• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATAN KELIMPAHAN ULAT API (LIMACODIDAE)

DAN ULAT KANTUNG (PSYCHIDAE) SERTA PREDATOR

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis

Jacq.) CIKIDANG PLANTATION ESTATE

DI BAWAH NAUNGAN KARET

ANANG WAHYUDYANA CENDRAMADI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

ANANG WAHYUDYANA CENDRAMADI. Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA.

Kelapa sawit dewasa ini menjadi komoditi perkebunan yang semakin penting, daya saingnya secara alami telah membuat manajemen Cikidang Plantation Estate mengkonversi sebagian lahannya untuk ditanami kelapa sawit. Mengingat kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate merupakan jenis tanaman baru, penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi/data dasar tentang kelimpahan populasi hama pada perkebunan kelapa sawit serta predator di bawah naungan tanaman karet. Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit diantaranya serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Kedua hama ini dapat menyebabkan kerugian pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi musuh alami, khususnya predator (laba-laba) yang dapat berperan mengendalikan populasi hama. Pengamatan menggunakan metode survei pada dua blok, dari masing-masing blok diambil dua tempat berbeda dengan jumlah tanaman dari setiap blok sebanyak 25 tanaman. Pengamatan diulang sebanyak 10 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulat api dan ulat kantung dapat ditemui di perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate, namun rataan populasinya masih berada di bawah batas ambang ekonomi/merugikan. Ulat api yang dominan diketahui berasal dari jenis Setora nitens serta ulat kantung dari jenis Metisa plana dan Mahasena corbetti. Rataan populasi ulat api sebesar 0,10-0,23 ekor/pelepah (P.9) dan 0,17-0,44 ekor/pelepah (P.17), serta ulat kantung sebesar 0,55-0,86 ekor/pelepah (P.9) dan 0,35-0,63 ekor/pelepah (P.17). Predator yang dominan diketahui dari jenis laba-laba, terutama dari famili Araneidae (Tetragnatha pallescens). Kondisi lingkungan mikro pada tanaman kelapa sawit yang berada di bawah naungan tanaman karet lebih lembab dari tanaman kelapa sawit tanpa naungan.

(3)

PENGAMATAN KELIMPAHAN ULAT API (LIMACODIDAE)

DAN ULAT KANTUNG (PSYCHIDAE) SERTA PREDATOR

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis

Jacq.) CIKIDANG PLANTATION ESTATE

DI BAWAH NAUNGAN KARET

ANANG WAHYUDYANA CENDRAMADI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Skripsi : Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet.

Nama Mahasiswa : Anang Wahyudyana Cendramadi NRP : A34061622

Disetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dadan Hindayana NIP. 19670710 199203 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Paniai, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua pada tanggal 18 Desember 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Jasmadi dan Ibu Endang Sumiartini.

Tahun 1994, penulis memulai pendidikan di SD Negeri Moanemani, Paniai. Tahun 1998 penulis meneruskan pendidikan SD di SD Negeri Inpres Bumiwonorejo, Nabire dan lulus dari SD Negeri Inpres Bumiwonorejo tahun 2000. Tahun 2000-2003 penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Nabire. Tahun 2003 penulis melanjutkan ke SMA Negeri 1 Nabire sampai tahun 2006. Semasa SMA penulis pernah mengikuti kegiatan Olimpiade MIPA dan Komputer tingkat Kabupaten dan Provinsi dalam bidang Komputer.

Tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Penulis mengambil Supporting Course. Tahun 2008, penulis mengikuti magang di Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi (BALITKABI) Malang, Jawa Timur selama satu bulan. Tahun 2009 penulis melakukan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Tuwel, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah selama 2 bulan.

(6)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah, rahmat, dan hidayahNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) Serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet. Shalawat serta salam untuk junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Dadan Hindayana selaku dosen pembimbing dan Ir. Ivonne Oley Sumarauw, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Budi Hendarto, bapak Adi, dan bapak Asep atas informasi, nasehat, dan saran selama kegiatan penelitian di Cikidang Plantation Estate. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu tercinta, kedua adik penulis yaitu Bayu Rizkyari Cendramadi dan Cendra Rahmadi Trihendang, serta mbak Ula dan Nafa yang penulis sayangi, Aloisya, Nurul Hasniah, dan Keluarga besar penulis atas motivasi, bimbingan, doa, dan hal-hal yang tidak bisa terbalaskan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Babeh Drasti, Mas Isrok, Kakak Sam, Redi Satriawan, Isol, Alfian, Kristiana, teman-teman “JAPAS TEAM”, teman-teman angkatan 43 PTN, teman-teman di Asrama Mahasiswa Papua Bogor, serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu-persatu atas kebersamaan, nasihat, dukungan, motivasi, dan pengalaman terindah yang tidak akan pernah penulis lupakan.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan informasi, terutama bagi diri penulis pribadi dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Sejarah Tanaman Kelapa Sawit ... 3

Botani Tanaman Kelapa Sawit ... 3

Klasifikasi Kelapa Sawit ... 3

Morfologi Tanaman Kelapa Sawit ... 3

Ekologi Tanaman Kelapa Sawit ... 5

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit ... 6

Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit ... 7

Ulat Api (Limacodidae) ... 7

Ulat Kantung (Psychidae) ... 8

Musuh Alami Hama Tanaman Kelapa Sawit ... 9

Predator ... 10

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 13

Jenis dan Sumber Data ... 13

Pengambilan Contoh Tanaman ... 13

Pengamatan Ulat Api dan Ulat Kantung ... 13

Pengamatan Predator ... 14

Metode Pengolahan Data ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

(8)

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit ... 16

Hasil Pengamatan Hama Tanaman Kelapa Sawit ... 17

Ulat Api (Setora nitens) ... 18

Ulat Kantung (Metisa plana dan Mahasena corbetti) ... 20

Hasil Pengamatan Predator ... 23

Hama dan Predator Lain ... 26

Tindakan Pengendalian ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Susunan kedudukan daun kelapa sawit ... 5

2 Blok pengamatan ... 12

3 Pohon contoh pengamatan ulat api dan ulat kantung ... 13

4 Setora nitens (a), Mahasena corbetti (b), dan Metisa plana (c) ... 18

5 Koloni ulat api ... 20

6 Gejala serangan ulat api ... 20

7 Gejala serangan ulat kantung ... 22

8 Laba-laba jaring (a), laba-laba lompat (b), laba-laba mata tajam (c), dan laba-laba serigala (d) ... 23

9 Keragaman dan komposisi laba-laba yang teramati pada blok A2 ... 24

10 Keragaman dan komposisi laba-laba yang teramati pada blok C ... 24

11 Perbandingan rataan populasi laba-laba/tanaman/blok ... 25

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta perkebunan Cikidang Plantation Estate ... 33

2 Lokasi Cikidang Plantation Estate ... 33

3 View/panorama alam ... 34

4 Keadaan lahan pengamatan ... 34

5 Jarak tanam (a) dan ukuran lubang tanam (b) ... 35

6 Dosis pemupukan kelapa sawit TBM ... 35

7 Rataan populasi ulat api (ekor/pelepah) ... 35

8 Rataan populasi ulat kantung (ekor/pelepah) ... 36

9 Serangga pada pertanaman kelapa sawit ... 37

10 Serangan tikus pohon (Rattus rattus tiomanicus) ... 38

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Perkebunan kelapa sawit saat ini bukan hanya diusahakan oleh perkebunan negara (PTPN), tetapi juga oleh perkebunan besar swasta ataupun masyarakat baik secara kemitraan maupun bermitra dengan perusahaan perkebunan (Sunarko 2009).

Komoditi perkebunan kelapa sawit kini menjadi areal terluas di Indonesia maupun dunia. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009a) pada tahun 2008 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,4 juta ha, sebanyak 603 ribu ha dikelola perkebunan negara (PTPN), 3,8 juta ha dikelola perkebunan swasta, dan 2,8 juta ha dikelola oleh masyarakat. Menurut Sunarko (2009), perkebunan kelapa sawit tidak begitu saja ditanam di suatu areal/lahan, harus dilakukan studi kesesuaian lahan terlebih dahulu karena tidak semua kondisi lahan sama. Studi kesesuaian lahan ditinjau dari vegetasi, topografi, tata guna lahan, dan tata drainase. Dilihat dari keadaan vegetasi, dikelompokkan dalam:

1. Hutan primer. Merupakan hutan yang belum pernah digunakan sebelumnya, kerapatan pohon tinggi serta jumlah jenis kayu keras yang banyak.

