• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya dukung kawasan pesisir bagi pengembangan tambak silvofishery di Blanakan, Subang, Jawa barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya dukung kawasan pesisir bagi pengembangan tambak silvofishery di Blanakan, Subang, Jawa barat"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT

OCI HARDIEL MAISAL FAJRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

OCI HARDIEL MAISAL FAJRI. C24070045. Daya Dukung Kawasan Pesisir

bagi Pengembangan Tambak Pola

Silvofishery

di Blanakan, Subang. Dibimbing

oleh KADARWAN SOEWARDI dan NIKEN T.M. PRATIWI.

Kawasan mangrove merupakan salah satu sumberdaya yang dapat

dimanfaatkan dalam bentuk tambak. Tingginya tingkat pembuatan tambak

(murni) menyebabkan kawasan mangrove semakin kecil, bahkan mengakibatkan

hilangnya ekosistem mangrove tersebut. Kecaman terhadap pembuatan tambak

yang merusak ekosistem mangrove mendorong munculnya berbagai gagasan

untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu gagasan yang ditawarkan adalah

pembukaan area pertambakan dengan pola

silvofishery. Blanakan merupakan

salah satu kawasan yang menerapakn pola

silvofishery

atau wanamina dengan

sistem budidaya tradisional. Peningkatan teknologi budidaya yang mulanya dari

tradisional ke teknologi tradisional plus mampu meningkatan pendapatan rata-rata

petambak di Blanakan. Peningkatan teknologi ini harusnya sesuai dengan

kebutuhan setempat dan daya dukung. Daya dukung kawasan Blanakan dapat

ditentukan dengan pendekatan volume perairan yang mampu menampung limbah

padatan tersuspensi total (TSS). Besarnya nilai daya dukung untuk kawasan

pesisir Blanakan sebagai kawasan pengembangan tambak pola

silvofishery

adalah

5.177,12 ha dengan kandungan TSS 58 mg/l.

(3)

OCI HARDIEL MAISAL FAJRI. C24070045. Carrying Capacity of Coastal

Regions for Development Fishpond with Silvofishery Pattern in Blanakan,

Subang. Supervised by KADARWAN SOEWARDI dan NIKEN T.M. PRATIWI.

Mangrove area is one of resource that can be used as a fishpond. The high

level of fishpond manufacturing caused mangrove area was getting smaller, and

even loss. Criticism towards manufacturing of fishpond that damaging mangrove

ecosystem, encourage the emergence of a variety of ideas to solve this problem.

The one of ideas is to open fishpond area with silvofishery pattern. Blanakan is

one area that has applied silvofishery or wanamina with traditional farming

systems. Improved of technology from traditional cultivation to traditional

technologies plus, being able to increase the average income of farmers in

Blanakan. Improved of technology should be considered with local needs and

carrying capacity. Carrying capacity of the Blanakan areas can be determined

based on the volume of water that can accommodate a waste of total suspended

solids (TSS). The value of the carrying capacity for coastal areas as the

development area of Blanakan fishpond with silvofishery pattern was 5177.12 ha

with TSS 58 mg/l.

(4)

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak

luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Dukung Kawasan

Pesisir bagi Pengembangan Tambak Pola

lv

i

ry

di Blanakan, Subang, Jawa

Barat, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum

pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

yang tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Oci Hardiel Maisal Fajri

(5)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB.

(6)

DAY

A D

! "

G

!

A

WASAN PESISIR

BAGI PENGEMBANGAN TAMBAK POLA

SILVOFISHERY

DI BLANAKAN, SUBANG, JAWA BARAT

OCI HARDIEL MAISAL FAJRI

# $%&'(&

#)*+,+&( +-+.(+ /0(

y

+ %+ /0 1/0$2 )2 ' )%3 -).,)-+ % # +% 4+1+

P

)% &$+ 1+ 1

'+5+

6 )'+% /)2)17+ 1+ 4)2 )1# 02 * )%5+

y

+

P

)% + &%+ 1

89: ;<= 9>9 ?7 @A @BC7C AD

U

M

E9

R

8;

Y

;

P

9

R

;

IR

;

N

F

;

KU

LT

;

S P

9

RIK

;

N

;

N

8;

N ILMU

K

9

L

;

U

T

;

N

INSTITU

9

RT

;

NI

;

T P

N

E

OGOR

E

OGOR

(7)

m uM R vwxyzyyx{

M Z|VZ Q\k l JK P R nQO Qt N\ NOk J\ [ N

r

K Q

y

QMN

r

QP

r

QO

SP Y N

t

JtJ P |LNo

M

r

|}~S~

r



r

~W QK QQO

rw

k|N

w

Q

r

K P S

r

~ 

r

~ m PUNO] ~n~MZQlPXPjn~kP

MN\[ P\[ POV€ MN\[ P\[ POV

S PU Nl QoJ P|L No

S Z~Z~J YL P‚QZK PQl O|jn~k q~ W NlJ QS NƒNZlN\NO

(8)

‰ Š‹ Œ Ž

n

sy

Š Š

r

‰ ‘Š’ Œ

s

Š“Ž”Ž

n



p

ŽŽ •’ ’Ž – — ˜ ™ ŽšŽ › Œ

zin

d

n

a

karun

ia

œ

Nya sehin

jud

g

g

a d

ul

apat men

yelesaikan

skripsi pen

elitian

d

en

g

an

Daya

Dukun



g

K

i Pen

ag

awasan

Pesisir

g

emban

g

an

Tambak Pola

žŸ ¡¢£ Ÿ¤ ¥¦§¨

d

i



lan

‘©

aka

Suban

g

ª

Skripsi in

i

merupa

kan

salah satu syarat un

tuk memperoleh

g

elar sarjan

a perikan

auta

‘©

In

stitut

an

pad

a F

akultas Perikan

an

d

an

Ilmu K

el

Pertan



og

ª

or

ian

U

capan

terimaksih pen

«

ulis sampaikan

kepad

a

¬ª ª

Prof

Dr

ª ª

Ir

K

ad

arwan

Soeward

i d

an

ª

Ir

ª

Niken

©

Tun

Dr

jun

g

M

urti Pratiwi

­ª

Si

ª

selaku komisi pembimbin

g

skripsi yan

g

telah ban

yak memberikan

arahan

d

an

masukan

ª

hin

Semog

g

g

a pen

a ilmu yan

yelesaian

skripsi in

g

d

iberikan

i

berman

faat d

i d

un

ia maupun

akhirat

®ª

Ir

ª •

g

ustin

­ª

Samosir

©

us

­ª‰

hil

ª

selaku komisi pen

¬

yan

g

ban

yak

d

id

ikan

S

memberikan

ª

masukan

d

an

arahan

kepad

a Pen

ulis d

alam men

yelesaikan

skripsi

¯ª•

li M

©

S

ª‰

ashar

©

i

­ª

Si sebag

ai tamu pen

uji yan

g

g

telah memberikan

masukan

d

an

arahan

ª

n

ya

°ª

Para staf Tata U

saha M

SP yan

g

saya ban

g

g

akan

khususn

ya buat mba Wid

ar

atas semua ban

tu

ª ª

an

n

ya

±ª

Keluarg

© •

ya

–©

a tercin

I

²Š©

K

akak d

ta

an

ad

ik

œ

ad

i

Š©

mamak

œ

mama

©

papa

œ

mama

©

teta d

an

yan

g

besar lain

n

ya

iberikan

atas d

o a d

an

motivasi yan

d

g

selama in

ª

i

³ª

Teman

œ

teman

©²

aik sean

tercin

©´

PIK

©

katan

µ

g

ta

aupun

d

i M

SP

se

œ

IP

ª ¶ª ™ Œ

m Sil

·¸©²Ž

n

g

©

Rey

¸©

De

¹

pun

©™

g

›¸‘©

y

º

og

©Ž

a

n

Yon

a

»ª —

abil d

an

M

assive setiap an

katan

g

n

ya

Semog

ª

a skripsi in

i berman

faat bag

i para pembaca

©

og

or

M

aret

®¼¬¯
(9)

ÄÅÆ ÅÇ ÅÈ

D

É

F

Ê ÉËÊÉ Ì

E

Í ÎÏÏ

D

É

F

Ê ÉË

AM

BAR

ix

DAF

TAR L

AM

PIRAN

x

PENDAHU

U

AN

L

Ð

L

atar Belakan

g

Ð

Rumusan

M

asalah

Ð

Tujuan

Ñ

TINJU

AN PU

STAK

A

Ò

ÓÔÕ Ö×Ø ÔÙÚÛÜ Ý Þ

Daya Dukun

g

ß

K

ualitas Perairan

à

Pasan

g

Surut

à

Pembuatan

Tambak pola

ÓÔÕ Ö×ØÔ ÙÚÛÜÝ á

M

ETODE PENEL

ITIAN

ÐÐ

L

okasi d

an

Waktu Pen

elitian

ÐÐ

Alat d

an

Bahan

ÐÐ

M

etod

e K

erja

Ðâ

Pen

g

ambilan

air con

toh

Ðâ

An

alisis air con

toh

Ðâ

An

alisis d

ata

Ðâ

HASIL

DAN PEM

BAHASAN

ÐÞ

Hasil

ÐÒ

G

ambaran

umum lokasi pen

elitian

ÐÞ

Tambak

ÙÔÕ Ö×Ø ÔÙÚÛÜ Ý

d

i Blan

akan

Ðß

K

ualitas perairan

Ðá

ÓÔÕ Ö×Ø ÔÙÚÛÜ Ý

d

an

keberad

aan

ud

an

harian

g

Ðá ÓÔÕ Ö×Ø ÔÙÚÛÜ Ý

d

an

prod

uksi ud

an

g

win

d

u

ÓÔÕ Ö×Ø ÔÙÚÛÜ

y

d

an

prod

uksi ikan

ban

d

en

g

âÐ

Pen

d

apatan

petambak

Ù ÔÕ Ö×ØÔ ÙÚÛÜÝ

d

en

g

an

sistem

trad

ision

al

ââ

Pen

d

apatan

petambak

Ù ÔÕ Ö×ØÔ ÙÚÛÜÝ

d

en

an

sistem

g

trad

ision

al plus

ââ

Daya d

ukun

gkawasan

pesisir Blan

akantambak

ÙÔÕÖ×ØÔ ÙÚÛÜ Ý

un

tuk sistem trad

ision

al plus

âÑ

Pembahasan

âÒ

K

ESIM

PU

AN

L

âà
(10)

