• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Value Added Intellectual Capital, Good Corporate Governance Dan Pergantian Ceo Terhadap Kinerja Perusahaan : Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Value Added Intellectual Capital, Good Corporate Governance Dan Pergantian Ceo Terhadap Kinerja Perusahaan : Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2014)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh: Devi Hasna NIM: 109082000187

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1437 H/2016 M

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Devi Hasna Nll\1: 109082000187

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rini 1\1. Si. CA

NIP.19760315 005012002

Reskino, SE, Ak, 1\1.Si NIP. 197409282008012004

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOI\11DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAI\1 NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H/2016

(3)

2. NIM : 109082000187 3.Jurusan : Akuntansi

4.Judul Skripsi : "Pengaruh Value Added Intelectual Capital, Good Corporate Governance, Pergantian CEO terhadap Kinerja Perusahaan".

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Juni 2016

1. Yessi Fitri, SE., Ak., M.Si NIP. 19760924 200604 2 002

2. Dr. Rini, SE., M.Si., Ak., CA NIP. 19760315 200501 2 002

3. Dr. Rini, SE., M.Si., Ak., CA NIP. 19760315 200501 2 002

4. Reskino, SE., Ak., M.Si NIP. 19740928 200801 2 004

5. Yulianti, SE., M.Si

NIP. 19820318 201101 2 011

( )

Ketua

Pembimbing II

Nr---Penguji Ahli

(4)

1. Nama : Devi Hasna

2. NIM 109082000187

3.Jurusan Akuntansi

4.Judul Skripsi "Pengaruh Value Added Jntelectual Capital, Good Corporate Governance, Pergantian CEO terhadap Kinerja Perusahaan".

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Mei 2014

1. Yoghi Citra Pratama, M.Si NIP. 19830717 201101 1 011

2. Hepi Prayudiawan, SE, MM, Ak, CA NIP. 19760315 200501 2 002

3. Yusar Sugara, SE,M.Si, Ak, CA, CMA, CPMA

I

NIDN. 2009058601

(5)

Nama

NIM

Devi Hasna

109082000187

Jurusan .Akuntansi

Judul Skripsi : "Pengaruh Value Added Intelectual Capital, Good Corporate

Governance, Pergantian CEO terhadap Kinerja Perusahaan".

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan

mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.

3. Tidak menggunakn karya orang laun tanpa menyebutkan somber asli

atau tanpa izin pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas

karya ini.

Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah

melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, temyata memang

ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pemyataan ini, maka saya siap

dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, Juni 2016

(Devi Hasna)

(6)

1. Nama : Devi Hasna

2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 19 Juni 1990

3. Alamat : Jl. Kertamukti No.2 RT.004/08, Kel. Pisangan, Kec. Ciputat, Tangerang Selatan 15419

4. Telepon : 087777567225

5. Email : devihasna190690@gmail.com

II. P ENDIDIKAN

1. SD Negeri Kosambi I Tahun 2001-2003 2. SMP Islamiyah Ciputat Tahun 2004-2006 3. MA Khazanah Kebajikan Tahun 2007-2009 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009-2016

III. PENGALAMAN ORGANISASI

1. SMP Islamiyah Ciputat Sebagai Anggota (2004-2006) 2. Madrasah Aliyah Khazanah Kebajikan (2007-2008) 3. Angota (PII) Pelajar Islam Indonesia (2008-2009)

4. Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Akuntansi Departemen Forum Angkatan (2010-2011)

(7)

3. Ibu : Hj. Ade Aisyah

4. Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 26 Februari 1979

6. Alamat : Jl. Dogol suta Kel. Pisangan, Kec. Ciputat, Tangerang Selatan 15419

(8)

This study is aimed to investigate the influence of value added intectual capital, good corporate governance, and change of CEO on firm performance (Tobin’s Q). Good corporate governance would be estimated by using the propotion of independent commissionare; institutional ownership; and volume of direction. There are 31 samples in this study. Those samples are property and real estate companies listed on Indonesia Stock Exchange with period of observation in 2010-2014.

Based on sample, the result shows that value added intectual capital has positive-significantly influences to firm performance and propotion of independent commissionare has negative-significantly influence to firm performance. In contrast, institutional ownership, volume of direction and change of CEO has no significant influences to firm performance (Tobin’s Q).

Keyword: Good corporate governance; Propotion of independent commissionare; managerial ownership; institutional ownership; audit quality; family ownership; cost of debt

(9)

Penelitian ini menguji pengaruh value added intectual capital, good corporate governance dan pergantian CEO terhadap kinerja perusahaan (Tobins Q). Good corporate governance diproksikan dengan proporsi komisaris independen, kepemilikan institusional, dan dewan direksi. Sampel penelitian ini berjumlah 31 perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan tahun 2010-2014.

Berdasarkan sampel yang diteliti, hasil penelitian membuktikan bahwa secara parsial, value added intellectual capital berpengaruh signifikan positif terhadap Tobins Q. proporsi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap Tobins Q. Sementara itu kepemilikan institusional, dewan direksi dan pergantian CEO tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan (Tobins Q).

Kata kunci: Value Added Intellectual Capital, Good Corporate Governance; Proporsi Komisaris Independen; Kepemilikan Institusional; Pergantian CEO, Kinerja Perusahaan (Tobins Q).

(10)

Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Good Corporate Governance, Value Added Intellectual Capital dan pergantian CEO Terhadap Tobins Q”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis hanturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Dr. H. Sirojuddin Aly, MA. dan Hj. Ade Aisyah yang telah memberikan bantuan, dukungan, kasih saying, nasehat, perhatian dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

2. Kedua mertuaku tercinta, Alm. H. Mursan dan Hj. Sumiyati yang telah memberikan perhatian dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis. 3. Suamiku tercinta, Muhammad Arif yang selalu ada mendampingi dan

memberikan rasa cinta, kasih sayang, perhatian, semangat, membantu dalam pembuatan skripsi serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

4. Adikku Ayu yang tidak lelahnya telah membantu dalam pembuatan skirpsi ini, menyemangati dan memberikan nasehat yang menginspirasi serta do’a terbaiknya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Adikku Vina yang telah membantu menemani mengumpulkan kelengkapan dalam menyelesaikan skripsi ini, kemudian Imtiyas, Laili, Izzati, Ifkar (Gigah) yang menyemangati dan menjaga anakku, Rafa saat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta..

