• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan ASI Eksklusif terhadapKejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan ASI Eksklusif terhadapKejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI

DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN

Oleh:

SUCI SORAYA SINAGA 110100182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI

DI PUSKESMAS PADANG BULAN, MEDAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

SUCI SORAYA SINAGA 110100182

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan ASI Eksklusif terhadapKejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan

Nama : Suci Soraya Sinaga NIM : 110100182

Pembimbing Penguji I

(dr. Masyitah, Sp. A) (dr. Jessy Chrestella, M. Ked (PA), Sp. PA) NIP. 11197505012005022005 NIP. 198201132008012006

Penguji II

( dr. Aliandri, Sp. THT-KL) NIP. 196603092000121007

Medan, 10 Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(5)

Abstrak

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. Bayi sering mengalami ISPA karena dipengaruhi oleh imunitas yang belum sempurna. Pemberian ASI eksklusif berperan penting dalam menunjang sistem kekebalan bagi bayi sehingga mampu memberikan pencegahan terhadap berbagai macam penyakit.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi. Penelitian bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah bayi yang dibawa ibunya berkunjung ke Puskesmas Padang Bulan, Medan. Sampel penelitian berjumlah 100 orang yang diambil dengan jenis consecutive sampling. Data tentang pemberian ASI eksklusif dan kejadian ISPA diperoleh dengan wawancara. Data diolah dengan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan 32% bayi diberi ASI eksklusif dan 64% tidak diberi ASI eksklusif. Didapati bayi yang mengalami ISPA sebesar 74% dan tidak mengalami ISPA sebesar 26%. Berdasarkan analisis uji hipotesis didapati (RP=1,5; 95%CI=1,30-1,63; p=0,006) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.

(6)

Abstract

Acute Respiratory Infection (ARI) is an infection disease caused by a virus or bacteria and lasts for 14 days that attacks the upper and the lower of respiratory tract. Infants often suffer by ARI because they have incomplete immunity. Exclusive breastfeeding has an important role to support the immune system for the infants that it can provide prevention from various infection diseases.

This study aimed to analyze the relationship of exclusive breastfeeding with ARI in infants. This survey study was analytic, used a cross sectional design. The population of study was infants whom their mothers brought them to visit Puskesmas Padang Bulan, Medan. The selection of 100 respondent was performed by consecutive sampling. Data on exclusive breastfeeding and ARI in infants collected by interview using structured questionnaire. Data were analyzed by chi square.

The result found 32% of infants were given by exclusive breastfeeding and 64% infants weren’t. Infants with ARI were found 74% and without ARI were found 26%. Based on analysis of the hypothesis test were found p < 0.05 (RP=1.5; 95%CI=1.30 to 1.63; p=0,006) which indicates that there is a relationship between exclusive breastfeeding with ARI.

From the study can be concluded that there is a relationship between exclusive breastfeeding with ARI in infants.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang telah dikaruniakan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dengan judul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan”. Besar harapan penulis, penelitian ini dapat bermanfaat. Penelitian ini bisa diselesaikan karena adanya dukungan dari banyak pihak, kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga, semoga Allah memberikan balasan yang sebaik-baiknya, diantaranya:

1. dr. Masyitah, Sp. A, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing, mendukung dan memberikan masukan kepada penulis sehingga penelitian karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.

2. H. Syahril Antoni Sinaga dan Illam Syawati Simbolon, kedua orang tua tercinta yang selalu mendampingi walaupun terpisahkan oleh jarak, memberikan motivasi dan tak pernah lupa menyebutkan nama penulis dalam setiap doa agar segala urusan selalu dipermudah oleh-Nya.

3. dr. Jessy Chrestella, Sp. PA dan dr. Aliandri, Sp. THT, dosen penguji yang telah memberikan saran-saran yang mendukung dalam perbaikan penelitian.

4. Dosen-dosen serta staff Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terutama dosen dari Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. 5. Ahmad Syahidin Sinaga, Putri Sari Sinaga, Siti Fatimah Sinaga, dan

Sopia Adelina Sinaga, saudara-saudari kandung penulis yang selalu memberikan semangat, doa, hiburan kepada penulis.

6. Pihak Pusksmas Padang Bulan yang telah membatu penulis dalam proses penelitian sehingga target sampel dalam penelitian tercapai. 7. Rima Novia Sardini, Trisna Dwi Lestari, Monalisa Chaniago, Fannie

(8)

membantu melalui diskusi-diskusi, memberikan saran, dan menyemangati selama ini.

8. Hafiz Nurdiansyah, partner bimbingan dan ujian terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

9. Teman-teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu namun memberikan dukungan dalam proses penelitian karya tulis ilmiah ini.

Meskipun berbagai pemikiran dan upaya telah dilakukan dalam penelitian ini, penulis yakin bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki kesalahan yang ada dalam karya tulis ilmiah ini sehingga mendekati kesempurnaan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Medan, 8 Desember 2014 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Epidemiologi ... 5

2.1.3. Etiologi ... 7

2.1.4. Klasifikasi ... 7

2.1.5. Faktor Risiko ... 9

2.1.6. Manifestasi Klinis ... 13

2.1.7. Diagnosis ... 14

2.1.8. Penatalaksanaan ... 15

(10)

2.2. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif ... 19

2.2.1. Definisi ... 19

2.2.2. Komposisi ASI ... 19

2.2.3. Manfaat ASI ... 21

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25

3.1. Kerangka Konsep ... 25

3.2. Variabel Dan Definisi Operasional ... 26

3.3. Hipotesis ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Jenis Penelitian ... 28

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

4.2.2. Waktu Penelitian ... 28

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28

4.3.1. Populasi Penelitian ... 28

4.3.2. Sampel Penelitian ... 28

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28

4.3.4. Estimasi Besar Sampel ... 29

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30

4.5.1. Metode Pengolahan Data ... 30

4.5.2. Analisis Data ... 30

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 5.1. Hasil Penelitian ... 31

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 31

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 31

5.1.3. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif ... 33

(11)

Eksklusif ... 34

5.1.6 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA ... 34

5.2. Pembahasan ... 35

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Angka Kejadian ISPA berdasarkan provinsi di Indonesia 6 tahun 2012 dan 2013

