Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
Apriyanti
NIM : 1110048000003
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
Apriyanti
NIM: 1110048000003
Pembimbing I
Dra. Hafni Muchtar, SH. MH. MM
Pembimbing II
Drs. R. Prastowo Sidhi, SH. MH
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/ 2014 M. xi + 73 halaman + hal lampiran. Penelitian ini menganalisis perlindungan hukum yang didapatkan oleh konsumen dalam melakukan sebuah transaski dimedia elektronik. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yakni dalam studi ilmu hukum, dan secara praktis maupun akademis yakni sebagai masukan bagi penulis maupun pihak-pihak yang memiliki keinginan untuk menganalisis perlindungan hukum yang timbul dalam transaksi elektronik serta mengenai keabsahan kontrak elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam peraturan perundang-udangan, literatur, pendapat ahli, makalah-makalah. Penulis menganalisis bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaki elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”, dalam transaksi yang biasanya menggunakan paper based economy, akan tetapi dalam transaksi E-Commerce berubah menjadi digital electronic economy perlunya penangan khusus dalam kacamata hukum itu sendiri. Peninjauan transaksi E-Commerce yang dilihat dari kacamata hukum perikatan khusunya yang diatur dalam KUHPerdata Pasal 1320 kiranya berbasis pada kekuatan hukum yang dimilki oleh konsumen dalam melakukan transaksi. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Dan daripada hak-hak konsumen untuk mendapatkan perlindungan hukum dan sudah dapat menjadi awal yang baik bagi kepastian hukum untuk konsumen.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Transaksi Elektronik,
Tinjauan Hukum Perikatan
Pembimbing : Dra. Hafni Muchtar, SH. MH. MM
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan Syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat
serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI
E-COMMERCE DI TINJAU DARI HUKUM PERIKATAN”. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah
membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang benderang ini.
Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini mungkin
tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. H. JM Muslimin, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs.
Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
3. Dra. Hafni Muchtar, SH. MH. MM dan Drs. R. Prastowo Sidhi, SH. MH Selaku
dosen Pembimbing yang telah bersedia memberikan saran, kritik, bantuan, dan
arahan selama penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas
waktu dan pikiran yang telah diberikan. Semoga ilmu yang diajarkan dapat
bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu Hukum. Semoga ilmu
yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
5. Kepada staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staff Perpustakaan Universitas Indonesia, dan Staff
Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang telah memberikan fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm. H. Ahmad Firdaus dan Ibunda Hj.
Titin, yang selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta
Kakaku Iwan Firdaus Ilyas, Dewi Firdaus, Firmansyah, Jamhuri serta Adikku
Rizki Apriyanda yang memberikan semangat dan kebersamaan ketika di rumah
untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Riviantha Putra, terima kasih atas semangat, dukungan dan waktu kepada penulis
8. Kawan-kawan ilmu hukum Atiek Af’idata, Ayyida Sabila, Nourma Andriani Utami, Defi Satiatika, Ajeng Kumalasari, Nurfika, Liza Trikusuma, Siti Annisa
Saridah, Naziatunisa, Hopsah Farahdini. Yasicha Nedipraha Aprilizega, Endah
sulastri, Ainul arifatul, Cantika, Kendri, Teman-teman AMPUH, BUSINESS
LAW COMMUNITY, dan MOOD COURT COMMUNITY Serta teman-teman
seperjuangan Ilmu Hukum 2010 UIN Syarif Hidayatullah yang tidak dapat
disebutkan satu persatu terimakasih atas bantuan, motivasi, dan kesan-kesannya
selama penulis menimba ilmu.
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT
memberikan berkah dan karuni-Nya serta membalas kebaikan mereka (Amin).
Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih dan maaf yang sebesar-besarnya
apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi
pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian dan terimakasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Jakarta, 7 Mei 2014
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Identifikasi Masalah ………8
C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ..8
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ..9
E. Tinjauan Pustaka .10 F. Metode Penelitian .11 G. Sistematika Penulisan .14 BAB II HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Perlindungan Hukum………16
1. Pengertian Perlindungan Hukum...16
B. Perlindungan Konsumen………...18
D. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha………...23
E. Prinsip-Prinsip Umum Perlindungan Konsumen ………...25
F. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perikatan……….26
1. Pengertian Perikatan………..26
2. Pengertian Jual-beli………....27
3. Saat Teradinya Jual-beli……….28
BAB III LEGLITAS TRANSAKSI E-COMMERCE DI TINJAU DARI HUKUM PERIKATAN A. Tinjauan Umum Transaksi E-Commerce……….32
B. Pengertian E-Commerce………..34
C. E-CommerceDalam Presfektif Hukum Kontrak……….37
D. Leglitas Transaksi E-Commerce Di Tinjau Dari Hukum Perikatan………,39
E. Pembuktian Hukum Terhadap Data Elektronik………44
F. Jenis-jeni Transaksi Electronic Commerce (E-Commerce)………......46
1. Bisnis ke Bisnis (Business to Business)………...46
2. Bisnis ke konsumen (Business to consumer)...48
G. Pihak-pihak Dalam Transaksi Electronic Commerce (E-Commerce)…………...49
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMSUMEN SERTA
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce……….62
1. Pengertian Sengketa Konsumen ……….62
2. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Transaksi Bisnis Internet Dalam
Perlindungan Konsumen……….64
3. Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa ……….65 4. Penerapan Arbitrase Online sebagai ODR dalam Penyelesaian Sengketa…..67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………73
B. Saran………..74
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik
3. Perarutan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 Tentang Transaksi Elektronik
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat menimbulkan adanya
suatu gaya baru dalam sistem perdagangan. Beberapa tahun terakhir perdagangan
melalui media internet semakin marak terjadi di Indonesia. Bahkan jual beli di media
internet menggunakan facebook atau handphone sebagai alat pemasarannya. Dengan
perdagangan lewat internet ini berkembang pula sistem bisnis virtual, seperti virtual
store dan virtual company di mana pelaku bisnis menjalankan bisnis dan
perdagangannya melalui media internet dan tidak lagi mengandalkan bisnis
perusahaan konvensional yang nyata.
