FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN
PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
Oleh
HENNIWATI
067012043/AKK
S
E K O L A H P
A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN
PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
HENNIWATI
067012043/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR
Nama Mahasiswa : Henniwati
Nomor Pokok : 067012043
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp,PD,Sp.JP) (Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 10 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp, PD, Sp.JP
Anggota : 1. Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib
2. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
SURAT PERNYATAAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN
PELAYANAN POSYANDU LANJUT USIA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS KABUPATEN ACEH TIMUR
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, November 2008
ABSTRAK
Lanjut Usia adalah suatu proses yang alami dan tidak dapat dihindari dan dialami secara alamiah oleh setiap orang yang akan mencapai tingkat umur tertentu, di mana sasaran Posyandu Lanjut Usia langsung meliputi virilitas/pra senilis adalah usia 45-59 tahun, Lanjut Usia 60-69 tahun dan Lanjut Usia risiko tinggi usia lebih dari 70 tahun. Tahun 2007 jumlah kunjungan Lanjut Usia ke posyandu 505 orang dari 2511 orang Lanjut Usia yang dibina di Kabupaten Aceh Timur.
Penelitian ini merupakan Survei explanatory untuk menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan posyandu lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Populasi seluruh Lanjut Usia yang dibina di Puskesmas Kabupaten Aceh Timur, yang berumur 45 tahun ke atas yang datang ke Posyandu Lanjut Usia pada bulan Juni tahun 2008 berjumlah 462 orang. Sampel berjumlah 137 orang diambil secara simpel random sampling. Analisis menggunakan uji chi-square dan uji regresi logistik ganda.
Hasil uji chi – square menunjukkan variabel status perkawinan (p=0,207), pekerjaan (p=0,077), kualitas pelayanan (p=0,000), jarak tempuh (p=0,000), petugas kesehatan (0,000) ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia, sedangkan variabel umur (p=0,671), jenis kelamin (p=0,810), pendidikan (p=0,780), jumlah kader (p=0,833) tidak ada pengaruh dengan pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia. Berdasarkan hasil uji regresi logistik ganda diperoleh variabel yang dominan yang signifikan (p=0,000) berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lanjut Usia adalah jarak.
Untuk meningkatkan motivasi dan jumlah kunjungan Lanjut Usia ke Posyandu, diharapkan pada petugas kesehatan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan penyuluhan tentang manfaat Posyandu Lanjut Usia.
ABSTRACT
Aging is natural process that cannot be avoided and naturally experienced by everybody reaching a certain level of age. The target of Posyandu (integrated health service post), includes the virilitas/prasinilis of the people of the age groups of 45-59 years old, 60-69 years old, and the high-risk old people of over 70 years old. In 2007, only 505 out of the 2511 old people under the supervision of Posyandu in Aceh Timur District Visited the Posyandu.
The purpose of this explanatory study is to analyze the factors influencing the use of the service provided by the Posyandu for the old people. The population of this study is all of the 462 old people over 45 years old under the supervision of Posyandu
in Aceh Timur District who visited the Posyandu in Juni 2008. Through simple random sampling technique, 137 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through Chi-square test and multiple logistic regression tests.
The result of Chi-square test shows that the variables of age (p=0,671), sex (p=0,398), education (p=0,780), number of cadres (p=0,833), have no influence on the use of the services provided the Posyandu for the old people, thereas the variables of occupation (p=0,077), marital status (p=0,207), service quality (p=0,000), distance of the Posyandu (p=0,000), health worker (p=0,000), have a significant influence on the use of the services provided by the Posyandu for the old people. The result of multiple logistic regression test shows that the variables of service quality and distance of the Posyandu dominantly, and have not use probability the services provided by the Posyandu for the old people. It is seen from its percentage value (97, 93).
To increase the motivation and to the number of the old people to visit the
Posyandu, the health extension workers are suggested to improve the quality of service and extension on the advantage of the Posyandu for the old people they provide.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan
karunianya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lanjut Usia di Kabupaten Aceh
Timur”.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Prof. dr.
Sutomo Kasiman, Sp,PD, Sp,JP, dan Bapak Drs. A. Ridwan Siregar, M.Lib, selaku
komisi pembimbing yang telah membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta
dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.
Kepada Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, DSAK, selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur
Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan
fasilitas perkuliahan.
Kepada Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan dan Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku
Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan
motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.
Kepada Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama
melakukan penelitian. Kepala Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang telah
memberikan tugas belajar untuk melanjutkan perkuliahan.
Kepada Ibu Ria Masniari Lubis, M.Si dan Bapak Drs. Abdul Jalil Amri A.
M.Kes sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan
dalam penyelesaian tesis ini.
Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada orang tua penulis
ayahanda H. Muhammad Armis dan ibunda Hj. Anidar Said yang telah memberikan
motivasi dan dorongan untuk kuliah, beserta doa dan bantuan dana dalam
menyelesaikan perkuliahan dan terima kasih juga kepada abang-abang, kakak dan
adik penulis yang telah memberikan dorongan bagi penulis untuk meniti karir dan
motivasi untuk kuliah. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan dan kelemahan, untuk kritikan dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, November 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Henniwati yang telah dilahirkan di Desa Leugo pada tanggal
31 Juli 1973, anak keenam dari tujuh bersaudara, beragama Islam dan bertempat
tinggal di Desa Leugo Peureulak Kecamatan Peureulak Kota Kabupaten Aceh Timur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1986 di SD No 1 Peureulak
Kabupaten Aceh Timur, tahun 1989 menamatkan SMP Negeri Peureulak, kemudian
tahun 1992 menamatkan Sekolah Pendidikan Kesehatan (SPK), tahun 1993
menamatkan Sekolah Program Pendidikan Bidan A, Langsa dan Kemudian pada
tahun 2001 menamatkan sekolah Akademi Kebidanan Depkes Banda Aceh
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada tahun 2003 peneliti menamatkan
sekolah D4 Kebidanan di Fakultas Kedokteran Unpad Bandung.
