Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
PERBANDINGAN METODE KROMATOGRAFI GAS DAN BERAT JENIS PADA PENETAPAN KADAR ETANOL
SKRIPSI
JASMER L. PARDOSI 040802032
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
PERSETUJUAN
Judul : PERBANDINGAN METODE KROMATOGRAFI
GAS DAN BERAT JENIS PADA PENETAPAN
ETANOL
Kategori : SKRIPSI
Nama : JASMER L. PARDOSI
Nomor Induk Mahasiswa : 040802032
Program Studi : SARJANA(S1)
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
Disetujui di, Medan, Maret 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Harry Agusnar, MSc, Mphil Prof. Dr. Harlem Marpaung
NIP 131273466 NIP 130422458
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP 131459466
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
PERNYATAAN
PERBANDINGAN METODE KROMATOGRAFI GAS DAN BERAT JENIS PADA PENETAPAN KADAR ETANOL
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Maret 2009
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, berkat kasih
dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Harlem
Marpaung selaku pembimbing I dan bapak Dr. Harry Agusnar, MSc, Mphil selaku
pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan
saran kepada penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini,.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia
FMIPA USU ibu Dr.Rumondang Bulan Nasution, MS dan bapak Drs.Firman
Sebayang, Msi, Dekan, Pembantu Dekan FMIPA USU, semua dosen di departemen
kimia FMIPA USU, khususnya kepada bapak Nimpan Bangun, MSc selaku dosen
wali yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan selama penulis
mengikuti perkuliahan di FMIPA USU. Kepada bapak Dr. Pina Barus selaku kepala
laboratorium Lembaga Penelitian-USU dan buat seluruh asisten Laboratorium Kimia
Lembaga Penelitian-USU ( Bang Lintong, Bang Daniel, Bang Piktor,Frans) serta
seluruh Tim Puslit yang telah banyak meluangkan waktu dan perhatiannya buat
penulis.Kepada rekan-rekan mahasiswa/i departemen kimia khususnya stambuk 2004
yang telah memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk Bapak
tersayang M. Pardosi dan Ibu termanis N Sianipar yang senantiasa mendukung
penulis lewat doa, motivasi dan materi, serta Adikku Jusri Pardosi dan seluruh
keluarga yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu atas dukungan dan
bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahaan sampai selesainya skripsi
ini.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Etanol dapat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan metode kromatografi gas dan berat jenis. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan metode kromatografi gas dan berat jenis pada penetapan kadar etanol pada konsentrasi tertentu.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah. Parameter yang digunakan untuk membandingkan validitas kedua metode adalah recovery, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak (CV) dengan menggunakan uji T sampel independen. Pada penetapan kadar etanol dalam sampel minuman anggur dengan kedua metode perlu dilakukan destilasi sampel untuk memisahkan etanol dari komponen-komponen lain dalam minuman anggur.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRACT
Ethanol would be conducted to measurement the proportional by used method of gas chromatography and specific gravity. The aimed of this research were to compare the gas chromatography method’s with specific gravity at stipulating ethanol rate of certain concentration.
This research represent the pure experimental research with the complete device research random of one way pattern. Parameter used to compare the second validity method is recovery, random error (CV), systematic error used independent T-test sample. At stipulating of ethanol rate in out of a job sample beverage secondly was method require to be conducted by distillation sample to dissociate the ethanol from other this similar of component in out of job beverage.
The result obtained indicate that the recovery, random error (CV) and systematic error of method of gas chromatography and specific gravity differ do not have a meaning
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN
ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
Bab 1: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Pembatasan Masalah 2
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Lokasi Penelitian 3
1.7. Metode Penelitian 3
Bab 2: TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alkohol 4
2.1.1. Etanol 4
2.1.2. Pembentukan Etanol 5
2.2. Tanaman Anggur 6
2.3. Fermentasi Wine 7
2.3.1. Peralatan 8
2.3.2. Proses Fermentasi 9
2.4. Destilasi 9
2.5. Pemecahan Campuran Azeotrop 10
2.6. Penentuan kadae etanol metode berat jenis 12
2.7. Densitas Zat Cair dan Padat 12
2.8. Kromatografi Gas 13
2.8.1. Peralatan dasar GLC 13
2.8.1.1 Gas pembawa dan pemasukan sampel 14
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
2.8.1.3. Detektor 18
2.8.2. Pemakaian Kromatografi Gas 18
2.8.3. Analisa kuantitatif 19
2.8.4. Pemisahan komponen 22
Bab 3: METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan 22
3.2. Bahan-bahan 23
3.3. Prosedur Percobaan 24
3.3.1. Preparasi sampel 24
3.3.2. Pembuatan Standar Reverensi Etanol 12% 24
3.3.3. Pembuatan seri larutan baku etanol. 24
3.3.4. Validasi Metode kromatografi gas. 25
3.3.4.1 Pembuatan Kurva Baku Etanol 25
3.3.4.2.Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak. 25
3.3.4.3.Pengukuran Kadar Etanol Pada Sampel 25
3.3.5. Validasi Metode Berat Jenis 25
3.3.5.1.Pengukuran larutan baku etanol. 25
3.3.4.2.Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak. 26
3.3.5. Pengukuran Kadar Etanol Dalam Sampel 26
3.4.Bagan Penelitaian 27
3.4.1. Preparasi Sampel 27
3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Reverensi (Etanol 12%) 27
3.4.3. Pembuatan seri larutan baku etanol 28
3.4.4. Validasi Metode Kromatografi Gas. 28
3.4.4.1.Pembuatan kurva baku etanol 28
3.4.4.2.Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak 29
3.4.4.3.Pengukuran Kadar Etanol Dalam Sampel 29
3.4.5. Validasi Metode Berat Jenis 30
3.4.5.1. Pembuatan Kurva baku standar etanol . 30
. 3.4.5.2. Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak 31
3.4.5.3. Penetapan Kadar Etanol Sampel 32
Bab 4: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian Dan Pengolahan Data 33
4.1.1. Hasil Penelitian 33
4.1.2.Pengolahan data kadar etanol 36
4.1.2.1. Metode Kromatografi gas. 36
4.1.2.1.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode
kurva kalibrasi 36
4.1.2.1.2.Perhitungan koefisien kerelasi 37
4.1.2.1.3.Penentuan Batas Deteksi 39
4.1.2.1.4.Penentuan Kadar Etanol 40
4.1.2.1.2.Penentuan % Recovery, Kesalahan sistematik, Kesalahan
acak untuk standar reverensi( etanol 12%) 43
4.1.2.1.5.1. % Recovery untuk standard reverensi 43
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
4.1.2.1.5.3. Kesalahan acak 43
4.1.2.2. Metode Berat Jenis 44
4.1.2.2.1.Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva
kalibrasi 44
4.1.2.2.2.Perhitungan koefisien kerelasi 45
4.1.2.2.3.Penentuan Batas Deteksi 47
4.1.2.2.4.Penentuan Kadar Etanol Dalam Sampel 48
4.1.2.2.5 Penentuan % Recovery, Kesalahan sistematik, Kesalahan
acak untuk standar reverensi (etanol 12%) 52
4.1.2.2.5.1 % Recovery untuk standard reverensi 52
4.1.2.2.5.2. Kesalahan sistematik 52
4.1.2.2.5.3. Kesalahan acak 52
4.2. Pembahasan 53
Bab5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 59
5.2. Saran 59
DAFTAR PUSTAKA 60
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAT TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Data hasil pengukuran luas puncak etanol standar reverensi
(etanol 12%) 33
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran luas puncak etanol Sampel 33
Tabel 4.3. Massa larutan standar reverensi (etanol 12%)+ massa piknometer 34
Tabel 4.4 Massa larutan sampel reverensi + massa piknometer 35
Tabel 4.5: Data Hasil Pengukuran Standar Reverensi Dengan Metode
Kromatografi Gas 40
Tabel 4.6: Data Hasil Pengukuran Standar Reverensi Metode Berat Jenis 42
Tabel 4.8: Data Pengukuran Berat Jenis Sampel Dengan Metode Berat Jenis 50
Tabel I. Kurva Baku Etanol Dengan Metode Kromatografi Gas 53
Tabel II: Hasil perhitungan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan
acak metode kromatografi gas pada stadar reverensi
(etanol 12%) 54
Tabel III. Kurva Baku Etanol Dengan Metode Berat Jenis 54
Tabel IV: Hasil perhitungan recovery, kesalahan sistematik dan
kesalahan acak metode berat jenis 55
Tabel VII. Kadar etanol terukur dengan metode kromatografi gas
dan berat jenis 58
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.10.Massa larutan standar etanol + massa piknometer 63
Tabel 4.11.Massa larutan standar etanol + massa piknometer 64
Tabel 4.12:Data Hasil Perhitungan Kadar Standar Reverensi Etanol 12%
Metode Kromatografi Gas 66
Tabel 4.13:Data Hasil Perhitungan Kadar sampel Metode Kromatografi Gas 66
Tabel 4.14:Data Hasil Perhitungan Kadar Standar Reverensi Etanol 12%
Metode Berat Jenis 66
Tabel 4.15 Data Hasil Perhitungan Kadar sampel Metode Berat Jenis 66
Tabel 4.16:Daftar Harga Distribusi t-Student 67
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 :Kurva Kalibrasi Larutan Standar Etanol Dengan Metode
Kromatografi Gas 65
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk memisahkan
senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan
dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya.
Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian,
utamanya dari 50 – 300°C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada
temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis
dengan kromatografi gas.
Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai
perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air yang sama
pada suhu 4°C atau temperatur lain yang tertentu. Berat jenis larutan etanol dapat
diukur dengan piknometer. Berat jenis larutan etanol semakin kecil, maka kadar etanol
di dalam larutan tersebut semakin besar. Hal ini dikarenakan etanol mempunyai berat
jenis lebih kecil daripada air sehingga semakin kecil berat jenis larutan berarti jumlah
/ kadar etanol semakin banyak. (Martin, 1983).
Metode kromatografi gas dan metode berat jenis dapat diterapkan untuk
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
beralkohol, seperti minuman anggur dan lain-lain. Minuman anggur dibuat dari
fermentasi buah anggur atau jus buah anggur dengan Saccharomyces ellipsoideus.
Buah-buah anggur itu dipanen ketika kandungan substrat yang bisa difermentasi, yaitu
“gula anggur” atau glukosa berada pada kadar yang tinggi. Material yang disiapkan
dari buah anggur sebelum fermentasi disebut must. Prosesnya tidak lain
menghancurkan buah yang sudah matang dan menunggu hingga etanol yang
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Metode berat jenis yang merupakan metode konvensional dan kromatografi
gas yang merupakan metode instrumental. Masing-masing metode mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, dilakukan perbandingan validitas kedua
metode, apakah validitas kedua metode berbeda bermakna atau tidak dengan
menggunakan standar reverensi etanol.
Validasi suatu metode analisis adalah proses yang dibuat, oleh studi
laboratorium, sehingga karakterisrik pelaksanaan metode memenuhi persyaratan
aplikasi analisis yang diinginkan. Parameter-parameter validitas metode analisis
antara lain akurasi, presisi, lenearitas, spesifisitas, range, detection limit, dan
quantitation limit.( Parfitt.K, 2005).
1.2. Permasalahan
- Apakah metode kromatografi gas dan metode berat jenis memberikan hasil yang berbeda pada penetapan kadar etanol.
- Preparasi sampel minuman beralkohol dilakukan dengan destilasi, dimana destilasi tidak dapat memisahkan komponen yang memiliki titik didih yang
sempit/berdekatan.
- Bagaimanakah menjaga suhu (15-20oC ) pada penentuan kadar etanol dengan metode berat jenis, dimana suhu ruangan berkisar antara 28-39oC
1.3. Pembatasan masalah
Penelitian ini dibatasi oleh:
- Perbandingan validitas metode kromatografi gas dengan metode berat jenis
dengan parameter recovery, kesalahan sistematik, dan kesalahan acak(CV)
dengan menggunakan uji T sampel independen.
- Penetapan kadar etanol minuman anggur merah dengan menggunakan metode
kromatografi gas dan metode berat jenis.
- Preparasi sampel dilakukan dengan destilasi, untuk memperoleh kadar alkohol
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
1.4. Tujuan Penelitian
- Untuk membandingkan validitas (recovery, kesalahan acak, kesalahan
sistematik) dari metode kromatografi gas dan metode berat jenis apakah
berbeda bermakna atau tidak bermakna
- Untuk mengetahui kadar etanol yang terdapat pada minuman Anggur merah,
serta membandingkan kadar terukur oleh peneliti dengan kadar pada kemasan.
1.5. Manfaat Penelitian
- Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi validitas metode
kromatografi gas dan berat jenis sebagai pertimbangan dalam pemilihan
metode pada penetapan kadar etanol, serta dapat memberikan informasi
tentang kadar etanol yang terdapat dalam minuman Anggur merah apakah
sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan dan baku mutu.
1.6. Lokasi Penelitian
- Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup (Puslit-SDAL), Universitas Sumatera Utara.
1.7. Metode Penelitian
- Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium.
- Penelitian ini menggunakan standar reverensi etanol dengan kadar 12% (v/v).
- Penelitian ini menggunakan sampel salah satu merek minuman Anggur merah
yang diperoleh dari toko minuman beralkohol yang ada di kota Medan.
- Penentuan kadar etanol dalam minuman dilakukan dengan metode
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alkohol
Alkohol adalah senyawa yang mempunyai rumus umum ROH, dimana R adalah
gugus alkil atau alkil tersubstitusi. Semua alkohol mengandung gugus OH yang
merupakan gugus fungsional. Perbedaan gugus R mempenguruhi sifat-sifat senyawa
tersebut kecepatan reaksinya dan kadang-kadang juga jenis reaksinya. Senyawa
dimana gugus OH langsung terikat oleh gugus aromatik bukan alkohol melainkan
fenol.(Respati, 1986)
Etanol sering disebut sebagai “grain alcohol” atau alkohol saja. Bentuknya
berupa cairan yang tidak berwarna dan mempunyai bau yang kas. Berat jenisnya pada
15oC adalah sebesar 0,7937 dan titik didihnya 78,32oC pada tekanan 76 mmHg. Sifatnya yang lain adalah larut dalan air dan eter dan mempunyai panas pembakaran
328 Kkal.(Muljono, 1999).
2.1.1. Etanol
Etanol telah diketahui manusia sejak jaman pra sejarah sebagai ramuan aktif dari
minuman beralkohol. Pemisahannya sebagai senyawa yang secara relatif murni,
kemungkinan ditemukan pertama kali oleh ahli alkhemi Islam yang mengembangkan
teknik distilasi. Etanol digunakan sebagai produk bahan anti beku karena titik
leburnya yang rendah. Disamping itu etanol juga mudah larut dalam air dan etanol
sendiri merupakan bahan pelarut yang baik, banyak digunakan di dalam parfum, cat
dan larutan obat dalam alkohol. Minuman beralkohol mempunyai banyak varia mudah
larut dalam air dan etanol sendiri merupakan bahan pelarut yang baik, banyak
digunakan dalam pembuatan parfum, cat dan larutan obat dalam alkohol. Minuman
beralkohol mempunyai banyak variasi rasa karena berbagai campuran cita rasa
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
digunakan sebagai pembasmi kuman. Etanol membasmi organisme dengan cara
mengubah sifat protein dengan memecah lipidnya. Etanol efektif melawan
kebanyakan bakteri dan jamur serta berbagai virus, namun kurang efektif melawan
spora bakteri. Telah berhasil menciptakan teknologi pengolahan hasil fermentasi dari
bahan limbah pabrik gula yaitu tetes tebu menjadi etanol 90 %, berupa modifikasi alat
distilasi alkohol menara isian secara berkesinambungan.
