ANALISIS PENGARUH PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA PALEMBANG TAHUN 2000-2011
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh:
Febri Mandra 106084003601
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Febri Mandra
2. Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 05 1987
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jalan Lebak Rejo Lrg Berdikari No.
1094. Rt 017/ Rw 006 Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Kota Palembang
6. No Telepon : 085777743983
7. Email : kstriarx@yahoo.co.id
ll. PENDIDIKAN FORMAL
1. SD : SD Negeri 415 Palembang
2. SMP : SMP Nurul Iman Palembang
3. SMA : SMA Nurul Iman Palembang
4. Universitas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Usman
2. Tempat & Tanggal Lahir : Padang, 11 Maret 1965
3. Alamat : Jalan Lebak Rejo Lrg Berdikari No.
1094. Rt 017/ Rw 006 Sekip Jaya, Kecamatan Kemuning, Kota Palembang
4. Ibu : Fentriwati
5. Tempat & Tanggal Lahir : Padang, 2 Februari 1964
6. Alamat : Jalan Lebak Rejo Lrg Berdikari No.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perkembangan dan pengaruh
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
pengolahan bahan galian golongan c, dan pajak parkir terhadap pendapatan asli daerah kota
palembang secara simultan dan parsial dari tahun 2000-2011.
Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan Metode eksplanatoris
yang sifat verifikatif. Data yang digunakan adalah data sekunder. Sektor yang diteliti adalah
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
pengolahan bahan galian golongan c, dan pajak parkir dan pendapatan asli daerah kota
palembang
Hasil penelitian ini di ketahui pengaruh Pajak : pajak hotel 0,012, pajak restoran 0,047,
pajak hiburan 0,046, pajak reklame 0,011, pajak penerangan jalan 0,043, pajak pengolahan bahan
galian golongan c 0,006, dan pajak parkir 0,022 berpengaruh secara signifikan baik secara parsial
maupun secara simultan terhadap pendapatan asli daerah tahun 2000 sampai tahun 2011 di kota
palembang.
iv
ABSTRACT
This study to identify and analysis the development and influence of the hotel tax, restaurant tax,
entertainment tax, advertisement tax, street lighting tax, tax mineral processing group c, and
parking tax revenue to the city of Palembang simultaneously and partially from 2000 - 2011.
This research uses descriptive quantitative approach to the nature of the explanatory method of
verification. The data used are secondary data. Sectors studied is the hotel tax 0,012, restaurant
tax0,047 , entertainment tax 0,046, advertisement tax 0,011, street lighting tax 0,043, tax mineral
processing group c 0,006, and parking 0,022 and tax revenue the city of Palembang
Results of this study to know the effect of taxes: hotel tax, restaurant tax, entertainment tax,
advertisement tax, street lighting tax, tax mineral processing group c, and parking taxes
significantly affect either partially or simultaneously to local revenues from 2000 to in 2011 in
the city of Palembang.
KATA PENGANTAR
Ketidakpuasan mendorong seseorang untuk terus mencari sesuatu yang belum
diperolehnya. Ketidakpuasan dapat menjerumuskan, tetapi dapat pula mendorong ke arah
kebahagiaan. Sebagai makhluk yang lemah, manusia sering membuat kekeliruan dalam upaya
memperoleh sesuatu yang dicita-citakannya. Manusia senantiasa membutuhkan bimbingan-Nya
supaya tidak membuat kekeliruan. Alhamdulillah dalam menyelesaikan karya tulis ini, penulis
telah memperoleh bimbingan-Nya. Puji dan syukur penulis panjatkan kekhadirat Allah S.W.T.,
karena karya tulis ini dapat diselesaikan dan disajikan.
Karya tulis dalam bentuk Peneltian Skripsi ini berjudul " Analisis Pengaruh Pajak
Daerah Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang disusun dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu syarat ujian, guna memperoleh gelar sarjana dalam Bidang
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1.
Kedua orangtua saya untuk kasih sayang, dan kesabarannya selama ini, yaitu
ibundaku Pentriwati dan Ayahku Usman sebagai sumber motivasi bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan
pada saya sampai detik ini. Semoga suatu saat saya dapat membahagiakan Ibu dan
Bapak, Amin ya Allah.
2.
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah berusaha keras untuk memajukan FEB.
vi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
4.
Yoghi Citra Pratama, M.SI selaku dosen pembimbing ll, yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
5.
Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat yang telah diberikan.
6.
Adik saya Anton Wibowo, Merri Mandra Putri dan Anisa Usmawati, terima kasih
atas motivasi dan semangatnya yang telah banyak membantu dalam penyelesaian
kuliah dan skripsi ini dan terima kasih atas perhatian juga doa kalian.
7.
Teman-teman seperjuangan IESP, Ibnu Syeh Fajar, dan soraya semoga kita bias jadi
anak yang bermanfaat bisa bahagiain kedua orangtua kita dan mampu menerapkan
ilmu yang kita dapat dengan baik dan berguna.
8.
Kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam mencapai
kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan, Terima kasih.
Febri Mandra
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, ysng Telah memberikan limpahan nikmat, rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Pendapatam Asli Daerah (PAD) Kota Palembang Tahun 2000-2011” disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam bidang Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sang pembawa risalah islam, pembawa syafaat bagi umatnya dihari akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sangat menyarankan saran dan kritik yang dapat membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga menjadi amal baik dan dibalas Allah dengan balasan yang lebih baik. Secara khusus, apresiasi dan terimakasih tersebut disampaikan kepada:
1. Kedua orangtuaku untuk kasih sayangnya yang tulus, ibu Fentriwati, dan Bapak Usman sumber motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepadaku sampai detik ini. Semoga suatu saat kelak aku dapat membahagiakan ibu dan bapak ku yang tercinta. Amin Ya Allah.
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, Ms Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
Jakarta dan Dosen Pembimbing pertama akademik, yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Yoghi Citra Pratama M.Si, Dosen Pembimbing kedua akademik, yang telah membantu membimbing dan mengarahkan penulis selama penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis : Bapak Abas, Bapak Zuhairan, Bapak Suhenda, Bapak Heri, Bapak Yoghi, Bapak Nuerbelin, Bapak Muchtar lamo, Bapak Roikhan, Ibu Fitri Amalia, dan Ibu Rahmawati.
6. Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
7. Kepada adik saya Anton Wibowo, Merri Mandra Putri dan Anisa Usmawati terimakasih telah memberikan semangat, pengertian dan doa kalian setiap hari dan telah banyak membantu dalam perjalanan hidupku, hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-temanku ‘ Ibnu Syech Fajar, Soraya, Kati panie, dan Fatia serta anak-anak IESP lainnya khususnya IESP ‘A’ , yang selalu setia dalam suka maupun duka bersama menyelesaikan studi S1 ini.
9. Dan keluarga besar IESP seperjuangan ( Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan ) seluruh angkatan 2006.