Penulis bekerja sebagai bidan desa pada tahun 1994-2001 pada tahun
2001-2003 sebagai staf Puskesmas Peureulak, dan pada tahun 2004 sampai sekarang
bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...………. i
ABSTRACT..………. ii
KATA PENGANTAR..……….… iii
RIWAYAT HIDUP.………... v
DAFTAR ISI...………... vi
DAFTAR TABEL………... viii
DAFTAR GAMBAR……….... . x
DAFTAR LAMPIRAN………. xi
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………... 25
3.3 Populasi dan Sampel………... 25
3.4 Metode Pengumpulan Data……….... 27
3.5 Variabel dan Definisi Operasional………. 29
BAB 5 PEMBAHASAN... 51
5.1. Pengaruh Umur terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 51
5.2. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 52
5.3. Pengaruh Status Perkawinan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 52
5.4. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 53
5.5. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 54
5.6. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 54
5.7. Pengaruh Jarak terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 55
5.8. Pengaruh Petugas Kesehatan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 56
5.9. Pengaruh Jumlah Kader terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 57
5.10.Keterbatasan Penelitian... 58
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 59
6.1. Kesimpulan... 59
6.2. Saran... 59
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia
pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050... 14
2. Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratios) Pria Per 100 Wanita dari Jumlah Penduduk Lansia di Dunia Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju dan Indonesia, 1980-2005... 14
3. Penduduk Lansia Pria dan Wanita yang Tidak Bersekolah ... 15
4. Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas
Kabupaten Aceh Timur... 27
5. Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen ... 31
6. Metode Pengukuran terhadap Variabel Terikat (Dependen)... 35
7. Distribusi Frekwensi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 40
8. Distribusi Pengaruh Karakteristik Demografi dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah
Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 42
9. Distribusi Pengaruh Karakteristik Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 44
10.Distribusi Pengaruh Faktor Penunjang Pelaksana dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 45
11.Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel
12.Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Ganda Pengaruh untuk
Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia... 49
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 65
2. Hasil Pengolahan Data Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur... 69
3. Frequency... 72
4. Crosstabs... 74
5. Logistic Regression... 83
6. Surat Permohonan Izin Penelitian... 88
7. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan menurut World Health Organization (WHO) adalah keadaan
sempurna baik fisik, mental dan sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat,
juga dapat diukur dari produktivitas dalam arti mempunyai pekerjaan atau
penghasilan secara ekonomi. Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang RI No. 23
Tahun 1992 tentang Batasan Kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa, dan
Sosial yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup produktif secara sosial dan
ekonomi (Notoatmodjo, 2007).
Pembangunan kesehatan merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu
unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional. Pembangunan kesehatan berkembang
dengan cepat dan menyentuh seluruh segi kehidupan sehingga perlu disusun tatanan
upaya kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2001).
Upaya kesehatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelayanan dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan.
Upaya kesehatan melalui Puskesmas merupakan upaya menyeluruh dan terpadu yang
Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Tim Penggerak Pemberdayaan dan
Kesejahteraan Keluarga telah merumuskan tatanan tersebut yang dilaksanakan dalam
bentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yang diselenggarakan oleh masyarakat
untuk masyarakat secara rutin setiap bulannya (Departemen Kesehatan RI, 2001).
Pembinaan Lansia (Lansia) di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan sebagai landasan dalam menentukan kebijaksanaan pembinaan
sesuai dengan Undang-Undang RI No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia
yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan Lansia, upaya penyuluhan,
penyembuhan dan pengembangan lembaga (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Pembinaan kesehatan dimulai dari kehidupan keluarga, ibu hamil, anak-anak
dan Lansia yang merupakan kelompok rawan dipandang dari segi kesehatan karena
kepekaan dan kerentanan yang tinggi terhadap gangguan kesehatan dan ancaman
kematian (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Pelaksanaan pembinaan kesehatan Lansia di Puskesmas perlu dilakukan
dengan manajemen yang baik dengan memperhatikan aspek perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Penilaian keberhasilan program harus dimulai
dari awal kegiatan yang meliputi masukan, proses dan keluaran dengan aspek teknis
dan manajerial termasuk penyediaan sarana, prasarana dan informasi yang digunakan
untuk perencanaan lebih lanjut (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Pertambahan penduduk Lansia secara bermakna akan disertai oleh berbagai
individu maupun bagi keluarga dan masyarakat yang meliputi fisik, biologis, mental
maupun sosial ekonomi. Mengingat Lansia merupakan salah satu kelompok rawan
dalam keluarga, pembinaan Lansia sangat memerlukan perhatian khusus sesuai
dengan keberadaannya (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Seirama dengan peningkatan jumlah dan angka kesakitan Lansia diperlukan
peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan perawatan, baik yang
dilaksanakan oleh Lansia itu sendiri maupun keluarga atau lembaga lain seperti
PUSAKA (Pusat Santunan dalam Keluarga), Posyandu Lansia, Panti Sosial Tresna
Wredha, Sasana Tresna Wredha maupun yang dilaksanakan di sarana pelayanan
kesehatan tingkat dasar (primer), sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama
(sekunder) dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut (tersier) (Notoatmodjo,
2007).
Sasaran Posyandu Lansia meliputi beberapa kelompok di mana ada sasaran
langsung dan sasaran tidak langsung. Sasaran langsung adalah usia virilitas/pra senilis
45 s.d. 59 tahun, Lansia 60 s.d. 69 tahun, dan Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari
70 tahun. Sedangkan sasaran yang tidak langsung adalah keluarga di mana Lansia
berada, masyarakat di lingkungan Lansia, organisasi sosial yang bergerak di dalam
pembinaan kesehatan Lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan Lansia dan
masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Jumlah populasi Lansia 60 tahun ke atas di dunia terus bertambah, pada tahun
1950 sebanyak 130 juta (4% dari total populasi), tahun 2000 sebanyak 16 juta (7,2%
pada tahun 2025 menjadi 41,5 juta (13,6%), dan pada tahun 2050 sebanyak 79,6 juta
(23,7%) (U.S. Census Bureau, 2002).
Secara demografi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2000, Indonesia
memasuki era penduduk berstruktur tua di mana proporsi Lansia mencapai 14,4 juta
jiwa atau (7,18%) dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2005 jumlah Lansia sudah
berkisar 19,9 juta jiwa atau (8,48%) dan meningkat menjadi 24 juta jiwa atau (9,77%)
dari total penduduk pada tahun 2010 (Biro Pusat Statistik, 2000).
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam jumlah penduduk dalam kelompok umur
60 tahun ke atas sebanyak 304.281 orang (7,54%) dan Kabupaten Aceh Timur jumlah
kelompok Lansia 60 tahun ke atas sebanyak 17.327 orang (5,55%) (Dinas Kesehatan
Provinsi N.A.D., 2007).
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur membentuk pembinaan Posyandu
Lansia pada tahun 2002 dengan 10 Posyandu. Dengan adanya pemekaran wilayah
dan penambahan Puskesmas di wilayah Kabupaten Aceh Timur, maka Posyandu
Lansia menjadi 22 Posyandu dari 22 Puskesmas pada tahun 2007. Namun program
tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan dari 22 Posyandu Lansia yang
dibentuk hanya 8 Posyandu saja yang aktif. Hal ini dapat dilihat dari laporan bulanan
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 di mana jumlah kunjungan
Lansia di Posyandu binaan sebanyak 505 orang (20,12%) dari 2511 orang (100%).
Berdasarkan laporan yang diperoleh 6 bulan terakhir, sejak Januari jumlah Lansia
yang datang ke Posyandu sebanyak 498 orang, bulan Februari 476 orang, Maret 486
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia masih sangat jauh dari target
yang diharapkan yaitu 90% (Dinas Kesehatan Aceh Timur, 2008).
