analisis filogenetik 12 4. Interaksi Trichoderma spp. dengan F.oxysporum f.sp cubense

pada uji antagonis langsung 18

5 Daya hambat senyawa volatil Trichoderma spp. terhadap

F.oxyporum f.sp cubense 20

DAFTAR GAMBAR

1 Bagan Alur Penelitian dan Luaran Penelitian 3

2 Karakteristik mikroskopis Trichoderma 11

3 Pohon filogenetik berdasarkan urutan data ITS nrDNA

Trichoderma spp. di Indonesia 15

4 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen tefα-1 yang mewakili

pembagian Trichoderma spp. di Indonesia 16

5 Pohon filogenetik kombinasi ITS nrDNA dan tefα-1

Trichoderma spp. di Indonesia 17

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Trichoderma merupakan salah satu cendawan saprob kosmoplitan yang banyak ditemukan di tanah hutan maupun tanah pertanian atau pada substrat yang berkayu. Trichoderma dikenal sebagai salah satu cendawan yang dapat dikembangkan sebagai agens biokontrol karena bersifat antagonis terhadap cendawan lainnya terutama cendawan patogen (Carpenter et al. 2008). Beberapa galur lainnya bermanfaat sebagai agens bioteknologi enzim, misal T. reesei (Kumar et al.2008). Arti penting ekonomi ini menyebabkan identitas dari galur Trichoderma menjadi sangat penting. Namun, identifikasi Trichoderma secara morfologi masih cukup sulit karena banyaknya kemiripan karakter-karakter morfologinya antara spesies-spesies (Druzhinina & Kubicek 2005).

Konsep-konsep dalam klasifikasi Trichoderma berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi. Trichoderma pertamakali diperkenalkan oleh Persoon pada tahun 1794 berdasarkan ciri morfologinya. Kemudian, Rifai (1969) mempelajari sekumpulan Trichoderma dan membaginya menjadi 9 agregat spesies, yaitu T. piluliferum Webster & Rifai, T. polysporum (Link ex Pers.) Rifai, T. hamatum (Bon.) Bain., T. koningii Oud., T. aureoviride Rifai, T. harzianum Rifai, T. longibrachiatum Rifai, T. pseudokoningii Rifai, dan T. viride Pers. ex SF Graf (Rifai 1969). Konsep agregat dan klasifikasi Trichoderma ini dipublikasikan pada tahun 1969 dalam suatu monograf yang berjudul “A revision of the genus Trichoderma”. Konsep ini direvisi oleh Bisett (1991a) dan Trichoderma dibagi ke dalam 5 seksi (section) spesies biologi, yaitu seksi Trichoderma Bissett, seksi Longibrachiatum Bissett, seksi Saturnisporum Doi et al., seksi Pachybasium (Sacc.) Bissett dan seksi Hypocreanum Bissett (Bissett 1991a).

(16)

2

Konsep GCPSR belum diterapkan untuk identifikasi cendawan asal Indonesia termasuk Trichoderma. Mayoritas publikasi dari taksonomi Trichoderma dari Indonesia didasarkan pada pendekatan klasik seperti yang dilakukan oleh Nandang (2002), Amran (2008) dan Jamillah (2011). Oleh sebab itu, pendekatan molekuler multigen untuk identifikasi Trichoderma asal Indonesia diterapkan pada penelitian ini.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Microbial Culture Collection (LIPIMC) dan Institut Pertanian Bogor Culture Collection (IPBCC) menyimpan koleksi Trichoderma. Sebanyak 27 nomor aksesi Trichoderma milik kedua Culture Collection ini belum diidentifikasi sampai dengan spesies. Padahal identitas yang akurat merupakan suatu prasyarat baku bagi koleksi mikroba yang disimpan Culture Collection ini. Oleh sebab itu, koleksi ini digunakan sebagai obyek evaluasi pendekatan-pendekatan identifikasi yang berkembang saat ini dengan tujuan akhir adalah pemberian nama yang akurat.

Selain itu galur Trichoderma dengan sifat antagonis terhadap Fusarium oxysporum fsp. cubense (Foc) diperlukan oleh masyarakat untuk mengendalikan penyebab penyakit Panama pada pisang. Oleh sebab itu, pada penelitian ini pengujian aktivitas antagonis 27 galur Trichoderma tersebut terhadap Foc juga dilakukan. Sebelumnya, aktivitas antagonis Trichoderma di Indonesia pernah dilaporkan. Nurbailis et al. (2006) menyatakan bahwa galur Trichoderma asal tanah di berbagai daerah sentra produksi pisang di Sumatera Barat mampu menanggulangi penyakit Layu Panama di Sumatera Barat. Sudantha et al. (2011) juga menyatakan beberapa galur Trichoderma asal tanah tanaman pisang di NTB, efektif menghambat pertumbuhan Foc secara in-vitro.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang terkonsentrasi pada Trichoderma asal tanaman pisang, pada penelitian ini sebanyak 27 galur Trichoderma asal tanah dan serasah dari berbagai wilayah di Indonesia yang bukan pertanaman pisang diduga memiliki kemampuan antagonis terhadap Foc. Oleh sebab itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi galur-galur Trichoderma sebagai antagonis Foc melalui mekanisme antagonis langsung dan melalui senyawa volatil pada uji in-vitro.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Trichoderma koleksi LIPIMC dan IPBCC yang berasal dari serasah dan tanah berbagai daerah di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua gen (ITS dan Tef-1) dan menganalisis sifat antagonisnya terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense.

Manfaat Penelitian

(17)

3

3

Identifikasi Molekuler Trichoderma spp. dan Aktivitas Antagonisnya terhadap

Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc)

Tujuan : Mengidentifikasi Trichoderma yang berasal dari berbagai daerah dan substrat di Indonesia melalui pendekatan filogenetik dua

gen (ITS dan Tef-1) dan mengetahui aktivitas antagonisnya terhadap Foc

Luaran : 27 galur Trichoderma spp. teridentifikasi sampai tingkat spesies dan mendapatkan galur-galur yang memiliki aktivitas antagonis

terbaik dalam menghambat pertumbuhan Foc

I. Identifikasi Trichoderma spp.

Tujuan : mengetahui nama spesies dari

setiap galur Trichoderma uji.

Metode :

a. Pengamatan morfologi

b. Ekstraksi DNA Trichoderma spp.

c. Analisis Filogentik

II. Aktivitas Antagonis Tichoderma spp.

terhadap Foc

Tujuan : Mengetahui kemampuan antagonis

Trichoderma spp terhadap Foc

Metode:

a. Kultur ganda

b. Uji senyawa Volatil

Luaran : Mengetahui nama Trichoderma yang tervalidasi untuk 27

galur dan sifat antagonisnya.