Ciputat, 16 September 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR RIWAYAT HIDUP i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ... 7
1.4.1 Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan ... 7
1.5 Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 9
2.1.2 Pajak Daerah ... 11
vii
2.1.4 Perusahaan Milik Daerah (BUMD) ... 21
2.1.5 Fungsi Pendapatan Asli Derah ... 22
2.1.6 Pengertian Pajak ... 22
2.1.7 Lingkungan Kota ... 36
2.1.8 Teori Pertumbuhan Kota ... 37
2.1.9 Pendapatan Regional ... 41
2.2 Penelitian Terdahulu ... 44
2.3 Kerangka Pemikiran ... 53
2.4 Hipotesis Penelitian ... 57
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 58
3.1
Metode Penelitian ... 58
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 59
3.3 Operasional Variabel Penelitian ... 59
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 64
3.5 Jenis dan Sumber Data ... 64
3.6 Teknik Analisa Data ... 65
3.6.1 Analisis Perkembangan Pajak dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) ... 65
3.6.2 Analisis Pengaruh Pajak Terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) ... 65
3.6.3 Uji Statisoneriotas ... 67
3.6.4 Uji Asumsi Klasik ... 68
b. Uji Autokorelasi ... 69
c. Uji Heteroskedasitisitas ... 69
d. Uji Multikolinearitas ... 70
3.6.5 Uji Statistik ... 71
3.6.5.1 Uji Signifikansi Individual (Partial) Menggunakan Uji
t Statistik ... 71
3.6.5.2 Uji Signifikansi Simultan Menggunakan Uji F-Statistik.. 72
3.6.5.3 Koefisien Determinasi
(R
2)……….... 73
BAB. IV. HASIL PERKEMBANGAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN 74
4.1 Perkembangan Pendapatan Kota Palembang ... 74
4.1.1 Perkembangan Pajak Daerah dan Hasil Pendapatan
Asli Daerah Kota Palembang ... 76
4.2.2 Uji Model Penelitian ... 80
4.2.2.1 Uji Kecocokan Model (Goodnes of Fit) ... 80
4.2.2.2 Uji Multikolinier ... 80
4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 81
4.2.2.4 Uji Heteroskedasitisitas ... 83
4.2.2. Analisis Ekonomi ... 83
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
5.1. Kesimpulan ... 88
5.2. Saran... 89
5.2.1. Saran bagi pengembangan ilmu (Akademik)... 89
ix
DAFTAR PUSTAKA ... 92
LAMPIRAN I DATA PAJAK DAN PAD KOTA PALEMBANG ... 95
LAMPIRAN II ANALISIS PENGARUH PAJAK TERHADAP PAD
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Menurunnya kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan subsidi
pada pemerintah daerah maupun dalam membiayai proyek-proyek pemerintah di
daerah, maka pemerintah pusat bertekad untuk memberikan kebebasan kepada
pemerintah daerah dalam berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah agar
melemahnya subsidi dari pemerintah pusat tidak meganggu perkembangan
ekonomi maupun jalannya roda kepemerintahan daerah. Dengan kata lain
penurunan penerimaan negara tersebut telah mendorong meningkatnya
pelaksanaan otonomi daerah yang dibarengi dengan sistem desentralisasi
pemerintah dan keuangan.
Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini tidak lepas dari kesiapan
masing-masing daerah yang menyangkut permasalahan pendanaan, maupun
masalah sumberdaya manusianya. Dengan adanya otonomi daerah dimana daerah
didorong untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, banyak daerah yang
memikirkan bagaimana meningkatkan tarif pajak dan retribusi daerah serta
memikirkan untuk menciptakan obyek-obyek pajak dan retribusi yang baru.
Pemerintah didorong untuk meningkatkan kemampuannya dalam
mengumpulkan pendapatan asli daerah (PAD) dengan maksud agar subsidi dari
dan Belanja Daerah maupun Negara selalu mempunyai dua sisi yaitu sisi
penerimaan dan sisi penguluaran.Selanjutnya sisi penerimaan ini dikelompokan
menjadi pengeluaran rutin dan pembangunan (Munawir 2001: 11).
Pemerintah pusat membagi bantuan keuangan ke daerah didasarkan pada
dua kategori yaitu pendapatan yang diserahkan kepada pemerintah daerah dan
subsidi kepada pemerintah daerah. Tujuannya adalah agar daerah otonom dapat
mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya.Namun tidak semua
sumber pembiayaan dapat diserahkan kepada daerah otonom, maka kepada daerah
otonom diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seperti dinyatakan dalam UU NO.18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan
retribusi daerah bahwa pajak dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan
daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan daerah dan pembangunan
daerah itu sendiri.Bedasarkan UU NO.33 tahun 2004, yang merupakan merevisi
UU NO. 25 tahun 1999 tersebut, diatas menyatakan bahwa sumber penerimaan
daerah dikelompokan menjad: (i) Pendapatan asli daerah terdiri dari pajak daerah,
retribusi daerah, keuntungan perusahaan milik daerah, hasil pengolahan kekayaan
daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah seperti jasa giro, serta hasil penjualan
aset pemda, (ii) Dana perimbangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, (iii) Lain-lain pendapatan yang sah (Soedargo 2000: 13).
Sementara ini perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah tentang pembagian dana perimbangan tersebut akan
dari pajak dan bukan pajak, (ii) Dana alokasi umum, (iii) dan Dana alokasi
khusus.
Pajak daerah merupakan bagian pendapatan asli daerah yang terbesar,
merupakan iuran wajib yang dikenakan baik pribadi atau badan kepala
pemerintahan (daerah) tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjukan, dan
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Penerimaan
dari hasil pajak ini dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan daerah.
Setiap pajak merupakan pendapatan dari pemerintah daerah meliputi unsur
keadilan, unsur kepastian, unsur kelayakan, efisiensi dan unsur ketepatan. Tolak
ukur untuk menilai keberhasilan pajak daerah dikaitkan dengan hasil, keadilan,
daya guna ekonomi, kemampuan melaksanakan dan kecocokan sebagai sumber
pendapatan daerah.
Ada beberapa jenis pajak daerah yang menjadi sumber pendapatan
pemerintah tingkat provinsi adalah pajak kendaraan bermotor, bea balik nama
kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Selanjutnya jenis
pajak yang dipungut di daerah kabupaten/kota yang menjadi sumber pendapatan
adalah pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan
jalan, pajak pengolahan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.
Walaupun otonomi daerah diartikan sebagai pemberian hak dan wewenang
kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya, namun untuk berbagai
macam pajak daerah pemerintah pusat masih turut campur dalam menentukan
Tabel I.I
Penerimaan Pajak Daerah dan hasil Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang dari Tahun 2002-2011 (Milyaran)
Tahun PAD PHL PHI PR PPJ PPBG PRSTRN PP
2005 86100.1 4126.2 1553.3 3003.1 20561.8 550.6 7292.3 775.3
2006 97202.9 4535.8 1793.5 3628.4 24844.9 507.8 8693.9 1053.0
2007 142128.3 4954.3 2625.0 4121.0 26896.7 732.7 10762.8 1394.3
2008 171210.5 6826.1 3747.9 4138.4 37972.2 923.6 14044.1 1714.9
2009 170540.6 10353.7 4366.2 4225.3 47226.3 540.1 16095.4 1889.5
2010 255193.7 14094.7 5113.1 4603.5 58036.7 600.4 19226.0 2373.9
Sumber : Palembang Dalam Angka 2011
Struktur pajak daerah dan pendapatan asli daerah kota palembang, dapat
dilihat pada tabel diatas, dari tahun 2005 sampai pada tahun 2007 pendapatan
asli daerah kota palembang (PAD) mengalami kenaikan tajam sebesar Rp
142.128.319.304,47. dimana sektor pajak hotel sebesar (PHL) Rp
4.954.301974,00, pajak restoran (PRSTRN) Rp 10.762.760.474,00, pajak hiburan
(PHI) Rp 2.624.997.097,00, pajak reklame (PR) Rp 4.121.043,626,73, pajak
penerangan jalan (PPJ) Rp 26.896.727.353,33, pajak pengolahan bahan galian
golongan C (PPBG-C) Rp 732.704.132,00 dan pajak parkir (PP) Rp
1.394.332.950,00 dan seterusnya. Tetapi pada saat tahun 2009 sektor pajak daerah
terjadi fluktuasi atau penurunan yang tajam dimana pada tahun 2008 pajak
pengolahan bahan galian golongan C (PPBG-C) sebesar Rp 923.604.134,00
tahun 2010 sektor pajak daerah kembali normal relatif stabil.