2.2. Klasifikasi ISPA berdasarkan lokasi anatomi 7 terkena infeksi

2.3. Tatalaksana ISPA berdasarkan umur < 2 bulan 15 2.4. Tatalaksana ISPA berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun 16

(13)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden 32 5.2. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif 33

5.3. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA 33

5.4. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian

ASI Eksklusif 34

5.5. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap

(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

AA : Arachidonat Acid

ASI : Air Susu Ibu

BALT : Bronchus Assosiated Immunocompotent Lymphoid Tissue

BBLR : Berat Badan Lahir Rendah DHA : Docosahexaenoic Acid

Dirjend PP dan PL : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit PLP : Penyehatan Lingkungan Pemukiman PP-ASI : Peningkatan Pemberian ASI

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian (Panduan Wawancara) Lampiran 3 Lembar Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 4 Lembar Persetujuan

Lampiran 5 Ethical Clearance Lampiran 6 Surat Izin Penelitian Lampiran 7 Data Induk

(16)

Abstrak

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. Bayi sering mengalami ISPA karena dipengaruhi oleh imunitas yang belum sempurna. Pemberian ASI eksklusif berperan penting dalam menunjang sistem kekebalan bagi bayi sehingga mampu memberikan pencegahan terhadap berbagai macam penyakit.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi. Penelitian bersifat analitik dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah bayi yang dibawa ibunya berkunjung ke Puskesmas Padang Bulan, Medan. Sampel penelitian berjumlah 100 orang yang diambil dengan jenis consecutive sampling. Data tentang pemberian ASI eksklusif dan kejadian ISPA diperoleh dengan wawancara. Data diolah dengan uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan 32% bayi diberi ASI eksklusif dan 64% tidak diberi ASI eksklusif. Didapati bayi yang mengalami ISPA sebesar 74% dan tidak mengalami ISPA sebesar 26%. Berdasarkan analisis uji hipotesis didapati (RP=1,5; 95%CI=1,30-1,63; p=0,006) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.

(17)

Abstract

Acute Respiratory Infection (ARI) is an infection disease caused by a virus or bacteria and lasts for 14 days that attacks the upper and the lower of respiratory tract. Infants often suffer by ARI because they have incomplete immunity. Exclusive breastfeeding has an important role to support the immune system for the infants that it can provide prevention from various infection diseases.

This study aimed to analyze the relationship of exclusive breastfeeding with ARI in infants. This survey study was analytic, used a cross sectional design. The population of study was infants whom their mothers brought them to visit Puskesmas Padang Bulan, Medan. The selection of 100 respondent was performed by consecutive sampling. Data on exclusive breastfeeding and ARI in infants collected by interview using structured questionnaire. Data were analyzed by chi square.

The result found 32% of infants were given by exclusive breastfeeding and 64% infants weren’t. Infants with ARI were found 74% and without ARI were found 26%. Based on analysis of the hypothesis test were found p < 0.05 (RP=1.5; 95%CI=1.30 to 1.63; p=0,006) which indicates that there is a relationship between exclusive breastfeeding with ARI.

From the study can be concluded that there is a relationship between exclusive breastfeeding with ARI in infants.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, wheezing) bahkan sampai gejala yang berat (sianosis, pernapasan cuping hidung). ISPA yang berat jika mengenai jaringan paru-paru dapat menyebabkan tejadinya pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit infeksi penyebab kematian nomor satu pada balita (Riskesdas, 2013).

Pada umumnya anak-anak lebih sering mengalami ISPA baik di negara berkembang maupun di negara maju. Kejadian ISPA lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Setiap tahunnya ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun dan sebanyak dua pertiga kematian tersebut adalah bayi (WHO, 2003). Insidens kejadian ISPA menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta), Pakistan (10 juta), dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode (Rudan et al Bulletin WHO, 2008).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 adalah 25,0% tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8% dan <1 tahun sebesar 22,0% (Riskesdas, 2013). ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30% kematian pada balita (Depkes RI dalam Harahap, 2010).

(19)

pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak usia 0-6 bulan tanpa diberikan makanan tambahan apapun (WHO, 2001). ASI mengandung banyak faktor kekebalan yang bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI), dan gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja (Arimurti dalam Harahap, 2010). Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI eksklusif juga menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan di atas (Fuadi, 2011). Di provinsi Sumatera Utara, cakupan persentase bayi yang diberi ASI eksklusif dari tahun 2004-2012 cenderung menurun secara signifikan, hanya pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 10,33% dibandingkan tahun 2007 (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).

Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kejadian ISPA pada bayi. Bayi usia 0 – 11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi yang memperoleh ASI eksklusif (Kartasasmita dalam Harahap, 2010). Di negara-negara berkembang, bayi yang mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang bermakna lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan susu formula (Suharyono dalam Ariefudin, Priyantini dan Desanti, 2010). ASI juga terbukti memberikan efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi umur 0 – 4 bulan (Abdullah dalam Ariefudin, Priyantini dan Desanti, 2010). Risiko untuk terjadi ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar dari bayi yang diberikan ASI secara eksklusif dan ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA (Widarini dan Sumasari, 2010).

(20)

karena menderita penyakit ISPA (Dirjend PP dan PL, 2012). Di Puskesmas Padang Bulan, Medan, pasien berobat karena ISPA sebanyak 19038 kasus pada tahun 2011. Kasus ini mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebanyak 21536. (Dinkes Kota Medan, 2012). Saat ini belum ada penelitian yang meneliti faktor apa yang menyebabkan tingginya kasus ISPA di Puskesmas Padang Bulan, Medan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa puskesmas tersebut merupakan satu-satunya puskesmas di kecamatan Medan Baru dengan populasi penduduk yang padat dan diketahui banyak pasien yang berkunjung ke puskesmas tersebut karena mengalami ISPA.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA pada Bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan ”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan Tahun 2014

2. Mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Padang Bulan Kota Medan Tahun 2014

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap dengan dilakukan penelitian karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi :

a. Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi ibu-ibu tentang penyakit ISPA dan manfaat pemberian ASI ekslusif pada bayi dan menambah pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi

b. Puskesmas dan Institusi lainnya

Menciptakan program unggulan baru yang bisa meningkatkan angka frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi sehingga dapat menurunkan angka kejadian ISPA di Indonesia khususnya di kota Medan

c. Peneliti Selanjutnya

Menambah minat dan menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan dan memperdalam penelitian di bidang ini

d. Penulis

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.1.1. Definisi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut, atau disingkat dengan ISPA, adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura yang berlangsung selama 14 hari (Nelson, 2003; Muttaqin, 2008).