2. Hutan sekunder. Hutan ini sudah pernah dikelola manusia, jumlah pohon-pohon besar tinggal sedikit, dan terdapat tanaman/pohon-pohon yang ditanam manusia.

3. Semak belukar. Lahan ini ditumbuhi semak belukar, pohon kecil, dan alang-alang.

4. Padang alang-alang. Merupakan lahan tanaman yang ditinggalkan dan ditumbuhi alang-alang.

5. Areal konversi. Merupakan lahan yang ditanami suatu tanaman dan diganti menjadi kelapa sawit, misalnya karet, teh, kakao ataupun kelapa.

(13)

2

Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009b), permasalahan penting dalam perkebunan tanaman kelapa sawit adalah serangan ulat pemakan daun (UPDKS) yang menyerang baik pada periode tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM). UPDKS yang menimbulkan kerugian adalah ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Penurunan jumlah produksi kelapa sawit akibat serangan hama tersebut mencapai 40% atau sekitar 6,4 ton/ha. Masalah hama tersebut di perkebunan kelapa sawit umumnya diatasi dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, namun akan berdampak negatif bagi lingkungan. Teknik pengendalian hayati yang ramah lingkungan dan berkesinambungan perlu diterapkan, salah satunya dengan memaksimalkan peran predator atau pemangsa (Kiswanto et al. 2008).

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman multiguna dan saat ini mulai menggantikan posisi komoditas tanaman perkebunan lainnya, salah satunya perkebunan karet (Suwarto dan Yuke 2010). Perkebunan kelapa sawit di bawah naungan tanaman karet menjadi suatu wacana yang perlu diketahui lebih lanjut. Salah satunya permasalahan tentang tingkat kelembaban yang ditimbulkan dari tanaman karet terhadap tanaman kelapa sawit.

Tanaman kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate merupakan jenis tanaman baru yang mulai dikembangkan tahun 2008. Penanaman kelapa sawit dilakukan karena didorong oleh faktor semakin menjanjikannya keuntungan ekonomi tanaman tersebut. Penanaman kelapa sawit dilakukan pada sebagian lahan yang sebelumnya terdapat tanaman karet dan teh. Oleh karena itu, informasi mengenai hama dan penyakit serta musuh alami yang berkembang di tanaman kelapa sawit pada perkebunan Cikidang Plantation Estate belum terpenuhi. Penelitian ini dilakukan untuk menggali informasi tersebut, khususnya mengenai kelimpahan ulat api dan ulat kantung serta predator yang dominan.

Tujuan Penelitian

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan dari famili Palmaceae yang berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil, karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika (Politeknik Kelapa Sawit 2008).

Menurut Lubis (1992), tanaman kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan di Kebun Raya Bogor, sebagai tanaman hias. Bibit kelapa sawit tersebut dibawa dari Mauritius dan Amsterdam. Pembudidayaan tanaman kelapa sawit secara komersial dalam bentuk perkebunan dimulai pada tahun 1911. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati dengan produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (Setyamidjaja 2006).

Botani Tanaman Kelapa sawit Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) merupakan tanaman monokotil yang tidak memiliki cabang serta kambium pada bagian batang. Taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), terbagi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

(15)

4

generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Risza 1994). Perkembangbiakan secara generatif melalui peristiwa perkawinan dan menghasilkan biji baik secara alami maupun penyerbukan buatan. Penyerbukan buatan pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan menaburkan atau menyemprotkan serbuk sari yang diambil secara sengaja dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang mekar atau

fertile (Sianturi 1993). Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya (Fauzi et al. 2002). Menurut Risza (1994) perkembangbiakan secara vegetatif diperoleh dengan menggunakan teknik kultur jaringan yang disebut

plantlet. Teknik ini dilakukan dengan empat cara, yaitu kultur embrio, kultur organ, kultur tangkai kelapa sari (pollen), dan kultur protoplast.

Tanaman kelapa sawit memiliki akar serabut yang membentuk anyaman rapat dan tebal. Akar serabut ini tumbuh lurus ke bawah/vertikal dan sebagian lagi tumbuh menyebar ke arah samping/horizontal serta memiliki akar nafas dan dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 24 m (Sastrosayono 2003).

(16)

5

Gambar 1 Susunan kedudukan daun kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit bersifat monoecious atau berumah satu. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang, sedangkan bunga betina terlihat lebih besar terutama saat sedang mekar (Samsulbahri 1996).

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura memiliki buah dengan cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur tamanam.

Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura

dan Pisifera. Jenis Tenera dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertile (Setyamidjaja 2006). Soehardiyono (1998) menyebutkan buah terdiri dari tiga lapisan:

a. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. b. Mesoskarp, serabut buah.

c. Endoskarp, cangkang pelindung inti (yang terdiri dari endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi).

Ekologi Tanaman Kelapa Sawit

(17)

6

5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan pada tanaman kelapa sawit (Lubis 1992). Temperatur optimal berkisar antara 24°C-28°C, dengan lama penyinaran matahari 5-7 jam per hari. Kelapa sawit dapat tumbuh pada suhu 80C-320C (Tim Penulis PS 1997).

Menurut Sunarko (2009) tanaman kelapa sawit dapat tumbuh di beberapa jenis tanah, seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, dan aluvial. Sifat fisik yang baik untuk kelapa sawit adalah ketebalan tanah (solum) 80 cm, bertekstur lempung berpasir, struktur tanah kuat, drainase yang baik, pH tanah antara 4-6,5, dan memiliki kandungan unsur hara yang tinggi. Kondisi lainnya yang cocok untuk tanaman kelapa sawit yaitu tekstur ringan dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%, serta memiliki permeabilitas sedang.

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

Produksi tanaman kelapa sawit dibagi menjadi dua fase, yaitu tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Pemeliharaan periode TBM yang baik dan penerapan teknologi budidaya yang tepat akan menghasilkan tanaman kelapa sawit optimal dan seragam sehingga dapat memasuki periode TM dengan produktivitas kebun memuaskan. Budidaya tanaman kelapa sawit meliputi pembibitan, persiapan lahan dan penanaman kelapa sawit, serta pemeliharaan (Sunarko 2009).

Pembibitan kelapa sawit terdiri dari tiga tahap yaitu perkecambahan, pembibitan awal (pre nursery), dan pembibitan utama (main nursery). Pembibitan tanaman kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu satu tahap (single stage) atau dua tahap (double stage). Pembibitan dengan single stage, berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke main nursery tanpa melalui tahap pre nursery. Pembibitan double stage, artinya dilakukan tahap pre nursery terlebih dahulu selama 3-4 bulan pada polybag

berukuran kecil, selanjutnya dipindahkan ke main nursery dengan polybag

berukuran lebih besar selama 9-12 bulan (Pardamean 2011).

(18)

7

kelapa sawit pada suatu lahan salah satunya adalah hama, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di bawah naungan tanaman karet dapat dilakukan secara mekanik, yaitu dengan pemangkasan secara langsung tanaman penutup tanah, gulma, dan tanaman lain yang telah mati. Tahap lanjutan setelah proses persiapan lahan adalah tahapan penanaman kelapa sawit (Sunarko 2009).

Menurut Sunarko (2009) pemeliharaan kelapa sawit periode TBM salah satunya adalah pemupukan, tujuannya untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif. Pemberian pupuk dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan dengan cara menyebarkan secara merata di sekitar tanaman kelapa sawit. Suwarto dan Yuke (2010) menyebutkan, jenis pupuk yang digunakan pada TBM berupa pupuk tunggal ataupun pupuk majemuk, seperti N, P, K, Mg, dan Borax. Selain itu untuk penambahan unsur lain tanaman kelapa sawit membutuhkan pupuk seperti Za, TSP, KCL, Kieserit, dan Borium. Dosis untuk masing-masing pupuk diberikan sesuai anjuran.

Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Ulat Api (Limacodidae)

Ulat api termasuk dalam famili Limacodidae yang pada umumnya menyerang perkebunan kelapa sawit periode TM, tapi serangan hama ini juga ditemukan pada tanaman kelapa sawit periode TBM. Ulat api merupakan jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit. Ulat yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun (Ginting et al. 1995). Pada instar 2-3 ulat memakan daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Serangan ulat api dalam jumlah tinggi akan mengakibatkan helaian daun tersisa hanya lidinya, bahkan dapat memakan epidermis pelepah daun (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2011a).

(19)

8

nitens, dan Darna trima. Pada perkebunan kelapa sawit S. nitens merupakan salah satu jenis yang paling sering ditemui.

Imago S. nitens mempunyai lebar rentangan sayap sekitar 35 mm, bagian depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelapdanmemiliki siklus hidup sekitar 42 hari (Hartley 1979). Telur S. nitens berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis, dan transparan. Peletakan telur antara satu sama lain tidak saling tindih dan menetas setelah 4-7 hari. Ulat mula-mula berwarna hijau kekuningan kemudian menjadi hijau dan biasanya berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong (Sudharto et al. 2005).

Ulat S. nitens dicirikan dengan adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan (Hartley 1979). Stadia ulat dan kepompong masing-masing berlangsung sekitar 50 hari dan 17-27 hari. Selama perkembangannya, ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm² (Wood 1968).

Ulat Kantung (Psychidae)

Ulat kantung termasuk dalam famili Psychidae dan merupakan hama yang menyerang daun kelapa sawit baik TBM maupun TM sepeti ulat api. Ulat pada stadia muda akan memakan epidermis permukaan atas daun, sehingga menimbulkan gejala gerigitan berbentuk bulatan. Apabila populasi ulat ini tinggi daun-daun yang terserang akan terlihat mengering seperti terbakar (Wood 1968). Ulat stadia akhir dapat memakan seluruh jaringan daun sehingga terlihat berlubang. Ciri khas ulat kantung adalah hidupnya di dalam sebuah kantung yang berasal dari potongan-potongan daun dan tangkai bunga tanaman inang, dengan tekstur agak kasar atau kasar. Ciri khas lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantung mereduksi, sehingga tidak bersayap dan tidak mampu terbang. Imago Jantan ulat kantung memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dihasilkan (Pracaya 2007).

(20)

9

yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah Metisa plana dan

Mahasena corbetti (Sankaran 1970; Norman et al. 1995).

Imago Metisa plana jantan dan betina memiliki siklus hidup dan morfologi yang berbeda. Imago jantan M. plana siklus hidupnya 70-104 hari dan memiliki sayap dengan rentangan 15 mm, sedangkan imago betina siklus hidupnya 101-123 hari dan tidak bersayap sehingga tinggal dalam kantungnya (Basri et al. 1995). Kopulasi terjadi di dalam kantung imago betina dengan jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 100-300 butir selama hidupnya. Telur diletakkan dalam kantung imago betina dan menetas dalam waktu 18 hari. Ulat yang baru menetas akan keluar dari kantung induknya dan segera membuat kantung sendiri dari potongan-potongan jaringan permukaan daun. Stadia ulat M. plana terdiri atas 4-5 instar dan berlangsung sekitar 50 hari serta dapat mencapai panjang sekitar 12 mm. Panjang kantung di akhir perkembangannya mencapai 15-17 mm (Wood 1968). Stadia kepompong berlangsung selama 25 hari, permukaan luar terlihat halus dengan panjang sekitar 15 mm dan menggantung seperti kait di permukaan bawah daun. (Wood 1968).

Siklus hidup Mahasena corbetti sekitar 126 hari. Imago M. corbetti jantan berwarna coklat tua bersayap normal, dengan rentangan sayap sekitar 30 mm. Seekor imago betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir. Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2011b). Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia, atau binatang. Ulat bergerak dengan cara mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantung. Ulat awalnya berada di permukaan atas daun, tetapi setelah kantung semakin besar akan menggantung di permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya ulat dapat mencapai panjang 35 mm, dengan panjang kantung sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari dan berkepompong di dalam kantung selama sekitar 30 hari (Kalshoven 1981).

Musuh Alami Hama Tanaman Kelapa Sawit

(21)

10

antagonistik dapat dilihat pada musuh alami yang merupakan agens hayati dalam pengendalian hama (http://hadianiarrahmi.wordpress.com).

Menurut Kiswanto et al. (2008) pengendalian hama yang tidak bijaksana dapat menimbulkan berbagai masalah, untuk itu perlu adanya sistim pengendalian hama terpadu atau pengendalian hayati. Pengendalian hayati adalah teknik pengendalian hama yang melibatkan musuh alami untuk menekan jumlah populasi dan status hama di lapangan, salah satunya dengan memanfaatkan peran predator atau pemangsa (Hartoyo 2011a).

Predator

Predator merupakan pemangsa organisme lain yang hidup bebas di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Predator dapat menyerang mulai dari fase pra dewasa sampai dengan fase dewasa. Satu ekor predator dapat memakan mangsanya dalam jumlah banyak (Hartoyo 2011b). Laba-laba merupakan predator yang banyak ditemukan pada tanaman kelapa sawit, dikenal secara umum berasal dari famili Araneae dan bukan termasuk dalam golongan serangga (insect). Semua jenis laba-laba merupakan predator serangga, bahkan golongan laba-laba itu sendiri. Laba-laba tidak mengalami metamorfosa, setelah telur menetas akan keluar laba-laba kecil dan berganti kulit beberapa kali. Laba-laba kecil memiliki bentuk yang sama dengan laba-laba dewasa. Ukuran laba-laba betina biasanya jauh lebih besar daripada laba-laba jantan. Saat proses kawin laba-laba jantan harus mendekati betina dengan hati-hati, karena bisa saja betina menunggu jantan mendekat untuk menjadi mangsanya. Laba-laba pada perkebunan kelapa sawit yang umum dijumpai adalah laba-laba jaring, laba-laba lompat, laba-laba mata tajam, dan laba-laba serigala (Hartoyo 2011b).

(22)

11

burung kecil, namun ada pula yang hanya membuat jaring dengan ukuran kecil. Laba-laba jaring menggunakan jaring yang sama selama beberapa minggu, ada pula yang membuat jaring baru setiap malam. Laba-laba jantan memiliki ukuran lebih kecil dari betinanya, serta memiliki bentuk yang berbeda (Hartoyo 2011b).

Laba-laba lompat (Araneae: Salticidae) tidak membuat jaring tetapi aktif berpindah-pindah untuk berburu mangsanya di tanah atau di tanaman hanya pada siang hari. Laba-laba lompat bermata delapan dengan dua mata berukuran lebih besar menghadap ke depan. Mata laba-laba lompat sangat tajam dan bisa melihat mangsanya dari jauh. Laba-laba ini dapat menerkam mangsanya dengan sangat cepat. Sutera laba-laba lompat digunakan untuk menenun tali pengaman, sehingga tali itu menghindarinya jatuh sampai ke tanah. Sutera juga dipakai untuk membuat sarung telurnya (Barrion dan Litsinger 1995). Laba-laba lompat melumpuhkan mangsa dengan cara menusukkan racun kemudian mengisap cairannya (Hartoyo 2011b).

Laba-laba mata tajam (Araneae: Oxyopidae) tergolong laba-laba pemburu sangat efektif sepanjang hari yang memiliki duri panjang pada kakinya, serta tidak membuat sarang. Laba-laba ini menunggu atau berpatroli di tanaman-tanaman untuk mencari mangsa. Laba-laba mata tajam bermata enam, terletak pada segienam yang menonjol di atas kepala. Sutera digunakan untuk menenun tali pengaman, agar terhindar jatuh sampai ke tanah. Laba-laba ini dapat menangkap mangsa yang jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya, bahkan dapat menangkap ngengat, ulat, dan serangga lain seperti Dasynus atau Diconocoris (Foelix 1982).