(http://litbang.patikab.go.id/penelitian/index.php?option=com_content&view=article)
2.1.2. Pembentukan Etanol
Etanol untuk kebutuhan industri dapat dibuat secara fermentasi dari karbohidrat, yang
produknya disebut sebagai bioetanol; atau hasil reaksi kimia dengan cara hidrasi
ethylene, memakai katalis asam pospat. Ethanol dari hidrasi gas ethylene yang
merupakan hasil samping pemurnian minyak bumi, dikenal sebagai ethanol sintetis.
Setelah Perang II, eksplorasi minyak bumi secara besar-besaran memungkinkan
pembuatan ethanol sintetis lebih murah dan menggantikan proses produksi ethanol
secara fermentasi. Namun sejak kenaikan harga yang disertai ketidak-pastian
penyediaannya, telah memacu berbagai negara Eropa, US, Brazil, untuk
mengembangkan kembali teknologi pembuatan ethanol secara fermentasi, terutama
bertumpu pada sumber daya yang dapat terbarukan. Pembuatan ethanol secara sintetis
tidak dibahas lagi, mengingat salah satu tujuan pengembangan produk alkohol di sini,
adalah sebagai bahan bakar cair pengganti minyak bumi.
Penerapan teknologi fermentasi ethanol dalam skala industri, sejak Perang
Dunia II belum ada perubahan yang mendasar. Proses fermentasinya menggunakan
sistem bacth dengan masa inkubasi berkisar 50 jam dan semata-mata mengandalkan
strain khamir yang telah terpilih secara nyata berproduktivitas tinggi. Khamir
mempunyai sifat selektivitas sangat tinggi untuk membentuk ethanol (metabolite lain
sebagai hasil samping sangat kecil) dan sangat tahan terhadap perubahan kondisi
pertumbuhan atau gangguan kontaminasi. Konsentrasi ethanol dalam broth di akhir
proses, berkisar 8 sampai 12%v.v dan selanjutnya dipekatkan (dimurnikan) dengan
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
sistem proses fermentasi dan atau penggunaan mikroba lain, telah banyak dilakukan
untuk memperbaiki hasil, meningkatkan konsentrasi ethanol dalam broth dan
mempersingkat waktu proses.Penemuan bakteri thermophilic Clostridium
thermosaccharolitycum dan Zymomonas mobilis yang mampu mengubah glukosa
menjadi ethanol secara efesien dan cepat, merupakan peluang yang penting untuk
meningkatkan produktivitas pada proses pembuatan ethanol. Produktivitas
Zymomonas mobilis dapat mencapai 600 g ethanol per-jam setiap liter fermentor.
Namun demikian, konsentrasi ethanol dalam broth masih rendah, yaitu 6~8%vv.
Sebagai pembanding, produktivitas Saccharo-myces cerevisiae pada proses fermentasi
secara batch hanya 1.8 hingga 2.5 g per-jam dalam setiap liter fermentor.Kapang juga
mempunyai prospek bagus untuk industri ethanol. Sebagai contoh genus Rhizopus
yang biasa digunakan dalam proses fermentasi anggur China tipe tertentu. Kadar
ethanol akhir dalam broth anggur tersebut mendekati 18 %vv.
2.2. Tanaman Anggur
Anggur, merupakan tanaman buah berupa perdu yang merambat. Anggur
dimanfaatkan sebagai buah segar maupun diolah sebagai jadi produk lain seperti
minuman fermentasi hasil perasan anggur yang mengandung alkohol, biasa disebut
Wine, dikeringkan menjadi kismis dan untuk keperluan industri selai dan jeli.
Anggur berasal dari Armenia, tetapi budidaya anggur dikembangkan di timur
tengah sejak 400 SM. Sedangkan teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama
kali dikembangkan orang mesir pada 2500 SM. Anggur temasuk tanaman marga vitis,
tetapi tidak semua jenis dari marga ini dapat dimakan, yang bisa dimakan hanya dua
jenis yaitu Vitis venivera dan Vitis labrusca. Dari kedua jenis tanaman itu yang paling
banyak dikembangkan di Indonesia dan direkomendasikan oleh Departemen Pertanian
sebagai jenis unggul adalah jenis Vitis venivera dan varietas Anggur probolinggo biru
dan Alphonso lapalle. Di Indonesia sentra anggur terdapat di Jawa Timur
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Tanaman anggur dapat tumbuh baik di dataran rendah, terutama di tepi-tepi
pantai, dengan musim kemarau panjang berkisar 4-7 bulan, angin yang terlalu
kencang kurang baik bagi anggur. Curah hujan rata-rata 800 nm, sebaiknya sinar
matahari yang banyak/udara kering sangat baik bagi pertumbuhan vegetatif dan
pembuahannya. Suhu rata-rata maksimal siang hari 31oC dan suhu rata-rata malam hari minimal 23oC, dengan kelembapan udara 75-80%. Perkebunan anggur yang mampu menghasilkan mutu anggur terbaik adalah perkebunan yang daerahnya
memiliki suhu 18-20oC.
Tanah yang baik untuk tanaman anggur adalah mengandung pasir, subur dan
gembur, banyak mengandung humus dan hara yang dibutuhkan, dengan derazat
keasaman tanah adalah 7 (netral). Anggur akan tumbuh baik bila ditanam diantara
5-1000 m dpl atau di daerah dataran rendah. Perbedaan ketinggian akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya, jenis vitis venivera menghendaki ketinggian
1-300 m dpl, jenis vitis labrusca menghendaki ketinggian 1-800 m dpl. Pengemasan
terbaik untuk anggur segar adalah dengan menggunakan kotak kayu yang diisi dengan
serbuk gergaji sehingga kerusakan buah dapat ditekan saat pengangkutan. Manfaat
anggur dalam terapi antara lain mencegah konstipati, membersihkan hati, membantu
fungsi ginjal, baik untuk pembentukan darah, menonaktifkan virus, mencegah
kerusakan gigi, menurunkan kolesterol dan menenangkan system saraf.
Selain dikonsumsi secara segar/secara langsung juga dapat dibuat salad.Produk
olahan buah anggur yang banyak kita kenal diantaranya kismis, manisan, sari bauh,
juice dan wine. Sekilas lebih mengenai wine dari buah anggur berikut disampaikan
proses olahannya secara sederhana. Wine dari anggur ini biasanya dapat dimanfaatkan
sebagai minuman penghangat tubuh, campuran jamu dan digunakan sesuai aturan
kesehatan. (http;//www.Teknopro holtikultura. com /anggur/)
2.3. Fermentasi wine
Bahan yang utama diperlukan adalah buah (jika buahnya anggur disebut wine saja,
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
buah). Selain buah diperlukan juga peralatan (fermentor) dan mikroorganisme yaitu
khamir, dan nutrisi tanbahan. Pada dasarnya khamir semua buah dapat dibuat wine
terutama yang mengandung gula. Bila gula pada buah tadi kurang maka sering
ditambahkan gula. Dapat pula dari bahan yang kaya pati misalnya beras ketan, maka
pati pada beras ini harus dipecah terlebih dahulu misal menggunakan ragi tape
dijadikan tape atau dihidrolisis dengan asam maupun enzim. Contoh produk yang
berasal dari beras ketan melalui fermentasi ada adalah brem bali, sedang yang melalui
hidrolisis adalah bio-etanol.
Buah yang baik untuk digunakan dalam pembuatan wine apabila mengandung
asam-asam seperti asam tartart, malat dan sitrat. Asam tartart adalah antioksidan dan
menghasilkan rasa asam. Asam malat juga dikenal sebagai asam buah terutama pada
apel. Asam sitrat adalah pengawet alami dan juga memberi rasa asam.
Khamir adalah mikrooorganisme yang melakukan fementasi juice buah
menjadi wine. Khamir yang umum digunakan dalam fermentasi adalah
Saccharomyces sp. Khamir ini akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO2. Dalam perombakan ini diperlukan pula nutrien yang mendukung pertumbuhan khamir, jika
tidak tersedia pada bahan baku. Bahan yang umum dtambahkan adalah amonium
fosfat sebagai sumber nitrogen.
Jika proses fermentasi telah selesai, maka dilakukan proses penjernihan.