ìíîï íðï íñ òó

ôõöõ ÷õø ùú

ûö õü ýþýÿõ ü ý õõõ ø ý õ ýõø õü õ ÿõ ø ÿ õø

D

ý õ÷ ëú ãõü õ øöõüõö õ ø õ üõ ÿõ ø õõ ø õ üõø ü

Perban

masin

d

in

g

an

tambak pembesaran

g

tin

g

kat

masin

g

tekn

olog

i

êú

Perban

masin

d

in

g

an

tambak pembesaran

g

tin

g

kat

masin

tekn

olog

i

ú

Waktu yan

g

d

ibutuhkan

un

tuk men

g

isi tambak

ù ú

uas d

L

esa d

anluas man

rove per d

g

esa d

i lokasi p

en

elitian

ù ú

Parameter fisika d

an

kimia perairan

Blan

akan

ù ú

An

alisis pen

apatan

d

petambak

y

tekn

olog

i trad

ision

al

bud

id

ayaud

an

g

win

d

u

ëë

ú

An

alisis pen

apatan

d

petambak

y

tekn

olog

i trad

ision

al

plus bud

id

ayaud

an

g

win

d

u

ëê

ú

Perban

d

in

g

an

pen

d

apatan

petambak

y

trad

ision

al

d

en

g

an

trad

ision

al plus

ì íîïíð íñíð

Halaman

ùú

Rumusan

masalah pen

elitian

ê

ëú

Tipe atau mod

el tambak pad

a sistem

!"#$%&

êú

Petalokasi p

en

elitian

ùù

ú

M

ekan

isme pen

en

tuan

volume perairan

ùê

ú

K

on

d

isi tambak Blan

akan

ù

ú

Peta saluran

d

i Blan

akan

ù

ú

Pin

tu air pasan

g

d

an

surut

ù

ú

Ben

tuk pen

ampan

g

tambak

!"#$%&'

tampak sampin

g

)

d

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

*

u

m

+,-.

r

.

y

/,

r

.

ir

.

n

/,

sisir

-. /.

t

-0.12..

m

tk

.

n

3,+. 4.

i

3 ..5

l

s

.

tu

3 .

r

.

n

u

n

tu

k

/,

n

i

14

k

.

t

.

n

6,3,

j

.5 7,

r

..

n

m

.

sy

..6.

r

t

8 *

u

m

+,

r

-.

y

. /,

sisir

-0.

n

t

.

r

.

n

y

.

.-.

l

.5

m

.

n

4

r

9:,

,

;.< =1>-. 17,?=<+ =6.?. 14

. M

.14?9:,< ,?=/.6. 13 =. 7 =?. 4.< 6 9< =107.3 /. 17.0

y

.14 -0 - 9<01.30 9;,5 +,+, ?. /. 3/,3 0,3 /95 91 -. 1 3 ,<.6

(Ny

+.66,1

1

@ABC8

M

an

g

rove d

apat d

iman

faatkan

un

tuk keg

iatan

bud

id

aya

D

tambak)

>

ekowisata

>

d

an

ed

8

uwisata

M

an

g

rove jug

a berfun

g

si sebag

ai filter air

yan

men

g

g

alir d

ari d

an

ke laut serta d

n

ahan

g

elomban

g

air

apat berperan

un

tuk me

laut

8

Oleh sebab it

=>

peran

ekosistem man

g

rove in

i perlu d

ijag

a kelestarian

d

an

keseimban

g

an

n

ya

8

Seirin

>

pertambahan

upaya peman

g

faatan

populasi man

sumberd

aya

usia

alam terus d

18

Salah satu usaha tersebu

itin

g

katka

t ad

alah d

en

g

an

meman

faatkan

man

g

rove sebag

D

tambak)

8

Pen

ai tempat bud

g

alihan

lahan

id

aya sektor perikan

an

man

g

rove ke tambak d

8

Pen

g

elolaan

iharapkan

tid

ak merusak ekosistem man

g

rove

yan

g

baik d

apat men

n

fun

sin

g

jag

ya

a ekosistem man

g

rove serta men

g

optimalka

sebag

6 8

ai tamba

Dua n

ilai yan

g

harus d

ibawa d

alam pen

g

elolaan

yan

g

baik

tersebut ad

8

akat

K

ajian

alah kelestarian

sumberd

aya d

an

kesejahteraan

masyar

d

aya d

ukun

g

merupakan

salah

n

satu aspek d

alam pen

d

ekatan

peran

can

g

a

pen

g

elolaan

yan

g

memperhatikan

aspek kel

estarian

lin

g

kun

g

an

d

an

kesejahteraan

masyarakat

8

Pen

emban

g

tambak melalui pola

g

an

EFG

vo

H FEIJKL

in

i

bertujuan

un

tuk

men

in

g

katkan

8

taraf hid

Pen

elitian

sebelumn

up masyarakat

ya men

yebutkan

bahwa jumlah prod

uksi un

tuk komud

itas ud

d

an

g

en

rata

an

g

M

rata

NO

kg

P

ha

P QR>

sed

an

g

kan

un

tuk ban

d

en

g

d

en

rata

an

g

M

rata

@O

kg

P

ha

P

M

T

D

M

aifitri

NOSNC 8

Pen

in

g

katan

kualitas d

d

apat

an

kuan

titas tekn

olog

i bud

id

aya d

iharapkan

men

in

g

katkan

kesejahteraan

18

Ag

ar tid

ak merusak

petambak d

i Blan

aka

lin

g

kun

g

a

1>

pen

d

ekatan

tekn

olog

i yan

d

g

ig

u

n

akan

ad

alah pola tekn

olog

i

trad

=3 8

ision

Pen

elitian

al pl

sebelumn

ya men

un

jukkan

bahwa pen

erapan

tekn

olog

i

trad

ision

al plus d

lai sebesar

apat men

in

g

katkan

prod

uksi sehin

g

g

a men

capai n

i

TOOMU OO64P

ha

P

M

T

D

Sitorus

NOOUC 8

Rumusan Masalah

Ekosistem man

g

rove Bl

an

akan

d

iman

faatkan

sebag

ai tambak d

en

g

an

men

g

g

un

akan

pola

E FG

vo

HFE IJ KL V

Tambak pola

E FG

vo

HFE IJ KL

d

i Blan

akan

in

i

men

g

un

g

8

akan

sistem trad

K

eun

tun

g

an

yan

g

palin

ision

men

g

al

colok pad

a

(12)

XY

l

Y

st

Z

ri

Z

n

ZZ

l

m

[ \ Z] ^_ ^ `^ XZaY_ ZXZ_ b Yc Zd eZX c ^`ZX d YdeYa ^XZ_ b ZXZ_ f Y]Z^_

y

Z_g `^ `Zb ZcXZ_ f Yh Za Z Z]Zd^

. T

Y_ ci f Z

j

Zj

p

Y

m

Z_kZZ

t

Z

n

t

Z

m

eZ

k

`Y

n

g Z

n

p

o

l

Z

in

i

eY

lu

m

m

Y

m

eY

ri

XZ

m

n

Z

n

k ZZ

t y

Z

n

g f Yfi Z

i

eZg

i m

Z

sy

Z

r

Z

k

Z

t

b Y

t

Z

m

eZ

k

Xli

su

sn

Z

y

`Z

l

Z

m

lZ

l

Y

k

o

n

o

m

i

[

m Z

l

Zl f Z

tu

u

p

ZZ

y

y

Z

n

g `Zb Z

t

`^

l

Z

k

u

k

Z

n

u

n

tu

k

m

Y_g

i

n

k

Z

t

XZ

n

p

r

n `i

k

si

t

Z

m

eZ

k

Z`Z

l

Zl ` Y

n

gZ

n

m

Y_g Z

li

lXZ

n

sist

Y

m

ei `^ `Z

y

Z

tr

Z`^

si

n_ Z

l

XY

sist

Y

m

ei `^`Z

y

Z

t

Y

k

n

o

lo

g

i tr

Z`

isi

n_ Z

l p

l

i f[ o Y

l

ng

k

o

n

i tr

Z`^

si

n_ Z

l p

lu

s

Z`Z

l

Zl

sist

Y

m

ei `^`Z

y

Zb Z` Z

t

Z

m

eZ

k

` Y_g Z

n

b Y

m

eY

ri

Z

n

p

ZXZ

n

f Y h

u

k

u

p

n

y

Z

(

f Y`^X^ c

). P

YdeYa ^Z_ b ZXZ_b Z`Zc YX_n] ng^caZ `^f ^n_ Z] b]i f^_ ^e^ Zf Z_

y

Zc ^gZX Z] ^ `Z]Zd f Zci b Y XZ_ZcZi f Yc ZaZ `Y_gZ_ Xn_ pYa f^ dZXZ_ Z_ ` Z] Zd d Y_ gl Z f ^]XZ_

1

X g ` Zg^_g ^XZ_

(

q

oo

r s

ov

tu vw

o

x uy vw

o

/

z{

R) 1,2 (S

^cnai f

200

|}

. P

YdeYa ^Z_ bZXZ_

y

Z_ g f Y` ^X^ c ^_ ^ `^lZa Zb XZ_ dZd bi d Y_^_gXZc XZ_ bY_ `Zb ZcZ_ d Zf

y

Za ZX Zc b YcZd eZX f Yl^_gg Z

,

XYfY

j

Zlc Y

r

ZZ

n

p

Y

t

Z

m

eZ

k

m

Y

n

i

_gXZ

t t

Z

n

p

Z

m

Y_g

o

r

e Z_ XZ

n

k

Y

l

Y

st

Z

ri

Z

n

`Z

n

XY

n

y

Z

m

Z_ Z

n

lin

g

k

u

n

gZ

n

y

Z

n

g`^ g

u

n

ZXZ

n

fYe ZgZ

i t

Y

m

b Z

t

ei `^ `Z

y

Z[

~ Y

r

Z

li

lZ

n

sist

Y

m

ei `^`Z

y

Z ` Z

ri tr

Z `^n_ Z

si

l

XY

t

Y

k

n

o

l

ng

i tr

Z`^n_ Z

si

l p

lu

s

`^`igZ ZXZ

n

m

Y

m

e Y

ri

XZ

n

`Z

m

b Z

k

_ Yg Zk

ti

y

Zg

n

m

Y_g Z

k

i

eZ

t

XZ

n

b Y

r

Z

ir

Z

n

m

Y

n

j

Z`^

t

Y

r

hY

m

Z

r

[ m

i

fZ b ZXZ

n

y

Z_g

t

Y

r

eiZ

n

g XYb Y

r

Z

ir

Z

n

ZXZ

n

m

Y_ Z

m

eZl eYe Z

n

b Y

r

Z

ir

Z

n

eY

r

ib Z

to

t

Z

l

b Z`Z

t

Z

t

n

Y

r

fi fb Y

n

si

(TSS)

f Yac Z `Zb Zc d Y_ hYd Za ^ b YaZ^aZ_[

Yc Ya eZcZf Z_bYaZ^a Z_`Z] ZddY_ Zd bi_gXZ_ `i_ gZ_

TSS

fZ_g ZceYagZ_ ci_gb Z` Z pn]idY b YaZ^a Z_[

U

n

tuk men

g

etahui kemampuan

perairan

d

alam men

ampun

g

beban

tersebut perlu d

an

aka

_[

iketahui besarn

ya d

aya d

ukun

g

kawasan

pesisir Bl

Oleh karen

ij

tambak d

a it

iharapakan

tetap prod

uk

tif d

en

g

an

tetap men

jag

a

kelestarian

[

Daya d

ukun

ekosistem

g

tambak d

id

efin

isikan

sebag

ai batas

maksimum peman

[

Pad

a pen

elitian

faatan

pad

in

a kon

i

d

isi sumberd

aya tetap lestari

akan

d

ikaji d

aya d

total pad

ukun

g

kawasan

atan

berd

asarkan

tin

kat asimilasi

g

tersu

€

TSS)