(18)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Konsep-Konsep Trichoderma dan Spesiesnya

Trichoderma Pers. ex Fr. dibangun berdasarkan Trichoderma viride Pers. ex SF Gray (Rifai 1969, Bissett 1991a). Spesies ini merupakan saprob penghuni tanah dan kayu. Spesies Trichoderma lainnya yang juga pertama kali ditemukan asal tanah adalah T. koningii Oud. (Rifai 1969). Sejak itu jumlah spesies Trichoderma yang dilaporkan bertambah terus. Konsep Trichoderma juga berubah-ubah. Ketika Rifai (1969) mempelajari anamorf dari Hypocrea, ia menemukan bahwa spesies-spesies Trichoderma lebih mudah didefinisikan secara lebih akurat. Konsep barunya tentang spesies Trichoderma yaitu agregat spesies ditulis oleh Rifai (1969) dalam sebuah monograf yang berjudul ‘A Revision of the Genus Trichoderma. Dalam monografnya, Rifai (1969) memperkenalkan sembilan agregat spesies. Agregat spesies dibangun berdasarkan pengamatan morfologi pada koloni yang tumbuh pada Malt Extract Agar 2%, pada suhu ruang dan ukuran, bentuk serta ornamentasi diamati pada kultur yang berumur 2 minggu.

1. T. piluliferum Webster & Rifai

Koloni T. piluliferum berwarna putih, hijau keputihan sampai hijau. Hifanya hialin, bercabang banyak, bersepta dan tidak memiliki hifa steril. Konidiofornya panjang, bercabang banyak. Dekat ujung konidiofornya terdapat fialid yang bergerombol, pendek dengan ukuran 4.5-6.5 x 2.8-3.5 μm. Konidia hialin dan berbentuk agak bulat-bulat, permukaannya halus, dengan diameter 2.5-3.5 μm (Rifai 1969).

2. T. polysporum (Link ex Pers) Rifai

T. polysporum memiliki konidiofor dengan ujung hifa steril dan sangat rapat membentuk kelompok fialid yang kompak. Fialid berukuran 4-6.5x3-3.5μm, pendek, berkelompok, dan hampir menyerupai buah pir dengan bagian atas dan tengah agak lebih besar dari bagian. Konidia tidak bewarna, berbentuk ellips dan berukuran 2.8-3.7 x 1.8-2.0 μm (Rifai 1969).

3. T. hamatum (Bon) Bain

T. hamatum memiliki warna koloni yang bervariasi dari hijau keputihan. Hifanya hialin, berdinding halus, bersepta dan memiliki perpanjangan hifa steril. Pada bagian dekat ujung konidiofornya terdapat kelompok fialid yang bentuknya seperti buah pir dan pendek. Konidianya subsilindris, berbentuk ellips, bewarna hijau pucat dengan ukuran 3.8-6 x 2.2-2.8 μm (Rifai 1969) 4. T. koningii Oud

(19)

5

5. T. aureoviride Rifai

T. aureoviride memiliki warna koloni kehijauan dengan konidiofor bercabang seperti pohon . Fialid panjang berukuran 7-14 x 2-2.5 μm, berbentuk seperti botol asimetris, berjumlah 3-4. Konidia obovoid dan kadang-kadang ellips, berdinding halus, berukuran 3.0-4.8 x 2.0-3.0 μm bewarna hijau kekuningan (Rifai 1969).

6. T. harzianum Rifai

T. harzianum memiliki koloni bewarna hijau sampai hijau gelap. Percabangan konidiofor membentuk sudut siku-siku pada konidiofor utama. Pada ujung konidiofor terbentuk fialid yang berjumlah satu sampai lima, berbentuk pendek dengan ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian tengahnya, dan berukuran 5-7 x 3-3.5 μm. Konidia bulat dengan ukuran 2.8-3.2 x 2.5-2.8 μm (Rifai 1969).

7. T. longibrachiatum Rifai

T. longibrachiatum dapat tumbuh cepat, hifa berseptat, hialin, dengan diameter 2-10 μm. Fialid muncul tidak beraturan, sering muncul tunggal, berukuran 6-14x2.5-3 μm dengan konidia berukuran 3.6-6.5x2.2-3 μm dan terkadang sampai 7 μm, ellips, berdinding halus dan bewarna hijau pucat sampai hijau (Rifai 1969).

8. T. pseudokoningii Rifai

T. pseudokoningii memiliki warna koloni putih, putih kehijauan sampai hijau gelap, dan menghasilkan pigmen kuning pada media. Miseliumnya tersusun oleh kumpulan hifa yang bercabang, bersepta, dan berdinding halus. Konidiofor berukuran 5.5-8 x 2.7-3.5 μm. Konidia bewarna hijau pucat, ellips, berukuran 3.4-4.6 x 2-2.5 μm (Rifai 1969).

9. T. viride Pers ex S.F Gray

T.viride memiliki warna koloni hijau sampai hijau agak kebiruan, hifa hialin, bersepta, dan memiliki aroma yang khas yaitu aroma tengik minyak kelapa. Konidiofor utama memiliki diameter 4.5 μm, menghasilkan beberapa cabang lateral. Cabang-cabang lateral tersebut berjumlah 2 - 3 dengan fialid yang berukuran 8-14 x 2.3-3 μm yang terkadang bisa mencapai 20μm. Konidia yang berdinding kasar dengan ukuran 2.8-5(- 6.3) x 2.8-4.5μm (Rifai 1969).

Klasifikasi Trichoderma direvisi oleh Bissett (1991a-c). Bissett (1991a) mengenal 5 seksi Trichoderma yaitu, seksi Trichoderma, seksi Longibrachiatum, seksi Pachybasium, seksi Hypocreanum dan seksi Satunisporum. Di dalam seksi-seksi ini terdapat 27 spesies (Druzhinina and Kopchinskiy 2006). Seksi Hypocreanum dan seksi Saturnisporum kemudian digabung dengan seksi Longibrachiatum berdasarkan analisis molekuler dari daerah ITS r-DNA (Kuhls et al. 1997). Samuels et al. (1998) mendukung pendapat Kuhls et al.1997 dan menyatakan bahwa karakter konidiofor dan konidia dari seksi Saturnisporum mirip dengan seksi Longibrachiatum.

(20)

6

dan letak fialid juga tidak beraturan dan tidak di dalam rangkaian serta menghasilkan pigmen berwarna kuning agak kehijauan (Bissett 1991a).

Pada sepuluh tahun terakhir, perkembangan klasifikasi Trichoderma mulai mengalami kemajuan dengan adanya teknologi sekuensing DNA dan analisis filogenetik. Taylor et al. (2004) melakukan penerapan konsep Genealogical Cocordance Phylogenetic Spesies Recocnition (GCPSR) yang bergantung pada analisis lebih dari satu lokus gen sehingga dapat menyelesaikan masalah taksonomi dan identifikasi Trichoderma (Samuels 2006). Analisis kombinasi dari daerah internal transcribed spacer 1 dan 2 (ITS1 dan 2) dan gen tef α-1, dalam banyak kasus telah diakui dapat digunakan sebagai alat yang baik untuk identifikasi rutin Trichoderma/Hypocrea (Druzhinina et al. 2005). Selain itu, beberapa tahun terakhir analisis tambahan dengan daerah gen RNA polimerase II (rpb2) mulai digunakan untuk identifikasi spesies Trichoderma yang tidak dapat ditentukan oleh kombinasi daerah gen ITS dan tef α-1 (Hanada 2008, Samuels et al. 2011).