1.2. Permasalaan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah demografi (umur, jenis kelamin, status
perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana
(kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) yang mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten
Aceh Timur.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan),
struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas
pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan
Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.
1.4. Hipotesis
Menganalisis faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan),
struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), dan faktor penunjang pelaksana (kualitas
pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah kader) terhadap pemanfaatan pelayanan
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas kesehatan, pihak Puskesmas, kecamatan,
pemerintah daerah dan sektor yang terkait di dalam pembinaan Lansia melalui
pemberdayaan program Posyandu Lansia di wilayah kerja Puskesmas
Kabupaten Aceh Timur.
2. Bagi petugas kesehatan dan kelompok Lansia yang ada di wilayah kerja
Puskesmas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
Posyandu Lansia, sehingga dapat menggunakan Posyandu secara mandiri.
3. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan masukan yang
dapat dijadikan referensi untuk pengembangan ilmu dalam bidang pelayanan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Lansia
Lansia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur manusia
sebagai makhluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam)
kali masa bayi sampai dewasa atau 6 x 20 tahun, sama dengan 120 tahun. Proses
menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase
progresif, stabil dan regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke arah
kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel
menjadi haus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang
dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik, proses
menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara
alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
Orang yang mencapai tahap perjalanan hidup sampai mencapai Lansia dapat
dikatakan sebagai orang yang beruntung, karena mereka telah mengenyam kehidupan
dalam masa yang panjang. Di Indonesia Pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola
mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian Kartu Tanda Penduduk
(KTP) seumur hidup. Namun di negara maju diberi patokan yang lebih spesifik 65
s.d. 75 tahun disebut old, 75 s.d. 90 tahun disebut old – old dan 90 tahun ke atas
disebut veryold (Hardywinoto, 2007).
Penuaan yang terjadi secara fisiologis dan patologis perlu hati-hati dalam
mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological
aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu
sesuai dengan kronologi usia (penuaan primer) dipengaruhi oleh faktor endogen,
perubahan yang dimulai dari sel jaringan organ sistem pada tubuh. Penuaan banyak
dipengaruhi oleh faktor eksogen yaitu (a), lingkungan (b), sosial budaya, dan
(c), gaya hidup disebut penuaan sekunder (Pudjiastuti, 2000).
Proses tua secara umum ditandai dengan adanya kemunduran fungsi organ
tubuh. Kemunduran yang kerapkali dihadapi oleh Lansia lebih dikenal dengan istilah
“Geriatric Giants 13 I” yang meliputi: immobility, instability, intellectual impairment.
isolation, incontinence, impotence, immunodeficiency, infection, inanition, impaction,
latrogenic, insomnia and impairment. Adapun penurunan fungsi kognitif (perhatian,
bahasa, ingatan, kemampuan, visual sparsial dan intelegensi umum) dan psikomotor
(hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak) pada Lansia terkait dengan
2.1.1. Karakteristik Proses Penuaan
Menurut H.P.Von Hahn (1975), seperti dikutip oleh (Hardywinoto, 2007),
proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang kompleks (a), adanya
perubahan dalam tubuh yang terprogram oleh jam biologis (biological clock)
(b), terjadinya aksi dari zat metabolik akibat mutasi spontan, radikal bebas dan
adanya kesalahan di molekul DNA (Strehler, 1962), dan (c), perubahan yang terjadi
di dalam sel dapat gangguan sistem pengaturan pertumbuhan atau secara sekunder
akibat pengaruh dari luar sel.
Menurut Vincent J. Cristofolo (1990), seperti dikutip oleh (Hardywinoto,
2007), beberapa karakteristik tentang proses penuaan yang terjadi pada hewan
menyusui dan manusia adalah sebagai berikut (a), Peningkatan kematian sejalan
dengan peningkatan usia (b), Terjadinya perubahan kimiawi dalam sel dan jaringan
tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang, peningkatan lemak dan lipofuscin yang
dikenal sebagai age pigment, serta perubahan diserat kolagen yang dikenal dengan
cross-linking, dan (e), Meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit tertentu.
2.1.2. Teori Biologis tentang Penuaan
Menurut Mary Ann Christ et al (1993), seperti dikutip oleh (Hardywinoto,
2007), perubahan fisik yang terjadi pada proses penuaan, disusun dalam teori biologis
tentang penuaan merupakan proses yang secara berangsur mengakibatkan perubahan
yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan di dalam yang berakhir dengan
dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif.
Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan
ekstrinsik. Di mana teori instrinsik menyatakan perubahan yang berkaitan dengan
usia timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik
menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan oleh perubahan lingkungan.
Menjadi tua merupakan suatu proses natural dan kadang-kadang tidak tampak
mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua
sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meski proses menjadi
tua merupakan gambaran yang universal, tidak seorang pun mengetahui dengan pasti
penyebab penuaan atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.
Ada asumsi dasar tentang teori penuaan yang harus diperhatikan dalam mempelajari
Lansia yaitu (1), Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi perkembangan dari bayi, anak-anak, dewasa, dan
akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun mungkin dapat
memiliki usia fisiologis seperti orang usia 50 tahun. Atau sebaliknya, seseorang
dengan usia 50 tahun mungkin memiliki banyak penyakit kronis sehingga usia
fisiologisnya 90 tahun (2), Peningkatan jumlah Lansia merupakan hasil dari
perkembangan ilmu dan tekhnologi abad ke 20 (Hardywinoto, 2007).
Menurut ahli gerontology, James Birren, seperti dikutip oleh (Hardywinoto,
2007), bertambahnya umur harapan hidup seseorang merupakan hasil dari
perkembangan di bidang kedokteran dan teknologi modern, yaitu dengan penemuan
modern, dan alat diagnosis (a), Penuaan alamiah/fisiologis harus dibedakan dari
penuaan patologis. Penurunan fungsi tidak hanya disebabkan faktor penuaan tetapi
dapat juga disebabkan oleh faktor patologis. Penurunan fungsi karena faktor
patologis bukan penuaan, yang norma dan (b), tidak satu teori pun mampu
menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun penuaan merupakan proses yang
universal, tidak seorang pun mengetahui penyebabnya atau mengapa manusia
menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.