Dalam proses penjernihan umumnya ditambahan tanin. Tanin akan membantu
pembentukan flavor. Proses penambahan tanin ini disebut aging karena setelah
ditambahkan wine dibiarkan beberapa lama (dapat sampai berbulan-bulan). Tanin
umumnya ditambahkan pada pembuatan red wine. Red wine dibuat dari anggur hitam
dan kulitnya tidak dipisahkan dalam proses pembuatanya. Tanin terdapat pada kulit
buah, tangkai dan biji.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Alat utama yang dibutuhkan adalah fermentor. Fermentor dapat berukuran besar atau
kecil tergantung kebutuhan. Umumnya fermentor dengan mulut kecil atau dapat
ditutup dan ada saluran tempat keluarnya CO2. Saluran ini diperlukan karena fermentasi berlangsung secara anaerob dan jika tidak ada saluran pengeluaran gas,
maka gas akan terperangkap di dalam fermentor dan dapat meningkatkan tekanan
sehingga mematikan khamir di dalamnya atau jika wadah tidak kuat maka isi akan
tumpah karena penutup terbuka ada wadah yang pecah. Fermentor harus mudah
dibersihkan dan terhindarkan dari kontaminasi.Hidrometer diperlukan jika kita
benar-benar akan membuat wine terutama untuk perdagangan. Hidrometer digunakan untuk
mengukur berat jenis, potensial gula dan alkohol).
2.3.2. Proses Fermentasi
Fermentasi wine adalah proses dimana juice anggur bersama-sama dengan bahan yang
lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan
untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan
alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol
atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau
dihentikan. Selama fermentasi sering ditambahkan nitrogen dan mikro nutrien guna
mencegah produksi gas H2S. Jika gas ini muncul akan menyebabkan bau yang tidak enak.
Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan disebut “must”. Guna mencegah
tumbuhnya bakteri pada must maka dilakukan pengadukan. Must mulai bergelembung
pada jam ke 8 – 20. Tahap awal proses fermentasi ini pada red wine adalah 5 – 10
hari, white wine 10 – 15 hari. Setelah tahap awal ini dilanjutkan tahap kedua.Dalam
tahap kedua fermentasi, wine dipindahkan ke fermentor yang tidak boleh adanya
oksigen masuk. Pada tahap ini akan dihasilkan alkohol dalam kadar yang lebih tinggi.
Tergantung dari bahan yang digunakan, wine dapat berasa lebih manis atau alkohol
dan ini akan mempengaruhi pada harga di pasar.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
2.4. Destilasi
Salah satu cara sederhana untuk memisahkan analit atau suatu gangguan dari suatu
larutan adalah dengan memindahkannya kedalam keadaan gas. Banyak pelajar yang
sudah mengetahui cara kerjanya di laboratorium organik.Tetapi
,kita dapat menguji proses destilasi dari sudut pandang analitik, sebagai suatu
pendahuluan pada proses pemisahan lainnya.
Untuk pemisahan dengan destilasi dapat berhasil, zat harus menunjukkan
volatilitas, yang biasanya ditunjukkan sistem cairan sebagai tekanan uap. Tekanan uap
suatu zat murni, Po , ditentukan oleh hanya satu variabel: temperatur. Tekanan uap dari air murni pada 25oC adalah 24 torr; pada 100oC tekanan uap 760 torr ( 1 atm ), titik didih normal. Ketika larutan ditambahkan kedalam air, tekanan uap air akan
meningkat, hingga temperatur harus lebih tinggi dari 100oC untuk meningkatkan tekanan dari 760 torr. Tekanan uap dan titik didih larutan telah menigkat.Tekanan uap
air didalam larutan akan bergantung pada temperatur dan aktivitas larutan. Untuk
larutan non-ideal (tidak ada interaksi antara pelarut dan partikel pelarut), aktivitas
pelarut dapat di tunjukkan sebagai fraksi mol,X. Tekanan uap yang diberikan oleh
temperatur akan berbanding langsung dengan dengan fraksi mol,
P X
P=kX
Ketika X=1, pelarut murni, dan P=Po
Maka : P=PºX (John H. Kennedy ,1990)
2.5. Pemecahan Campuran Azeotrop
Kelakuaan campuran azeotrop seperti senyawa murni, sebab susunan fase cair sama
dengan fasa uap. Susunannya tergantung pada tekanan pada waktu penyulingan
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
digunakan dalam praktek tergantung pada sifat senyawa dari campuran azeotrop,dan
meliputi:
1) Penyulingan dengan penambahan senyawa ketiga yang dapat mengubah
perbandingan tekanan uap pada azeotrop. Maetode ini digunakan dalam industri
pembuatan etanol mutlak dari etanol 95,6%. Dengan penambahan benzena dan
disuling dengan alat penyulingan bertingkat yang sesuai, tersuling pertama adalah
campuran azeotrop terner yang mempunyai titik didih 64,85oC dan mengandung 7,4% air, 18,5% alkohol dan 74,1% benzena. Kemudian diikuti oleh campuran azeotrop
kedua dengan titik didih 68,25oC yang mengandung 32,4% benzena dan 67,6% alkohol dan akhirnya tersuling alkohol mutlak.
2) Penambahan pereaksi yang hanya bereaksi dengan terhadap salah satu penyusun
campuran azeotrop. Kalsium karbonat dapat digunakan untuk menghilangkan air
untuk pembuatan etanol mutlak. Hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon tak jenuh
dapat dipisahkan dari hidrokarbon jenuh dengan sulfonasi.
3) Penyerap terhadap salah satu dapat digunakan untuk tujuan yang sama. Silika gel
atau arang penyerap dapat menyerap lebih banyak salah satu senyawa daripada
senyawa lainnya. Proses ini baru dapat digunakan dalam praktek jika senyawa terserap
dapat diperoleh kembali.
4) Penyarian bertingkat kadang-kadang dapat digunakan, karena senyawa terdistribusi
dalam perbandingan yang berbeda dalam penyari.
5) Penghabluran bertingkat kerap kali digunakan, campuran dilarutkan dalam pelarut
yang cocok, lalu semua dibekukan dan kemudian didiamkan meleleh perlahan-lahan
dalam suatu pemusing, cairan yang terbentuk berturut-turut dipisahkan dalam suatu
fraksi. Berbagai pelelehan ini disuling-tingkat. ( Sudjadi, 1988)
Etanol yang nama lainnya alkohol, aethanolum, etil alkohol, adalah cairan
yang bening, tidak berwarna, mudah mengalir, mudah menguap,mudah terbakar,
higroskopik dengan karakteristik bau spritus dan rasa membakar, mudah terbakar
dengan api biru tanpa asap. Campur dengan air, kloroform, eter, gliserol dan hampir
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
wadah kedap udara dan dilindungi dari cahaya serta mempunyai rumus struktur
sebagai berikut:
Gambar struktur etanol
2.6. Penentuan kadar etanol metode berat jenis
Alkohol hasil fermentasi dipisahkan dengan destilasi uap kemudian destilat hasil
sulingan ini ditentukan beratnya pada temperatur kamar dan dibandingkan dengan
berat akuades yang ditentukan dengan menggunakan piknometer. Dari hasil
perbandingan berat destilat dengan berat akuades akan diperoleh berat jenis destilat.
Dengan melihat daftar bobot jenis dan kadar alkohol maka dapat diketahui kadar
alkohol sebenarnya dengan rumus
) 20 (
) 20 (
0 0
C piknometer dengan
akuades Berat
C piknometer dengan
alkohol Berat
Alkohol Jenis
Berat =
2.7. Densitas Zat Cair dan Padat
Densitas suatu bahan dapat didefenisikan sebagai massa persatuan volume. Satuan
yang digunakan biasanya g/mL.dibawah ini dituliskan beberapa nilai densitas zat cair
dan padat pada suhu kamar.
Zat densitas
g/mL pada 20oC
Udara 0,00129
Etil alkohol 0,7893
Aseton 0,7899
Air 1,0000 (4oC)
Merkuri 13,5939
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Metanol 0,7929
Besi 7,86
Densitas zat padat dan zat cair sedikit berubah dengan berubahnya temperatur.