(11)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Ibu Dr. Rini, SE, Ak, M.Si, CA selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk membimbing penulis selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasehat yang telah diberikan selama ini. 10. Ibu Reskino, SE, Ak, M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah

bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala masukan guna penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasehat yang telah diberikan selama ini. 11. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah

memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama masa perkuliahan. 12. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri yang telah

memberikan bantuan kepada penulis.

13. Sahabat-sahabat terdekat penulis; Dina, Anggi, Nira, Muth, Tya, Vivin dan Grevi yang memberikan support, perhatian dan doa terbaik kepada penulis. 14. Semua teman-teman akuntansi C angkatan 2008.

15. Semua teman-teman akuntansi manajemen angkatan 2008-2009. 16. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, 27 Juni 2016

(Devi Hasna)

(12)

Lembar Pengesahan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ... iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi... iv

Lembar Pernyataan Bebas Plagiat ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Abstract ... viii

Abstrak ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1. Tujuan Penelitian ... 11

2. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 14

A. Landasan Teori ... 14

1. Teori Agensi ... 14

(13)

b. Komponen Intellectual Capital ……… . 21

c. Pengukuran VAIC……….. 24

4. Good Corporate Governance……… 26

a. Sejarah pedoman GCG ……….. 28

b. Prinsip GCG………31

c. Tujuan GCG……… 32

d. Mekanisme GCG ………34

1). Proporsi Komisaris Independen ………34

2). Kepemilkan Institutional………...37

3). Dewan Direksi ………..38

5. Pergantian Chief Executive Officer ……….. 40

a. Definisi CEO ………..40

b. Pergantian CEO ………..40

c. Teori pergantian CEO ………41

6. Kinerja perusahaan ………..44

B. Penelitian Sebelumnya ... 46

C. Kerangka Pemikiran ... 50

D. Hipotesis ………..52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 59

B. Metode Penentuan Sampel ... 59

(14)

2. Uji Asumsi Klasik ... 61

3. Uji Statistik ... 64

E. Operasionalisasi Variabel ... 66

1. Intellectual Capital……… ... 66

2. Good Corporate Governance ... 67

a. Proporsi Komisaris Independen ... 67

b. Kepemilikan Institusional... 68

c. Dewan Direksi ... 69

3. Pergantian CEO ... 70

4. Kinerja perusahaan ... 71

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitan ... 74

1. Deskristif dan Objek Penelitian ... 74

2. Deskriftif sampel penelitian ... 76

B. Hasil Uji Instrumen penelitian ... 77

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 77

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 79

3. Hasil Uji Statistik ... 85

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 89

(15)

Daftar Pustaka ...104 Lampiran-Lampiran ...110

(16)

1.1 Daftar Perusahaan Tidak Mampu Bersaing ...1

1.2 Market Value and Asset (in billion od dollars) ... 4

2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Peneliti ... 20

2.2 Hasil-Hasil Penelitian Sebelumnya ...47

3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ...73

4.1 Tahapan Seleksi Sampel Penelitian ...75

4.2 Sampel Penelitian ...76

4.3 Hasil Uji Statistik Deskriptif ...78

4.4 Hasil Uji Multikolonieritas ...80

4.5 Hasil Uji Autokorelasi ...81

4.6 Hasil Uji Koefisien Determinasi ...86

4.7 Hasil Uji Statistik F ...87

4.8 Hasil Uji Statistik t ...88

(17)

2.1 Skema Kerangka Pemikiran ... 50 4.1 Hasil Uji Heteroskedasitas ... 83 4.2 Hasil Uji Normalitas Data Menggunakan Grafik P-Plot ... 85

(18)

1 Data Sampel Penelitian ... 110 2 Hasil Analisis Data Sampel ... 115 3 Output Hasil Pengujian Data ... 121

(19)

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini perekonomian dunia telah berkembang dengan begitu pesatnya ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, pertumbuhan inovasi yang luar biasa dan persaingan yang ketat. Dalam persaingan ekonomi yang ketat, perusahaan harus mampu bersaing dengan perusahaan lain namun apabila perusahaan tidak dapat bersaing dengan perusahaan lain maka pada akhirnya kinerja perusahaan tersebut akan menurun. Berikut ini beberapa contoh perusahaan yang tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain:

Tabel 1.1

Daftar Perusahaan yang Tidak Mampu Bersaing dengan Perusahaan Lain No. Nama Perusahaan Lokasi Keterangan

1. Nokia Corporation Finlandia Tahun 2014 Nokia diakuisisi oleh Microsoft. 2 PT Toshiba Consumer Product

Indonesia

Indonesia Tahun 2016 diakuisisi oleh Skywards.

3. PT Panasonic Lighting Indonesia

Indonesia Tahun 2016 menutup pabriknya di Indonesia. Sumber: Berbagai sumber diolah

Di Finlandia, contoh kasus perusahaan yang tidak mampu bersaing adalah Nokia Corporation yang diakuisisi oleh Microsoft. Unit bisnis perangkat dan layanan Nokia dibeli oleh Microsoft dengan total dana yang dikeluarkan mencapai 7,2 miliar dollar AS. Selama 3 tahun berturut-turut Nokia mengalami

(20)

penurunan pendapatan karena produknya kalah bersaing dengan produk Apple Iphone dan Ponsel berbasis Android (Irwansyah, 2014:1).

Di Indonesia, contoh kasus perusahaan tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain adalah PT Toshiba Consumer Products Indonesia yang diakuisisi oleh Skywards dan PT Panasonic Lighting Indonesia yang menutup pabriknya di Indonesia. Menurut Rachmat, Chairman Panasonic Gobel Group, Panasonic melakukan rasionalisasi dengan menutup pabrik lampunya yang berlokasi di Cikarang. Rachmat mengakui salah satu penyebabnya dikarenakan produk Panasonic yang kalah bersaing dengan produk impor China (Wahyuni, 2016:5).

Permasalahan dalam kasus tersebut terjadi karena perusahaan tidak dapat bersaing dalam pesatnya perkembangan ekonomi dunia. Kinerja perusahaan yang tidak memiliki daya saing secara perlahan terus menurun seiring dengan turunnya angka penjualan. Pada akhirnya menyebabkan perusahaan harus menjual sahamnya kepada perusahaan lain.

