TUGAS AKHIR
ANALISIS KINERJA DISCRETE MULTITONE (DMT) PADA TEKNOLOGI ASYMMETRIC SUSCRIBER DIGITAL LINE (ADSL)
O L E H
020402014 ADHI PRADANA
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Perkembangan teknologi komunikasi tumbuh dengan pesat yang ditandai dengan semakin beragamnya jasa/layanan komunikasi yang ditawarkan kepada masyarakat. Salah satunya adalah layanan multimedia. Teknologi modem Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) merupakan bentuk nyata penyebaran
dan penggunaan internet yang memiliki akses data yang tinggi dalam melayani kebutuhan multimedia pada pelanggan. Sistem transmisi ADSL menggunakan modulasi discrete multitone (DMT).
Modulasi DMT adalah teknik multicarrier dimana penggunaan kanal secara efisien dan memaksimalkan pengiriman jumlah bit pada subkanal yang berbeda beda. Dengan performansinya yang membagi band frekuensi hingga 256 sub -frekuensi, menunjukkan keunggulan dari modulasi lain dalam mentransmisikan data dengan cepat. Analisis kinerja DMT meliputi proses pada tiap tahapan dalam sistem DMT.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan
karunia yang dilimpahkan sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir dengan judul “Analisis Kinerja Discrete Multitone (DMT)
Pada Teknologi Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL)” dibuat untuk
memenuhi syarat kesarjanaan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Kedua orang tua Saswandi dan Hizrawati serta saudara-saudara dan
keluarga penulis atas kasih sayang dan do’a hingga penulis dapat
meraih keberhasilan.
2. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Elektro,
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan selaku
pembimbing. Atas segala pengorbanan waktu dan pikiran Beliau
dalam memberikan bimbingan, pengarahan dan saran pada penulisan
Tugas Akhir ini.
4. Rekan-rekan Mahasiswa khususnya stambuk 2002 : Abu, Iqbal,
Ketua, Roni, Hasyim, Beri, Novri, Deddy Farid, Daniel dan lainnya
yang belum disebutkan. Dan rekan-rekan Mahasiswa Teknik Elektro
dan rekan-rekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih mengandung banyak
kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca dengan tujuan untuk menyempurnakan
dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini dapat
berguna memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi kita.
Medan, Februari 2008
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...iii
DAFTAR GAMBAR ...vii
DAFTAR TABEL ...ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan Penulisan ...3
1.4 Batasan Masalah ...3
1.5 Metodologi Penulisan...3
1.6 Sistematika Penulisan...4
BAB II ASYMMETRIC DIGITAL SUBSCRIBER LINE (ADSL) 2.1 Umum ...6
2.2 Digital Subscriber Line (DSL)...6
2.2.1 Kapasitas...7
2.2.1.1 Modulasi dan Demodulasi ...7
2.2.1.3 Batas ...9
2.2.2 Metode Duplexing ...9
2.3 Teknologi Akses Data Berkecepatan Tinggi ...10
2.3.1 Jalur Telepon (Loop telephone) ...10
2.3.2 Kabel Koaksial ...11
2.3.3 Serat Optik ...11
2.3.4 Wireless ...11
2.4 Jenis-jenis DSL ...12
2.4.1 ADSL ...13
2.4.2 HDSL ...14
2.4.3 SDSL ...14
2.4.4 VDSL ...14
2.5 ADSL ...15
2.6 Struktur Modem ADSL ...18
2.7 Keunggulan dan Kekurangan ADSL ...18
BAB III MODULASI DISCRETE MULTITONE (DMT) 3.1 Umum ...20
3.2 Discrete Multitone (DMT) ...20
3.3 Quadrature Amplitude Modulation (QAM) ...21
3.3.1 Pemancar Sistem 16 QAM dengan Konstelasi Rectangular ...24
3.3.1.1 16 QAM Natural Binary Code ...25
3.3.2 Penerima 16 QAM dengan Konstelasi Rectangular ...27
3.3.3 Sistem 16 QAM Circular ...28
3.4 Transformasi Fourier Diskrit ...31
3.4.1 Formula DFT ...33
3.4.2 Formula IDFT ...34
3.4.3 Fast Fourier Transform (FFT) dan Inverse FFT ...35
3.5 Frequency Division Multiplex (FDM) ...36
3.6 Struktur Model DMT ...38
3.6.1 Transmitter...39
3.6.1.1 A/D Converter ...39
3.6.1.2 S/P Converter ...40
3.6.1.3 Konstelasi Encoder ...41
3.6.1.4 IDFT ...42
3.6.1.5 Cyclic Prefix ...42
3.6.2 Receiver ...43
3.7 Diagram Alir DMT ...44
BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA DMT 4.1 Umum ...46
4.2 Data Masukan ...46
4.3 Analisis Transmitter ...48
4.3.1 A/D Converter...48
4.3.2 Pemetaan Konstelasi ...50
4.4 Proses Transmisi di Kanal ...56
4.5 Analisis Receiver ...57
4.6 Hasil Analisa ...59
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...62
5.2 Saran ...62
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Evolusi Teknologi DSL ...12
Gambar 2.2 Bandwidth ADSL ...16
Gambar 2.3 Konfigurasi ADSL ...17
Gambar 2.4 Struktur Model ADSL...18
Gambar 3.1 Modulasi DMT ...21
Gambar 3.2 Konstelasi Sinyal QAM Rectangular ...23
Gambar 3.3 Konstelasi Sinyal Rectangular dan Sinyal Output (a) 16 QAM Rectangular (b) Sinyal Output ...23
Gambar 3.4 Blok Pemancar 16 QAM Rectangular ...24
Gambar 3.5 16 QAM Natural Binary Code ...25
Gambar 3.6 16 QAM 2D Gray Code ...26
Gambar 3.7 Penerima 16 QAM ...27
Gambar 3.8 Modulator 16 QAM Circular ...28
Gambar 3.9 Diagram Konstelasi Sinyal Circular 16 QAM ...30
Gambar 3.10 Penerima 16 QAM Circular ...31
Gambar 3.11 Mekanisme FDM (a) Mekanisme FDM pada Pengirim (b) Mekanisme FDM pada Penerima ...37
Gambar 3.13 Proses Sampling ...39
Gambar 3.14 Proses S/P Converter...41
Gambar 3.15 Diagram Alir DMT ...44
Gambar 4.1 Sampling Sinyal Chirp ...46
Gambar 4.2 Sinyal Hasil Kuantisasi ...49
Gambar 4.4 Bit – bit Hasil Coding ...50
Gambar 4.5 Sinyal Hasil IFFT ...54
Gambar 4.6 Sinyal yang Terjadi di Cyclic Prefix ...55
Gambar 4.7 Sinyal Konstelasi pada Receiver ...58
Gambar 4.8 Sampel Sinyal Chirp di Receiver ...59
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Perbandingan Output pada Natural Code dan Gray Code ...25
Tabel 3.2 Tabel Kebenaran Sinyal 8 PAM ...29
Tabel 3.3 Perbandingan Jumlah Komputasi antara DFT dan Algoritma FFT ...33
Tabel 3.4 Pemetaan Konstelasi 4 Bit ...42
Tabel 4.1 Nilai SNR pada masing-masing Subcarrier ...56
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di abad dua puluh satu ini, perkembangan teknologi wireless tumbuh
dengan pesat. Ini ditandai dengan semakin beragamnya jasa atau layanan
komunikasi yang ditawarkan kepada masyarakat. Jasa atau layanan komunikasi
kabel tembaga yang ditawarkan kepada masyarakat berupa suara dan data. Jasa
atau layanan yang ditawarkan tidak hanya suara dan data saja tetapi integrasi
antara layanan suara, data, dan grafik/gambar atau yang lebih dikenal sebagai
layanan multimedia. Hal ini tidak terlepas dari pertumbuhan dan perkembangan
aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang semakin modern yang
membutuhkan fleksibelitas yang tinggi didalam berkomunikasi tanpa harus
dibatasi ruang dan waktu.
Kebutuhan akan jasa/layanan multimedia ini berdampak pada penggunaan
bandwidth yang sangat besar dan kecepatan data yang semakin tinggi sehingga
harus didukung oleh sistem yang andal agar dapat memberikan kualitas layanan
dengan baik. Pengaplikasian layanan multimedia pada teknologi yang sudah ada
sebelumnya (seperti pada FDMA dan TDMA) menyebabkan menurunnya
kapasitas dan kualitas yang berdampak pada menurunnya kinerja sistem. Untuk
mengatasi hal ini dilakukan dengan memperbesar bandwidth yang digunakan.
dan pentransmisian data kecepatan tinggi sangat rentan terhadap lingkungan
multipath yang dapat menyebabkan terjadinya interferensi antar simbol (ISI).
Ketika permintaan lebar pita yang besar mulai meningkat, beberapa layanan
telekomunikasi bereksperimen untuk mengurangi jumlah repeater dan
menyederhanakan keseluruhan penyebaran jaringan, sehingga menghasilkan
teknologi Digital Subsriber Line (DSL), dengan metode pengkodean
menggunakan Carrieless Amplitude/ Phase Modulation (CAP) atau Discrete
Multitone (DMT). Tetapi yang mendapat standardisasi oleh American National
Standards Institute (ANSI) adalah DMT.
