• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perilaku Ayam Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang Tertutup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Perilaku Ayam Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang Tertutup"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERILAKU AYAM BROILER BERBASIS LIPUTAN

VISUAL DALAM KANDANG TERTUTUP

SKRIPSI

ARIF KURNIA WIJAYANTO

F14080013

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

VISUAL-BASED STUDY OF BROILER BEHAVIOR IN CLOSED HOUSE

Arif Kurnia Wijayanto1, Kudang Boro Seminar2, Rudi Afnan3

1,2

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, 3

Department of Animal Production and Technology, Faculty of Animal Science Bogor Agricultural University, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +62 856 6466 4466, e-mail: arif@tangkaigardenia.com

ABSTRACT

One of the problems being faced by Indonesian society is inadequacy of meat supply for consumption per capita. One of the most popular and affordable meat in Indonesia, at large, is chicken meat. However, the chicken meat production and supply up to now is still inadequate to meet the meat requirements of Indonesian people. The main factor that causes inadequate of chicken meat production is on-farm managerial factor. This research aims to study the behavioral characteristics of broiler in the broiler house based on visual orservation. The result of this research is expected to be able to increase the quality of broiler production management. The observations were concentrated on the behavior of broilers due to three parameters: temperature, lighting, and noise. The observed behavior include the behavior of locomotion and rest, grouping, shelter seeking, eat and drink, and panting. Temperature is the most significant parameters affecting the behavior of locomotion and rest, grouping, shelter seeking, eat and drink, and panting in broilers in this research. Based on this research, 60% of broilers are affected by high temperature exposure. Panting was the most observable behavior in high temperature exposure. The next observable behavior was shelter seeking due to high temperature exposure. Light intensity directly affects the behavior of locomotion and rest, and the behavior of eat and drink. The most observable behavior affected by increasing of light intensity was locomotion. The higher the light intensity the higher the quantity of locomotion of broilers. This implies that broilers become more active and has less of rest. Noise lower than 80 dB did not affect significantly the behavior of broilers.

(3)

Arif Kurnia Wijayanto. F14080013. Studi Perilaku Ayam Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang Tertutup. Di bawah bimbingan Kudang Boro Seminar dan Rudi Afnan. 2012

RINGKASAN

Tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia masih digolongkan rendah. Hal itu dikarenakan pasokan daging ayam broiler tidak mampu menyamai tingkat pertumbuhan populasi penduduk Indonesia. Penyebab utama kurangnya pasokan ayam broiler tersebut adalah karena manajemen pemeliharaan dan penerapan teknologi yang kurang baik. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh manajemen di antaranya aspek suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku ayam broiler. Ayam juga termasuk ternak yang peka terhadap pencahayaan. Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan pencahayaan kandang yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal. Kebisingan juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh dalam peternakan ayam broiler. Pengaruh kebisingan terjadi sejak pemeliharaan hingga transportasi pengiriman.

Penelitian ini bertujuan mempelajari karakteristik perilaku ayam di dalam closed house berbasis liputan visual. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan memberikan perlakuan suhu, pencahayaan, dan kebisingan. Penelitian dilakukan di Laboratorium lapangan unit Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012.

Penelitian ini menggunakan kombinasi tiga parameter perlakuan yaitu suhu, intensitas cahaya, dan kebisingan. Parameter suhu terdiri atas suhu nyaman (20oC-25oC), dan suhu tinggi (26o C-40oC). Parameter intensitas cahaya terdiri atas kurang (<5 lux), normal (5 lux), dan berlebih (>5 lux). Parameter kebisingan terdiri atas normal (30-60 dB) dan bising (61-90 dB). Perilaku yang diamati adalah perilaku lokomosi dan istirahat, berkumpul, menghindari bahaya, makan dan minum, serta perilaku panting. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan analisis gambar dan video.

Aktivitas lokomosi tertinggi adalah pada kombinasi perlakuan S1C3K2 dengan presentase Aktivitas lokomosi tertinggi adalah pada kombinasi perlakuan S1C3K2 dengan presentase rata-rata 54.6%. Pada kombinasi ini, diberikan perlakuan suhu normal (20-25oC), cahaya > 5 lux, dan taraf kebisingan tinggi (61-90 dB). Presentase lokomosi terendah adalah pada kombinasi perlakuan S2C2K2. Pada kombinasi ini, diberikan suhu tinggi (26-40oC), intensitas cahaya nyaman (5 lux), dan taraf kebisingan tinggi. Arah persebaran ayam broiler sebagai hasil dari aktivitas lokomosi pada kandang bersuhu tinggi cenderung seragam. Penyebab utama seragamnya pola pergerakan ayam broiler pada kandang dengan perlakuan suhu tinggi adalah karena perilaku ayam untuk menjauhi sumber panas (heater). Jumlah ayam yang beristirahat menurun seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya yang diberikan. Suhu merupakan faktor utama yang mempengaruhi aktivitas berkumpul ayam broiler. Ayam broiler akan cenderung berkumpul pada kondisi suhu lingkungan yang rendah (cekaman dingin), dan sebaliknya akan cenderung berpencar pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi (cekaman panas). Perilaku ayam yang berkumpul pada kondisi suhu lingkungan rendah bertujuan menjaga suhu tubuhnya agar tetap pada kondisi optimal. Intensitas cahaya juga merupakan faktor yang mempengaruhi ayam broiler untuk melakukan aktivitas sosial dengan berkumpul. Peningkatan intensitas cahaya yang diberikan, akan mengurangi tingkat kerapatan ayam broiler. Pengamatan ini menunjukkan bahwa pengaruh kebisingan pada aktivitas berkumpul tidak berpengaruh nyata. Jumlah ayam yang mengkonsumsi pakan akan menurun pada kondisi suhu lingkungan tinggi (cekaman panas). Kombinasi perlakuan dengan jumlah yang melakukan aktivitas makan tertinggi pada kombinasi suhu rendah, intensitas cahaya normal, dan kebisingan tinggi. Konsumsi air minum akan meningkat pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa aktivitas minum tertinggi adalah pada ayam

broiler yang diberi perlakuan cekaman panas dengan kombinasi suhu tinggi, intensitas cahaya 5 lux,

(4)

STUDI PERILAKU AYAM BROILER BERBASIS LIPUTAN VISUAL

DALAM KANDANG TERTUTUP

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ARIF KURNIA WIJAYANTO

F14080013

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Studi Perilaku Ayam Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang Tertutup

Nama : Arif Kurnia Wijayanto

NIM : F14080013

Menyetujui, Pembimbing I

(Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc.) NIP. 19591118 198503 1 004

Pembimbing II

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr) NIP. 19680625 200801 1 010

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP 19661201 199103 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Perilaku Ayam

Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang Tertutup adalah hasil karya saya sendiri dengan

arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Yang membuat pernyataan

Arif Kurnia Wijayanto

(7)

© Hak cipta milik Arif Kurnia Wijayanto, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

(8)

BIODATA PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Arif Kurnia Wijayanto, lahir pada 21 Juli 1990 di Sungai Lilin, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan dari pasangan Sumargo dan Isdahana yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal pada SD Negeri 1 Ds Mekarjaya (1996-1998), lalu berpindah ke SD Negeri 3 Sungai Lilin (1998-2002). Penulis menyelesaikan tingkat pendidikan lanjutan di SMP Negeri 1 Sungai Lilin (2002-2005) dan SMA Negeri 1 Sungai Lilin (2005-2008). Penulis lalu melanjutkan ke tingkat pendidikan tinggi pada Mayor Teknik Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi. Penulis pernah menjadi Ketua Departemen Genus dan Seni Budaya Nusantara di Organisasi Mahasiswa Daerah (Omda) Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (Ikamusi) Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah menjadi Koordinator Divisi Web and Multimedia Design di Engineering Design Club (EDC) IPB. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Gambar Teknik.

Beberapa prestasi tingkat kampus yang berhasil diraih penulis selama menjadi mahasiswa diantaranya Juara 2 Blog Competition pada Journalistic Fair 2009 dan Juara Pertama Poster Design pada Fateta Art Contest 2011. Pada tingkat nasional, penulis pernah menjadi finalis Anderson Tanoto Business Plan Competiton pada tahun 2010, mendapatkan dana hibah dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) untuk dua Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) dan satu Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P).

Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Praktik Lapangan (PL) di PT Hindoli, Musi Banyuasin,

Sumatera Selatan, dengan judul “Penerapan Sistem Informasi Manajemen di PT Hindoli (A Cargill Company) Musi Banyuasin, Sumatera Selatan”. Penulis juga merintis karir profesional di bidang kewirausahaan dengan menjadi manajer pemasaran dan IT di Tangkai Gardenia, sebuah UKM bidang jasa konsultan dan desain tamanindoor dan outdoor. Sebagai tugas akhir sarjana, penulis melakukan

penelitian dengan judul “Studi Perilaku Ayam Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Studi Perilaku Ayam Broiler Berbasis Liputan Visual dalam Kandang Tertutup” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan blok C, unit unggas, Fakultas Peternakan IPB sejak bulan Mei hingga Juni 2012.

Dengan selesainya penelitian dan penulisan tulisan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih antara lain kepada:

1. Bapak, Ibu, serta adik-adik yang selalu memberikan dorongan motivasi dan doa.

2. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc. sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan.

3. Dr. Rudi Afnan, S.Pt. M.Sc.Agr sebagai dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan. 4. Dr. Ir. Desrial, M.Eng sebagai dosen penguji.

5. Mega Kusyuniarti, untuk semangat, dorongan, dan segala sesuatunya.

6. Teman-teman satu bimbingan, Riska, Faiz, Arif, dan Zaiful, serta seluruh teman-teman TEP 45 (Magenta45) atas kebersamaannya selama ini.

7. Teman-teman seatap Dramaga Regency D12, Fadhli, Ferri, Eduwin, dan Yudi. Juga teman-teman alumni C8, Ali, Rendi, Wem, dan Rian. Sukses selalu.

8. Keluarga di Ikamusi IPB.

9. Teman-teman di EDC IPB dan Komunitas BloggerIPB.

10. Pak Hamzah, teknisi Lab lapang Unit Unggas, Dep. IPTP Fapet IPB, yang telah membantu memelihara ayam.

11. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata pada perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik bio-informatika terutama penerapannya untuk bidang peternakan.

Bogor, Agustus 2012

(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Ayam Broiler ... 3

B. Kandang ... 3

C. Hubungan Antara Hewan dan Lingkungan ... 4

D. Respon Tingkah Laku ... 7

III. METODE PENELITIAN ... 9

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 9

B. Alat dan Bahan ... 9

C. Tahapan Penelitian ... 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

A. Pengamatan Perilaku Lokomosi dan Istirahat ... 12

B. Pengamatan Perilaku Berkumpul ... 16

C. Pengamatan Perilaku Shelter Seeking ... 20

D. Pengamatan Perilaku Makan dan Minum ... 21

E. Pengamatan Perilaku Panting ... 26

F. Perbandingan Penggunaan Gambar dan Video untuk Pengamatan Perilaku ... 29

G. Potensi Implementasi Hasil Penelitian pada Peternakan Ayam Broiler... 31

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 33

A. Simpulan ... 33

B. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(11)

v

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 1. Zonasi hubungan suhu lingkungan terhadap hewan (Bianca, dalam Silanikove 2000) .... 4

Gambar 2. Tingkah laku ayam saat panting ... 8

Gambar 3. Laboratorium Lapangan Fakultas Peternakan IPB ... 9

Gambar 4. Layout kandang penelitian ... 10

Gambar 5. Grafik hubungan antara suhu terhadap perilaku lokomosi ... 13

Gambar 6. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku lokomosi ... 14

Gambar 7. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku lokomosi ... 15

Gambar 8. Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap perilaku berkumpul ... 17

Gambar 9. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul ... 18

Gambar 10. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul ... 19

Gambar 11. Bentuk pola persebaran ayam broiler sebagai akibat perilaku menghindari bahaya suhu tinggi ... 20

Gambar 12. Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap perilaku makan ... 23

Gambar 13. Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap perilaku minum ... 24

Gambar 14. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku makan ... 24

Gambar 15. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku minum ... 25

Gambar 16. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku makan ... 25

Gambar 17. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku minum ... 26

Gambar 18. Grafik hubungan suhu terhadap perilaku panting ... 28

Gambar 19. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku panting... 28

Gambar 20. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku panting ... 29

Gambar 21. Analisis perilaku lokomosi dengan media gambar ... 30

Gambar 22. Perilaku berkumpul tampak jelas pada liputan berbentuk gambar ... 30

Gambar 23. Analisis perilaku menghindari bahaya melalui media gambar ... 30

Gambar 24. Aktivitas makan dan minum teramati pada media gambar ... 31

Gambar 25. Penggunaan gambar dan video pada analisis perilaku panting (a) gambar (b) video .... 31

(12)

vi

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 1. Produksi ayam broiler di Indonesia tahun 2002-2011 ... 1

Tabel 2. Suhu dan kelembaban udara yang nyaman bagi ayam ... 5

Tabel 3. Rekomendasi Program Pencahayaan untuk Ayam Broiler ... 6

Tabel 4. Daftar kombinasi perlakuan ... 10

Tabel 5. Data pengamatan perilaku lokomosi ... 12

Tabel 6. Data pengamatan perilaku berkumpul ... 16

Tabel 7. Data pengamatan perilaku makan ... 21

Tabel 8. Data pengamatan perilaku minum ... 22

(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi pula. Dengan adanya peningkatan kebutuhan tersebut, diperlukan adanya usaha-usaha pemenuhan kebutuhan dengan cara meningkatkan produksi daging ternak sebagai sumber protein hewani. Salah satu penghasil protein hewani adalah daging ayam broiler. Dengan nilai gizi yang tidak kalah dan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan daging dari ternak jenis lain, daging ayam broiler dapat menjadi pilihan.

Tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia masih digolongkan rendah. Hal itu dikarenakan pasokan daging ayam broiler tidak mampu menyamai tingkat pertumbuhan populasi penduduk Indonesia. Produksi ayam broiler di Indonesia menurut data dari Ditjen Peternakan pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Produksi ayam broiler di Indonesia tahun 2002-2011

Tahun Produksi (dalam ton ekor)

2002 865.075

2003 847.744

2004 778.970

2005 779.108

2006 861.263

2007 941.786

2008 1.018.734

2009 1.016.876

2010 1.214.339

2011 1.270.438

Sumber: Ditjen Peternakan, 2011

Tingkat konsumsi daging ayam di Indonesia adalah 1.307.207 ton per tahun (asumsi konsumsi 5.5 kg/kapita/tahun. Sumber: www.poultryindonesia.com, diolah). Dengan demikian, bila dianalisa lebih lanjut masih ada kekurangan sebanyak 36.589 ton (18 juta ekor). Dengan adanya fakta ini, tentu diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi demi ketercapaian produksi ayam broiler untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan daging yang terus meningkat.

(15)

2 bagian dari fungsi homeostasis. Ketidakmampuan ayam beradaptasi dengan cara melakukan perubahan tingkah laku dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan bahkan kematian.

Ayam juga termasuk ternak yang peka terhadap pencahayaan. Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan pencahayaan kandang yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal. Panas kandang (brooder) pada masa pertumbuhan awal (brooding period) dapat diperoleh dari panas lampu pijar yang sekaligus berfungsi sebagai sumber cahaya. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang dan dapat mempengaruhi tingkah laku ayam broiler (Saputro, 2007). Semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan makan ayam broiler.

Kebisingan juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh dalam peternakan ayam broiler. Pengaruh kebisingan terjadi sejak pemeliharaan hingga transportasi pengiriman. Dengan berbagai sumber kebisingan, yang tentu dapat berpengaruh pada kondisi ayam broiler, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan dan performanya.

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan tersebut, maka perlu adanya penelitian yang mengkaji pengaruh kondisi lingkungan yang fluktuatif terhadap perilaku ayam broiler, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada performa ayam broiler.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari karakteristik perilaku ayam di dalam broiler

house berbasis liputan visual. Pengamatan yang dilakukan adalah dengan memberikan perlakuan

(16)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam

Broiler

Menurut Ensminger (1991), ayam broiler merupakan ayam yang telah mengalami seleksi genetik (breeding) sebagai penghasil daging dengan pertumbuhan yang cepat sehingga waktu pemeliharaannya lebih singkat, pakan lebih efisien dan produksi daging tinggi. Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai ciri khas yaitu tingkat pertumbuhannya yang cepat sehingga dalam waktu singkat sudah dapat dipasarkan kepada konsumen. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, famili Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticu. Ayam broiler adalah ayam hasil persilangan ayam tipe berat dan tipe sedang yang bertujuan menghasilkan pertumbuhan yang cepat dengan umur yang relatif muda (6-7 minggu). Dalam kurun waktu tersebut, ayam broiler akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awalnya (Amrullah, 2004). Ayam broiler mulai populer di Indonesia sejak tahun 1980-an.