[

Secara umum

j

spen

pen

si

d

ekatan

permasalahan

d

ari pen

elitian

in

i

d

(13)

G

ambar

ƒ

Rumusan

„…

masalah pen

elitia

Tujuan

Pen

elitian

in

i bertujuan

un

tu

a d

ukun

g

k men

g

etahui d

men

an

en

tukan

d

ay

tambak d

en

g

an

pola

†‡ ˆ

vo

‰‡†Š‹Œ

tekn

„ Ž

olog

Suban

Ž

i trad

g

ision

al plus d

i Blan

aka

Jawa Barat

…

Daya d

ukun

g

Volume perairan

TSS

Tambak Blan

akan

Tam

bak Trad

ision

al

Pen

in

katan

g

K

esejahteraan

(14)

T

INJAUAN PUSTAKA

Silvofishery

Kawasan hutan mangrove yang memilki nilai ekologi dan ekonomi tinggi

terus menerus mengalami degradasi akibat dikonversi dan berubah fungsi untuk

kegiatan lainnya, seperti pemukiman, pariwisata, perhubungan, reklamasi pantai,

dan budidaya perikanan. Konservasi lahan mangrove untuk pemukiman dan

tambak udang diduga menjadi faktor penyebab kerusakan yang cukup besar bagi

lingkungan mangrove (Sadi 2006).

Untuk menahan laju kehilangan hutan mangrove di Pulau Jawa yang sudah

terjadi sejak tahun 1970-an, Perum Perhutani telah mengembangkan program

‘’“”

forestry

pada tahun 1976 yang berupaya mengintegrasikan antara budidaya

ikan dan pengelolaan hutan mangrove. Budi daya tersebut dikenal dengan istilah

tambak tumpangsari, tambak empang parit, hutan tambak, dan

silvofishery

(Primavera 2000

in

Gunawan

et al.

2007). Tujuan utama penerapan pola

silvofishery

adalah untuk mencegah semakin meluasnya kerusakan hutan

mangrove dan untuk mengembalikan serta melestarikan ekosistem mangrove. Jika

tujuan tersebut tercapai maka, akan memberikan manfaat maksimal bagi

pengelolaan tambak di Indonesia (Gunawan

et al.

2007).

Empang parit merupakan bentuk

silvofishery

secara tradisional yang telah

dipraktekkan dalam pengelolaan mangrove dan tambak terpadu. Program empang

parit merupakan cara utama dalam rehabilitasi dan pelestarian hutan mangrove

dari tekanan pembangunan tambak. Pada dasarnya, model empang parit terdiri

atas 80% mangrove dan 20% tambak dengan mangrove terletak pada posisi di

tengah serta dikelilingi oleh parit dengan lebar 3-5 m dan 40-80 cm di bawah

tanggul. Komposisi mangrove-tambak dapat diubah dengan luas tambak sampai

40-60%. Jenis hewan air yang banyak dibudidayakan dalam tambak jenis ini

adalah ikan, udang, dan kepiting (Gunawan

et al.

2007).

Silvofishery

atau sering disebut sebagai wanamina adalah bentuk kegiatan

yang terintegrasi (terpadu) antara budidaya air payau dengan pengembangan

mangrove pada lokasi yang sama. Konsep

silvofishery

ini dikembangkan sebagai

salah satu bentuk budidaya perikanan berkelanjutan dengan input yang rendah.

Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan kawasan mangrove ini

memungkinkan untuk mempertahankan keberadaan mangrove yang secara

ekologi memiliki produktivitas tinggi sekaligus mempunyai keuntungan ekonomi

dari kegiatan budidaya perikanan (Soewardi 1993

in

Wahab 2003).

(15)

Ekosistem mangrove menghasilkan serasah yang kemudian dimanfaatkan

sebagai nutrisi bagi hewan air yang dibudidayakan atau hidup di dalamnya.

Serasah adalah lapisan dari organ tumbuh-tumbuhan yang banyak mengandung

unsur mineral. Unsur-unsur tersebut sangat penting dalam pengelolaan dan

kelestarian ekosistem hutan. Bagian tetumbuhan yang digolongkan sebagai

serasah antara lain daun (

leaf-litter

) dan komponen bukan daun (

non-leaf litter

).

Contoh serasah antara lain ranting, bunga, buah, biji, kulit batang, dan

bagian-bagian yang tak dapat diindentifikasi (Jansen 1974

in

Dewi 1995).

Hutan mangrove dari segi biologis dapat menjaga kestabilan produktivitas

dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir. Nontji (1987) menyebutkan

bahwa tidak kurang dari 80 spesies

crustacean

dan 65 spesies

mollusca

terdapat di

ekosistem mangrove Indonesia. Ekosistem ini memiliki peran sebagai daerah

asuhan (

nursery ground

) dan daerah pemijahan (

spawning ground

). Ekosistem

juga berfungsi sebagai tempat memelihara larva, tempat bertelur, dan tempat

pakan bagi berbagai spesies akuatik terutama udang (

Penaedae

) dan ikan bandeng

(

Chanos chanos

). Artinya, wilayah ekosistem mangrove sangat baik untuk

kegiatan budidaya (tambak).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

menyatakan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan. Oleh karena itu,

pemerintah bertanggung jawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan

lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan (Pasal

2). Kerusakan mangrove dibahas pada pasal 34 yang menyebutkan bahwa kepada

setiap orang yang memiliki, pengelola, dan atau memanfaatkan hutan kritis atau

produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan

konservasi.

Silvofishery

merupakan pola pemanfaatan hutan mangrove yang

dikombinasikan dengan dengan tambak/empang (Dewi 1995).

Silvofishery

atau

tambak tumpangsari merupakan suatu bentuk

agroforestry

yang pertama kali

diperkenalkan di Birma. Awalnya, bentuk tersebut dirancang agar masyarakat

dapat memanfaatkan hutan bagi kegiatan perikanan tanpa merusak hutan

mangrove (Soewardi 1993

in

Wahab 2003). Pola ini dianggap paling cocok untuk

pemanfatan hutan mangrove bagi perikanan saat ini. Penggunaan pola ini

diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan hutan mangrove

masih tetap terjamin kelestariannya.

Prinsip tambak tumpangsari adalah perlindungan hutan mangrove dengan

memberikan hasil lain dari segi perikanan. Dewi (1995) menyebutkan tiga

keuntungan dari sistem

silvofishery

:

1. Mengurangi besarnya biaya penanaman, karena tanaman pokok dilaksanakan

oleh penggarap.

2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan dengan hasil

pemeliharaan hutan.

3. Menjamin kelestarian hutan mangrove.

(16)

6

mangrove Blanakan berubah menjadi empang budidaya ikan dengan sistem

silvofishery

.

Bentuk

silvofishery

menurut Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Banten (2009) adalah penanaman tumpangsari dengan sistem banjar harian tetapi

dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan. Penanaman selain pada jalur

tanam juga dapat dilakukan di pelataran tambak dengan jarak tanam yang

disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pada umumnya jarak tanam yang

digunakan adalah 5 x 5 m dengan jumlah bibit per hektar 320 batang. Puspita

et

al.

(2005) menyatakan bahwa bentuk tambak

silvofishery

memiliki 5 macam pola,

yaitu empang parit tradisonal, komplangan, empang parit terbuka, kao-kao, serta

tipe tasik rejo (Gambar 2).

Keterangan: A. Saluran air, B. Tanggul/pematang tambak, C. Pintu air,

D. Empang, X. Pelataran tambak.

Gambar 1 Tipe atau model tambak pada sistem

silvofishery

(Puspita

et al.

2005).

(17)

Silvofihery

ini diharapkan dapat menjadi model antara pemanfaatan dan

konservasi mangrove. Paryono (1999) menyatakan bahwa mangrove memiliki dua

manfaat, yakni manfaat langsung dan tak langsung. Beberapa contoh manfaat

langsung adalah hasil hutan, hasil perikanan, manfaat satwa, usaha tambak, dan

wisata. Manfaat tidak langsung tambak sistem ini adalah manfaat ekologis dan

perlindungan, serta manfaat biologis sebagai penyedia unsur organik bagi biota

air.

Daya Dukung

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan.

Wilayah pesisir ini sangat kompleks karena kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai

kegiatan yang ada di luar maupun dalam wilayah pesisir tersebut. Prasita

et al.

(2008) menjelaskan adanya petentangan antara kontribusi produk perikanan yang

berkorelasi positif dengan kenaikan industri dan pengalihan lahan menjadi areal

tambak yang dapat merusak fungsi utama lahan tersebut.

Daya dukung merupakan suatu kemampuan dari kawasan perairan dalam

memproduksi biota (ikan atau udang) tanpa menunjukkan gejala perusakan

kualitas air (pencemaran); maksudnya adalah limbah yang dibuang dari proses

produksi tidak mengakibatkan

eutrofikasi

bagi perairan penerimanya.

Penghitungan limbah yang dibuang dan diterima oleh suatu proses budidaya perlu

diperhitungkan sehingga ia tidak melebihi baku mutu lingkungan untuk perairan

(Widigdo dan Pariwono 2003).