Dasar pemikiran untuk transformasi kanal pita lebar (wideband channel)
adalah Discrete Multi Tone (DMT). DMT berfungsi sebagai modulasi untuk
Asymmetric Digital Subscriber Lines (ADSL). Yang membuat DMT berbeda
dengan modulasi lainnya adalah ketika transformasi waktu diskrit yang sama
baiknya dengan frekuensi diskrit. Pada Tugas Akhir ini, penulis menganalisis
bagaimana tentang transmisi Discrete Multitone (DMT), pembahasan prinsip
kerja DMT dan analisis kinerjanya pada teknologi ADSL.
1.2 Rumusan masalah
Yang menjadi rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah :
1. Menguraikan prinsip kerja dari DMT.
2. Membahas pemilihan DMT sebagai modulasi dari ADSL sebagai
bentuk khusus dari modulasi multicarrier.
3. Membahas mengenai parameter-parameter apa saja yang
1.3 Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan tugas akhir ini adalah menguraikan
dan menganalisis kinerja dari DMT pada teknologi ADSL.
1.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas maka penulis akan
membatasi pembahasan tugas akhir ini dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Hanya membahas teknik modulasi multicarrier DMT.
2. Sinkronisasi diantara transmitter dan receiver diasumsikan
sempurna (perfect)
3. Modulasi yang dipakai didalam penganalisisan kenerja DMT adalah
QAM
4. Penganalisisan kinerja DMT dilakukan untuk mengetahui
probabilitas error (BER) dan besarnya nilai SNR, jumlah sampel
yang digunakan, jumlah bit yang ditransmisikan, serta besar ukuran
kanal yang digunakan berupa bilangan acak.
5. Analisis kinerja DMT dilakukan dengan bantuan tools aplikasi
1.5 Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan pada penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Studi literatur
Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan
tulisan-tulisan lain yang terkait serta dari layanan internet berupa
jurnal-jurnal penelitian
2. Diskusi
Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing dan teman-teman
mahasiswa mengenai masalah-masalah yang timbul pada tugas akhir
ini.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran mengenai tulisan ini, secara singkat dapat
diuraikan sistimatika penulisan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan
penulisan, batasan masalah, metodologi penulisan, serta
sistematika penulisan.
BAB II : Assymetric Digital Subscriber Line (ADSL)
Bab ini menjelaskan sejarah perkembangan DSL dan juga jenis –
jenis DSL, struktur ADSL dan keunggulan serta kekurangan
BAB III : Modulasi Discrete Multitone (DMT)
Bab ini berisi tentang DMT, penjelasan DMT dan penjelasan
modulasi QAM, DFT dan FDM. Dan juga peranan masing –
masing sistem pendukungnya, yaitu A/D converter, S/P
converter, pemetaan konstelasi QAM, DFT dan cyclic prefix.
BAB IV : Simulasi dan Kinerja DMT
Bab ini menampilkan bentuk – bentuk sinyal setiap tahapan
proses simulasi, pembangkitan data acak pada kanal dan analisis
SNR dan BER.
BAB V : Penutup
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil
BAB II
ASSYMETRIC DIGITAL SUBSCRIBER LINE (ADSL)
2.1 Umum
Jaringan telepon dari sentral lokal ke pelanggan secara umum dapat
dikatakan semuanya masih menggunakan pesawat kawat tembaga berpilin
(twisted pair copper), sementara itu layanan jasa telekomunikasi saat ini tidak
hanya terbatas pada suara (telepon) saja. Penggantian saluran kawat tembaga dari
sentral ke pelanggan dengan saluran serat optik untuk transmisi multimedia dirasa
masih sangat mahal. Oleh sebab itu, peningkatan layanan ke pelanggan masih
tetap diusahakan dengan mengoptimalkan saluran kawat tembaga, yakni dengan
teknologi DSL (Digital Subscriber Line). DSL merupakan cara pemecahan
masalah secara teknis bagi perusahaan penyedia layanan telekomunikasi untuk
menawarkan biaya lebih murah kepada pelanggannya, walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa serat optik merupakan jawaban yang paling tepat dalam jangka
panjang untuk mengintegrasikan distribusi jalur pita lebar.
2.2 Digital Suscriber Line (DSL)
DSL adalah teknologi akses dengan perangkat khusus pada sentral dan
pelanggan yang memungkinkan transmisi broadband melalui kabel tembaga. DSL
bekerja menggunakan kabel telepon standard. Teknologi DSL ini membawa
data sementara sinyal analog untuk suara seperti halnya yang digunakan telepon
sekarang yang disebut sebagai POTS (Plain Old Telephone System). Kemampuan
untuk memisahkan sinyal suara dan data ini adalah merupakan suatu keuntungan.
Teknologi ini sering disebut dengan istilah teknologi suntikan atau injection
technology.
Kabel telepon biasa dapat digunakan untuk menghantarkan data dalam
jumlah yang besar dan dengan kecepatan yang tinggi. Telepon hanya
menggunakan sebagian frekuensi yang mampu dihantarkan oleh tembaga.
Sedangkan DSL memanfaatkan lebih banyak frekuensi dengan membaginya
(splitting), frekuensi yang lebih tinggi untuk data dan frekuensi yang lebih rendah
untuk suara dan faks. Teknologi DSL mempunyai sistem – sistem pendukung
yang berpengaruh dalam kinerjanya, yaitu kapasitas (capacity) dan metode
duplexing(1).
2.2.1 Kapasitas
Kapasitas adalah ukuran atau besaran dari data yang dapat ditransmisikan
melalui kanal. Pada prakteknya tidak tergantung pada signal/ noise ratio (SNR),
tetapi juga metode modulasi dan demodulasi, pengkodean, batasnya dan error
yang diperbolehkan.
2.2.1.1 Modulasi dan Demodulasi
Pada awal perkembangan DSL, modulasi yang digunakan adalah 2B1Q (dua
biner satu kuartener). Namun, seiring perkembangannya ada dua bentuk modulasi
yang sering digunakan dalam teknologi DSL ini, yaitu :
CAP adalah teknik modulasi yang mirip dengan Quadrature Amplitude
Modulation (QAM), tetapi mempunyai perbedaan penting, yaitu sinyal
carrier dikurangi. CAP menggunakan data yang masuk untuk
memodulasikan sebuah carrier yang kemudian ditransmisikan melalui
kabel yang panjang. Karena carrier tidak mempunyai isi informasi
sehingga dapat dikompres sebelum ditransmisikan serta dikembangkan
kembali di bagian penerima. Hal ini disebut carrierless.
2. Modulasi Discrete Multitone (DMT)
DMT merupakan kombinasi dari QAM dan FDM (Frequency Division
Multiplex). Beberapa bandwidth yang tersedia dibagi ke dalam sub-kanal
4 KHZ. DMT bekerja dengan mendistribusikan data yang masuk melalui
sejumlah individu carrier – carrier kecil, menjadi 256 diskrit sub-kanal.
Karena kesuksesan beberapa perusahaan jasa telekomunikasi yang
menggunakan metode modulasi DMT ketimbang CAP, mendorong disepakatinya
standar penggunaan modulasi DSL oleh American National Standard Institute
(ANSI) pada tahun 1995.
2.2.1.2 Coding
Dua metode pengkodean yang sering digunakan untuk DSL adalah
Reed-Solomon Forward Error Correction (R-S FEC) dan Trellis Code Modulation
(TCM).
1. Reed-Solomon (R-S)
Kode R-S adalah blok kode dimana kemampuannya mengatur error
kode (n,k), dimana k adalah panjang yang bukan blok kode dan n adalah
panjang blok kode.
2. Trellis Code Modulation (TCM)
TCM bukan hanya mengembangkan bandwidth atau daya transmisi. Ide
dasarnya untuk mengkombinasikan coding dan modulasi. TCM terdiri
dari kode – kode konvolusi ditambah bit – bit ekstra yang dapat
meningkatkan bandwidth.
2.2.1.3 Batas
Pengembang layanan DSL mengakui kerusakan – kerusakan perangkat
berdasarkan banyaknya kasus yang terjadi. Untuk menjamin pelayanan, ada data
dan error yang diatur dalam mengantisipasi crosstalk dan tingkat noise yang
bertambah oleh batas. Untuk itu toleransi dari bit error rate (BER) mempunyai
batas 10-12 untuk video dengan kualitas tinggi dan 10-4 untuk transmisi data(1).
2.2.2 Metode Duplexing
Efisiensi dari duplexing adalah :
kapasitas up down total
data ( + )
=
ε (2.1)
Dari metode duplexing, ada beberapa metode yang biasa digunakan, yaitu :
1. Echo Cancelling (EC)
EC digunakan untuk menghilangkan pembiasan dari pengiriman sinyal
lokal dan mentransmisikan ke banyak tujuan secara simultan dengan
mennggunakan lebar pita pada DSL.