Pada umur 4 minggu, ayam sudah dapat dipasarkan dengan bobot badan kira-kira 0.8-1.0 kg, bahkan terkadang bisa lebih dari itu. Bobot hidup 2.1 kg dicapai pada umur 6 minggu untuk ayam broiler jantan dan 1.7 kg untuk ayam broiler betina (data tahun 1994). Sedangkan berdasarkan data pada tahun 1984, bobot badan tersebut dicapai pada umur 7 minggu pada program pemberian ransum yang sama (NRC, 1984 dan 1994). Ayam broiler jantan dan betina dipasarkan dengan bobot 1.8-2.0 kg (umur < 8 minggu) dalam bentuk karkas atau potongan komersial karkas dan juga dijual hidup (NRC, 1994). Keunggulan dari ayam broiler tersebut dipengaruhi oleh sifat genetik dan keadaan lingkungan, meliputi pakan, temperatur lingkungan dan cara pemeliharaan atau manajemen.

B. Kandang

Perkandangan merupakan suatu elemen penting dalam usaha peternakan ayam broiler. Karakteristik ayam broiler adalah sebagai hewan berdarah panas (homeotermic), yaitu hewan yang dapat mempertahankan suhu tubuhnya (homeostatis). Proses mempertahankan keseimbangan panas dinamakan termoregulasi. Mekanisme ini hanya efektif pada batas tertentu, sehingga pada suhu ekstrim unggas tidak dapat beradaptasi dengan baik. Oleh karena itu, sangat penting bagi unggas untuk dikandangkan sehingga mendapatkan lingkungan yang membuat mereka dapat mempertahankan kesembangan panas (Mulyantini, 2010).

Tujuan pokok pembuatan kandang ditinjau dari aspek biologis menurut Pramu et al, 1981 adalah untuk melindungi ayam dari:

1. Suhu luar yang tinggi dan berfluktuasi. 2. Hujan tropis yang lebat

3. Angin yang kencang

(17)

4

C. Hubungan Antara Hewan dan Lingkungan

Lingkungan hidup secara langsung memberikan pengaruh bagi kehidupan hewan. Dua variabel utama dari lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ternak adalah suhu udara dan kelembaban udara.

1. Suhu

Suhu udara melukiskan lingkungan termal, karena pancaran panas sensibel hewan merupakan fungsi dari perbedaan antara suhu tubuh dan suhu lingkungan. Hewan juga memancarkan sebagian panas metabolik dalam bentuk uap air atau panas laten yang dipengaruhi oleh kelembaban (RH).

Hewan memiliki sifat homeothermis yaitu kecenderungan untuk mempertahankan suhu tubuh yang konstan melalui suatu keseimbangan antara produksi dan pancaran panas. Ciri-ciri dari hewan yang memiliki sifat homeothermis antara lain:

a. Berdarah panas

b. Pada vertebrata tingkat tinggi

c. Lingkungan internal diatur secara tepat

d. Tubuh mempertahankan suhu hampir konstan dengan pengaturan gula darah, elektrolit, dan bahan lain

Gambar 1. Zonasi hubungan suhu lingkungan terhadap hewan (Bianca, dalam Silanikove 2000) Dalam hubungan dengan suhu lingkungan, dikenal istilah zona nyaman (comfort zone) bagi hewan. Zona nyaman bagi hewan tercapai jika:

a. Pembuluh darah tidak mengembang ataupun mengkerut.

b. Evaporasi dari kulit dan saluran nafas terjadi pada tingkat yang minimum. c. Rambut atau bulu tidak tegang.

d. Respon tingkah laku terhadap panas atau dingin tidak terlihat.

(18)

5 Bila suhu turun di bawah B hewan akan meningkatkan konsumsi pakan untuk meningkatkan metabolisme sebagai kompensasi kehilangan panas. Pada titik C, sifat homeothermi pada hewan mulai gagal berfungsi. Sehingga produksi panas tidak dapat mengimbangi kehilangan panas dari tubuh hewan.

Suhu tubuh ayam relatif stabil pada kisaran tertentu yaitu 40-41oC. Namun saat berumur 0-5 hari, ayam masih belum bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri. Ayam baru bisa mengatur suhu tubuhnya secara optimal sejak umur 2 minggu.

Tabel 2. Suhu dan kelembaban udara yang nyaman bagi ayam

Umur (hari) Suhu (oC) Kelembaban (%)

1 29-32 60-70

3 27-30 60-70

6 25-28 60-70

9 25-27 60-70

12 25-26 60-70

≥ 15 24-25 60-70

Sumber: http://info.medion.co.id

Untuk menyesuaikan diri dengan suhu lingkungannya, ternak unggas jenis ayam akan melakukan sesuatu untuk membantu mempertahankan suhu tubuhnya pada batas normal. Pada suhu yang tinggi, unggas akan cenderung jarang untuk berkumpul. Dalam kandang dengan suhu yang tinggi, ayam akan menjauh satu sama lain, napas terengah-engah, dan mengepakkan sayapnya untuk memaksimalkan panas sensibel yang keluar. Pada suhu rendah, kondisi sebaliknya terjadi. Ayam akan lebih sering berkumpul, dan aktivitas akan berkurang (Mech dalam Daghir, 1998).

2. Pencahayaan

Cahaya merupakan radiasi elektromagnetik yang tampak. Cahaya juga dapat diartikan sebagai kombinasi dari radiasi dan respon terhadapnya (Lewis, 2006). Cahaya merupakan energi yang dapat membantu proses penglihatan, bergerak lurus ke semua arah, tidak dapat membelok dan dapat dipantulkan. Dalam kandang tipe opened house, sumber cahaya umumnya berasal dari cahaya matahari secara langsung pada siang hari, dan lampu pijar pada malam hari. Dalam kandang closed house, sumber cahaya umumnya berasal dari lampu pijar.

Unggas adalah ternak yang peka terhadap cahaya. Cahaya merupakan faktor lingkungan yang mengontrol proses biologi tingkah laku unggas. Pengaruh pencahayaan pada unggas antara lain terhadap terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan, efisiensi konversi pakan menjadi energi, dan perkembangannya (Lewis, 2006). Cahaya memungkinkan unggas untuk mengatur ritme harian dan mensinkronisasikan beberapa fungsi penting di dalam tubuh seperti suhu tubuh dan bermacam tahapan metabolis yang terkait dengan pemberian pakan dan pencernaan. Selain itu, cahaya juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol pertumbuhan pendewasaan, dan reproduksi (Olanrewaju et al dalam Arfiansyah 2010).

(19)

6 Cahaya berimplikasi pada perubahan struktur morfologi mata. Cahaya yang sangat rendah ( < 5 lux) dapat menyebabkan retina mata, bupthalmos, myopia, glaucoma, dan kerusakan lensa mata yang berakibat kebutaan.

Tabel 3. Rekomendasi Program Pencahayaan untuk Ayam Broiler Umur

(hari)

Intensitas cahaya

(lux) Periode pencahayaan per hari (jam)

0 – 7 20.0 23 T ; 1 G

8 – 14 5.0 16 T ; 8 G

15 – 21 5.0 16 T ; 3 G ; 2 T ; 3 G 22 – 28 5.0 16 T ; 2 G ; 4 T ; 2 G 29 – 35 5.0 16 T ; 1 G ; 6 T ; 1 G 36 – 49 5.0 23 T ; 1 G

Sumber: Randen et al (1996) Keterangan: T = Terang; G = Gelap

Pemberian cahaya pada ayam broiler yang umum dilakukan peternak adalah secara terus-menerus (continous lighting) selama 24 jam dengan intensitas yang semakin menurun pada fase akhir (Classen, 1989). Pencahayaan terus-menerus akan meningkatkan waktu untuk makan, meningkatkan pertambahan bobot badan, dan meningkatkan pembentukan bulu (Lavergne dalam Andisuro, 2011) tetapi menyebabkan terjadinya gangguan ritme harian (diurnal), kelainan kaki dan tulang (Sanotra et al., 2002) yang mengakibatkan kesulitan pergerakan ayam broiler untuk mendapatkan pakan dan air minum (Wong-Valle et al., 1993). Ayam broiler yang tetap berada pada posisi ritme harian, mampu mengatur pola tingkah laku seperti makan, tidur, bergerak dan istirahat secara normal (Olanrewaju et al., 2006). Pencahayaan secara bergantian (intermitten lighting) akan mengurangi stres pada ayam broiler dibandingkan dengan ayam broiler yang diberikan cahaya secara terus-menerus yang diukur berdasarkan konsentrasi plasma kortikosteron. Plasma kortikosteron akan meningkat pada ayam broiler yang mengalami stres (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000). Pemberian lama pencahayaan selama 16 jam dapat menurunkan stres fisiologis, peningkatan respon kekebalan, peningkatan metabolisme tulang, peningkatan aktivitas total, dan peningkatan kesehatan kaki (Classen et al., 2004).

Cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda mempunyai efek yang bervariasi pada retina mata dan dapat mengakibatkan perubahan pola tingkah laku yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ayam (Lewis dan Morris, 2000)

Olanrewaju et al. dalam Arfiansyah (2010) berpendapat bahwa kemampuan ayam untuk memvisualisasikan warna sama dengan manusia, namun ayam tidak dapat melihat dengan baik ketika mendapat warna cahaya dengan panjang gelombang yang pendek (biru-hijau). Unggas akan sensitif pada panjang gelombang 415, 455, 508, dan 571 nanometer (Dartnall et al. dalam Arfiansyah, 2010).

3. Kebisingan

(20)

7 kebisingan akut terhadap stress yang terjadi pada ayam broiler. Pada penelitian tersebut, didapatkan bahwa ayam broiler mengalami stress pada intensitas kebisingan lebih dari 80 dB.

D. Respon Tingkah Laku

Menurut Prijono dan Handini (1998), tingkah laku dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan akibat pengaruh rangsangan. Rangsangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu rangsangan luar dan rangsangan dalam. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis (cahaya, suhu, dan kelembaban) dan rangsangan kimiawi (hormon dan saraf). Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi (Mukhtar, 1986).

Tingkah laku dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behaviour), seperti gerakan menjauh atau mendekat akibat perubahan dari stimulus. Perubahan tingkah laku jantan dan betina saat estrus dan kondisi lingkungan dan mekanisme fisiologis (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

Tingkah laku merupakan aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis seperti rangsangan melalui pancaindra (mata). Rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitas berbagai organ motorik baik internal maupun eksternal. Kebanyakan tingkah laku untuk tujuan tertentu seperti makan, minum, tidur dan seksual terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut adalah tingkah laku apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif dapat dipelajari dengan sederhana atau kompleks, sering mencakup mencari dari tingkah laku dasar yang diubah dan yang banyak dipelajari. Tahap konsumatoris relatif cenderung konsisten dan memperlihatkan perbedaan kecil antara individu yang satu terhadap individu lain dan sebagian besar dapat instinktif. Tahap refraktoris mencakup hilangnya perhatian dan berhentinya aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

Menurut Hafez et al (1969), pola tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan tipe tingkah laku, yaitu sebagai berikut:

1. Tingkah laku ingestif, yaitu tingkah laku makan dan minum.

2. Tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya.

3. Tingkah laku agonistic, yaitu tingkah laku persaingan antara dua hewan yang sejenis, umumnya terjadi selama musim kawin.

4. Tingkah laku sosial, yaitu tingkah laku peminangan (courtship), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis.

5. Care giving atau epimelitic, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour).

6. Care soliciting atau et-epimelitic, atau tingkah laku meminta dipelihara yaitu tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa.

7. Tingkah laku eliminative, yaitu tingkah laku membuang kotoran.

8. Tingkah laku allelomimetik, yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan.

9. Tingkah laku investigative, yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya.

(21)

8 yang berbeda mempengaruhi aktivitas tingkah laku ayam broiler seperti makan, minum, panting, lokomosi, dan istirahat (Jahja, 2000). Cahaya juga merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian (Olanrewaju et al., 2006).

Perubahan pola tingkah laku dengan meningkatnya pelepasan panas melalui evaporasi dari saluran pernafasan (hyperventilation) disebut panting. Tingkah laku panting pada ayam broiler selama pemeliharaan dapat dikurangi dengan cara menurunkan suhu lingkungan kandang pada kandang tertutup atau membuka tirai yang digunakan sebagai penutup di malam hari pada kandang terbuka. Panting biasanya terjadi pada saat suhu lingkungan sekitar 29ºC atau suhu tubuh mencapai 42ºC (European Comission, 2000).

Gambar 2. Tingkah laku ayam saat panting

Suhu lingkungan yang tinggi dapat menurunkan tingkah laku makan pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsumsi pakan pada ayam broiler yang dipelihara dalam kondisi suhu lingkungan yang tinggi (Austic, 1985;Ain Bazis et al., 1996; Bonnet et al., 1997). Menurunnya konsumsi ransum pada suhu lingkungan tinggi sebagai upaya untuk mengurangi penimbunan panas dalam tubuh dan ditandai dengan berkurangnya bobot badan (Kuczynski, 2002; May danLott, 2001) dan laju pertumbuhan (Bonnet et al., 1997).

(22)

9

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengamatan dan penangkapan citra dilakukan di Laboratorium Lapang blok B Unit Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 3. Laboratorium Lapangan Fakultas Peternakan IPB

B. Alat dan Bahan

Alat-alat dan perlengkapan utama yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini meliputi: 1. Perangkat komputer/laptop.

2. Kamera digital, Canon Powershot A2200 14 megapixel, sebagai penangkap citra. 3. Termometer bola basah dan bola kering, untuk mengukur suhu dan kelembaban. 4. Soundlevel meter YFE YF-22, untuk mengukur taraf intensitas kebisingan. 5. Luxmeter Minolta, untuk mengukur intensitas cahaya.

6. Dua buah kandang tertutup masing-masing bersuhu sekitar 20oC-25oC dan 26oC-40oC. Kandang dibagi menjadi masing-masing satu sekat dengan ukuran 1.12 x 1.12 m2. Kandang dengan suhu suhu 26oC-40oC dilengkapi dengan heater berkekuatan 800W. Kandang dengan suhu 20oC-25oC merupakan kandang nyaman dilengkapi dengan pengatur suhu ruangan (AC). Masing-masing kandang dilengkapi dengan exhaust fan untuk sirkulasi udara, dan satu lampu pijar berkekuatan 60 watt.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

1. Ayam broiler DOC (Day Old Chick) produksi PT Charoen Phokpan Jaya Farm sebanyak 24 ekor yang diletakkan dalam masing-masing sebanyak 12 ekor untuk tiap sekat, tidak dibedakan antara jantan dan betina.

2. Pakan ayam broiler, yaitu BR11 yang diberikan pada umur 1-4 minggu dan 512 yang diberikan pada umur 5-6 minggu.

C. Tahapan Penelitian

1.Persiapan kandang dan peralatan
(23)

10 Hal ini sudah sesuai dengan anjuran kerapatan maksimum bahwa untuk luasan sekat sekitar 1-2 m2 dapat diisi sekitar 10-12 ekor ayam broiler. Layout kandang disajikan pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4. Layout kandang penelitian

2. Penangkapan citra

Penangkapan citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital Canon PS A2200 14

megapixel pada saat umur ayam mencapai 15 hari. Umur ayam 15 hari dipilih untuk menghindari

tingkat mortalitas yang tinggi karena pada rentang suhu tersebut ayam sudah dapat bertahan terhadap pengaruh suhu ekstrim. Penangkapan citra dilakukan berdasarkan tiga parameter yaitu suhu (S), intensitas cahaya (C), dan kebisingan (K).

Parameter suhu terdiri atas dua nilai yaitu nyaman (S1) dengan suhu 20oC-25oC, dan tinggi (S2) dengan suhu 26oC-40oC. Parameter intensitas cahaya terdiri atas tiga nilai yaitu kurang (C1) dengan intensitas cahaya < 5 lux, nyaman (C2) dengan intensitas cahaya 5 lux, dan berlebih (C3) dengan intensitas cahaya > 5 lux. Parameter kebisingan terdiri atas dua nilai yaitu nyaman (K1) dengan taraf intesitas kebisingan 30-60 dB dan bising (K2) dengan taraf kebisingan 61-90 dB. Dengan demikian, terdapat 12 kombinasi perlakuan yang akan dilakukan. Daftar kombinasi perlakuan secara lengkap disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Daftar kombinasi perlakuan

KOMBINASI PERLAKUAN JUMLAH

FOTO

JUMLAH VIDEO

S1C1K1 4 2

S1C1K2 4 2

S1C2K1 4 2

S1C2K2 4 2

S1C3K1 4 2

S1C3K2 4 2

S2C1K1 4 2

S2C1K2 4 2

S2C2K1 4 2

S2C2K2 4 2

S2C3K1 4 2

(24)

11 Citra yang diambil adalah berupa foto dan video dengan jumlah masing-masing perlakuan sebanyak 4 foto dan 2 video. Video yang direkam memiliki durasi 20 detik. Dilakukan tiga ulangan penangkapan citra untuk tiap kombinasi. Dengan demikian, didapatkan 144 foto dan 72 video.