Untuk menghasilkan penduduk Lansia yang sehat tidaklah mudah dan
memerlukan kerja sama para pihak antara lain para Lansia itu sendiri, keluarga,
masyarakat, pemerintah, organisasi dan kelompok pemerhati kesejahteraan Lansia
serta profesi di bidang kesehatan. Kerja sama ini menyangkut penyediaan dana,
sarana serta sumber daya manusia profesional. Tidak kalah pentingnya adalah peran
aktif dari Lansia dan keluarganya dalam melaksanakan gaya hidup sehat serta
perawatan diri Lansia itu sendiri (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Perlindungan kesehatan bagi Lansia dilaksanakan oleh pihak pemerintah
dengan peran aktif dari swasta, institusi pemerhati kesejahteraan Lansia dan
masyarakat, dengan mempertahankan nilai-nilai budaya. Perlindungan kesehatan
Lansia diawali dengan dilaksanakannya pendataan ini bertujuan agar Lansia
memperoleh nomor identitas perorangan dan layak untuk mendapatkan kartu peserta
jaminan kesehatan Lansia. Dari identifikasi ini dapat ditetapkan apakah pembayaran
preminya, oleh yang bersangkutan/keluarganya, dominasi dari pihak swasta baik
Dengan memiliki kartu peserta jaminan kesehatan Lansia maka yang bersangkutan
dapat memperoleh pelayanan kesehatan bilamana memerlukan. Pelayanan kesehatan
diberikan secara komprehensif dan berjenjang melalui mekanisme rujukan
(Departemen Kesehatan RI, 2005).
2.1.3. Kebutuhan Hidup Orang Lansia
Setiap orang memiliki kebutuhan hidup. Orang Lansia juga memiliki
kebutuhan hidup yang sama agar dapat hidup sejahtera. Kebutuhan hidup Lansia
antara lain makanan bergizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin,
perumahan yang sehat dan kondisi rumah yang tentram dan aman,
kebutuhan-kebutuhan sosial seperti bersosialisasi dengan semua orang dalam segala usia,
sehingga mereka mempunyai banyak teman yang dapat diajak berkomunikasi,
membagi pengalaman, memberikan pengarahan untuk kehidupan yang baik.
Kebutuhan tersebut diperlukan oleh Lansia agar dapat mandiri.
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991)
yang dikutip oleh (Hutahuruk, 2005) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia
meliputi (1), Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau
biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya (2), Kebutuhan
ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman,
baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan,
kemandirian dan sebagainya (3), Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan
organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobi dan sebagainya (4), Kebutuhan
harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan
keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah
kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir
berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan
dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap orang memiliki
kebutuhan psikologis dasar.
Kebutuhan tersebut diantaranya orang Lansia membutuhkan rasa nyaman
bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman terhadap lingkungan yang ada. Tingkat
pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung pada diri orang Lansia, keluarga dan
lingkungannya. Jika kebutuhan kebutuhan tersebut tidak terpenuhi akan timbul
masalah-masalah dalam kehidupan orang Lansia yang akan menurunkan
kemandiriannya.
2.1.4. Jenis Kelamin
Di Asia Tenggara jumlah penduduk Lansia wanita umumnya lebih banyak
dibanding pria. Hal ini dapat dilihat dari persentase pria dan wanita serta rasio jenis
kelamin dari penduduk Lansia pria dan wanita. Persentase penduduk Lansia 60+
Tabel 1: Persentase Penduduk Lansia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia pada Tahun 1970, 1995, 2025, dan 2050
1970 1995 2025 2050 Negara/
Kawasan Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria Wanita Pria
Asia Penduduk Lansia di Dunia Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju dan
Indonesia, 1980-2005
Mengingat umur harapan hidup pada Lansia wanita lebih tinggi dari pada pria,
jumlah penduduk Lansia wanita yang mempunyai status menikah lebih kecil dari
pada penduduk Lansia pria. Menurut Email Salim (1984), yang dikutip oleh
(Hardywinoto, 2007), jumlah penduduk Lansia wanita yang berstatus menikah hanya
pendidikan mereka rendah dan partisipasi angkatan kerja golongan ini tidak tinggi,
mereka harus menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya meninggal.
Banyak di antara mereka tidak dapat hidup secara mandiri lagi dan terpaksa menjadi
tanggungan anak serta keluarganya.
2.1.6. Pendidikan
Menurut data yang dikumpulkan Depertemen Sosial Republik Indonesia
(1996), yang dikutip oleh (Hardywinoto, 2007), tingkat pendidikan penduduk Lansia
di Indonesia masih belum baik. Hal ini terlebih-lebih terlihat pada penduduk Lansia
wanita yang tidak bersekolah, seperti dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3: Penduduk Lansia Pria dan Wanita yang Tidak Bersekolah
Penduduk Lansia Persentase Pria Wanita
Bersekolah
Rendahnya tingkat pendidikan ini mengakibatkan mereka sulit menerima
penyuluhan yang diberikan oleh tenaga penyuluh. Di samping itu, hal ini akan
menyulitkan mereka manakala mereka bekerja atau mencari pekerjaan. Tingkat
pendidikan Lansia pada umumnya sangat rendah. Menurut Sedarmayanti (2001),
yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), pekerjaan yang disertai dengan pendidikan
meningkatkan pendapatan, baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan
nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang
mempengaruhi individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis,
kelemahan fisik. Jadi jika Lansia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah
tidak efektif lagi ditinjau dari proses dan hasilnya.
2.1.7. Pekerjaan
Menurut Biro Pusat Statistik (1990), tingkat partisipasi angkatan kerja pada
penduduk Lansia 60 hingga 64 tahun besarnya 59.9% dan pada usia 65 tahun 40.5%.
di perkotaan bahkan tingkat pengangguran penduduk Lansia yang berusia 65 tahun
keatas hanya 2.2%. tingkat partisipasi angkatan kerja pedesaan lebih tinggi
dibandingkan di perkotaan dan pada penduduk Lansia pria, tingkatnya lebih tinggi
bila dibandingkan dengan wanita. Tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja
penduduk Lansia ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain proses penuaan,
struktur penduduk, tingkat sosial ekonomi masyarakat yang membaik, umur harapan
hidup penduduk Lansia yang bertambah panjang, jangkauan pelayanan kesehatan
serta status kesehatan penduduk Lansia yang bertambah baik. Alasan penduduk
Lansia untuk bekerja antara lain disebabkan oleh jaminan sosial dan kesehatan yang
masih kurang.
Penghasilan yang diterima oleh angkatan kerja Lansia sayangnya tidaklah
tinggi. Berdasarkan data yang dikumpulkan Sakernas (1991), yang dikutip oleh
upah sebanyak Rp. 100 ribu sebulan dan lebih dari separo angkatan kerja Lansia
di perkotaan dan pedesaan menerima gaji atau upah sebesar Rp. 50 ribu hingga
Rp. 100 ribu.
2.1.8. Dukungan Keluarga dan Masyarakat
Dukungan keluarga dan masyarakat bagi Lansia, keluarga merupakan sumber
kepuasaan. Data awal yang diambil oleh peneliti terhadap Lansia berusia 50, 60 dan
70 tahun di Kelurahan Jambangan menyatakan bahwa mereka ingin tinggal di
tengah-tengah keluarga. Mereka tidak ingin tinggal di Panti Werdha. Para Lansia merasa
bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai
kakek, dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya, yaitu gaya formal,
gaya bermain, gaya pengganti orang tua, gaya bijak, gaya orang luar, di mana setiap
gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing. Akan tetapi keluarga dapat
menjadi frustasi bagi orang Lansia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi
antara Lansia dengan anak atau cucu di mana perbedaan faktor generasi memegang
peranan Sistem pendukung Lansia ada tiga komponen.