FDD sangat baik penggunaannya dan efisiensi data tergantung dari
variasi SNR pada bandwidth. Uplink dan downlink sub-band dipisahkan
oleh frekuensi, sehingga FDD lebih efisien dalam hal trafik simetris.
Keuntungan lain adalah membuat lebih mudah dan efisien dalam
pengalokasian radio karena base station dalam berkomunikasi tidak
mendengarkan yang lain (selama pengiriman dan penerimaannya berada
pada sub-band yang berbeda) dan oleh karena itu tidak akan menggangu
yang lainya.
3. Time Division Dulpexing (TDD)
TDD Merupakan aplikasi dari TDM (teknik sinkronisasi untuk mengatur
alur transmisi dimana terdapat dua atau lebih saluran yang sama yang
diperoleh dari spektrum frekuensi yang diberikan) untuk memisahkan
sinyal. TDD adalah cara lain dan bentuk ganda dari FDD, tetapi desain
dan sistemnya lebih mudah dan tidak tergantung oleh filter.
2.3 Teknologi Akses Data Berkecepatan Tinggi
Saluran telepon merupakan teknologi untuk transmisi data berkecepatan
tinggi yang diinginkan untuk konsumen. Medianya berua jalur telepon, kabel
koaksial, serat optik dan wireless(6). Tentunya tidak semua media transmisi
mampu melayani semua aplikasi pengiriman dan penerimaan secara sempurna.
Oleh karena itu dapat dilihat kelebihan dan kekurangan dari masing – masing
media transmisi itu.
Jalur telepon merupakan layanan tertinggi dikarenakan secara populasi,
pengguna terbanyak menggunakan media ini, oleh sebab itu DSL sangat potensial
digunakan pada media ini. Walau begitu, 5 – 10 % dari total jalur telepon tidak
mampu menyediakan layanan DSL dikarenakan panjang jarak, kemampuan beban
coil atau jumlah dari bridge tap pada media ini. DSL juga dapat terganggu akibat
noise dan interferensi pada jalur dan efisiensinya sangat buruk.
2.3.2 Kabel koaksial
Jaringan kabel koaksial dirancang untuk sistem pengiriman video broadcast.
Tetapi rancangannya juga ditingkatkan dan dapat digunakan untuk layanan
interaktif lainnya seperti suara dan data. Kekurangan dari jaringan kabel koaksial
adalah kebanyakan digunakan untuk pelanggan residensial tetapi sangat sedikit
untuk bisnis, sehingga penggunanya terbatas.
2.3.3 Serat optik
Serat optik sangat baik untuk jarak dan bandwidth sehingga dapat mengirim
laju bit yang besar dengan jarak yang jauh. Tetapi, nilai ekonomis dan instalasinya
yang harus dalam skala yang luas, sehingga kebanyakan digunakan untuk bisnis –
bisnis besar dan pada area residensial. Penggunaan jaringan optik masih jarang
jika penggunaannya radius ratusan meter, dan umumnya digunakan teknologi
tembaga untuk DSL seperti kabel koaksial atau ethernet.
Akses wireless memungkinkan fleksibilitas pengguna dalam hal lokasi.
Wireless juga lebih baik ketika digunakan pada area gedung. Walaupun begitu
akses wireless terbatas oleh spektrum bandwidth radio dan area penempatannya.
Hubungan wireless secara substansi dapat terganggu oleh noise.
2.4 Jenis – Jenis DSL
DSL umumnya menggunakan sambungan telepon biasa untuk mengirim
sinyal – sinyal digital berkecepatan tinggi selain media – media transmisi lainnya.
Awal perkembangan DSL, 144 kbps basic rate ISDN (Integrated Service Digital
Network) digunakan pada layanan ISDN tahun 1986 dan kemudian disetujui
menjadi mode paket ISDN DSL (IDSL)(7). Gambar 2.1 menjelaskan transmisi
DSL yang berkembang dari 144 kbps jalur suara pada tahun 1970 hingga 52 Mbps
Gambar 2.1 Evolusi Teknologi DSL
Pada DSL, terdapat berbagai jenis DSL, diantaranya Asymmetric DSL
(ADSL), High-Speed DSL (HDSL), Single-Line DSL (SDSL) dan Very-High
DSL (VDSL). Semua istilah – istilah ini dikenal juga dengan sebutan xDSL atau
juga keluarga DSL. Perkembangannya diawali pada tahun 1986 ketika ISDN
menjadi pilhan utama dalam mentransmisikan data – data untuk modem. Seiring
perkembangan pemrosesan sinyal yang begtu pesat, maka muncul HDSL di tahun
1992. bentuk pentransmisian HDSL kemudian terbagi atas yang simetris dan tidak
simetris. Untuk yang tidak simetris yaitu ADSL (tahun 1995) dan SDSL (tahun
1998). Perkembangan ADSL yang begitu pesat, ditambah persaingan oleh
1999. Pada awal tahun 2000, muncul VDSL, yang merupakan pengembangan
DSL yang memiliki laju bit yang besar.
2.4.1 ADSL
Teknologinya secara mendasar cocok untuk mengakses internet karena
dibuat untuk memberikan lebih banyak bandwidth untuk aliran ke bawah
(downstream), yakni dari sentral ke pelanggan daripada sebaliknya (upstream),
dari pelanggan ke sentral. Laju downstream berkisar dari 1.5 Mbps sampai 9
Mbps, sementara upstream dari 16 kbps sampai 640 kbps. Transmisi ADSL
bekerja sampai jarak 18000 kaki (5.48 km) pada sepasang kawat tembaga berpilin
(twisted pair).
2.4.2 HDSL
Tidak seperti ADSL, HDSL ini bersifat simetrik. Teknologi ini dapat
memberikan lebar pita 1.544 Mbps di setiap jalurnya pada dua pasang kawat
tembaga berpilin. Pada kenyataannya, karena kecepatan HDSL sesuai dengan
saluran T1 sehingga dapat dipakai untuk menyediakan layanan T1. rentang
operasi HDSL lebih terbatas daripada ADSL. Diatas 12000 kaki (3.65 km) harus
disediakan penguat sinyal (repeater) untuk memperpanjang jarak layanannya.
Karena HDSL membutuhkan dua pasang saluran, maka digunakan terutama untuk
– server internet dan jaringan data pribadi. Transmisi komunikasi melalui HDSL
dapat diterapkan pada akses primer ISDN.
2.4.3 SDSL
SDSL sama dengan HDSL dalam hal bandwidth yang diberikan, 1.544
Mbps baik untuk downstream maupun upstream, tetapi penggunannya pada
sepasang kawat tembaga berpilin. Penggunaan sepasang kawat saluran ini
membatasi rentang operasi SDSL. Dalam praktek, 10000 kaki (3 km) merupakan
batas aplikasi SDSL. Celah – celah aplikasinya adalah seperti pada residential
video converencing atau akses LAN (Local Area Network) jarak jauh.
2.4.4 VDSL
VDSL bersifat asimetrik. Rentang operasinya terbatas pada 1000 – 4500
kaki (304 m – 1.37 km), tetapi VDSL dapat menangani lebar pita rata – rata 13
Mbps sampai 52 Mbps untuk downstream dan 1.5 Mbps untuk upstream melalui
sepasang kawat tembaga berpilin. Lebar pita yang tersisa memungkinkan
perusahaan telekomunikasi memberikan program layanan HDTV
(High-Definition Television) dengan menggunakan teknologi VDSL.
2.5 ADSL
Teknologi ADSL adalah suatu teknologi modem. Penelitian tentang cara
pentransferan data berkecepatan tinggi dengan menggunakan saluran telepon
sudah lama dilakukan oleh para ahli, sedangkan penelitian teknologi ADSL
Bell Core. Kemudian diawal tahun 1990 berbagai uji coba dilakukan. Pada saat itu
aplikasi teknologi ADSL ini hanya sebatas pada vod (video on demand). Pada
tahun 1995, internet berkembang begitu pesatnya. Kebutuhan akan akses
berkecepatan tinggi dengan biaya murah merupakan salah satu syarat untuk
kemajuan internet itu sendiri di masa mendatang. Penelitian terhadap teknologi
ADSL kembali dilakukan oleh para ahli.
ADSL berarti asimetris, yang artinya menyediakan laju bit yang tinggi pada
arah downstream (dari sentral menuju pelanggan) daripada upstream (dari
pelanggan ke sentral). ADSL membagi lebar pita pada kabel tembaga berpilin
menjadi 3 band. Untuk jalur pertama berkisar antara 0 – 25 KHz, yang digunakan
untuk layanan telepon (POTS). Pada jalur kedua antara 25 – 200 KHz, yang
digunakan untuk arah upstream. Dan yang terakhir biasanya 250 KHz – 1 MHz
digunakan untuk laju downstream(3). Ini sesuai dengan Gambar 2.2
0 –
Gambar 2.2 Bandwidth ADSL
Perbedaan antara modem ADSL dengan modem konvensional yang paling
mudah ditemukan adalah dalm kecepatan pentransferan (upload/ download) data.