Posisi kamera pada saat penangkapan citra adalah berada tepat di atas sekat, dengan jarak sekitar 1.25 m dari lantai. Posisi ini dipilih agar citra yang didapatkan dapat memuat keseluruhan sekat. Selang waktu penangkapan citra tiap kombinasi adalah lima menit. Selang waktu lima menit dipilih karena dalam waktu lima menit diperkirakan sudah melakukan pergerakan yang signifikan. Dengan demikian, perubahan tingkah laku yang terjadi dapat diamati.

3. Analisis perilaku

Perilaku yang diamati pada penelitian ini adalah perilaku yang dapat dianalisis secara visual melalui citra yang telah didapatkan. Perilaku yang diamati antara lain:

1. Lokomosi dan istirahat

Dihitung dengan membandingkan jumlah ayam yang melakukan perilaku lokomosi terhadap jumlah ayam yang tidak berlokomosi.

2. Berkumpul

Dihitung dengan menghitung jumlah ayam yang berada terpisah dari kelompoknya. 3. Menghindari bahaya

Diamati dengan melihat kecenderungan ayam broiler untuk menghindari bentuk-bentuk bahaya yang ada di sekitar kandang.

4. Makan dan minum

Perilaku makan dihitung dengan mencatat jumlah ayam yang berada di dekat tray pakan dan mematuk pakan. Perilaku minum dihitung dengan mencatat jumlah ayam yang berada di dekat tempat minum dan menghisap air minum.

5. Panting

Dihitung dengan mencatat jumlah ayam yang terlihat melakukan panting (terengah-engah) yang dianalisis melalui video. Jumlah ayam yang melakukan panting dihitung untuk tiap video, lalu dirata-ratakan untuk masing-masing kombinasi perlakuan.

Perilaku lokomosi dan istirahat, berkumpul, menghindari bahaya, lokomosi, makan dan minum, diamati melalui analisis gambar. Pada analisis perilaku lokomosi, terdapat tiga buah citra yang digunakan untuk dianalisis. Citra pertama digunakan sebagai acuan untuk dibandingkan dengan citra kedua. Begitu pula dengan citra kedua yang menjadi acuan untuk dibandingkan dengan citra ketiga.

(25)

12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan Perilaku Lokomosi dan Istirahat

Perilaku lokomosi diamati dengan menghitung persentase ayam yang berpindah tempat tiap interval waktu 3-5 menit. Hasil pengamatan perilaku berjalan berdasarkan data gambar analisis pada Lampiran 1 disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Data pengamatan perilaku lokomosi

Kombinasi

perlakuan Ulangan

% lokomosi Rata-rata tiap ulangan

Rata-rata kombinasi Citra 1 Citra 2 Citra 3 Citra 4

S1CIKI

1 - 25.0 16.7 25.0 22.2

33.3

2 - 58.3 50.0 41.7 50.0

3 - 33.3 25.0 25.0 27.8

S1C1K2

1 - 50.0 41.7 16.7 36.1

38.0

2 - 25.0 41.7 41.7 36.1

3 - 66.7 33.3 25.0 41.7

S1C2K1

1 - 66.7 33.3 33.3 44.4

34.2

2 - 8.30 50.0 58.3 38.9

3 - 33.3 0.00 25.0 19.4

S1C2K2

1 - 16.7 41.7 33.3 30.6

35.2

2 - 41.7 33.3 50.0 41.7

3 - 33.3 33.3 33.3 33.3

S1C3K1

1 - 83.3 50.0 58.3 63.9

52.8

2 - 58.3 41.7 33.3 44.4

3 - 33.3 50.0 66.7 50.0

S1C3K2

1 - 75.0 41.7 33.3 50.0

54.6**

2 - 58.3 66.7 58.3 61.1

3 - 50.0 50.0 58.3 52.8

S2C1K1

1 - 50.0 41.7 33.3 41.7

33.3

2 - 25.0 25.0 33.3 27.8

3 - 33.3 33.3 25.0 30.5

S2C1K2

1 - 25.0 50.0 33.3 36.1

31.5

2 - 41.7 25.0 16.7 27.8

3 - 33.3 25.0 33.3 30.5

S2C2K1

1 - 33.3 50.0 50.0 44.4

35.2

2 - 33.3 50.0 33.3 38.9

3 - 25.0 25.0 16.7 22.2

S2C2K2

1 - 41.7 25.0 16.7 27.8

25.0*

2 - 25.0 25.0 25.0 25.0

3 - 8.30 25.0 33.3 22.2

S2C3K1

1 - 33.3 50.0 33.3 38.9

33.3

2 - 33.3 33.3 41.7 36.1

3 - 25.0 25.0 25.0 25.0

S2C3K2

1 - 25.0 0.00 0.00 12.5

27.3

2 - 33.3 25.0 41.7 33.3

3 - 25.0 33.3 50.0 36.1

(26)

13 Berdasarkan data pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa persentase aktivitas lokomosi tertinggi adalah pada kombinasi perlakuan S1C3K2 dengan presentase rata-rata 54.6%. Pada kombinasi ini, diberikan perlakuan suhu nyaman (20-25oC), cahaya > 5 lux, dan taraf kebisingan tinggi. Persentase lokomosi terendah adalah pada kombinasi perlakuan S2C2K2. Pada kombinasi ini, diberikan suhu tinggi (26-40oC), intensitas cahaya nyaman (5 lux), dan taraf kebisingan tinggi. Grafik hubungan masing-masing parameter terhadap perilaku lokomosi digambarkan pada gambar berikut.

Gambar 5. Grafik hubungan antara suhu terhadap perilaku lokomosi

Berdasarkan pengamatan gambar, adanya peningkatan suhu, cenderung menurunkan aktivitas lokomosi. Hal ini ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 5. Dari enam grafik yang ada, empat grafik diantaranya menunjukkan hubungan negatif antara suhu lingkungan terhadap perilaku lokomosi yang dilakukan ayam broiler. Dari garis tren dan persamaan garis yang didapat, terlihat bahwa peningkatan suhu lingkungan berbanding terbalik dengan aktivitas lokomosi yang terjadi. Ayam

broiler semakin sering berpindah tempat pada kondisi suhu yang rendah dan sebaliknya pada kondisi

suhu tinggi. Fakta ini menunjukkan bahwa ayam broiler berusaha mengatur suhu tubuhnya dengan mekanisme termoregulasi. Pada kondisi suhu rendah, ayam broiler berusaha meningkatkan panas dalam tubuh dengan cara banyak melakukan pergerakan, diantaranya dengan berlokomosi.

Perbedaan intensitas cahaya memberikan pengaruh pada pergerakan ayam broiler. Ayam broiler merupakan ternak yang peka terhadap rangsangan cahaya. Tingginya intensitas cahaya yang

y = 0.137x + 29.1 R² = 0.017

20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

20.00 30.00 40.00 50.00

% lo k o mo si

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap lokomosi pada C1K1

y = -0.312x + 44.18 R² = 0.300

20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

% lo k o mo si

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap lokomosi pada C1K2

y = 0.162x + 29.89 R² = 0.012

20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

% lo k o mo si

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap lokomosi pada C2K1

y = -0.583x + 47.47 R² = 0.527

20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

% lo k o mo si

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap lokomosi pada C2K2

y = -1.200x + 78.80 R² = 0.579

20.0 40.0 60.0 80.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

% lo k o mo si

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap lokomosi pada C3K1

y = -1.926x + 99.18 R² = 0.865

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

% lo k o mo si

Suhu lingkungan (oC)

(27)

14 masuk ke dalam kandang akan meningkatkan aktivitas ayam broiler. Berdasarkan pengamatan gambar, terlihat bahwa pengaruh perbedaan intensitas cahaya berdampak pada perilaku lokomosi ayam broiler.