Limbah yang dibuang ke perairan akan mengalami pengenceran kemudian

akan diasimilasi (didegradasi) menjadi unsur hara oleh mikroba yang ada di

perairan. Namun, kemampuan dalam mengasimilasi suatu limbah pada perairan

memiliki kapasitas yang terbatas. Kemampuan itu dapat dilihat dari kualitas dan

kuantitas suatu perairan yang kemudian dapat dihubungkan dengan baku mutu

perairan. Limbah yang mampu diasimilasi akan menunjukkan kesesuaian dengan

kuantitas dan kualitas perairan (Widigdo dan Pariwono 2003).

(18)

8

Kualitas Perairan

Kebutuhan kuantitas air yang terus meningkat tanpa diiringi dengan kualitas

perairan yang memadai menjadi kendala dalam sumberdaya air. Semakin

menurunannya kualitas perairan ini disebabkan oleh kegiatan industri, domestik,

dan kegiatan lainnya yang berdampak pada penurunan kualitas air (Effendi 2003).

Kualitas lingkungan mempengaruhi tambak dan hasil buangannya ke sungai.

Kualitas dari suatu perairan sangat ditentukan oleh pengaruh yang diterima oleh

wilayah di sekitarnya.

Pada dasarnya, pasang surut yang diterima oleh daerah pantai dan estuari

adalah pasang surut semi diurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut dalam

satu hari. Tambak air payau kebanyakan dibangun di daerah pasang surut yaitu

antara pasang tertinggi dan surut terendah. Situasi ini untuk mempermudah dalam

memenuhi kebutuhan air selama masa pemeliharaan kepiting dan ikan bandeng di

tambak sistem polikukltur. Tookwinas (1998) menjelaskan bahwa kualitas

perairan merupakan faktor kritis untuk ketahanan dan optimasi dalam

pertumbuhan udang dalam tambak.

Padatan tersuspensi total (

Total Suspended Solid

atau TSS) adalah

bahan-bahan tersuspensi (diameter >1µm) yang tertahan pada saringan

milipore

dengan

diameter pori 0,45µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta

jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh erosi tanah yang terbawa kebadan air.

Bahan-bahan terlarut dan tersuspensi pada perairan alami tidak bersifat toksik,

akan tetapi jika berlebihan, terutama TSS dapat meningkatkan nilai kekeruhan,

yang selanjutnya akan menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air dan

akhirnya berpengaruh terhadap proses fotosintesis (Effendi 2003).

Padatan total (residu) adalah bahan yang tersisa setelah air sampel

mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA 2005). Padatan

yang

terdapat

di perairan

diklasifikasikan berdasarkan

ukuran

diameter

partikel, seperti ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter

Klasifikasi Padatan Ukuran Diameter (µm)

Ukuran Diameter (mm)

Padatan terlarut

<10

-3

<10

-6

Koloid

10

-3

1

10

-6

10

-3

Padatan tersuspensi

>1

>10

-3

Pasang Surut

Pasang laut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau

samudera yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari. Ada

tiga sumber gaya yang saling berinteraksi: laut, matahari, dan bulan. Pada bulan

(19)

baru (

new moon

) akan terjadi

spiring tide

, yaitu kondisi permukaan laut mencapai

maksimum dan dikenal juga dengan istilah pasang tertinggi. Pada bulan penuh

(

full moon

) akan terjadi

neap tide

dimana, kondisi permukaan laut minimum atau

dikenal juga dengan pasang terendah (surut). Peristiwa ini masing-masing terjadi

satu kali dalam satu bulan (Hutabarat dan Evans 1985). Kordi (1997) menyatakan

bahwa kuantitas perairan ditentukan oleh pasang surut air laut sebagai suplai air

tambak.

Menurut Soewardi (1994)

in

Dewi (1995), perbedaan pasang surut, elevasi,

dan lereng akan menentukan beberapa kedalaman air dalam tambak. Kedalaman

ini sangat penting untuk mengatur suhu di dalam tambak. Suhu yang ideal untuk

budidaya udang sekitar 28 ºC-32 ºC. Suhu ini dapat dipertahankan apabila

kedalaman tambak tidak kurang dari 80 cm. Jika keadaan pasang surut tidak

mencapai kedalam 80 cm, maka sebaiknya dilakukan kegiatan tambak bandeng.

Pembuatan Tambak Pola

Silvofishery

Pembuatan tambak hendaknya memperhatikan keadaan pasang surut pada

lokasi setempat terutama dalam pembuatan saluran. Kordi (1997) menyatakan

bahwa pembuatan saluran tambak hendaklah disesuaikan dengan kondisi pasang

surut. Kordi (1997) menyatakan bahwa kuantitas perairan ditentukan oleh pasang

surut air laut sebagai suplai air tambak. Hal ini disajikan pada Tabel 2. Kordi

(1997) juga menjelaskan hubungan antara teknologi yang digunakan dan petakan

tambak pembesaran yang optimal dalam pembuatan tambak. Hal ini disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 2 Luas dan lebar saluran berdasarkan perbedaan pasang surut

Perbedaan pasang surut (m)

Luas area (unit)

Lebar saluran primer (m)

Kurang dari 1,5

20 ha

7

20 ha

8

Lebih dari 1,5

20 ha

5

20 ha

6

Sumber : Kordi 1997

Tabel 3 Perbandingan tambak pembesaran masing-masing tingkat teknologi

Tingkat Teknologi

Luas Petakan

Ekstensif (tradisional)

2-10 ha/unit

Semi Intensif (semi tradisional)

1-3 ha/unit

Intensif

0,5-1 ha/unit

Ditinjau dari segi letak tambak terhadap laut dan muara sungai, tambak

dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu tambak layah, tambak biasa, dan

tambak darat. Tambak layah terletak dekat sekali dengan laut, di tepi pantai, atau

muara sungai dengan perbedaan pasang surut yang besar, dimana air laut dapat

menggenangi daerah tambak sejauh 1,5-2 km dari garis pantai ke arah daratan

(20)

10

tanpa mengalami perubahan salinitas yang mencolok. Salinitas pada tambak ini

berkisar 30 psu. Tambak biasa adalah tambak terletak di belakang tambak layah.

Tambak ini selalu terisi oleh campuran antara air laut dan air tawar dan campuran

ini juga dikenal dengan air payau dengan kisaran salinitas 15 psu. Tambak darat

adalah tambak yang letaknya cukup jauh dari pantai karena itu biasanya tambak

ini hanya terisi dengan air tawar secara dominan dengan kadar salinitas yang kecil

berkisar 5-10 psu.

Sedikitnya ada dua saluran yang terdapat pada tambak, yakni saluran

pemasukan dan pembuangan. Air yang mengalir dalam saluran dapat berasal dari

air laut maupun air tawar (Effendi 2004). Waktu pergantian air juga perlu

diperhatikan untuk mendapatkan hasil tambak yang maksimal. Waktu pengisian

tambak beserta luas yang terisi telah dilaporkan Sastrakusumah (1984),

sebagaimana terlihat pada Tabel 4. Kadar salinitas sangat menentukan dalam

pembuatan tambak. Komoditas budidaya yang akan ditanam bergantung pada

tingkat salinitasnya. Hal ini akan menjadikan faktor kesuksesan dalam budidaya

tambak (Rahmadya 2011).

Tabel 4 Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tambak

Luas efektif tambak hamparan

tambak (ha)

Total waktu yang diperlukan untuk mengisi (jam)

Penuh

Ganti 30%

Ganti 10%

1

10

3,5

1

2

20

7

2

5

50

17,5

5

10

100

35

10

20

200

70

20

(21)

Lokasi dan Waktu Penelitian

K

— ˜™š›šœ —œ— ž™› ™šœ ™œ ™ Ÿ— ž™  › ™ ¡— ˜™š› šœ ¢™ žš šœ ˜šœ ¢šœ ¢™ žš£¤¥ š› ¤¥™  Ÿ ¦

K

—˜™š› šœ ¢™ žš šœ˜šœ £ — ¥ž¤ ¡š§ ™ ¡šœ š¢š ¡š¨š§š œ © › šœ ¢šœ ›šŸ £š¡ ¢™ ¨ ™žš ªš©

K

— «šŸ š› šœ

B

žšœš ¡šœ ¢— œ ˜šœ ž  š§ §— ¡™›š¥ ¬­¦ ®¬ ¯ ©š š› š  ° ±² ¢ š¥ ™ › ¤›š ž ž š§

K

š£  š›—œ

S

 £šœ˜¦

S

—«š¥š ˜—¤˜¥ š³ ™§ ´

K

— «šŸš› šœ

B

žšœš ¡šœ ›—¥ ž—›š ¡ šœ› š ¥š ¯ ­µ¶ ·¯¯ ¸¹¯ ­µ¶®

' BT dan 6°11'-6°49' LS seperti yang terlihat pada Gambar 3. Jarak

terjauh dari utara sampai selatan kurang lebih 65 km dan dari arah barat sampai

timur lebih kurang 41 km. Kecamatan Blanakan menurut administrasi

pemerintahan memiliki 6 desa, yaitu Cilamaya, Girang, Jayamukti, Blanakan,

Langensari, Muara, dan Tanjung Tiga. Penelitian dilaksanakan di tiga desa, yaitu

Desa Jayamukti, Desa Blanakan, dan Desa Langensari.

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Kegiatan laboratorium dilakukan di laboratorium Fisika Kimia Perairan

bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan (PROLING) Departemen

Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Kegiatan ini dilakukan selama bulan Maret sampai April 2011.

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari pH stik,

(22)

12

digunakan adalah larutan titrasi dan air sampel dengan menggunakan standard

metode APHA (2005).

ÆÇ

t

ÈÉÇÊÇ ËÌÍ

ÎÇ

n

ÏÍ ÐÑ ÒÓÍ ÔÍ ÒË

contoh

Pengambilan air contoh dilakukan di lima titik pada wilayah pesisir

Blanakan, yaitu pada muara Sungai Gangga, bagian utara tambak antara Sungai

Gangga dengan Sungai Blanakan, Sungai Blanakan, bagian utara tambak antara

Sungai Blanakan dengan saluran tambak, dan saluran tambak sebelah timur.

Pengambilan contoh air ini dilakukan pada saat pasang terendah. Hal ini bertujuan

untuk dapat mengetahui kandungan limbah maksimum. Pada saat surut jumlah air

dalam keadaan minimum dengan kandungan limbah yang tinggi. Data pasang

surut diketahui melalui data sekunder DISHIDRO-AL untuk daerah Subang.