Dengan adanya fenomena yang demikian ini, yakni semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan
efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai
sasaran usaha, maka perlindungan hukum terhadap konsumen dipandang sangat
penting keberadaanya. Sebab dalam rangka mengejar produktifitas dan efisiensi
tersebut, pada akhirnya baik secara langsung atau tidak langsung, konsumenlah yang
menanggung dampaknya1.
1
Dampak negatif terjadi pula akibat pengaruh penggunaan media internet
dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Melalui media intenet beberapa jenis tindak
pidana semakin mudah dilakukan2. Kemunculan perdagangan melalui internet ini,
membawa implikasi baru yang berbeda. Bagi kepentingan ekonomi kehadiran
teknologi komputer dan internet telah mendorong kepada tindakan efisiensi yang
sesungguhnya, sedangkan bagi dunia hukum, kemajuan teknologi komputer dan
internet ini telah membawa implikasi pada munculnya fenomena hukum yang baru.
Sehingga memunculkan persoalan-persoalan hukum yang baru.
Perdagangan seperti ini tidak lagi merupakan paper based economy, akan
tetapi berubah menjadi digital electronic economy. Pemakaian benda tidak berwujud
semakin tumbuh dan mungkin secara relatif akan mengalahkan penggunaan benda
yang berwujud3. Terdapat beberapa kasus yang terjadi dalam tranasaksi elektronik
tersebut, sebuah contoh kasus yang dialami mahasiswi Bandung yang hendak
melakukan jual beli dengan pihak penyedia jasa di salah satu situs belanja online
yaitu Kaskus.com, di mana dari pihak pembeli sudah melakukan negosiasi dalam
melakukan pembayaran dengan pelaku usaha yang memposting barang dagangannya
disalah satu situs belanja online tersebut. Setelah keduanya sepakat dengan perjanjian
yang mereka adakan maka timbul hak dan kewajiban yang diterima oleh
2
Cbybercrime adalah kejahatan dengan internet sebagai alat bantunya atau kejahatan di dunia maya, contohnya perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain menggunakan kartu kredit atau pembayaran elektronik lainnya milik orang lain dalam transaksi elektronik.
3
masing pihak, namun dilain pihak telah terjadi wanprestasi di mana pelaku usaha
tidak melakukan kewajibannya dalam perjanjian yang telah diadakan kepada pihak
konsumen, dan dalam hal ini apabila konsumen telah mendapatkan sebuah tindakan
pelanggaran yang dilakukan oleh pihak pelaku usaha maka bagaimana kekuatan
hukum yang timbul dalam perjanjian yang diadaakan oleh kedua belah pihak, agar
dari pihak konsumen dapat memiliki rasa aman dari kontrak elektronik yang diakan
kepada pihak pelaku usaha tersebut.
Dengan masuknya media internet dalam dunia perdagangan/bisnis, banyak
hal-hal mengalami perubahan, seperti kedekatan para pihak dalam bertransaksi
menjadi semakin renggang, karena masing-masing pihak praktis tidak mengenal
secara dekat satu sama lain (pengenalan hanya diketahui melalui media komputer),
ketidakjelasan mengenai barang yang ditawarkan, terlebih apabila barang yang
ditawarkan membutuhkan pengenalan secara fisik (seperti parfum dan obat-obatan),
kepastian bahwa barang yang dikirim sesuai dengan barang dipesan, padahal kita
ketahui bahwa hubungan yang timbul antara konsumen dengan pelaku usaha
senantiasa dimaksudkan agar kedua belah pihak menikmati keuntungan.
Kondisi inilah yang seringkali timbul dalam setiap transaksi dengan
mempergunakan internet. Sebaliknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang
sekarang berlaku di Indonesia masih berbasis pada sesuatu yang sifatnya fisik belum
kepada virtual/maya. Transaksi perdangan melalui media elektronik atau lazim
tersusun secara sistematis, dan masing-masing sub sistem tersebut memiliki
permasalahnya masing-masing.
Ketika seseorang hendak melakukan suatu transaksi, misalnya saja
pembeliaan barang, maka para pihak sudah mulai dihadapkan pada berbagai masalah
hukum seperti keabsahan dokumen yang dibuat, tandatangan digital yang dibuat saat
seorang tersebut meyatakan sepakat untuk betransaksi, kekuatan mengikat dari
kontrak tersebut dan pembayaran transaksi. Dalam oprasionalnya, E-Commerce ini
dapat berbentuk Business to Business atau Business to Consummers. Salah satu isu
yang curcial dalam E-Commerce adalah menyangkut keamanan dalam mekanisme
pembayaran (payment mechanism) dan jaminan keamanan dalam bertransaksi
(security risk), seperti informasi mengenai transfer data kartu kredit dan identitas
pribadi konsumen, dalam hal ini ada dua masalah utaman yaitu pertama,
indetification integrity yang menyangkut indetitas sipengirim yang dikutakan lewat
digital signature, kedua, message integrity yang meyangkut apakah pesan yang
dikirimkan oleh si pengirim benar-benar diterima oleh penerima yang dikehendaki
(intended recipant).
Dalam pelaksanaannya, E-Commerce ini mengalami permasalahan khusunya
yang berkaitan dengan kontrak, perlindungan konsumen, pajak, yuridiksi dan digital
signature4. Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia telah menerbitkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
4
Elektronik. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini diatur
mengenai transaksi elektronik di mana salah satunya adalah kegiatan mengenai jual
beli dalam media internet ini.
Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
ini yang dimaksud dengan transaksi elektronik adalah “perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media
elektronik lainnya”. Sesuai dengan pengertian di atas, maka kegiatan jual beli yang
dilakukan melalui komputer ataupun handphone dapat dikategorikan sebagai suatu
transaksi elektronik. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juga
mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang lengkap dan benar.