Menurut Joseph J Gallo (1998), yang dikutip oleh Hardywinoto (2007), yaitu
jaringan-jaringan informal, sistem pendukung formal dan dukungan-dukungan
semiformal. Jaringan pendukung informal meliputi keluarga dan kawan-kawan.
Sistem pendukung formal meliputi tim keamanan sosial setempat, program-program
2.2. Posyandu Lansia
Posyandu Lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan
terhadap Lansia di tingkat desa/kelurahan dalam masing-masing di wilayah kerja
Puskesmas. Keterpaduan dalam Posyandu Lansia berupa keterpaduan pada pelayanan
yang dilatarbelakangi oleh kriteria Lansia yang memiliki berbagai macam penyakit.
Dasar pembentukan Posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama Lansia (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Posyandu juga merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat untuk
bersama-sama masyarakat menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan
masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan
pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat secara
umum.
Posyandu juga merupakan wahana pelayanan dari berbagai program sehingga
penyelenggaraan kegiatan revitalisasi Posyandu harus menyertakan aspek
pemberdayaan masyarakat secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat menjadi
tumpuan upaya revitalisasi Posyandu. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan teknis
pemerintah tetap di perlukan dengan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak
seperti, LSM (lembaga swadaya masyarakat), lembaga-lembaga donor, swasta dan
dunia usaha (Departemen Kesehatan N.A.D., 2006).
Sasaran Posyandu Lansia dapat dibagi menjadi dua kelompok di mana
kelompok yang pertama adalah sasaran langsung meliputi kelompok virilitas/pra
kelompok Lansia risiko tinggi yaitu usia lebih dari 70 tahun. Dan kelompok sasaran
tidak langsung adalah, keluarga yang mempunyai Lansia, masyarakat di lingkungan
Lansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan Lansia, masyarakat
luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Penilaian keberhasilan upaya pembinaan Lansia melalui kegiatan pelayanan
kesehatan di Posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan, pelaporan,
pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari
(a), meningkatnya sosialisasi masyarakat Lansia dengan berkembangnya jumlah
organosasi masyarakat Lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya
(b), berkembangya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan
kesehatan bagi Lansia (c), berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga
(d), berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi Lansia, dan (e), penurunan
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada Lansia.
Kader Posyandu adalah seorang atau tim sebagai tenaga pelaksana Posyandu
yang berasal dari dan dipilih oleh masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan dan
diberi tugas serta tanggung jawab untuk pelaksanakan, pemantauan, dan
memfasilitasi kegiatan lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Dalam keadaan tertentu, terutama di daerah perkotaan karena kesibukan yang
dimiliki, tidak mudah mencari anggota masyarakat yang bersedia aktif secara
sukarela sebagai kader Posyandu. Kriteria tenaga professional tersebut antara lain
adalah sebagai berikut (a), diutamakan berasal dari anggota masyarakat setempat
purna/paruh waktu untuk mengelola Posyandu (d), berusia dewasa (e), sehat jasmani
dan rohani (f), menguasai bahasa Indonesia dan bahasa setempat dengan benar
(g), berminat dan mampu melaksanakan tugas sebagai kader Posyandu, dan
(h), memahami tatacara, adat, budaya, kepercayaan, kebiasaan dan etika masyarakat
setempat (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Kader selain mempunyai tugas dan fungsinya ia juga harus mampu
berkomunikasi dengan efektif baik dengan individu, kelompok maupun masyarakat,
kader juga harus dapat membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan
pelaksanaan Posyandu, serta dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan
Lansia pada hari buka Posyandu yaitu pendaftaran, penimbangan, pencatatan/
pengisian KRS, penyuluhan dan pelayanan kesehatan sesuai kewenangannya, dan
pemberian PMT, serta dapat melakukan rujukan jika diperlukan (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Untuk meningkatkan citra diri kader maka harus diperhatikan
(a), meningkatkan kualitas diri sebagai orang yang dianggap masyarakat dapat
memberi informasi terkini tentang kesehatan (b), melengkapi diri dengan
keterampilan yang memadai dalam pelayanan di Posyandu (c), membuat kesan
pertama yang baik dan memperhatikan citra yang positif (d), menetapkan dan
memutuskan perhatian lebih cermat pada kebutuhan masyarakat (e), menampilkan
diri sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri, dan (f) mendorong keinginan
Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok,
volume dan jenis kegiatan yaitu sedikitnya 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari
anggota kelompok sendiri atau bilamana sulit mencari kader dari anggota kelompok
dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader.
Persyaratan untuk menjadi kader adalah (a), dipilih dari masyarakat dengan prosedur
yang disesuaikan dengan kondisi setempat (b), mau dan mampu bekerja secara
sukarela (c), bisa membaca dan menulis huruf latin. (d), sabar dan memahami usia
lanjut, dan (e), minimal pendidikannya sekurang-kurangnya SMP (Departemen
Kesehatan RI, 2006).
2.3. Landasan Teori
Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada predisposisi
keluarga mencakup karakteristik keluarga cenderung menggunakan pelayanan
kesehatan meliputi variabel demografi (seperti umur, jenis kelamin, status
perkawinan), variabel struktur sosial (seperti pendidikan, pekerjaan kepala keluarga,
suku bangsa) serta kepercayan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter dan
penyakit (termasuk stress serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan)
(Muzaham, 1995).
Meskipun keluarga memberikan predisposisi untuk pemanfaatan pelayanan
kesehatan namun ada beberapa faktor harus tersedia untuk menunjang pelaksanaan
yaitu faktor kemampuan baik dari keluarga misalnya (penghasilan, simpanan
fasilitas dan tenaga pelayanan kesehatan, lamanya menunggu pelayanan serta
lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai fasilitas pelayanan tersebut
(Muzaham, 1995).
Fungsi pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan tidak dapat lagi
seluruhnya ditangani oleh para dokter saja. Apalagi kegiatan itu mencakup kelompok
masyarakat luas. Para dokter memerlukan bantuan tenaga paramedik, sanitasi, gizi,
ahli ilmu sosial dan juga anggota masyarakat (tokoh masyarakat, kader) untuk
melaksanakan program kesehatan. tugas tim kesehatan ini dapat dibedakan menurut
tahap/jenis program kesehatan yang dijalankan, yaitu promosi kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan dan rehabilitasi (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Peran anggota masyarakat (kader) adalah sebagai motivator atau penyuluh
kesehatan yang membantu para petugas kesehatan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang perlunya hidup sehat dan memotivasi mereka untuk melakukan
tindakan pencegahan penyakit dengan menggunakan sarana kesehatan yang ada.