Walaupun sama – sama menggunakan saluran telepon umum sebagai jalur
transmisinya, kecepatan pada modem ADSL berkisar antara 1.5 – 9.6 Mbps.
penggunaan frekuensi untuk mengirim sinyal/ data. Pada modem konvensional
digunakan frekuensi di bawah 4 KHz, sedangkan modem ADSL digunakan di atas
4 KHz. Umumnya modem ADSL menggunakan frekuensi antara 25 – 1000 KHz
seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2.
Pengiriman data melalui ADSL dilakukan dengan beberapa tahap. Modem
memodulasi dan mengkodekan (encode) data digital dari PC (komputer) dan
kemudian digabungkan dengan sinyal telepon untuk dikirimkan ke sentral. Pada
sentral, sinyal telepon dipisahkan dari sinyal digital ADSL untuk kemudian
dimodulasikan dan dikodekan. Melalui jaringan komunikasi, data sinyal ini
dikirikan ke pihak yang dituju, seperti ISP (Internet Service Provider). Transmisi
data yang digunakan ini tergantung dari penyelenggara jasa ADSL, umumnya
ATM (Asynchronous Transfer Mode).
Sinyal digital dari ISP dikodekan menjadi sinyal ADSL di sentral.
Kemudian modem menggabungkannya dengan sinyal telepon di Main
Distribution Frame (MDF) sebelum dikirimkan ke pelanggan, perangkat pemisah
(splitter) memisahkan sinyal telepon dari sinyal digital. Sinyal digital dimodulasi
dan di-decode, kemudian dikirimkan ke PC. Konfigurasi ADSL dapat dilihat pada
Gambar 2.3 Konfigurasi ADSL
2.6 Struktur Modem ADSL
Prinsip kerja dari struktur modem ADSL yaitu data input diframekan,
kemudian dijadikan kode dengan menggunakan rangkaian pengkode yang
berfungsi untuk mencegah kesalahan – kesalahan pada kode – kode data. Setelah
(Inverse Discrete Fourier Transform). Setelah itu dikonverterkan dengan DAC
(Digital to Analog Converter) yang sebelum dilewatkan ke rangkaian P/S
(Parallel/Serial). Setelah itu melalui rangkaian hybrid, output dari rangkaian
driver dialirkan ke sambungan (line) telepon(2). Gambar 2.4 menunjukkan blok
struktur modem ADSL.
Gambar 2.4 Struktur modem ADSL
Prinsip kerja rangkaian penerima merupakan kebalikan dari rangkaian
pengirim. Sinyal input yang masuk dari saluran telepon diperkuat dengan
rangkaian penguat LNA (Low Noise Amplifier). Pada modem terdapat rangkaian
dan penerima yang satu sama lain terpisah. Baik sinyal dari pengirim maupun
penerima menggunakan sepasang saluran telepon yang sama. Rangkaian hybrid
bertugas memisahkan sinyal pengirim yang dilewatkan di atas saluran telepon dan
sinyal penerima dialirkan ke rangkaian penerima.
2.7 Keunggulan dan Kekurangan ADSL
Dengan bertambahnya jumlah pengguna internet, kebutuhan akses cepat
internet sudah menjadi keharusan. Dengan teknologi ADSL yang menggunakan
dapat tercapai. Dari segi biaya penggunaan ADSL sangatlah murah dibandingkan
dengan broadband lainnya yang memberikan kecepatan akses yang sama. Dalam
tukar – menukar informasi secara online, tidak perlu memikirkan biaya tambahan.
Dengan menggunakan ADSL, tidak perlu lagi menambahkan jalur (line)
telepon baru. Keunggulannya selain kecepatan akses adalah dapat menggunakan
telepon atau faks secara bersama tanpa ada efek gangguan pada salah satu
diantaranya. Pada dunia bisnis ataupun umum, ADSL banyak digunakan untuk
video on demand (vod), video conference dan juga voice over IP (voip).
Tetapi terdapat juga kekurangan penggunaan ADSL. Diantaranya adalah
akibat frekuensi tinggi dari ADSL ini menyebabkan interferensi terhadap saluran
tembaga. Selain itu keterbatasan jarak juga mempengaruhi kecepatan transmisi
yang diinginkan.
BAB III
MODULASI DISCRETE MULTITONE (DMT)
3.1 Umum
Teknologi modem ADSL mengandalkan modulasi discrete multitone
(DMT). DMT mengatur kanal broadband menuju banyak sub – kanal dari
terdekat dengan menggunakan Fast Fourier Transform (FFT). Pada ADSL
standar, sub – kanal terendah tidak digunakan untuk transmisi data, artinya tidak
dapat mengatur sinyal suara dan ISDN, artinya satu sub – kanal awal ini sering
digunakan sebagai pola perintis. Sub – sub kanal tersebut menggunakan sinyal
QAM, berdasarkan dari alokasi bit pada penerima dan mengirimkan kembali
pada transmitter.
3.2 Discrete Multitone (DMT)
DMT adalah teknik modulasi yang membagi – bagi lebar pita yang ada
menjadi beberapa sub – band yang sempit untuk menjamin reliabilitas transmisi
data, bahkan ketika noise mempengaruhi area tertentu dalam spektrum yang ada.
DMT merupakan kombinasi dari QAM dan FDM. Beberapa bandwidth yang
tersedia dibagi ke dalam sub – kanal 4 KHz, dimana masing – masing sub kanal
memiliki frekuensi carrier sendiri.
Pada Gambar 3.1 menunjukkan konsep DMT dengan N kanal. Bit – bit yang
dibentuk berdasarkan sumber yang dilewatkan melalui serial-to-parallel
converter (S/P), dimana bit – bit N dibagi atas jalur paralel yang masing – masing
hanya terdiri dari 1 kode bit. Sinyal-sinyal QAM yang terdiri dari beberapa jalur
Gambar 3.1 Modulasi DMT
American National Standard Institute (ANSI) telah memilih DMT sebagai
standar modulasi untuk ADSL. DMT merupakan bentuk spesial dari implementasi
modulasi multicarrier (MCM), yang berdasarkan transformasi Fourier – diskrit
(DFT) yang dapat disesuaikan ke bentuk digital. Keuntungan utama dari DMT
dibandingkan modulasi lainnya pada MCM adalah implementasi bentuk digital
dan juga rendahnya tingkat kesulitannya. DMT sebagai metode modulasi yang
banyak digunakan dari MCM lainnya, membagi sinyal-sinyal ADSL menjadi 256
(kanal 0 – 255) kanal carrier dengan pembagian 4.3125 KHz. DMT menyediakan
frekuensi downstream sebanyak 224 kanal dan 31 kanal frekuensi upstream.
3.3 Quadrature Amplitude Modulation (QAM)
QAM merupakan kombinasi dari Amplitude Shift Keying (ASK) dengan
Phase Shift Keying (PSK) yang disebut juga Amplitude – Phase Shift Keying
(APSK). ASK merupakan bentuk dari Amplitude Modulation (AM) dimana
frekuensi yang digunakan berdasarkan data digital. Sedangkan PSK adalah teknik
modulasi dimana frekuensi carrier
[cos(2 ) sin(2 )]
juga berdasarkan data digital. QAM biasanya
merupakan tingkat lanjut dari PSK dan PAM. Fungsi dasar sinyal QAM memiliki
kemiripan dengan sinyal PSK seperti berikut:
(3.1)
Dimana Am = (AI 2 + AQ 2)1/2, sedangkan AI dan AQ adalah informasi yang
dibawa sinyal pada masing-masing kanal yang berupa sinyal PAM, sedangkan
disederhanakan sebagai Am(t), yang memberi indikasi sebuah bentuk modulasi
amplitudo. Parameter θm memberi indikasi sebuah modulasi fase, dan memiliki
nilai:
) / (
tan 1 Q I
m A A
−
=
θ (3.2)
Untuk suatu konstelasi sinyal QAM M = M1/M2 level, dapat dipilih suatu
kombinasi M1-level PAM dan M2-level PSK. Gambar 3.2 menunjukkan beberapa
konstelasi rectangular pada beberapa nilai M yang berbeda. Konstelasi sinyal
akan menentukan jarak minimum pada masing – masing sinyal yang berdekatan,
yang dalam kondisi real diwakili oleh amplitudo dan fasenya. Untuk nilai M = 4
akan menempatkan 4 titik sinyal pada satu lingkaran energi yang sama dan
masing-masing memiliki fase berbeda, hal ini akan memberikan bentuk konstelasi
seperti QPSK.
Gambar 3.2 Konstelasi Sinyal QAM Rectangular
Untuk M = 16 ada beberapa cara pembentukan konstelasi. Salah satu model
yaitu konstelasi rectangular (konstelasi square) memiliki keuntungan lebih
pembentukannya dan memiliki efisiensi daya tidak terlalu jauh dibanding dengan
konstelasi optimalnya. Bentuk rectangular yang dihasilkan pada sistem 16 QAM
sinyal PAM pada masing-masing kanal in-phase (I) dan quadrature (Q). Bentuk
sinyal output dari 16 QAM secara umum dapat diberikan seperti pada Gambar
3.3b.
a. 16 QAM Rectangular b. Sinyal output
Gambar 3.3 Konstelasi rectangular dan sinyal output 16 QAM
Secara umum diagram blok pemancar 16 QAM seperti pada Gambar 3.4.