Menurut WHO (2007), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit mulai dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.

ISPA sering disebut sebagai “the leading killer of children” yang berarti ISPA merupakan penyakit pembunuh pertama pada anak-anak. ISPA juga sering dikenal dengan “the fogotten pandemic”, pandemik yang terlupakan karena banyak kematian yang disebabkan oleh penyakit ini namun tidak mendapatkan perhatian yang cukup, baik dari pemerintah, komunitas kesehatan global, donor, industri farmasi , ataupun masyarakat sehingga penyakit ini juga dikenal dengan “the forgotten killer” (Dirjend PP dan PL, 2012; WLF, 2010).

2.1.2. Epidemiologi

(23)

negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta), Pakistan (10 juta), dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta episode (Rudan et al Bulletin WHO, 2008).

Di Indonesia, angka kejadian ISPA pada tahun 2013 sebesar 25,0% . Lima provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%).

Gambar 2.1. Angka Kejadian ISPA berdasarkan provinsi di Indonesia tahun 2012 dan 2013

Sumber : Riskesdas, 2013

(24)

2.1.3. Etiologi

ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus (Riskesdas, 2013). Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA yang paling sering adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Hemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Erlien, 2008; Nelson, 2003). Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus.

2.1.4. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi : 1. ISPA bagian Atas

Adapun yang termasuk dalam ISPA bagian atas adalah nasofaringitis atau common cold, faringitis akut, uvulitis akut, rhinitis, nasofaringitis kronis, dan sinusitis.

2. ISPA bagian Bawah

Adapun yang termasuk dalamm ISPA bagian bawah adalah bronkitis akut, bronkitis kronis, bronkiolitis dan pneumonia. (Nelson, 2003)

(25)

Menurut Kemenkes RI (2012) dalam Pedoman Pengendalian ISPA, ISPA diklasifikasikan menjadi:

1. ISPA Pneumonia, merupakan ISPA yang sampai mengenai jaringan paru-paru (alveoli).

2. ISPA bukan Pneumonia, merupakan penyakit yang dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan pilek (common cold).

Berdasarkan kelompok umur, ISPA diklasifikasikan lagi menjadi : 1. Kelompok Umur 2 bulan – <5 tahun

- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas disertai adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

- Pneumonia, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas disertai napas cepat sesuai golongan umur :

2 bulan – <1 tahun : 50 kali atau lebih/menit 1 – < 5 tahun : 40 kali atau lebih/menit

- Bukan pneumonia, apabila hanya terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas.

2. Kelompok umur < 2 bulan

- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas disertai napas cepat >60 kali per menit atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

(26)

2.1.5. Faktor Risiko

Ada 3 faktor yang menetukan terjadinya ISPA, yaitu : 1. Faktor mikroorganisme penyebab

Penyebab tersering ISPA adalah virus karena sifatnya yang mudah menular sehingga angka kejadian ISPA di masyarakat menjadi tinggi. Akan tetapi, ISPA yang disebabkan virus ini tidak memerlukan tatalaksana khusus karena bersifat self limiting.

2. Faktor penjamu - Usia

Mikroorganisme penyebab ISPA sangat banyak jenisnya dan bisa menyerang segala usia sehingga infeksi saluran pernapasan akut dapat terjadi pada siapa saja baik pada anak-anak maupun dewasa (Elyana dan Chandra, 2013).

ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (Riskesdas, 2013). Anak berusia <2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA lebih besar dari pada anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi mungkin karena pada anak usia <2 tahun belum memiliki imunitas yang sempurna dan lumen saluran pernapasan yang relatif sempit (Daulay, 2008). Kasus ISPA banyak terjadi pada usia yang lebih muda karena daya tahan tubuh yang masih rendah (Santoso, 2007).

- Jenis kelamin

Pada suatu penelitian, laki-laki lebih banyak menglami ISPA daripada perempuan (Layuk, Noer dan Wahiduddin, 2012). Tetapi dalam Riskesdas (2013), tidak ada perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan. Memang ada sedikit perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki dan perempuan, namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA (Elyana dan Chandra, 2013). - Berat badan lahir

(27)

yang belum sempurna yang mengakibatkan bayi BBLR mempunyai daya tahan tubuh yang rendah. Selain itu, bayi BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum sempurna, surfaktan paru-paru masih kurang, otot-otot pernapasan dan tulang iga yang masih lemah, dan dapat disertai penyakit hialin membran. Bayi BBLR juga mudah mengalami infeksi paru-paru dan gagal pernapasan (Ibrahim, 2011).

- Status Gizi

Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh seperti antibodi. Semakin baik zat gizi yang dikonsumsi seseorang maka semakin baik pula status gizinya sehingga sistem kekebalan tubuhnya pun semakin baik. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan penyakit yang sebagian besar disebabkan oleh virus. Penyakit yang disebabkan oleh virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang baik menyebabkan tubuh kebal terhadap serangan virus. Selain itu kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan menjadi lebih cepat (Elyana dan Chandra, 2013).

Berdasarkan penelitian, anak dengan malnutrisi lebih sering mengalami ISPA daripada anak dengan nutrisi yang cukup.

- Status Imunisasi

(28)

mencegah faktor risiko yang memicu terjadinya ISPA. Walaupun mendapatkan imunisasi yang lengkap, angka kejadian ISPA pada anak, khususnya balita, tetap tinggi karena belum adanya vaksin yang mencegah terjadinya ISPA secara langsung (Layuk, Noer dan Wahiduddin, 2012; Evi, 2012).

Daya tahan tubuh anak yang rendah dapat memicu terjadinya ISPA walaupun telah mendapatkan imunisasi yang lengkap. Kemampuan tubuh untuk menangkal suatu penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: faktor genetik dan kualitas vaksin. Jadi, walaupun seorang anak telah menerima imunisasi lengkap, kemungkinan untuk menderita ISPA tetap ada apabila daya tahan tubuhnya menurun (Layuk, Noer dan Wahiduddin, 2012).

- Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI hingga bayi berusia 6 bulan merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi dan memberikan perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi khususnya ISPA (IDAI, 2008). ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan bermanfaat terhadap pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal kelahiran bayi hingga bayi berusia 6 bulan. Salah satu faktor kekebalan terhadap ISPA yang terkandung dalam ASI adalah imunoglobulin (Kristiyansari, 2009). Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna dan saluran napas adalah Imunoglobulin A (IgA). Sedangkan antibodi terhadap penyakit saluran pernapasan yang ditransfer dengan bantuan jaringan limfosit adalah Bronchus Assosiated Immunocompetent Lymphoid tissue (BALT) (IDAI, 2008).

(29)

penting untuk melindungi bayi dari serangan infeksi. Penelitian di beberapa negara sedang berkembang menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran pernapasan berat (Rosalina, 2010).

Bayi yang diberi ASI ekslusif cenderung tidak pernah mengalami ISPA sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung sering mengalami ISPA (P. Rusca et al, 2011). Risiko anak yang diberi ASI tidak secara eksklusif lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara eksklusif (Widarini dan Sumasari, 2010). Menurut Roesli (2001) yang mengutip pendapat Cunningham dan Howwie (1990) bahwa kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2 – 6 kali lebih banyak pada bayi yang diberi susu formula daripada bayi yang mendapat ASI. Balita yang menderita ISPA 5,3 kali tidak mendapatkan ASI eksklusif dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita ISPA (Gani, 2004).

- Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan dan pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya menyebabkan banyak kasus ISPA yang datang ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti bagaimana cara mengatasinya dan bagaiamana pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA (Dharmage, 2009).

3. Faktor lingkungan

(30)

pernapasan (Dirjend PP dan PL, 2012). Oleh karena itu udara secara epidemologi mempunyai peranan penting yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran pernapasan. Selain itu faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko terjadinya kejadian ISPA adalah cerobong asap yang dihasilkan dari pabrik, asap kenderaan di jalanan, keberadaan perokok, bahan bakar untuk memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah dibawah 180C atau diatas 300C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan partikel-partikel debu di sekitar tempat tinggal (Gulo, 2010).

2.1.6. Manifestasi Klinis

Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan berbagai macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernapas, nyeri tenggorokan, pilek, nyeri telinga dan demam (Sandy dalam Gulo, 2010).

Gejala ISPA dibagi menjadi 3 yaitu : 1. Gejala ISPA ringan

Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara seperti pada waktu berbicara atau menangis

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C

2. Gejala ISPA sedang

Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur

- Kelompok umur <2 bulan : frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih

(31)

- Kelompok umur 12 bulan – < 5 tahun : frekuensi napas 40 kali per menit atau lebih

b. Suhu tubuh lebih dari 39°C c. Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernapasan berbunyi seperti mengorok/mendengkur 3. Gejala ISPA Berat

Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala-gejala-gejala sebagai berikut :

a. Bibir atau kulit membiru

b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah d. Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernapas

e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba f. Tenggorokan berwarna merah

(Depkes RI dalam Elfia et al, 2013)

2.1.7. Diagnosis

(32)

Diagnosis ISPA juga bisa ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas (Gulo, 2010).

2.1.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini semua penderita ISPA langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita sudah berada dalam pneumonia berat sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap (Dinkes Provinsi Sumut, 2012).

[image:32.595.113.512.406.625.2]

Pengobatan penyakit ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.

(33)
[image:33.595.116.512.116.450.2]

Gambar 2.4. Tatalaksana ISPA berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun Sumber: Kemenkes RI, 2012

Obat antibiotik yang digunakan adalah kotrimoksazol, amoksisilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol, salbutamol. Setelah mendapat antibiotik, penderita ditindak lanjut pada kunjungan ulang setiap dua hari di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat, pasien dapat dirujuk ke ahlinya.

(34)

a. Konseling tentang cara pemberian obat oral di rumah

Dokter menunjukkan obat yang diberikan kemudian dijelaskan kepada ibu tentang penggunaan dosis obat, alasan obat diberikan, peragaan cara mengukur atau membuat dosis kemudian ibu mempraktikkan sendiri.

b. Konseling tentang cara menyinari bayi dengan cahaya matahari

Manfaat cahaya matahari bagi bayi adalah memberikan kehangatan pada tubuh bayi, memicu keluarnya lendir tenggorokan, mengandung vitamin D yang berperan dalam penyerapan kalsium pada tulang, dan mengurangi tanda ikterus pada ikterus neonatorum fisiologis pada bayi (Puspitosari et al, 2006). Jelaskan kepada ibu bahwa penyinaran bayi dengan matahari dilakukan pada waktu pagi mulai jam 07.00 – 08.00 selama 30 menit dengan 15 menit telentang dan 15 menit tengkurap dan atur posisi kepala bayi agar wajah tidak menghadap matahari langsung.

c. Konseling tentang cara meningkatkan ASI

Jelaskan kepada ibu bahwa bayi sebaiknya diberikan ASI siang dan malam sampai bayi tidak mau menyusui lagi, menyusui lebih sering karena merupakan kebutuhan bayi, menyusui dilakukan secara bergantian antara payudara kiri dan payudara kanan. Apabila bayi tidur selama 3 jam, bangunkan untuk disusui.

d. Konseling tentang cara menyusui yang benar

Jelaskan kepada ibu bahwa untuk menyusui diawali dengan memegang/menyanggah seluruh tubuh bayi, jangan hanya di leher dan bahunya saja. Kemudian kepala bayi dan tubuh lurus, dihadapkan ke dada sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, sentuhkan bibir bayi ke puting susu, lalu tunggu sampai mulut terbuka lebar. Setelah bibir terbuka lebar, segera dekatkan bayi ke payudara sehingga bibir bawah berada di bawah puting susu.

e. Konseling tentang cara mencegah infeksi dan pemberian imunisasi

(35)

f. Konseling tentang kapan segera dibawa ke petugas kesehatan

Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya anak dibawa ke petugas kesehatan apabila pada bayi ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut: gerak bayi kurang atau tidak normal, napas cepat, sesak napas, perubahan warna kulit (kebiruan atau kuning), malas minum, badan teraba dingin atau panas, dan BAB bercampur darah.

g. Konseling tentang kapan kunjungan ulang

Jelaskan kepada ibu untuk melakukan kunjungan ulangnya 2 hari apabila gejala masih tetap ada atau semakin berat walaupun sudah diobati.

h. Konseling tentang kesehatan sendiri pada ibu

Jelaskan kepada ibu bahwa ibu harus selalu menjaga kesehatannya dan dianjurkan untuk makan dan istirahat yang cukup.