Di samping kader kesehatan, masyarakat memiliki pula kelompok yang berpotensi
untuk membantu menyehatkan penduduk, yaitu para pengobatan tradisional
(traditional healers) (Sarwono, 2004).
Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan kesehatan harus memiliki
persyaratan pokok yaitu (a), tersedia dan berkesinambungan (b), mudah dicapai
(c), mudah dijangkau (d), dapat diterima dan wajar (e), bermutu (Azwar, 1996).
Menurut Reinke (1994), yang dikutip oleh Hutahuruk (2005) ada beberapa
(1), faktor regional (2), faktor dan sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan
yaitu tipe dari organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan
lainnya, (3), faktor adanya fasilitas kesehatan lain (4), faktor-faktor dari konsumen
yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosio psikologis yang meliputi
sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan.
Menurut Andersen (1968), ada delapan faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan pelayan kesehatan yaitu: faktor Demografi, (yaitu jumlah, penyebaran,
kepadatan, pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), tingkat pendapatan,
faktor sosio budaya (tingkat pendidikan dan, status kesehatan), aksesibilitas terhadap
pelayanan kesehatan, avaibilitas, produktivitas, tekhnologi kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2002), rendahnya pemanfaatan
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Jarak yang jauh (faktor geografi).
2. Tidak tau adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi).
3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi).
4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya).
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka peneliti dapat merumuskan kerangka
Variabel Bebas Variabel Terikat
(Independen) (Dependen)
Karakteristik struktur sosial
- Pendidikan
- Pekerjaan
Faktor penunjang pelaksana
- Kualitas pelayanan
- Jarak
- Petugas kesehatan
- Jumlah kader Karakteristik Demografi
- Umur
- Jenis kelamin
- Status Perkawinan
Pemanfaatan Pelayanan
Posyandu Lansia
Teori Muzaham, 1995.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan (Explanatory research) untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Lansia yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Kabupaten Aceh Timur. Waktu penelitian yang dilakukan mulai dari
persetujuan judul penelitian, studi pendahuluan, studi kepustakaan, konsultasi,
kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif membutuhkan waktu
11 (sebelas) bulan dimulai dari bulan Oktober 2007 sampai dengan Agustus 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Lansia yang umur 45 tahun
keatas yang datang ke Posyandu Lansia pada bulan Juni tahun 2008 di wilayah kerja
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono, 2005). Tehnik pengambilan sampel dilakukan secara simpel random
sampling (sampel acak sederhana), yaitu setiap anggota dari populasi mempunyai
kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Lemeshow, 1997).
Langkah-langkah dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menyiapkan daftar subjek yaitu daftar nama ibu/bapak yang berusia 45 tahun
keatas yang datang ke Posyandu pada bulan Juni 2008.
2. Memberi nomor urut subjek anggota populasi, penomoran dilakukan sesuai
alpabet nama.
3. Menyiapkan potongan kertas.
4. Menulis nama dan nomor dari masing-masing anggota populasi.
Randomisasi dengan mengocok undian, proses ini dilakukan sampai didapat
besar sampel yang diinginkan (Praktiknya, 1993).
Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus uji
hipotesis satu sampel (Lemeshow, 1997).
{ Z – /2 √ P (1 - Po) + Z - √ Pa (1 – Pa) }²
n =
(Pa – Po)²
Keterangan:
= 5% = 0,05 maka Z – /2 = 1,96
Po =20% = Proporsi Lansia yang berkunjung ke Posyandu Lansia
Pa = 30 % = P – P = 10%, P = 30%
Power (kekuatan uji) = 80%
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar
137 orang
Tabel 4: Jumlah Sampel yang Diteliti di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur
Nama Puskesmas Jumlah
Populasi
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari Lansia dengan bertanya
melalui pengukuran dengan kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor yang
Kabupaten Aceh Timur. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan dan
laporan Puskesmas Kabupaten Aceh Timur untuk mengetahui jumlah Lansia yang
di bina di wilayah kerja Puskesmas.
3.4.1. Uji Validitas
Pengujian validitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen
sebagai alat ukur penelitian yang dapat diukur apa yang ingin diukur dan sejauhmana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, koefisien
korelasi dikatakan valid jika nilai r hitung > dari r tabel, dan berdasarkan tabel
dengan taraf kepercayaan 95% dengan responden 20 orang nilai tabel adalah 0,468
(df = n – 2). Berdasarkan hasil hitung dapat disimpulkan semua pertanyaan dalam
instrumen penelitian valid karena semua hasil dari nilai r hitung > dari 0,468. Nilai r
dapat dilihat pada lampiran colom corrected item-total correlation (Hastono, 2001).
3.4.2. Pengujian Reliabilitas
Pengujian reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan instrumen
penelitian yang tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama, koefisien korelasi
dikatakan valid dan reliabel jika nilai r hasil hitung > dari r tabel, dan berdasarkan
tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan responden 20 orang nilai r tabel adalah
ini reliabel karena nilai r hitung > 0,468. Nilai r dapat dilihat pada lampiran colon
cronbach’s alpha (Hastono, 2001).
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Variabel dependen (variabel terikat): pemanfaatan pelayanan Posyandu
Lansia.
2. Variabel independen (variabel bebas): karakteristik demografi (umur, jenis
kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor
penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak, petugas kesehatan, jumlah
kader).
3.5.2. Definisi Operasional
1. Umur adalah ulang tahun terakhir yang diperoleh saat pengisian kuisioner.
2. Jenis Kelamin adalah laki-laki dan perempuan.
3. Status perkawinan apabila responden sudah kawin atau tidak kawin.
4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh
oleh responden dikelompokkan dalam katagori, yaitu: a) SD/SMP, b)
SMA/D-III dan Perguruan Tinggi.
5. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden sehari-hari di luar
katagori, yaitu (a), bekerja (apabila responden menghasilkan sejumlah uang
sebagai hasil pekerjaannya) (b), tidak bekerja (apabila responden tidak
menghasilkan sejumlah uang sebagai hasil pekerjaannya).
6. Pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan
yang membuat Lansia tertarik untuk kembali lagi ke Posyandu Lansia.
7. Jarak adalah jauhnya perjalanan yang ditempuh oleh Lansia untuk mencapai
ke fasilitas pelayanan Posyandu.
8. Petugas kesehatan adalah kesan dari masyarakat terhadap pelayanan yang
diberikan oleh petugas dalam pelaksanaan Posyandu Lansia.
9. Jumlah kader adalah jumlah tenaga sukarelawan yang dipilih oleh masyarakat
dari masyarakat untuk kegiatan Posyandu Lansia.