Antagonis Trichoderma terhadap Fusarium oxyporum f.sp. cubense (Foc)

Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc) adalah salah satu organisme pengganggu tanaman (OPT), penyebab penyakit layu Panama pada tanaman pisang. Penyakit ini tercatat sebagai OPT paling berbahaya mengancam industri pisang dunia (Visser 2010). Di Indonesia, penyakit ini juga telah menghancurkan ribuan hektar pertanaman pisang baik perkebunan pisang komersial maupun pertanaman pisang rakyat (Nasir et al. 2005).

Salah satu cara pengendalian penyakit layu Panama ini adalah penggunaan fungisida. Namun, fungisida ternyata belum dapat mengendalikan penyakit ini dengan baik (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Nusa Tenggara Barat, 2007). Efektivitas penanggulangan dengan varietas pisang tahan penyakit layu Panama belum diketahui, sehingga penggunaan varietas tahan untuk pengendalian penyakit layu Panama belum dilakukan secara intensif (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB, 2007). Dengan demikian, perlu dicari alternatif lain yang efektif dan efisien, misalnya pengendalian hayati dengan cendawan saprob antagonis, seperti Trichoderma spp.

Trichoderma memiliki sifat antagonis dalam mengendalikan beberapa fitopatogen tular tanah. Proses antagonis Trichoderma terhadap cendawan patogen meliputi beberapa cara, yaitu kompetisi, parasitisme dan antibiosis. Proses kompetisi ini pun beragam, menurut Howell (2002) kompetisi yang terjadi bisa saja melibatkan kompetisi ruang maupun nutrisi pada kedua cendawan yang saling berinteraksi menyebabkan pertumbuhan salah satu cendawan akan terdesak disepanjang tepi koloni. Adanya hambatan perkembangan pertumbuhan cendawan patogen oleh Trichoderma sp. disebabkan karena pertumbuhan koloni Trichoderma sp. jauh lebih cepat dibanding cendawan patogen lainya.

(21)

7

(Kurniawan et al.2006). Menurut Howell (2002), miselium Trichoderma dapat menghasilkan beragam enzim seperti selulase dan kitinase. Adanya kitinase menyebabkan Trichoderma dapat bersifat sebagai parasit bagi cendawan yang lainnya. Vinale et al. (2006) dan Degenkolb et al. (2008) menyatakan bahwa beberapa Trichoderma menghasilkan antibiotik seperti trichodermin, trichodermol, harzianolide serta beberapa senyawa peptaibol dan peptaibiotik yang berperan dalam aktivitas biokontrol.

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorim Biosistematika dan Laboratorium Analitik LIPI Cibinong, Jawa Barat.

Identifikasi Trichoderma

Pengamatan Morfologi

Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanah atau serasah (Tabel 1). Isolat ditumbuhkan kembali pada Potato Dextrose Agar (PDA), Malt Extract Agar (MEA), Corn Meal Agar (CMA) dengan 2% dekstrosa, dan diinkubasi pada 25-30 °C selama lima hari. Morfologi dan karakterisasi koloni dilakukan pada biakan berumur 5 hari. Setelah itu dilakukan pembuatan preparat dengan menggunakan metode riddle. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biosistematika, Divisi Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Jawa Barat.

(22)

8

detik, dengan 35 siklus denaturasi pada 94 º C selama 60 detik, annealing pada 59ºC selama 60 detik, pemanjangan pada 74ºC selama 50 detik, dan pemanjangan akhir pada 72ºC selama 7 menit. Amplikon dari ITS dan tef α-1 dikirim ke FirstBASE (Malaysia). Urutan DNA ITS dan tef1 dianalisis menggunakan urutan sekuens Hypocrea/Trichoderma yang tersedia di http://www.mycobank.org. Semua sekuens DNA dilihat kesamaannya dengan data genbank sekuen Trichoderma di http://www.mycobank.org dan www.blast.ncbi.nih.gov/Blast.

Urutan sekuen Trichoderma dari genbank yang sangat mirip dengan isolat yang diteliti (Tabel 1) diambil dan disejajarkan dengan menggunakan MEGA 5 (Tamura et al. 2011). Hasilnya kemudian didepositkan ke TreeBASE (http://www.treebase.org/) dengan nomor aksesi S14224 Neighbor-Joining (NJ). Analisis filogenetik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MEGA 5. Kekuatan cabang pohon internal yang dihasilkan diuji dengan analisis bootstrap menggunakan 1.000 ulangan (Felsenstein 1985) dengan nilai 50% consensus tree pada analisis multigen diterapkan. Ketidaksesuaian Length Difference Test atau Partition Homogenety (PHT) dianalisis dengan menggunakan PAUP* 4.0b10 (Sowfford 2002) untuk mengevaluasi kesesuaian antara dataset (Cunningham 1997).

Tabel 1 Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian

No No Aksesi Asal

1 LIPIMC 0152 Tanah, Gunung Bromo

2 LIPIMC 0384 Serasah, Gunung Salak 3 LIPIMC 0388 Tanah, Raja Ampat Papua

4 LIPIMC 0548 Tanah, Gunung Bromo

5 LIPIMC 0564 Serasah, Gunung Salak 6 LIPIMC 0565 Serasah, Gunung Salak

7 LIPIMC 0566 Tanah, Gunung Salak

8 LIPIMC 0568 Serasah, Gunung Salak 9 LIPIMC 0569 Serasah, Gunung Salak 10 LIPIMC 0570 Serasah, Gunung Salak 11 LIPIMC 0571 Tanah, Gunung Salak 12 LIPIMC 0572 Serasah, Gunung Salak 13 LIPIMC 0573 Serasah, Gunung Salak

14 IPBCC 93.260 Tanah

15 IPBCC 99.300 Gaharu, Pekanbaru

16 IPBCC 06.325 Tandan kosong kelapa sawit, Pekanbaru 17 IPBCC 07.545 Serasah Shorea sp., Kalimantan

18 IPBCC 07.546 Serasah Shorea sp., Kalimantan 19 IPBCC 07.547 Serasah, Kalimantan

20 IPBCC 07.556 Serasah Shorea sp., Kalimantan 21 IPBCC 08.605 Serasah, Tarakan

22 IPBCC 08.606 Serasah, Kalimantan

23 IPBCC 08.618 Serasah

24 IPBCC 13.1031 Tanah

25 IPBCC 13.1031 Tanah, Gunung Ciremai

(23)