Kewajiban tersebut terdapat dalam Pasal 9 Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang berbunyi : “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan” di antaranya:
1. Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
2. Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa5.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
5Hukum Online, “ Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Belanja Online”,
artikel diakses pada tanggal 21 okober 2013 dari
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”6
.
Selain upaya dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
dalam melindungi konsumen terhadap transaksi jual beli dalam media internet dalam
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) juga mengatur mengenai sebuah
perbuatan yang dilanggar bagi para pelaku usaha. Pada dasarnya penipuan secara jual
beli di internet ini tidak jauh berbeda dengan penipuan secara konvensional. Yang
membedakan hanyalah sarana perbuatannya, dalam penipuan secara internet,
penipuan tersebut menggunakan sarana elektronik. Karena itu, penipuan secara
internet dapat dikenakan Pasal 378 KUHPidana. Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik juga telah mengatur bentuk penipuan dalam media internet ini.
Dalam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik disebutkan bahwa : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik”.
Adapun perbuatan optimum yang dianggap mengandung sifat ketidakadilan
dan berdasarkan sifanya, yang patut dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
Undang-Undang adalah mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi
elektronik. Perbuatan tersebut, dapat mengandung unsur delik penuh bilamana
dianggap terlaksana penuh dengan perbuatan yang dilarang Undang-undang yakni
6
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, dan menimbulkan akibat kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik. Dengan demikian, delik ini termasuk delik
materiil atau delik dengan perumusan materiil, yakni delik yang baru dianggap
terlaksana penuh bahwa unsur kerugian konsumen dalam transaksi dengan elektronik
harus dibuktikan terlebih dahulu7.
Dalam beberapa literatur di atas yang sedikit mejelaskan bagaimana fenomena
yang sekarang ini sedang terjadi, dalam transaksi yang dilakukan di dalam media
internet ini juga meninggalkan masalah mengenai keabsahan sebuah kontrak
elektronik dalam transaksi jual beli dalam media internet ini, apabila dilihat dalam
hukum perikatan8.
Transaksi jual beli melalui media internet, biasanya akan didahului oleh
penawaran jual, penawaran beli dan penerimaan jual atau penerimaan beli. Sebelum
itu mungkin terjadi penawaran secara elektronik, misalnya melalui website situs di
internet atau melalui posting di mailing list dan newsgroup atau melalui undangan
untuk para customer melalui model business to customer 9, yang dalam hal tersebut
antar pihak pelaku usaha dan konsumen hanya dapat berkomunikasi melalui media
intenet dan tidak melakukan tatap muka dalam melakukan sebuah kesepakatan, dan
disini timbul pertanyaan apakah hanya dengan kata sepakat dan tidak dengan
7
Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, Studi kasus : Prita Mulyasari, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2009), h. 99-100.
8
K. Muljadi dan G. Widjaja, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.18.
9
perjanjian tertulis sebuah kepakatan dapat terlaksana jika dilihat perkembangan jaman
yang sudah sangat maju dengan adanya teknologi tersebut yang tidak lagi merupakan
paper basedeconomy, akan tetapi berubah menjadi digital electronic economy.
Bedasarkan latar belakang belakang masalah tersebut di atas maka penulis
tertarik untuk meneliti dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul :
“Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-commerce Di Tinjau Dari Hukum Perikatan”.
B . Identifikasi Masalah
1. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengedukasi masyarakatnya untuk lebih
mengutamakan unsur kehati-hatian dalam melakukan sebuah transasksi dalam
media elektronik.
2. Bagaimana keamanan yang didapatkan oleh konsumen dalam melakukan
transaksi dimedia internet.
3. Perlindungan yang seperti apa yang akan didapatkan oleh konsumen dalam
melakukan transaksi dimedia internet.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal-hal yang telah dipaparkan oleh penulis di dalam latar belakang
masalah, maka penulis hanya membahas mengenai perlindungan hukum terhadap
konsumen dalam transaksi E-Commerce ditinjau dari hukum perikatan.
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah yang telah dijelaskan oleh penulis
di atas, maka dapat diambil kesimpulan permasalahan yang sekarang telah
menjadi aktifitas yang sering kita jumpai di kalangan masyarakat global ini yaitu
transaksi yang di lakukan dengan menggunakan media intenet, namum
masyarakat harus mengetahui mengenai keabsahan sebuah kontrak elektonik
dalam transaksi jual beli di media internet agar tercipta sebuah perlindungan
hukum terhadap konsumen dalam bertransaksi melalui media internet tersebut.
Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis menyajikan pertanyaan
penilitian sebagai berikut :
a. Bagaimana legalitas transaksi elektronik yang ditinjau dari hukum
perikatan?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen dalam bertransaksi
melalui media internet?
c. Apa saja bentuk penyelesaian sengketa konsumen dalam transaksi pada
media internet?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana keabsahan sebuah kontrak elektronik
dalam melakukan sebuah transaksi jual di media internet.
c. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa konsumen dalam transaksi jual
beli pada media internet.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal
perlindungan hukum terhadap konsumen.
b. Bagi akademisi, sebagai tambahan referensi guna mempermudah bagi
pihak yang berkepentingan yang ingin melakukan penelitian dengan
objek yang sama.
c. Bagi pembaca, agar para pembaca dapat memahami bagaimana
keabsahan sebuah kontran elektronik dalam transaksi jual beli di media
intrenet dan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi
jual beli di media internet serta bagaimana mekanisme penyelesaian
sengketa konsumen dalam bertransaksi memalui media internet.
E. Kajian Terdahulu
Dalam menjaga keaslian judul penulis ajukan dalam skripsi ini perlu kiranya
penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan pertimbangan. Antara
lain :
1. Tesis yang berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN SECARA ELEKTRONIK” karya Ahmad Syafiq, program
Magister Ilmu Hukum Universitas Diponogoro Semarang 2003 dalam tesis
tersebut membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen dan
dalam media elektronik dan tidak menjelaskan bagaimana hukum perikatan
yang ada di Indonesia berperan dalam transaksi dalam media elektronik
tersebut.