Pada umumnya akan menurun dengan meningkatnya temperatur. Hal ini dapat
diuraikan dengan perubahan volume terhadap suhu tetapi massa suatu bahan tidak
tergantung pada perubahan suhu. Densitas gas sangat dipengaruhi oleh suhu karena
volume gas sangat tergantung pada suhu
Massa suatu bahan dapat ditentukan di laboratorium dengan menggunakan
prinsip kesetimbangan. Cara penentuannya adalah dengan membandingkan sampel
yang tidak diketahui massanya dengan standar yang diketahui massanya dengan
penimbangan. Karena suatu perjanjian, meskipun penentuan massa, pada
kesetimbangan akan disebutkan sebagai berat bukan massa. Untuk memperoleh
volume suatu zat cair, lebih akurat dengan menggunakan pignometer yang berbentuk
seperti labu kecil dengan volume pengukuran yang lebih tepat. Volume zat padat
dapat diukur langsung jika padatan telah memiliki permukaan yang rata, dan jika
belum, dapat ditentukan dengan membandingkan dengan volume zat cair.
( John J.Sousa, 1990 )
2.8. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu proses dengan mana suatu campuran menjadi
komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu lapisan serapan
(sorben) yang stasioner. Jadi teknik ini mirip dengan teknik kromatografi
cairan-cairan kecuali bahwa fase cair yang bergerak digantikan oleh fase gas yang bergerak.
Kromatografi dibagi menjadi dua kategori utama: kromatografi gas-cairan(GLC),
dimana pemisahan terjadi oleh dibaginya contoh antara fase gas yang mobil dan
lapisan tipis cair yang tidak atsiri, yang disalutkan kepada suatu penopang yang tidak
aktif, dan kromatografi gas-padat (GCS), yang menggunakan permukaan padat yang
luas sebagai fase stasioner. Bab ini membahas kromatografi gas-cairan dan beberapa
penerapannya dalam bidang analisis anorganik, terutama dalam kromatografi gas
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
untuk menguraikan dengan singkat alat dan asas dasar kromatografi
gas.(J.Basset,1994)
2.8.1. Peralatan dasar GLC
Untuk menjelaskan kepada pembaca yang sama sekali tidak mengenal kromatografi
gas, mula-mula kami gambarkan peralatan dan teknik GLC secara singkat dan umum
kemudian kami akan mulai dari teorinya, berikutnya fungsi komponen-komponen
peralatan lebih lengkap, dan kami berikan beberapa penerapan ilustratif yang
menunjukkan kekuatan dan keserbagunaan metode tersebut
2.8.1.1 Gas pembawa dan pemasukan sampel
Gambar 17.1 adalah diagram sistematis dari jenis umum instrumen GLC dasar.
Walaupun kromatografi gas dapat menjadi sangat rumit jika fitur-fitur tambahnnya
diikutsertakan, instrumen dasarnya sebenarnya cukup sederhana. Fase gerak dalam
GLC adalah gas, yang paling lazim helium dan hidrogen, atau nitrogen. Pilihan gas
pembawa terutama tergantung pada karakteristik detektor, seperti kita lihat nanti.
Pengguna membeli sebuah tabung gas silinder bertekanan dan memasang suatu nilai
pengurang padanya. Kromatograf gas komersial biasanya menyediakan katub
pengatur tambahan untuk mengendalikan tekanan yang baik pada inlet kolom. Dengan
instrumen dari jenis yang ditunjukkan, memakai detektor konduktivitas termal (TCD),
gas pembawa lewat melalui satu sisi detektor itu dan kemudian memasuki kolom.
Dekat inlet kolom ada suatu alat di mana sampel-sampel bisa dimasukkan kedalam
aliran gas pembawa. Sampel-sampel tersebut bisa berupa gas ataupun cairan yang
mudah menguap (volatil) . lubang injeksi dipanaskan agar sampel cair teruapkan
dengan cepat. Sampel –sampel beberapa mikroliter cairan atau beberapa mililiter gas
umumnya dimasukkan melalui suatu karet septum (sekat) dengan memakai
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 17.1 Diagram skematis kromatografi gas dengan detector konduktivitas
termal (TCD)
(Underwood,1999)
A. Gas Pembawa
Faktor yang menyebabkan suatu senyawa dapat bergerak melalui kolom KG ialah
keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Aliran gas
dipaparkan dengan dua peubah, aliran yang diukur dengan ml/menit dan penurunan
tekanan antara pangkal dan ujung kolom, sifat gas yang pasti, biasanya merupakan hal
sekunder yang ditinjau dari segi pemisahannya, tetapi mungkin ada pengaruh kecil
pada daya pisah, seperti dibahas pada bagian berikut. Pemilihan gas pembawa sampai
taraf tertentu bergantung pada detektor yang dipakai: hantar bahang , ionisasi nyala,
tangkap elektron, atau khas terhadap unsur.
Nitrogen, helium, argon, hidrogen dan karbon dioksida adalah gas yang paling
sering dipakai sebagai gas pembawa karena mereka tidak reaktif serta dapat dibeli
dalam keadaan murni dan kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan
bertekanan tinggi. Hal yang paling menentukan adalah bahwa kita harus memakai gas
yang paling murni, yaitu untuk mengurangi derau detektor. Pada kebanyakan kasus,
gas bahkan harus dikeringkan lebih sempurna dengan tabung pengering berisi ayakan
molekul, dan oksigen harus dihilangkan dengan perangkap oksigen. Untunglah
masing-masing penjerap ini, yang sering ditempatkan dalam kotak (cartridge) yang
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
melakukan KG kapiler persyaratan mengenai kemurnian gas lebih ketat. Dalam hal ini
kemurnian lebih menentukan sehingga katub pada tangki gas dan pengendali aliran
harus dicek untuk meyakinkan bahwa yang dipakai diafragma baja nirkarat, bukan
polimer. Diafragma polimer menimbulkan perebakan yang dapat menyebabkan derau
detektor tambahan ( latar belakang ).
Walaupun helium atau hidrogen memberikan kepekaan terbesar kepada DHB
(penghantaran bergantung kepada massa gas ), kedua gas ini lebih jelek dari pada
nitrogen karena terjadi lebih banyak aliran ( ke samping ) dan pencampuran dengan
gas yang kerapatannya lebih kecil. Walaupun agak kurang baik biasanya dipakai
helium. Sebuah KG biasanya dipasang dengan suatu gas pembawa, dan jarang kita
menggantinya . detektor pengionan tertentu memerlukan argon, gas yang sangat besar
kerapatannya dan alirannya lebih lambat ( penurunan tekanan lebih besar ) biasanya
nitrogen dipakai dengan detektor ionisasi nyala walaupun gas lain memang dapat
dipakai. ( Roy J.Gritter, 1991)
B.Sistem injeksi
Sampel biasanya kurang dari 1 mg ( ekivalen dengan 1µ l zat cair atau 5 cm3 gas. Sampel yang sedikit seperti ini memerlukan teknik penanganan kusus, untuk
disuntikkan ke dalam kolom dan dimonitor hingga keluar dari kolom. Penyuntikan,
biasanya lebih baik dengan peralatan syringe yang disisipi sekat karet-silikon untuk
pengambilan sampel dengan ukuran tertentu.
Syringe yang paling besar, untuk gas,adalah paling baik dan lazim digunakan,
meskipun menggunakan peralatan yang baik, pastikan bahwa alat penghisap sangat
baik dan cocok pada lop. Untuk zat cair dalam jumlah sedang, bentuknya sangat
cocok, sekalipun menggunakan lop yang sangat sempit, sekalipun hanya penghisap
harus terbuat dari baja tahan karat. Untuk memperoleh volume syringe yang tepat,
lebih dulu dead volume pada sepanjang jarum terisi dan untuk memperoleh volume
1µ l digunakan bentuk(ii). Kawat penghisap memiliki diameter yang sama dengan lop
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Karena adanya kelemahan kawat penghisap ini, kawat ini telah disokong oleh rentetan
konsentrasi yang tertera langsung pada tabung dan untuk mencegah pengkerutan
volume, kawat penghisap ditekan hingga mencapai dasar tabung. Bekerja dengan alat
ini harus dengan hati-hati, ada beberapa permasalahan yang melekat pada saat
penyuntikan dengan menggunakan syringe, sekalipun syringe tidak rusak:
- Bahkan syringe yang baik hanya mempunyai ketepatan 3%,dan tanpa
penanganan yang baik, kesalahan menjadi lebih besar.