Gambar 6. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku lokomosi

Pada grafik tersebut, terlihat adanya hubungan positif antara intensitas cahaya yang diberikan, terhadap perilaku lokomosi yang terjadi. Kecenderungan menurun terlihat pada grafik pengaruh intensitas cahaya terhadap lokomosi pada kondisi S2K2, yaitu saat suhu tinggi dan kebisingan tinggi. Pada kondisi tersebut, terjadi penurunan aktivitas lokomosi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya suhu yang menyebabkan persentase lokomosi menurun., seperti yang telah dijabarkan pada grafik sebelumnya. Cahaya merangsang pola sekresi beberapa hormon yang mengontrol tingkah laku dan mengatur ritme harian (Olanrewaju et al., 2006). Menurut Renden et al(1996), intensitas cahaya yang lebih rendah akan menurunkan aktivitas lokomosi dan berdiri ayam. Sebaliknya, intensitas cahaya yang tinggi, akan mengurangi aktivitas istirahat pada ayam. Sifat ini dimanfaatkan peternak untuk mengantisipasi adanya kemungkinan terjadinya kanibalisme akibat agresivitas ayam yang tinggi karena pengaruh tingginya intensitas cahaya dengan cara mengatur agar intensitas cahaya yang diberikan tidak lebih dari 5 lux.

Kebisingan merupakan salah satu parameter yang menentukan kesejahteraan (welfare) ayam

broiler dalam kandang. Namun, berdasarkan pengamatan, tidak tampak adanya pengaruh yang cukup

signifikan antara intensitas kebisingan terhadap adanya perilaku lokomosi. Hubungan antara intensitas kebisingan terhadap perilaku lokomosi digambarkan pada Gambar 7.

y = 1.231x + 31.40 R² = 0.304

20.0 40.0 60.0 80.0

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

%

lo

k

o

mo

si

Intensitas cahaya (lux)

Pengaruh intensitas cahaya terhadap lokomosi pada S1K1

y = 0.038x + 33.62 R² = 0.000

20.0 30.0 40.0 50.0

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

%

lo

k

o

mo

si

Intensitas cahaya (lux)

Pengaruh intensitas cahaya terhadap lokomosi pada S2K1

y = 1.319x + 32.99 R² = 0.744

20.0 40.0 60.0 80.0

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

%

lo

k

o

mo

si

Intensitas cahaya (lux)

Pengaruh intensitas cahaya terhadap lokomosi pada S1K2

y = -0.090x + 28.61 R² = 0.004

20.0 25.0 30.0 35.0 40.0

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

%

lo

k

o

mo

si

Intensitas cahaya (lux)

(28)

15 Gambar 7. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku lokomosi

Berdasarkan grafik pada Gambar 7, tampak bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara intensitas kebisingan terhadap perilaku lokomosi yang terjadi. Hal tersebut ditunjukkan dengan garis tren dan persamaan garis yang didapat. Angka gradien garis yang merepresentasikan kemiringan garis sangat kecil, menunjukkan bahwa intensitas kebisingan tidak berpengaruh secara signifikan. Grafik pada kondisi suhu tinggi (S2) menunjukkan tren lokomosi menurun pada peningkatan intensitas kebisingan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi suhu tinggi yang memaksa ayam broiler untuk mengurangi aktivitas, termasuk lokomosi.

Chloupek, et al (2008) telah melakukan eksperimen pengaruh intensitas kebisingan yang berbeda (80 dB dan 100 dB) terhadap stress yang terjadi pada ayam broiler. Chloupek menemukan bahwa ayam broiler mengalami stress pada kedua intensitas kebisingan yang diberikan. Sedangkan pada penelitian ini, rata-rata intensitas kebisingan yang diberikan tidak mencapai 80 dB. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rendahnya pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku lokomosi pada penelitian ini disebabkan taraf intensitas kebisingan yang diberikan masih berada dibawah batas toleransi ayam broiler.

Aktivitas istirahat dapat dianalisis dengan menghitung persentase ayam dengan aktivitas lokomosi rendah. Aktivitas istirahat paling tinggi dilakukan oleh ayam broiler pada kandang dengan cekaman panas. Hal ini terjadi karena ayam broiler yang diberi perlakuan suhu tinggi berusaha untuk

y = 0.106x + 28.78 R² = 0.025

20.0 40.0 60.0

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

% lo k o mo si

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap lokomosi pada S1C1

y = -0.088x + 38.17 R² = 0.052

20.0 40.0 60.0

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

% lo k o mo si

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh kebisingan terhadap lokomosi pada S2C1

y = 0.052x + 31.30 R² = 0.008

20.0 40.0 60.0

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

% lo k o mo si

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap lokomosi pada S1C2

y = -0.314x + 50.58 R² = 0.292

20.0 40.0 60.0

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

% lo k o mo si

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap lokomosi pada S2C2

y = 0.078x + 48.65 R² = 0.024

20.0 40.0 60.0 80.0

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

% lo k o mo si

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap lokomosi pada S1C3

y = -0.333x + 51.78 R² = 0.258

20.0 40.0 60.0

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

% lo k o mo si

Intensitas kebisingan (dB)

(29)

16 meminimalisir produksi panas dalam tubuh sebagai usaha untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap pada suhu yang nyaman. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan mengurangi aktivitas.

Aktivitas lokomosi dan istirahat erat kaitannya dengan aktivitas lain yaitu berkumpul dan mencari perlindungan (shelter seeking) untuk menghindari bahaya. Tingginya aktivitas lokomosi akan menyebabkan ayam broiler cenderung terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga persentase berkumpul akan semakin rendah. Perilaku menghindari bahaya merupakan naluri yang dimiliki setiap hewan, termasuk ayam broiler. Adanya perilaku menghindar dari bahaya akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan cenderung memperkecil kesempatan ayam broiler untuk beristirahat.

B. Pengamatan Perilaku Berkumpul

Perilaku berkumpul secara teoritis merupakan salah satu usaha yang dilakukan ayam broiler untuk mencegah hilangnya panas dari tubuh sebagai kompensasi rendahnya suhu lingkungan. Aktivitas berkumpul dihitung dengan cara menghitung jumlah ayam broiler yang berpisah dengan kerumunan ayam broiler lainnya. Dengan demikian, semakin tinggi jumlah ayam yang berpisah menunjukkan bahwa ayam broiler berkumpul lebih rapat. Sebaliknya jika jumlah ayam yang berpisah tinggi, menunjukkan bahwa sedikit dari ayam broiler dalam satu sekat yang berkumpul. Hasil pengamatan perilaku berkumpul disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Data pengamatan perilaku berkumpul

Kombinasi

perlakuan Ulangan

Jumlah ayam yang berpisah Rata-rata tiap ulangan

Rata-rata kombinasi Citra 1 Citra 2 Citra 3 Citra 4

S1CIKI

1 1 1 1 0 0.8

0.5*

2 0 0 1 1 0.5

3 1 0 0 0 0.3

S1C1K2

1 1 4 3 3 2.8

1.4

2 0 1 0 2 0.8

3 2 0 0 1 0.8

S1C2K1

1 1 0 3 2 1.5

1.4

2 3 5 1 1 2.5

3 0 0 0 1 0.3

S1C2K2

1 1 0 2 0 0.8

1.8

2 0 4 3 2 2.3

3 1 1 3 4 2.3

S1C3K1

1 3 3 4 2 3.0

2.7

2 2 3 5 1 2.8

3 3 2 3 1 2.3

S1C3K2

1 4 2 2 1 2.3

2.0

2 0 3 3 1 1.8

3 1 3 3 1 2.0

S2C1K1

1 2 2 2 1 1.8

1.9

2 2 3 2 3 2.5

3 2 1 1 2 1.5

S2C1K2

1 3 4 2 2 2.8

2.1

2 1 2 3 3 2.3

3 1 2 1 1 1.3

S2C2K1

1 5 4 2 1 3.0

2.0

2 1 1 1 1 1.0

(30)

17

Kombinasi

perlakuan Ulangan

Jumlah ayam yang berpisah Rata-rata tiap ulangan

Rata-rata kombinasi Citra 1 Citra 2 Citra 3 Citra 4

S2C2K2

1 1 2 1 4 2.0

1.9

2 3 3 2 2 2.5

3 1 2 1 1 1.3

S2C3K1

1 3 3 1 2 2.3

3.0**

2 4 4 4 3 3.8

3 1 5 4 2 3.0

S2C3K2

1 1 0 2 0 1.0

1.3

2 2 1 1 1 1.3

3 3 1 1 1 1.5

Catatan: Double asterisk (**) = jumlah tertinggi ayam berpisah Single asterisk (*) = jumlah terendah ayam berpisah