2. Buku yang berjudul HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN karya Ahmad
Miru dan Sutarman Yodo, di dalam buku tersebut mejelaskan bagaimana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mengatur mengenai perlindungan konsumen serta perlaku usaha, buku
tersebut juga menjelaskan hak dan kewajiban bagi pelaku usaha dan
konsumen serta badan-badan penyelesaian konsumen, secara tidak langsung
buku tersebut berhubungan dengan judul skripsi yang diangkat penulis, akan
tetapi buku tersebut tidak membahas mengenai kontrak dalam melakukan
transaksi jual beli.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang
diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu yang
dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah “pengetahuan” atau lebih tepatnya “pengetahuan yang benar”, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat
dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu10. Jenis penelitian
hukum yang dilakukan adalah peneliatian yuridis normatif, penelitian hukum yuridis
10
normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan
sistem norma11.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis yang
berbentuk studi deskriptif analisis, yakni dengan cara penulisan yang
menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada data-data yang ada, lalu
dianalisa lebih lanjut untuk kemudian di ambil sebuah kesimpulan.
Sedangkan pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang berusaha mengkombinasikan pendekatan normatif dan empiris12.
Dengan penelitian yuridis normatif yang bersifat kualitatif, penelitian yang
mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang di
masyarakat.
2. Teknik pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini, dengan
menggunakan cara penelitian kepustakaan (Library research), yaitu suatu metode
pengumpulan dengan cara membaca atau merangkai buku-buku peraturan
perundang-undangan dan sumber kepustakaan lainnya yang berhubungan dengan
11
Fahmi M. Ahmadi. Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h.31.
12
objek penelitian. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data
sekunder, dengan melakukan pengkajian terhadap:
a. Bahan hukum primer : Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
b. Bahan hukum sekunder : merupakan bahan-bahan yang erat kaitannya dengan
bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya RUU,
jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian, makalah hukum, dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tersier : bahan-bahan yang memberikan informasi tentang
bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya koran, majalah, kliping, dan
sebagainya.
3. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis normatif kualitatif. Yaitu dengan menganalisis ketentuan dalam
perundang-undangan serta buku-buku yang berkaitan secara komprehensip.
4. Teknik Penarikan Kesimpulan
Dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif, yakni proses
penalaran yang berawal dari hal yang umum untuk menentukan hal yang khusus
sehingga mencapai suatu kesimpulan.
Dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum” yang diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun
201213.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulis dalam mengkaji dan menelaah skripsi yang
berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi E-commerce
Di Tinjau Dari Hukum Perikatan” dirasa perlu untuk menguraikan terlebih dahulu sistematika penulisan sebagai gambaran singkat skripsi, yaitu sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang masalah, dan perumusan
masalah, (c) tujuan dan manfaat penelitian, (d) kajian terdahulu, (e) metode
penelitian, (f) sistematika penulisan.
Bab II : Bab ini menjelaskan tentang (a) Perlindungan Hukum, (b)Macam-macam Perlindungan Hukukm, (c) Perlindungan Hukum Konsumen, (d)
Sumber-sumber Hukum Konsumen, (e) Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha,
(f) Prinsip-prinsip Umum Perlindungan Konsumen, (g) Prinsip Tanggung
Jawab Pelaku Usaha, (h) Tinjauan Umum Hukum Perikatan.
Bab III : Bab ini menjelaskan tentang Legalitas Transaksi E-Commerce Di Tinjau Dari Hukum Perikatan (a) Tinjauan Umum Transaki E-Commerce, (b)
Pengertian Transaksi E-Commerce, (c) E‐Commerce Dalam Perspektif
13
Hukum Kontrak, (d) Legalitas Transaksi E-Commerce Di Tinjau Dari
Hukum Perikatan, (e) Pembuktian Hukum Terhadap Data Elektronik, (f)
Jenis-jenis transaksi E-Commerce, (g) Pihak-pihak Yang Terkait Dalam
Transaksi E-Commerce
Bab IV : Pada bab ini penulis memberikan tema “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Elektronik” yang terdiri dari dua pembahsan (a) Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi
E-Commerce serta cara, (c) penyelesaian sengketa konsumen dalam
bertransaksi melalui media internet.
a. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum bila dijelaskan harafiah dapat menimbulkan banyak
persepsi. Sebelum kita mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya
dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai
pengertian-pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni
perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar
tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa
berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.
Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian
meragukan keberadaan hukum. Oleh karena hukum sejatinya harus memberikan
perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap
orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Setiap aparat penegak
hukum jelas wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka
secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan terhadap setiap
hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh
hukum itu sendiri.
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum
untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian
subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang
secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
Menurut Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:
Pertama: Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana
kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Kedua:
Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana lebih
ditujukan dalam penyelesian sengketa.
Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia
merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum
yang berdasarkan Pancasila1.
Dalam Al-Quran perlindungan hukum tersirat dalam surat (Al-Maidah Ayat: 32)
ْنم
لْجأ
كلٰ
انْبتك
ٰىلع
ْوأ سْفّ رْيغب اًسْفّ لتق ْنم هَّأ ليئارْسإ
ينب
امَّأكف اهايْحأ ْنمو اًعيمج ساَّلا لتق امَّأكف ضْرأْلا يف داسف
ايْحأ
ساَنلا
اًعيمج
ۚ
ْ قل
ْم ْتءاج
انلسر
تانِيبْلاب
َمث
َّإ
اًريثك
ْم ْن
م
ْعب
كلٰ
يف
ضْرأْلا
ّ فرْسمل
1Status Hukum. “ Perlindungan Hukum Represif”, a
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata perlindungan berarti tempat
berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya memberikan
perlindungan kepada orang yang lemah2.