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate pada dua blok, dengan dua tempat berbeda dari setiap blok. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, Januari-Maret 2011.

Gambar 2 Blok pengamatan

Bahan dan Alat

(24)

13

Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan pada blok pengamatan. Data sekunder diperoleh dari wawancara dengan pihak kebun di Cikidang Plantation Estate, meliputi keadaan umum kebun, pembudidayaan kelapa sawit, keberadaan hama, dan upaya pengendalian di lapangan.

Pengambilan Contoh Tanaman

Penentuan tanaman contoh berasal dari dua blok pada perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate yang terdapat naungan tanaman karet, yaitu blok A2 dan C. Pada setiap blok diambil dua tempat berbeda, kemudian dari setiap tempat diambil 25 tanaman. Tanaman contoh dalam satu baris berjarak tiga pohon dan antar baris berjarak tiga pohon (Gambar 3).

Gambar 3 Pohon contoh pengamatan ulat api dan ulat kantung

Pengamatan Ulat Api dan Ulat Kantung

(25)

14

kelapa sawit dapat dibagi dalam tiga kelas, yaitu rendah, sedang dan berat (LPP 2000 dalam Perangin-angin 2009)(Tabel 1).

Tabel 1 Klasifikasi kepadatan ulat pada pelepah daun kelapa sawit

Jenis Ulat TBM

R S B

Ulat Api (Limacodidae) Setothosea asigna Setora nitens Ploneta diducta Darna trima < 3 < 3 < 7 < 15 3-4 3-4 7-9 15-24 ≥ 5 ≥ 5 ≥ 10 ≥ 25

Ulat Kantung (Psychidae) Mahasena corbetti Metisa plana Crematopsphisa pendula < 3 < 25 < 30 3-4 25-34 30-44 ≥ 5 ≥ 35 ≥ 45

Keterangan: R= ringan, S= sedang, B= berat, dimana angkanya merupakan ambang batas

ekonomi/merugikan.

Pengamatan Predator

Pengamatan terhadap setiap jenis predator (laba-laba), dilakukan secara langsung pada pelepah tanaman kelapa sawit, tanaman pengganggu (gulma) dan tanaman penutup tanah. Pengamatan predator dilakukan pada masing-masing blok pengamatan.

Metode Pengolahan Data

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Cikidang Plantation Estate adalah sebuah kawasan perkebunan yang dikembangkan oleh PT. Kidang Gesit Perkasa dan merupakan bagian dari Bintangraya Group. Kawasan ini berdiri diatas lahan seluas ± 900 ha yang terletak di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan ketinggian 500-800 m diatas permukaan laut (dpl). Letaknya kira-kira 20 Km sebelum wisata Pelabuhan Ratu, Sukabumi atau sekitar 55 Km dari Bogor. Perkebunan kelapa sawit di kawasan ini berada di tengah-tengah perkebunan teh dan karet. Rata-rata hujan per tahun sekitar 2.987 mm dari 160 hari hujan. Suhu udara berkisar antara 180C-300C, dengan suhu rata-rata 260C, dan kelembaban rata-rata sebesar 85%. Intensitas rata-rata penyinaran matahari adalah 5-7 jam per hari. Topografi kawasan perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate terdiri dari lahan datar 30%, lahan bergelombang 20%, dan lahan berbukit 50% dengan jenis tanah latosol merah.

Tanaman kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate merupakan jenis tanaman baru yang mulai dikembangkan tahun 2008. Penanaman kelapa sawit dilakukan karena didorong oleh faktor semakin menjanjikannya keuntungan ekonomi tanaman tersebut. Perkebunan Cikidang Plantation Estate memadukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit, wisata, dan property development. Dimana pada setiap kavling berdiri satu bangunan “Rumah Kebun”/Villa dengan fasilitas layaknya perumahan elite, meliputi lapangan golf dan club house, kolam renang, penginapan, rumah sakit (wellness centre), dan yayasan dengan lingkup pendidikan olahraga Kung-Fu/Wu-Shu Shaolin yaitu Indonesia Shaolin International School (ISIS) (Lampiran 2).

Lahan perkebunan kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate terdiri dari lima blok (A, B, C, D & E), setiap blok tersebut dibagi menjadi beberapa blok penanaman sesuai dengan kondisi lingkungan (alam). Pembagian blok penanaman kelapa sawit di lahan yaitu:

(27)

16

 Blok B. Tanpa pembagian blok penanaman.

 Blok C. Blok ini terdiri dari Blok C1/C.Ex dan blok C2, kedua blok ini berada di bawah naungan tanaman karet.

 Blok D. Tanpa pembagian blok penanaman.

 Blok E. Terdiri dari satu blok dan berada di bawah naungan tanaman karet serta berdampingan dengan tanaman teh atau tanpa kedua tanaman tersebut.

Tanaman kelapa sawit pada blok E merupakan tanaman yang berumur di bawah satu tahun maupun tanaman yang baru ditanam di lahan. Blok Executive

(A.Ex dan C.Ex) terletak pada area yang memiliki view/panorama alam yang indah dan menunjang pengembangan area tersebut sebagai kawasan budidaya tanaman kelapa sawit dan wisata alam (Lampiran 3).

Budidaya Tanaman Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate menerapkan metode pembibitan double stage. Metode ini memiliki kelebihan dibandingkan single stage yaitu melewati dua kali proses seleksi kecambah, pada saat pre nursery dan

main nursery. Varietas kecambah yang digunakan adalah Tenera Langkat (DxP Langkat). Berdasarkan data Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009c) varietas ini memiliki ciri-ciri:

1. Rata-rata jumlah pelepah 12,5 pelepah/pohon/tahun 2. Rata-rata berat pelepah 19 kg

3. Potensi produksi tandan buah segar (TBS) 31 ton/ha/tahun dengan rata-rata 27,5 ton/ha/tahun

4. Rendemen minyak 26,3%

5. Potensi produksi minyak (CPO) 8,3 ton/ha/tahun dengan rata-rata 7,23 ton/Ha/tahun

6. Inti/buah 9,3%

7. Kerapatan tanaman 143 pohon/ha

(28)

17

Pembibitan kelapa sawit pada tahap pre nursery, kecambah kelapa sawit ditanam pada polybag berukuran kecil dengan ukuran panjang 14 cm, lebar 8 cm, dan tebal 0,07 cm. Kecambah yang siap tanam dapat dibedakan antara bakal daun (plumula) dan bakal akar (radicula), dengan posisi penanaman plumula

menghadap ke atas dan radicula menghadap ke bawah serta alokasi waktu pada tahap pre nursery adalah 3-4 bulan. Tahap main nursery merupakan tahap kedua dari metode pembibitan double stage, dimana bibit dipelihara dari umur 3-12 bulan dengan menggunakan polybag berukuran lebih besar dengan ukuran panjang 42 cm, lebar 33 cm, dan tebal 0,15 cm. Bibit kelapa sawit siap tanam berumur 9-12 bulan dan harus memiliki pertumbuhan normal.

Jarak tanam kelapa sawit yang digunakan adalah jarak dalam baris 8 m dan jarak antar baris 8 m, ditandai dengan penancapan ajir/tiang pancang dengan pola segitiga samasisi. Ukuran lubang tanam untuk kelapa sawit yaitu 1 m x 1 m x 1 m dengan ukuran petak tanam 2 m x 3 m (Lampiran 5). Lubang tanam yang telah disiapkan diberi pupuk kandang/organik sebelum bibit kelapa sawit dipindahkan. Pemberian pupuk ini dilakukan agar bibit kelapa sawit dapat tumbuh optimal. Selain itu, pemberian Furadan dan kapur juga dilakukan saat persiapan lubang tanam. Hal ini bertujuan untuk menghindari/mengurangi serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Lubang tanam dibuat dan dipersiapkan 2-3 minggu sebelum bibit kelapa sawit siap tanam.

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) meliputi penyulaman, penyiangan gulma, pemupukan, penunasan pelepah, dan kastrasi. Pemupukan bertujuan menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah dengan dosis dan jumlah sesuai standar pemupukan kelapa sawit (Lampiran 6). Pemupukan mulai diberikan saat persemaian, persiapan lubang tanam, serta ketika tanaman berada di lahan.