[image:30.595.106.524.131.769.2]

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa pada suhu rendah, ayam broiler berusaha mendekat satu sama lain untuk meminimalisir panas yang keluar dari tubuh. Aktivitas berkumpul tertinggi pada kombinasi S1C1K1, ditunjukkan dengan minimnya jumlah ayam broiler yang berpisah. Aktivitas berkumpul terendah terjadi pada ayam broiler dengan kombinasi perlakuan S2C3K1 ditunjukkan dengan banyaknya jumlah ayam yang berpisah dari kelompoknya. Hubungan antara suhu terhadap aktivitas berkumpul ditunjukkan oleh Gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap perilaku berkumpul

y = 0.070x - 0.937 R² = 0.678

0 1 2 3 4

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00

ju m la h a y am be rpi sa h

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku berkumpul pada C1K1

y = 0.050x + 0.278 R² = 0.206

0 1 2 3 4

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju m la h a y am be rpi sa h

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku berkumpul pada C1K2

y = 0.021x + 1.088 R² = 0.027

0 1 2 3 4

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju m la h a y am be rpi sa h

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku berkumpul pada C2K1

y = 0.010x + 1.544 R² = 0.019

0 1 2 3 4

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju m la h a y am be rpi sa h

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku berkumpul pada C2K2

y = 0.023x + 2.174 R² = 0.122 0

1 2 3 4

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

ju ml ah a y am b er p isah

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku berkumpul pada C3K1

y = -0.051x + 3.195 R² = 0.817

0 1 2 3 4

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju ml ah a y am b er p isah

Suhu lingkungan (oC)

(31)
[image:31.595.110.525.231.569.2]

18 Aktivitas berkumpul erat kaitannya dengan sifat termoregulasi pada ayam broiler. Berkumpulnya ayam broiler satu dengan yang lainnya merupakan suatu usaha untuk menjaga stabilitas suhu tubuh akibat pengaruh suhu, terutama pada kondisi suhu rendah. Ayam broiler akan cenderung berkumpul pada kondisi suhu lingkungan yang rendah (cekaman dingin), dan sebaliknya akan cenderung berpencar pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi (cekaman panas). Perilaku ayam yang berkumpul pada kondisi suhu lingkungan rendah bertujuan menjaga suhu tubuhnya agar tetap pada kondisi optimal. Dengan berkumpul, maka suhu tubuh ayam akan terjaga karena adanya pertukaran panas antar individu ayam broiler. Grafik pada Gambar 8 menunjukkan bahwa suhu lingkungan memiliki hubungan positif terhadap jumlah ayam yang berpisah. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak jumlah ayam yang berpisah satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya suhu, kecenderungan ayam untuk berkumpul akan semakin berkurang.

Gambar 9. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul

Berdasarkan pengamatan, intensitas cahaya juga merupakan faktor yang mempengaruhi ayam broiler untuk melakukan aktivitas sosial dengan berkumpul. Grafik pada Gambar 9 menunjukkan hubungan antara intensitas cahaya yang diberikan terhadap aktivitas berkumpul yang dilakukan oleh ayam broiler. Peningkatan intensitas cahaya yang diberikan, akan mengurangi tingkat kerapatan ayam broiler yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah ayam yang berpisah. Hal ini berhubungan dengan aktivitas lokomosi yang dilakukan ayam broiler. Semakin tinggi intensitas cahaya, akan mempermudah ayam untuk melihat, sehingga pada akhirnya mempermudah ayam untuk berpindah tempat. Tren yang berbeda ditunjukkan oleh grafik pengaruh intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul pada kondisi suhi tinggi (S2) dan kebisingan tinggi (K2). Hal ini dipengaruhi aktivitas ayam broiler untuk mengurangi produksi panas pada kondisi suhu tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi produksi panas yang dapat dilakukan ayam broiler adalah dengan mengurangi tingkat kerapatan satu sama lainnya.

Pada kondisi intensitas cahaya rendah (< 5 lux) dan suhu lingkungan rendah, ayam akan merapat karena pengaruh suhu. Dengan sifat ayam yang kesulitan untuk melihat pada kondisi

y = 0.142x + 0.55 R² = 0.698

0 1 2 3 4

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas cahaya (lux)

Pengaruh intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul pada S1K1

y = 0.075x + 1.699 R² = 0.317

0 1 2 3 4

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas cahaya (lux)

Pengaruh intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul pada S2K1

y = 0.028x + 1.561 R² = 0.058

0 1 2 3 4

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas cahaya (lux)

Pengaruh intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul pada S1K2

y = -0.072x + 2.322 R² = 0.383

0 1 2 3 4

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas cahaya (lux)

(32)

19 intensitas cahaya < 5 lux, maka perpindahan akan minim terjadi. Perpindahan akan terjadi seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya yang diberikan. Berdasarkan data pengamatan, tampak bahwa persentase ayam broiler yang terpisah dari kelompoknya paling tinggi adalah pada kelompok ayam broiler yang diberi perlakuan intensitas cahaya paling tinggi ( > 5 lux). Hal ini menunjukkan bahwa tingginya intensitas cahaya akan memancing agresivitas ayam broiler untuk beraktivitas lebih.

[image:32.595.108.523.169.739.2]

Pengamatan ini menunjukkan bahwa pengaruh kebisingan pada aktivitas berkumpul tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan liputan video, kebisingan hanya berpengaruh sesaat pada saat kebisingan pertama kali muncul. Bentuk perilaku yang ditunjukkan ayam broiler saat munculnya suara bising adalah perilaku seperti terkejut sesaat dan tidak berpengaruh secara kontinu.

Gambar 10. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul

Berdasarkan grafik pada Gambar 10, terlihat adanya kecenderungan intensitas kebisingan yang berpengaruh negatif terhadap perilaku berkumpul. Grafik menunjukkan bahwa semakin tinggi intensitas kebisingan yang diberikan, akan menurunkan jumlah ayam yang berpisah, atau dengan kata lain meningkatkan jumlah ayam yang berkumpul. Kecenderungan ini ditunjukkan oleh bentuk garis tren yang memiliki gradien negatif, dengan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan gradien garis

y = 0.042x - 1.741 R² = 0.488

0 1 2 3 4

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul pada

S1C1

y = 0.021x + 0.640 R² = 0.257

0 1 2 3 4

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul pada

S2C1

y = 0.006x + 1.209 R² = 0.011

0 1 2 3 4

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul pada

S1C2

y = 0.004x + 1.673 R² = 0.009

0 1 2 3 4

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul pada

S2C2

y = -0.022x + 3.817 R² = 0.534

0 1 2 3 4

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul pada

S1C3

y = -0.063x + 6.251 R² = 0.788

0 1 2 3 4

50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

ju ml ah a y am b er p isah

Intensitas kebisingan (dB)

Pengaruh intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul pada

(33)

20 pada grafik hubungan parameter suhu dan intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul. Adanya kecenderungan ayam broiler untuk berkumpul sebagai respon dari adanya kebisingan, berhubungan dengan perilaku shelter seeking yang diuraikan pada sub-bab C.

C. Pengamatan Perilaku

Shelter Seeking

Perilaku mencari tempat berlindung (shelter seeking) untuk menghindari bahaya merupakan naluri yang dimiliki setiap hewan. Bentuk perilaku yang muncul umumnya adalah untuk menghindar dari bahaya berupa ancaman hewan pemangsa, suara, gerakan, atau objek asing lainnya. Pada penelitian ini, bentuk perilaku menghindar dari bahaya yang tampak adalah perilaku mencari perlindungan untuk menghindari sumber panas yang tinggi. Hal tersebut tampak pada data visual pengamatan dimana terjadi sebuah tren yang tampak secara visual, bahwa arah persebaran ayam broiler yang diberi perlakuan suhu tinggi sebagai hasil dari aktivitas lokomosi cenderung seragam. Penyebab utama seragamnya pola pergerakan ayam broiler pada kandang dengan perlakuan suhu tinggi adalah karena perilaku ayam untuk menjauhi sumber panas (heater). Hal ini dibuktikan dengan liputan visual yang menunjukkan konsistensi ayam broiler untuk menjauhi sumber panas untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar tetap pada kondisi nyaman.

u1 u2 u3 u4

Gambar 11. Bentuk pola persebaran ayam broiler sebagai akibat perilaku menghindari bahaya suhu tinggi

Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan video, pola pergerakan ayam broiler pada kondisi suhu tinggi menunjukkan bahwa ayam broiler berusaha menjauhi sumber panas. Perilaku ini menyebabkan adanya usaha untuk mendapatkan posisi dengan kondisi paling nyaman. Sehingga terjadi persaingan antar individu ayam broiler. Perilaku lokomosi yang umum dilakukan ayam broiler pada kandang dengan perlakuan suhu tinggi adalah untuk menghindari sumber panas dan mendekati sumber air minum sebagai kompensasi hilangnya cairan tubuh (dehidrasi) akibat suhu tinggi.