9

No No Aksesi Asal

27 IPBCC 13.1034 Tanah, Yogyakarta

Uji Aktivitas Antagonis Trichoderma

Uji antagonis dilakukan dengan dua cara yaitu uji antagonis langsung dan uji pengaruh senyawa volatil. Uji antagonis langsung dilakukan dengan metode kultur ganda (Skidmore & Dickinson 1976). Trichoderma sp. dan Foc yang ditumbuhkan pada medium cawan Malt Extract Agar (MEA) selama 5-7 hari pada suhu 27oC dijadikan sumber inokulum. Satu potong cetakan miselium Trichoderma (diam. + 0.5 cm) diletakkan berdampingan dengan satu potong cetakan miselium Foc dengan jarak inkubasi 3 cm. Pertumbuhan kedua koloni diamati setiap hari dari hari ke-2 sampai hari ke-7. Daya hambat galur Trichoderma terhadap Foc dinyatakan dengan persentase daya hambatnya yang dihitung berdasarkan rumus (Bendahmane et al. 2012):

I (%) = ( 1 - Cn/Co ) x 100 I = persentase daya hambat

Cn = rata-rata diameter cendawan patogen pada perlakuan Co = rata-rata diameter cendawan patogen pada kontrol

Daya hambat juga dinyatakan dalam bentuk kategori interaksi antagonis (Tabel 2) menurut Rini dan Sulochana (2007).

Tabel 2 Kategori Interaksi Trichoderma terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense

Kategori Definisi

1 Koloni Trichoderma menutupi seluruh koloni Foc 2 Koloni Trichoderma menutupi 3/4 koloni Foc 3 Koloni Trichoderma menutupi 1/2 koloni Foc

4 Koloni Trichoderma dan Foc tertahan pada zona kontak 5 Koloni Foc menutupi koloni Trichoderma

(24)

10

4 HASIL

Identifikasi Trichoderma

Morfologi Trichoderma

Berdasarkan ciri morfologinya, galur-galur Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini tersebar dalam tiga seksi, yaitu Trichoderma, Longibrachiatum, dan Pachybasium. Strain LIPIMC 0566, LIPIMC 0571, LIPIMC 0568, dan IPBCC 13.1031 umumnya memiliki konidiofor yang lebih kurus dibandingkan dengan ukuran standar konidiofor Trichoderma, percabangan jarang, fialid seringkali berpasangan, dan dalam rangkaian yang jarang melebih dari tiga (Gambar 2A-C). Karakteristik morfologi ini merupakan ciri khas seksi Trichoderma sensu Bissett (1991a). Bissett menyatakan bahwa seksi Trichoderma memiliki konidiofor menyebar, percabangan tidak teratur, konidiofor primer lebih panjang, dan konidiofor sekunder sebagian besar tidak bercabang, dan fialid lebih jarang tapi teratur. Pada PDA, diameter koloni dari galur-galur itu adalah 5-9 cm setelah 5 hari inkubasi pada 25-30˚C. Sebagian besar koloni dari galur-galur tersebut berwarna kehijauan, kecuali koloni LIPIMC 0571 yang memiliki koloni keputihan. Pada Malt Extract Agar (MEA), semua galur tersebut memiliki koloni berwarna hijau terang sampai hijau gelap, sedangkan pada CMA, koloni membentuk bintil-bintil kompak seperti yang dinyatakan oleh Bissett (1991a).

Galur lainnya seperti IPBCC 06.325, IPBCC 07.556, IPBCC 93.260 dan LIPIMC 0570 memiliki kemiripan morfologi dengan seksi Longibrachiatum sensu Bissett (1991c). Pada PDA dan MEA, koloni galur-galur ini adalah sekitar 6 -9 cm setelah 5 hari inkubasi pada 25-30˚C. Koloni IPBCC 07.556 dan LIPIMC 0570 berwarna putih keabu-abuan, sedangkan koloni dari IPBCC 93.260 dan IPBCC 06.325 berwarna hijau kekuningan.

(25)

11

-

Gambar 2 Karakteristik mikroskopis Trichoderma, A. Konidiofor yang sempit dan bergelombang, T. asperellum LIPIMC 0568, B. Percabangan konidifor unilateral, T. atroviride LIPIMC 0566 (a. fialid interkalar dan b. 2-3 rangkaian fialid), C. 2-4 fialid interkalar pada konidiofor primer T.ovalisporum LIPIMC 0571, D. Pola percabangan kondidiofor T.reesei IPBCC 07.556, E-F. Jalinan konidiofor yang gemuk, pendek dan membengkak dengan fialid dalam rangakain yang bergerombol membentuk struktur piramid, G. T.virens LIPIMC 0388 (a. fialid terminal 3-5 rangkaian, ampuliform dan b. Konidiofor primer yang gemuk), H. Fialid interkaler dan ampuliform Trichoderma sp. LIPIMC 0570, I. Konidia Trichoderma sp. LIPIMC 0570 berbentuk ellips, J. Trichoderma sp. IPBCC 13.1032 (a. Konidiofor primer and b. Konidiofor sekunder) and K. Konidianya berbentuk bulat ( : skala 10 μm).

Analisis Filogenetik

(26)

12

tersebar ke dalam seksi Longibrachiatum, seksi Pachybasium, dan seksi Trichoderma (Gambar 3). Penyebaran ke dalam seksi ini didukung oleh pengamatan morfologi.

Secara umum, topologi pohon filogenetik dari ITS mirip dengan topologi pohon filogenetik kombinasi ITS-tef α1. Seksi Trichoderma dan seksi Longibrachiatum kokoh pada pohon kombinasi dari pada pohon ITS berdasarkan nilai boostrapnya. Pada pohon ITS, Trichoderma spp. IPBCC 06.325, IPBCC 07.556, IPBCC 93.260 dan LIPIMC 0570 berkelompok dalam seksi Longibrachiatum dengan nilai bootstrap 88% (Gambar 3), sedangkan Trichoderma spp. LIPIMC 0566, LIPIMC 0571, LIPIMC 0568, dan IPBCC 13.1032 mengelompok dalam seksi Trichoderma dengan bootstrap 96% (Gambar 3). Isolat Trichoderma lainnya berkelompok dalam seksi Pachybasium (Gambar 4) yang dapat dipisahkan lagi menjadi beberapa kelompok kecil. Dalam seksi Pachybasium, Trichoderma sp. LIPIMC 0388, LIPIMC 0565, dan IPBCC 08.618 berkelompok bersama dengan T. virens CBS 249.59 dengan nilai bootstrap 86% pada pohon ITS (Gambar 3). Trichoderma sp. LIPIMC 0152, IPBCC 13.1031, 13.1033 IPBCC, dan IPBCC 13.1034 membentuk kelompok monofiletik dengan T. harzianum CBS 226,95 dengan nilai bootstrap berturut-turut 55% (Gambar 3) dan 52% di pohon ITS dan kombinasi (Gambar 5). Nomor aksesi Trichoderma spp. lainnya secara morfologi termasuk seksi Pachybasium dianggap kelompok parafiletik berdasarkan pohon ITS dan kombinasi.