- Potongan jarum dikecilkan dan ditancapkan pada karet penyekat
hingga tembus, ini dapat menahan jarum pada saat pengisian syringe
saat digunakan, tanpa melakukan hal ini sesuatu dapat terjadi
- Fraksi dari sampel dapat terjerap di dalam karet penyekat, dan
dibebaskan selama injeksi sampel yang berikutnya atau meningkatkan
temperatur. Hal ini dapat meningkatkan atau memberikan kesalahan
pada analisa berikutnya dan dikenal sebagai ghost peaks.
- Jika pengisian syringe dan penyuntikan dilakukan dengan lambat,
mungkin sebagian komponen sampel akan hilang terutama pada sampel
yang mudah menguap karena adanya penguapan dari ujung jarum.
- Sampel minimum yang dapat disuntikkan dengan metode ini adalah
0,1µl
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
2.8.1.2. Kolom
Aliran gas selanjutnya menemui kolom, yang diletakkan dalam oven bertemperatur
konstan. Ini adalah jantung instrumentasi tersebut, tempat dimana kromatografi dasar
berlangsung. Kolom-kolom memiliki variasi dalam hal ukuran dan bahan isian.
Ukuran yang umum adalah sepanjang 6 kaki dan berdiameter dalam ¼ inci, terbuat
dari tabung tembaga atau baja tahan karat; untuk menghemat ruang , bisa dibentuk U
agar gulungan spiral. Tabung itu diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas
permukaan besar yang relatif inert. Namun padatan itu sebenarnya hanya sebuah
penyangga mekanik untuk cairan, sebelum diisi kedalam kolom, padatan tersebut
diimpregnasi dengan cairan yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner
sesungguhnya. Cairan ini harus stabil dan nonvolatil pada temperatur kolom ,dan
harus sesuai dengan temperatur tertentu.
2.8.1.3. Detektor
Setelah muncul dari kolom itu, aliran gas lewat melalui sisi lain detektor. Maka elusi
zat terlarut dari kolom yang direkam secara elektrik. Laju aliran gas pembawa adalah
hal yang penting, dan biasanya pengukur aliran untuk itu tersedia. Mungkin ada kutup
pengatur lain pada ujung keluaran sistem, walaupun secara normal gas-gas yang
muncul dialirkan keluar pada tekanan atmosfer. Karena pekerjaan laboratorium secara
terus menerus terpapar oleh uap senyawa-senyawa yang terkromatografi yang
mungkin tak baik walaupun kadarnya biasanya kecil, maka ventilasi pada keluaran
instrumen harus diperhatikan. Ketentuan bisa dibuat untuk menjebak zat terlarut yang
dipisahkan setelah muncul dari kolom jika hal ini dibutuhkan untuk penyelidikan lebih
lanjut. ( Underwood,1999)
2.8.2. Pemakaian Kromatografi Gas
Dalam kromatografi gas untuk mengikuti reaksi, senyawa dilewatkan melalui zona
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
berlangsung setelah melalui tempat injeksi sampel. Reaksi seharusnya berlangsung
seketika dan hasil reaksi mempunyai waktu retensi normal,yaitu 8-10 detik.
Pengambilan suatu komponen senyawa dengan gugus tertentu juga dapat
dilakukan dengan membubuhkan dalam kolom kromatografi, suatu reagen yang relatif
untuk menahan komponen tersebut. Untuk perbandingan dua kolom dengan instrumen
pencatat dapat dimanfaatkan. Senyawa dapat diubah menjadi bentuk lain dengan beda
waktu retensi, misalnya dengan melewatkan H2O pada CaC2 dapat terbentuk CH CH asetilena.
Hasil pirolisis materi yang sukar menguap juga dapat dianalisa dengan
kromatografi gas. Craking materi tersebut dilakukan dalam gas pengemban, sehingga
hasil-hasil degradasinya yang mudah menguap terbawa dapat terbawa langsung
menuju kromatografi gas. Teknik pirolisis ini juga bermanfaat untuk identifikasi
polimer dan analisa struktur polimer. Dalam analisis unsur C, H, O dan zat organik,
pirolisis diharapkan mengubah zat organik berubah menjadi CO2 dan H2O. Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak mudah menguap dan stabil. Misalkan:
asam lemak, dapat diubah menjadi ester metilik melalui esterifikasi dengan BF3 dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa hidroksi dapat diasetilasi, misalkan
dengan asam asetat anhidrida dan piridin. (Khopkar, 2003 ).
2.8.3. Analisa kuantitatif
Kromatografi gas selain dapat mengidentifikasi jenis komponen ( analisis kualitatif)
dari suatu campuran, dapat memberikan informasi kuantitatif. Analisa kuantitatif
dengan kromatograafi gas dapat didasarkan pada salah satu pendekatan, tinggi peak
atau area peak analit dan stadar. Selanjutnya terdapat 3 jjenis metode analisa
kuantitatif kromatografi gas yaitu metode standar kalibrasi, metode standar intenal,
dan metode normalisasi area. Berikut akan dibahas keuntungan dan kelemahan
berbagai pendekatan dan metode analisis kuantitatif.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Tinggi peak kromatogram dapat diperoleh dengan membuat base lines pada suatu
peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan base line dengan
[image:32.595.230.402.165.333.2]peak, seperti diperlihatkan gambar 5.4.
Gambar 5.4 Menentukan tinggi Peak
Pendekatan ini berlaku kalau lebar peak standar dan analit tidak berbeda.
Dengan kata lain variasi kondisi kolom tidak boleh menyebapkan perubahan lebar
peak. Oleh karena itu, beberapa variabel harus dikontrol, seperti suhu kolom, laju
aliran eluen dan laju injeksi cuplikan. Selain itu volume injeksi yang berlebih (
overloading ) harus dicegah. Kesalahan dengan pendekatan ini antara 5 sampai 10%.
B.Pendekatan Area Peak
Area peak dapat diperhitungkan lebar peak sehingga lebar peak yang berbeda antara
standar dan analit tidak masalah. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini lebih
memuaskan daripada tinggi peak, dari sudut parameter analisis karena
memperhitungkan aspek lebar peak. Akan tetapi, tinggi peak lebih mudah diukur dan
lebih teliti ditentukan untuk peak yang runcing. Biasanya, instrumen kromatografi gas
mutakhir dilengkapi dengan komputer yang dapat menghitung area peak secara tepat.
Selain manual, area peak dihitung dengan memperkalikan tinggi peak dengan lebar
peak pada setengah tinggi peak. Standar deviasi relatif dengan cara komputerisasi dan
cara menual masing-masing adalah 0,44% dan 2,6%.
Beberapa alternatif untuk mengukur luas peak, adalah sebagai berikut:
1) Kromatografi biasanya dilengkapi dengan komputer dengan programnya untuk
untuk menghitung luas peak secara otomatis. Bila base line miring maka
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
2) Luas peak dapat diperhitungkan dengan mempergunakan alat mekanik yang
disebut planimeter.
3) Untuk peak berbentuk Gaussian, luas peak dapat dihitung sebagai hasil kali
tinggi dengan lebar peak pada setengah tinggi. Cara ini mempunyai ketelitian
84%.
4) Luas peak dapat diukur dengan menggambarkan segitiga pada peak tersebut
kemudian luas segitiga tersebut dihitung ½ (alas x tinggi ). Cara ini
mempunyai ketelitian 96%.
5) Bila peak sangat runcing maka tinggi peak dapat menggantikan luas peak
Gambar 5.5. Menentukan area peak area peak = X(tinggi peak) x Y(lebar peak pada
setengah tinggi peak).