(Hidayat, 2005)

2.1.9. Pencegahan

a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok. b. Imunisasi, merupakan strategi spesifik untuk mengurangi angka kesakitan

(insidensi) ISPA.

c. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi dan defisiensi vitamin A.

d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.

(36)

2.2. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 2.2.1. Definisi

ASI eksklusif merupakan pemberian ASI pada 6 bulan pertama kelahiran tanpa disertai pemberian makanan atau minuman apapun (WHO dalam Harahap, 2010).

Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan minimal 4 bulan lamanya tetapi lebih baik jika diberikan selama 6 bulan. Para ahli mengemukakan bahwa manfaat ASI akan semakin meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Setelah bayi berusia 6 bulan, barulah bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping/padat secara benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan kepada bayi sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun.

Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun sampai berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat bayi perlu diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan. Misalnya terjadi penigkatan berat badan bayi yang tidak sesuai dengan standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberikan makanan tambahan, ibu sebaiknya memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah 1-2 minggu usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat badan, barulah ibu memikirkan untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi berusia di atas 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan (Roesli, 2000).

2.2.2. Komposisi ASI

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae (Suraatmaja dalam Harahap, 2010). Komposisi ASI tidak selalu konstan dan sama dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi komposisi ASI yaitu stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi, dan diet ibu. Berdasarkan stadium laktasinya, komposisi ASI adalah sebagai berikut.

(37)

a. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.

Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur. Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal / 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung kolostrum akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur. Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.

b. ASI Masa Peralihan

ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi. Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.

c. ASI Matur

(38)

matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung antimikrobial lain, seperti:

- Antibodi terhadap bakteri dan virus

- Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit T)

- Enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase, fosfodiesterase, alkalinfosfatase)

- Protein (laktoferin, B12 binding protein) - Resistance factor terhadap stafilokokus - Komplemen

- Interferron producing cell

- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus.

- Hormon-hormon

Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans. Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur pertumbuhan flora di usus.

2.2.3. Manfaat ASI a. ASI sebagai nutrisi

(39)

dilakukan dengan tatalaksana menyusui dengan benar, ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai berusia 6 bulan.

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi

ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI secara eksklusif.

c. ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan

Ada 2 faktor yang menentukan kecerdasan seorang anak: - Faktor Genetik

Merupakan potensi genetik/bawaan yang diturunkan oleh orang tua. Faktor ini tidak dapat dimanipulasi ataupun direkayasa.

- Faktor Lingkungan

Merupakan faktor penentu apakah faktor genetik dapat tercapai optimal atau tidak. Secara garis besar ada 3 jenis kebutuhan faktor lingkungan:

• Kebutuhan untuk pertumbuhan fisik otak (ASUH)

Kebutuhan pertumbuhan suatu jaringan dalam hal ini otak sangat dibutuhkan nutrisi atau makanan yang bergizi. ASI memenuhi kebutuhan ini.

• Kebutuhan untuk perkembangan emosional dan spiritual (ASIH)

(40)

• Kebutuhan untuk perkembangan intelektual dan sosialisasi (ASAH) Ibu yang menyusui merupakan guru pertama yang terbaik bagi bayinya. Bayi yang menyusui membuatnya terbiasa berhubungan dengan manusia lainnya dalam hal ini ibunya. Dengan demikian perekembangan sosialisasinya akan baik dan akan mudah berinteraksi dengan lingkungannya kelak. ASI eksklusif memenuhi kebutuhan awal untuk ini.

Dengan demikian, pemberian ASI eksklusif akan menciptakan faktor lingkungan yang optimal untuk meningkatkan kecerdasan bayi.

Selain faktor di atas, pertumbuhan otak juga akan menentukan kecerdasan seorang anak. ASI mengandung nutrien-nutrien khusus yang tidak terkandung/hanya sedikit terkandung dalam susu sapi. Nutrien-nutrien tersebut diperlukan otak bayi agar dapat tumbuh secara optimal. Nutrien-nutrien tersebut adalah:

- Taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat di ASI. - Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali

terdapat dalam susu sapi.

- Asam lemak ikatan panjang (DHA, AA, Omega-3, Omega-6), yang hanya sedikit terdapat dalam susu sapi.

d. ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang

Bayi yang sering dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan adanya kasih sayang ibunya, merasa aman dan tenteram karena masih bisa mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak ia masih dalam kandungan (Roesli, 2000).

e. Menyempurnakan koordinasi saraf

(41)

f. Mengehemat pengeluaran biaya

Menyusui secara eksklusif dapat menghemat biaya pengeluaran rumah tangga karena tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memenuhi makanan bayi selama 6 bulan.

g. Alat kontrasepsi alamiah

Menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan sehingga dapat digunakan sebgai alat kontrasepsi alamiah yang dikenal dengan Metode Amenorea Laktasi (MAL).

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemberian ASI antara lain: 1. Terjadinya perubahan sosial budaya

- Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya

- Meniru teman, tetangga, atau orang terkemuka yang memberikan susu botol

- Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya 2. Faktor psikologis

- Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita - Tekanan batin

3. Faktor fisik ibu

- Ibu sakit, misalnya mastitis

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI 5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI

6. Keterangan mengenai ASI yang salah terkadang berasal dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng

(42)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN D EFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Perancu

[image:42.595.115.510.256.617.2]

Variabel Dependen Variabel Independen

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi

- Frekuensi Serangan • Usia

• Berat Badan Lahir • Status Imunisasi • Status Gizi • Pendidikan Ibu

• Faktor Lingkungan Rumah: - Kelembaban Ruangan - Suhu Ruangan

- Ventilasi Rumah

- Kepadatan Hunian Rumah - Pemakaian Antinyamuk - Bahan Bakar Memasak - Keberadaan Perokok

(43)