Analisis air contoh

Air contoh untuk suhu, pH, salinitas, dan DO dianalisis di lapangan. Suhu

diukur dengan termometer, pH stik, salinitas dengan

ÕÖ× ÕØÙÚ ÛÜ ÖÚ Ö Õ

dan DO

dengan titrasi

Winkler.

Amonia dianalisis di laboratorium Produktivitas

Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB. Hasil analisis

laboratorium disajikan dalam bentuk grafik dan tabel dengan menggunakan

perangakat lunak

Microsoft Excel.

Analisis data

(23)

Gambar 4 Mekanisme penentuan volume perairan.

(Pariwono 1985

ÝÞ

Widigdo dan Pariwono 2003)

Berdasarkan Gambar 4 diatas, Pariwono (1985)

Ý Þ

Widigdo dan Pariwono

(2003) merumuskan secara matematis di dalam penentuan volume perairan yang

di notasikan dengan V0:

V0

= volume air laut yang tersedia ketika pasang (m

3

)

h = tinggi pasang surut setempat (m)

y = lebar areal tambak yang sejajar garis pantai (m)

x = jarak dari garis pantai saat waktu pasang hingga lokasi intake air laut untuk

keperluan tambak (m)

=

kemiringan laut

Jika frekuensi pasang surut adalah f kali dalam satu hari, maka volume air laut

dalam mengencerkan limbah menjadi f Vo.

Rakocy dan Allison (1981)

in

Widigdo dan Pariwono (2003) menyatakan

bahwa untuk menjaga agar kualitas perairan umum masih tetap layak sebagai

media budidaya maka perairan penerima limbah cair dari kegiatan budidaya harus

memiliki volume antara 60-100 kali lipat dari volume limbah cair yang dibuang

ke perairan umum. Pada penelitian ini digunakan angka 100 kali lipat sebagai

syarat minimal pengembangan budidaya tambak sehingga, limbah maksimum

(LM) ke perairan adalah sebagai berikut.

LM =

Pada kondisi sebenarnya telah terdapat kandungan limbah berupa padatan

tersuspensi total (Total Suspended Solid/TSS). Dengan mengestimasi kandungan

TSS yang sudah terdapat di perairan, limbah maksimum (LMT) yang dapat masuk

ke perairan adalah sebagai berikut.

(24)

14

Agar dapat mengetahui daya dukung kawasan Blanakan, diasumsikan

limbah yang dihasilkan tambak dalam satu hektar tambak. Diasumsikan limbah

dalam 1 hektar tambak dapat diketahui melalui teknologi intensif (Widigdo dan

Pariwono 2003). Teknologi tambak intensif diasumsikan memiliki luas 1 ha atau

setara dengan 10.000 m

2

dengan kedalaman 1 m. Teknologi intensif ini

diasumsikan dilakukan pergantian air sebanyak 10% dari volume tambak, maka

buangan ke perairannya adalah 1.000 m

3

. Dari volume pergantian air itu (1.000

m

3

), terdapat 5% limbah berupa TSS, sehingga limbah (TSS) yang dibuang ke

perairan dalam 1 ha (LI) berjumlah 50 m

3

atau setara dengan 50.000 liter.

Tambak teknologi intensif diasumsikan memiliki target produksi 7.000

kg/ha/MT dan tambak tradisional plus dengan asumsi produksi 400 kg/ha.MT.

Limbah maksimum dalam 1 hektar tambak tradisional plus (LTP) dengan

pendekatan target produksi tersebut sebagai berikut.

LTP =

Daya dukung kawasan (DDK) Blanakan untuk teknologi tradisional plus

adalah perbandingan antara limbah maksimum yang dapat masuk ke dalam

perairan dengan limbah yang dihasilkan dalam 1 hektar tambak. Secara matematis

dapat dilihat pada rumus dibawah ini.

DDK =

Pendapatan petambak dapat dianalisis dengan mengetahui biaya produksi

dan nilai jual dari udang baik udang tangakapan maupun budidaya. Secara umum

keuntungan petambak dapat dilihat secara matematis di bawah ini.

(25)

ß

A

à á âã äåæ

E

ç

BA

ß

A

àäå

ß èé ê ë

ìè íîè ïè ð

u

í

u

íëñòèé êó

e

ð

e

ë

iti

è ð

ôõö÷õø ùöú öûü ýü õú þ ÿø ú

y

õ öÿ üý ö

õú÷ ö ýö÷ õ ÿ ÿ ö õû õ üûõ

y

õ ø ù öúöû ûõõú ö ÷ ý ûü ü ý õú öõû

-

ý õúÿüû

,

üõö

õ õú ÿõú ö õ÷ õ õ ü úü ý÷ õü ý ö÷ ûöý õÿ ü ö õ õý õú ûõúõÿõú õ ü û õ

y

õ ø ö õõý õúûõú õÿõúõõ û õø

7.839,37

øõ ÷ ü û ö õ õýõúûõúõÿõú

2011

.

õ ø ýõú õú÷ö ü ö õû

-

ýõúÿü û öõ÷ õ ÿööû ÷ øõú õõûõø

2.793,10

øõ ÷ õÿõ÷ ýõ

2010

.

õ öõ õú õú÷ ö ù õõ û ÿõü ù öú öûü ýü õú õù õý ü ûüøõýù õõõ öû

5.

õ öû

5

õöõõúû õõú ÷ öùö÷ö õüû ÿõüù öú öûüýüõú

y

! " # $%& ' (

/

)& *$ + , - *

y

1.547,90

735,25

. $-$

980,46

576,34

$% $&

786,90

202,00

/,0 &

:

)& ' 12 3, *$. $-$

2011

4 $2)5) &6 - & *

2010

ý õúõú÷öüü û õõ ø

y

ôöõ7õ

y

õ ÿýüõú ôö õõúöú õ÷üü ÿöû ûõ öú õú öûü õýÿõú õ

y

õ÷ õÿõý ö õ÷õ õÿýü öûõû ü ü ýö öú öû û õõú ýõú ö÷ õõ 8õ

y

õ÷õÿõý 8

y

õú ü ûõü ö 9 õÿ ýõø ú

1986

öû õû ü ü ýö ýõ õÿý ù õú õ÷ü

y

õú öõ ü õú ö õ÷öúõúöú úõÿõúù û õöù õú ù õ÷ü ý õú ö õ üõú ÿöüû öúõú ù û õ ÿù û õú õú ö÷ýõ ù ûõ 9 õû ÷

.

û õ : ;<=> ;: ?@A B

v

õú õü ú õ õõý üúü õõûõø øõü û ü ü ÿõü öúü÷ü ûöø õõ÷õÿõý

y

ù öú õ÷õù õÿü õý ù öú öõúõú û öø ù öúõ÷ õù õ ù ú ûö ø ùü øõÿ û õüú ú öù õú õü ú õ õõûú

y

õ õõû õø öû öù õú ù õ÷ü ý

.

÷ù÷ü õú ýõ÷õ õú÷ ö öúõú ýõ õÿ õõûõø

80:20.

öü÷üú öú õú ö÷ õøú

y

õ ÿ ú üü õõ÷õÿ õý

y

õú õõú

y

õ ÷ ö÷ õü

,

õ

y

õ÷õÿõý öõÿü ú ö÷õúü ú ý ÿ öú ö õú ù øú õú ÷ ö üõú õ ö öû ú

y

õ ù øú

y

õú üýö õú ö÷ ý 9 õú ú ý ÿ üÿú ü öú ü ÷ü õú øõú

y

õ ÷ õú ýüú ú

y

õ õ9 õ

.

ö9õÿ ý õø ú

2005

öûù ÿ õúü ý õú üõú ýü öú õú öõ õ 8õ

y

õ÷õÿ õý ôöõ ý õú 8 ô

y

õú ù öú ÷ úõ

y

ü ý ú 9 ÿ öú ü÷ü ûöø ùüøõÿ ö÷ ø ýõúü öøü ú õ ýüõÿ õ ù ö÷õúÿ û õú ýõ ú ý ÿ ý öý õù ö ù ö÷ý õøõú ÿ õú õú÷ ö

.

ö9õÿ õ õú

y

õ ùö õý õ õú 8 ÿú ö÷ü ü ú

y

õÿ ýõú õøÿöõ ù õõýõø ú

2005

ö9 ûõÿùöú öõúõú õú ÷ öö õ÷õ õ õû ú ý ÿ ÿö ý øõú öøõ÷ü

-

øõ÷ü ö õÿüú öúüú ÿ õý

.

öú ö õúõú 9 õ ü û õÿ ÿõú û öø õ

y

õ÷õ ÿõý ù öú ù û ÿõ

y

õÿõ÷ õ÷ü öõ û õüú õõ÷ õÿõý

y

ö õ õýõú ÿõ õ÷ü

y

õú ö÷ù÷ ö ü ö õ õü ù öú õ÷ü ÿõ

y

y

õú ü9 õû ú ý ÿ õø õú õÿõ÷ ù ö õý õúÿö÷ ù ÿ
(26)

16

CDE DFDG E DGDH I GD JKG LDG M N DFDG H DG LOPQK

80%

DR DNSNG

70%.

T DGLOPQK J KGLDG SKGNR NSDG RIGLLI UDG

y

D J IR KHNCDG SDJ D CDEDFDG EDGDHIGD J I SKGDG LCDO DG V ND

y

D

y

DG L F KG LDW D J ISKORDUDGCDG

.

XMKU CDOKGD IR NY SKOMN DJ DG

y

D SKOV DI CDGZ OKQIRDMIFDFI[C DE DFDGEDGDH I GDDR DNFKR IJ DCG

y

DHKM DCNCDGO KUDV IM IR DF I H DGLOPQ K J I CDEDFDG EDGDH I GD

.

\ PGJ IFI H DG LO PQK SDJ D R DHV DC JDSDR J IM I UDR SDJ D] DHVDO

5

J IV DEDUIGI

.

] DHV DO

5

\PGJ IF I

R DH VDC^M DG DCDG

_KJ IHKGR DFI R KOW DJ I J I E IM D

y

DU S DGRDI ^M DG DCDGY _NV DGL IGI

.

_KJ IH KGRDF I V KODFDM J DOI UNM N F NGLDI

.

`I GLCDR FKJ IHKGR DF I WNLD J I DCIVDR CDG EIMDDU

y

SDGR DI

y

DGL V K OV KGR NC R KMNCa _KJ IH KGR DFI I GI H KGLDCIV DRCDG SKGJ DG LCDM DGa TDF

y

D ODCDR FKCIR DOH KGKV NR

y

UDM IGIJ KGLDGRDGDURIH V NM

.