Hasil Pengamatan Hama Tanaman Kelapa Sawit

(29)

18

diketahui berasal dari jenis Setora nitens serta ulat kantung dari jenis Metisa plana

dan Mahasena corbetti (Gambar 4). Ulat api dan ulat kantung dapat menimbulkan kerugian besar atau menyebabkan penurunan hasil produksi pada perkebunan kelapa sawit jika populasinya tinggi, berupa kerusakan pada daun tanaman kelapa sawit.

Gambar 4 Setora nitens (a), Mahasena corbetti (b), dan Metisa plana (c)

Ulat Api (Setora nitens)

Setora nitens merupakan jenis ulat api yang dominan menyerang perkebunan kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate, rataan populasi S. nitens

(30)

19

[image:30.612.128.497.154.495.2]

Estate. Permasalahan yang diakibatkan dari S. nitens masih sebatas kerusakan pada daun tanaman kelapa sawit.

Tabel 2 Rataan populasi ulat api pada pelepah daun

Ulangan (Minggu

Ke-)

Rataan Populasi Ulat Api (Ekor/Pelepah)

Blok A2 Blok C

1 2 Ex 2

P.9 P.17 P.9 P.17 P.9 P.17 P.9 P.17 1 0,44 0,68 0,20 0,36 0,36 0,84 0,28 0,48

2 0,12 0,44 0,12 0,40 0,32 0,64 0,24 0,32

3 0,48 0,56 0,12 0,28 0,36 0,68 0,12 0,44

4 0,24 0,36 0,04 0,08 0,28 0,44 0,16 0,28

5 0,12 0,32 0,08 0,20 0,20 0,32 0,20 0,24

6 0,12 0,24 0,12 0,08 0,20 0,40 0,12 0,20

7 0,08 0,12 0,04 0,04 0,24 0,32 0,08 0,12

8 0,12 0,24 0,04 0,08 0,12 0,32 0,08 0,16

9 0,20 0,16 0,12 0,08 0,16 0,20 0,12 0,08

10 0,12 0,24 0,08 0,12 0,08 0,28 0,12 0,16

Rataan 0,20 0,34 0,10 0,17 0,23 0,44 0,15 0,25

Keterangan: P = Pelepah Ke-

Rataan populasi ulat api tertinggi terjadi di blok C.Ex, yaitu sebesar 0,23 ekor/pelepah untuk pelepah daun muda (P.9) dan 0,44 ekor/pelepah pada pelepah daun tua (P.17). Rataan populasi ulat api pada pelepah daun tua lebih tinggi karena ulat api membutuhkan naungan dari pelepah daun muda agar tidak terkena sinar matahari. Selain itu berdasarkan sifat biologi dan ekologi, imago S.nitens

selalu meletakkan telurnya pada pelepah daun yang dekat dengan permukaan tanah (pelepah daun tua) sehingga mempermudah untuk proses pembentukan pupa (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2011a).

(31)

20

[image:31.612.118.497.96.792.2]

permukaan bawah daun, larvanya menyebabkan kerusakan pada daun berupa lubang-lubang kecil yang tidak tembus di permukaan bawah daun atau memakan daun di kedua tepi daun (Gambar 5).

Gambar 5 Koloni ulat api

Populasi serangan yang tinggi dari ulat api dapat menyebabkan helaian daun kelapa sawit habis sehingga hanya tersisa daun (lidi), bahkan ulat api dapat memakan epidermis pelepah daun (Gambar 6). Gejala serangan seperti ini disebabkan oleh larva S. nitens mulai instar 3 (Buana dan Siahaan 2003).

Gambar 6 Gejala serangan ulat api

Ulat Kantung (Metisa plana dan Mahasena corbetti)

Metisa plana dan Mahasena corbetti merupakan jenis ulat kantung yang dominan menyerang perkebunan kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate selain dari ulat api (Setora nitens), rataan populasi M. plana dan M. corbetti yang diperoleh dari setiap blok selama pengamatan sebesar 0,55-0,86 ekor/pelepah

(32)

21

pada pelepah daun muda (P.9) dan untuk pelepah daun tua (P.17) sebesar 0,35-0,63 ekor/pelepah (Tabel 3).

[image:32.612.128.501.269.607.2]

Tingkat serangan M. plana dan M. corbetti dari hasil pengamatan pada setiap blok dengan 10 kali pengulangan rataan populasi/pelepah juga belum mendekati ambang batas kritis atau merugikan, hal ini berdasarkan Tabel 1 dan menurut informasi dari pihak perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate. Permasalahan yang diakibatkan dari M. plana dan M. corbetti masih sebatas kerusakan pada daun tanaman kelapa sawit.

Tabel 3 Rataan populasi ulat kantung pada pelepah daun

Ulangan (Minggu

Ke-)

Rataan Populasi Ulat Kantung (Ekor/Pelepah)

Blok A2 Blok C

1 2 Ex 2

P.9 P.17 P.9 P.17 P.9 P.17 P.9 P.17 1 0,96 0,68 1,40 1,08 1,36 0,84 0,72 0,72

2 1,08 0,76 1,24 0,96 1,36 0,88 0,80 0,56

3 1,28 1,16 1,12 0,72 1,32 1,04 0,80 0,40

4 1,20 1,04 0,92 0,56 1,20 0,84 0,72 0,36

5 0,88 0,84 0,76 0,40 0,96 0,60 0,52 0,32

6 0,84 0,60 0,52 0,28 0,76 0,48 0,44 0,28

7 0,68 0,52 0,48 0,12 0,44 0,40 0,40 0,24

8 0,48 0,40 0,44 0,08 0,48 0,24 0,40 0,20

9 0,28 0,16 0,40 0,08 0,40 0,20 0,36 0,20

10 0,24 0,12 0,28 0,08 0,32 0,08 0,32 0,20

Rataan 0,79 0,63 0,76 0,44 0,86 0,56 0,55 0,35

Keterangan: P = Pelepah Ke-

(33)

22

pengamatan rataan populasi tertinggi terjadi pada pelepah daun muda, hal ini di sebabkan karena jaringan daun pada pelepah daun muda lebih lunak daripada jaringan daun pelepah daun tua.

[image:33.612.119.504.147.742.2]

Berdasarkan hasil pengamatan di blok A2 dan C kerusakan akibat serangan ulat kantung dapat dilihat dari gejala pada daun, berupa bekas gerigitan berbentuk bercak bulat hingga daun terlihat berlubang. Pada awalnya bekas gerigitan ini berwarna hijau, semakin lama akan mengering dan berwarna merah kecokelatan (Gambar 7). Serangan ulat kantung dengan populasi tinggi menyebabkan daun mengering seperti terbakar (Pusat Penelitian Kelapa Sawit 2011b).

Gambar 7 Gejala serangan ulat kantung

Populasi ulat api dan ulat kantung dari hasil pengamatan rataannya cenderung menurun (Lampiran 7 dan 8).Kondisi ini dipengaruhi oleh fakor iklim, yaitu intensitas hujan, suhu udara, serta kelembaban yang tinggi pada bulan terakhir pengamatan. Penyebab lainnya karena ulat api dan ulat kantung mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia, serangan predator, ataupun jatuh ke tempat lain.

(34)

23

Hasil Pengamatan Predator

Berdasarkan hasil pengamatan di blok A2 dan C, keragaman predator yang banyak ditemui pada perkebunan kelapa sawit berasal dari jenis laba-laba. Spesies laba-laba yang ditemukan dari tiap blok adalah laba-laba jaring Tetragnatha pallescens (Araneae: Araneidae), laba-laba lompat Plexippus paykuli (Araneae: Salticidae), laba-laba mata tajam Oxyopus javanus (Araneae: Oxyopidae), dan laba-laba serigala Pardosa pseudoannulata (Aranaea: Lycosidae) (Gambar 8).

Gambar 8 Laba-laba jaring (a), laba-laba lompat (b), laba-laba mata tajam (c), dan laba-laba serigala (d)

[image:34.612.125.500.231.521.2]
(35)

24

92%, laba-laba lompat 5%, laba-laba mata tajam 2%, dan laba-laba serigala 1% (Gambar 10).