B. Perlindungan Konsumen
a. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen itu sendiri menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen menyebutkan “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen”. Az. Nasution menyebutkan pengertian hukum perlindungan konsumen
adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi
konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk
2
(barang/jasa) konsumen antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan
bermasyarakat. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
perlindungan konsumen bertujuan :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak – haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha menegnai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen3.
Menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat
dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dan/atau
pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase)4.
C. Sumber-sumber Hukum Konsumen
Disamping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen
“ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya telah diuraikan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku
setahun sejak disahkannya (tanggal 20 April 2000). Dengan demikian dan ditambah
3
Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT. Raja Grafindo,2011), h. 1-22.
4
dengan ketentuan Pasal 64 (ketentuan peralihan) undang-undang ini, berarti untuk
“membela” kepentingan konsumen. Sekalipun peraturan perudang-undagan itu tidak
khusus diterbitkan untuk konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia
merupakan sumber juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan
konsumen. Beberapa diantaranya akan diuraikan sebagai berikut.
a. Undang-Undang Dasar dan Ketetapan MPR
Hukum konsumen, terutama Hukum Perlindungan Kosumen mendapatkan
landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, pembukaan alinea keempat
yang berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”. Umumnya, sampai
saat ini orang bertumpu pada kata “segenap bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa). Akan tetapi, di
samping itu, dari kata “melindungi” menurut AZ.Nasution di dalamnya terkandung
pula asas perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan hukum
pada segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali.
Landasan hukum lainya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat
2 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Ketentuan tersebut berbunyi “Tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Sesungguhnya, apabila kehidupan seseorang tergantung atau digantung oleh pihak
lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta ataupun tidak, untuk
apalagi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak bagi warga negara
dan hak semua orang. Ia merupakan hak dasar bagi rakyat secara menyeluruh.
b. Hukum Konsumen Dalam Hukum Perdata
Dengan hukum perdata dimaksudkan hukum perdata dalam arti luas, termasuk
hukum perdata, hukum dagang serta kaidah-kaidah keperdataan yang termuat dalam
berbagai peraturan perundang-udangan lainnya. Kesemuanya itu baik dalam hukum
tertulis maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat).
Kaidah-kaidah hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Di samping itu, tentu saja juga kaidah-kaidah
hukum perdata adat, yang tidak tertulis tetapi ditunjuk oleh pengadilan dalam
perkara-perkara tertentu. Patut kiranya diperhatikan kenyataan yang ada dalam
pemberlakuan berbagai kaidah hukum perdata tersebut.
Bebarapa putusan pengadilan tentang masalah kepertdataan berkaitan dengan
konsumen masih terlihat. Adapun hubungan-hubungan atau masalah antara dan
konsumen dari berbagai negara yang berbeda, atau tidak bersamaan hukum yang
berlaku bagi mereka, dapat diberlakukan Hukum Internasional dan asas-asas hukum
Internasional, khususnya Hukum Perdata Internasioal, memuat pula berbagai
ketentuan hukum perdata bagi konsumen.
Akan tetapi disamping itu, dalam berbagai peraturan perudang-undangan lain,
tampaknya termuat pula kaidah-kaidah hukum yang mempengaruhi dan/atau
kewajiban masing-masing, serta tata cara penyelesaian masalah yang terjadi dalam
sengketa antara konsumen dan penyedia barang dan/atau penyelenggara jasa yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan bersangkutan.
Beberapa diantara (yang terbaru) adalah Undang-Undang tentang Metrologi
Legal (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981), Undang-Undnag tentang Lingkungan
Hidup (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982), Undang-Undang tentang
Ketentuan-Ketentauan Pokok Pers (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982), Undang-Undang
Penindustrian (Undang-Undang No 5 Tahun 1984), Undang-Undang tentang Rumah
Susun (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985), Undang-Undang tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Undang Nomor 14 Tahun 1992),
Undang tentang Kesehatan (Undang Nomor 23 Tahun 1992),
Undang-Undang tentang Pangan (Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996), dan terakhir
Undang-Undang Perlindungan Kosumen (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999;
Lembaran Negara Tahun 1999 No.42).
Jadi kalau dirangrum keseluruhnyan, dan terlihat bahwa kaidah-kaidah
hukum yang mengatur hubungan dan masalah hukum antara pelaku usaha penyedia
barang dan/atau penyelenggara jasa dengan kosumennya masing-masing terlihat
termuat dalam :
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terutaman dalma buku kedua, ketiga, dan keempat;
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Buku kesatu dan buku kedua; - Berbagai peraturan perundang-undangan lalu yang memuat kaidah-kaidah
dan masalah antara penyedia barang atau penyelenggara jasa tertentu dan konsumen5.
c. Hukum Konsumen Dalam Hukum Publik
Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara
negara dan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perorangan.
Termasuk hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum kosumen dan/atau
hukum perilndungan konsumen, adalah hukum administrasi negara, hukum pidana,
hukum acara perdata dan/atau hukum acra pidana dan humum internasional khusunya
hukum perdata Indtenasional.
Jadi, segala kaidah hukum maupun asas-asas hukum ke semua cabang-cabang
hukum publik itu sepanjamg berkaitan dengan hubungan hukum kosumen dan/atau
masalahnya dengan penyedia barang dan atau penyelenggara jasa, dapat pula
diberlakukan. Dalam kaitan ini anatara lain ketentuan perizinan usaha,
ketentuan-ketentuan pidana tertentu, ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan hukum acara dan berbagai konvensi
dan/atau ketentuan hukum perdata Internsioal.
Di antara kesemua hukum publik tersebut, tampaknya hukum administrasi
negara, selanjutnya disebut hukum administrasi, hukum pidana, hukum internasional
khususnya hukum perdata internasional dan hukum acara perdata serta hukum acara
pidana paling banyak pengaruhnya dalam pembentukan hukum konsumen.
D. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha
5
Istilah konsumen berasal dari bahasa Belanda : Konsument. Para ahli hukum
pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah : “Pemakai akhir dari benda dan jasa (Uiteindelijke Gebruiker van Goerderen en Diensten) yang diserahkan kepada
mereka oleh pengusaha (ondernamer)6. Menurut Az. Nasution, pengertian konsumen
adalah “Setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang atau
jasa untuk suatu kegunaan tertentu”7
. Definisi lain tentang pengertian konsumen
dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu “pemakai terakhir dari benda
dan jasa yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha”.
Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper).
Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut
Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk
hidup lain dan tidak diperdagangkan”.
Di dalam penjelasan Pasal 1 angka (2), disebutkan bahwa di dalam
kepustakaan ekonomi dikenal dengan istilah konsumen akhir dan konsumen antara.
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan
konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian
6
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku ( Standar ),dalam BPHN,Simposium Aspek – Aspek Hukum Perlindungan Konsumen,(Bandung :Binacipta,1986), h. 57.
7
dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam undang – undang ini adalah konsumen akhir.
Pengertian umum pelaku usaha adalah orang atau badan hukum yang
menghasilkan barang – barang dan/atau jasa dengan memproduksi barang dan/atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau konsumen dengan mencari
keuntungan dari barang – barang dan/atau jasa tersebut. Menurut Pasal 1 angka (3) Undang – Undang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud pelaku usaha adalah
“Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai
bidang ekonomi”.
Sedangkan menurut penjelasan Pasal 1 angka (3) Undang – Undang Perlindungan Konsumen, yang termasuk dalam pelaku usaha adalah “pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,
importir, pedagang, distributor, dan lain – lain.
E. Prinsip-Prinsip Umum Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Kosumen pada dasarnya banyak mengatur
mengenai pelaku usaha dan lebih mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak
konsumen sebagai hak-hak dasarnya untuk mencapai keadilan, yang diharapkan
konsumen untuk melindungi dirinya, di lain pihak akan menumbuhkan pelaku usaha
yang bertanggung jawab.
Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan lima prinsip yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu
sebagai berikut:
a. Prinsip manfaat
Prinsip ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Prinsip keadilan
Prinsip ini dilakukan agar partisipasi seluruh masyarakat dapat diwijudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c. Prinsip keseimbangan
Prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan kesimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil maupun spiritual.
d. Prinsip keamanan dan keselamatan konsumen
Prinsip ini dimaksudkan untuk memeberikan jaminan atas keamanan dana keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang digunakan.
e. Prinsip kepastian hukum
Prinsip ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, di mana negara dalam hal ini turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut.
F. Hukum Perikatan a. Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda yaitu
Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang/pihak yang satu terhadap
orang/pihak yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa
perbuatan, misalnya jual beli barang.
Jika dirumusakan perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang
yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property); dalam bidang hukum keluarga (family law); dalam
bidang hukum pribadi (personal law). Perikatan yang meliputi beberapa bidang
hukum ini disebut perikatan dalam arti luas.
Perikatan yang terdapat dalam bidang hukum tersebut di atas dapat
dikemukakan contohnya seperti dalam bidang hukum harta kekayaan, modalnya
perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming),
pembayaran tanpa hutang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain dan
sebaginya8.
b. Pengertian Jual Beli
Jual-beli (menurut B.W) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana
pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk menbayar harga yang terdiri
atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
8
Perkataan jual-beli menunjukan bahawa dari satu pihak perbuatan dinamakan
menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan pembeli. Istilah yang mencakup
dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop en
verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt”
(menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli). Dalam bahasa Inggris jual beli
hanya disebut dengan “sale” saja yang berarti “penjualan” (hanya dilihat dari
sudutnya si pembeli), begitu pula dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan
“vante” yang juga berarti “penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya
perkataan “kauf” yang berati “pembelian”.
Barang yang menjadi obyek perjanjian jual beli harus cukup tertentu,
setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak
miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adlaah sah memuat hukum misalnya
jual beli mengenai pertanahan yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang
tanah tertentu.
jual beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai barang-barang yang
bisanya dicoba terlebih dahulu, selalu dianggap telah dibuat dengan suatu syarat
tangguh (Pasal 1463 B.W.).
c. Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli
Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanian jual beli adalah barang dan harga.
perjanian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai
barang dan harga. Begitu kedua belah pihak sudah setuju dengan barang dan harga,
maka melahirkan perjanjian jual beli yang sah.
Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 yang
berbunyi: “ Jual beli dianggap sudah terjadi abtara kedua belah pihak seketika setelah
mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu diserahkan
maupun belum dibayar”. Konsensualisme bersal dari perkataan “konsensus” yang
berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudan bahwa diantara pihak-pihak
yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang
dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua
kehendak itu bertemu dalam “sekapat” tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan ini dinyatakan oleh kedua belah pihak
dengan mengucapkan perkataan-perkataan misalnya setuju dengan bersama-sama
menaruh tanda tangan di bawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti)
bahwa kedua belah pihak telah meneyetujui segala apa yang tertera di atas tulisan itu.
Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dari B.W. menganut asas
konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian dari B.W. itu menganut suatu asas
bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian
itu (dan dengan demikian “perikatan” yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan
lain yang kemudian atau yang sebelumnya. Asas tersebut kita simpulkan dari Pasal
1320, yaitu Pasal yang mengatur tentang syarat-syarat sahnya perjanjian dan tidak
dari pasal 1338 (1) yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu
undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada “semua perjanjian yang dibuat
secara sah”, yang dimaksud dengan perjanjian yang sah terdapat dalan Pasal 1320
yang menyebutkan satu persatu mengenai syarat sahnya perjanjian. Syarat-sayartnya
adalah : 1. sepakat, 2. kecakapan, 3. hal tertentu dan 4. causa (sebab, isi) yang halal.