10.Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia adalah Lansia yang datang atau
tidak datang ke Posyandu Lansia.
3.6. Metode Pengukuran
3.6.1. Variabel Bebas (Independen)
Metode pengukuran terhadap variabel bebas (independen) karakteristik
demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan,
pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas
kesehatan, jumlah kader). dengan menggunakan sistem pembobotan dan
Tabel 5: Metode Pengukuran terhadap Variabel Independen
No Variabel Jumlah
Indikator Kategori
Untuk mengetahui umur responden didasari pada skala ordinal dan jawaban
yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel umur yaitu sebagai
berikut:
a. (45-59 thn).
b. (60-69 thn).
2. Variabel Jenis Kelamin
Untuk mengetahui jenis kelamin responden didasari pada skala nominal dan
jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel jenis kelamin
yaitu sebagai berikut:
a. Laki-laki.
b. Perempuan.
3. Variabel Status Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan responden didasari pada skala nominal
dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel status
perkawinan yaitu sebagai berikut:
a. Kawin.
b. Tidak kawin.
4. Variabel Pendidikan
Untuk mengetahui pendidikan responden didasari pada skala ordinal dan
jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pendidikan
yaitu sebagai berikut:
a. Dasar, jika pendidikan responden SD/SMP.
5. Variabel Pekerjaan
Untuk mengetahui pekerjaan responden didasari pada skala nominal dan
jawaban yang diberikan atas pertanyaan, kategori dari aspek variabel pekerjaan yaitu
sebagai berikut:
a. Bekerja.
b. Tidak bekerja.
6. Variabel Pelayanan Kesehatan
Untuk mengetahui pelayanan kesehatan di Posyandu Lansia didasarkan pada
skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor
maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a),
baik, diberi nilai 0 (nol) (b) Tidak baik, diberi nilai 1 (satu).
Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:
1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 9 x 0 = total nilai 0, nilai
baik, (0).
2. “Tidak baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 9 x 1 = total nilai 9,
rentan nilai kurang baik, antara 1 – 9
Pertanyaan untuk Pelayanan Kesehatan no 1 s/d 9 (Arikunto S, 2005).
7. Variabel Jarak
Untuk mengetahui Jarak Lansia ke Posyandu didasarkan pada skala ordinal
tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah: a) Dekat, diberi
nilai 0 (nol), b) jauh, diberi nilai 1 (satu).
Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:
1. “Dekat”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 0 = total nilai 0, nilai
Dekat, (0).
2. “Jauh”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 1 = total nilai 5, rentan
nilai Jauh, antara 1 – 5.
Pertanyaan untuk Jarak tempuh no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).
8. Variabel Petugas Kesehatan
Untuk mengetahui Petugas Kesehatan di Posyandu Lansia didasarkan pada
skala ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor
maksimal untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah
(a), Baik, diberi nilai 0 (nol), (b), tidak Baik, diberi nilai 1 (satu).
Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:
1. “Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 0 = total nilai 0, nilai
baik, (0).
2. “Tidak Baik”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 5 x 1 = total nilai 5,
rentan nilai kurang baik, antara 1 – 5.
9. Variabel Jumlah Kader
Untuk mengetahui jumlah kader di Posyandu Lansia didasarkan pada skala
ordinal dan jawaban yang diberikan atas pertanyaan, dengan rincian skor maksimal
untuk tiap-tiap katagori dari aspek variabel pelayanan kesehatan adalah (a) cukup,
diberi nilai 0 (nol), (b) tidak cukup, diberi nilai 1 (satu).
Maka penilaian katagori tersebut adalah sebagai berikut:
1. “Cukup”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 1 x 0 = total nilai 0, nilai
baik, (0).
2. “Tidak cukup”, jumlah indikator dikalikan bobot nilai yaitu 1 x 1 = total nilai 1,
rentan nilai kurang baik, adalah 1.
Pertanyaan untuk Jumlah Kader no 1 s/d 5 (Arikunto S, 2005).
3.6.2. Variabel Terikat (Dependen)
Sedangkan cara pengukuran terhadap variabel terikat (dependen) dilakukan
dengan menggunakan skala nominal, kemudian dikatagorikan menjadi 2 (dua)
katagori. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6: Metode Pengukuran terhadap Variabel Terikat (Dependen)
No Variabel Jumlah
Keterangan:
1. Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia
Untuk mengetahui pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia didasarkan
pada skala nominal di mana diperoleh Lansia yang datang ke Posyandu pada bulan
juni dan tidak datang lagi bulan juli.
3.7. Metode Analisa Data
Keseluruhan variabel dibuat standarisasi dengan pemberian kode di setiap
item pertanyaan, data diolah dan dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat
dengan uji regresi logistik ganda. Jelasnya adalah sebagai berikut:
3.7.1. Analisis Univariat
a. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu menilai karakteristik demografi
(umur, jenis kelamin, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan,
pekerjaan), faktor penunjang pelaksana (kualitas pelayanan, jarak tempuh,
petugas kesehatan, jumlah kader) yang dibuat dalam bentuk tabel dan
dideskripsikan.
b. Untuk menjelaskan variabel dependen yaitu Pemanfaatan pelayanan
di Posyandu Lansia yang dibuat dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.
3.7.2. Analisis Bivariat
Penelitian ini ingin mengetahui adalah pengaruh variabel independen dengan
dan kedua variabel tersebut dalam bentuk kategori maka uji statistik yang digunakan
adalah uji Chi square pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan program
komputer (software), di mana taraf signifikan sebesar 0,05, sehingga bila ditemukan
hasil analisis statistik p<0,05 maka variabel di atas dinyatakan berhubungan secara
signifikan.
3.7.3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
dengan Pemanfaatan pelayanan di Posyandu Lansia dan dilakukan pengujian
sekaligus variabel yang mempunyai kemaknaan statistik pada analisis bivariat,
dengan menggunakan uji regresi logistik berganda dengan ketentuan jika variabel
mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariat.
p
In { } = + b1 X1 + b2 X2 +... + bk Xk 1- p
dan
1 P =
1 + e – (a + b1 X1 + b2 X2 +... + bk X)
Keterangan:
a = Konstanta,
b1, b2,....bk = Koefisien regresi variabel independen,
x1, x2,....Xk = Koefisien prediktor yang pengaruhinya,
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kabupaten Aceh Timur merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai 21 kecamatan, 487 desa dengan luas wilayah
6.040,60 km² (10,52%) dari luas wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Kabupaten Aceh Timur terletak antara 04°09’21,08” - 05°06’02,16” Lintang Utara
dan 97°15’22,07” - 97°34’47,22” Bujur Timur.
Batas-batas wilayah Kabupaten Aceh Timur adalah sebelah Utara dengan
Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah Timur
dengan Selat Malaka dan Kota Langsa, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh
Utara dan Kabupaten Aceh Tengah.