Persaingan bisnis dan perkembangan perekonomian dunia mengakibatkan banyak perusahaan mengubah cara bisnisnya. Perubahan proses bisnis dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor based business) menuju bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge based business), sehingga karakteristik utama perusahaan menjadi perusahaan berdasarkan pengetahuan. Perusahaan-perusahaan yang menerapkan knowledge based business akan menciptakan suatu cara untuk mengelola pengetahuan sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan perusahaan, dengan penerapan knowledge based

(21)

business, maka penciptaan nilai perusahaan akan berubah (Sunarsih dan Mendra, 2011:1).

Perubahan paradigma akuntansi tersebut menimbulkan tuntutan untuk melakukan perubahan pada pengukuran akuntansi tradisional ke pengukuran intellectual capital. Akuntansi tradisional belum mampu mengidentifikasi dan mengukur intangible assets untuk organisasi yang berbasis pengetahuan (Suhendah, 2008:2).

Contoh perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan knowledge based business adalah PTIndustri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Dalam menghadapi persaingan global, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk menjaga mutu produk dan mengembangkan inovasi produk melalui uji kinik/riset mendalam. Selain itu, investasi melalui iklan secara terus menerus akan meningkatkan kekuatan brand dan nilai perusahaan. Menurut Sofjan Hidayat, CEO Sido Muncul, SDM yang berkualitas, diiringi dengan pengembangan produk, sasaran iklan yang benar dan produk yang berkualitas akan dapat meningkatkan penjualan (Thenu, 2016:1).

Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal yang konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan dapat diperoleh cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan

(22)

memberikan keunggulan bersaing (Rupert, 1998 dalam Sawarjuwono dan Kadir, 2007:2).

Tabel 1.2

Market Value and Assets (in billion of dollars) Perusahaan Market

Sumber: Sawarjuwono dan Kadir (2007:2)

Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa market share terjadi karena masuknya konsep intellectual capital (IC) yang merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan. Hal ini dapat kita lihat pada produk aplikasi komputer yang diproduksi oleh Microsoft, dimana produk yang dihasilkan dibuat berdasarkan kemampuan modal intelektual dari karyawannya (Sawarjuwono dan Kadir, 2007:2).

Keterbatasan pelaporan keuangan pada akuntansi tradisional dalam menjelaskan nilai perusahaan menunjukkan bahwa sumber ekonomi tidak berupa aset fisik melainkan penciptaan intellectual capital (Suhendah, 2008:2). Kemampuan bersaing perusahaan tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva berwujud dan tidak berwujud, tetapi juga pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu perusahaan semakin menitik beratkan akan pentingnya knowledge assets (aset pengetahuan).

Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge assets (aset pengetahuan) adalah intellectual capital (IC) yang telah

(23)

menjadi fokus perhatian di berbagai bidang, baik dalam ilmu pengetahuan maupun teknologi informasi. Hal ini menimbulkan tantangan bagi para akuntan untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Misalnya, Pulic (1998) dalam Sunarsih dan Medra (2011:2). Tidak mengukur secara langsung modal intelektual perusahaan, tetapi mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (VAICTM-value added intellectual coefficient).

Komponen utama dari VAICTM dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA-value added capital employed), human capital (VAHU-value added human capital) dan structural capital (STVA-structural capital value added). Menurut Pulic (1998) tujuan utama dari ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan suatu value added, sedangkan untuk dapat menciptakannya dibutuhkan ukuran yang tepat tentang physical capital dan intellectual potential. Lebih lanjut Pulic (1998) dalam Sunarsih dan Medra (2011:2) menyatakan bahwa intellectual ability yang kemudian disebut dengan VAICTM menunjukkan sejauh mana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential) telah dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan (Sunarsih dan Medra, 2011:3).

Menurut Sawarjuwono dan Kadir (2007:36), intellectual capital masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Dalam banyak kasus, sampai dengan saat ini perusahaan-perusahaan di Indonesia cenderung menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya, sedangkan perusahan-perusahaan belum memberi perhatian lebih terhadap human capital, structural

(24)

capital, dan customer capital. Padahal semua ini merupakan elemen pembangun modal intelektual perusahaan. Sedangkan upaya menghadapi persaingan yang ketat, permodalan tidak hanya berfokus pada modal berwujud, tapi juga berfokus pada modal intelectual yang menjadi karakteristik perusahaan berbasis ilmu pengetahuan (Ekowati, 2012:4).

Dalam menghadapi persaingan yang kuat dalam globalisasi, ada sebuah pengakuan bahwa intellectual capital adalah sebuah kekuatan yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi (Sharabati et al. 2010:6). Berdasarkan hasil penelitian Tan et al (2007) dalam Ulum (2010:76), yang menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek Singapura sebagai sampel penelitian menemukan hasil yang konsisten dengan penelitian Chen et al. (2005) bahwa IC (VAIC™) berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan; IC (VAIC™) juga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan di masa mendatang. Penelitian ini juga membuktikan bahwa rata-rata pertumbuhan IC (VAIC™) memiliki pengaruh positif dengan kinerja perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini mengindikasikan bahwa kontribusi IC (VAIC™) terhadap kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya.

Selain itu, Chen et al., (2005) dalam Zumialti (2012:5) juga melakukan penelitian tentang intellectual capital pada perusahaan yang listed di Taiwan. Chen juga menggunakan metode VAICTM untuk melihat pengaruh intellectual capital terhadap kinerja perusahaan. Chen mengukur kinerja keuangan dengan sampel 4.254 perusahaan go public di Taiwan Stock Exchange tahun 1992-2002. Hasil dari penelitian ini adalah menunjukan bahwa modal intellectual capital berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan.

(25)

Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi kinerja keuangan di masa yang akan datang. Penelitian ini ingin menunjukan bahwa VAICTM memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Hal yang tak kalah penting dalam menjalankan suatu perusahaan, yaitu menciptakan pengawasan suatu organisasi antar pihak yang memiliki kepentingan dimana pemilik perusahaan memberikan wewenang (principal) dengan manajer yang diberi kewenangan untuk pengambilan keputusan (agent). Dalam praktek timbul masalah (agency problem) karena ada kesenjangan kepentingan antara pemegang saham sebagai principal dengan manajer sebagai agent.

Hal ini mungkin terjadi karena manajer mempunyai informasi me ngenai perusahaan yang tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan (asymmetric information) yang menimbulkan agency conflict seperti contoh skandal-skandal spektakuler yaitu kasus Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, dan Maxwell. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi dan praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards. Dalam hal ini dibutuhkan mekanisme yang dapat mengakomodir kepentingan untuk mengurangi agency problem tersebut, yaitu Corporate Governance.