Disini dibuat asumsi umum bahwa sinyal input merupakan sederetan pasangan 4
bit, dan diikuti dengan proses S/P untuk menghasilkan dua pasangan 2 bit untuk
kanal I dan kanal Q. Dua bit disalurkan pada kanal Q, dan dua bit disalurkan pada
kanal I. Pasangan 2 bit informasi paralel pada masing-masing kanal selanjutnya
dikodekan menggunakan Gray coding. Setiap pasangan bit informasi terkode pada
masing-masing kanal memodulasi amplitudo sinyal carrier. Kanal I memodulasi
sinyal sinus dengan fase awal -π/2 radiant (cos2πfct) yang selanjutnya disebut
in-phase, dan kanal Q memodulasi sinyal sinus yang memiliki fase awal 0 radian
(sin2πfct) yang selanjutnya disebut sebagai kanal quadrature. Sinyal carrier
termodulasi ini dikombinasi untuk menghasilkan 16 macam bentuk sinyal dengan
Gambar 3.4 Blok Pemancar 16 QAM
3.3.1 Pemancar Sistem 16 QAM dengan Konstelasi Rectangular
Pada bagian ini akan diberikan gambaran bagaimana menempatkan
informasi input menjadi suatu bentuk konstelasi rectangular. Dua cara dalam
mapping akan kita gambarkan disini:
• 16 QAM Natural binary code
• 2D gray code 16 QAM
3.3.1.1 16 QAM Natural binary code
Dalam natural binary code 16 QAM, pasangan 2 bit pada kanal Q and kanal
I dikodekan secara natural (alamiah). Dua pasangan bit, secara natural dikodekan
dan hasilnya dalam kanal I danal Q yang terdapat pada Tabel 3.1, sedangkan
bentuk konstelasi sinyalnya seperti pada Gambar 3.5.
Tabel 3.1 Perbandingan output pada Natural Code dan Gray Code
Pasangan bit input
Natural Code Gray Code
Q I Q Output
kanal Q
I Output kanal I
Q Output kanal Q
01 01 01 -1sin(2 fct) 01 -1sin(2 fct) 01 -1sin(2 fct) 01 -1sin(2 fct)
10 10 10 +1sin(2 fct) 10 +1sin(2 fct) 11 +1sin(2 fct) 11 +1sin(2 fct)
11 11 11 +3sin(2 fct) 11 +3sin(2 fct) 10 +3sin(2 fct) 10 +3sin(2 fct)
Dari gambar tersebut dilihat bahwa diantara dua titik berdekatan perbedaan
dua bit mungkin terjadi, sehingga jika kesalahan dilakukan penerima dalam
menerjemahkan suatu informasi bisa menyebabkan kesalahan dua bit.
Gambar 3.5 16 QAM Natural binary code
Asumsikan ada sederetan input: 0010, 1000, 1111, dan 0101. Pasangan 2 bit
output pada modulator kanal Q adalah 00, 10, 11, dan 01. Pada kanal Q sinyal
carrier termodulasi akan memiliki bentuk -3sin(2πfct), +1sin(2πfct), +3sin(2πfct),
dan -1sin(2πfct). Pasangan 2 bit output pada modulator kanal I adalah 10, 00, 11,
dan 01. Pada kanal I sinyal carrier termodulasi akan memiliki bentuk
-1cos(2πfct), +3cos(2πfct), -3cos(2πfct), dan +1cos(2πfct). Dengan menggunakan
persamaan (3.1) kita akan mendapatkan output pada pemancar yaitu 10 exp(2πfct
+ 247.5º), 10 exp(2πfct + 157.5º), 18 exp(2πfct + 45º), and 2 exp(2πfct + 225º).
Dalam 16 QAM gray code 2 dimensi (2D), data pada kanal Q dan I
dikodekan secara Gray dan kemudian dimapping (ditempatkan) pada konstelasi
sinyal 16 QAM rectangular. Pasangan 2 bit input, dikodekan secara gray. Hasil
pengkodean kanal Q dan I, bentuk konstelasi sinyal seperti pada Gambar 3.6. Di
sini terlihat bahwa dua titik terdekat hanya dibedakan oleh satu bit berbeda. Jika
penerima membuat kesalahan dalam menterjemahkan informasi maka hanya akan
terjadi kesalahan satu bit.
Gambar 3.6 16 QAM 2D Gray code
Jika ada sederetan input: 0010, 1000, 1111, dan 0101. Setelah proses gray
coding output pasangan 2 bit pada modulator kanal Q adalah 00, 11, 10, dan 01.
Output kanal Q dalam hal ini adalah: -3sin(2πfct), +1sin(2πfct), +3sin(2πfct), dan
-1sin(2πfct). Disisi lain output pasangan 2 bit pada kanal I adalah 11, 00, 10, dan
01. Output kanal I dalam hal ini adalah +1cos(2πfct), -3cos(2πfct), +3cos(2πfct),
dan -1cos(2πfct). Dengan menggunakan persamaan (3.1), output pada pemancar
sebagai 10 exp(2πfct + 247.5º), 10 exp(2πfct + 157.5º), 18 exp(2πfct+ 45º), and 2
exp(2πfct + 225º).
Penerima pada 16 QAM mirip dengan penerima pada sistem QPSK, tetapi
dalam sistem ini masing-masing kanal tersusun dari 2 bit informasi. Secara umum
blok diagram pada penerima 16 QAM dapat digambarkan seperti Gambar 3.7.
Seperti pada bagian pemancar, perbedaan pembentukan kontelasi pada bagian
penerima ditentukan pada proses demapping. Pada bagian ini diasumsi bahwa
carrier lokal yang dibangkitkan oleh penerima dapat bekerja dengan sempurna
sehingga memiliki frekuensi dan fase yang sama dengan sinyal termodulasi yang
berasal dari pemancar.
Gambar 3.7 Penerima 16 QAM
Setelah proses filter dengan menggunakan LPF, sinyal PAM pada
masing-masing kanal dideteksi didasarkan pada level sinyalnya. Proses berikutnya adalah
demapping, langkah ini tergantung pada sistem mapping yang digunakan oleh
bagian pemancar. Jika sistem mapping pada bagian pemancar menggunakan
natural binary code, proses demapping pada penerima juga harus menggunakan
natural binary decode, demikian halnya jika pemancar menggunakan 2D gray
code pada sistem mapping.
3.3.3 Sistem 16 QAM Circular
Pada sistem 16 QAM Circular, semua titik pada konstelasi diorientasikan ke
sulit untuk menempatkan 16 titik pada satu lingkaran energi yang sama. Dalam
hal ini perbedaan fase minimum antar titik - titik terdekat yang memiliki nilai
energi sama sebesar π/8 radian. Blok diagram unntuk membangkitkan sinyal 16
QAM dengan konstelasi Circular dapat diberikan pada Gambar 3.8 berikut.
Gambar 3.8 Modulator 16 QAM Circular
Input data dalam hal ini dipecah menjadi 4 kanal Q, I, C1, dan C2.
Masing-masing memiliki bit rate ¼ nilai bit rate input. Empat bit data (satu simbol) secara
serial dimasukkan ke splitter (pemecah), selanjutnya dikeluarkan, selanjutnya
dikeluarkan secara simultan (serempak). Bit-bit I, C1, dan C2 memasuki 2-to-4
level converter kanal in-phase. Bit-bit Q, C1’, dan C2 memasuki 2-to-4 level
converter kanal quadrature. Dalam realisasinya 2-to-4 level converter merupakan
DAC. Dengan 3 bit input akan menghasilkan 8 kombinasi sinyal. Bit I dan Q
menentukan polaritas sinyal (logika 1 = positif dan logika 0 = negatif). Bit-bit
pada C1 da C1’ menentukan magnitudo sinyal (logika 1 =1.307 dan logika 0 =
0.54). Bit C2 menentukan faktor pengali magnitudo sinyal (logika 1 = 2x dan
logika 0 = 1x). Tabel 5.3. menunjukkan tabel kebenaran dari sinyal 8 level PAM
yang bersesuaian dengan kondisi ouput pada 2-to-4 level converter.
Tabel 3.2 Tabel kebenaran sinyal 8 PAM
Sinyal PAM memodulasi carrier in-phase dan quadrature dalam faktor
pengali modulator. Karena bit-bit C1 dan C1’ tidak mungkin memiliki logic gate
sama, output dari kanal in-phase dan quadrature tidak memiliki magnitudo sama
walaupun mungkin memiliki polaritas sama.
Linear summer mengkombinasikan output dari faktor pengali modulator
kanal in-phase dan quadrature untuk menghasilkan 16 kombinasi yang mungkin.