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 1. ISPA

a. Definisi operasional: penyakit infeksi yang menyerang saluran pernapasan bagian atas maupun bagian bawah dengan gejala klinis yang berlangsung dalam waktu 14 hari terakhir

b. Cara ukur: wawancara c. Alat ukur: kuesioner d. Hasil pengukuran:

1. ISPA, apabila bayi mengalami gejala batuk dan atau pilek disertai demam/tidak atau sesak napas dan atau ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2. Tidak ISPA, apabila bayi tidak mengalami salah satu tanda klinis diatas

e. Skala pengukuran: nominal 2. Frekuensi ISPA

a. Definisi operasional: tingkat keseringan bayi mengalami serangan ISPA dalam kurun waktu 1 tahun terakhir

b. Cara ukur: wawancara c. Alat ukur: kuesioner d. Hasil pengukuran:

1. Tidak Pernah 2. > 2 kali 3. ≤ 2 kali

(44)

3. Pemberian ASI Eksklusif

a. Definisi operasional: pemberian nutrisi kepada bayi hanya dengan menggunakan ASI saja sampai berusia 6 bulan

b. Cara ukur: wawancara c. Alat ukur: kuesioner d. Hasil pengukuran:

1. Ya, apabila bayi diberikan ASI saja selama 6 bulan

2. Tidak, apabila bayi tidak diberikan ASI saja selama 6 bulan e. Skala pengukuran: nominal

4. Responden

a. Definisi operasional: ibu yang membawa bayi ke Puskesmas Padang Bulan, Medan

b. Cara ukur: wawancara c. Alat ukur: kuesioner

d. Hasil pengukuran: responden adalah ibu yang membawa bayi e. Skala pengukuran: nominal

3.3. Hipotesis

(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Padang Bulan, Medan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada Oktober-November 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi yang dibawa oleh ibunya datang ke puskesmas Padang Bulan, Medan.

4.3.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling jenis consecutive sampling. Semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan sebagai sampel penelitian sampai subyek yang diperlukan terpenuhi.

4.3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi subyek penelitian adalah :

(46)

- Ibu yang membawa bayi bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi subyek penelitian adalah :

- Ibu tidak mengisi kuesioner secara lengkap. - Bayi yang dibawa bukan oleh ibunya.

4.3.4. Estimasi Besar Sampel

Rumus besar sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

n = estimasi besar sampel

zα = deviat baku normal untuk α. Karena nilai interval kepercayaan yang

diinginkan adalah sebesar 95% maka nilai α (tingkat kemaknaan) yang dipilih adalah 0,05 maka besar zα = 1,96.

P = point estimate, statistik yang diperoleh dari sampel yang dapat berupa proporsi, rerata, beda proporsi, beda rerata, risiko relatif, rasio odds, dan lain-lain. Karena nilai P belum diketahui maka dipergunakan P = 0,5. Q = 1- P

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki 10 % maka besar sampel pada penelitian ini adalah :

n = 97

Untuk mempermudah perhitungan maka estimasi besar sampel digenapkan menjadi 100 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan cara wawancara.

n =

zα2PQ d2

n =

1,962 x 0,5 x (1-0.5)

(47)

Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah dengan pembagian kuesioner.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Metode Pengolahan Data

Semua data dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan kemudian dimasukkan ke komputer dan selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS.

4.5.2. Analisis Data 1. Analisis Univariat

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu tabel distribusi frekuensi ISPA dan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif.

2. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang disajikan dalam bentuk tabel akan dianalisis dengan uji statistik Chi-Square. Pengambilan keputusan statistik dilakukan dengan membandingkan nilai P Value dengan nilai α 0,05 dengan ketentuan bila P Value < nilai α 0,05 maka ada hubungan bermakna (signifikan) antara variabel independen dan dependen sedangkan bila P Value > nilai α 0,05 maka tidak ada hubungan bermakna (signifikan) antara variabel independen dan variabel dependen.

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Padang Bulan yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Medan, Sumatera Utara, Indonesia, dengan batas wilayah:

Batas Utara : Kecamatan Medan Petisah Batas Selatan : Kecamatan Medan Johor Batas TImur : Kecamatan Medan Polonia

Batas Barat : Kecamatan Medan Selayang dan Medan Sunggal

Dalam melaksanakan kegiatannya, Puskesmas Padang Bulan melayani 6 kelurahan di wilayah kerja Kecamatan Medan Baru dengan luas 540 hektar yaitu :

- Kelurahan Titi Rantai - Kelurahan Padang Bulan - Kelurahan Babura - Kelurahan Darat - Kelurahan Merdeka - Kelurahan Petisah Hulu

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan berdasarkan data yang dimiliki Puskesmas Padang Bulan untuk tahun 2012 berjumlah 43235 jiwa dengan 8798 kepala keluarga untuk 63 jumlah lingkungan di dalam 6 kelurahan wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

(49)
[image:49.595.108.516.130.515.2]

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi(n) Persentase(%) Min Max Rerata±SD Jenis Kelamin

Laki-laki 57 57

Perempuan 43 43

Usia (bulan) 0,5 12 5,52±3,76

0-6 65 65

>6-12 35 35

Pemberian ASI Eksklusif

Ya 32 32

Tidak 68 68

ISPA

Ya 74 74

Tidak 26 26

Frekuensi ISPA

Tidak Pernah 26 26

<2 x 45 45

>2 x 29 29

Total 100 100

Dari Tabel 5.1. dapat diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 100 orang. Dapat diketahui juga bahwa kebanyakan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 57 orang (57%) sedangkan berjenis kelamin perempuan berjumlah 43 orang (43%). Yang termasuk dalam sampel penelitian ini adalah bayi dengan usia 0-12 bulan dimana pada penelitian ini usia terendah adalah 0,5 bulan dan tertinggi adalah 12 bulan dengan rata-rata usia responden sebesar 5,52±3,76.

(50)

frekuensi ISPA <2x sebanyak 45 orang (45%) dan >2x sebanyak 29 orang (29%). Responden yang tidak pernah mengalami ISPA sebanyak 26 orang (26%).

5.1.3. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif

[image:50.595.159.467.279.367.2]

Pada penelitian ini dapat diketahui besar pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Padang Bulan, Medan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASI Eksklusif N %

Ya Tidak

32 68

32 68

Total 100 100

Dari Tabel 5.2 didapati bahwa besar pemberian ASI eksklusif lebih rendah yaitu sebesar 32% dibandingkan dengan yang tidak diberi ASI eksklusif yaitu sebesar 68%.