Corporate governance dapat didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajer,

(26)

pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka (FCGI, 2006:106). Corporate governance diterapkan untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas perusahaan guna mengoptimalkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya dan berlandaskan pada nilai-nilai etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, corporate governance juga memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme check and balance di perusahaan.

Klapper dan Love (2002) menemukan adanya pengaruh positif corporate governance terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Return on Assets (ROA) dan Tobin’s Q. Begitu pula penelitian Brown dan Caylor (2004) menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan (corporate performance) yang signifikan. Penelitian Cornett et al (2005) menemukan untuk perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam S&P 100, juga menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan kinerja perusahaan yang signifikan.

Proksi yang digunakan dalam pengukuran GCG adalah proporsi kepemilikan institutional dan dewan direksi. Hasil penelitian Beberapa bukti empiris yang menunjukkan bahwa pelaksanaan good corporate governance dapat memperbaiki kinerja perusahaan antara lain Penelitian yang dilakukan oleh Ashbaugh, et al. (2004) dalam Trisnantari (2010:6) terhadap 1500

(27)

perusahaan di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang melaksanakan good corporate governance mengalami peningkatan peringkat kredit yang signifikan.

Hal serupa yang perlu dikaji dan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan yaitu pergantian Chief Executive Officer (CEO). Dengan adanya pergantian CEO diyakini bahwa akan ada perubahan baik peraturan dan pengelolaan perusahaan dengan cara menerapkan peraturan, prosedur baru, serta perubahan kebijakan yang ditetapkan oleh CEO baru dalam rangka menjalankan visi misinya untuk meraih kinerja perusahaan yang diharapkan, baik seperti restrukturisasi, pembaharuan formula, visi dan misi.

Penelitian secara empiris yang dilakukan oleh Kato dan Long (2005) terhadap perusahaan-perusahaan di China pada tahun 1998-2002 menemukan bahwa kinerja perusahaan akan meningkat secara signifikan setelah dilakukan penggantian CEO, selain itu adanya penunjukkan direktur independen juga dapat meningkatkan pergantian dan sensitivitas kinerja. Kato dan Long (2005) juga menyatakan bahwa kehadiran pemegang saham sebagai controller membuat pergantian CEO lebih sensitif terhadap perusahaan.

Berbeda dengan penelitian Kato dan Long (2005), penelitian Trisnantari (2010:3) mendapati bahwa sesungguhnya perusahaan terutama perusahaan besar telah memiliki sistem yang memungkinkan perusahaan tersebut berjalan dengan sendirinya sehingga perubahan atau pergantian kepemimpinan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena berbagai penelitian mengenai intellectual capital (IC),

(28)

good corporate governance (GCG), Pergantian Chief Executive Officer (CEO) terhadap kinerja perusahaan masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh VAICTM, Good Corporate Governance dan pergantian CEO terhadap terhadap Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014)”.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Juniarti dan Sentosa (2009) dan Nurlaila (2011). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Variabel Intellectual Capital yang digunakan peneliti sebelumnya adalah pengungkapan intellectual capital sedangkan pada penelitian ini menggunakan perhitungan VAICTM. Variabel Good Corporate Governance pada penelitian sebelumnya adalah jumlah direksi, proporsi dewan komisaris sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsi dewan komisaris independen, jumlah dewan direksi dan kepemilikan institusional. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti menambahkan variabel pergantian CEO yang mana disarankan dalam penelitian terdahulu untuk menambahkan variabel lain yang mempengaruhi kinerja perusahaan.

2. Objek penelitian sebelumnya adalah perbankan dan perusahaan manufaktur terdaftar di BEI. Sedangkan, objek dalam penelitian ini adalah perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.

(29)

3. Periode penelitian sebelumnya mengambil tahun 2003 sampai dengan 2007. Sedangkan, periode penelitian ini mengambil tahun 2010 sampai dengan 2014. Alasan peneliti menggunakan tahun 2010-2014 karena periode tersebut menunjukkan kondisi yang paling aktual berkaitan dengan masalah yang diteliti

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah Value Added Intellectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG yang diproksi melalui komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional), dan pergantian Chief Executive Officer secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Tobins’Q)?

b. Apakah Value Added Intellectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG yang diproksi melalui komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional), dan pergantian Chief Executive Officer secara simultan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Tobins’Q)? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis pengaruh Value Added Intellectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG yang diproksi melalui komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional), dan

(30)

pergantian Chief Executive Officer secara parsial berpengaruh terhadap kinerja perusahaan (Tobins’Q)

b. Untuk menganalisis pengaruh Value Added Intellectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG yang diproksi melalui komisaris independen, dewan direksi, kepemilikan institusional), dan pergantian Chief Executive Officer secara simultan terhadap kinerja perusahaan (Tobins’Q).

2. Manfaat Penelitian a. Kontribusi Teoritis

1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk menambah ilmu pengetahuan.

2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang kinerja auditor serta menambah pengetahuan akuntansi khususnya akuntansi manajemen dengan memberikan bukti empiris tentang pengaruh Intelectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG) dan pergantian Chief Executive Officer terhadap kinerja perusahaan.

3) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.

4) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta menambah referensi mengenai akuntansi keuangan dan pasar modal, terutama tentang Intelectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG) dan pergantian Chief Executive Officer terhadap kinerja

(31)

perusahaan sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.

b. Kontribusi Praktis

1) Perusahaan, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam menilai sejauh mana pengaruh Intelectual Capital (VAICTM), Good Corporate Governance (GCG) dan pergantian Chief Executive Officer terhadap kinerja perusahaan. Informasi yang dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Informasi tersebut merupakan feedback bagi perusahaan atas pelaksanaan Intelectual Capital dan Good Corporate Governance yang telah dilakukannya. 2) Investor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan dan informasi yang dapat membantu para investor dalam mengambil keputusan yang tepat untuk berinvestasi.

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Agency Theory

Teori ini yang dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976, dimana agency theory mengemukakan hubungan antara agent (manajer) dengan principal (kreditur dan investor). Manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan insentif dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil agensi (Marriana, 2014:13).

Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Dengan kata lain, manajer sebagai manusia rasional dalam pengambilan keputusan perusahaan akan memaksimalkan kepuasan dirinya sendiri (Hidayati, et al. 2001:12).