Topologi pohon filogenetik yang dihasilkan dari analisis urutan tef α-1 berbeda dari topologi ITS dan kombinasinya. Trichoderma seksi Longibrachiatum dan seksi Trichoderma tidak monofiletik (Gambar 4). Seperti pada pohon ITS, pada pohon tef α-1 Trichoderma sp. LIPIMC 0388, LIPIMC 0565, dan IPBCC 08.618 berkelompok bersama dengan T. virens CBS 249.59 dengan nilai bootstrap support 81% (Gambar 4) dalam seksi Pachybasium. Beberapa spesies yang lain dalam seksi Pachybasium masih bersifat parafiletik.

Tabel 3 Nomor koleksi dan Nomor aksesi GenBank dari takson-takson yang berkerabat yang digunakan dalam analisis filogenetik*

No Nama Spesies Nomor Koleksi Nomor Aksesi di GenBank ITS1 dan ITS2 tefα-1 1 Hypocrea aureoviridis CBS 245.63 AF399219.1 AF534575.1 2 Hypocrea citrina var.

americana

GJS 96.191 DQ000636.1 DQ005523.1

3 Hypocrea sulphurea CBS 500.67 HM466665.1 AY937439.1 4 Hypomyces samuelsii FN859450.1 FN868768.1 5 Trichoderma cf.

Ovalisporum

IPBCC 13.1032 KC847175

6 T. asperellum CBS.433.97 AY380912 AF401000 7 T. asperellum LIPIMC0568 KC847169

8 T. atroviride CBS 142.95 AF456917.1 AY376051.1 9 T. atroviride LIPIMC0566 KC847170

10 T. aureoviride CBS.245.63 Z48819 AF401002 11 T. brevicompactum MA 4103 AF400267 AF401005

(27)

13

No Nama Spesies Nomor Koleksi Nomor Aksesi di GenBank ITS1 dan ITS2 tefα-1 13 T. cerinum TUB.F.778 AF149869 AF510433 14 T. chlorosporum GJS.98.1 AY737762 AY737737 15 T. chromospermum GJS.94.67 AY737774 AY737728 16 T. cinnamomeum GJS 97.237 AY737759 AY737732 17 T. citrinoviride AN303b JX184109.1 JX184109.1 18 T. crassum CBS.336.93 AF414317 AF401021 19 T.cremeum GJS 91.125 AY737760 AY737736 20 T. erinaceum isolate 17/06 HQ857130.1 HQ857133.1 21 T. effusum TUB F-354 AF149858.1 AF510432.1 22 T. fertile DAOM.167161 AF400260 AF401025 23 T. gelatinosum GJS 88.17 AY737775 AY737740 24 T. ghanense isolate 11/02 HQ857117.1 HQ857148.1 25 T. hamatum DAOM 167057 Z48816 AF401019 26 T. harzianum LIPIMC0572 KC847182

27 T. harzianum LIPIMC0548 KC847176 28 T. harzianum LIPIMC0152 KC847180 29 T. harzianum IPBCC 07.546 KC847187 30 T. harzianum IPBCC 99.300 KC847192 31 T. harzianum LIPIMC0573 KC847184 32 T. harzianum IPBCC 07.547 KC847190 33 T. harzianum LIPIMC0564 KC847177 34 T. harzianum IPBCC 08.606 KC847194 35 T. harzianum IPBCC 08.605 KC847189 36 T. harzianum IPBCC.13.1034 KC847173

37 T. harzianum CBS 226.95 AY605713 AF401016 38 T. helicum TUB-F.902 AF486020 AF510438 39 T. konilangbra IAA1 AF400261.1 AF400988.1 40 T. longibrachiatum AN488 JX184118.1 JX184095.1 41 Trichoderma cf.

longibrachiatum

LIPIMC0570 KC847179

42 T. longipile CBS.340.93 AF414317 AF401323 43 T. minutisporum DAOM 178046 AY865634 AY240856 44 T. ovalisporum LIPIMC0571 KC847168

45 T. ovalisporum Dis 70a AY380897.1 AY376037.1 46 T. phyllostahydis GJS.92.123 AY737755 AY737745 47 T. polysporum CBS.820.68 Z48815 AF400989 48 T. pubescens GJS 01.207 EU856304.1 EU856304.1

49 T. reesei QM.6A Z31016 AF401004

50 T. reesei IPBCC 93.260 KC847186 51 T. reesei IPBCC 06.325 KC847188 52 T. reesei IPBCC 07.556 KC847185

(28)

14

No Nama Spesies Nomor Koleksi Nomor Aksesi di GenBank ITS1 dan ITS2 tefα-1 54 T. saturnisporum ATCC 18903 Z48726.1 AF401013

55 T. sinuosum PC.8 AY737771 AY737743

56 T. sinensis TUB F-1043 AF486014 JQ040381.1 57 T. spirale CBS.346.93 AF400262 346.93 58 T. strictipilis CBS 347.93 AF400263 AF401324 59 T. strigosum DIS 173k DQ109531.1 DQ109545.1 60 T. stromaticum CBS.101.875 AF098287 AF400994 61 T. surrotundum GJS.88.73 AY737769 AY737734 62 T. tawa IPBCC.13.1031 KC847174

63 T. tawa LIPIMC0384 KC847178

64 T. tawa LIPIMC0569 KC847183

65 T. tawa IPBCC 07.545 KC847191

66 T. tawa CBS 246.63 AF400258 AF401006

67 T. tawa IPBCC.13.1033 KC847172

68 T. thelephoricolum GJS 95.135 AY737776 AY737735 69 T. tomentosum DAOM.178713 AF149869 AY750882 70 T. velutinum TUB F.01 AF149873 AF510443 71 T. virens CBS.249.59 AF222865 AF401020 72 T. virens LIPIMC0565 KC847181

73 T. virens LIPIMC0388 KC847171 74 T. virens IPBCC 08.618 KC847193

(29)

15

(30)

16

(31)

17

(32)

18

Antagonis Trichoderma

Uji Antagonistik Langsung

Semua galur Trichoderma yang diuji terhadap Fusarium oxysporum f.sp cubense menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan Foc secara langsung (Tabel 4). Persentase daya hambat berkisar antara 57.82 -85.63%. Dalam pengelompokan kategori interaksinya, galur-galur Trichoderma yang diuji tergolong kedalam kategori 3 atau 4 (Gambar 6) dan tidak satupun galur termasuk kategori interaksi 1, 2 atau 5.

Tabel 4 Interaksi Trichoderma spp. dengan F. oxysporum f.sp. cubensepada uji antagonis langsung

No Galur Trichoderma % Daya hambat* Kategori**

1 T. asperellum LIPIMC 0568 79.80 3

**3 = Trichoderma menutupi setengah permukaan koloni Foc, 4= pertumbuhan Trichoderma dan

(33)

19

Kategori interaksi ini tidak berhubungan dengan daya hambatnya. Semua galur Trichoderma yang diuji termasuk dalam kategori 3 kecuali dua galur T. harzianum yaitu IPBCC 13.1034 dan IPBCC 07.547 termasuk dalam kategori 4 (Tabel 4). Kebanyakan galur dalam kategori 3 (Tabel 4) menunjukkan daya hambat berkisar 70%-80%, 9 galur memiliki persentase daya hambat >80% dan sebanyak satu galur yaitu IPBCC.07.546 menunjukkan daya hambat kurang dari 70%. T. harzianum dalam kategori 4-pun memiliki daya hambat yang berbeda. T. harzianum strain IPBCC 13.1034 memiliki daya hambat 72.72% dan IPBCC 07.547 memiliki daya hambat 57.82 %.