Bit input in-phase I=0, C1=0 dan C2=0, pada product modulator output = -0.541
sin ωct. Bit input quadrature Q=1, C1’=1, dan C2=0 pada product modulator
outputnya = -1,307 cos ωct. Kombinasi pada linear summer memberikan :
Output linear summer = -0.541sin ωct -1,307 cos ωct
= 1.415 sin (ωct + tan-1(-0.541/-1,307))
= 1.415 sin (ωct -112.5) (3.3)
Disesuaikan dengan bentuk dasar pada sinyal 16 QAM, maka bentuk ini menjadi :
Secara keseluruhan kombinasi dari kanal in-phase dan quadrature pada
linear summer memberi hasil seperti pada Tabel 3.2 dan konstelasi sinyal circular
yang dihasilkan pada pemancar seperti pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Diagram konstelasi sinyal circular 16 QAM
Blok diagram penerima sistem 16 QAM Circular dapat diberikan seperti
pada Gambar 3.10 berikut ini. Kerja bagian penerima merupakan kebalikan
bagian pemancar. Dari sinyal 16 QAM di-split untuk dilakukan proses
pembentukan ulang carrier, dan selanjutnya hasilnya ini digunakan untuk product
detector dan setelah proses LPF dan ADC dihasilkan sederetan bit dalam bentuk
paralel. Diujung proses merupakan konversi dari paralel ke serial untuk merecover
Gambar 3.10 Penerima 16 QAM Circular
3.4 Transformasi Fourier Diskrit
Yang membuat DMT berbeda dengan yang lain bahwa pada
transformasinya yaitu waktu diskrit yang sama baiknya dengan frekuensi diskrit.
Akibatnya, sifat-sifat segala sistem komunikasi pada transmitter masukan dan
keluaran, diimplementasikan dengan menggunakan transformasi fourier diskrit/
Discrete Fourier Transform (DFT).
DFT adalah salah satu dari bentuk transformasi Fourier yang digunakan
sebagai ganti integral, digunakan untuk penjumlahan. DFT juga sering disebut
Finite Fourier Transform (transformasi Fourier berhingga), yang diterapkan untuk
pemrosesan sinyal digital. Untuk urutan bilangan yang diformulasikan oleh DFT
menjadi(5) :
1
Keunggulan DFT sebagai algoritma yang mampu mengkomputasikan
operasi matriks dengan efisien. Algoritma ini dinamakan Fast Fourier Transform
(FFT). FFT sangat dibutuhkan untuk aplikasi dari pemrosesan sinyal digital untuk
menyelesaikan persamaan differensial parsial.
Penggunaan N subcarrier yang terlalu besar membutuhkan lebih banyak
komputasi per unit waktu. Banyaknya komputasi yang dilakukan untuk N
subcarrier pada DFT adalah N2. Ini membuat pengolahan sinyal pada DMT
dengan menggunakan DFT/IDFT menjadi kurang efisien(5).
Penerapan algoritma Fast Fourier Transform/Inverse Fast Fourier
Transform (FFT/IFFT) pada Discrete Fourier Transform memberikan cara yang
efisien untuk pemrosesan sinyal pada DMT yang menggunakan N subcarrier
sangat besar. Proses komputasi pada algoritma ini didasarkan pada dekompresi
atau pemecahan transformasi menjadi transformasi-transformasi yang lebih kecil
ukurannya dan mengkombinasikan hasilnya untuk mendapatkan transformasi
total.
Pada algoritma FFT ini banyaknya komputasi yang terjadi adalah N/2log2N,
dimana N adalah banyaknya jumlah subcarrier. Perbandingan jumlah komputasi
yang dilakukan oleh DFT dan FFT dapat dilihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.3 Perbandingan Jumlah Komputasi antara DFT dan Algoritma FFT
4 16 256 32 8
DFT (Discrete Fourier Transform) dari deretan N-titik sinyal waktu diskrit
x[n] dimana 0≤n≤N −1didefinisikan sebagai(5):
Dimana WN didefenisikan sebagai:
N
Sehingga faktor twiddle dari WNkn dapat ditulis sebagai:
kn
Maka persamaan (3.7) dapat ditulis menjadi persamaan (3.5)
Dari persamaan (3.7) di atas terlihat bahwa DFT X(k) merupakan suatu
fungsi diskrit pada variabel integer k. DFT pada X(k) selengkapnya
dispesifikasikan oleh nilai N pada X(0), X(1), X(2),..., X(N-1). Secara umum nilai
ini merupakan bentuk kompleks, sehingga X(k) dapat dinyatakan dalam bentuk
polar maupun rectangular. Dalam bentuk polar dinyatakan sebagai:
Dimana X(k)adalah magnitudo dari X(k) dan ∠X(k)adalah fasa dari X(k).
Dalam bentuk rectangular dapat ditulis sebagai:
1
Dimana Rk adalah bagian real dari X(k) dan dirumuskan sebagai:
N
Dan Ik merupakan bagian imajiner dari X(k) dan dirumuskan sebagai:
∑
=−didefinisikan sebagai(5):
1
Atau dapat ditulis sebagai sebagai persamaan (3.6). Deretan x[n] mengandung N
sampling didalam domain waktu dan deretan X(k) mengandung N sampling
didalam domain frekue nsi. Titik-titik sampling didalam domain frekuensi terjadi
pada N jarak frekuensi yang sama wk = 2 k/N, k = 0, 1, 2,..., N-1. Dengan
titik-titik sampling ini, X(k) secara khusus menggambarkan deretan x[n] didalam
domain frekuensi. Beberapa sifat yang penting dari DFT dapat dimanfaatkan
didalam perhitungan. Sifat ini dapat dilihat bahwa WNkn adalah periodik didalam
periode N.
Ketika x[n] adalah deretan dengan nilai real, output DFT adalah simetris.
a. X(0) = X*(0)
b. X(N-k) = X*(k), k = 1, 2, ..., N-1
Dimana “*” menyatakan kompleks konjugat. IDFT dari X(k) akan
menghasilkan deretan real. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan/membangkitkan sinyal real.
3.4.3 Fast Fourier Transform (FFT) dan Inverse FFT
Algoritma FFT adalah algoritma yang sudah dikenal dengan baik dan
digunakan secara luas didalam pemrosesan sinyal digital sebagai algoritma yang
efisien didalam mengevaluasi DFT. FFT/IFFT adalah satu dari komponen yang
paling penting didalam sistem modulasi DMT . Algoritma ini digunakan pada
modulasi dan demodulasi DMT.
Algoritma ini awalnya dikembangkan oleh Cooley dan Tokey yang
mengajukan sebuah penyelesaian alternatif untuk DFT yang didasarkan pada
dekompresi (pemecahan) transformasi menjadi transformasi-transformasi yang
lebih kecil ukurannya dan mengkombinasikan hasilnya untuk mendapatkan total
transformasi. Bentuk pendekatan algoritma ini dapat dilakukan dengan decimation
in time (DIT) dan decimation in frequency (DIF).
Didalam proses decimation, baik decimation in time maupun decimation in
frequency digunakan beberapa metode radix. Salah satu metodenya adalah radix-2
yang merupakan metode paling fundamental didalam proses decimation. Didalam
algoritma radix-2, panjang deretan data x[n] dimana n = 0, 1, 2,...,N-1 merupakan
Penggambaran dua (N/2) titik sub deretan x1[n] dan x2[n] sebagai nilai indeks
genap dan nilai indeks ganjil dari x[n] adalah(5):
1
Kemudian DFT N-titik pada persamaan (3.7) dapat dinyatakan sebagai:
∑
=−3.5 Frequency Division Multiplex (FDM)
FDM merupakan suatu sistem multipleks/ multiplexing, yaitu proses
penyatuan banyak data dengan menggunakan satu fasilitas. FDM adalah operasi
multipleks yang membagi slot-slot dalam frekuensi domain untuk beberapa data
hasil dari modulasi. Tiap sinyal dimodulasi dengan frekuensi carrier berbeda.
Frekuensi sinyal dipisah sehingga tidak terjadi overlap (guard bands) Oleh
beberapa modulasi sub-carrier dari sinyal telepon, beberapa sinyal dapat
dibangkitkan dan dimodulasi menuju carrier utama, yang dikirimkan ke kanal
kemudian didemodulasi menjadi sinyal-sinyal awal. Ketika FDM digunakan
untuk melewatkan banyak sinyal dalam menggunakan kanal komunikasi dalam
rentang waktu yang sama, dinamakan frequency division multiple access
(FDMA). Secara umum mekanisme FDM digambarkan pada Gambar 3.11.
a. Mekanisme FDM pada pengirim
b. Mekanisme FDM pada penerima
Gambar 3.11 Mekanisme FDM
Koneksi internet melalui jalur telepon twisted pair membutuhkan 3 KHz
bandwidth untuk akurasi transfer data. Ketika FDM digunakan untuk jaringan
komunikasi, sinyal-sinyal input dikirim dan diterima dengan cepat. Jika sinyal
dikirim dengan jarak yang panjang, diperlukan bandwidth yang besar.
3.6 Struktur Model DMT
Dasar untuk implementasi DMT menggunakan DFT adalah penggunaan
Penggunaan transformasi ini ketika diterima data masukan yang berada pada
pengirim (transmitter), diolah lalu dikembalikan lagi prosesnya pada penerima
(receiver). Gambar 3.12 menunjukkan blok diagram dari persamaan-persamaan
tersebut dan implikasi prakteknya(8).