Jensen dan Meckling (1976) dalam Weston dan Copeland (1996:24) menyatakan bahwa masalah keagenan berhubungan dengan penggunaan ekuitas eksternal. Misalnya sebuah perusahaan yang semula dimiliki

(33)

seluruhnya oleh satu orang, maka semua tindakannya hanya mempengaruhi posisinya sendiri. Jika pemilik yang juga manajer perusahaan itu menjual sebagian dari sahamnya kepada orang lain, maka akan timbul konflik kepentingan. Keuntungan sampingan yang dibayarkan kepada pemilik-manajer yang semula sepenuhnya dinikmati sendiri, sekarang dibayar sebagian kepada pemilik baru.

Teori keagenan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri dan agen (manajer perusahaan) diasumsikan menerima kepuasan bukan saja dari kompensasi keuangan tetapi juga dari syarat-syarat yang terlibat dalam hubungan keagenan, seperti jumlah waktu luang, kondisi kerja yang menarik, keanggotaan klub dan jam kerja yang fleksibel. Menurut Brigham dan Houston (2006:54), hubungan keagenan dapat timbul di antara:

a. Pemegang saham dengan manajer.

Masalah keagenan dapat timbul jika manajer menempatkan tujuan dan kesejahteraan mereka sendiri pada posisi yang lebih tinggi dari kepentingan pemegang saham. Menurut Jensen dan Meckling (1976), masalah keagenan potensial terjadi bila proporsi kepemilikan atas saham perusahaan kurang dari seratus persen sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri dan bukan memaksimalkan nilai perusahaan dalam mengambil keputusan pendanaan. Tindakan manajer yang oportunistik tersebut akan mempertinggi biaya perusahaan dan mengurangi kemakmuran pemegang saham.

(34)

b. Pemegang saham (melalui manajer) dengan kreditur.

Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang. Mereka memiliki klaim atas aset perusahaan saat perusahaan mengalami kebangkrutan. Pada saat perusahaan mengalami kebangkrutan, keputusan harus segera diambil untuk mengatasi kondisi tersebut, yaitu apakah akan melikuidasi perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi. Oleh karena itu, manajemen perlu segera mengambil tindakan yang akan berdampak pada pemegang saham, kreditur atau kedua belah pihak tersebut.

Perspektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan antara lain memahami isu corporate governance dan earnimg management. Teori agensi mengakibatkan informasi yang asimetri diantara pemilik dan pengelola, untuk menghindari hal tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep good corporate governance yang bertujuan untuk menjadikan perusahaan menjadi lebih sehat.

Penerapan corporate governance melalui kepemilikan independen, dewan komisaris, dan kepemilikan institusional dapat menjelaskan hubungan antara manajemen dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kontrak.

(35)

2. Resource Based Theory

Landasan teori yang digunakan untuk memahami peran intellectual dalam peningkatan kinerja organisasi bisnis adalah dalam perspektif. Resource Based theory. Resource-based theory dipelopori oleh Penrose, yang mengemukakan bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen dan jasa produktif yang berasal dari sumber daya perusahaan memberikan karakter unikbagi tiap-tiap perusahaan (Astuti dan Sabeni, 2005).

Resource Based Theory adalah suatu pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategic dan keunggukan kompetitif perusahaan yang menyakini bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan apabila memiliki sumber daya yang unggul. Dalam konteks untuk menjelaskan pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan, Wernerfelt (1984) menjelaskan bahwa menurut pandangan resource based theory perusahaan memperoleh keunggulan kompetitif dan kinerja perusahaan yang baik dengan cara memiliki, menguasai dan memanfaatkan aset-aset strategis yang penting.

Sumber daya tersebut dapat berwujud maupun tidak berwujud, dan sumberdaya tersebut mewakili input dalam proses produksi perusahaan baik modal, perlengkapan, keahlian dari pegawai, paten, pembiayaan dan manajer yang berbakat. Seiring dengan meningkatnya efektivitas dan kemampuan perusahaan, jumlah sumberdaya yang dibutuhkan cenderung makin membesar. Melalui penggunaan yang terus menerus, kemampuan tersebut, yang didefinisikan sebagai kemampuan dari beberapa jenis

(36)

sumberdaya untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas secara terus- menerus, akan makin sulit untuk dipahami dan ditiru para pesaing.

Kemampuan bersaing perusahaan tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva tidak berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu perusahaan semakin menitikberatkan akan pentingnya knowledge assets (aset pengetahuan). Apabila perusahaan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara maksimal, maka perusahaan tersebut memiliki suatu keunggulan kompetitif dan mampu untuk berdaya saing terhadap para kompetitornya. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge assets (aset pengetahuan) adalah intellectual capital (IC) yang pula tak kalah pentingnya.

Perusahaan harus menyadari pentingnya pengelolaan intellectual capital yang dimiliki. Apabila kinerja dari intellectual capital tersebut dapat dilakukan secara maksimal, maka perusahaan akan memiliki suatu value added yang dapat memberikan suatu karakteristik tersendiri. Sehingga dengan adanya karakteristik tersendiri yang dimiliki, perusahaan mampu berdaya saing terhadap para kompetitornya karena mempunyai suatu keunggulan kompetitif yang hanya dimiliki oleh perusahaan itu sendiri.

3. Intelectual Capital

a. Definisi Intellectual capital

Ketertarikan akan IC bermula ketika Tom Stewart, pada Juni 1991, menulis sebuah artikel (“Brain Power - How Intellectual Capital Is

(37)

Becoming America’s Most Valuable Asset”), yang mengantar IC kepada agenda manajemen (Ulum, 2009). Hingga konsep modal intelektual telah mendapatkan perhatian besar oleh berbagai kalangan terutama para akuntan dan akademisi. Fenomena ini menuntut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan modal intelektual. Mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapan IC dalam laporan keuangan perusahaan.

Istilah Intellectual Capital (IC) sering diasosiasikan sebagai intellectualassets, intangible assets, atau knowledge assests.

The Society of Management Accountants of Canada (SMAC) mendefinisikan IC sebagai berikut:

"In balance sheet, intellectual assets are those knowledge-based

items, which the company owns which prodused a future stream of

benefits for the company". (IFAC, 1998 dalam Sawarjuwono, 2003).

Menurut Stewart 1997 dalam Suhendah (2008:6) definisi intellectual capital adalah sumber daya berupa pengetahuan yang tersedia pada perusahaan yang menghasilkan asset bernilai tinggi dan manfaat ekonomi di masa mendatang bagi perusahaan.