5.1.4. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA

Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA di Puskesmas Padang Bulan, Medan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA

ISPA N %

Ya Tidak

74 26

74 26

Total 100 100

[image:50.595.155.469.552.642.2]
(51)

5.1.5. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

[image:51.595.116.508.218.323.2]

Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA berdasarkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 5.4. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

ASI Eksklusif

ISPA

Total

Ya Tidak

n % n % n %

Ya 18 56,3 14 43,7 32 100

Tidak 56 82,4 12 17,6 68 100

Dari Tabel 5.4. didapati bahwa bayi yang tidak diberi ASI eksklusif lebih banyak mengalami ISPA sebanyak 56 orang (82,4%) sedangkan yang tidak mengalami ISPA hanya 12 orang (17,6%).

5.1.6. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi usia 0-12 bulan. Data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini

5.5. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA ASI

Eksklusif

ISPA

Total

RP P Value

Ya Tidak

N % N % n %

Ya 18 18 14 14 32 32

0,006

Tidak 56 56 12 12 68 68 1,5

Total 74 74 16 16 100 100

(52)

(18%). Terdapat 68 orang bayi yang tidak diberi ASI ekslusif dan 56 bayi (56%) diantaranya mengalami ISPA.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode chi square dengan tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%) diperoleh nilai p (p value) sebesar 0,006 (p<0,05), maka Ho ditolak yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan.

Berdasarkan penelitian ini juga dapat dihitung besar rasio prevalens sehingga diperoleh besar risiko pemberian ASI eksklusif, bahwa pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif 1,5 kali lebih besar mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.

5.2. Pembahasan

Jumlah responden pada penelitian ini adalah 100 orang. Mayoritas responden tidak diberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak 68 bayi (68%) dan pernah mengalami ISPA sebanyak 74 bayi (74%). Hal yang sama terjadi pada penelitian Noorhidayah (2013) dengan responden berjumlah 188 bayi, 65,4% diantaranya tidak diberi ASI eksklusif dan 64,4% pernah mengalami ISPA. Begitu juga dengan penelitian Okto (2010) dengan responden berjumlah 157 bayi, 76,4% diantaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah mengalami ISPA. Penelitian pada 154 bayi oleh Ariefuddin dan kawan-kawan juga menunjukkan hal yang sama dengan jumlah responden 154 bayi, 52,3% tidak diberi ASI eksklusif dan 100% pernah mengalami ISPA.

(53)

kurangnya pengetahuan ibu, faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu (Kritiyansari, 2009).

Penelitian ini juga menunjukkan bayi pernah mengalami ISPA 74% dan tidak

pernah mengalami ISPA 26%. Dapat diartikan bahwa angka kejadian ISPA pada bayi

di wilayah penelitian cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Karolina dan kawna-kawan (2011) di Denpasar mendapatkan prevalensi ISPA

54,7%. Penyebab tingginya kejadian ISPA dipengauhi oleh banyak faktor, yaitu

pemberian ASI eksklusif, usia anak di bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi,

berat badan lahir rendah, malnutrisi, kurangnya pendidikan orang tua, rendahnya

status sosioekonomi, dan lingkungan yang kurang memadai (IDAI, 2008).

Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi dengan uji chi square didapati (RP=1,5; 95%CI=1,30-1,63; p=0,006) yang berarti ada hubungan antara keduanya. Hasil ini didukung dengan penelitian yang dilakukan pada bayi di Greece, didapati (Ladomenou et al, 2010). Penelitian Okto (2010) juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Penelitian pada bayi di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar dengan uji chi square didapati p=0,001 yang semakin mendukung bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.

Widarini (2009) pada penelitiannya dilakukan perhitungan odd ratio, didapati risiko untuk terjadinnya ISPA pada bayi yang tidak diberi ASI eksklusif 4,96 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif (OR=4,96). Penelitian lain mendapati bayi yang diberi ASI tidak eksklusif mengalami 1,69 kali untuk mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif (OR=1,96) (Musfardi, 2010). Pada penelitian ini dengan desain cross sectional maka dihitung besar rasio prevalensi pemberian ASI tidak eksklusif (RP=1,5). Dari rasio prevalens ini dapat ditarik kesimpulan bahwa bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.

(54)

interferon yang mampu memberikan pelindungan kepada bayi dari serangan infeksi (Karolina et al, 2012). IgA dapat mengaktifkan sitem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama dengan makrofag untuk memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung ASI merupakan antibodi alami di saluran pernapasan (Ariefuddin, 2010).

(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi (p<0,05).

2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan sebesar 32% sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 68%.

3. Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Padang Bulan, Medan sebesar 74% sementara yang tidak mengalami ISPA sebesar 26%.

4. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif memiliki risiko 1,5 kali lebih besar mengalami ISPA dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kader-kader PKK, bimbingan, motivasi pada ibu menyusui untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif menimbang ASI adalah kebutuhan terbaik untuk bayi. 2. Kejadian ISPA yang tinggi dalam penelitian ini dan pemberian ASI eksklusif

yang rendah perlu menjadi perhatian sebagai bahan pertimbangan evaluasi program penanggulangan penyakit ISPA.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Ariefuddin, Y., Priyantini, S. dan Desanti, O. I., 2010. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi 0-12 Bulan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Daulay, Ridwan, 2008. Kendala Penanganan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Dinas Kesehatan Kota Medan, 2012. Data Profil Puskesmas Padang Bulan 2012. Medan.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2012. Medan

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Elfia, Yunita et al, 2013. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Ngesrep Semarang. Undergraduate Theses from JTPTUNIMUS. Diambil 13 Mei 2014. Dari http://digilib.unimus.ac.id.

Elyana, Mei dan Chandra, Ayu, 2013. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi Balita. Journal of Nutrition and Health, 1(1): Diambil 23 Maret 2014. Dari http://ejournal.undip.ac.id.

Erlien, 2008. Penyakit saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka. Evi, 2012. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Maricaya Selatan Wilyah Kerja Puskesmas Mamajang Kota Makassar. Skripsi tidak diterbitkan FKM Unhas.