C.Metode kalibrasi
Analisa kuantitatif dengan metode ini kita harus mempersiapkan sederet
larutan standar yang komposisinya sama dengan analit. Kemudian tiap larutan standar
diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram untuk tiap larutan
standar selanjutnya diplot area peak atau tinggi peak sebagai fungsi konsentasi larutan
standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol ( gambar 5.6 ).
Restandarisasi diperlukan untuk mendapatkan ketelitian tinggi. Sumber kesalahan
dengan metode ini biasanya variasi volume cuplikan dan kadang-kadang laju injeksi
menjadi suatu faktor kesalahan. Kesalahan dapat terjadi pada kromatografi gas-cair
karena cuplikan harus disuntikkan kedalam tempat cuplikan yang dipanaskan, disini
penguapan dari jarum suntik menyebabkan perubahan volume cuplikan yang
berararti. Kesalahan yang disebabkan perubahan volume cuplikan dapat dikurangi
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 5.6. Kurva kalibrasi untuk menentukan konsentrasi Yodium dalam air
D. Metode Normalisasi Area
Metode analisis kuantitatif ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan yang
berhubungan dengan injeksi cuplikan. Dengan metode ini dapat diperlukan elusi yang
sempurna, semua komponen campuran harus keluar dari kolom, area setiap peak yang
muncul dihitung. Kemudian area-area peak tersebut dikoreksi terhadap respon
detektor untuk jenis senyawa yang berbeda. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan
dengan membandingakan area suatu peak terhadap total area semua komponen.
( Sumar Hendayana,2006)
2.8.4. Pemisahan komponen
Derazat pemisahan dua komponen adalah fungsi: (1) Perbandingan waktu retensi dari
kedua komponen dan (2) Ketajaman puncak (n). Perbandingan waktu retensi dua
komponen
= t’ R(2 / t’R(1)
dari persamaan sebelumnya dapat dinyatakan bahwa nisbi retensi dapat juga dituliskan
sebagai:
= k(2) / k(1) = K D(2) /KD(1)
Pada perjanjian, tidak pernah lebih kecil dari 1,0, sehingga fungsi larutan
kedua( atau yang lebih tertahan) selalu digunakan sebagai pembilang. Larutan dengan
nilai yang besar dapat dipisahkan dengan mudah, bahkan dengan kolom beresolusi
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
meningkat diperlukan untuk pemisahan sempurna. Kemungkinan lain, tentu saja
pemilihan fase stasioner lain yang mana nisbi retensi dari komponen itu terlalu besar.
Derazat pemisahan dua komoponen (1 dan 2 ) disebut dengan resolusi RS : RS = 2(tR(2) - t R(1) )/( W b(1) + W b(2) )
Gambar 1.5. Resolusi dan Pemisahan komponen. A Resolusi 1.5 biasanya sesuai
untuk puncak simetris. ( Walter J, 1987 )
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat-alat
- Alat-alat gelas Pyrex
- Botol akuades -
- Pignometer Duran
- Pipet Volumetrik Pirex
[image:35.595.161.435.188.389.2]Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
- Termometer Fisher
- Seperangkat alat kromatografi gas -
- Neraca analitik Chyo
- Labu alas bulat Pyrex
- Pemanas mantel Fibroman-N
- Labu takar Pyrex
- Map pipet Fisher
- Pipet Volumetri Griffin
- Oven Fisher Scientific
3.2. Bahan-bahan
- Anggur Merah Collombus
- Etanol p.a. E.Merck
- Aseton p.a. E.Merck
- Akuades -
3.3. Prosedur Percobaan 3.3.1. Preparasi sampel
Sebanyak 5 botol minuman Anggur merah dengan volume 620 ml, dicampur
dalam suatu wadah kemudian dihomogenkan. Diambil sebanyak 250 ml sampel
dengan menggunakan labu takar 250 mL dan dimasukkan kedalam labu alas
bulat 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml akuades. Dilakukan destilasi pada
temperatur 80oC- 85oC dengan menggunakan pemanas mantel. Hasil destilasi ditampung pada Erlenmeyer berisi 50 mL akuades yang diletakkan pada wadah
berisi es batu hingga volume ±150 mL, kemudan ditepatkan volume menjadi
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3.3.2. Pembuatan Standar Reverensi Etanol 12%
Etanol p.a diambil sebanyak 30 mL dengan menggunakan pipet volumetri dan
dimasukkan kedalam labu takar 250 mL,ditambahkan akuades hingga garis
tanda kemudian dihomogenkan.
Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.
3.3.3. Pembuatan seri larutan baku etanol.
Disiapkan seri baku dengan konsentrasi sebagai berikut:
Etanol p.a. (ml) Konsentrasi akhir etanol % (v/v)
5 5
10 10
5 15
20 20
25 25
Etanol p.a dengan jumlah seperti tertulis diatas dimasukkan kedalam labu ukur
100 ml kemudian ditepatkan volume dengan menggunakan akuades hingga garis
tanda lalu dihomogenkan.
3.3.4. Validasi Metode kromatografi gas. 3.3.4.1.Pembuatan Kurva Baku Etanol
Satu mikroliter larutan baku dari masing-masing konsentrasi disuntikkan
kedalam kolom. Luas area rata-rata dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar
etanol dan diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Dilakukan repliksi sebanyak
2 kali.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Diambil 1 l larutan Standar reverensi dengan kadar etanol 12% dan disuntikkan ke
dalam kolom.dilakuakan perulangan sebanyak 2 kali. Luas puncak etanol dari
kromatogram dialurkan pada persamaan regresi linier untuk memperoleh kadar etanol.
Recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak dihitung dengan rumus sebagai
berikut: % 100 ) ( tan cov % 100 % 100 cov x terukur kadar rata rata SD deviasi dar s cak kesalahana ery re istematik kesalahans x sebenarnya kadar terukur kadar ery re − = − = =
3.3.4.3. Pengukuran Kadar Etanol Pada Sampel
Cara kerjanya sama dengan pada pengukuran larutan baku etanol dengan metode
kromatografi gas dan yang digunakan adalah larutan sampel
3.3.5. Validasi Metode Berat Jenis
3.3.5.1. Pengukuran larutan baku etanol
piknometer didalam akuades berat piknometer didalam ol e baku laru berat relatif jenis
Berat = tan tan
.
Piknometer dibersihkan secara hati-hati dengan menggunakan aseton, kemudian dikeringkan dan ditimbang. Akuades didinginkan sampai di bawah suhu percobaan (± 15°C). Piknometer diisi dengan akuades secara hati-hati hingga penuh dibiarkan hingga mencapai suhu suhu percobaan (20oC) kelebihan akuades pada puncak pipa kapiler dibersihkan. Pignometer yang berisi akuades segera ditimbang dan dicatat beratnya.
Cara yang sama dilakukan untuk larutan baku etanol. Berat jenis dihitung dengan rumus berikut:
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Cara kerjanya sama dengan pada pengukuran larutan baku etanol dengan pignometer
dan yang digunakan adalah larutan standar reverensi etanol 12%. Berat jenis sampel
dialurkan ke persamaan garis regresi untuk memperoleh kadar etanol.
Recovery, kesalahan sistemik dan kesalahan acak dihitung dengan rumus sebagai
berikut: % 100 ) ( tan cov % 100 % 100 cov x terukur kadar rata rata SD deviasi dar s cak kesalahana ery re istematik kesalahans x sebenarnya kadar terukur kadar ery re − = − = =
3.3.5. Pengukuran Kadar Etanol Dalam Sampel
Cara kerjanya sama dengan pada pengukuran larutan baku etanol dengan pignometer
dan yang digunakan adalah larutan standar reverensi dan larutan sampel.