TDIbIROIZ

2012

[J DOI UDF IMPVF KOQDF I M DSDG LDGG

y

D H KG

y

KV NR C DG V DUE D RDG DU R IHV NM IGI J DMDH FKRIDS RDUNGG

y

D J DSDR H KGcDSDI

1

UD MKV I Ua `DGDU RIH V NM IGI SDJ D DCUI OGD

y

J IHDGbDDRCDG PM KU H DF

y

D ODC DRNGRNCCK LIDR D GS KOR DH V DCDGa
(27)

fgh gijkljkm f

1=

fjn op jnjkl

1

f

2=

fjn op jnjkl

2

f

3=

fjn op jnjkl

3

q jp rji

6

s ghjtjn uijkvown jk jx jk

yz uprgi

:

f{|}ok jf j i ~jwux hoz g jho| gtj€j ~jp ux h o

)

jt on ‚ gklux uijk tgrgnup k~j

(

ƒj„pjv~j …†‡ ‡ˆ p gk~gruhx jk jv jk~j ‚ girgv j jk t jnok o hjt ‚ jv j t gho j‚ t jnuijk x gh ox j hgi jv o ‚ jt jk l‰ s gir gv jjk t jnok o hjt ok o jx jk p gp ‚ gk ljiu„o v jnjp „jn ruv ov j ~j hjprjx‰ fo tjijk k onjo t jn ok ohjt ‚ jv j ‚ gk lx u ijk v o fjnopjnjk l ‡Š fjnopjnjkl …Š vjk fjn op jnjkl ‹ rg ih uiuhŒhuiuh p gk uiuhƒj„p jv~j

(

…†‡ ‡ˆjvjnj„‡Œ‡‚ tuŠ‹Œ…Ž‚ tuŠ‡†Œ‹†‚ tuv gkljkijprjhjk t jnok o hjt‹ŠŽxp~jklhgitgrjip g ijhj‚jv jtgh oj‚nj‚ o t jk‰

fpv oh jthjp rjx~jklv o ruv ov j ~jxjkp jt~j ijxjh€j ~jpux hojvjn j„ox jk rjkv gklŠ p uj giŠ vjk u v jk l  okv u‰  jt on ‚ ivux to v jio h jprjx t jkljh igkv j„‰ jt on ‚ iv ux t o v o f jnopjn jkl ‡ uk hux uv jkl  okv u v jk ox jk rjkv gk l jv jnj„ ‡‹Š‘… x l v jk ’ŽŠ…‡ x l‰ fjn op jn jkl … pgk l„jt on x jk uv jk l  okv u …‹ŠŽ“ x l v jk ox jk rjkv gkl ‘“Š…‹ xl‰ fjnop jnjkl ‹ pgkl„ jtonx jk uv jkl  okv u ……Š‘’ x l vjk ox jkrjkv gkl‡†‘Š““xl‰

”•–—• ˜

silvofishery

™ š

B

›• œ• ˜•œ

fg‚ gp on ox jkhjp rjx v ownjk jxjk h gir j lopgk jvov ujŠ~j o hu h jprjx p on ox p jt~j ijxjh v jk hjp rjx s gi„uhjk o‰ jp rjx s gi„uhjk o p giu‚ jxjk h jp rjx v gkljk ‚ n j hup ‚ jk l t jio vjk gp ‚ jk l ‚jio h‰ uh u‚ jk pjk ližg uk h ux hjp rjx s gi„uhjk o t grgt ji‘†

%

v jknujt‚j ioh…†Ÿ‰ u jth jp rjxp o n ox p jt~ji jx jhp gk¡j‚ jo Ž‡Š…Ž „jv jkn ujthjp rjxs g i„ uhjk op gk ¡j‚ jo‡‰ Ž‡‹ŠŽ„j‰
(28)

18

¢£¤ £¥ ¦§ ¦ ¢¨© ª¨¥ «¨ ¢¬ ©¨ ¥ ­© ª £®¯¨¤¨ª ¤ ­§ ¨ ¢£¥­¯ ¦¨ © °¨® ¦ ¨¯¨ «£« £® ¨¤¨ ¢£¤¨§ ¨ ¢£§ ­¨® ±¨

y

¨©± ¥£¥ ¦§ ¦ ¢¦ ª¨¥«¨ ¢ § £« ¦ ° ¯¨® ¦

2

°¨

y

¨©± ¯ ¦² £«¨« ¢¨ © ³¨ ¢ª ´® ¢£¤ £¥ ¦§ ¦ ¢¨© ¥´¯¨§ ¯¨ © ¨¯¨ ©¨

y

¢£¤ ¨§¨ ¢£§­¨® ±¨

y

¨©± ¥£©µ ­¨§ °¨¢ ¢£¤£¥ ¦§ ¦ ¢¨© ª¨¥ «¨ ¢¤¨¯ ¨¤ £¥¦§¦¢¥´¯¨§

.

¶¨¥ «¨ ¢¥¦§¦¢¥¨²

y

¨®¨ ¢¨ª­¥ ­¥ ©

y

¨¯ ¦°¨® ±¨ ¦² £¢¦ª ¨® ·¤

100

µ ­ª¨

/

°¨

,

²£¯¨©±¢¨ © ª¨¥ «¨¢ ¸£®°­ª ¨ ©¦ ¯ ¦°¨® ±¨¦ ²£¢¦ª ¨® ·¤

30-75

µ ­ª¨

/

°¨ ¹º¨ ¦³¦ª® ¦

2012

»

.

¶¨¥«¨ ¢ ¥ £©¯¨¤ ¨ª ¤¨²´¢¨© ¨ ¦® ¯ ¨®¦ ² ¨§ ­® ¨ © ¨©±

y

¯ ¦² £« ­ª ¢¨§ £©

y

¨ ©± ¥ £¥ « £©ª¨ ©± ¯¨®¦ § ¨­ª

.

¸£®±¨©ª¦¨ © ¨ ¦® ¤¨¯¨ ª ¨¥«¨ ¢ ¯ ¦§¨ ¢­¢¨ © ¥ £©±¦¢­ª¦ ¤¨²¨©± ²­®­ª

.

¼ ¦® «¨® ­ ¥ ¨²­¢ ² ¨¨ª ¤¨² ¨© ± ¯¨© ¨¦® §¨¥¨ ¯ ¦« ­¨ ©± ²¨¨ª ² ­® ­ª ¯ £©±¨ © ¥ £©±±­©¨ ¢¨ © ¤ ¦ ©ª ­ ¨¦®

y

¨© ± « ¦² ¨ ¯ ¦ª ­ª­¤ ¯¨ © ¯ ¦« ­¢¨ ¤¨¯¨ ²¨¨ª ¤¨²¨ ©± ¹½¨¥ «¨®

7

»

.

½¨¥«¨®

7

¸¦ ©ª ­¨ ¦®ª¨¥ « ¨ ¢

¶¨¥«¨ ¢¤´§¨¾ ¿À

v

Á ¿¾ ÃÄÅÆ ¯ ¦Ç§ ¨ ©¨¢¨ ©ª £®¯ ¦®¦¯¨® ¦¤ £¥¨ª¨ ©±

,

Ȩ ® £©¬ª­ª ­¤¨ © ¥¨ ©±®´É£

,

¯ ¨ © µ¨§ ¨©Ê

Avicennia

² ¤ ʨ¯ ¨§ ¨ °µ £©¦²¨ ©±

y

« ¦¨² ¨ ©

y

¨ª ­¥ « ­°¯ ¦Ë ¦§¨

y

¨° ¥¨ ©±®´É£

.

¸£©¨¥¤¨ ©± ª¨¥ «¨ ¢

silvofishery

¯ ¦ ǧ¨ ©¨ ¢¨ © ¯¨¤¨ª ¯ ¦§ ¦ °¨ª ¤¨¯¨ ½¨¥ «¨®

8.

Ì£ª£®¨ ©±¨ ©Í

¨

:

¤ £¥¨ª ¨© ±¯ £©±¨ ©§£«¨®¨ª¨²« £®¢¦²¨ ®

2-3

¥

,

ª¦©±± ¦

1-1,5

¥ «

:

Ȩ®£©¯£©±¨ ©§ £« ¨®« £®¢¦² ¨®

4-6

¥

,

¢£¯¨§ ¨¥ ¨ ©Î¬

7-8

¥

È

:

¤ £§¨ª¨®¨ © ¯£© ±¨ © ¢ £¯ ¨§¨¥ ¨ © ¨ ¦® «£® ¢¦² ¨ ®

0,05-0,2

¥

,

¯ £©±¨ © ¢£¯¨§ ¨ ¥¨ © ² £¢¦ª¨®ª£±¨¢ ¨©² ¨ ©±¨ª

¯¨©±¢¨§¢¨®£©¨§ £« ¨ª ©

y

¨¨ ¢¨®

-

¨ ¢¨®©¨¤¨²
(29)

Ï

:

Ð ÑÒ ÑÓ ÐÑÔÕ Ö ÑÒÑ× ÑØÐÏÐ ÙÚ ÒÛØ ÑÐ Ú Ù Ï×ÜÑ× ÒÏÝ ÑÞ ÝÏÞØÚ Ð ÑÞ

3-6

ß

,

Ù Ï ×ÜÑ× Ô Ú×ÜÜÚ Ý ÏÞØÚÐÑÞ

1-1,5

ß

à ÑßÝ ÑÞ

8

áÏ×ÔÕØâÏ× ÑßâÑ×ÜÔÑß ÝÑØ

silvofishery

ãÔÑß âÑØÐ ÑßâÚ × ÜäÙÚåÚÒÑÑ Ó

y

æçèéÚ×Ñæ Ñ Þ êÑáÕØÔ Úë ÏÖÑÔ Ú ìèÏÐ ÑíÑ êÑéÕØÔÚ î

(

ëÕßÝ ÏÞïæçèéÚ×ÑæÑ Þ êÑáÕØÔ Úë ÏÖ ÑÔ ÚèÏÐÑíÑ êÑß ÕØÔÚ

)