(57)

Medan Tahun 2010. Untuk Karya Tulis Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Gani, A., 2004. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada Anak Balita di Kecamatan Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Tesis Program Magister Epidemiologi USU. Medan.

Gulo, R.R., 2010. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Harahap, Okto M.F., 2010. Riwayat ASI Eksklusif pada Balita ISPA di Puskesmas Sering. Untuk Karya Tulis Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera Utara. Hajeebhoy, Nemat, et al, 2014. Suboptimal Breastfeeding practices are associated

with infant illness in Vietnam. International Breastfeeding Journal; 9: 12 Hidayat, A.A. Alimul, 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:

Salemba Medika.

Ibrahim, Hartati, 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo Tahun 2010. Tesis Program Pascasarjana Unhas.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta, 2008. Bedah ASI. Jakarta: Balai Penerbit FK UI

Kristiyansari, W. 2009. ASI, Menyusui & SADARI. Yogyakarta : Nuha Medika. Ladomenau, F, et al, 2010. Protective effect of exclusive breasfeeding against

infection during infancy. Diambil 4 Desember 2014. Dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20876557

Layuk, R. R., Noer, N.N. dan Wahiduddin, 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura’. Diambil 16 Mei 2014. Dari

Mirshahi, Seema et al, 2007. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in Bangladesh and Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory Infection. J Health Popul Nutr, 25(2): 105-294.

(58)

Noorhidayah, Widya S., 2014. Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Ispa pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Socioscient, 6(1): 45-50.

Rahajoe, N.N., Bambang S., Darmawan B.S., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed. 1. Jakarta : IDAI.

Roesli, Utami, 2001. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya, 3. Rosalina, Santi, 2010.

Sumatera Utara.

Rudan, Igor et al, 2008. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the World Health Organization 2008; 86: 408–416.

Rudan, Igor et al, 2008. Insidens global dan Asia Tenggara. Bulletin of the World Health Organization 2008; 86: 408–416.

Rusca, P. et al, 2011. Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Insidensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Bareng Kotamadya Malang.

Rustam, Musfardi, 2010. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif tehadap Kejadian ISPA pada Bayi Usia 6-12 Bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jakarta: FKM UI

Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan, 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Tallo, Karolina T. et al, 2012. The effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing Acute Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr Indones; 52( 4), July 2012: 229-232.

W. Schluger, Neil, 2010, Acute Respiratory Infections Atlas. New York: World Lung Foundation (WLF).

Widarini dan Sumasari, 2010. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Bayi. Jurnal Ilmu Gizi (JIG), 1(1): 28-41.

(59)
(60)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suci Soraya Sinaga

Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan/10 Juli 1993

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jalan Dr. Sumarsono No. 33/25, Medan

Jalan Dr. Payungan Dalimunthe Kel. Tobat Gg. Abadi No. 6B, Padangsidimpuan

Orangtua

Ayah : H. Syahril Antoni Sinaga Ibu : Illam Syawati Simbolon Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 200115/23 Padangsidimpuan 1999-2005 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Padangsidimpuan 2005-2008 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Padangsidimpuan 2008-2011

Riwayat Pelatihan :

(61)

Riwayat Organisasi :

1. Wakil Ketua OSIS SMPN 3 Padangsidimpuan 2007- 2008 2. Ketua UKS OSIS SMA Negeri 2 Padangsidimpuan 2009-2010 3. Anggota Departemen Kerohanian PEMA FK USU 2011-2012

4. Anggota Divisi Hari Besar Islam dan Pengabdian Masyarakat PHBI FK USU 2012-2013

5. Sekretaris Divisi Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU 2012-2013 6. Anggota Divisi Dana dan Usaha Tim Bantuan Medis FK USU Periode

2013

7. Bendahara Umum Ikatan Mahasiswa Kota Padangsidimpuan USU-POLMED 2013-2014

(62)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI DI

PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN Nomor Responden :

Tanggal Pengambilan Data : Petunjuk pengisian kuesioner.

1. Sebelum menjawab pertanyaan, bacalah terlebih dahulu pertanyaan yang diteliti.

2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap benar dengan memberikan tanda (√).

3. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner mohon dilakukan dengan memberikan jawaban yang sejujurnya.

4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk dijawab.

5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada unsur paksaan maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan. 6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya

jamin kerahasiaannya.

A. Data Ibu

Nama :

Usia :

Pekerjaan :

Agama :

Pendidikan terakhir :

Alamat :

(63)

B. Data Bayi

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin : Alasan Dibawa ke Puskesmas :

C. Kuesioner penelitian a. Pemberian ASI Eksklusif

Keterangan:

- Ya, diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak

- Tidak, diberi ASI tidak secara eksklusif, apabila nomor 1b atau 2b dijawab Ya

b. Kejadian ISPA

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Jika bayi berusia di atas 6 bulan :

a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia 6 bulan?

b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau susu formula sampai berusia 6 bulan?

2. Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan : a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?

b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau susu formula?

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek? 2. Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu

disertai demam?

3. Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih dari 14 hari?

(64)

Keterangan:

Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.

- Ya, ISPA, apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab Tidak

- Bukan ISPA, apabila pertanyaan nomor 1 dijawab tidak.

Untuk melihat seberapa sering bayi dalam 1 tahun terakhir mengalami ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 4 dengan hasil :

(65)

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Saya Suci Soraya Sinaga, mahasiswi semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap

Gambar

Gambar 2.1. Angka Kejadian ISPA berdasarkan provinsi di Indonesia tahun 2012
Gambar 2.2. Klasifikasi ISPA berdasarkan  lokasi anatomi terkena infeksi
Gambar 2.3. Tatalaksana ISPA berdasarkan umur < 2 bulan
Gambar 2.4. Tatalaksana ISPA berdasarkan umur 2 bulan - < 5 tahun
+5

Referensi

Dokumen terkait

Syukur Alhamdulillah, penulis telah menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul “ Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Prevalensi Penyakit Infeksi Saluran

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Karya Tulis

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang dikaruniakan- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Profil Penderita

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas petunjuk ilmu yang dikaruniakan- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini yang berjudul “Identifikasi Badan

Syukur Alhamdulillah, penulis telah menyelesaikan karya tulis akhir yang berjudul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Prevalensi Penyakit Infeksi Saluran