Gambar 9 Keragaman dan komposisi laba-laba yang teramati pada blok A2

Gambar 10 Keragaman dan komposisi laba-laba yang teramati pada blok C

Keragaman laba-laba yang ditemukan dari setiap blok pengamatan dibagi dalam dua kelompok, yaitu laba-laba pemburu dan laba-laba pembuat jaring. Laba-laba pemburu berasal dari famili Salticidae, Oxyopidae, dan Lycosidae, sedangkan laba-laba pembuat jaring dari famili Araneidae. Sementara Barrion dan Litsinger (1995) membaginya ke dalam tiga kelompok (guild), yaitu laba-laba pemburu, laba-laba pembuat jaring bulat, dan laba-laba pembuat jaring kecil. Populasi laba-laba tidak ditemukan disekitar koloni ulat api maupun ulat kantung, tetapi ditemukan di sekitar tanaman penutup tanah, gulma, dan pelepah tanaman kelapa sawit. 93% 4% 2% 1%

Blok A2.1

94%

3% 2% 1%

Blok A2.2

Laba-Laba Jaring Laba-Laba Lompat Laba-Laba Mata Tajam Laba-Laba Serigala 90%

6% 3% 1%

(36)

25

[image:36.612.129.502.181.397.2]

Laba-laba dari famili Araneidae (laba-laba jaring) paling dominan disetiap blok pengamatan dibadingkan dengan laba-laba lompat, laba-laba mata tajam, dan laba-laba serigala (Gambar 11). Laba-laba jaring lebih banyak pada setiap blok karena mampu berkembangbiak dalam jumlah besar dan anak laba-laba jaring dapat membuat payung dari sutera yang mudah diterbangkan angin ke tempat lain.

Gambar 11 Perbandingan rataan populasi laba-laba/tanaman/blok

Pada Gambar 12 terlihat perbedaan jumlah laba-laba jaring dari masing-masing blok dengan rataan populasi tertinggi terjadi pada blok A2.2, blok A2.1, blok C2, dan blok C.Ex. Hal ini disebabkan karena tingkat naungan yang lebih lembab, sehingga membantu predator dalam menyediakan mangsa atau inang alternatif. Hartoyo (2011a) menyebutkan bahwa lingkungan yang lembab merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan musuh alami. Sedangkan menurut Odum (1971), vegetasi yang kompleks dan lebih beranekaragam di suatu habitat memiliki populasi musuh alami terutama laba-laba yang tinggi. Laba-laba ini tidak terlihat berpengaruh nyata terhadap populasi ulat api dan ulat kantung pada tanaman kelapa sawit, hal ini disebabkan karena peran laba-laba bersifat umum terhadap hama tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 12, populasi laba-laba jumlah rataannya tinggi disetiap blok pengamatan, namun demikian rataan populasi ulat api dan ulat kantung juga tinggi.

258.6 13.0 6.1 2.1 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0

Jaring Lompat Mata Tajam Serigala

(37)
[image:37.612.131.509.76.324.2]

26

Gambar 12 Rataan populasi laba-laba tiap blok/tanaman

Hama dan Predator Lain

Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi lingkungan mikro pada tanaman kelapa sawit yang berada di bawah naungan tanaman karet lebih lembab dari tanaman kelapa sawit tanpa naungan. Kondisi ini menyebabkan hama seperti rayap tanah Coptotermes curvignathus (Isoptera: Rhinotermitidae) dan larva/uret kumbang Lege Exopholis hypoleuca (Coleoptera: Scarabaeidae) tampak cukup dominan. Hama lainnya selain rayap dan uret yang ditemui adalah tikus, namun populasinya rendah. Tikus yang terdapat di perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate yaitu tikus pohon Rattus rattus tiomanicus (Rodentia: Muridae). Serangan hama tikus diketahui dari bekas gigitan pada pelepah terbawah tanaman yang berakibat pelepah terkulai di tanah (Lampiran 10).

Predator selain laba-laba yang ditemui selama pengamatan dengan populasi yang cukup tinggi/dominan adalah belalang sembah Hireodula membranacea

(Mantodea: Mantidae). Predator ini hampir pada setiap tanaman contoh yang diamati dapat ditemukan.

67.1 67.6

57.1

66.8

2.9 2.8 3.8 3.5

1.80.4 1.20.4 1.80.5 1.20.8

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0

Blok A2-1 Blok A2-2 Blok C.Ex Blok C-2

(38)

27

Tindakan Pengendalian

Pengendalian serangan hama harus dilakukan sebelum terjadi peledakan populasi di lapangan atau mencapai ambang ekonomi. Tindakan pengendalian yang terlambat akan berakibat pada kehilangan hasil yang signifikan.

Upaya pengendalian yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate untuk serangan UPDKS, rayap tanah, dan larva/uret kumbang Lege dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan insektisida. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi populasi hama tikus yakni dengan cara pemasangan sekat atau pagar disekitar tanaman dan secara kimia menggunakan racun tikus yang dicampurkan pada makanan.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Rataan populasi hama penting yang menyerang tanaman kelapa sawit pada setiap blok dalam area penelitian adalah ulat api (Setora nitens) sebesar 0,10-0,23 ekor/pelepah (P.9) dan 0,17-0,44 ekor/pelepah (P.17), serta ulat kantung (Metisa plana dan Mahasena corbetti) sebesar 0,55-0,86 ekor/pelepah (P.9) dan 0,35-0,63 ekor/pelepah (P.17). Rataan populasi ulat api dan ulat kantung yang dijumpai belum melewati ambang kritis tetapi menimbulkan kerusakan, antara lain helaian daun habis sehingga hanya tersisa tulang daun (lidi) atau daun tampak berlubang dan terlihat seperti terbakar. Rataan populasi kedua ulat ini cenderung menurun karena disebabkan oleh faktor iklim. Keberadaan predator yang dominan ditemui di setiap blok pengamatan pada perkebunan kelapa sawit berasal dari jenis laba-laba, terutama dari jenis laba-laba jaring Tetragnatha pallescens.

Keberadaan naungan tanaman karet mengakibatkan kondisi lingkungan mikro pada tanaman kelapa sawit lebih lembab dari tanaman kelapa sawit tanpa naungan. Kondisi ini menyebabkan hama seperti rayap tanah dan larva/uret kumbang Lege tampak cukup dominan. Upaya pengendalian yang dilakukan untuk serangan hama dilakukan secara kimiawi.

Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2010. Musuh Alami Pada Serangga. http://hadianiarrahmi. wordpress.com [27 Juni 2011].

Barrion AT, Litsinger A. 1995. Riceland Spiders of South and Southeast Asia. CAB International. Wallingford: UK. 700 pp.

Basri MW, Norman K, Hamdan AB. 1995. Natural Enemies of the Bagworm,

Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae) and their Impact on Host Population Regulation. Crop Prot. 14(8): 637–645.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed ke-6. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Buana, Siahaan. 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 21: 56-77.

Fauzi Y, Yustina EW, Imam SW, Rudi H. 2002. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya: Jakarta.

Foelix RF. 1982. Biology of Spider. Harvard University Press: Cambridge. Ginting CU, Pardede DJ, Djamin A. 1995. Formulasi Baru Bacillus thuringiensis

dan Pengaruhnya Terhadap Ulat Api Setothosea asigna van Eecke pada Perkebunan Kelapa Sawit. Warta PPKS 3(1): 35-38.

Hadi MM. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Adicita Karya Nusa: Yogyakarta.

Hartley CWS. 1979. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.). Second edition. Tropical Agriculture Series. Longman Group Limited: London. 355 pp. Hartoyo D. 2011a. Pengertian Musuh Alami Serangga Hama.

http://www.htysite.co.tv/[28 Juni 2011].

Hartoyo D. 2011b. Predator Serangga Hama. http://www.htysite.co.tv/ [28 Juni 2011].

Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Van der Laan PA, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van the Culturagenuassen in Indonesia.

Kiswanto, Jamhari HP, Bambang W. 2008. Teknologi Budidaya Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung: Bandar lampung.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Bandar Kuala. Pematang Siantar: Medan.

(41)

30

Norman K, Basri MW. 1992. A Survey of Current Status and Control of Nettle Caterpillars (Lepidoptera: Limacodidae) in Malaysia (1981–1990). Palm Oil Research Institute Malaysia Occasional Paper (27): 1–23.

Norman K, Robinson GS, Basri MW. 1995. Common Bagworm Pests (Lepidoptera: Psychidae) Of Oil Palm in Malaysia With Notes On Related South-East Asian Species. Malayan nature journal (49): 93-123.

Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Saunders Co. Philadelphia. 574 pp.

Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu Sampai Hilir. Penebar Swadaya: Jakarta.

Pardamean M. 2011. Sukses Membuka Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. Penebar Swadaya: Jakarta.

Perangin-angin BN. 2009. Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Musuh Alami pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) PTPN VIII Cimulang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Politeknik Kelapa Sawit. 2008. Profil Kelapa Sawit. BAB V. Citra Widya Edukasi. Diunduh dari http://dedidoank.files.wordpress.com/2008/11/bab-v-profil-k-sawit.doc [27 Juni 2011].

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Edisi revisi. Penebar Swadaya: Jakarta.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2009a. Statistik Luas Areal Berdasarkan Kepemilikan (ha). Medan: Indonesia. http://iopri.org/stat_kepemilikan [4 Mei 2011].

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2009b. Pengendalian Terpadu Terhadap Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. http://iopri.org/pemakan_daun [19 Juni 2011].

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2009c. Bahan Tanaman Kelapa Sawit Unggul.

http://iopri.org/bht_unggul [19 Juni 2011].

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2011a. Hama Sawit: Ulat Api. http://kliniksawit.com/index.php/hama-sawit/rayap.html [19 Juni 2011]. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2011b. Hama Sawit: Ulat Kantung.

http://kliniksawit.com/index.php/hama-sawit/53-ulat-kantung.pdf [19 Juni 2011].

Risza S. 1994. Kelapa Sawit dan Upaya Peningkatan Produktifitas. Kanisius: Yogyakarta.

(42)

31

Sankaran T. 1970. The Oil Palm Bagworms of Sabah and The Possibilities of their Biological Control. Pest Artic. News Sum. 16(1): 43-55.

Sastrosayono S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka: Jakarta. Setyamidjaja D. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budidaya, Panen, dan Pengolahan.

Edisi revisi. Kanisius: Yogyakarta.

Sianturi, HSD. 1993. Budidaya Kelapa Sawit. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara: Medan.

Soehardiyono L. 1998. Tanaman Kelapa Sawit. Kanisius: Jakarta.

Sudharto, Hutauruk P, Buana. 2005. Kajian Pengendalian Hama Terpadu S. asigna van Ecke (Lepidoptera: Limacodidae) pada Tanaman Kelapa Sawit. Bul. Perk. 56 (4): 103-114.

Sunarko. 2009. Petunjuk Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka: Jakarta.

Suwarto, Yuke O. 2010. Budidaya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya: Jakarta.

Tim Penulis PS. 1997. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya: Jakarta.

Wood BJ. 1968. Pests of Oil Palms in Malaysia and their Control. Incorporated Society of Planters: Kuala Lumpur. 204 pp.

(43)
(44)

33

Lampiran 1 Peta perkebunan Cikidang Plantation Estate

(45)

34

Lampiran 3 View/panorama alam

(46)

35

Lampiran 5 Jarak tanam (a) dan ukuran lubang tanam (b)

Lampiran 6 Dosis pemupukan kelapa sawit TBM Umur Tanaman

(Bulan)

Jenis dan dosis pupuk (kg/pohon)

ZA TSP KCI Kieserite Borax

0 - 0,50 - - -

1 0,10 - - - -

3 0,25 - 0,15 0,15 - 5 0,25 - 0,15 0,15 - 8 0,25 0,50 0,25 0,15 0,02 12 0,25 - 0,25 0,15 - 16 0,50 0,50 0,50 0,25 0,03 20 0,50 - 0,50 0,25 - 24 0,50 - 0,50 0,25 0,05

Lampiran 7 Rataan populasi ulat api (ekor/pelepah)

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Blok A2.1 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ulangan Blok A2.2

(47)

36

Lampiran 8 Rataan populasi ulat kantung (ekor/pelepah)

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Blok C.Ex 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ulangan Blok C2 P9 P17 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Blok A2.1 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ulangan Blok A2.2 P9 P17 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Blok C.Ex 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Ulangan Blok C2

(48)

37

Lampiran 9 Serangga pada pertanaman kelapa sawit

\

Orthoptera: Acrididae (a) dan Gryllidae (b)

Coleoptera: Coccinellidae (a) Scarabaeidae (b)

Hymenoptera: Vespidae (a) dan Formicidae (b)

(49)

38

Diptera: Tachindae Dermaptera: Formiculidae

Odonata: Libellulidae Isoptera: Rhinotermitidae

Lampiran 10 Serangan tikus pohon (Rattus rattus tiomanicus)

(50)

PENGAMATAN KELIMPAHAN ULAT API (LIMACODIDAE)

DAN ULAT KANTUNG (PSYCHIDAE) SERTA PREDATOR

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis

Jacq.) CIKIDANG PLANTATION ESTATE

DI BAWAH NAUNGAN KARET

ANANG WAHYUDYANA CENDRAMADI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(51)

ABSTRAK

ANANG WAHYUDYANA CENDRAMADI. Pengamatan Kelimpahan Ulat Api (Limacodidae) dan Ulat Kantung (Psychidae) serta Predator Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Cikidang Plantation Estate di Bawah Naungan Karet. Dibimbing oleh DADAN HINDAYANA.

Kelapa sawit dewasa ini menjadi komoditi perkebunan yang semakin penting, daya saingnya secara alami telah membuat manajemen Cikidang Plantation Estate mengkonversi sebagian lahannya untuk ditanami kelapa sawit. Mengingat kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate merupakan jenis tanaman baru, penelitian ini dilakukan untuk mengumpulkan informasi/data dasar tentang kelimpahan populasi hama pada perkebunan kelapa sawit serta predator di bawah naungan tanaman karet. Faktor yang dapat menyebabkan penurunan hasil produksi pada tanaman kelapa sawit diantaranya serangan hama utama ulat pemakan daun kelapa sawit, yakni ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Kedua hama ini dapat menyebabkan kerugian pada perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi musuh alami, khususnya predator (laba-laba) yang dapat berperan mengendalikan populasi hama. Pengamatan menggunakan metode survei pada dua blok, dari masing-masing blok diambil dua tempat berbeda dengan jumlah tanaman dari setiap blok sebanyak 25 tanaman. Pengamatan diulang sebanyak 10 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulat api dan ulat kantung dapat ditemui di perkebunan kelapa sawit Cikidang Plantation Estate, namun rataan populasinya masih berada di bawah batas ambang ekonomi/merugikan. Ulat api yang dominan diketahui berasal dari jenis Setora nitens serta ulat kantung dari jenis Metisa plana dan Mahasena corbetti. Rataan populasi ulat api sebesar 0,10-0,23 ekor/pelepah (P.9) dan 0,17-0,44 ekor/pelepah (P.17), serta ulat kantung sebesar 0,55-0,86 ekor/pelepah (P.9) dan 0,35-0,63 ekor/pelepah (P.17). Predator yang dominan diketahui dari jenis laba-laba, terutama dari famili Araneidae (Tetragnatha pallescens). Kondisi lingkungan mikro pada tanaman kelapa sawit yang berada di bawah naungan tanaman karet lebih lembab dari tanaman kelapa sawit tanpa naungan.

(52)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Perkebunan kelapa sawit saat ini bukan hanya diusahakan oleh perkebunan negara (PTPN), tetapi juga oleh perkebunan besar swasta ataupun masyarakat baik secara kemitraan maupun bermitra dengan perusahaan perkebunan (Sunarko 2009).