ð

u

ñò óôñ õö ÷øñ óøñù

úÑÒ êÑ×Ü âÑÒÚ×Ü Ý Ï ÞâÏ× ÜÑ ÞÕ Ó Ù ÑÒÑß âÏ× Ï×ÔÕ Ñ× âÛÔ Ï×Ð Ú âÏ×ÜÏß ÝÑ×ÜÑ× Ô Ñß Ý ÑØ

silvofishery

ÑÙ ÑÒÑÓ ØÕ ÑÒÚÔÑÐ âÏÞÑÚ ÞÑ×î æÕÑÒÚÔ ÑÐ âÏÞÑÚÞÑ× êÑ×Ü Ý ÑÚØ ÑØ Ñ× ß Ï×ÙÕØÕ ×Ü Ù ÑÒ Ñß Ø ÏÜÚ ÑÔÑ× ÝÕÙÚÙ Ñ êÑî ëÏÝ ÑÒÚØ ×êÑì ØÕ ÑÒÚÔÑÐ âÏÞÑÚÞÑ× êÑ×Ü ÝÕ ÞÕØ ÑØ Ñ×ßÏ×ÖÑÙÚØ Ï×ÙÑÒÑÙ Ñ ÒÑßÝÕÙÚÙ ÑêÑîæÕ ÑÒÚ Ô ÑÐ âÏÞÑÚ Þ Ñ×ÙÚáÒÑ×ÑØÑ×ÙÚâÏ ×ÜÑÞÕ ÓÚ ÛÒÏÓ Ø ÏÜÚÑÔÑ× ßÑ×ÕÐ Ú Ñ Ð ÏÓÚ ×ÜÜÑ Ý Ï ÞâÛÔ Ï×Ð Ú ßÏßÝÕ ÑÔ ØÕ ÑÒÚÔÑÐ âÏÞÑÚÞÑ× êÑ ×Ü ØÕ ÞÑ× Ü Ý ÑÚ Øî ûØÔ Ú üÚ Ô ÑÐ êÑ×Ü ÝÏÞâÏ× Ü ÑÞÕ Ó ÔÏ ÞÓÑÙ Ñâ ØÕ ÑÒÚ Ô ÑÐ âÏÞÑÚÞÑ× ÑÙ ÑÒ ÑÓ âÏßÝÕ Ñ×ÜÑ× ÒÚ ßÝ ÑÓ Ù Ûß ÏÐ ÔÚ Ø ì ÒÚß Ý ÑÓ ÛÞÜÑ×ÚØ ÐÏâÏÞÔÚ ý ÏÐ ÏÐì Ð ÑßâÑÓ â Ïß ÝÕ ÑÔÑ× Ù Ñ× âÏÞÝ ÑÚ ØÑ× Ø ÑâÑÒ × ÏÒÑ êÑ × ÐÏÔÏß âÑÔ ÙÑ× Ý ÏÝ Ï Þ ÑâÑ ÝÕ Ñ× Ü Ñ× êÑ×Ü Ô ÏÞÙÑ âÑÔ Ù ÑÞÚ ÓÕ ÒÕâÏÞÑÚ ÞÑ×ÐÕ ×Ü ÑÚáÒÑ ×ÑØ Ñ×î

æÑ×ÙÕ ×ÜÑ× Ô ÛÔÑÒ âÑÙÑÔ Ñ× ÔÏÞÐ ÕÐâÏ×ÐÚ

(

þëë

)

ÙÚ áÒÑ×ÑØ Ñ× ÐÏÝ ÏÐ Ñ Þ ÿ ß Ü Òî þë ë Ý ÏÞÐ ÕßÝ ÏÞ Ù ÑÞÚ Ù ÑÞÚ ÏÞÛÐÚ ÔÑ×ÑÓ Ù ÑÞÚ ÓÕ ÒÕ Ù Ñ× Ø ÏÜÚ ÑÔ Ñ×

antropogenik.

æÏÜÚÑÔÑ×

antropogenik

Ù ÚáÒ Ñ×ÑØÑ×êÑ× ÜÙÑâÑÔßÏ×Ñß Ý ÑÓØÑ×ÙÕ ×ÜÑ×þë ëÑÙ ÑÒ ÑÓ âÏßÝÕ Ñ×ÜÑ× ÐÑßâÑÓ ØÏ Ù ÑÏÞÑÓ ÐÕ ×Ü ÑÚì ÑØÔÚüÚÔ ÑÐ Ø ÑâÑÒ ÐÏÝ ÑÜ ÑÚ Ö ÑÒÕ Þ Ô ÞÑ×ÐâÛÞÔÑÐÚ î þÚ×ÜÜÚ×êÑ þë ë ÑØ Ñ× ÝÏÞÙ ÑßâÑØ â ÑÙ Ñ ØÏØ ÏÞÕÓ Ñ× âÏÞÑÚÞÑ× ÙÑ× ß Ï×ÜÓÑßÝÑÔ âÏ×ÏÔ ÞÑÐ Ú ÑÓÑêÑêÑ×ÜÑØÑ×ßÏ×ÜÓÑßÝ ÑÔýÛÔ ÛÐ Ú ×ÔÏÐ ÚÐ î

áÒ Ñ×ÑØÑ×ßÑÐÚÓßÏß Ú ÒÚØÚâÛÔ Ï×Ð ÚêÑ×ÜÝ ÑÚ ØÙ ÑÒÑßâÏ×Ü ÏßÝ Ñ×ÜÑ×ÔÑß Ý ÑØî úÑÒ Ú ×Ú Ù ÑâÑÔ ÙÚ Ø ÏÔ ÑÓÕÚ ß ÏÒÑÒÕÚ ÓÑÐ Ú Ò âÏ×ÏÒÚ ÔÚÑ× Ð ÏÝ ÏÒÕß× êÑ êÑ× Ü ß Ï×Ö Ï Ò ÑÐØ Ñ× ØÕ ÑÒÚ Ô ÑÐ âÏÞÑÚ ÞÑ× êÑ×Ü Ý ÑÚØî Ï× Ïß ÑÞ Ò ÛÜ Ñß Ý ÏÞÑÔ ÐÏâÏÞÔ Ú Ý ì Ù ì Õ âÑÙ Ñ âÏ×ÏÒÚ ÔÚÑ× Õ ÞÝ Ñ

(

ä ÙÚ Ò ÛØ ÑÐÚ êÑ×Ü Ð ÑßÑ ß Ï×ÜÚ ×ÙÚ Ø ÑÐÚ Ø Ñ× ÝÑÓå Ñ Ø Û×ÙÚ Ð Ú áÒ Ñ×ÑØÑ× Ý ÏÒÕß ÔÏÞÏßÑÞ ÛÒ ÏÓ ÐÏ×êÑåÑ ÔÏÞÐ ÏÝ ÕÔ î ë ÏÒÑÚ× ÚÔ Õ ì ÑâÚ ÔÕ

(

ä ß Ï× êÑÔÑØ Ñ× ÝÑÓåÑ ØÑ×ÙÕ ×ÜÑ× Ý ì Ù ì Ù Ñ× Õ âÑÙ Ñ ÝÚ ÛÔÑ ÑØÕÑÔÚ Ø

(

ÝÑ× Ù Ï× Üì Ý ÏÒÑ×ÑØ ì ÙÑ× ÕÙÑ×Ü

)

ßÑÐÚÓ ÙÚ Ý ÑåÑÓ Ð Ô Ñ×Ù Ñ Þ ßÕÔÕ ÑÔ ÑÕ ß ÑÐ Ú Ó ßÏßÏ×ÚÓÚ Ý ÑØÕ ßÕÔ Õ Ý ÏÞÙ ÑÐÑ ÞØ Ñ× é ú Ûî æÏâîÿé ú Ô Ï×ÔÑ×Ü ÝÑØÕ ßÕÔ Õ ÑÚÞ ÒÑÕÔ î

þÑÝ ÏÒ

ÑÞÑßÏÔÏÞýÚÐ Ú Ø ÑÙ Ñ×ØÚß Ú ÑâÏÞÑÚ Þ Ñ×áÒÑ×ÑØ Ñ×

*

Suhu

0

C

29-34

28-32

pH

-

5-8

7-8,5

DO

mg/L

4,1-8,9

>5

Salinitas

psu

1-30

0,5-30

(30)

20

Silvofishery

!"#"$

u

%&$'

Tutupan mangrove berpengaruh terhadap produksi udang harian (Pradana

2012) dan (Maifitri 2012). Hubungan mangrove dengan keberadaan udang di

lokasi penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi penutupan mangrove (rasio

mangrove dan empang), semakin tinggi atau banyak keberadaan udang di tambak.

Rata-rata hasil produksi udang harian pada setiap lokasi (Kalimalang 1,

Kalimalang 2, dan Kalimalang 3) tertinggi pada tambak dengan luas tutupan

mangrove yang tinggi yaitu senilai 1,42 kg/ha/hari. Produksi terendah

masing-masing terdapat pada tambak dengan luas tutupan mangrove rendah yaitu senilai

0,86 kg/ha/hari.

Hal yang sama diperoleh oleh Saladin (1995), menunjukkan bahwa hasil

tangkapan udang

penaeid

pada tambak dengan penutupan tinggi (80%) di RPH

Pamanukan menghasilkan udang tangkapan harian yang lebih tinggi dibanding

penutupan yang lebih rendah. Pada tambak dengan penutupan tinggi hasil

tangkapan udang harian rata-rata mencapai 2,29 kg/ha/hari. Hasil tangkapan

udang

penaeid

pada tambak murni rata-rata sebesar 1,43 kg/ha/hari. Kathiresan

dan Bingham (2001) menjelaskan hubungan tutupan mangrove dengan produksi

udang, yakni hutan mangrove berperan menyediakan makanan dan habitat bagi

juvenil udang. Tingginya produktivitas bahan organik dapat mendukung populasi

udang yang berada di saluran dan hutan mangrove.

Silvofishery

(

r

)

u

!

si ud

g wi

du

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa nilai tertinggi rata-rata hasil

produksi udang windu berada pada tambak di daerah Kalimalang 3 dengan

tutupan mangrove sedang, yaitu senilai 33 kg/ha/musim. Nilai terendah hasil

produksi udang windu berada pada tambak dengan tutupan mangrove sedang di

daerah Kalimalang 1 dengan salinitas 11

15 psu, yaitu senilai 7,58 kg/ha/musim.

Hasil ini menunjukkan bahwa salinitas sangat mempengaruhi hasil produksi

udang windu. Semakin tinggi salinitas maka hasil produksi akan semakin tinggi

meskipun pada luas tutupan mangrove yang sama. Kadar garam ideal untuk

pertumbuhan udang windu adalah 19-35 psu (Mujiman dan Suyanto 2004).

Apabila salinitas meningkat maka pertumbuhan udang akan melambat karena

energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk

pertumbuhan (Haliman dan Adijaya 2005

in

Taqwa 2008).

(31)

kg/ha/musim, dan hasil produksi paling rendah terdapat pada tambak dengan luas

tutupan mangrove tinggi yaitu senilai 17,03 kg/ha/musim.