Berdasarkan hal uraian diatas perlu dipertanyakan bagaimanakah
perkembangan dan pengaruh , Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak
Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengolahan Bahan Galian Golongan C
dan Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang Dari
Tahun 2000-2011.maka penulis tertarik untuk membahas “ Analisis Pengaruh
Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Palembang
2000-2011”.
1.2.Perumusan Masalah
Semakin menigkatnya pajak suatu daerah berarti akan semakin meningkat
pula pendapatan asli daerah (PAD) yang dialokasikan untuk menunjang roda
pemerintahan daerah khususnya baik untuk pembiayaan rutin anggaran maupun
pembiayaan anggaran pembangunan.Dalam suatu kegiatan penelitian apabila
tidak dibatasi permasalahannya tentu banyak sekali masalah-masalah yang
terkandung didalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung akan
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dalam pembahasan skripsi ini,
penulis hanya mengambil atau menyelidiki permasalahan secara simultan maupun
parsial untuk Kota Palembang, sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang
diharapkan. Adapun perumusahan masalah dan pembatasannya adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD),Pajak Hotel,
Pengolahan Bahan Galian Golongan C Dan Pajak Parkir Kota Palembang Dari
Tahun 2000-2011
2. Seberapa Besarkah Pengaruh Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengolahan Bahan Galian
Golongan C Dan Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Palembang Secara Simultan Dari Tahun 2000-2011
3. Seberapa Besarkah Pengaruh Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengolahan Bahan Galian
Golongan C Dan Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota
Palembang Secara Parsial Dari Tahun 2000-2011
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengolahan
Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli daerah
Kota Palembang secara Simultan dari tahun 2000-2011.
2. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengolahan
Bahan Galian Golongan C, dan Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli daerah
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan
1. Secara ilmiah, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan
pengembangan ilmu ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh
pajak terhadap pendapatan asli daerah kota palembang, sehingga dapat
mengoptimalkan kinerja perekonomiannya dengan memanfaatkan
potensi-potensi pajak yang ada di daerah Kota Palembang.
2. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat dijadikan sebagai bahan informasi
untuk penelitian lebih lanjut, khususnya yang berkaitan dengan pengaruh pajak
terhadap pendapatan asli daerah kota palembang.
1.5. Sistematika Penulisan
Agar pembahas skripsi ini dapat dipahami secara jelas, maka penulis
membagi skripsi ini dalam 5 (lima) bab sebagai berikut:
1. Bab 1 Pendahuluan
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang dari studi ini yang
selanjutnya dirumuskan permasalahan penelitian yang berupa pertanyaan kajian.
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka dikemukakan tujuan dan kegunaan
penelitian. Pada bagian terakhir dalam bab ini akan dijabarkan sistematika penulisan.
2. Bab II Kajian Pustaka, Kerangka Pikir dan Hipotesis
Bab ini ini akan dijelaskan tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang
maka akan terbentuk suatu kerangka pemikir dan penentuan hipotesis awal yang
akan diuji.
3. Bab lll Metodelogi Penelitian
Bab ini akan menjelaskan mengenai variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian serta definisi operasionalnya, jenis dan sumbe data, metode pengumpulan
data, dan metode analisis data untuk mencapai tujuan penelitian.
4. Bab lV Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi mengenai gambaran umum objek penelitian. Selain itu bab ini juga
menguraikan mengenai analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dan
pembahasan mengenai hasil analisis dari objek penelitian.
5. Bab V Penutup
Bab ini adalah bab terakhir, bab ini yang menyajikan secara singkat kesimpulan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Pengertian pendapatan asli daerah (PAD)
Menurut Mardiasmo (2002:132), “pendapatan asli daerah adalah
penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”. Dalam undang-undang No.33
Tahun 2004 Pasal 1 adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Sesuai dengan
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Penerimbangan Keuangan dantara Pemerintah
Pusat dan Daerah pasal 6 bahwa Sumber Pendapatan Asli Daerah adalah sebagai
berikut:
a. Pendapatan Asli Daerah Sendiri yang sah :
Hasil pajak daerah
Hasil retribusi daerah
Hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengolahan kekayaan darah lainnya
yang dipisahkan
Lain-lain pendapatan daerah yang Sah
b. Pendapatan berasal dari pemberian Pemerintah yang terdiri dari :
Sumbangan dari pemerintah
Pendapatan lain-lain yang sah
Dalam rangka melaksanakan wewenang sebagaimana yang diamanatkan oleh
Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan daerah, oleh karena itu daerah harus melakukan maksimalisasi
Pendapatan Daerah. Maksimalisasi Pendapatan daerah dalam pengertian luas
adalah kekayaan yang dimiliki oleh setiap daerah dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk meningkatkan Pendapatan daerah maupun untuk menggali
sumber-sumber penerimaan yang baru.
Peningkatan pendapatan daerah yang dilaksanakan melalui langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Intensifikasi, melalui upaya:
Pendapatan dan peremajaan objek dan subjek pajak dan retribusi daerah
Mempelajari kembali pajak daerah yang dipangkas guna mencari
kemungkinan untuk dialihkan menjadi retribusi.
Mengintensifikasi penerimaan retribusi daerah yang ada.
Memperbaiki prasarana dan sarana pungutan yang belum memadai.
b. Penggalian sumber-sumber penerimaan baru (ekstensifikasi). Penggalian
sumber-sumber pendapatan daerah tersebut harus ditekankan agar tidak
menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Sebab, pada dasarnya tujuan
meningkatkan pendapatan daerah melalui upaya ekstensifikasi adalah
untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat. Dengan demikian,
potensi daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
c. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan pelayanan kepada
masyarakat ini merupakan unsur yang penting bahwa paradigma yang
bekembang dalam masyarakat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi
sudah merupakan hak dari pada kewajiban masyarakat terhadap Negara,
untuk itu perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan yang bagaimana
dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat.
2.1.2. Pajak Daerah
Berdasarkan undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang. Perubahan atas
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak daerahdan Retribusi
Daerah, yang dimaskud dengan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak,
adalah iuran wajib dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah”. Seperti halnya dengan pajak pada
umumnya, pajak daerah mempunyai peranan ganda yaitu:
1. Sebagai sumber pendapatan daerah (budgetary)
Sebagai sumber pendapatan dari pemerintah daerah, setiap pajak harus
memenuhi Smith’s Canons (Groves: 1951,11-15), yaitu:
a. Unsur keadilan (equality), yaitu bahwa pajak harus adil baik secara vertikal
maupun horizontal. Adil secara vertikal artinya pajak harus dikenakan
sedemikian rupa sehingga dirasakan diantara berbagai tingkat atau golongan
pendapatan yang berbeda. Adil secara horizontal artiya pajak dikenakan
sedemikian rupa sehingga dirasakan adil diantara berbagai sektor yang berbeda
pada tingkat atau golongan pendapatan atau pendapatan yagn sama.
b. Unsur kepastian (certaitny, yaitu pajak hendaknya dikenakan secara jelas pasti
dan tegas kepada setiap wajib pajak. Hal ini akan mendorong pemerintah
dalam membuat perkiraan mengenai rencana pendapatan daerah yang akan
datang dan juga akan ada keikhlasan dan usaha yang sungguh-sungguh bagi si
wajib pajak dalam membayar pajak.
c. Unsur kelayakan (convenience, yaitu bahwa wajib pajak harus dengan senang
hati membayar pajak kepada pemrintah karena pajak yang dibayarnya layak
dan tidak memberatkan para wajib pajak. Oleh karena pemerintah daerah harus
menggunakan uang pajak untuk menyediakan pelayanan kepada masyarakat
secara optimal dan masyarakat tau bahwa uang tidak diselewengkan
penggunanya.
d. Efisien (economy), artinya pajak daerah yang dipungut pemerintah daerah
pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Pajak-pajak yang demikian
sebaiknya tidak dipungut lagi.
e. Unsur ketetapan (aduequence), artinya pajak tersebut dipungut tepat pada
waktnya dan jangan sampai memperbera anggatan pendapatan dan belanja
pemerinta daerah yang bersangkutan.
Jenis pajak daerah menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan PP Nomor 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah :
Pajak Kabupaten/Kota:
Pajak hotel
Pajak restoran
Pajak hiburan
Pajak reklame
Pajak penerangan jalan
Pajak pengambilan bahan galian golongan C
Tabel II.1
Jenis Pajak Daerah Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000
NO Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimum (%)
1 Pajak hotel 10
2 Pajak restoran 10
3 Pajak hiburan 35
4 Pajak reklame 35
5 Pajak penerangan jalan 25
6 Pajak pengolahan bahan galian golongan C 10
7 Pajakparkir 10
Sumber : UU Nomor 34 Tahun 2000.
Disamping jenis atau objek pajak daerah seperti yang disebutkan diatas,
daerah juga diberi keleluasaan atau peluang untuk meciptakan pajak daerah
lainnya asal sesuai dengan ketentuan Undang –undang yang berlaku. Beberapa
kriteria yang harus dipenuhi dalam menciptakan pajak baru (Suparmoko: 2002,
59) adalah:
a. Pungutan itu harus bersifat pajak, artinya dapat dipaksakan dan balas jasanya
tidak dapat langsung ditunjuk.
b. Objek pajak dan besar pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Yang dimaksud dengan kriteria ini adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan
untuk kepentingan bersama yang lebih luas antar pemerintah dan masyaraka
dengan memperlihatkan aspek ketentraman dan kestabilan politik.
c. Ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan dan keamanaan. Contohnya: pajak
d. Potensi pajak tersebut memadai artinya biaya pemungutannya tidak akan
lebih besar daripada penerimaan pajak.
e. Pajak baru tidak berdampak ekonomi negatif, artinya tidak menyebabkan
alokasi faktor produksi yang salah dan menghambat pembangunan. Pajak
tidak meganggu alokasi sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi arus
sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor-impor.
f. Yang bertentangan dengan kriteria ini adalah pajak yang dipungut atas
kegiatan ekonomi tertentu tanpa alasan ekonomi atau sosial yang kuat,
contoh: pajak atas produksi garam, pajak atas hasil perkebunan, pajak atas
produksi semen, dan pajak atas lalu lintas barang.
g. Pajak dikenakan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek keadilan
(equity) dan kemampuan membayar(ability to pay) si wajib pajak.
h. Pajak yang dikenakan akan dapat menjaga kelestarian lingkungan. Pajak
harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan
pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah atau pemerintah
pusat atau masyarakat luas untuk merusak lingkungan. Contoh pajak
pengambilan hasil hutan lindung.
Objek pajak teletak di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan
dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di
wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.Yang dimaksud mobilitas
rendah adalah objek pajak sulit untuk dipindahkan, misalnya pajak hotel, pajak
bahwa beban pajaknya ditanggung oleh masyarakat lokal, misalnya pajak
penerangan jalan.
Sistem pengenaan pajak
1. Pajak progresif, yaitu sistem pengenaan pajak dimana semakin tingginya
dasar pajak (tax base) seperti tingkat penghasilan pajak, harga barang
mewah dan sebagainya, akan dikenakan pungutan pajak yang semakin
tinggi persentasenya.
2. Pajak proporsional, yaitu sistem pengenaan pajak dimana tarif pajak (%)
yang dikenakan tetap sama besarnya walaupun nilai objek pajaknya
berbeda-beda.
3. Pajak regresif, yaitu sistem pengenaan pajak dimana walaupun nilai atau
objek pajak meningkat dan juga jumlah pajak yang dibayar itu semakin
kecil.
2.1.3. Restribusi Daerah
Disamping pajak daerah, sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar
peranannya dalam menyumbang pada terbentuknya pendapatan asli daerah adalah
restribusi daerah.Restribusi daerah langsung atas pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah daerah kepada masyarakat. Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan
restribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemda untuk kepentingan
Jadi dalam hal retribusi daerah balas jasa dengan adanya retribusi daerah
tersebut dapata langsung ditunjuk.Misalnya retribusi jalan, kendaraan terntentu
memang melalui jalan dimana retribusi jalan tersebut dipungut, retribusi pasar
dibayar karena ada pemakaian ruang pasar tertentu oleh si pembayar
retribusi.Tarif retribusi bersifat fleksibel sesuai dengan tujuan retribusi dan
besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah masing-masing untuk
melaksanakan atau mengelola jenis pelayanan publik di daerahnya.Semakin
efesien pengelolaan pelayanan publik di suatu daerah, maka semakin kecil tarif
retribusi yang dikenakan.
Dan sesungguhnya dalam hal pemungutan iuran retribusi itu dianut asas
manfaat (benefit prinsiples).Dalam asas ini besarnya pungutan ditentukan
berdasarkan manfaat yang diterima oleh si penerima manfaat dari pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah.Namun yang menjadi persoalannya ialah dalam
menentukan berapa besar manfaat yang diterima oleh orang yang membayar
retribusi tersebut dan menentukan berapa besar pungutan yang harus dibayarnya.
Untuk menilai manfaat harus ditempuh melalui beberapa langkah
(Suparmoko, 2002; 85-86), yaitu:
a. Di identifikasi manfaat fisik yang dapat diukur besarnya.
b. Diterapkan nilai rupiahnya dengan cara menggunakan harga pasar, atau harga
barang pengganti, atau dengan mengadakan survei tentang kesediaan
membayar.
Dalam penjelasan UU Nomor 18 Tahun 1997 disebutkan bahwa UU
berlaku telah menyebabkan daerah berpeluang untuk memungut pajak yang
beberapa diantaranya mempunyai biaya administrasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan hasilnya dan atau hasilnya tidak memadai. Beberapa
kelemahan dari UU Nonor 12 Tahun 1957 antara lain sebagai berikut:
a. Hasilnya kurang memadai bila dibandingkan dengan biaya penyediaan jasa
oleh Pemerintah Daerah.
b. Biaya pungutannya relatif tinggi.
c. Kurang kuatnya prinsip dasar retribusi, terutama dalam hal pengenaan,
penetapan, struktur, dan besarnya tarif.
d. Beberapa retribusi pada hakekatnya bersifat pajak, karena pemungutannya
tidak dikaitkan secara langsung dengan pelayanan Pemerintah Daerah
kepada pemyara retribusi.
e. Adanya jenis retribusi perizinan yang tidak efektif dalam usaha untuk
melindungi kepentingan umum dan kelestarian lingkungan.
f. Adanya retribusi yang mempunyai dasar pengenaan dan objek sama.
g. Oleh karena itu, pada tahun 1997 Pemerintah merasa perlu untuk
mengklarifikasikan berbagai jenis pungutan itu atas dasar kriteria tertentu
agar memudahkan prinsip-prinsip dasar pungutan retiribusi dengan
Tabel II.2
Objek atau Jenis Retribusi Daerah menurut UU Nomor 34 Tahun 2000
NO Objek atau Jenis Retribusi Prinsip atau Kriteria Penerimaan Tarif
1
Retribusi Jasa Umum Kebijakan daerah yang
bersangkutan besarnya biaya
Penyediaan jasa yang bersangkutan kemampuan masyarakat
Aspek keadilan
2
Retribusi Jasa Usaha Tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak
3
Retribusi Perizinan Tertentu Tujuna untuk menutup sebagian /seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan
Sumber :UU Nomor 34 Tahun 2000
1. Retribusi Jasa Umum
Adapun yang termasuk dalam jasa pelayanan umum antara lain:
a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan kebersihan dan persampahan
c. Penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan |Akta Catatan
e. Pelayanan parkir di tepi jalan umum
f. Pelayanan pasar
g. Pelayanan air bersih
h. Pelayanan kendaraan bermotor
i. Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran
j. Penggantian biaya cetak peta yang dibuat Pemerintah Daerah
k. Pengujian kapal Perikanan
2. Retribusi Jasa Usaha
Adapun yang termasuk dalam jasa usaha antara lain:
a. Pemakaian kekayaan daerah
b. Pasar grosir dan atau pertokoan
c. Pelayanan terminal
d. Pelayanan tempat khusus parkir
e. Penginapan/villa
f. Penyedotan kakus
g. Rumah potong hewan
h. Tempat penyandaran kapal
i. Tempat rekreasi dan olah raga
j. Penyeberangan diatas air
k. Pengelolaan air limbah
3. Retibusi Perizinan tertentu:
Perizinan tertentu yang dipungut retribusinya antara lain:
a. Izin peruntukan penggunaan tanah
b. Izin mendirikan bangunan
c. Izin tempat penjualan minuman beralkohol
d. Izin trayek
e. Izin gangguan
f.Izin pengambilan hasil hutan
2.1.4. Perusahaan Milik Daerah (BUMD)
Penerimaan PAD lainnya yang menduduki peran penting setelah pajak
daerahdan retribusi daearah adalah bagian pemerintah daerah atas laba BUMD.
Tujuan didirikannya BUMD adalah dalam rangka menciptakan lapangan
kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah. Setelah itu, BUMD juga
merupakan cara yang lebih efesien dalam melayani masyarakat, dan merupakan
salah satu sumber pendapatan daerah. Jenis pendapatan yang termasuk hasil-hasil
pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain laba, deviden,
dan penjualan saham milik daerah.
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Hasilusaha daerah lain dan sah adalah pendapatan asli daerah yang tidak
termasuk kategori pajak, retribusi, dan perusahaan daerah (BUMD). Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan asset tetap daerah
2.1.5. Fungsi Pendapatan Asli Daerah
Salah satu pendapatan asli daerah adalah berasal dari pendapatan asli
daerah.Dana-dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah tersebut
merupakan salah satu faktor penunjang dalam melaksanakan kewajiban daerah
untuk membiayai belanja rutin serta biaya pembangunan daerah. Dan juga
merupakan alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas daerah guna
menunjang pelaksanaan pembangunan daerah. Serta untuk mengatur dan
meningkatkan kondisi sosial ekonomi pemakai jasa tersebut. Tentu dalam hal ini
tidak terlepas dari adanya badan yang menangani atau yang diberi tugas untuk
mengatur hal tersebut.
2.1.6.Pengertian Pajak
Sejarah pemungutan pajak mengalamin perubahan dari masa ke masa sesuai
dibidang sosial dan ekonomi.
Di dalam sistem dan hukum perpajakan nasional, ditentukan secara hukum
bahwa kewajiban perpajakan adalah merupakan perwujudan dari pengabdian,
kewajiban dan sarana peran serta wajib pajak secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Defenisi pajak yang dikemukakan oleh Prof. DR. Rochmat Soemitro, S.H
ialah pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik
( kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan digunakan untuk membayar
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengluaran rutin dan “surpus”-nya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Defenisi pajak yang dikemukakan oleh S.I. Djajadiningrat:Pajak sebagai suatu
kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan
suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah
serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.
Dan defenisi pajak yang dikemukakan oleh Dr.N.J. Feldmann:Pajak ialah
prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkaknnya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi,
dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Pengertian diatas bahwa pajak sebagai suatu spesies dalam genus pungutan
ialah memperoleh sejumlah uang atau barang oleh penguasaan publik dari rumah
tangga swasta dengan menggunakan kekuasaan politik dan atau kekuasaan
ekonomis yang timbul karena kekuasaan politik tersebut, menurut norma-norma
yang ditetapkan olehnya. Pungutan yang dimaksud dapat dibagi kedalam bentuk
pajak dan retribusi.
Namun ada keterbatasan dalam kedua defenisi tersebut di atas karena hanya
menonjolkan fungsi budgetair dari pajak, sedang fungsi pajak yang tidak kalah
Istilah iuran wajib yang digunakan dalam defenisi tersebut, menghendaki
terpenuhinya ciri, bahwa pajak dipungut dengan bantuan dari dan kerjasama
dengan wajib pajak, sehingga perlu pula dihindari penggunaan istilah paksaan.
Bilamana suatu kewajiban harus dilaksanakan dengan undang-undang yang mana
kewajiban tersebut tidak dilaksanakan dengan undang maka
undang-undang menunjukan cara pelaksanaannya yang lain. Disamping itu penggunaan
istilah paksaan seakan-akan mengandung makna bahwa tidak ada kesadaran
masyarakat untuk melakukan kewajibannya. Adapun mengenai kontra prestasi
yang tidak disebutkan dalam defenisi tersebut sebenarnya bahwa justru untuk
menyelenggarakan kontra prestasi itulah perlu dipungut pajak. Karena
pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi penyelenggaraan keamanan,
pembangunan, dan hal-hal lainnya merupakan pemberian kontra prestasi bagi
pembayar pajak selaku anggota masyarakat.
Prinsip atas pengorbanan pajak penghasilan dapat digolongkan menjadi
tiga macam yaitu”:
a. Kesamaan pengorbanan secara absolut, ialah bahwa pajak hendaknya
dibebankan kepada wajib pajak sedemikian rupa sehingga beban riil
atau kepuasan atau guna yang hilang dari masing-masing pembayar
pajak itu adalah sama besarnya.
b. Kesamaan pengorbanan, ialah pajak hendaknya didistribusikan kepada
wajib pajak sedemikian rupa sehingga jumlah kepuasaan atau guna
yang hilang yang diderita masing-masing wajib pajak itu sebanding
wajib pajak tersebut dari jumlah pendapatan yang dimilikinya.
c. Kesamaan pengorbanan secara marginal, menghendaki agar pajak itu
didistribusikan sedemikian rupa diantara wajib pajak sehingga
masing-masing akan memiliki sejumlah pendapatan setelah dikenai pajak yang
dapat memberikan guna batas yang sama.
Dengan membandingkan antara beban pajak dari setiap macam pajak dengan
seluruh jumlah pendapatan ditambah dengan nilai seluruh kekayaan setelah
dikurangin dengan kebutuhan pokok si wajib pajak, maka dapat digolongkan
beberapa struktur pajak sebagai berikut:
a. Pajak progresif, yaitu pajak yang dikenakan dengan persentase yang
semakin tinggi dengan semakin tingginya kemampuan membayar
pajak.
b. Pajak proporsional, yaitu pajak yang dikenakan dengan persentase
yang sebanding dengan perkembangan pendapatan setelah dikurangin
dengan kebutuhan-kebutuhan esensial.
c. Pajak regresif, yaitu pajak yang dikenakan dengan perkembangan yang
kurang sebanding dengan perkembangan kemampuan membayar
pajak.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa pajak adalah kewajiban pembayaran
berupa uang kepada negara atau daerah yang dikenakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang kontra prestasinya dari negara atau daerah atas setiap
pembayaran dimaksud tidak dapat ditunjukan secara langsung serta
Prinsip atas asas utama dalam pemungutan pajak di Indonesia tercantum
dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 dan juga dalam Propernas 2004 yang
menyebutkan bahwa pelaksanaan sistem dan prosedur perpajakan untuk
meningkatkan pendapatan negara terus disempurnakan dan disederhanakan
dengan memperhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat, dan kemampuan
masyarakat.
Berdasarkan faktor yang sangat dominan dalam menentukan timbulnya
kewajiban pajak, pajak dapat dibedakan atas pajak subjektif dan pajak objektif.
Adapun yang dimaksud dengan pajak subjektif adalah suatu jenis pajak yang
kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh keadaan subjek pajak,
walaupun untuk menentukan timbulnya kewajiban membayar pajak tergantung
pada keadaan objek pajaknya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pajak
penghasilan. Sedangkan yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis
pajak yang timbul kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh objek
pajak. Keadaan subjektif pajak tidak relevan, walaupun dalam kasus-kasus
tertentu ikut dipertimbangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Kendaraan Bermotor dan
lain sebagainya.
Disamping pembagian tersebut di atas, pembagian pajak juga dapat didasarkan
pada mekanisme pemungutannya yaitu Pajak Langsung dan pajak Tidak
Langsung. Pajak langsung dalam pengertian ekonomis adalah pajak yang harus
dipukul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
Langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada pihak lain, contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Tuntutan kepatuhan yang lebih tinggi tanggung jawab pendapatan pajak
sendiri dan kebutuhan yang makin besar dalam perencanaan pajak, mengharuskan
perusahaan mempunyai pengetahuan yang memadai tentang peraturan perpajakan.
Oleh karena itu setiap wajib pajak perlu mengetahui aspek-aspek penting
perpajakan, terutama kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhin. Setiap wajib
pajak harus memenuhi kewajiban administratif yang bersifat umum yang telah
ditentukan oleh undang-undang. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat
mengakibatkan wajib pajak yang bersangkutan dikenakan denda atau kurungan
apabila diperoleh bukti bahwa pelanggaran tersebut dilakukan dengan sengaja.
Adapun kewajiban-kewajiban perpajakan yang bersifat umum terdiri dari:
1. Kewajiban mendaftarkan diri.
2. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan.
3. Kewajiban menghitung dan membayar pajak.
4. Kewajiban melaporkan pajak terutang.
5. Kewajiban memberi keterangan.
Adanya peraturan perundang-undangan yang mengikat sebagai pedoman dan
landasan penarikan pajak, tentu saja bertolak belakang dari pemahaman bahwa
negara kita adalah negara yang berkedaulatan rakyat, dimana berarti bahwa segala
kegiatan dan kebijakan pemerintah yang menimbulkan akibat pembebanan bagi
Pengertian pajak daerah dikemukakan oleh Soedargo (2000:11) yang
menguntip Undang-Undang Darurat Nomor 11 tahun 1957 menyatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan pajak daerah adalah terdapat pada pasal 2
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1957, tentang peraturan umum pajak daerah,
dinyatakan pajak daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan
publik”.Lebih lanjut Tjokroamidjojo (2000:11) mengemukakan:“Pajak daerah
adalah pajak juga, maka semua asas-asas pengertian-pengertian, norma-norma
hukumnya dan teknik pemungutannya yang berlaku bagi pajak negara,
dipergunakan pula bagi penyusunan dan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan pajak daerah”.
Dari batasan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pajak daerah adalah
pajak-pajak yang telah dilaksanakan pungutannya oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan dan hasilnya dipergunakan untuk pembiayaan rumah
tangga daerah.
Disamping pemungutan atas pajak, pemerintah juga melaksanakan
pemungutan-pemungutan antara lain:
a. Restribusi adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan
mendapat balas jasa yang langsung diterima dengan adanya
pembayaran restribusi tersebut, misalnya retribusi parkir, retribusi
pelelangan dan lain sebagainya. Dengan kata lain, retribusi adalah
pemungutan uang oleh pemerintah sebagai jasa atau milik bagi yang
berkepentingan karena yang tidak merasakan jasa balik dari
b. Sumbangan iuaran kepada pemerintah (dapat dipaksakan yang ditunjuk
pada golongan tertentu dan kegunaannya dimaksukkan ke dalam
golongan tertentu).
c. Bea masuk adalah pungutan yang dikenakan atas jumlah, harga barang
yang dimasukkan (diimpor) ke dalam daerah pabean.
Selanjutnya ciri-ciri pajak yang mendasar sesuai yang dikemukakan
Brotodihardjo (2002:6-7) sebagai berikut:
a. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra
prestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah.
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk
membiayai publik investment.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu
mengatur.
Dalam hal fungsi budgeter, yaitu fungsi mengumpulkan sejumlah dana
bagi pembiayaan kegiatan-kegiatan pemerintah khususnya kegiatan rutin (belanja
pengeluaran). Sedangkan fungsi mengatur maksudnya dalam arti mengatur
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi negara yang antara lain meliputi:
dan konsumen dalam aktivitas pasar dan sebagainya.
Adapun pengertian ciri tidak adanya prestasi kembali (kontra prestasi) dari
negara yang dapat ditunjuk secara langsung, terkandung makna bahwa dari hasil
pembayaran pajak oleh wajib pajak, tidak mendapat prestasi kembali dari negara
atau prestasi khusus yang erat hubungannya dengan pemungutan pajak tersebut.
Prestasi dari negara seperti hak untuk mempergunakan jalan-jalan umum,
perlindungan dan penjagaan dari pihak polisi atau tentara, diperolehnya tidak
secara individual dan tidak ada kaitan langsung sehubungan dengan pembayaran
itu, terbukti bahwa orang yang tidak membayar pajakpun dapat pula menikmati
fasilitas pelayanan umum seperti penggunaan jalan dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan penetapan pajak yang harus didasarkan atas
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan jelas digariskan dalam UUD
1945 pada Pasal 23 ayat (2) bahwa : “Segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang“. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Soetrisno (2000:21) bahwa :
Pajak harus ditetapkan dengan undang-undang (peraturan lain yang
sederajat dengan undang-undang) terlebih dahulu. Pungutan tersebut berdasarkan
hukum pajak, maka dari itu oleh karena berupa penarikan sumber daya ekonomi
dari perorangan (sebagai warga negara) harus ada dasar hukumnya. Dalam hal ini
maka dasar hukum yang paling pasti adalah undang-undang. Dalam kepentingan
yang mendesak karena alasan segera untuk membiayain atau menutup
Berdasarkan uraian di atas dengan demikian juga berarti bahwa ciri pajak
daerah harus ditetapkan dalam suatu aturan, dalam hal ini melalui peraturan
daerah.
Asas-asas bagi pemungutan pajak antara lain yang terkenal dengan sebutan
“The four maximis”, sebagaimana yang ditentukan oleh Brotodihardjo
(2002:27-28) sebagai berikut:
a. Asas equality, yaitu bahwa tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara semua wajib pajak. Dalam keadaan yang sama para
wajib pajak harus dikenakan yang sama pula.
b. Drangkratch beginsel, asas daya pikul bahwa setiap wajib pajak yang beban pikulnya sama, hendaknya terkena beban yang sama. Asas ini
dilaksanakan dengan pengenaan pajak menurut tarif progresif.
c. Beginsel van de bevoorrechte verkrgin, bahwa seorang yang mendapat keuntungan istimewa hendaknya dikenakan pajak yang istimewa pula. Asas ini
sesuai dengan asas keadilan.
d. Profyt Beginsel, bahwa pengenaan pajak oleh pemerintah didasarkan atas asas alasan bahwa menerima manfaat barang-barang dan jasa yang disediakan
oleh pemerintah.
e. Welvaart beginsel, asas kesejahteraan bahwa dengan adanya tugas pemerintah yang disatu pihak memberikan atau menyediakan barang dan jasa
bagi masyarakat di lain pihak menarik pajak untuk membiayai kegiatan
tersebut. Pelaksanaan tugas pemerintah itu adalah dalam rangka meningkatkan
f. Beginsel vaan het minste leed, bahwa pengenaan pajak tetap merupakan beban masyarakat, oleh sebab itu betapapun tingginya kesadaran masyarakat
untuk membayar pajak, akan tetapi hendaknya beban pajak diusahakan
sekecil-kecilnya.
g. Beginsel vaan geoorloof de uivoering, walaupun dalam melaksnakan berbagai asas ini diaatas mungkin saling bertentangan tetapi diusahakan
keselarasannya .
Selanjutnya Soemitro (2002:120) mengemukakan bahwa ada 3 ( tiga) asas
perpajakan yakni:
a. Asas finansial dan ekonomis, Harus dipilh pajak yang dapat
memperbaiki neraca pembayaran disamping mencegah atau
mengurangi konsumsi yang tidak diharapkan.
b. Asas yuridis, yaitu pajak yang harus berdasarkan undang-undang
karena dengan demikian akan memberi jaminan hukum baik untuk
negara maupun untuk warganya.
c. Asas ekonomis, yaitu sebagai fungsi budgeter, pajak juga digunakan
sebagai alat untuk menentukan politik perekonomian.
d. Asas financial, yaitu sesuai dengan fungsi budgeternya, maka sudah
barang tentu bahwa biaya-biaya untuk mengenakan dan untuk
memungutnya harus sekecil-kecilnya, apalagi dalam bandingan dengan
pendapatannya.
Oleh karena pajak daerah adalah pajak juga, maka asas-asas pemungutan
pajak negara berlaku pula terhadap pajak daerah. Demikian pula tentang
dasar-dasar pajak dan istilah-istilah yang digunakan pada pajak negara, seperti subyek
pajak, wajib pajak, utang pajak, surat ketetapan pajak, cara menagih pajak,
daluarsa dan cara-cara mengajukan keberatan yang berlaku pada pajak negara,
berlaku juga pada pajak daerah.
Dalam hukum pajak terdapat berbagai perbedaan jenis-jenis pajak yang
dibagi kedalam golongan-golongan besar. Perbedaan dan pembagian ini
mempunyai fungsi yang belainan pula. Ada yang fungsinya ditujukan untuk
memudahkan pekerjaan di dalam praktek, jadi hanya sekedar digunakan sebagai
alat untuk menunjukkan, terhadap pajak yang mana saja diperlakukan
peraturan-peraturan tertentu dalam sebuah undang-undang ada juga yang fungsinya
ditujukan kepada tujuan ilmiah. Hukum pajak harus memperhatikan ciri-ciri dan
sifat-sifat tertentu itu, tetapi yang lebih perlu ia harus selalu waspadai terhadap
prinsip yang menjadi dasar suatu pengenaan pajak, memegangnya erat-erat
sebagai pegangan yang tangguh dan mengawasi terjelmahnya prinsip-prinsip itu.
Berikut penggolongan pajak yang dibedakan menurut golongannya, sifatnya dan
menurut lembaga pemungutnya.
Mardiasmo (2001:6) menggolongkan pajak :
a. Menurut golongannya pajak dibagi atas :
1. Pajak langsung
2. Pajak tidak langsung
b. Menurut sifatnya, pajak terbagi atas:
2. Pajak obyektif (bersifat kebendaan)
c. Menurut lembaga pemungut, pajak di bagi atas:
1. Pajak negara (pajak pusat)
Gambar II.3 Pembagian Pajak
Sumber : Pajak Kota Palembang 2005
Hal yang sama juga di lakukan oleh Munawir (2002:22-23) bahwa :
Jenis-jenis pajak adalah:
a. Pajak langsung dan pajak tidak langsung
b. Pajak subyektif dan pajak objektif
Dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang hidup
dalam suatu negara harus berurusan dengan pajak. Oleh karena itu, setiap orang
sebagai anggota masyarakat harus atau wajib mengetahui sebagai permasalahan
yang berhubungan dengan pajak, baik mengenai asas-asasnya, jenis atau
macam-macam yang berlaku dinegaranya, secara perhitungannya dan tata cara
pembayarannya, serta hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak.
2.1.7. Lingkungan Kota
Lingkungan kota juga merupakan suatu pendekatan hipotesis dari
biaya minimum suatu bagian ruang kota, disesuaikan untuk mengangkat
biaya-biaya variabel non ekonomi, misalnya nilai tanah. Rumusan-rumusan distribusi
ekolgi dan unit-unit pasar cenderung menjadi sedemikian rupa, dimana biaya total
dari perolehan-perolehan kepuasan maksimum diminimalisir. Biaya tersebut telah
tertera di dalam suatu daftar, termasuk semua jenis kehilangan kegunaan
(Disutility) seperti halnya biaya ekonomi dan lain-lain bentuk biaya. Jelasnya,
karena kehilangan kegunaan tidak dapat diukur di dalam terminologi moneter,
maka hipotesis dalam bentuk ini tidak dapat diuji.
Suatu pembatasan kembali apa yang disebut terakhir dari teori
minimalisasi biaya dari bagian-bagian ruang kota telah pernah dicoba oleh
Guttenberg, tetapi dia menekankan pada pentingnya efisiensi transportasi di dalam
penentuan struktur tata ruang sebuah kota, dan rumusan-rumusan model ini
disajikan dalam terminologi yang dinamis. Dia melihat prinsip pengorganisasian
kenungkinan lokasi kegiatan kota ke dalam dua bagian, yaitu: bagian yang
fasilitasnya di sebarkan ke seluruh kota “penyebaran fasilitas-fasilitas”, dan
bagian yang fasilitasnya dipusatkan lebih banyak pada satu pusat tertentu
“pemusatan fasilitas-fasilitas”. Tingkat camput tangan pemerintah pada
disebarkan atau tidak disebarkannya fasilitas-fasilitas tergantung pada efisiensi
sistem transportasi. Biaya transpor adalah penentu utama tingkat biaya
bagian-bagian ruang kota, oleh karena itu suatu sistem transpor yang efisien sama dengan
keberhasilan usahan masyarakat mengatasi jarak, dan memungkinkan suatu
struktur kegiatan yang terpusat. Sebaliknya apabila transportasi terbatas,
tempat-temapt kerja, pusat-pusat pelayanan, lembaga-lembaga perdangan dan
pemerintahan dapat diasumsikan mengikuti suatu pola yang tersebar.
Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam efisiensi transportasi akan merubah pola struktur
tata ruang oleh substitusi perizinan antara lokasi ruang pinggir (Periphery) dengan
lokasi pusat (Centre).
2.1.8. Teori Pertumbuhan Kota
Suatu kerangka kerja analisis yang disajikan secara umum untuk
kebutuhan sektor swasta, yang menjadi pegangan bagi pembangunan
komplek-komplek pemenuhan dan investasi, memiliki prosedur tertentu di dalam penelitian
terhadap Land Use perkotaan. Menurut R.M.Hurd, sebagai hasil studi muktahir
dari perkembangan nilai Land Use di lebih dari 50 kota di Amerika Serikat,
menghasilkan deskripsi klasik tentang proses pertumbuhan perkotaan dan
menjangkau 2 hal pokok penting tentang transportasi. Dua hal pokok yang
merupakan prinsip kunci pengaruh transport terhadap Land Use dan pertumbuhan
wilayah metropolitan tersebut adalah:
(a) Persaingan diantara pemakai lahan dan peruntukan lahan pada pematangan
lahan yang tertinggi aksessibilatasnya.
(b) Akibat keuntungan relatif kepuasan terhadap pelayanan transportasi pada dasar
kompleks perumahan bagi perusahaan-perusahaan dagang dan individu-individu.
Haig menyimpulkan proses pemilihan lokasi adalah sebagai berikut:
“bahwa suatu aktivitas ekonomi pada pencairan suatu lokasi ditemukan pada
kedekatan pusat pertumbuhan; jika sewa lokasi meningkat maka biaya transpor
menurun. Jika suatu lokasi menjauhi pusat pertumbuhan maka tingkat sewanya
akan menurun dan biaya transpor naik, tambahan jumlah dari 2 pos biaya tersebut
(bagian-bagian biayanya) akan berubah. Homer Hoyt, di dalam suatu studi
empiriknya, yang berjudul “The Structure and Growth of Residental
Neighborhoods” untuk administrasi perumahan Federal (1939) telah memperluas
prinsip Hurd tentang pertumbuhan kota yang diidentifikasikan sebagai Teori
Sektor. Prinsip tersebut adalah :
(a) Wilayah dengan perkembangan besar-besaran untuk pemukiman cenderung
dimulai dari titik given areal (Given Point) sepanjang garis yang mapan (terus
berkembang) dari perjalanan pulang pergi ke inti (pusat perdagangan).
(b) Zona wilayah yang yang bersewa tinggi cenderung berproses kepada
penurunan luas daerah yang bebas resiko banjir, dan akan menyebar sepanjang
tidak digunakan untuk industri).
(c) Distrik-distrik perumahan dengan sewa tinggi cenderung mengalami
penurunan dan akan memperluas bagian-bagian kota yang memiliki kebebasan
pengembangannya sebelum lokasi pembuangan limbah dan pekuburan, yang
dibatasi oleh perbatasan-perbatasan alam atau perbatasan-perbatasan buatan
terhadap perluasan.
(d) Wilayah-wilayah pemukiman yang lebih tinggi harganya, cenderung
menurunkan perumahan bagi para pemimpin masyarakat.
(e) Perkembangan pergerakkan gedung-gedung kantor, perbankan, dan
pusat-pusat perbelanjaan akan menarik wilayah-wilayah pemukiman untuk wilayah
yang memiliki harga tinggi yang memiliki pengaruh-pengaruh umum yang sama
secara langsung.
Kecenderungan-kecenderungan perkembangan wilayah pemukiman
adalah:
(a) Wilayah-wilayah pemukiman kelas tinggi cenderung berkembang lebih cepat
di sepanjang jalur-jalur transpor.
(b) Pertumbuhan wilayah-wilayah pemukiman dengan mendapat pengaruh
langsung dari sewa yang tinggi dan intensitas yang sama akan terus berlanjut
sepanjang periode waktu.
(c) Wilayah-wilayah perumahan mewah dengan sewa yang tinggi cenderung akan
tumbuh berdekatan dengan pusat perdagangan dan wilayah-wilayah pemukiman
lama.
pemukiman kelompok berpendapatan tinggi.
Teori basis ekonomi (Economic Base), tidak dilahirkan oleh ahli-ahli
ekonomi geografi, pada awal-awal oleh kerjasama para ahli ekonomi geografi
lembaga-lembaga pengembangan industri, dan para sarjana ekonomi perkotaan.
Teori basis ekonomi ini dirumuskan sebuah teknik analisis oleh Weimer dan Hoyt
pada tahun 1930-an. Langkah-langkah pada perkiraan wilayah kota dengan
menggunakan metoda penduduk adalah sebagai berikut :
(a) Perkiraan pertumbuhan pada kesempatan kerja basis, yaitu kesempatan kerja
pada sektor industri, pertanian, pertambangan dan industri pengolahan serta
jasa-jasa yang pada umumnya diekspor pada wilayah tersebut.
(b) Perkiraan tersebut dihubungkan dengan pertumbuhan pada kersempatan kerja
sektor bukan basis.
(c) Memperhitungkan jumlah penduduk di masa yang akan datang yang
didasarkan pada para pekerja tiap keluarga dan jumlah anggota keluarga.
Setelah Perang Dunia II terjadi gelombang pertumbuhan urbanisasi.
Konsekuensinya adalah meningkatnya kebutuhan transportasi, pelayanan umum,
dan pelayanan lain-lainnya di wilayah perkotaan. Meningkatnya perhatian pada
kebutuhan penerapan teknologi pembangunan untuk wilayah-wilayah perkotaan
yang sebanding dengan perkembangan jumlah penduduknya. Pada awalnya,
perhatian lembaga ilmu pengetahuan pengaruhnya relatif kurang efektif bagi
pembangunan, terutama dalam teknik memprediksi kebutuhan-kebutuhan untuk
masa yang akan datang. Teori basis ekonomi dapat digunakan sebagai dasar
pertumbuhan kesempatan kerja di bidang pelayanan. Hasil prediksi dari
kecenderungan-kecenderungan yang diidentifikasi tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi hal-hal yang berdisat umum yang menyangkut pertumbuhan
perkotaan di msada yang akan datang. Teori-teori yang menyangkut
pengembangan sektor-sektor industri, perdagangan dan lokasi pemukiman kota
sarat dengan kebijakan, hasilnya sangat terbatas, dan kebijakan-kebijakan tersebut
sama sekali tidak didasarkan pada hasil-hasil study yang bersifat empiris. Pada hal
pengembangan teknologi, khususnya teknologi transportasi dan peramalan
(Forcasting) bagi perencanaan tata guna lahan (Land Use) sangat penting.
2.1.9. Pendapatan Regional
Tujuan kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran. Salah satu
ukuran kemakmuran terpenting adalah pendapatan. Kemakmuran tercipta karena
ada kegiatan yang menghasilkan pendapatan.
Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat
pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan
wilayah maupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut.
Menganalisis suatu region atau membicarakan pembangunan regional tidak
mungkin terlepas dari membahas tingkat pendapatan masyarakat di wilayah
tersebut. Ada beberapa parameter yang bisa digunakan untuk