(38)

Tabel 2.1

Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Beberapa Peneliti Brooking(UK) Roos (UK) Stewart (USA) Bontis (Canada)

Human-Sedangkan definisi intelectual capital menurut Bontis et al. 2000 dalam Sunarsih (2011: 5) menyatakan bahwa secara umum, para peneliti mengidentifikasi tiga konstruksi utama dari modal intelektual, yaitu:

(39)

human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). secara sederhana HC merepresentasikan individual knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance; education; experience; and attitude tentang kehidupan dan bisnis.

Human capital biasanya meliputi karyawan dan sumber daya eksternal seperti konsumen dan supplier. Organizational, sedangkan (structural) capital mengacu pada hal yang berkaitan seperti : rantai pasokan, jaringan distribusi, sistem software.

b. Komponen Intellectual capital

Banyak para praktisi yang menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga elemen utama (Stewart 1998, Sveiby 1997, Saint-Onge 1996, Bontis 2000 dalam sawarjono 2003:4) yaitu:

1) Human Capital ( Modal Manusia)

Human capital merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. (Brinker 2000) memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training programs,

(40)

credential, experience, competence, recruitment,mentoring, learning

programs, individual potential and personality.

2) Structural Capital (modal organisasi)

Wang dan Chan (2008) dalam rahardian (2011:38) mendeskripsikan bahwa structural capital memiliki pengaruh antara sistem terhadap struktur perusahaan yang dapat membantu karyawan untuk mencapai kinerja intelektual maksimal mereka, sehingga kinerja perusahaan secara keseluruhan dapat meningkat. Secara lebih detail, structural capital dapat diklasifikasikan menjadi budaya perusahaan, struktur organisasi, pembelajaran organisasi, proses operasional perusahaan dan sistem informasi.

Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

(41)

3) Relational Capital (modal pelanggan)

Relational capital merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Relational capital terdiri dari bagian human & structural capital yang terlibat dalam hubungan perusahaan dengan para stakeholder perusahaan: kreditor, supplier, konsumen dan investor, persepsi perusahaan. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut. Edvinsson seperti yang dikutip oleh (Brinker 2000) menyarankan pengukuran beberapa hal berikut ini yang terdapat dalam modal pelanggan, yaitu:

a) Customer Profile. Siapa pelanggan-pelanggan kita, dan bagaimana mereka berbeda dari pelanggan yang dimiliki oleh pesaing. Hal potensial apa yang kita miliki untuk meningkatkan loyalitas, mendapatkan pelanggan baru, dan mengambil pelanggan dari pesaing.

b) Customer Duration. Seberapa sering pelanggan kita berbalik pada kita? Apa yang kita ketahui tentang bagaimana dan kapan

(42)

pelanggan akan menjadi pelanggan yang loyal? Serta seberapa sering frekuensi komunikasi kita dengan pelanggan.

c) Customer Role. Bagaimana kita mengikutsertakan pelanggan ke dalam disain produk, produksi dan pelayanan.

d) Customer Support. Program apa yang digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan

e) Customer Success. Berapa besar rata-rata setahun pembelian yang dilakukan oleh pelanggan

c. Pengukuran Value Added Intelectual CofficientTM.

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007) dalam Tarigan, 2011:23 yaitu:

1) Model yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan 2) Model yang menggunakan ukuran moneter

Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan (Tan et al., 2007) dalam Ulum, 2007: The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992); Brooking’s Technology Broker method (1996); The Skandia IC Report method oleh Edvinssion dan Malone (1997); The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997); Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997); The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000); Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh

(43)

Vanderkaay (2000); dan The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000).

Sedangkan model penilaian IC yang berbasis moneter adalah (Tan et al., 2007): The EVA and MVA model (Bontis et al., 1999); The Market-to-Book Value model (beberapa penulis); Tobin’s q method (Luthy, 1998); Pulic’s VAICModel (1998, 2000). Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng, 2001). Dalam penilaian intellectual capital ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan yaitu EVA dan MVA, model Market to book value maupun metode Tobin's Q, model public VAICTM.

Teknik mengukur IC masih terus berkembang dan peneliti mencoba mengaplikasikan konsep keunggulan kompetitif. Model pengukuran yang dilakukan di penelitian ini menggunakan model Pulic VAICTM. Metode VAICTM atau Value Added Intellectual Coefficient dikembangkan oleh Pulic (1998).

Metode VAICTM didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tak berwujud (intangible asset) yang dimiliki oleh perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Bontis (2000) juga menyatakan bahwa IC berpengaruh positif dengan kinerja perusahaan di Malaysia tanpa memperhatikan jenis industri.

(44)

4. Good Corporate Governance

Forum for Corporate Governance in Indonesia dalam FCGI, (2006:1)mendefinisikan corporate governance adalah sebagai berikut:

“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemangku kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Corporate governance bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)”.

OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) mendefinisikan corporate governance adalah sebagai berikut:

Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The Corporate Governance

structure specifies the distribution of the right and responsibilities among

different participants in the corporation, such as the board, managers,

shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and

procedures for making decisions on corporate affairs.By doing this, it

also provides this structure through which the company objectives are

set, and the means of attaining those objectives and monitoring

performance”.

(45)

Artinya corporate governance adalah suatu sistem dimana perusahaan bisnis terarahkan dan terkontrol. Corporate governance mensyaratkan adanya sturktur perangkat dengan distribusi yang baik dan tanggungjawab yang berbeda atas kepentingan di dalam perusahaan seperti board, pihak manajemen perusahaan, pemegang saham dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan yang menghasilkan peraturan dan prosedur pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja.

Turnbull Report di Inggris (1999) dalam Effendi (2009:1) mendefinisikan corporate governance adalah sebagai berikut:

Corporate governance is a company’s system of internal control, which has as its principal aim the management of risk that are significant

to the fulfilment of its business objectives, with a view to safeguarding the

company’s assets and enchancing over time the value of the shareholders

investment”.2

Berdasarkan pengertian di atas, corporate governance didefinisikan sebagai suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang saham dalam jangka panjang.

Sedangkan Bank dunia (World Bank) dalam Effendi (2009:1) mendefinisikan Good Corporate Governance (GCG) sebagai kumpulan

(46)

hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan.