Dari hasil ini dapat diketahui, tutupan mangrove optimal bagi

pertumbuhan udang windu adalah luas tutupan mangrove sedang yaitu sekitar

30-60 dari luas tambak (Lampiran 5). Semakin tinggi tutupan mangrove, hasil

produksi akan menurun. Seperti disebutkan oleh Primavera (2000) bahwa

asam

tannic

yang terkandung dalam daun

Rizhopora

berpotensi menjadi racun untuk

organisme

akuatik.

Sistem

wanamina

dengan

mangrove

tidak

akan

menguntungkan apabila yang ditanam di dalam tambak adalah

Rizhopora

karena

akan menurunkan ketahanan hidup udang windu dan ikan bandeng. Berbeda

dengan

Rizhopora

, jenis

Avicennia

mampu menyuburkan tambak dan dapat

membantu regulasi pH pada musim hujan. Ranting

Avicennia

dapat dijadikan

kayu bakar sehingga tidak mengotori perairan tambak.

Hasil produksi pada tambak bervariasi pada setiap tingkat salinitas dan

tingkat tutupan mangrove berdasarkan letak tambak mengacu pada Kalimalang.

Berdasarkan hasil wawancara beberapa tahun terakhir pada petambak diketahui

bahwa

survival rate

(SR) udang windu sangat rendah. Hal ini menyebabkan

banyak petambak yang tidak menanam udang windu di tambak mereka atau tetap

menanam udang windu tetapi dengan padat tebar rendah. Pada tambak tambak

yang tidak ditanam udang windu biasanya ditanam ikan bandeng saja, atau

polikultur ikan bandeng dengan mujaer dan nila. Perbedaan hasil produksi udang

windu pada setiap tambak dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti letak tambak

terhadap laut (perbedaan nilai salinitas) dan luas tutupan mangrove. Pradana

(2012) dan Maifitri (2012) menyebutkan luasan mangrove berpengaruh terhadap

hasil produksi budidaya. Pengaruh tutupan mangrove terhadap hasil produksi

tidak secara langsung tetapi melalui siklus bahan organik, yang akan

meningkatkan populasi plankton sebagai produsen dalam siklus makanan.

Silvofishery

* +,-

r

.*

u

/

si i

/ +,0+,

de

,

g

Berdasarakan hasil penelitian didapatkan bahwa produksi ikan bandeng

tertinggi berada pada tambak di daerah Kalimalang 3 dengan nilai salinitas

berkisar antara 21-25 psu. Ikan bandeng merupakan ikan yang bersifat

euryhaline

sehingga habitat hidupnya sangat luas, meliputi perairan payau, muara sungai, dan

laut. Ikan bandeng merupakan salah satu ikan yang tahan terhadap perubahan

kondisi lingkungan yang cukup ekstrim (Mansyur dan Tonnek 2003) sehingga

dapat tumbuh optimal pada salinitas tinggi dengan pengaruh pasang dan surut

tinggi. Hasil terendah produksi ikan bandeng ada pada tambak-tambak di daerah

Kalimalang 1 yaitu senilai 77,99 kg/ha/musim.

(32)

22

dengan hasil penelitian Nur (2002) dan Hastuti (2010) yang menyatakan bahwa

kondisi optimum bagi produksi ikan bandeng dengan sistem wanamina adalah

40% mangrove dan 60% tambak.

123 4 56 5 7536

et

589 5:

silvofishery

de

3

g

53

siste

8

tr

54

isi

;3 5 <

Pendapatan petambak berasal dari beberapa sumber diantaranya dari udang

harian dan hasil budidaya. Udang harian adalah udang yang diperoleh para

petambak dari aktivitas penangkapan di mangrove. Udang harian memanfaatkan

mangrove sebagai tempat berteduh dan mencari makan. Udang harian menjadi

salah satu sumber pendapatan bagi para petambak. Di lokasi penelitian ini

terdapat 2 jenis udang harian, yaitu udang api dan udang peci. Harga udang Api di

pasar Rp 20.000, dan udang peci Rp 30.000. Nilai tangkapan udang harian dapat

dilihat pada Lampiran 2.

[image:32.595.115.462.475.654.2]

Udang budidaya merupakan udang yang didapat melalui hasil budidaya

yaitu udang windu. Petambak di lokasi penelitian membudidayakan udang windu

dengan padat tebar 10.000 ekor dalam 1 ha dengan sistem tradisional. Sistem

tradisional adalah sistem budidaya udang yang tidak mendapatkan input berupa

pakan dari kegiatan budidaya. Pakan yang digunakan adalah pakan alami. Harga

benur di pasar rata-rata Rp. 30/ekor. Analisis pendapatan tambak tradisional

disajikan pada Tabel 7 dibawah ini.

Tabel 7 Analisis pendapatan petambak

silvofishery

tradisional budidaya udang

windu

Item

Satuan

Jumlah

Jumlah tebar

ekor

10.000

SR

%

6

Size

ekor/kg

30

Produksi

kg

20

Harga benur

rupiah

30

Harga udang windu

rupiah

70.000

Upah pekerja 2

orang

250.000

Biaya Produksi ( benur + upah pekerja)

rupiah

550.000

Nilai produksi budidaya (produksi udang x harga udang)

rupiah

1.400.000

Nilai produksi non budidaya

rupiah

2.205.000

Pendapatan bersih dalam 1 MT

rupiah

3.055.000

Pendapatan bersih dalam 1 bulan

rupiah

509.167

Tabel 7 di atas menunjukkan pendapatan dari petambak budidaya dan non

budidaya di tambak tradisional. Pendapatan petambak tradisional perbulan sebesar

Rp. 509.167. Menurut Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor 561/Kep.

1405-Bangsos/2012 tentang upah minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat tahun 2013

menyebutkan Subang dengan upah minimum Rp 1.220.000. Blanakan merupakan

(33)

salah satu kecamatan dari Subang sehingga dengan pendapatan petambak dari

hasil budidaya tersebaut masih jauh dari standar layak hidup.

=>? @ AB ACA?B

et

ADE AF

silvofishery

de

?

g

A?

siste

D

tr

A@

isi

G? A HB H

us

[image:33.595.114.420.420.631.2]

Teknologi tradisional plus adalah sistem tambak dengan pemberian sedikit

pakan. Peralihan sistem budidaya dari tradisional ke tradisional plus diharapkan

daat meningkatkan pendapatan bagi para petambak Blanakan. Biaya produksi

yang dikeluarkan oleh petambak adalah biaya untuk pembelian benur, pakan, dan

biaya pemeliharaan dalam satu siklus musim tanam. Pendapatan yang diperoleh

petambak bersumber dari penjualan dari hasil panen tambak. Harga udang windu

di pasar berfluktuasi, diasumsikan untuk harga udang windu Rp. 70.000/kg.

Menurut Purnamasari (2008) ketahanan hidup atau dikenal juga dengan

survival

rate

(SR) untuk udang windu di alam berkisar 28%. Padat tebar pada teknologi

tradisional plus ini diasumsikan sama dengan tambak tradisional yakni 10.000

ekor/ha. Analisis pendapatan dengan menggunakan teknologi tradisional plus

dalam 1 ha dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8 Analisis pendapatan petambak

silvofishery

teknologi tradisional plus

budidaya udang windu

Item

Satuan

Jumlah

Jumlah tebar

ekor

10.000

SR

%

28

Size

ekor/kg

30

Produksi

kg

93

FCR

1,2

Pakan yang dibutuhkan

kg

111,6

Harga pakan

rupiah

13.000

Harga benur

rupiah

30

Harga udang windu

rupiah

70.000

Upah pekerja 2

orang

250.000

Biaya Produksi ( benur + pakan + upah pekerja)

rupiah

2.000.800

Nilai produksi budidaya (produksi udang x harga

udang)

rupiah

6.510.000

Nilai produksi non budidaya

rupiah

2.205.000

Pendapatan bersih dalam 1 MT

rupiah

6.714.200

Pendapatan bersih dalam 1 bulan

rupiah

1.119.033

Sumber : Data primer diolah kembali

(34)

24

IJKJL

u

M

u

N OM J

w

J PJ NQ

esisir B

RJ NJ MJN

u

N

tu

M

t

JST J M

silvofishery

u

N

tu

M

siste

S

tr

JL

isi

U NJ RQR

us

Daya dukung perairan diketahui dengnan pengenceran perairan terhadap

limbah tambak (V

0

). Pariwono (1985)

in

Widigdo dan Pariwono (2003)

menjelaskan tentang volume air dalam mengencerkan limbah cair (V

0

) yang

dibuang ke perairan umum. Penentuan volume perairan adalah dengan

mengetahui kisaran pasang surut (h), panjang garis pantai (y), jarak antara garis

pantai pada saat pasang rata-rata ke arah laut hingga suatu titik pada kedalaman 1

m pada titik tersebut ketika pengaruh turbulensi dasar pantai tidak ada (x), dan

kemiringan dasar pantai ( ).

Hasil pengamatan menunjukan panjang garis pantai (y) sebesar 8000 m.

Jarak antara garis pantai pada saat pasang rata-rata ke arah laut (x) adalah 400 m.

Kisaran pasang surut (h) adalah 0,9. Kemirangan pantai (tg 1

0

) adalah 0,02,

sehingga

V

0

=

= 2689411.76 m

3

.

Frekuensi pasang surut adalah f kali

Gambar

Gambarƒ Rumusan
Gambar 1 Tipe atau model tambak pada sistem silvofishery (Puspita et al. 2005).
Tabel 4 Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi tambak
Gambar 3 Peta lokasi penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Beban limbah organik tambak udang intensif dengan luas 3750 m 2 (126 ekor/m 2 ) dalam bentuk Total Suspended Solid (TSS) yang dibuang ke lingkungan perairan pesisir

Analisis yang digunakan untuk merencakan pengembangan kawasan berdasarkan faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuakatan dan kelemahan

Persepsi Masyarakat dan Daya Dukung Perairan Bagi Kegiatan Budidaya Perikanan di Kawasan Danau Pondok Lapan Dusun Pulka Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.. Dibimbing oleh

Penentuan daya dukung suatu perairan dilakukan untuk menduga batas fosfat yang boleh masuk ke perairan untuk mencegah penurunan produksi ikan dalam kegiatan budidaya dengan

Berdasarkan kondisi fisik perairan pesisir Kecamata Mangara Bombang, beban limbah organik yang mampu diasimilasi sebesar 826 947.02 kg/hari, sehingga luas tambak udang yang