Dengan hanya disebutkannya “sepakat” saja tanpa dituntutnya sesuatu bentuk cara
(formalitas) apapun, seperti tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya,
dapat kita simpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah
perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Adanya yang dinamakan perjanjian-perjanjian “formal” atau pula yang dinamakan perjanjian-perjanjian “riil” itu merupakan kecualian. Perjanjian formal adalah misalnya perjanjian “perdamaian” yang menurut Pasal 1851 (2) B.W. harus diadakan secara tertulis (kalau tidak maka ia tidak sah, sedangkan perjanjian riil
adalah misalnya perjanjian “pinjam-pakai” yang menurut Pasal 1740 baru tercapai
dengan diserahkannya barang yang manjadi objeknya atau perjanjian “penitipan”
Untuk perjanian-perjanjian ini tidak cukup dengan adanya sepakat saja, tetapi
disamping itu diperlakukan suatu formalitas atau suatu perbuatan yang nyata (riil).
Asas konsensualisme yang terkandung dalam Pasal 1320 B.W. (kalau
dikehendaki : Pasal 1320 dihubungkan dengan Pasal 1338 ayat 1), tampak jelas pula
dari perumusan-perumusan berbagai macam perjanjian. Kalau kita ambil; perjanjian
yang utama, yaitu jual-beli, maka konsensualisme itu menonjol sekali dari
perumusannya dalam Pasal 1458 B.W. yang berbunyi : “Jual-beli itu dianggap telah
terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai
sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan,
BAB III
LEGALITAS TRANSAKSI E-COMMERCE DI TINJAU DARI HUKUM PERIKATAN
A. Tinjaun Umum Transaksi E-Commerce
Transaksi yang dilakukan secara Elektronis pada dasarnya adalah perikatan
ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara Elektronis dengan memadukan
jaringan sistem Elektronis oleh keberadaan jaringan komputer gobal atau internet.
Hubungan hukum merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (subjek
hukum) yang mempunyai akibat hukum (menimbulkan hak dan kewajiban) dan diatur
oleh hukum. Dalam hal ini hak merupakan kewenangan atau peranan yang ada pada
seseorang (pemengangnya) untuk berbuat atas sesuatu yang menjadi obyek dari
haknya itu terhadap orang lain. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus
dipenuhi atau dilaksanakan oleh sesorang untuk memperoleh haknya atau karena
telah mendapatkan haknya dalam suatu hubungan hukum. Obyek hukum adalah
sesuatu yang berguna, bernilai, berharga bagi subyek hukum dan dapat digunakan
sebagai pokok hubungan hukum. Sedangkan subyek hukum adalah segala sesuatu
yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajibannya atau memiliki kewenangan
hukum.
Dalam lingkup privat, hubungan hukum tersebut akan mencakup hubungan
atar individu, sedangkan lingkup publik, hubungan hukum tersebut akan mencakup
anggota masyarakat yang tidak dimaksudkan untuk tujuan perniagaan, yang antara
lain berupa pelayanan publik dan transaksi informasi antar organisasi pemerintah
sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundangan-undangan, seperti Inpres
Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan
e-goverment.
Dalam kegiatan perniagaan, transaksi memilki peranan yang sangat penting.
Pada umumnya makna transaksi seringkali direduksi sebagai perjanjian jual beli
antara pihak yang bersepakat untuk itu, padahal dalam perspektif yuridis, terminologi
transaksi tersebut pada dasarnya ialah keberadaan suatu perikatan maupun hubungan
hukum yang terjadi antara para pihak. Makna yuridis transaksi pada dasarnya lebih
ditekankan pada aspek materiil dari hukumnya secara formil. Oleh karena itu
keberadaan ketentuan hukum mengenai perikatan tetap mengikat walaupun terjadi
perubahan media maupun perubahan tata cara bertransaksi. Hal ini tentu saja terdapat
pengecualian dalam konteks hubungan hukum yang menyangkut benda tidak
bergerak, sebab dalam konteks tersebut perbuatannya sudah ditentukan oleh hukum,
yaitu harus dilakukan secara “terang” dan “tunai”.
Dalam lingkup keperdataan khususnya aspek perikatan, transaksi tersebut
akan merujuk keperdataan khususnya aspek perikatan, makna transaksi hukum secara
Elektronik itu sendiri akan mencakup jual beli, lisensi, asuransi, lelang dan
perikatan-perikatan lain yang lahir sesuai dengan perkembangan mekanisme perdagangan di
hubungan antara warga negara dengan pemerintah maupun hubungan antara sesama
anggota masyarakat yang tidak dimaksudkan untuk tujuan-tujuan perniagaan.
Hubungan hukum kontrak Elekrtonik timbul sebagai perwujudan dari
kebebasan berkontrak, yang dikenal dalam KUHPerdata. Asas ini disebut pula
dengan freedom of contract atau laissez faire. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata
dinyakatan “semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak disebut dengan “sistem terbuka”, karena siapa saja dapat melakukan perjanjian dan apa saja dapat dibuat
dalam perjanjian itu.
Dengan sederhana perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sama dengan
undang-undang, bagi mereka yang membuat perjanjian. Pengertian berlaku bagi
pihak yang melakukan perjanjian, mempunyai konsekuensi bahwa hanya kepada
pihak yang ikut melakukan perjanjian itulah yang berlaku perjanjian tersebut. Dengan
demikian pihak ketiga atau pihak luar tidak dapat menuntut suatu hak berdasarkan
perjanjian yang dilakukan pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
B. Pengertian E-Commerce
Electronik Commerce atau disingkat E-Commerce adalah kegiatan bisnis yang
menyangkut konsumen (consumers), manufaktur (manufacturers), service provider,
dan perdagangan perantara (intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan
komputer (computer networks), yaitu E-Commerce sudah meliputi seluruh spektrum
menggambarkan E-Commerce sebagai suatu cakupan yang luas mengenai teknologi,
proses dan praktik yang dapat melakukan transaksi bisnis tanpa menggunakan kertas
sebagai sarana mekanisme transaksi . Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara
seperti melalui e-mail atau bisa melalui World Wibe Web1.