Komoditi perkebunan kelapa sawit kini menjadi areal terluas di Indonesia maupun dunia. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009a) pada tahun 2008 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,4 juta ha, sebanyak 603 ribu ha dikelola perkebunan negara (PTPN), 3,8 juta ha dikelola perkebunan swasta, dan 2,8 juta ha dikelola oleh masyarakat. Menurut Sunarko (2009), perkebunan kelapa sawit tidak begitu saja ditanam di suatu areal/lahan, harus dilakukan studi kesesuaian lahan terlebih dahulu karena tidak semua kondisi lahan sama. Studi kesesuaian lahan ditinjau dari vegetasi, topografi, tata guna lahan, dan tata drainase. Dilihat dari keadaan vegetasi, dikelompokkan dalam:

1. Hutan primer. Merupakan hutan yang belum pernah digunakan sebelumnya, kerapatan pohon tinggi serta jumlah jenis kayu keras yang banyak.

2. Hutan sekunder. Hutan ini sudah pernah dikelola manusia, jumlah pohon-pohon besar tinggal sedikit, dan terdapat tanaman/pohon-pohon yang ditanam manusia.

3. Semak belukar. Lahan ini ditumbuhi semak belukar, pohon kecil, dan alang-alang.

4. Padang alang-alang. Merupakan lahan tanaman yang ditinggalkan dan ditumbuhi alang-alang.

5. Areal konversi. Merupakan lahan yang ditanami suatu tanaman dan diganti menjadi kelapa sawit, misalnya karet, teh, kakao ataupun kelapa.

(53)

2

Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2009b), permasalahan penting dalam perkebunan tanaman kelapa sawit adalah serangan ulat pemakan daun (UPDKS) yang menyerang baik pada periode tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM). UPDKS yang menimbulkan kerugian adalah ulat api (Lepidoptera: Limacodidae) dan ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae). Penurunan jumlah produksi kelapa sawit akibat serangan hama tersebut mencapai 40% atau sekitar 6,4 ton/ha. Masalah hama tersebut di perkebunan kelapa sawit umumnya diatasi dengan menggunakan insektisida kimia sintetik, namun akan berdampak negatif bagi lingkungan. Teknik pengendalian hayati yang ramah lingkungan dan berkesinambungan perlu diterapkan, salah satunya dengan memaksimalkan peran predator atau pemangsa (Kiswanto et al. 2008).

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman multiguna dan saat ini mulai menggantikan posisi komoditas tanaman perkebunan lainnya, salah satunya perkebunan karet (Suwarto dan Yuke 2010). Perkebunan kelapa sawit di bawah naungan tanaman karet menjadi suatu wacana yang perlu diketahui lebih lanjut. Salah satunya permasalahan tentang tingkat kelembaban yang ditimbulkan dari tanaman karet terhadap tanaman kelapa sawit.

Tanaman kelapa sawit di Cikidang Plantation Estate merupakan jenis tanaman baru yang mulai dikembangkan tahun 2008. Penanaman kelapa sawit dilakukan karena didorong oleh faktor semakin menjanjikannya keuntungan ekonomi tanaman tersebut. Penanaman kelapa sawit dilakukan pada sebagian lahan yang sebelumnya terdapat tanaman karet dan teh. Oleh karena itu, informasi mengenai hama dan penyakit serta musuh alami yang berkembang di tanaman kelapa sawit pada perkebunan Cikidang Plantation Estate belum terpenuhi. Penelitian ini dilakukan untuk menggali informasi tersebut, khususnya mengenai kelimpahan ulat api dan ulat kantung serta predator yang dominan.

Tujuan Penelitian

(54)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan dari famili Palmaceae yang berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil, karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika (Politeknik Kelapa Sawit 2008).

Menurut Lubis (1992), tanaman kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan di Kebun Raya Bogor, sebagai tanaman hias. Bibit kelapa sawit tersebut dibawa dari Mauritius dan Amsterdam. Pembudidayaan tanaman kelapa sawit secara komersial dalam bentuk perkebunan dimulai pada tahun 1911. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati dengan produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (Setyamidjaja 2006).

Botani Tanaman Kelapa sawit Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) merupakan tanaman monokotil yang tidak memiliki cabang serta kambium pada bagian batang. Taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2003), terbagi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

(55)

4

generatif. Bagian vegetatif terdiri dari akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif terdiri dari bunga dan buah (Risza 1994). Perkembangbiakan secara generatif melalui peristiwa perkawinan dan menghasilkan biji baik secara alami maupun penyerbukan buatan. Penyerbukan buatan pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan dengan menaburkan atau menyemprotkan serbuk sari yang diambil secara sengaja dari bunga jantan ke bunga betina yang sedang mekar atau

fertile (Sianturi 1993). Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya (Fauzi et al. 2002). Menurut Risza (1994) perkembangbiakan secara vegetatif diperoleh dengan menggunakan teknik kultur jaringan yang disebut

plantlet. Teknik ini dilakukan dengan empat cara, yaitu kultur embrio, kultur organ, kultur tangkai kelapa sari (pollen), dan kultur protoplast.

Tanaman kelapa sawit memiliki akar serabut yang membentuk anyaman rapat dan tebal. Akar serabut ini tumbuh lurus ke bawah/vertikal dan sebagian lagi tumbuh menyebar ke arah samping/horizontal serta memiliki akar nafas dan dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 24 m (Sastrosayono 2003).

(56)
[image:56.612.212.422.79.249.2]

5

Gambar 1 Susunan kedudukan daun kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit bersifat monoecious atau berumah satu. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang, sedangkan bunga betina terlihat lebih besar terutama saat sedang mekar (Samsulbahri 1996).

Kelapa sawit memiliki banyak jenis, berdasarkan ketebalan cangkangnya kelapa sawit dibagi menjadi Dura, Pisifera, dan Tenera. Dura memiliki buah dengan cangkang tebal sehingga dianggap memperpendek umur tamanam.

Pisifera buahnya tidak memiliki cangkang dan bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura

dan Pisifera. Jenis Tenera dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertile (Setyamidjaja 2006). Soehardiyono (1998) menyebutkan buah terdiri dari tiga lapisan:

a. Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin. b. Mesoskarp, serabut buah.

c. Endoskarp, cangkang pelindung inti (yang terdiri dari endosperm dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi).

Ekologi Tanaman Kelapa Sawit

(57)

6

5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan pada tanaman kelapa sawit (Lubis 1992). Temperatur optimal berkisar antara 24°C-28°C, dengan lama penyinaran matahari 5-7 jam per hari. Kelapa sawit dapat tumbuh pada suhu 80C-320C (Tim Penulis PS 1997).

Menurut

Gambar

Gambar 1  Susunan kedudukan daun kelapa sawit
Gambar 2  Blok pengamatan
Gambar 3  Pohon contoh pengamatan ulat api dan ulat kantung
Tabel 1  Klasifikasi kepadatan ulat pada pelepah daun kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 105/PANNllll2O12 tanggal 24 Agustus 241?-, Beritia Acara Hasil Evaluasi Pelelangan Nomor :122 /PANll)fJZAlz tanggal

- Pengadaan Peralatan Kantor PBJ 1 Paket Bandar Lampung 200.000.000 APBD-P Oktober 2012 Oktober - Desember 2012 Pengadaan Langsung - Pengadaan Perlengkapan Kantor PBJ 1 Paket

Kebutuhan rumah yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur selain sebagai kebutuhan dasar juga merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu

Fenomena berbeda terjadi pada bak eksperimen dimana semakin dalam lapisan sampah, setelah 3 minggu percobaan, dengan adanya lapisan GCLs, maka kualitas lindi

Tindak tutur menolak dalam Gelar Wicara Mata Najwa merupakan kajian yang menarik untuk diteliti karena menolak yang merupakan respon negatif dari suatu pemintaan yang

Pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah rumus korelasi Chi Square yaitu untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan harga diri

 testiranje za otkrivanje šećerne bolesti tipa 2 i predijabetesa u asimptomatskih osoba treba uzeti u obzir kod odraslih osoba bilo koje dobi koje su prekomjerne

Keluaran Terpenuhinya Perbaikan Peralatan Kerja 1 Tahun Hasil Meningkatnya layanan Administrasi Perkantoran 0,77%. Kelompok Sasaran Kegiatan : Aparatur