(34)

21

D. Pengamatan Perilaku Makan dan Minum

[image:34.595.110.533.146.752.2]

Perilaku makan dan minum diamati dengan menghitung jumlah ayam yang berada di dekat tray pakan atau air minum dan melakukan aktivitas makan dan minum. Hasil pengamatan perilaku makan disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Data pengamatan perilaku makan

Kombinasi

perlakuan Ulangan

Jumlah ayam yang makan Rata-rata tiap ulangan

Rata-rata kombinasi Citra 1 Citra 2 Citra 3 Citra 4

S1CIKI

1 0 1 2 1 1.0

2.5

2 1 5 7 3 3.5

3 4 0 3 3 2.5

S1C1K2

1 1 2 1 1 1.3

2.8

2 3 3 1 2 2.3

3 4 5 6 5 5.0

S1C2K1

1 1 4 0 0 1.3

2.3

2 2 2 3 1 2.0

3 4 4 4 2 3.5

S1C2K2

1 1 1 4 3 2.3

3.7**

2 3 4 2 2 2.8

3 6 6 6 6 6.0

S1C3K1

1 3 1 2 1 2.3

2.8

2 0 2 0 0 0.8

3 6 6 7 5 6.0

S1C3K2

1 2 2 4 4 3.0

2.9

2 4 1 4 2 2.8

3 2 4 2 4 3.0

S2C1K1

1 0 0 1 0 0.3

1.4

2 0 1 2 2 1.3

3 3 1 4 3 2.8

S2C1K2

1 0 0 0 0 0.0

1.9

2 3 5 1 2 2.3

3 1 4 3 4 2.5

S2C2K1

1 1 0 1 2 1.0

1.2

2 0 0 2 1 0.8

3 3 0 1 3 1.8

S2C2K2

1 1 0 1 0 1.5

0.8*

2 1 1 0 1 0.8

3 0 0 1 4 1.3

S2C3K1

1 2 0 1 1 1.0

1.3

2 1 0 0 1 0.5

3 3 3 2 2 2.5

S2C3K2

1 0 0 0 0 0.0

1.3

2 1 3 0 0 1.0

3 3 3 1 4 2.8

(35)
[image:35.595.95.513.66.801.2]

22 Tabel 8. Data pengamatan perilaku minum

Kombinasi

perlakuan Ulangan

Jumlah ayam yang minum Rata-rata tiap ulangan

Rata-rata kombinasi Citra 1 Citra 2 Citra 3 Citra 4

S1CIKI

1 0 0 0 0 0.0

0.4

2 0 4 0 1 1.3

3 0 0 0 0 0.0

S1C1K2

1 0 0 0 0 0.0

0.1*

2 0 0 0 0 0.0

3 1 0 0 0 0.3

S1C2K1

1 0 0 0 0 0.0

0.3

2 0 0 2 0 0.5

3 0 0 0 2 0.5

S1C2K2

1 0 0 0 0 0.0

0.6

2 1 0 0 1 0.5

3 3 0 1 1 1.3

S1C3K1

1 2 0 1 0 0.8

0.4

2 0 1 0 0 0.3

3 0 0 1 0 0.3

S1C3K2

1 1 0 0 0 0.3

0.6

2 0 0 1 1 0.5

3 1 2 0 1 1.0

S2C1K1

1 1 0 0 0 0.3

1.2

2 3 2 2 3 2.5

3 3 0 0 0 0.8

S2C1K2

1 0 1 1 2 1.0

1.5

2 0 1 2 2 1.3

3 2 2 1 4 2.3

S2C2K1

1 3 0 1 2 1.5

1.1

2 2 1 2 0 1.3

3 0 1 1 0 0.5

S2C2K2

1 0 0 1 0 0.3

2.0**

2 3 3 3 3 3.0

3 2 2 4 3 2.8

S2C3K1

1 0 2 1 1 1.0

0.8

2 1 0 2 2 1.3

3 0 0 1 0 0.3

S2C3K2

1 0 2 2 0 1.3

1.3

2 0 0 0 0 0.0

3 2 2 2 4 2.5

Catatan: Single asterisk (*) = Rata-rata terendah jumlah ayam yang melakukan aktivitas minum Double asterisk (**) = Rata-rata tertinggi jumlah ayam yang melakukan aktivitas minum

(36)
[image:36.595.110.524.109.556.2]

23 kebisingan tinggi. Gambar 12 menunjukkan pengaruh perubahan suhu terhadap aktivitas makan yang dilakukan ayam broiler.

Gambar 12. Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap perilaku makan

Konsumsi air minum akan meningkat pada kondisi suhu lingkungan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa aktivitas minum tertinggi adalah pada ayam broiler yang diberi perlakuan cekaman panas dengan kombinasi suhu tinggi, intensitas cahaya 5 lux, dan kebisingan tinggi. Aktivitas minum terendah adalah pada ayam broiler yang diberi perlakuan suhu rendah dan nyaman. Sama halnya pada aktivitas makan, intensitas cahaya dan kebisingan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada aktivitas minum.

Tingginya suhu lingkungan akan menyebabkan aktivitas tubuh berkurang, konsumsi pakan menurun, dan konsumsi air minum meningkat untuk menurunkan suhu tubuh. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan-perubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh. Air merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan yang berhubungan erat dengan mekanisme termoregulator dan kemampuan untuk bertahan hidup pada temperatur lingkungan yang tinggi. Pengaruh suhu terhadap aktivitas minum pada ayam broiler ditunjukkan oleh Gambar 13.

y = -0.066x + 3.938 R² = 0.288

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20.00 30.00 40.00 50.00

ju ml ah a y am y an g ma k an

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku makan pada C1K1

y = -0.095x + 5.119 R² = 0.246

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju ml ah a y am y an g mak an

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku makan pada C1K2

y = -0.081x + 4.130 R² = 0.405

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju ml ah a y am y an g mak an

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku makan pada C2K1

y = -0.149x + 6.904 R² = 0.467

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju ml ah a y am y an g mak an

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku makan pada C2K2

y = -0.121x + 5.791 R² = 0.248

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

ju ml ah a y am y an g mak an

Suhu lingkungan (oC)

Pengaruh suhu terhadap perilaku makan pada C3K1

y = -0.123x + 5.823 R² = 0.654

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0

20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

ju ml ah a y am y an g mak an

Suhu lingkungan (oC)

(37)

Gambar

Gambar 8. Grafik hubungan suhu lingkungan terhadap perilaku berkumpul
Gambar 9. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap perilaku berkumpul
Gambar 10. Grafik hubungan intensitas kebisingan terhadap perilaku berkumpul
Tabel 7. Data pengamatan perilaku makan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika terjadi heteroskedastisitas, maka nilai parameter yang diperoleh tetap tidak bias karena sebagai penaksir tidak bias tidak memerlukan asumsi bahwa varian

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

Pada sistem yang berjalan saat ini terjadi beberapa kendala diantaranya informasi yang tidak tersebar dengan baik dan tidak semua mengetahui informasinya, dikarenakan

Pada Diklat Substantif Peningkatan Kompetensi Guru Madrasah Ibtidaiyah Kabupaten Subang 2017...

Tulisan ini didasari dari persoalan keamanan manusia yang dikaji melalui pendekatan studi keamanan kritis sebagai sebuah kritik ontologis dan epistemologis mengenai

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa, Implementasi metode permainan edukatif dalam scientific approach dapat meningkatkan hasil belajar

telah diubah dengan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020. tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

〔商法三四四〕 株式会社の取締役辞任後も商法二五八条一項に基づ き取締役としての権利義務を有する者の対第三者責任