Sementara itu, Kamlesh K. Bajaj dan Debjani Nag pengarang buku
E-commerce The Cutting Edge of Business (1999:12) menyatakan bahwa E-commerce
adalah pertukaran informasi bisnis tanpa menggunakan kertas (the paperless
exchange of business information), melaikan melalui EDI (Electronic Data
Exchange) E-mail, EBB (Elektronik Bulletin Board) Electronic Fund Transfer dan
teknologi-teknologi lainnya yang menggunakan jasa jaringan (net).
Di samping definisi di atas, Bajaj dan Debjani mempertegas pendapatnya
dengan merujuk kepada definsi yang dibuat oleh UNCITRAL yang menyatakan,
bahwa secara singkat E-commerce didefinisikan sebagai “setiap aktivitas perdagangan yang dilaksanakan dengan cara melakukan pertukaran informasi yang
diberikan, dan diterima atau disimpan melalui jasa elektronik, optik atau alat serupa
lainnya termasuk, tetapi tidak terbatas pada EDI, e-mail, telegram, telex atau
telekopi” (Pasal 1 dan 2 UNICITRAL, Modal Law).
Menurut WTO E-Commerce adalah suatu proses meliputi produksi, ditribusi,
pemasaran, penjualan dan pengiriman barang serta jasa melalui Elektronis.
1
Sedangkan menurut para akademisi yang mendefinisikan E-Commerce seperti
menurut Ding E-Commerce adalah transaksi komersial antara penjual dan pembeli
atau pihak-pihak lainnya dalam hubungan kontrak yang menggunakan media
elektronik atau digital yang dalam prosesnya tidak diperlukan temu muka dan
transaksi dilakukan secara lintas batas. Menurut Kalakita dan Whinston
mendefinisikan E-Commerce dalam beberapa definsi di antara adalah sebagai berikut:
a. E-Commerce adalah aktivitas pengiriman komunikasu dan informasi, produk-produk atau jasa, atau pembayaran yang dilakukan melalui telepon, jaringan-jaringan komputer atau sarana-sarana Elektronis lainya. b. Proses bisnis dengan mengaplikasikan teknologi untuk melakukan
transaksi-transaksi bisnis atau alur kerja.
c. Sarana yang memungkinkan perusahaan-perusahaan, konsumen-konsumen dan menajamen perusahaan untuk menurunkan biaya-biaya pelayanan.
d. Sarana yang memungkinkan dilakukannya penjual dan pembelian produk dan infomasi melalui internet dan layanan-layanan online lainya.
E-commerce merupakan bidang yang multidisipliner (multidiciplinary) yang
mencankup bidang-bidang teknik seperti jaringan data telekomunikasi, pengamanan,
penyimpanan, dan pengambilan data (retrieval) dari multi media, bidang-bidang
bisnis seperti pemasaran (marketing), pembelian dan penjualan ( Procurement and
purchasing), penagihan dan pembayaran (billing and payment), manajemen jaringan
ditribusi (supply chain management), dan aspek-aspek hukum seperti information
privacy, hak milik intelektual (intelectual property), perpajakan (taxation),
pembuatan perjanjian, dan penyelesaian hukum lainnya. Jadi secara singkat dapat
dideskripsikan, bahwa E-commerce adalah suatu bentuk bisnis modern melalui sarana
For Electronic Commerce secara sederhana mendefinisikan E-Commerce
sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. CommerceNet, sebuah konsorsium
industri memberikan definisi lengkap yaitu penggunaan jaringan komputer sebagai
sarana penciptaan relasi bisnis. Tidak puas dengan definisi tersebut Commerce Net
menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi proses pembelian dan penjualan
jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan
distribusi informasi antar dua pihak dalam satu perusahaan dengan menggunakan
internet. Sementara itu Amir Hatman dalam bukunya Net Ready : Strategies for
Success in the E-Conomy secara lebih terperinci lagi mendefinisikan E-Commerce
sebagai suatu mekanisme bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada
transaksi bisnis berbasis individu dengan menggunakan internet sebagai medium
pertukaran barang atau jasa baik antara dua institusi (Business to business) maupun
antar institusi dan konsumen langsung (Business to Consumer2). Jadi kesimpulanya
E-Commerce adalah suatu transaksi komersial memelalui jaringan komunikasi yang
dapat berupa fax, e-mail¸ telegram¸ EDI (Electronic Data Interchange), dan sarana
Elektronis lainnya meliputi kegiatan tukar menukar infomasi, iklan, pemasaran,
kontrak dan kegiatan perbankan melalui internet.
C. E‐Commerce Dalam Perspektif Hukum Kontrak
2
Sekalipun kontrak Elektronik merupakan suatu fenomena baru, tetapi semua
negara menerapkan pengaturan hukum kontrak yang telah ada dengan menerapkan
asas‐asas universal tentang pembuatan suatu perjanjian seperti asas konsensual, asas
kebebasan berkontrak, asas itikad baik dan syarat sahnya perjanjian. Kontrak
Elektronis termasuk dalam kategori kontrak tidak bernama yaitu perjanjian‐perjanjian
yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tetapi terdapat dalam
masyarakat akan tetapi lahirnya perjanjian tersebut tetap berdasarkan pada
kesepakatan atau party otonomi dan berlaku Pasal 1338 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata tentang sahnya suatu perjanjian. Demikian juga tentang syarat sahnya
perjanjian ElektroniK tetap berlaku Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata mencerminkan asas konsensualisme.
Di dalam kontrak Elektronis kesepakatan merupakan suatu hal yang sangat
penting, hal ini disebabkan karena para pihak tidak bertemu secara langsung sehingga
diperlukan suatu pengaturan tentang kapan kesepakatan tersebut terjadi. Di Indonesia,
untuk menentukan adanya kesepakatan maka dapat digunakan beberapa teori yaitu:
a. Teori kehendak yang mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan
b. Teori pengiriman yang menyatakan kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran
c. Teori pengetahuan yang menyatakan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima