• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh

HENNIWATI

067012043/AKK

S

E K O L A H P

A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENNIWATI

067012043/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

Nama Mahasiswa : Henniwati

Nomor Pokok : 067012043

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp,PD,Sp.JP) (Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur

(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 10 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp, PD, Sp.JP

Anggota : 1. Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib

2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

(5)

SURAT PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN

PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2008

(6)

ABSTRAK

Lanjut Usia adalah suatu proses yang alami dan tidak dapat dihindari dan dialami secara alamiah oleh setiap orang yang akan mencapai tingkat umur tertentu, di mana sasaran Posyandu Lanjut Usia langsung meliputi virilitas/pra senilis adalah usia 45-59 tahun, Lanjut Usia 60-69 tahun dan Lanjut Usia risiko tinggi usia lebih dari 70 tahun. Tahun 2007 jumlah kunjungan Lanjut Usia ke posyandu 505 orang dari 2511 orang Lanjut Usia yang dibina di Kabupaten Aceh Timur.

Penelitian ini merupakan Survei explanatory untuk menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Populasi seluruh Lanjut Usia yang dibina di Puskesmas Kabupaten Aceh Timur, yang berumur 45 tahun ke atas yang datang ke Posyandu Lanjut Usia pada bulan Juni tahun 2008 berjumlah 462 orang. Sampel berjumlah 137 orang diambil secara simpel random sampling. Analisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda.

Hasil uji chi – square menunjukkan variabel status perkawinan (p=0,207), pekerjaan (p=0,077), kualitas pelayanan (p=0,000), jarak tempuh (p=0,000), petugas kesehatan (0,000) ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia, sedangkan variabel umur (p=0,671), jenis kelamin (p=0,810), pendidikan (p=0,780), jumlah kader (p=0,833) tidak ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia. Berdasarkan hasil uji regresi logistik ganda diperoleh variabel yang dominan yang signifikan (p=0,000) berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia adalah jarak.

Untuk meningkatkan motivasi dan jumlah kunjungan Lanjut Usia ke Posyandu, diharapkan pada petugas kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penyuluhan tentang manfaat Posyandu Lanjut Usia.

(7)

ABSTRACT

Aging is natural process that cannot be avoided and naturally experienced by everybody reaching a certain level of age. The target of Posyandu (integrated health service post), includes the virilitas/prasinilis of the people of the age groups of 45-59 years old, 60-69 years old, and the high-risk old people of over 70 years old. In 2007, only 505 out of the 2511 old people under the supervision of Posyandu in Aceh Timur District Visited the Posyandu.

The purpose of this explanatory study is to analyze the factors influencing the use of the service provided by the Posyandu for the old people. The population of this study is all of the 462 old people over 45 years old under the supervision of Posyandu

in Aceh Timur District who visited the Posyandu in Juni 2008. Through simple random sampling technique, 137 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.

The result of Chi-square test shows that the variables of age (p=0,671), sex (p=0,398), education (p=0,780), number of cadres (p=0,833), have no influence on the use of the services provided the Posyandu for the old people, thereas the variables of occupation (p=0,077), marital status (p=0,207), service quality (p=0,000), distance of the Posyandu (p=0,000), health worker (p=0,000), have a significant influence on the use of the services provided by the Posyandu for the old people. The result of multiple logistic regression test shows that the variables of service quality and distance of the Posyandu dominantly, and have not use probability the services provided by the Posyandu for the old people. It is seen from its percentage value (97, 93).

To increase the motivation and to the number of the old people to visit the

Posyandu, the health extension workers are suggested to improve the quality of service and extension on the advantage of the Posyandu for the old people they provide.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan

karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Kabupaten Aceh

Timur”.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. dr.

Sutomo Kasiman, Sp,PD, Sp,JP, dan Bapak Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib, selaku

komisi pembimbing yang telah membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta

dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Kepada Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, DSAK, selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur

Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan

fasilitas perkuliahan.

Kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku

Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan

motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.

Kepada Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(9)

memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama

melakukan penelitian. Kepala Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang telah

memberikan tugas belajar untuk melanjutkan perkuliahan.

Kepada Ibu Ria Masniari Lubis, M.Si dan Bapak Drs. Abdul Jalil Amri A.

M.Kes sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan

dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada orang tua penulis

ayahanda H. Muhammad Armis dan ibunda Hj. Anidar Said yang telah memberikan

motivasi dan dorongan untuk kuliah, beserta doa dan bantuan dana dalam

menyelesaikan perkuliahan dan terima kasih juga kepada abang-abang, kakak dan

adik penulis yang telah memberikan dorongan bagi penulis untuk meniti karir dan

motivasi untuk kuliah. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih

banyak kekurangan dan kelemahan, untuk kritikan dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, November 2008

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Henniwati yang telah dilahirkan di Desa Leugo pada tanggal

31 Juli 1973, anak keenam dari tujuh bersaudara, beragama Islam dan bertempat

tinggal di Desa Leugo Peureulak Kecamatan Peureulak Kota Kabupaten Aceh Timur

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1986 di SD No 1 Peureulak

Kabupaten Aceh Timur, tahun 1989 menamatkan SMP Negeri Peureulak, kemudian

tahun 1992 menamatkan Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK), tahun 1993

menamatkan Sekolah Program Pendidikan Bidan A, Langsa dan Kemudian pada

tahun 2001 menamatkan sekolah Akademi Kebidanan Depkes Banda Aceh

di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2003 peneliti menamatkan

sekolah D4 Kebidanan di Fakultas Kedokteran Unpad Bandung.

Penulis bekerja sebagai bidan desa pada tahun 1994-2001 pada tahun

2001-2003 sebagai staf Puskesmas Peureulak, dan pada tahun 2004 sampai sekarang

bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...………. i

ABSTRACT..………. ii

KATA PENGANTAR..……….… iii

RIWAYAT HIDUP.………... v

DAFTAR ISI...………... vi

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR GAMBAR……….... . x

DAFTAR LAMPIRAN………. xi

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………... 25

3.3 Populasi dan Sampel………... 25

3.4 Metode Pengumpulan Data……….... 27

3.5 Variabel dan Definisi Operasional………. 29

(12)

BAB 5 PEMBAHASAN... 51

5.1. Pengaruh Umur terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 51

5.2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 52

5.3. Pengaruh Status Perkawinan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 52

5.4. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 53

5.5. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 54

5.6. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 54

5.7. Pengaruh Jarak terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 55

5.8. Pengaruh Petugas Kesehatan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 56

5.9. Pengaruh Jumlah Kader terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 57

5.10.Keterbatasan Penelitian... 58

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 59

6.1. Kesimpulan... 59

6.2. Saran... 59

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia

pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050... 14

2. Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratios) Pria Per 100 Wanita dari Jumlah Penduduk Lansia di Dunia Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju dan Indonesia, 1980-2005... 14

3. Penduduk Lansia Pria dan Wanita yang Tidak Bersekolah ... 15

4. Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas

Kabupaten Aceh Timur... 27

5. Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen ... 31

6. Metode Pengukuran terhadap Variabel Terikat (Dependen)... 35

7. Distribusi Frekwensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 40

8. Distribusi Pengaruh Karakteristik Demografi dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 42

9. Distribusi Pengaruh Karakteristik Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 44

10.Distribusi Pengaruh Faktor Penunjang Pelaksana dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 45

11.Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel

(14)

12.Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh untuk

Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 49

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 65

2. Hasil Pengolahan Data Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 69

3. Frequency... 72

4. Crosstabs... 74

5. Logistic Regression... 83

6. Surat Permohonan Izin Penelitian... 88

7. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 89

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan

sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat,

juga dapat diukur dari produktivitas dalam arti mempunyai pekerjaan atau

penghasilan secara ekonomi. Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang RI No. 23

Tahun 1992 tentang Batasan Kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa, dan

Sosial yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup produktif secara sosial dan

ekonomi (Notoatmodjo, 2007).

Pembangunan kesehatan merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan oleh

bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar

dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu

unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Pembangunan kesehatan berkembang

dengan cepat dan menyentuh seluruh segi kehidupan sehingga perlu disusun tatanan

upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelayanan dasar Pusat

Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan.

Upaya kesehatan melalui Puskesmas merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang

(18)

Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Tim Penggerak Pemberdayaan dan

Kesejahteraan Keluarga telah merumuskan tatanan tersebut yang dilaksanakan dalam

bentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yang diselenggarakan oleh masyarakat

untuk masyarakat secara rutin setiap bulannya (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Pembinaan Lansia (Lansia) di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan sebagai landasan dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan

sesuai dengan Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia

yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan Lansia, upaya penyuluhan,

penyembuhan dan pengembangan lembaga (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Pembinaan kesehatan dimulai dari kehidupan keluarga, ibu hamil, anak-anak

dan Lansia yang merupakan kelompok rawan dipandang dari segi kesehatan karena

kepekaan dan kerentanan yang tinggi terhadap gangguan kesehatan dan ancaman

kematian (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Pelaksanaan pembinaan kesehatan Lansia di Puskesmas perlu dilakukan

dengan manajemen yang baik dengan memperhatikan aspek perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Penilaian keberhasilan program harus dimulai

dari awal kegiatan yang meliputi masukan, proses dan keluaran dengan aspek teknis

dan manajerial termasuk penyediaan sarana, prasarana dan informasi yang digunakan

untuk perencanaan lebih lanjut (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Pertambahan penduduk Lansia secara bermakna akan disertai oleh berbagai

(19)

individu maupun bagi keluarga dan masyarakat yang meliputi fisik, biologis, mental

maupun sosial ekonomi. Mengingat Lansia merupakan salah satu kelompok rawan

dalam keluarga, pembinaan Lansia sangat memerlukan perhatian khusus sesuai

dengan keberadaannya (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Seirama dengan peningkatan jumlah dan angka kesakitan Lansia diperlukan

peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan perawatan, baik yang

dilaksanakan oleh Lansia itu sendiri maupun keluarga atau lembaga lain seperti

PUSAKA (Pusat Santunan dalam Keluarga), Posyandu Lansia, Panti Sosial Tresna

Wredha, Sasana Tresna Wredha maupun yang dilaksanakan di sarana pelayanan

kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama

(sekunder) dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut (tersier) (Notoatmodjo,

2007).

Sasaran Posyandu Lansia meliputi beberapa kelompok di mana ada sasaran

langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung adalah usia virilitas/pra senilis

45 s.d. 59 tahun, Lansia 60 s.d. 69 tahun, dan Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari

70 tahun. Sedangkan sasaran yang tidak langsung adalah keluarga di mana Lansia

berada, masyarakat di lingkungan Lansia, organisasi sosial yang bergerak di dalam

pembinaan kesehatan Lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan Lansia dan

masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Jumlah populasi Lansia 60 tahun ke atas di dunia terus bertambah, pada tahun

1950 sebanyak 130 juta (4% dari total populasi), tahun 2000 sebanyak 16 juta (7,2%

(20)

pada tahun 2025 menjadi 41,5 juta (13,6%), dan pada tahun 2050 sebanyak 79,6 juta

(23,7%) (U.S. Census Bureau, 2002).

Secara demografi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000, Indonesia

memasuki era penduduk berstruktur tua di mana proporsi Lansia mencapai 14,4 juta

jiwa atau (7,18%) dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2005 jumlah Lansia sudah

berkisar 19,9 juta jiwa atau (8,48%) dan meningkat menjadi 24 juta jiwa atau (9,77%)

dari total penduduk pada tahun 2010 (Biro Pusat Statistik, 2000).

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam jumlah penduduk dalam kelompok umur

60 tahun ke atas sebanyak 304.281 orang (7,54%) dan Kabupaten Aceh Timur jumlah

kelompok Lansia 60 tahun ke atas sebanyak 17.327 orang (5,55%) (Dinas Kesehatan

Provinsi N.A.D., 2007).

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur membentuk pembinaan Posyandu

Lansia pada tahun 2002 dengan 10 Posyandu. Dengan adanya pemekaran wilayah

dan penambahan Puskesmas di wilayah Kabupaten Aceh Timur, maka Posyandu

Lansia menjadi 22 Posyandu dari 22 Puskesmas pada tahun 2007. Namun program

tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan dari 22 Posyandu Lansia yang

dibentuk hanya 8 Posyandu saja yang aktif. Hal ini dapat dilihat dari laporan bulanan

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 di mana jumlah kunjungan

Lansia di Posyandu binaan sebanyak 505 orang (20,12%) dari 2511 orang (100%).

Berdasarkan laporan yang diperoleh 6 bulan terakhir, sejak Januari jumlah Lansia

yang datang ke Posyandu sebanyak 498 orang, bulan Februari 476 orang, Maret 486

(21)

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia masih sangat jauh dari target

yang diharapkan yaitu 90% (Dinas Kesehatan Aceh Timur, 2008).

1.2. Permasalaan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah apakah demografi (umur, jenis kelamin, status

perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana

(kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten

Aceh Timur.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan),

struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas

pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan

Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

1.4. Hipotesis

Menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan),

struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas

pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan

(22)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas kesehatan, pihak Puskesmas, kecamatan,

pemerintah daerah dan sektor yang terkait di dalam pembinaan Lansia melalui

pemberdayaan program Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas

Kabupaten Aceh Timur.

2. Bagi petugas kesehatan dan kelompok Lansia yang ada di wilayah kerja

Puskesmas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

Posyandu Lansia, sehingga dapat menggunakan Posyandu secara mandiri.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan yang

dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu dalam bidang pelayanan

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Lansia

Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur manusia

sebagai makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam)

kali masa bayi sampai dewasa atau 6 x 20 tahun, sama dengan 120 tahun. Proses

menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase

progresif, stabil dan regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah

kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel

menjadi haus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang

dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik, proses

menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara

alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan

perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan

mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Departemen

Kesehatan RI, 2005).

Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup sampai mencapai Lansia dapat

dikatakan sebagai orang yang beruntung, karena mereka telah mengenyam kehidupan

dalam masa yang panjang. Di Indonesia Pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola

(24)

mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian Kartu Tanda Penduduk

(KTP) seumur hidup. Namun di negara maju diberi patokan yang lebih spesifik 65

s.d. 75 tahun disebut old, 75 s.d. 90 tahun disebut old – old dan 90 tahun ke atas

disebut veryold (Hardywinoto, 2007).

Penuaan yang terjadi secara fisiologis dan patologis perlu hati-hati dalam

mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological

aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu

sesuai dengan kronologi usia (penuaan primer) dipengaruhi oleh faktor endogen,

perubahan yang dimulai dari sel jaringan organ sistem pada tubuh. Penuaan banyak

dipengaruhi oleh faktor eksogen yaitu (a), lingkungan (b), sosial budaya, dan

(c), gaya hidup disebut penuaan sekunder (Pudjiastuti, 2000).

Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ

tubuh. Kemunduran yang kerapkali dihadapi oleh Lansia lebih dikenal dengan istilah

“Geriatric Giants 13 I” yang meliputi: immobility, instability, intellectual impairment.

isolation, incontinence, impotence, immunodeficiency, infection, inanition, impaction,

latrogenic, insomnia and impairment. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian,

bahasa, ingatan, kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor

(hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak) pada Lansia terkait dengan

(25)

2.1.1. Karakteristik Proses Penuaan

Menurut H.P.Von Hahn (1975), seperti dikutip oleh (Hardywinoto, 2007),

proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang kompleks (a), adanya

perubahan dalam tubuh yang terprogram oleh jam biologis (biological clock)

(b), terjadinya aksi dari zat metabolik akibat mutasi spontan, radikal bebas dan

adanya kesalahan di molekul DNA (Strehler, 1962), dan (c), perubahan yang terjadi

di dalam sel dapat gangguan sistem pengaturan pertumbuhan atau secara sekunder

akibat pengaruh dari luar sel.

Menurut Vincent J. Cristofolo (1990), seperti dikutip oleh (Hardywinoto,

2007), beberapa karakteristik tentang proses penuaan yang terjadi pada hewan

menyusui dan manusia adalah sebagai berikut (a), Peningkatan kematian sejalan

dengan peningkatan usia (b), Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan jaringan

tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang

dikenal sebagai age pigment, serta perubahan diserat kolagen yang dikenal dengan

cross-linking, dan (e), Meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit tertentu.

2.1.2. Teori Biologis tentang Penuaan

Menurut Mary Ann Christ et al (1993), seperti dikutip oleh (Hardywinoto,

2007), perubahan fisik yang terjadi pada proses penuaan, disusun dalam teori biologis

tentang penuaan merupakan proses yang secara berangsur mengakibatkan perubahan

yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan di dalam yang berakhir dengan

(26)

dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif.

Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan

ekstrinsik. Di mana teori instrinsik menyatakan perubahan yang berkaitan dengan

usia timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik

menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh perubahan lingkungan.

Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak

mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua

sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meski proses menjadi

tua merupakan gambaran yang universal, tidak seorang pun mengetahui dengan pasti

penyebab penuaan atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.

Ada asumsi dasar tentang teori penuaan yang harus diperhatikan dalam mempelajari

Lansia yaitu (1), Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak

secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi perkembangan dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun mungkin dapat

memiliki usia fisiologis seperti orang usia 50 tahun. Atau sebaliknya, seseorang

dengan usia 50 tahun mungkin memiliki banyak penyakit kronis sehingga usia

fisiologisnya 90 tahun (2), Peningkatan jumlah Lansia merupakan hasil dari

perkembangan ilmu dan tekhnologi abad ke 20 (Hardywinoto, 2007).

Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti dikutip oleh (Hardywinoto,

2007), bertambahnya umur harapan hidup seseorang merupakan hasil dari

perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi modern, yaitu dengan penemuan

(27)

modern, dan alat diagnosis (a), Penuaan alamiah/fisiologis harus dibedakan dari

penuaan patologis. Penurunan fungsi tidak hanya disebabkan faktor penuaan tetapi

dapat juga disebabkan oleh faktor patologis. Penurunan fungsi karena faktor

patologis bukan penuaan, yang norma dan (b), tidak satu teori pun mampu

menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun penuaan merupakan proses yang

universal, tidak seorang pun mengetahui penyebabnya atau mengapa manusia

menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.

Untuk menghasilkan penduduk Lansia yang sehat tidaklah mudah dan

memerlukan kerja sama para pihak antara lain para Lansia itu sendiri, keluarga,

masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati kesejahteraan Lansia

serta profesi di bidang kesehatan. Kerja sama ini menyangkut penyediaan dana,

sarana serta sumber daya manusia profesional. Tidak kalah pentingnya adalah peran

aktif dari Lansia dan keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta

perawatan diri Lansia itu sendiri (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Perlindungan kesehatan bagi Lansia dilaksanakan oleh pihak pemerintah

dengan peran aktif dari swasta, institusi pemerhati kesejahteraan Lansia dan

masyarakat, dengan mempertahankan nilai-nilai budaya. Perlindungan kesehatan

Lansia diawali dengan dilaksanakannya pendataan ini bertujuan agar Lansia

memperoleh nomor identitas perorangan dan layak untuk mendapatkan kartu peserta

jaminan kesehatan Lansia. Dari identifikasi ini dapat ditetapkan apakah pembayaran

preminya, oleh yang bersangkutan/keluarganya, dominasi dari pihak swasta baik

(28)

Dengan memiliki kartu peserta jaminan kesehatan Lansia maka yang bersangkutan

dapat memperoleh pelayanan kesehatan bilamana memerlukan. Pelayanan kesehatan

diberikan secara komprehensif dan berjenjang melalui mekanisme rujukan

(Departemen Kesehatan RI, 2005).

2.1.3. Kebutuhan Hidup Orang Lansia

Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang Lansia juga memiliki

kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup Lansia

antara lain makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,

perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,

kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia,

sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi,

membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.

Kebutuhan tersebut diperlukan oleh Lansia agar dapat mandiri.

Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991)

yang dikutip oleh (Hutahuruk, 2005) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia

meliputi (1), Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau

biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya (2), Kebutuhan

ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman,

baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan,

kemandirian dan sebagainya (3), Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan

(29)

organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobi dan sebagainya (4), Kebutuhan

harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan

keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah

kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir

berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan

dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki

kebutuhan psikologis dasar.

Kebutuhan tersebut diantaranya orang Lansia membutuhkan rasa nyaman

bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat

pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang Lansia, keluarga dan

lingkungannya. Jika kebutuhan kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul

masalah-masalah dalam kehidupan orang Lansia yang akan menurunkan

kemandiriannya.

2.1.4. Jenis Kelamin

Di Asia Tenggara jumlah penduduk Lansia wanita umumnya lebih banyak

dibanding pria. Hal ini dapat dilihat dari persentase pria dan wanita serta rasio jenis

kelamin dari penduduk Lansia pria dan wanita. Persentase penduduk Lansia 60+

(30)

Tabel 1: Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050

1970 1995 2025 2050 Negara/

Kawasan Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria

Asia Penduduk Lansia di Dunia Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju dan

Indonesia, 1980-2005

Mengingat umur harapan hidup pada Lansia wanita lebih tinggi dari pada pria,

jumlah penduduk Lansia wanita yang mempunyai status menikah lebih kecil dari

pada penduduk Lansia pria. Menurut Email Salim (1984), yang dikutip oleh

(Hardywinoto, 2007), jumlah penduduk Lansia wanita yang berstatus menikah hanya

(31)

pendidikan mereka rendah dan partisipasi angkatan kerja golongan ini tidak tinggi,

mereka harus menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya meninggal.

Banyak di antara mereka tidak dapat hidup secara mandiri lagi dan terpaksa menjadi

tanggungan anak serta keluarganya.

2.1.6. Pendidikan

Menurut data yang dikumpulkan Depertemen Sosial Republik Indonesia

(1996), yang dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), tingkat pendidikan penduduk Lansia

di Indonesia masih belum baik. Hal ini terlebih-lebih terlihat pada penduduk Lansia

wanita yang tidak bersekolah, seperti dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3: Penduduk Lansia Pria dan Wanita yang Tidak Bersekolah

Penduduk Lansia Persentase Pria Wanita

Bersekolah

Rendahnya tingkat pendidikan ini mengakibatkan mereka sulit menerima

penyuluhan yang diberikan oleh tenaga penyuluh. Di samping itu, hal ini akan

menyulitkan mereka manakala mereka bekerja atau mencari pekerjaan. Tingkat

pendidikan Lansia pada umumnya sangat rendah. Menurut Sedarmayanti (2001),

yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), pekerjaan yang disertai dengan pendidikan

(32)

meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan

nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang

mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis,

kelemahan fisik. Jadi jika Lansia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah

tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.

2.1.7. Pekerjaan

Menurut Biro Pusat Statistik (1990), tingkat partisipasi angkatan kerja pada

penduduk Lansia 60 hingga 64 tahun besarnya 59.9% dan pada usia 65 tahun 40.5%.

di perkotaan bahkan tingkat pengangguran penduduk Lansia yang berusia 65 tahun

keatas hanya 2.2%. tingkat partisipasi angkatan kerja pedesaan lebih tinggi

dibandingkan di perkotaan dan pada penduduk Lansia pria, tingkatnya lebih tinggi

bila dibandingkan dengan wanita. Tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja

penduduk Lansia ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain proses penuaan,

struktur penduduk, tingkat sosial ekonomi masyarakat yang membaik, umur harapan

hidup penduduk Lansia yang bertambah panjang, jangkauan pelayanan kesehatan

serta status kesehatan penduduk Lansia yang bertambah baik. Alasan penduduk

Lansia untuk bekerja antara lain disebabkan oleh jaminan sosial dan kesehatan yang

masih kurang.

Penghasilan yang diterima oleh angkatan kerja Lansia sayangnya tidaklah

tinggi. Berdasarkan data yang dikumpulkan Sakernas (1991), yang dikutip oleh

(33)

upah sebanyak Rp. 100 ribu sebulan dan lebih dari separo angkatan kerja Lansia

di perkotaan dan pedesaan menerima gaji atau upah sebesar Rp. 50 ribu hingga

Rp. 100 ribu.

2.1.8. Dukungan Keluarga dan Masyarakat

Dukungan keluarga dan masyarakat bagi Lansia, keluarga merupakan sumber

kepuasaan. Data awal yang diambil oleh peneliti terhadap Lansia berusia 50, 60 dan

70 tahun di Kelurahan Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di

tengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para Lansia merasa

bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai

kakek, dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal,

gaya bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, di mana setiap

gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing. Akan tetapi keluarga dapat

menjadi frustasi bagi orang Lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi

antara Lansia dengan anak atau cucu di mana perbedaan faktor generasi memegang

peranan Sistem pendukung Lansia ada tiga komponen.

Menurut Joseph J Gallo (1998), yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), yaitu

jaringan-jaringan informal, sistem pendukung formal dan dukungan-dukungan

semiformal. Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan.

Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program

(34)

2.2. Posyandu Lansia

Posyandu Lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan

terhadap Lansia di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja

Puskesmas. Keterpaduan dalam Posyandu Lansia berupa keterpaduan pada pelayanan

yang dilatarbelakangi oleh kriteria Lansia yang memiliki berbagai macam penyakit.

Dasar pembentukan Posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

terutama Lansia (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk

bersama-sama masyarakat menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan

masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan

pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara

umum.

Posyandu juga merupakan wahana pelayanan dari berbagai program sehingga

penyelenggaraan kegiatan revitalisasi Posyandu harus menyertakan aspek

pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi

tumpuan upaya revitalisasi Posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan teknis

pemerintah tetap di perlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak

seperti, LSM (lembaga swadaya masyarakat), lembaga-lembaga donor, swasta dan

dunia usaha (Departemen Kesehatan N.A.D., 2006).

Sasaran Posyandu Lansia dapat dibagi menjadi dua kelompok di mana

kelompok yang pertama adalah sasaran langsung meliputi kelompok virilitas/pra

(35)

kelompok Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun. Dan kelompok sasaran

tidak langsung adalah, keluarga yang mempunyai Lansia, masyarakat di lingkungan

Lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan Lansia, masyarakat

luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Penilaian keberhasilan upaya pembinaan Lansia melalui kegiatan pelayanan

kesehatan di Posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan, pelaporan,

pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari

(a), meningkatnya sosialisasi masyarakat Lansia dengan berkembangnya jumlah

organosasi masyarakat Lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya

(b), berkembangya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan

kesehatan bagi Lansia (c), berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga

(d), berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi Lansia, dan (e), penurunan

angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada Lansia.

Kader Posyandu adalah seorang atau tim sebagai tenaga pelaksana Posyandu

yang berasal dari dan dipilih oleh masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan dan

diberi tugas serta tanggung jawab untuk pelaksanakan, pemantauan, dan

memfasilitasi kegiatan lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah perkotaan karena kesibukan yang

dimiliki, tidak mudah mencari anggota masyarakat yang bersedia aktif secara

sukarela sebagai kader Posyandu. Kriteria tenaga professional tersebut antara lain

adalah sebagai berikut (a), diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat

(36)

purna/paruh waktu untuk mengelola Posyandu (d), berusia dewasa (e), sehat jasmani

dan rohani (f), menguasai bahasa Indonesia dan bahasa setempat dengan benar

(g), berminat dan mampu melaksanakan tugas sebagai kader Posyandu, dan

(h), memahami tatacara, adat, budaya, kepercayaan, kebiasaan dan etika masyarakat

setempat (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Kader selain mempunyai tugas dan fungsinya ia juga harus mampu

berkomunikasi dengan efektif baik dengan individu, kelompok maupun masyarakat,

kader juga harus dapat membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan

pelaksanaan Posyandu, serta dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan

Lansia pada hari buka Posyandu yaitu pendaftaran, penimbangan, pencatatan/

pengisian KRS, penyuluhan dan pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya, dan

pemberian PMT, serta dapat melakukan rujukan jika diperlukan (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

Untuk meningkatkan citra diri kader maka harus diperhatikan

(a), meningkatkan kualitas diri sebagai orang yang dianggap masyarakat dapat

memberi informasi terkini tentang kesehatan (b), melengkapi diri dengan

keterampilan yang memadai dalam pelayanan di Posyandu (c), membuat kesan

pertama yang baik dan memperhatikan citra yang positif (d), menetapkan dan

memutuskan perhatian lebih cermat pada kebutuhan masyarakat (e), menampilkan

diri sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri, dan (f) mendorong keinginan

(37)

Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok,

volume dan jenis kegiatan yaitu sedikitnya 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari

anggota kelompok sendiri atau bilamana sulit mencari kader dari anggota kelompok

dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader.

Persyaratan untuk menjadi kader adalah (a), dipilih dari masyarakat dengan prosedur

yang disesuaikan dengan kondisi setempat (b), mau dan mampu bekerja secara

sukarela (c), bisa membaca dan menulis huruf latin. (d), sabar dan memahami usia

lanjut, dan (e), minimal pendidikannya sekurang-kurangnya SMP (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

2.3. Landasan Teori

Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada predisposisi

keluarga mencakup karakteristik keluarga cenderung menggunakan pelayanan

kesehatan meliputi variabel demografi (seperti umur, jenis kelamin, status

perkawinan), variabel struktur sosial (seperti pendidikan, pekerjaan kepala keluarga,

suku bangsa) serta kepercayan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter dan

penyakit (termasuk stress serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan)

(Muzaham, 1995).

Meskipun keluarga memberikan predisposisi untuk pemanfaatan pelayanan

kesehatan namun ada beberapa faktor harus tersedia untuk menunjang pelaksanaan

yaitu faktor kemampuan baik dari keluarga misalnya (penghasilan, simpanan

(38)

fasilitas dan tenaga pelayanan kesehatan, lamanya menunggu pelayanan serta

lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai fasilitas pelayanan tersebut

(Muzaham, 1995).

Fungsi pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan tidak dapat lagi

seluruhnya ditangani oleh para dokter saja. Apalagi kegiatan itu mencakup kelompok

masyarakat luas. Para dokter memerlukan bantuan tenaga paramedik, sanitasi, gizi,

ahli ilmu sosial dan juga anggota masyarakat (tokoh masyarakat, kader) untuk

melaksanakan program kesehatan. tugas tim kesehatan ini dapat dibedakan menurut

tahap/jenis program kesehatan yang dijalankan, yaitu promosi kesehatan, pencegahan

penyakit, pengobatan dan rehabilitasi (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Peran anggota masyarakat (kader) adalah sebagai motivator atau penyuluh

kesehatan yang membantu para petugas kesehatan untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang perlunya hidup sehat dan memotivasi mereka untuk melakukan

tindakan pencegahan penyakit dengan menggunakan sarana kesehatan yang ada.

Di samping kader kesehatan, masyarakat memiliki pula kelompok yang berpotensi

untuk membantu menyehatkan penduduk, yaitu para pengobatan tradisional

(traditional healers) (Sarwono, 2004).

Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan harus memiliki

persyaratan pokok yaitu (a), tersedia dan berkesinambungan (b), mudah dicapai

(c), mudah dijangkau (d), dapat diterima dan wajar (e), bermutu (Azwar, 1996).

Menurut Reinke (1994), yang dikutip oleh Hutahuruk (2005) ada beberapa

(39)

(1), faktor regional (2), faktor dan sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan

yaitu tipe dari organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan

lainnya, (3), faktor adanya fasilitas kesehatan lain (4), faktor-faktor dari konsumen

yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosio psikologis yang meliputi

sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan.

Menurut Andersen (1968), ada delapan faktor yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayan kesehatan yaitu: faktor Demografi, (yaitu jumlah, penyebaran,

kepadatan, pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), tingkat pendapatan,

faktor sosio budaya (tingkat pendidikan dan, status kesehatan), aksesibilitas terhadap

pelayanan kesehatan, avaibilitas, produktivitas, tekhnologi kesehatan.

Menurut Departemen Kesehatan RI, (2002), rendahnya pemanfaatan

pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Jarak yang jauh (faktor geografi).

2. Tidak tau adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi).

3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi).

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya).

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti dapat merumuskan kerangka

(40)

Variabel Bebas Variabel Terikat

(Independen) (Dependen)

Karakteristik struktur sosial

- Pendidikan

- Pekerjaan

Faktor penunjang pelaksana

- Kualitas pelayanan

- Jarak

- Petugas kesehatan

- Jumlah kader Karakteristik Demografi

- Umur

- Jenis kelamin

- Status Perkawinan

Pemanfaatan Pelayanan

Posyandu Lansia

Teori Muzaham, 1995.

(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan (Explanatory research) untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia yang ada di wilayah kerja

Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Waktu penelitian yang dilakukan mulai dari

persetujuan judul penelitian, studi pendahuluan, studi kepustakaan, konsultasi,

kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif membutuhkan waktu

11 (sebelas) bulan dimulai dari bulan Oktober 2007 sampai dengan Agustus 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang umur 45 tahun

keatas yang datang ke Posyandu Lansia pada bulan Juni tahun 2008 di wilayah kerja

(42)

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi

(Sugiyono, 2005). Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara simpel random

sampling (sampel acak sederhana), yaitu setiap anggota dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Lemeshow, 1997).

Langkah-langkah dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Menyiapkan daftar subjek yaitu daftar nama ibu/bapak yang berusia 45 tahun

keatas yang datang ke Posyandu pada bulan Juni 2008.

2. Memberi nomor urut subjek anggota populasi, penomoran dilakukan sesuai

alpabet nama.

3. Menyiapkan potongan kertas.

4. Menulis nama dan nomor dari masing-masing anggota populasi.

Randomisasi dengan mengocok undian, proses ini dilakukan sampai didapat

besar sampel yang diinginkan (Praktiknya, 1993).

Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus uji

hipotesis satu sampel (Lemeshow, 1997).

{ Z – /2 √ P (1 - Po) + Z - √ Pa (1 – Pa) }²

n =

(Pa – Po)²

Keterangan:

(43)

= 5% = 0,05 maka Z – /2 = 1,96

Po =20% = Proporsi Lansia yang berkunjung ke Posyandu Lansia

Pa = 30 % = P – P = 10%, P = 30%

Power (kekuatan uji) = 80%

Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar

137 orang

Tabel 4: Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Nama Puskesmas Jumlah

Populasi

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari Lansia dengan bertanya

melalui pengukuran dengan kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor yang

(44)

Kabupaten Aceh Timur. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan dan

laporan Puskesmas Kabupaten Aceh Timur untuk mengetahui jumlah Lansia yang

di bina di wilayah kerja Puskesmas.

3.4.1. Uji Validitas

Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen

sebagai alat ukur penelitian yang dapat diukur apa yang ingin diukur dan sejauhmana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, koefisien

korelasi dikatakan valid jika nilai r hitung > dari r tabel, dan berdasarkan tabel

dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 20 orang nilai tabel adalah 0,468

(df = n – 2). Berdasarkan hasil hitung dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam

instrumen penelitian valid karena semua hasil dari nilai r hitung > dari 0,468. Nilai r

dapat dilihat pada lampiran colom corrected item-total correlation (Hastono, 2001).

3.4.2. Pengujian Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen

penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih

terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama, koefisien korelasi

dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan berdasarkan

tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan responden 20 orang nilai r tabel adalah

(45)

ini reliabel karena nilai r hitung > 0,468. Nilai r dapat dilihat pada lampiran colon

cronbach’s alpha (Hastono, 2001).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel dependen (variabel terikat): pemanfaatan pelayanan Posyandu

Lansia.

2. Variabel independen (variabel bebas): karakteristik demografi (umur, jenis

kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor

penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah

kader).

3.5.2. Definisi Operasional

1. Umur adalah ulang tahun terakhir yang diperoleh saat pengisian kuisioner.

2. Jenis Kelamin adalah laki-laki dan perempuan.

3. Status perkawinan apabila responden sudah kawin atau tidak kawin.

4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh

oleh responden dikelompokkan dalam katagori, yaitu: a) SD/SMP, b)

SMA/D-III dan Perguruan Tinggi.

5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden sehari-hari di luar

(46)

katagori, yaitu (a), bekerja (apabila responden menghasilkan sejumlah uang

sebagai hasil pekerjaannya) (b), tidak bekerja (apabila responden tidak

menghasilkan sejumlah uang sebagai hasil pekerjaannya).

6. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan

yang membuat Lansia tertarik untuk kembali lagi ke Posyandu Lansia.

7. Jarak adalah jauhnya perjalanan yang ditempuh oleh Lansia untuk mencapai

ke fasilitas pelayanan Posyandu.

8. Petugas kesehatan adalah kesan dari masyarakat terhadap pelayanan yang

diberikan oleh petugas dalam pelaksanaan Posyandu Lansia.

9. Jumlah kader adalah jumlah tenaga sukarelawan yang dipilih oleh masyarakat

dari masyarakat untuk kegiatan Posyandu Lansia.

10.Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia adalah Lansia yang datang atau

tidak datang ke Posyandu Lansia.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Variabel Bebas (Independen)

Metode pengukuran terhadap variabel bebas (independen) karakteristik

demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan,

pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas

kesehatan, jumlah kader). dengan menggunakan sistem pembobotan dan

(47)

Tabel 5: Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen

No Variabel Jumlah

Indikator Kategori

Untuk mengetahui umur responden didasari pada skala ordinal dan jawaban

yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel umur yaitu sebagai

berikut:

a. (45-59 thn).

b. (60-69 thn).

(48)

2. Variabel Jenis Kelamin

Untuk mengetahui jenis kelamin responden didasari pada skala nominal dan

jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel jenis kelamin

yaitu sebagai berikut:

a. Laki-laki.

b. Perempuan.

3. Variabel Status Perkawinan

Untuk mengetahui status perkawinan responden didasari pada skala nominal

dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel status

perkawinan yaitu sebagai berikut:

a. Kawin.

b. Tidak kawin.

4. Variabel Pendidikan

Untuk mengetahui pendidikan responden didasari pada skala ordinal dan

jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pendidikan

yaitu sebagai berikut:

a. Dasar, jika pendidikan responden SD/SMP.

(49)

5. Variabel Pekerjaan

Untuk mengetahui pekerjaan responden didasari pada skala nominal dan

jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pekerjaan yaitu

sebagai berikut:

a. Bekerja.

b. Tidak bekerja.

6. Variabel Pelayanan Kesehatan

Untuk mengetahui pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia didasarkan pada

skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor

maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a),

baik, diberi nilai 0 (nol) (b) Tidak baik, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 9 x 0 = total nilai 0, nilai

baik, (0).

2. “Tidak baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 9 x 1 = total nilai 9,

rentan nilai kurang baik, antara 1 – 9

Pertanyaan untuk Pelayanan Kesehatan no 1 s/d 9 (Arikunto S, 2005).

7. Variabel Jarak

Untuk mengetahui Jarak Lansia ke Posyandu didasarkan pada skala ordinal

(50)

tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah: a) Dekat, diberi

nilai 0 (nol), b) jauh, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Dekat”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 0 = total nilai 0, nilai

Dekat, (0).

2. “Jauh”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 1 = total nilai 5, rentan

nilai Jauh, antara 1 – 5.

Pertanyaan untuk Jarak tempuh no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).

8. Variabel Petugas Kesehatan

Untuk mengetahui Petugas Kesehatan di Posyandu Lansia didasarkan pada

skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor

maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah

(a), Baik, diberi nilai 0 (nol), (b), tidak Baik, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 0 = total nilai 0, nilai

baik, (0).

2. “Tidak Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 1 = total nilai 5,

rentan nilai kurang baik, antara 1 – 5.

(51)

9. Variabel Jumlah Kader

Untuk mengetahui jumlah kader di Posyandu Lansia didasarkan pada skala

ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal

untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a) cukup,

diberi nilai 0 (nol), (b) tidak cukup, diberi nilai 1 (satu).

Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:

1. “Cukup”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 1 x 0 = total nilai 0, nilai

baik, (0).

2. “Tidak cukup”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 1 x 1 = total nilai 1,

rentan nilai kurang baik, adalah 1.

Pertanyaan untuk Jumlah Kader no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).

3.6.2. Variabel Terikat (Dependen)

Sedangkan cara pengukuran terhadap variabel terikat (dependen) dilakukan

dengan menggunakan skala nominal, kemudian dikatagorikan menjadi 2 (dua)

katagori. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6: Metode Pengukuran terhadap Variabel Terikat (Dependen)

No Variabel Jumlah

(52)

Keterangan:

1. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Untuk mengetahui pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia didasarkan

pada skala nominal di mana diperoleh Lansia yang datang ke Posyandu pada bulan

juni dan tidak datang lagi bulan juli.

3.7. Metode Analisa Data

Keseluruhan variabel dibuat standarisasi dengan pemberian kode di setiap

item pertanyaan, data diolah dan dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat

dengan uji regresi logistik ganda. Jelasnya adalah sebagai berikut:

3.7.1. Analisis Univariat

a. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu menilai karakteristik demografi

(umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan,

pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak tempuh,

petugas kesehatan, jumlah kader) yang dibuat dalam bentuk tabel dan

dideskripsikan.

b. Untuk menjelaskan variabel dependen yaitu Pemanfaatan pelayanan

di Posyandu Lansia yang dibuat dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

3.7.2. Analisis Bivariat

Penelitian ini ingin mengetahui adalah pengaruh variabel independen dengan

(53)

dan kedua variabel tersebut dalam bentuk kategori maka uji statistik yang digunakan

adalah uji Chi square pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan program

komputer (software), di mana taraf signifikan sebesar 0,05, sehingga bila ditemukan

hasil analisis statistik p<0,05 maka variabel di atas dinyatakan berhubungan secara

signifikan.

3.7.3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas

dengan Pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia dan dilakukan pengujian

sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis bivariat,

dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan ketentuan jika variabel

mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat.

p

In { } = + b1 X1 + b2 X2 +... + bk Xk 1- p

dan

1 P =

1 + e – (a + b1 X1 + b2 X2 +... + bk X)

Keterangan:

a = Konstanta,

b1, b2,....bk = Koefisien regresi variabel independen,

x1, x2,....Xk = Koefisien prediktor yang pengaruhinya,

(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai 21 kecamatan, 487 desa dengan luas wilayah

6.040,60 km² (10,52%) dari luas wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Kabupaten Aceh Timur terletak antara 04°09’21,08” - 05°06’02,16” Lintang Utara

dan 97°15’22,07” - 97°34’47,22” Bujur Timur.

Batas-batas wilayah Kabupaten Aceh Timur adalah sebelah Utara dengan

Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah Timur

dengan Selat Malaka dan Kota Langsa, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh

Utara dan Kabupaten Aceh Tengah.

Kabupaten Aceh Timur adalah beriklim tropis dengan musim antara bulan

Maret-Agustus dan musim hujan antara bulan September-Februari, suhu maksimum

rata-rata perbulan 30°C, suhu minimum rata-rata perbulan 26°C, kelembaban udara

relatif rata-rata perbulan 70% serta kondisi ketinggian rata-rata 0-308 m di atas

permukaan laut dan luas wilayah 6040,60 mk².

Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 adalah 312.274 jiwa,

dan jumlah penduduk miskin 245.563 jiwa. Komposisi penduduk Kabupaten Aceh

(55)

laki-laki maupun perempuan terbanyak berada pada kelompok umur 5 s.d. 9 tahun, 10

s.d. 14 tahun dan 15 s.d. 19 tahun. Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan

bahwa 33,06% penduduk Kabupaten Aceh Timur berusia muda (umur 0 s.d. 14

tahun), 64,54% berusia produktif (umur 15 s.d. 44 tahun), dan hanya 23,36%, Lanjut

Usia 45 s.d. 59 sebanyak 6,56%, Usia 60 s.d. 69 sebanyak 3,69%, dan Usia > 70

tahun keatas 1,85%.

Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007

sebanyak 1.289 orang (termasuk tenaga honor daerah dan PTT). Proporsi jenis tenaga

kesehatan terbesar adalah bidan D1 dan DIII 503 orang (39,02%), perawat 393 orang

(30,48%), dan dokter umum 34 orang (2,63%) dan tenaga kesehatan lainnya yang

tidak dirinci pendidikannya sebesar 359 orang (27,85%).

Distribusi pembangunan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan

kesehatan dasar tahun 2007 telah lebih merata. Pada pertengahan tahun 2007 telah

diaktifkan (tiga) Puskesmas yaitu Puskesmas Peureulak Timur di Kecamatan

Peureulak Timur, Puskesmas Idi Tunong di Kecamatan Idi Tunong dan Puskesmas

Peudawa di Kecamatan Peudawa sehingga jumlah Puskesmas aktif menjadi 22

Puskesmas yang tahun sebelumnya hanya 19 Puskesmas. Pada pertengahan tahun

tersebut juga telah diresmikan berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Idi yang

terletak di Kecamatan Idi Rayeuk. Pada tahun 2007 sudah direalisasikan

pembangunan Puskesmas Simpang Jernih sebagai peningkatan Pustu Simpang Jernih

di Kecamatan Simpang Jernih dan Puskesmas Darul Ikhsan terletak di Kecamatan

(56)

4.2. Analisis Univariat

Analisis Univariat yaitu untuk memperoleh gambaran distribusi frekwensi dan

presentasi dari variabel yang diteliti baik variabel independen maupun variabel

dependen yang meliputi karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status

perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor penunjang pelaksanaan

(kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) dan pemanfaatan

pelayanan Posyandu Lansia.

(57)

Kualitas Pelayanan

1. Baik 100 73,0 2. Tidak Baik 37 27,0 Jumlah 137 100% Jarak

1. Dekat 83 60,6

2. Jauh 54 39,4 Jumlah 137 100%

Petugas Kesehatan

1. Baik 92 67,2

2. Tidak Baik 45 32,8 Jumlah 137 100%

Jumlah Kader

1. Cukup 79 57,7

2. Tidak cukup 58 42,3 Jumlah 137 100%

Variabel dependen

1. Memanfaatkan 86 62,8

2. Tidak Memanfaatkan 51 37, Jumlah 137 100%

Lanjutan Tabel 7

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa berdasarkan kelompok umur terdapat

54,7% berusia 60 s.d. 69 tahun, dan 23,4% berusia > 70 tahun, dan 21,9 % berusia 45

s.d. 59 tahun, dengan jenis kelamin perempuan 73,7%, dan laki-laki 26,3%, dan

dengan status perkawinan kawin 48,2%, dan tidak kawin 51,8%, dan dengan tingkat

pendidikan SD-SMP 64,2%, dan pendidikan SMA, D3-S1 35,8%), dan pekerjaan

tidak bekerja 28,5%, dan bekerja 71,5%, dan dengan kualitas pelayanan tidak baik

27,0%, dan baik 73,0%, dan dengan jarak tempuh jauh 39,4%, dan dekat 60,6 %, dan

dengan petugas kesehatan tidak ada 32,8%, dan ada 67,2%, dan dengan jumlah kader

(58)

pelayanan Posyandu Lansia) yang tidak memanfaatkan 37,2%, dan memanfaatkan

62,8%.

4.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing

variabel independen (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,

kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) dengan variabel

dependen (pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia). Pengujian analisis bivariat

dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, secara terperinci dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8: Distribusi Pengaruh Karakteristik Demografi dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Pelayanan Posyandu Lansia Tidak

(59)

a. Distribusi dan Pengaruh Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada memanfaatkan

usia 60 s.d. 69 tahun (65,3%), dibandingkan dengan usia 45 s.d. 59 tahun (63,3 %),

dan usia > 70 tahun (56,2%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan Probabilitas

(p>0,05), (0,671 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada

pengaruh umur terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh

Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Jenis Kelamin dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada memanfaatkan

yaitu perempuan (73,7%), dibandingkan laki-laki (26,3%). Hasil uji statistik dengan

Chi-Square menunjukkan probabilitas (p>0,05), (0,810 > 0,05) berarti Ho diterima.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap pemanfaatan

pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Status Perkawinan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang

memanfaatkan yaitu status kawin (68,2%), dibandingkan tidak kawin (57,7%). Hasil

uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,207 < 0,05)

berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh status perkawinan

(60)

Tabel 9: Distribusi Pengaruh Karakteristik Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur

Pelayanan Posyandu Lansia Tidak

Memanfaatkan Memanfaatkan Total No Karakteristik

a. Distribusi dan Pengaruh Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang

memanfaatkan yaitu pendidikan SD-SMP (63,6%), dibandingkan dengan pendidikan

SMA, D3-S1 (61,2%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan

Probabilitas (p>0,05), (0,780 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada pengaruh Pendidikan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu

Lansia di Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.

b. Distribusi dan Pengaruh Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Posyandu Lansia

Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang

memanfaatkan yaitu bekerja (74,4%), dibandingkan dengan tidak bekerja (58,2%).

Gambar

Tabel 1: Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050
Gambar 1: Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4: Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur
Tabel 5: Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada hari ini Jum’at , tanggal tiga belas Bulan Juli Tahun Dua ribu dua belas, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Konstruksi pada UPT PSDA Wampu Besitang Dinas PSDA Provinsi Sumtera

Gina Patriasih. Pengaruh Penguasaan Konsep Suku Banyak Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Matriks Sistem Persamaan Linear dengan Menggunakan Kaidah Cramer. Kemampuan

Lee D.E., Ayoub N., Agrawal D.K., 2016, Mesenchymal stem cell and Cutaneous Wound Healing: Novel Methods to Increase Cell Delivery and Therapeutic Efficacy, Stem Cell Research

Peserta PLPG membawa buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan mata pelajaran di sekolah tempat tugas.. Peserta PLPG membawa silabus dan RPP sesuai mata pelajaran

Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan oleh pengguna kepada pengelola dapat didayagunakan secara optimal sehingga

bahwa sehubungan dengan huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Jadwal Retensi Arsip Substantif dan Fasilitatif di Lingkungan

This strategy was proposed by Amit and Geman (Amit, 1997), and later successfully used by researchers and engineers.. It allows resizing binary tests, if necessary.