Berdasarkan definisi di atas, pengertian good corporate governance adalah suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga tercipta tata kelola yang baik, adil dan transparan guna menciptakan nilai tambah (value added) bagi semua pemangku kepentingan dan terkait dalam perusahaan (stakeholders). Pihak-pihak terkait yang dimaksud terdiri dari pihak internal yang bertugas mengelola perusahaan dan pihak eksternal yang meliputi pemegang saham, kreditur dan lain-lain.

Agar terciptanya tata kelola yang baik, harus terdapat hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak untuk mencapai tujuan perusahaan serta pengawasan atas kinerja yang dipertanggungjawabkan dan dilakukan secara efisien.

a. Sejarah Pedoman Good Corporate Governance

Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 telah mengeluarkan Pedoman Good Corporate Governance (GCG) yang pertama. Pedoman tersebut

(47)

telah beberapa kali disempurnakan, terakhir pada tahun 2001. Berdasarkan pemikiran bahwa suatu sektor ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang sama, maka pada awal tahun 2004 dikeluarkan Pedoman GCG. Perbankan Indonesia dan pada awal tahun 2006 dikeluarkan Pedoman GCG Perasuransian Indonesia (KNKG, 2006:1).

Sejak pedoman GCG dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses pembahasan pedoman GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian, telah terjadi perubahan-perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Walaupun peringkat penerapan GCG di dalam negeri masih sangat rendah, namun semangat menerapkan GCG di kalangan dunia usaha dirasakan ada peningkatan. Perkembangan lain yang penting dalam kaitan dengan perlunya penyempurnaan Pedoman GCG adalah adanya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997-1999 yang di Indonesia berkembang menjadi krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak perusahaan yang belum menerapkan GCG secara konsisten, khususnya belum diterapkannya etika bisnis. Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal penting yang dituangkan dalam bab tersendiri (KNKG, 2006:1).

Di luar negeri terjadi pula perkembangan dalam penerapan GCG. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah merevisi Principles of Corporate Governance pada tahun 2004.

(48)

Tambahan penting dalam pedoman baru OECD adalah adanya penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh Pemerintah dan masyarakat untuk dapat dilaksanakannya GCG secara efektif. Peristiwa WorldCom dan Enron di Amerika Serikat telah menambah keyakinan tentang betapa pentingnya penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa tersebut ditanggapi dengan perubahan fundamental peraturan perundang-undangan di bidang audit dan pasar modal. Di negara-negara lain, hal tersebut ditanggapi secara berbeda, antara lain dalam bentuk penyempurnaan pedoman GCG di negara yang bersangkutan.

Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, Pemerintah juga makin menyadari perlunya penerapan good governance di sektor publik, mengingat pelaksanaan GCG oleh dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good public governance dan partisipasi masyarakat. Dengan latar belakang perkembangan tersebut, maka pada bulan November 2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. Dengan telah dibentuknya KNKG, maka Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP.31/M.EKUIN/06/2000 yang juga mencabut keputusan No. KEP.10/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi (KNKG, 2006:1).

(49)

Pedoman GCG dikeluarkan bagi semua perusahaan di Indonesia termasuk perusahaan syariah. Pedoman GCG ini, yang memuat prinsip dasar dan pedoman pelaksanaan GCG, merupakan standar minimal yang akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam Pedoman Sektoral yang dikeluarkan oleh KNKG. Berdasarkan pedoman tersebut, masing-masing perusahaan perlu membuat manual operasional (KNKG, 2006:2).

b. Prinsip Good Corporate Governance

Menurut Kaihatu (2006:2) secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance, yaitu:

1) Transparancy (Keterbukaan informasi)

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

2) Accountability (Akuntabilitas)

Prinsip ini memuat kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung-jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

3) Responsibility (Pertanggungan-jawaban)

Prinsip ini menuntut kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

(50)

4) Independency (Kemandirian)

Prinsip ini menuntut suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan, perundangan-undangan yang berlaku serta prinsip korporasi yang sehat.

5) Fairness (Kesetaraan dan kewajaran)

Perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Nilai-nilai dan etika profesi menjadi dasar penerapan governance sebagai motivasi perilaku professional yang efektif. Jika dibentuk melalui pembiasan-pembiasan yang terkandung pada suatu budaya organisasi. Keberhasilan implementasi good govenance banyak ditentukan oleh itikad baik ataupun komitmen organisasi umtuk sungguh-sungguh mengimplementasikannya.

c. Tujuan Good Corporate Governance

Tujuan Good Corporate Governance menurut Komite Nasional Kebijkan Governance (KNKG, 2006:7) terdiri lima macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, reponsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

(51)

2) Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi dan rapat umum pemegang saham.

3) Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris dan anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

4) Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.

5) Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dangan memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

6) Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

Dalam menerapkan nilai-nilai tata kelola perusahaan, perseroan menggunakan pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan tata kelola perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan yang kuat, maka akan tumbuh semangat yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa tata kelola

(52)

perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi, Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan.

d. Mekanisme Good Corporate Governance

Untuk dapat mencapai Good Corporate Governance (GCG), maka diperlukan suatu cara atau mekanisme. Mekanisme corporate governance adalah cara yang dilakukan atau diterapkan perusahaan untuk mencapai tata kelola perusahaan yang baik.

Sebuah mekanisme. Menurut Bainer et al dalam Wulandari (2006:5) indikator mekanisme internal terdiri dari jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, dan dept equity sedangkan indikator mekanisme eksternal terdiri dari institutional ownership. Kedua mekanisme corporate governance ini diharapkan dapat memastikan tindakan pihak manajemen untuk bertindak bagi kepentingan shareholders terutama pemegang saham minoritas (Che Haat et al,2008 dalam Haryani, 2011:4).

Menurut Trisnantari (2010), pengukuran mekanisme GCG adalah sebagai berikut:

1) Proporsi Komisaris Independen

Adanya unsur komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan berfungsi untuk menyeimbangkan dalam

(53)

proses pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait.

Menurut UU No. 40 Tahun 2007, anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen. Komisaris independen (UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas) adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, hubungan kepengurusan (dalam Terius dan Cristiawan 2015:3)

Istilah dan keberadaan komisaris independen baru muncul setelah terbitnya Surat Edaran Bapepam Nomor: SE03/PM/2000 dan Peraturan Pencatatan Efek Nomor 339/BEJ/07-2001 tanggal 21 Juli 2001. Menurut ketentuan tersebut perusahaan publik yang tercatat di Bursa wajib memiliki beberapa anggota dewan komisaris yang memenuhi kualifikasi sebagai komisaris independen yaitu jumlah komisaris independen adalah sekurang-kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota komisaris, perlunya dibentuk komite audit serta keharusan perusahaan memiliki sekretaris perusahaan.