Bentuk interaksi langsung pada kategori 3, bervariasi. Interaksi beberapa galur Trichoderma dengan Foc hanya menunjukkan penutupan koloni disertai dengan penebalan atau penumpukan miselium pada zona awal kontak (Gambar 6B-G). Pada kategori 4 koloni Trichoderma dan Foc tertahan pada zona kontaknya (Gambar 6H).

Gambar 6 Kategori aktivitas antagonis Trichoderma. A. Kontrol Foc dan Variasi interaksi kultur

ganda Trichoderma spp. dengan Foc pada media MEA, bentuk interaksi kategori 3, B.

T. asperellum LIPIMC 0568, C. T. virens LIPIMC 0565, dan D. Trichoderma sp.

IPBCC 13.1032 menutupi koloni Foc, kategori 3 dengan penumpukkan miselium di

daerah kontak: E. T. harzianum IPBCC 08.606, F. T. virens IPBCC 08.618, G. T. reesei

IPBCC 93.260, dan kategori 4 dengan miselium cendawan antagonis tertahan di

(34)

20

Uji Daya Hambat Senyawa Volatil Trichoderma spp.

Tidak adanya kontak hifa secara langsung antara dua koloni cendawan antagonis menunjukkan bahwa interaksi kedua koloni cendawan itu berlangsung melalui senyawa volatil. Pada uji volatil ini Trichoderma ditumbuhkan lebih dahulu sampai dengan lima hari agar senyawa volatil dihasilkan. Pada saat pengujian, tidak satupun koloni Foc yang tumbuh memenuhi cawan, sedangkan pada kontrol Foc sudah tumbuh memenuhi cawan pada 7 hari interaksi. Keadaan ini membuktikan bahwa pertumbuhan Foc pada cawan interaksi tertekan oleh senyawa yang diproduksi Trichoderma (Tabel 5).

Tabel 5 Daya hambat senyawa volatil Trichoderma spp. terhadap F.oxysporum f.sp. cubense

No Galur Trichoderma % Daya hambat*

1 T. asperellum LIPIMC 0568 44.98 4 Trichoderma cf. longibrachiatum LIPIMC 0570 45.38

5 T. ovalisporum LIPIMC 0571 45.65 9 Trichoderma cf. ovalisporum IPBCC 13.1032 40.16

* = rataan tiga ulangan

(35)

21

0570, dan T. ovalisporum LIPIMC 0571 memiliki persentase daya hambat yang lebih tinggi yaitu berturut-turut 45,25%, 45,38% dan 45,65% (Tabel 5). Daya hambat terendah ditunjukkan oleh T. atroviride LIPIMC 0566 sebesar 31.33%. Adanya senyawa volatil ini harus dibuktikan lebih lanjut secara kimia.

5 PEMBAHASAN

Identifikasi Trichoderma

Beberapa isolat Trichoderma yang diteliti memiliki banyak kemiripan morfologi antar spesiesnya. Sifat plastisitas morfologi Trichoderma ini telah menyebabkan keraguan dalam menentukan spesies Trichoderma. Trichoderma asal tanah dan serasah yang diteliti berada dalam tiga seksi Trichoderma, yaitu seksi Longibrachiatum, seksi Pachybasium, dan seksi Trichoderma. Trichoderma spp. IPBCC 06.325, IPBCC 07.556, IPBCC 93.260 dan LIPIMC 0570 berkelompok dalam seksi Longibrachiatum sensu Druzhinina et al. (2005) (Gambar 3) bersama-sama T. reesei, T. saturnisporum, T. ghanense, T. effusum, T. konilangbra, T. sinensis, T. longibrachiatum, dan T. citrinoviride. Morfologi Trichoderma spp. IPBCC 06.325, IPBCC 07.556, dan IPBCC 93.260, LIPIMC 0570 mirip dengan spesies-spesies dalam seksi Longibrachiatum, seperti percabangan konidiofor tidak teratur, konidiofor primer yang panjang, sebagian besar konidiofor sekunder tidak bercabang dan fialid lebih jarang tetapi teratur. Dalam semua analisis pohon filogenetik, semua galur ini menunjukkan hubungan dekat dengan T. reesei QM.6A, kecuali isolat LIPIMC 0570 (Gambar 13 dan 15). Kedekatan karakter morfologi Trichoderma spp. ini dengan jelas signifikan dengan analisis filogenetiknya. Koloninya memproduksi pigmen kuning pada PDA, percabangan konidifor jarang, memiliki fialid interkaler, konidia agak bulat sampai ellips (Bisset 1991). Sebaliknya, Trichoderma sp. LIPIMC 0570 tidak memiliki pigmen kuning pada media PDA, dan percabangan konidiofor jarang, memiliki fialid interkalar dan konidia ellips agak sempit (Gambar 2H-I) yang menandakan kemiripan dengan T. longibrachiatum. Akan tetapi, analisis filogenetik molekuler tidak mendukung hubungan antara Trichoderma sp. LIPIMC 0570 dan T. longibrachiatum. Dalam semua pohon filogenetik yang dihasilkan dari penelitian ini, Trichoderma sp. LIPIMC 0570 membentuk garis keturunan yang berbeda dalam seksi Longibrachiatum (Gambar 3). Oleh karena itu, galur ini untuk sementara diberikan nama Trichoderma cf. Longibrachiatum dengan alasan bahwa secara morfologi mirip tetapi tidak berkerabat dekat secara molekuler. Analisis lebih lanjut menggunakan urutan RPB2 diperlukan untuk konfirmasi identitas galur Trichoderma sp. LIPIMC 0570.

(36)

22

morfologi Trichoderma sp. LIPIMC 0566 lebih dekat dengan T. atroviride berdasarkan bentuk percabangan konidiofornya. Karakter ini berbeda dari Trichoderma sp. LIPIMC 0568 yang mirip dengan T. asperellum dengan konidiofor bercabang simetris dan konidia berwarna hijau gelap. Karakteristik galur LIPIMC 0571 mirip dengan T. ovalisporum, yaitu memiliki fialid interkaler yang jelas dibandingkan T. atroviride dan T. asperellum. Selain itu, pertumbuhan koloni LIPIMC 0571 lebih cepat dari LIPIMC 0566 dan LIPIMC 0568. Isolat lainnya pada seksi Trichoderma ini yaitu IPBCC 13.1032 secara morfologi mirip dengan T. ovalisporum karena menghasilkan 2-4 fialid interkaler dari konidiofor primer dan konidianya berbentuk bulat (Gambar 2 I-K). Namun, pohon filogenetik dari ITS, tef α-1, dan kombinasinya tidak cukup untuk menentukan identitas galur ini. Oleh karena itu, galur ini sementara diidentifikasi sebagai Trichoderma cf. ovalisporum sampai dilakukannya analisis tambahan dengan sekuen dari gen RPB2.

Pohon filogenetik dari ITS, tef α-1, dan kombinasinya juga menunjukkan bahwa spesies-spesies yang berada dalam seksi Pachybasium menunjukkan hubungan kekerabatan parafiletik seperti yang dinyatakan sebelumnya oleh Druzhinina et al. (2005) dan Samuels (2006). Seksi Pachybasium telah diakui sebagai kelompok yang paling besar di antara kelompok taksonomi Trichoderma lainnya berdasarkan analisis molekuler dari daerah ITS (Kindermann et al. 1991). Beberapa penelitian lainnya yang melibatkan analisis wilayah gen lain seperti tef α-1 dan RPB2, juga melaporkan bahwa seksi Pachybasium adalah parafiletik (Kindermann et al.1991; Druzhinina et al. 2005; Samuels 2006; Druzhinina & Kubicek 2005). Secara umum, seksi Pachybasium memiliki ukuran konidiofor yang lebih lebar dibandingkan dengan ukuran konidiofor pada seksi lainnya, memiliki postula yang kompak, fialid yang bulat dan pendek, serta membentuk rangkaian fialid yang bergerombol (Bissett 1991).

Beberapa galur yang termasuk dalam seksi Pachybasium, memiliki kemiripan dengan T. harzianum atau T. tawa. Trichoderma sp. LIPIMC 0152, Sementara itu, Trichoderma LIPIMC 0384, LIPIMC 0569, IPBCC 07.545, IPBCC 13.1031, dan IPBCC 13.1033 yang berbeda dari T. harzianum dengan memiliki ukuran fialid lebih kecil (1.5-5 × 2-3 μm), ampulliform dan konidia agak bulat (1.8-3.7 × 2.5-2.9 μm) (Bisset 1991; Chaverri et al. 2003). Karakteristik morfologi ini adalah khas T. tawa dan ditandai dengan ukuran fialid yang lebih kecil (3.5-7 × 2.5-3.8 μm), ampulliform dan konidia agak bulat (2.8-3.2 × 2.5-2.8 μm) (Chaverri et al.2003).

(37)

23

keterbatasan urutan ITS dalam membedakan spesies Trichoderma. Apabila tidak dapat diidentifikasi dengan pendekatan sekuen ITS dan tef α-1, sekuen dari daerah RNA polimerase subunit II (RPB2) dianjurkan untuk digunakan seperti yang telah dilaporkan oleh Chaverri & Samuels (2003). Oleh karena itu, dalam kasus Trichoderma sp. IPBCC 13.1032 dan LIPIMC 0570 gen RPB2 disarankan untuk digunakan sebagai daerah pengidentifikasi.

Antagonis Trichoderma

Uji antagonis secara in-vitro menunjukkan bahwa secara umum semua galur yang diuji memiliki kemampuan antagonisme terhadap Foc. Mekanisme antagonis Trichoderma secara umum terdiri atas beberapa cara yaitu kompetisi nutrisi, mikoparasit, antibiosis untuk menghambat pertumbuhan cendawan patogen (Howell 2002; Benitez et al. 2004). Pada penelitian ini mekanisme antagonis diuji melalui 2 cara yaitu kontak langsung dan senyawa volatil. Daya hambat dari masing-masing mekanisme antagonis beragam bergantung pada galurnya.

Uji Kultur Ganda

Sebanyak 25 galur menunjukkan kapasitas antagonis langsung pada kategori 3. Trichoderma pada kategori interaksi 3 ini mungkin memiliki mekanisme antagonis berupa mikoparasitisme dan produksi senyawa toksin yang menghambat pertumbuhan Foc. Penghambatan Trichoderma terhadap Foc pada uji antagonis melalui kontak langsung menunjukkan persentase yang bervariasi. Adanya perbedaan daya hambat yang bervariasi mungkin disebabkan oleh perbedaan sifat genetik masing-masing galur Trichoderma dalam kemampuan adaptasi terhadap lingkungan (Sinaga 1991; Suryanti et al. 2003), kompetisi dalam memperoleh makanan dan ruang (Sinaga 1991) dan menghasilkan senyawa antibiotik seperti gliotoksin dan viridin (Kurniawan et al. 2006). Bailey et al. (2008) juga telah melaporkan bahwa beberapa galur Trichoderma endofit pada Theobroma cacao memperlihatkan aktivitas mikoparasitisme yang bervariasi terhadap Moniliophthora roreri. Beberapa galur dapat mengkolonisasi biakan M. roreri sampai M. roreri tidak memperlihatkan kemampuan tumbuh lagi, tetapi galur lainnya hanya mengkolonisasi hingga 20% selama 5 minggu interaksi.

(38)

24

Trichoderma yang tumbuh menutupi koloni Rhizoctonia solani dan menemukan bahwa Trichoderma membentuk suatu tonjolan bulat yang mempenetrasi hifa R. solani. Pada akhir interaksi, hifa R. solani kehilangan protoplasmanya dan mengalami lisis. Selain itu, Nurbailis et al. (2006) menjelaskan bahwa isolat Trichoderma spp. (S6sh dan T1sk) mempenetrasi kedalam hifa Foc, kemudian hifa Foc mengalami lisis yang ditandai dengan berubahnya warna hifa menjadi bening karena nutrisi selnya telah diambil oleh Trichoderma spp.

Galur-galur pada kategori 3 memiliki daya hambat pada kisaran yang luas yaitu 69.11%-85.63% dan kebanyakan galur-galur ini memiliki daya hambat antara 70-80%. Selain itu, sembilan galur lainnya memiliki daya hambat yang tinggi yaitu >80%. Dari sembilan galur tersebut terdapat satu galur yang memiliki kemampuan daya hambat yang tinggi yaitu T. tawa IPBCC 13.1031 (85.63%). Madhanraj et al. (2010) menyatakan bahwa Trichoderma spp. memiliki persentase daya hambat maksimum sebesar 85% dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen Fusarium solani. Penelitian Matroudi et al. (2009) juga menyatakan bahwa Trichoderma memiliki persentase daya hambat berkisar antara 85-95% dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen Sclerotinia sclerotiorum. Hasil-hasil uji in-vitro ini menunjukkan bahwa beberapa galur Trichoderma dari penelitian ini berpeluang menjadi biokontrol yang baik karena memiliki persentase daya hambat yang tinggi dalam menekan pertumbuhan cendawan patogen tanaman.

Interaksi kategori 4 yang dihasilkan oleh Trichoderma harzianum IPBCC 13.1034 dan T. harzianum IPBCC 07.547 menunjukkan bahwa Trichoderma mampu melakukan interaksi dengan Foc melalui mekanisme antagonis dengan menghancurkan dinding sel atau melalui kompetisi ruang. Proses terhambatnya pertumbuhan cendawan patogen tersebut dapat diketahui dari senyawa metabolit yang dikeluarkan oleh Trichoderma, misalnya senyawa β-1-3 glukanase dan chitinase penyebab eksolisis atau hancurnya dinding sel patogen (Nugroho et al. 2001). Senyawa yang sama mungkin juga dihasilkan oleh T. harzianum IPBCC 13.1034 dan T. harzianum IPBCC 07.547. Oleh karena itu, analisis metabolit sekunder terhadap kedua isolat ini perlu dilakukan.

Uji Senyawa Volatil Trichoderma

(39)

25

Siddiquee et al.(2009), juga meneliti senyawa volatil Trichoderma bersifat antagonis terhadap cendawan patogen Ganoderma boninense di media PDA dan menyatakan bahwa Trichoderma menghasilkan senyawa metabolit sekunder yaitu 6-pentil-alpha-pyrone (6PAP) yang berperan dalam menghambat pertumbuhan cendawan G. boninense.

Beberapa peneliti lainnya juga menguji dan mengindentifikasi senyawa volatil Trichoderma. Kemampuan Trichoderma dalam menghasilkan senyawa volatil diduga sebagai reaksi pertahanan diri pada saat terjadi penyerangan dari cendawan patogen. Mumpuni et al. (1998) menyatakan bahwa T. harzianum menghasilkan CO2 dan etanol sebagai respon dalam menghambat pertumbuhan cendawan patogen A. bisporus. Selain itu, Trichoderma juga menghasilkan senyawa volatil yang tergolong etilen, aldehid, keton, hidrogen sianida dan peptide yang berperan sebagai senyawa penghambat pertumbuhan cendawan patogen (Vey et al. 2001; Ajith dan Lakshmidevi 2010; Schubert et al. 2008). Sudantha et al. (2011) menduga terhambatnya pertumbuhan koloni Foc terjadi karena cendawan Trichoderma mengeluarkan antibiotik atau alkaloid yang mudah menguap dan menyebabkan pertumbuhan patogen terhambat. Pada penelitian ini, uji senyawa penghambat yang dihasilkan oleh Trichoderma untuk menghambat pertumbuhan Foc masih belum diketahui. Oleh sebab itu, penelitian lanjutan masih diperlukan.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dua puluh lima galur dari total 27 galur Trichoderma yang berasal dari LIPIMC dan IPBCC telah teridentifikasi sampai dengan tingkat spesies dengan menggunakan kombinasi analisis morfologi dan analisis filogenetik berdasarkan sekuen DNA dari daerah ITS, tef α-1 dan gabungan ITS-tef α-1. Dua puluh lima galur yang sudah teridentifikasi, 11 galur dideterminasi sebagai T. harzianum, 5 galur T. tawa, tiga galur masing-masing dideterminasi sebagai T. reseei dan T. virens, dan sisanya masing-masing adalah T. asperellum, T. atroviride dan T. ovalisporum. Dua galur lainnya yang belum dapat teridentifikasi masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan analisis filogenetik menggunakan sekuen DNA dari daerah gen RNA polimerase II (RPB2).

(40)

26

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan gen RPB2 untuk mengetahui 2 galur yang belum teridentifikasi yaitu LIPIMC 0570 dan IPBCC 13.1032.

DAFTAR PUSTAKA

Amin F, Razdan VK, Mohidin FA, Bhat K, Sheikh PA. 2010. Effect of volatile metabolite of Trichoderma species againts seven fungal plant pathogens in-vitro. Journal of phytopatology 2 (10): 34-37.

Amran A. 2008. Produksi dan karakterisasi enzim selulase cendawan Trichoderma harzianum Rifai pada subtrat serbuk gergaji [Tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas Padang.

Bailey BA, Bae H, Strem MD, Crozier J, Thomas SE, Samuels GJ, Vinyard BT, Holmes KA. 2008. Antibiosis, mycoparasitism, and colonization success for endophytic Trichoderma isolates with biological control potential in Theobroma cacao. Biological Control 46: 24-35.

Bendahmane BS, Mahiout D, Benzohra IE, Benkada MY. 2012. Antagonism of three Trichoderma species against Botrytis fabae and B. cinerea the causal agents of chocolate spot of faba bean (Vicia faba L.) in Algeria. World Applied Sciences Journal 17 (3): 278-283.

Benitez T, Rincon AM, Limon MC, Codon AC. 2004. Biocontrol mechanism of Trichoderma strains. International Microbiology 7: 249-260.

Bissett J. 1991a. A revision of the genus Trichoderma II infrageneric classification. Canadian Journal of Botany 69: 2357-2372.

Bissett J. 1991b. A revision of the genus Trichoderma III. Sect. Pachybasium. Canadian Journal of Botany 69: 2373-2417.

Bissett J. 1991c. A revision of the genus Trichoderma. IV. Additional notes on section. Longibrachiatum. Canadian Journal of Botany 69: 2418-2420.

Carpenter MA, Ridgway HJ, Stringer AM, Hay AJ, Stewart A. 2008. Characterisation of a Trichoderma hamatum monooxygenase gene involved in antagonistic activity against fungal plant pathogens. Current Genetics 53: 193-205.

Chaverri P, Castlebury LA, Overton BE, Samuels GJ . 2003. Hypocrea/Trichoderma: species with conidiophore elongations and green conidia. Mycology 95: 1100-1140.

Cotxarrera L, Trillas GMI, Steinberg C, Alabouvette C. 2002. Use of sewage sludge compost and Trichoderma asperellum isolates to suppress Fusarium wilt of tomato. Soil Biology Biochemical 34: 467-476.

Cunningham CW. 1997. Is congruence between data partitions a reliable predictor of phylogenetic accuracy? Empirically testing an iterative procedure for choosing among phylogenetic methods. Systematic Biology 46: 464-478. Degenkolb T, Dohren H, Nielsen KF, Samuel GJ, Bruckner H. 2008. Recent

Gambar

Gambar 1 Bagan alur penelitian dan luaran penelitian
Tabel 1  Galur-galur Trichoderma spp. yang digunakan dalam penelitian
Gambar 2 Karakteristik mikroskopis Trichoderma, A. Konidiofor yang sempit
Tabel 3  Nomor koleksi dan Nomor aksesi GenBank dari takson-takson yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan daya hambat adalah nilai kemampuan antagonis dalam menekan pertumbuhan patogen penyebab penyakit kanker batang.. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan

karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang berjudul ”Penggunaan Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos dalam

Tujuan penelitian adalah menguji potensi isolat-isolat Trichoderma hasil isolasi dan mendapatkan isolat terbaik dalam menekan perkembangan penyakit Panama pada

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, pertama mengkaji karakter fisiologi dari 15 isolat Trichoderma, dengan paramete yang diamati adalah potensial germinasi

Pada variabel penyakit tanaman jagung dapat diketahui bahwa perlakuan jamur antagonis Aspergillus sp15 mampu menekan pertumbuhan dan perkembangan patogen Fusarium