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Dimasukkan kedalam suatu wadah, dihomogenkan
Diambil 250 ml dengan menggunakan Labu takar 250 ml
5 Botol minuman Anggur merah
Destilat etanol
Ditepatkan volumenya didalam labu takar 250 ml Ditampung hasil destilasi (pada labu erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 50 mL akuades dan didinginkan dengan menggunakan es batu) hingga volume 150 ml
Didestilasi pada suhu 80º-85oC dengan menggunakan pemanas matel
Dibilas labu takar dengan 50 mL akuades, lalu air bilasan disatukan kedalam labu alas 500 mL Dimasukkan kedalam labu alas bulat 500 mL yang telah berisi 50 mL akuades
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
3.4.2. Pembuatan Larutan Standar Reverensi (Etanol 12%)
Diambil 30 ml dengan menggunakan pipet volume 30mL
Etanol p.a
Destilat etanol
dihomogenkan
Ditepatkan volume dengan menggunakan akuades hingga garis tanda
Dimasukkan kedalam labu alas bulat 250 mL yang telah berisi 50 mL akuades
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Dipipet masing-masing; 5 ,10 ,15, 20, 25 ml etanol (pa)
Dimasukkan masing-masing kedalam labu takar yang berbeda
Etanol p.a
Laruran seri standar
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali Dihomogenkan
Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda
3.4.4. Validasi Metode Kromatografi Gas. 3.4.4.1. Pembuatan kurva baku etanol.
Disuntikkan 1 l larutan baku dari masing-masing konsentrasi kedalam kolom kromatografi
Dihitung luas puncak kromatogram Larutan baku etanol
Hasil
Dihitung persamaan kurva baku dari persamaan garis regresi liner dari larutan seri standar Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Disuntikkan 1 l larutan baku dari masing-masing konsentrasi kedalam kolom kromatografi
Dihitung luas puncak kromatogram Larutan standar reverensi
Hasil
Dihitung recovery,kesalahan sistematik,kesalahan acak.
Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
3.4.4.3. Pengukuran Kadar Etanol Dalam Sampel
Disuntikkan 1 l larutan baku dari masing-masing konsentrasi kedalam kolom kromatografi
Dihitung luas puncak kromatogram Larutan sampel
Hasil
Ditentukan kadarnya
Dilakukan replikasi sebanyak 2 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3.4.5.1. Pembuatan Kurva baku standar etanol . Penentuan massa piknometer
Dibersihkan pignometer dengan menggunakan aseton
dikeringkan pignometer
Ditimbang massa pignometer kosong dan dicatat massanya
Massa piknometer kosong
Penentuan Berat Jenis Akuades
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan akuades hinga penuh Akuades
Hasil
Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan( 20ºC )
Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya
Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan larutan standar hinga penuh
Larutan seri standar
Hasil
Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan( 20ºC ) Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya
Ditentukan berat jenis relatif etanol pada larutan standar dengan membandingkan beratnya terhadap berat akuades
3.4.5.2. Penentuan recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan standar reverensi hinga penuh
Larutan standar reverensi
Hasil
Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan( 20ºC ) Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya
Ditentukan berat jenis relatif etanol kemudian ditentukan recovery,kesalahan sistematik dan kesalahan acak
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3.4.5.3. Penetapan Kadar Etanol Sampel
Didinginkan hingga mencapai suhu ±15ºC Diisi pignometer dengan larutan sampel hinga penuh
Larutan sampel
Hasil
Dibiarkan hingga mencapai suhu percobaan( 20ºC ) Dibersihkan dengan menggunakan tissue lalu ditimbang
Dicatat massanya
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian Dan Pengolahan Data 4.1.1. Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dari penelitian diolah dan di uji secara statistik untuk
membandingkan validitas metode kromatografi gas dengan metode berat jenis dengan
parameter % recovery, kesalahan sistematik dan kesalahan acak. Data hasil
pengukuran luas area dari larutan standar etanol dengan metode kromatografi gas
dapat dilihat pada tabel 4.9 pada lampiran dan hasil pengukuran luas puncak etanol
[image:46.595.114.513.389.552.2]untuk standar reverensi dan sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 dan tabel 4.2.
Tabel 4.1: Data hasil pengukuran luas puncak etanol standar reverensi (etanol 12%)
No Standar reverensi EtOH Area-I Area-II Area rata-rata
1 E-1 658865 615936 637400,5
2 E-2 677807 624722 651264,5
3 E-3 607669 639912 623790,5
Keterangan:
E-1 : larutan standar reverensi etanol perulangan 1
E-2 : larutan standar reverensi etanol perulangan 2
E-3 : larutan standar reverensi etanol perulangan 3
Tabel 4.2 Data hasil pengukuran luas puncak etanol Sampel
No Sampel Area-I Area-II Area rata-rata
1 Destilat -1 671236 695869 683552,5
[image:46.595.125.508.685.754.2]Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
3 Destilat -3 637449 685597 661523
Keterangan: Destilat-1 : destilat sampel perulangan 1
Destilat-2 : destilat sampel perulangan 2
Destilat-3 : destilat sampel perulangan 3
Data hasil pengukuran dengan metode berat jenis dinyatakan dalam berat jenis relatif
dengan membandingan dengan berat jenis akuades dengan ketentuan seluruh
pengukuran dilakukan pada suhu 20oC, dimana Volume piknometer / V= 49,318 pada 20oC dapat dilihat pada tabel 4.10.
Hasil pengukuran massa larutan standar etanol dapat dilihat pada tabel 4.11 pada
lampiran dan data pengukuran massa larutan standar reverensi etanol 12% dan sampel
[image:47.595.105.518.83.166.2]dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 dibawah ini.
Tabel 4.3. Massa larutan standar reverensi (etanol 12%) + massa piknometer
Massa (g) Standar reverensi I Standar reverensi II Standar reverensi III
Perulangan I
1 92,8791 92,8814 92,8970
2 92,8780 92,8828 92,8956
3 92,8790 92,8818 92,8963
X1- 92,8787 92,8820 92,8963
Perulangan II
1 92,8803 92,8819 92,8961
2 92,8794 92,8832 92,8901
3 92,8791 92,8827 92,9009
X2- 92,8796 92,8826 92,8957
Perulangan III 1 92,8829 92,8786 92,8945
2 92,8817 92,8795 92,8951
3 92,8832 92,8790 92,8943
X3- 92,8826 92,8790 92,8945
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
Tabel 4.4. Massa larutan sampel + massa piknometer
Massa (g) Destilat I Destilat II Destilat III
Perulangan I
1 92,8348 92,8331 92,8721
2 92,8370 92,8294 92,8718
3 92,8362 92,8299 92,8709
X1- 92,8360 92,8308 92,8716
PerulanganII
1 92,8361 92,8414 92,8725
2 92,8347 92,8208 92,8738
3 92,8351 92,8317 92,8730
X2- 92,8353 92,8313 92,8731
Perulangan III
1 92,8338 92,8303 92,8726
2 92,8343 92,8322 92,8721
3 92,8348 92,8329 92,8710
X3- 92,8343 92,8318 92,8719
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Kadar Etanol, 2009. USU Repository © 2009
4.1.2. Pengolahan data kadar etanol 4.1.2.1. Metode Kromatografi gas.
4.1.2.1.1. Penentuan persamaan garis regresi dengan metode kurva kalibrasi
Hasil pengukuran luas puncak larutan standar etanol dari suatu larutan seri standar
etanol diplotkan terhadap konsentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva
kalibrasi berupa garis linear seperti pada gambar 1 pada lampiran. Persamaan garis
[image:49.595.103.532.330.600.2]regresi untuk kurva dapat diturunkan dengan Metode Least Square dapat dilihat pada
tabel berikut
NO XI YI
XI –
X YI – Y
(XI –
X)2 (YI – Y)
2 (XI – X)(YI –
Y)
1 5 312030,5 -10 -488319 100 238455445761,00 4883190 2 10 543829 -5
-256520,5 25 65802766920,25 1282602,5 3 15 841967 0 41617,5 0 1732016306,25 0 4 20 1074864 5 274514,5 25 75358210710,25 1372572,5 5 25 1229057 10 428707,5 100 183790120556,25 4287075
∑ 75 4001747,5 0,0 0,000 250 565138560254,00 11825440
Dimana X rata – rata : 15
5 75
= = Χ ∑ = Χ
n
Harga Y rata – rata : Y = 800349,5
5 5 , 4001747
= =
Υ ∑
n
Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis:
Y = aX + b
Dimana : a= slope
Jasmer L. Pardosi : Perbandingan Metode Kromatografi Gas Dan Berat Jenis Pada Penetapan Ka