Istilah independen pada komisaris independen bukan menunjukkan bahwa komisaris lainnya tidak independen. Istilah komisaris independen menunjukkan keberadaan mereka sebagai wakil dari pemegang saham independen (minoritas) dan juga sebagai wakil dari kepentingan investor (Surya dan Yustiavandana, 2008:4).

(54)

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak sematamata demi kepentingan perusahaan (KNKG, 2006:3). Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan dangan good governance. Dalam mengelola perusahaan menurut kaedah-kaedah umum GCG, peran komisaris independen sangat diperlukan (Juniarti dan Sentosa, 2009:90).

Adanya unsur komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan berfungsi untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait. Vafeas (2000) dalam Juniarti dan Sentosa (2009:90) mengatakan peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan keuangan.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Boediono (2005:4) yang menyatakan bahwa “komposisi dewan komisaris independen memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari

(55)

kecurangan laporan keuangan melalui peranan dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap operasional perusahaan”.

2) Kepemilkan Institutional

Kepemilikan Institutional juga merupakan perwujudan dari prinsip GCG dengan Kepemilikan Institutional diluar perusahaan dalam jumlah signifikanakan menyebabkan pihak luar perusahaan melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen, Bagi manajemen, pengawasan oleh pihak luar mendorong mereka untuk menunjukan kinerja yang lebih baik, dan melakukan pengelolaan secara transparan (Juniarti dan Santosa 2009:89).

Shleifer dan Vishny (1997:88-89) menyatakan bahwa investor institutional memiliki peranan yang penting dalam menciptakan sistem GCG yang baik dalam suatu perusahaan, dimana mereka dapat secara independen mengawasi tindakan manajemen dan memiliki voting power untuk mengadakan perubahan pada saat manajemen sudah dianggap tidak efektif lagi dalam mengelola perusahaan.

Wahyudi dan Parwestri (2006:112) menyatakan struktur kepemilikan institusional yang dimiliki perusahaan diharapkan dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan institusional maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan dan mengurangi agency cost, sehingga perusahaan akan memiliki

(56)

kinerja yang lebih baik karena terhindar dari kerugian yang disebabkan oleh agency cost.

Menurut Nuraina (2012:113) investor institusional diduga lebih mampu untuk mencegah terjadinya manajemen laba dibanding dengan investor individual. Investor institusional dianggap lebih profesional dalam mengendalikan portofolio investasinya, sehingga lebih kecil kemungkinan mendapatkan informasi keuangan yang terdistorsi.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005:)

Semakin besar prosentase saham yang dimiliki investor institusional akan menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi lebih efektif karena dapat mengendalikan perilaku oportunistik manajer dan mengurangi agency cost yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan.

3) Dewan Direksi

Dewan Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan

(57)

serta mewakili perseroan, baik dalam maupun luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (UU No. 40 Tahun 2007:2).

Agar Pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, salah satu prinsip yang perlu dipenuhi adalah komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat, cepat dan dapat bertindak independen (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006:238).

Mahmoud (2006:106) menyatakan bahwa dewan direksi perusahaan yang melakukan pemantauan perusahaan dengan baik yang ditujukan untuk membentuk dan mencapai tujuan perusahaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan adanya dewan direksi yang mewakili masing-masing departemen akan melakukan pemantauan yang lebih fokus terhadap kinerja departemennya.

S. Beiner et al. (2003), dalam Wulandari (2006:5) menegaskan bahwa Dewan direktur merupakan institusi ekonomi yang membantu memecahkan permasalahan agensi, yang melekat dalam perusahaan publik. Dewan direktur bertanggung jawab pada komisaris (governance) perusahaan mereka (Adrian Cadbury dalam Cadbury Committee, 1992).

Hermalin dan Weisbach (2003) dalam S.Beiner et al. (2003) dalam Wulandari (2006 : 5) juga menyimpulkan bahwa jumlah dewan direktur termasuk dalam mekanisme corporate governance dan

(58)

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang memiliki jumlah dewan direksi yang besar akan menjadi kurang efektif daripada perusahaan yang jumlah dewan direksinya kecil.

Hal ini terjadi karena jumlah dewan direksi yang besar akan memperbesar permasalahan agensi. Semakin banyak jumlah dewan direksi maka akan semakin banyak pihak yang berkepentingan dan meningkatkan masalah agensi sehingga akhirnya akan menyebabkan kinerja perusahaan semakin rendah.

5. Pergantian Chief Executive Officer

a. Definisi Pergantian Chief Executive Officer

Merupakan eksekutif yang berada di puncak perusahaan dan yang bertanggung jawab dalam kelangsungan hidup serta keberhasilan perusahaan. Di Indonesia pengaturan terhadap direktur (CEO) terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007 Bab VII mengatur fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi.

b. Pergantian Chief Executive Officer

Dalam pergantian CEO terjadinya banyak hal dikarenakan bisa dikarenakan faktor usia, restukturisasi, serta kurang kemampuan, kesalahan yang fatal yang sehingga perusahaan bisa saja mengalami high risk seperti, Jika suatu kinerja CEO tidak mampu memberi arahan baik strategi, keputusan yang tepat dalam pelaksanaan yang tidak efektif, dan

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.2 Market Value and Assets (in billion of dollars)
Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Beberapa Peneliti
tabel 2.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdsarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul : “Peningkatan Hasil Belajar

Mengacu pada permasalahan yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: Pertama , mengetahui latar historis pemujaan leluhur masa lalu di Kepulauan Maluku

Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Rasio Likuiditas (terdiri dari rasio lancar dan rasio quick ), Rasio Aktivitas (terdiri dari rata-rata umur

Metode penelitian Research and Development yang selanjutnya akan disingkat menjadi R&D adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan

Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan dalam sebelumnya, maka Dinamika Proses pemekaran Indragiri Hilir Tahun 2008-2010, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Semangat untuk memajukan jurusan timbul dengan sendirinya, karena Saya mendengar langsung usulan, kritik, dan pendapat yang disampaikan dari para Dosen dalam

Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkna bahwa melalui penerapan TGT dalam proses pembelajaran di SD mampu untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SDN

Solusi dari persamaan diferensial didapat dengan mengubah persamaan diferensial (yang merupakan fungsi waktu) dari kawasan waktu ke kawasan s dengan