A / D
Cyclic
Prefix Channel
Remove Prefix Fast Fourier
Transform Constellation
Decoder P / S D / A Input data
Data Output
S / P
Inverse Discrete Fourier Transform Constellation
mapping
Gambar 3.12. Blok diagram dari sistem DMT
Berdasarkan Gambar 3.12, pada sisi input data merupakan blok pengirim dan
3.6.1. Transmitter
Data masukan umumnya berupa 3 sumber komunikasi yaitu data, suara dan
gambar. Data – data yang berupa sinyal tersebut akan diolah pada sisi pengirim
dan dikembalikan lagi pada sisi penerima. Sisi pengirim terdiri dari blok – blok
rangkaian yaitu A/D converter, S/P converter, konstelasi encoder, IDFT dan
cyclic prefix.
3.6.1.1 A/D Converter
Analog to digital converter (ADC), mengubah bentuk analog menjadi
bentuk digital. Pada ADC ada 2 metode yang digunakan ketika sinyal data melalui
rangkaian ini, yaitu proses sampling dan kuantisasi. Sampling adalah proses
pencuplikan sinyal kontinu(sinyal analog) pada interval waktu diskrit. Proses
sampling dapat dilihat pada Gambar 3.13(4).
Gambar 3.13 Proses sampling
Jika pada suatu sinyal terdapat frekuensi tertinggi fmax, maka rata-rata sampel
sinyalnya paling tidak 2fmax, yang dijelaskan pada persamaan (3.19).
Sinyal analog yang terkuantisasi akan diubah menjadi deretan bit. Pada
kuantisasi, sinyal input dibagi menjadi 2B level sinyal dan setiap sampel
dibulatkan ke level terdekat. Proses kuantisasi dapat dilihat pada persamaan
3.20(4).
q=2A/2B (3.20)
dimana: A = amplitudo
B = bit
Pada proses kuantisasi, terdapat error yang tidak dapat dihilangkan (e),
didistribusikan secara acak pada interval ± q/2. Maka noise kuantisasinya adalah :
12
Dengan daya sinyal A2/2, maka error pada kuantisasi yang dinamakan SQNR
(signal-to-quantization noise power ratio) dijelaskan pada persamaan (3.22)(4).
dB
3.6.1.2 S/P Converter
Pada konversi S/P, deretan data yang panjang dibagi menjadi beberapa
potongan yang sama panjang dan dapat dioperasikan pada saat yang bersamaan.
Konversi S/P sangat penting dalam DMT. Blok – blok data yang dihasilkan
merupakan masukan untuk pemetaan konstelasi, yaitu dasar representasi segmen –
Gambar 3.14 Proses S/P Converter
3.6.1.3 Konstelasi Encoder
Konstelasi diagram merupakan representasi dari sinyal yang dimodulasi
secara digital, biasanya modulasi QAM atau PSK. Konstelasi diagram dapat
diukur untuk menentukan jenis dari interferensi dan distorsi dari sinyal.
Konstelasi encoder, yang memetakan data-data paralel menjadi subkanal, dengan
beberapa subkanal yang direpresentasikan oleh sinyal konstelasi QAM. Alokasi
bit pada subkanal juga ditunjukkan disini. Pada proses pemetaan konstelasi,
panjang segmen dari deretan bit ditandai dengan sebuah nilai kompleks di
konstelasi. Umumnya menggunakan 2 bit (4 titik) dan 4 bit (16 titik). Agar
memudahkan pemetaan konstelasi 4 bit (16 titik), dapat dilihat pada Tabel 3.4(8).
Tabel 3.4 Pemetaan Konstelasi 4 Bit
0000 .354+.354j 1000 1
0001 .707 1001 .707+.707j
0010 .707j 1010 j
0011 -.354+.354j 1011 -.707+.707j 0100 -.707j 1100 -1
0101 .354-.354j 1101 -.707-.707j 0110 -.354-.354j 1110 -j
0111 -.707 1111 .707-.707j
3.6.1.4 IDFT
IDFT mentransformasikan data paralel frekuensi domain hasil dari
konstelasi encoder menjadi data paralel waktu domain. Untuk implementasi
efisien IDFT menggunakan algoritma Inverse Fast Fourier Transform (IFFT).
Setelah konstelasi, blok – blok yang bernilai bilangan kompleks akan diubah
menggunakan IFFT. Pada DMT, proses IFFT juga disebut pencerminan
(mirror)(8). Pencerminan memastikan bahwa sinyal yang ditransmisikan pada
setiap blok akan terputar, terkonjugasi menuju akhir dari blok aslinya.
3.6.1.5 Cyclic Prefix
Cyclic prefix adalah pengulangan tanda/ simbol dari pengirim yang akan
muncul kembali pada penerima. Tujuannya untuk mengijinkan multipath sebelum
data tersebut sampai ke penerima. Panjang dari cyclic prefix sama dengan guard
interval. Guard interval digunakan untuk menentukan transmisi tidak tercampur
dengan jenis transmisi yang sama atau juga berbeda. Tujuannya untuk menahan/
bebas dari delay propagasi, echo dan refleksi, dimana dalam data digital selalu
Antara proses pengiriman menuju kanal, akan ada proses parallel to serial
converter (P/S). setelah melalui kanal, akan dikembalikan lagi ke S/P sebelum
diproses pada penerima. DMT digunakan untuk mengirim data mengunakan
saluran tembaga. Dengan media ini, gelombang frekuensi tinggi elektromagnetik
teratenuasi secara cepat sementara gelombang frekuensi rendah tertahan. Sehingga
respon frekuensi yang digunakan pada kanal adalah filter lowpass. Additive noise
menambahkan filter lowpass pada sinyal masukan. Sehingga pada kanal, faktor
penambahan pengganggu kinerja yaitu AWGN (Additive White Gaussian Noise).
3.6.2 Receiver
Proses pada penerima merupakan kebalikan dari transmitter. Pada
penerima, terdiri dari Remove Prefix, FFT, Constellation Decoder, P/S Converter
dan D/A Converter. Setelah semua proses pengiriman dilakukan, cyclic prefix
akan dibuang ketika sinyal diproses pada blok penerima. Tujuannya untuk
membuang noise yang terjadi ketika sinyal berada di kanal. Kemudian diproses
lagi di blok FFT. Pada IFFT, sinyal yang terbentuk merupakan pencerminan.
Maka pada FFT akan terjadi sebaliknya, yaitu de-mirroring. Sinyal yang kembali
menjadi bentuk bilangan kompleks akan diubah menjadi bilangan nyata pada
konstelasi decoder dan P/S converter yang berbentuk coding. Blok D/A akan
mengubah menjadi sinyal awal lagi dan diteruskan pada keluaran.
Proses simulasi DMT dimulai dari transmitter yang akan membahas
perubahan dari ADC hingga penggunaan cyclic prefix. Proses simulasi ini akan
dikembalikan lagi pada receiver, dari cyclic removal hingga DAC, sehingga dapat
diketahui perubahan – perubahan nilai yang terjadi pada masing – masing blok
rangkaian. Pada beberapa blok rangkaian akan dihitung nilai BER (bit error rate)
dan SNR (signal-to-noise ratio). Diagram alir simulasi ini dapat dilihat pada
Gambar 3.15 Diagram Alir DMT
Ubah sinyal ke bentuk paralel Mulai
Selesai Masukkan data sinyal
Diproses di kanal dengan pengaruh AWGN
Ubah bilangan kompleks ke bentuk serial
Tampilkan prefiks sinyal di data Alirkan sinyal hasil modulasi ke
dalam IFFT
Memodulasi tiap-tiap bit paralel pada subcarrier yang berbeda Ubah data masukan menjadi bit data
Ubah data masukan ke bentuk paralel
Jika perlu cylic prefix
Buang cyclic prefix
Alirkan sinyal ke dalam FFT
Demodulasi tiap-tiap sinyal subcarrier
Ubah sinyal ke dalam bentuk bit serial
Hitung Bit Error Rate
Y
BAB IV
SIMULASI DAN ANALISIS KINERJA DMT
4.1 Umum
Seperti telah dijelaskan pada Bab III, proses kinerja DMT terdiri dari tiga
tahap pokok yaitu: proses pengolahan data masukan yang berada di transmitter,
proses gangguan DMT berupa AWGN, dan proses pengolahan hingga
pembentukan kembali sinyal aslinya oleh receiver. Data masukan yang digunakan
merupakan contoh sinyal suara yang sudah disediakan pada tools aplikasi Matlab
7.2.
Dari proses simulasi tersebut, maka dapat ditampilkan bentuk-bentuk sinyal
disepanjang tahapan proses seperti yang dimodelkan pada Gambar 3.14. Pada Bab
IV ini akan ditampilkan bentuk-bentuk sinyal tersebut dan analisis kinerja
sistemnya.