Kabupaten Aceh Timur adalah beriklim tropis dengan musim antara bulan
Maret-Agustus dan musim hujan antara bulan September-Februari, suhu maksimum
rata-rata perbulan 30°C, suhu minimum rata-rata perbulan 26°C, kelembaban udara
relatif rata-rata perbulan 70% serta kondisi ketinggian rata-rata 0-308 m di atas
permukaan laut dan luas wilayah 6040,60 mk².
Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007 adalah 312.274 jiwa,
dan jumlah penduduk miskin 245.563 jiwa. Komposisi penduduk Kabupaten Aceh
laki-laki maupun perempuan terbanyak berada pada kelompok umur 5 s.d. 9 tahun, 10
s.d. 14 tahun dan 15 s.d. 19 tahun. Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan
bahwa 33,06% penduduk Kabupaten Aceh Timur berusia muda (umur 0 s.d. 14
tahun), 64,54% berusia produktif (umur 15 s.d. 44 tahun), dan hanya 23,36%, Lanjut
Usia 45 s.d. 59 sebanyak 6,56%, Usia 60 s.d. 69 sebanyak 3,69%, dan Usia > 70
tahun keatas 1,85%.
Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja di Kabupaten Aceh Timur tahun 2007
sebanyak 1.289 orang (termasuk tenaga honor daerah dan PTT). Proporsi jenis tenaga
kesehatan terbesar adalah bidan D1 dan DIII 503 orang (39,02%), perawat 393 orang
(30,48%), dan dokter umum 34 orang (2,63%) dan tenaga kesehatan lainnya yang
tidak dirinci pendidikannya sebesar 359 orang (27,85%).
Distribusi pembangunan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan dasar tahun 2007 telah lebih merata. Pada pertengahan tahun 2007 telah
diaktifkan (tiga) Puskesmas yaitu Puskesmas Peureulak Timur di Kecamatan
Peureulak Timur, Puskesmas Idi Tunong di Kecamatan Idi Tunong dan Puskesmas
Peudawa di Kecamatan Peudawa sehingga jumlah Puskesmas aktif menjadi 22
Puskesmas yang tahun sebelumnya hanya 19 Puskesmas. Pada pertengahan tahun
tersebut juga telah diresmikan berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Idi yang
terletak di Kecamatan Idi Rayeuk. Pada tahun 2007 sudah direalisasikan
pembangunan Puskesmas Simpang Jernih sebagai peningkatan Pustu Simpang Jernih
di Kecamatan Simpang Jernih dan Puskesmas Darul Ikhsan terletak di Kecamatan
4.2. Analisis Univariat
Analisis Univariat yaitu untuk memperoleh gambaran distribusi frekwensi dan
presentasi dari variabel yang diteliti baik variabel independen maupun variabel
dependen yang meliputi karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, status
perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan), faktor penunjang pelaksanaan
(kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) dan pemanfaatan
pelayanan Posyandu Lansia.
Kualitas Pelayanan
1. Baik 100 73,0 2. Tidak Baik 37 27,0 Jumlah 137 100% Jarak
1. Dekat 83 60,6
2. Jauh 54 39,4 Jumlah 137 100%
Petugas Kesehatan
1. Baik 92 67,2
2. Tidak Baik 45 32,8 Jumlah 137 100%
Jumlah Kader
1. Cukup 79 57,7
2. Tidak cukup 58 42,3 Jumlah 137 100%
Variabel dependen
1. Memanfaatkan 86 62,8
2. Tidak Memanfaatkan 51 37, Jumlah 137 100%
Lanjutan Tabel 7
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa berdasarkan kelompok umur terdapat
54,7% berusia 60 s.d. 69 tahun, dan 23,4% berusia > 70 tahun, dan 21,9 % berusia 45
s.d. 59 tahun, dengan jenis kelamin perempuan 73,7%, dan laki-laki 26,3%, dan
dengan status perkawinan kawin 48,2%, dan tidak kawin 51,8%, dan dengan tingkat
pendidikan SD-SMP 64,2%, dan pendidikan SMA, D3-S1 35,8%), dan pekerjaan
tidak bekerja 28,5%, dan bekerja 71,5%, dan dengan kualitas pelayanan tidak baik
27,0%, dan baik 73,0%, dan dengan jarak tempuh jauh 39,4%, dan dekat 60,6 %, dan
dengan petugas kesehatan tidak ada 32,8%, dan ada 67,2%, dan dengan jumlah kader
pelayanan Posyandu Lansia) yang tidak memanfaatkan 37,2%, dan memanfaatkan
62,8%.
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
kualitas pelayanan, jarak tempuh, petugas kesehatan, jumlah kader) dengan variabel
dependen (pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia). Pengujian analisis bivariat
dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, secara terperinci dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8: Distribusi Pengaruh Karakteristik Demografi dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur
Pelayanan Posyandu Lansia Tidak
a. Distribusi dan Pengaruh Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia
Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada memanfaatkan
usia 60 s.d. 69 tahun (65,3%), dibandingkan dengan usia 45 s.d. 59 tahun (63,3 %),
dan usia > 70 tahun (56,2%). Hasil uji Chi-Square menunjukkan Probabilitas
(p>0,05), (0,671 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh umur terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh
Timur.
b. Distribusi dan Pengaruh Jenis Kelamin dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia
Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada memanfaatkan
yaitu perempuan (73,7%), dibandingkan laki-laki (26,3%). Hasil uji statistik dengan
Chi-Square menunjukkan probabilitas (p>0,05), (0,810 > 0,05) berarti Ho diterima.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap pemanfaatan
pelayanan Posyandu Lansia di Kabupaten Aceh Timur.
b. Distribusi dan Pengaruh Status Perkawinan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Posyandu Lansia
Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang
memanfaatkan yaitu status kawin (68,2%), dibandingkan tidak kawin (57,7%). Hasil
uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan probabilitas (p<0,05), (0,207 < 0,05)
berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh status perkawinan
Tabel 9: Distribusi Pengaruh Karakteristik Struktur Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Aceh Timur
Pelayanan Posyandu Lansia Tidak
Memanfaatkan Memanfaatkan Total No Karakteristik
a. Distribusi dan Pengaruh Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Posyandu Lansia
Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang
memanfaatkan yaitu pendidikan SD-SMP (63,6%), dibandingkan dengan pendidikan
SMA, D3-S1 (61,2%). Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan
Probabilitas (p>0,05), (0,780 > 0,05) berarti Ho diterima. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh Pendidikan terhadap pemanfaatan pelayanan Posyandu
Lansia di Puskesmas Kabupaten Aceh Timur.
b. Distribusi dan Pengaruh Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Posyandu Lansia
Pemanfaatan pelayanan Posyandu Lansia lebih banyak pada yang
memanfaatkan yaitu bekerja (74,4%), dibandingkan dengan tidak bekerja (58,2%).