4.2 Data Masukan
Seperti yang diketahui, ada 3 jenis media komunikasi, yaitu data, suara dan
video. Teknologi ADSL yang memiliki layanan internet dapat mencakup 3 jenis
media ini. Pada Tugas Akhir ini, jenis layanan yang dipergunakan adalah media
suara yang telah disediakan oleh tools aplikasi Matlab 7.2. Tujuannya agar lebih
memudahkan dalam pengerjaan simulasi ini.
Media suara yang dipakai adalah chirp. Sinyal suara chirp yang diambil
hanya 32 sampel (teknik sampling). Sampel yang digunakan bisa lebih dari 32
memudahkan melihat hasil sinyal yang terbentuk pada masing – masing blok
rangkaian. Hasil sampling sinyal chirp digambarkan pada Gambar 4.1.
5 10 15 20 25 30
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
input speech
Gambar 4.1 Sampling sinyal chirp
Untuk memudahkan analisis dan simulasi DMT dengan sinyal chirp,
ditentukan juga parameter – parameter untuk memudahkan pemograman.
Parameter tersebut adalah :
a. Sampel (S) = 32
b. Bit (b) = 4
c. Titik konstelasi (C) = 16
d. Panjang kanal (L) = 16
f. Panjang blok (F) = 16
g. Noise Time Duplexing/ TD (sN) = 0
4.3 Analisis Transmitter
Seperti yang telah dijelaskan pada Bab III yang mempengaruhi kinerja
DMT adalah pada transmitter, kanal dan receiver. Pada transmitter, terdiri dari
blok – blok A/D converter, S/P converter, konstelasi enkoder, IFFT dan cyclic
prefix.
4.3.1 A/D Converter
A/D converter terdiri dari 3 metode, sampling, kuantisasi dan pengkodean.
Dari Gambar 4.1 sudah diketahui sampling sinyal chirp tersebut. Untuk
mendapatkan nilai sampling dari sinyal chirp pada tools aplikasi Matlab 7.2 dapat
dilihat dari sintaks mencari sinyal chirp yang sebelumnya. Maka nilai
sampling-nya adalah sesuai dengan Gambar 4.1.
Kuantisasi merupakan teknik lanjutan dari metode sampling untuk
menentukan tingkat level bit. Untuk mendapatkan nilai kuantiasi maka dicari dulu
nilai kuantisasi interval. Dengan diketahui x merupakan nilai sampling dari sinyal
chirp, dan dengan jumlah bit 4, maka :
qinterval = 2*max(abs(x))/((2^b)-1)
qinterval =
0.0051
Dengan bantuan tools aplikasi Matlab 7.2, maka didapat hasil kuantisasi setelah
0 5 10 15 20 25 30 35 0
0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07
kuantisasi
sinyal
lev
el
s
iny
al
Gambar 4.2 Sinyal hasil kuantisasi
Setelah nilai kuantisasi didapat, lalu diubah menjadi nilai bilangan biner, lalu
didapat nilai A/D. Dengan nilai bit 4 dan jumlah sampel 32, maka coding
berjumlah 128 bit. Hasil coding yang berupa bit dapat dilihat pada Gambar 4.3.
0 20 40 60 80 100 120 140
Gambar 4.3 Bit – bit hasil coding
Proses kuantisasi pada A/D converter ini juga terdapat error yang telah dijelaskan
di Bab III yaitu SQNR. Maka dengan bit yang sudah ditetapkan (bit = 4),
dihubungkan persamaan 3.20 :
dB
4.3.2 Pemetaan Konstelasi
Setelah didapat nilai A/D converter, kemudian dilanjutkan pada S/P
converter. Dengan jumlah sampel 32 dan nilai bit 4, coding yang didapat 128 bit
(32 x 4 bit). Untuk memisahkan bit – bit tersebut dari bentuk seri menjadi bentuk
dikarenakan nilai bit yang ditentukan adalah 4 bit. Bentuk transmisi bit ini dikenal
dengan BCD (Binary Coded Decimal). Sebagai contoh, nilai bit dari A/D
converter (x) dari kolom 1 – 12 adalah 010101010101 (lihat Lampiran 2 Hasil –
hasil A/D Converter). Oleh blok rangkaian S/P converter dipecahkan per-4 bit,
maka menjadi 0101 0101 0101. Ubah menjadi bilangan kompleks sesuai dengan
Tabel 3.3, menjadi 0.354+j0,354 0.354+j0,354 0.354+j0,354. Untuk bit lainnya
juga disesuaikan dengan Tabel 3.3, dapat diketahui nilai dari konstelasi tersebut.
Dengan didapatkan nilai – nilai bilangan kompleks pada pemetaan konstelasi,
maka dapat diatur pemetaannya pada Gambar 4.2
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
REAL
IMA
G
Gambar 4.4 Pemetaan Konstelasi 4 Bit
Hasil pemetaan konstelasi ini dikonversikan lagi dari nilai seri bilangan
kompleks yang diparalelkan ke dalam bentuk matriks. Matiks yang dihasilkan
adalah :
a =
0.3540 - 0.3540i -0.3540 - 0.3540i
Sesuai yang telah dijelaskan pada Bab III, nilai – nilai bilangan kompleks
hasil pemetaan konstelasi dan juga S/P akan diteruskan menuju IFFT. Pada IFFT
akan mengalami penceminan (mirror). Pencerminan akan memastikan setiap
sinyal yang ditransmisikan akan terputar, terkonjugasi dari blok aslinya. Maka,
pada pencerminan, nilai sinyal tersebut akan mengalami konjugasi. Fungsi IFFT
untuk mengubah nilai bilangan kompleks menjadi bilangan real. Proses
pencerminan dapat dilihat pada Lampiran 1 tentang Proses Pencerminan.
-0.3540 + 0.3540i 0 - 0.7071i
-0.3540 - 0.3540i -1.0000
0 + 0.7071i 0.3540 + 0.3540i
-0.3540 - 0.3540i 0 + 1.0000i
0.3540 - 0.3540i 0 - 0.7071i
-0.3540 + 0.3540i -0.3540 + 0.3540i
1.0000 -0.7071 - 0.7071i
-0.3540 + 0.3540i 0.3540 + 0.3540i
0.3540 - 0.3540i 0 + 1.0000i
-0.7071 -0.3540 - 0.3540i
0 0
-0.7071 -0.3540 + 0.3540i
0.3540 + 0.3540i 0 - 1.0000i
-0.3540 - 0.3540i 0.3540 - 0.3540i
1.0000 -0.7071 + 0.7071i
-0.3540 - 0.3540i -0.3540 - 0.3540i
0.3540 + 0.3540i 0 + 0.7071i
-0.3540 + 0.3540i 0 - 1.0000i
0 - 0.7071i 0.3540 - 0.3540i
-0.3540 + 0.3540i -1.0000
-0.3540 - 0.3540i 0 + 0.7071i
0 + 0.7071i -0.3540 + 0.3540i
-0.3540 + 0.3540i 0 - 1.0000i
-0.3540 - 0.3540i -0.3540 - 0.3540i
0.3540 + 0.3540i 0.7071 - 0.7071i
0.3540 + 0.3540i -0.3540 + 0.3540i
Dari proses pencerminan ini, sinyal dalam bentuk bilangan kompleks akan diubah
menjadi bilangan real dengan menggunakan algoritma IFFT. Hasilnya dapat
0 5 10 15 20 25 30 35 -0.25
-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Gambar 4.5 Sinyal Hasil IFFT
Karena sudah diubah ke bentuk bilangan real, maka sinyal telah mengalami
perubahan akibat pengaruh cyclic prefix yang terjadi pada masing – masing data.
Data yang tadinya berjumlah 32 akan bertambah panjang sebanyak 16 sesuai
dengan nilai panjang cyclic prefix, sehingga data sekarang akan berjumlah 48
sampel. Hal tersebut berpengaruh dalam pengiriman data pada kanal. Penambahan
data ini berfungsi menahan menjaga refleksi data yang sering terjadi di kanal.
Dari hasil pembentukan sinyal di cyclic prefix, maka bentuk sinyalnya sesuai
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 -0.25
-0.2 -0.15 -0.1 -0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Gambar 4.6 Sinyal yang terjadi di Cyclic Prefix
Maka nilai sinyal inilah yang akan ditransmisikan menuju kanal. Nilai ini masih
terpisah (paralel). Sebelum menuju kanal, nilai – nilai ini akan diserikan kembali.
Proses pengiriman sinyal pada transmitter akan dikirim dan dipengaruhi oleh
noise yang terjadi pada kanal. Dengan diketahui nilai sinyal pada transmitter dan
adanya faktor noise, maka dapat dicari masing – masing SNR pada subcarrier.
SNR i = 10log(Si / N). Maka SNR masing –masing subcarrier ditunjukkan pada
Tabel 4.1 Nilai SNR pada masing- masing subcarrier
4.4 Proses Transmisi di Kanal
Proses transmisi yang terjadi di kanal berdasarkan hasil data masukan yang
telah diolah di transmitter. Parameter yang dimiliki yaitu panjang kanal (L) dan
faktor noise (n). Selain itu untuk menentukan besarnya nilai kanal, maka harus
dicari besar kanal secara acak.
s=abs(randn(L,1)) % random channel