i SKRIPSI
DETERMINAN EFISIENSI BANK BUMD REGIONAL SUMATERA BERDASARKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) STUDI KASUS: BANK ACEH, BANK NAGARI, DAN BANK SUMUT
OLEH
Tri Agustina 110501041
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : Tri Agustina
NIM : 110501041
Program Studi : S-1 Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perbankan
Judul : Determinan Efisiensi BUMD Regional
Sumatera Berdasarkan Data Envelopment Analysis (DEA) Studi Kasus: Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut
Tanggal: ... Ketua Program Studi
NIP. 19710503 200312 1 003 IrsyadLubis, SE, M.Soc.Sc, PhD
Tanggal: ... Ketua Departemen
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : Tri Agustina
NIM : 110501041
Program Studi : S-1 Ekonomi Pembangunan
Konsentrasi : Perbankan
Judul :Determinan Efisiensi BUMD
RegionalSumatera Berdasarkan Data Envelopment Analysis (DEA) Studi Kasus: Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut
Tanggal: ... DosenPembimbing
NIP. 19750920 200501 1 002 Paidi Hidayat, SE, M.Si
Penguji I Penguji II
Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul“Determinan Efisiensi BUMD Regional Sumatera Berdasarkan Data Envelopment Analysis (DEA) Studi Kasus: Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut” adalahbenarhasilkaryatulissayasendiri yang
disusunsebagaitugasakademikgunamenyelesaikanbebanakademikpadaFakultasEk onomi dan BisnisUniversitas Sumatera Utara.
Bagianatau data tertentu yang sayaperolehdariperusahaanataulembaga, dan/atausayakutipdarihasilkarya orang lain telahmendapatizin, dan/ataudituliskansumbernyasecarajelassesuaidengannorma,
kaidahdanetikapenulisanilmiah.
Apabiladikemudianhariditemukanadanyakecuranganatauplagiatdalamskri psiini, sayamenerimasanksisesuaidenganperaturan yang berlaku.
Medan, April 2015
i ABSTRAK
DETERMINAN EFISIENSI BANK BUMD REGIONAL SUMATERA UTARA
BERDASARKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) STUDI KASUS: BANK ACEH, BANK NAGARI, DAN BANK SUMUT
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisa perbandingan efisiensi antara bank Aceh, bank Nagari, dan bank Sumut selama periode 2011-2013. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh masing-masing bank dan bank Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan mengambil 3 sampel bank BUMD Regional Sumatera Utara yaitu bank Aceh, bank Nagari, dan bank Sumut. Pengukuran efisiensi dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis
(DEA) dengan pendekatan intermediasi, variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpanan, aset, serta biaya tenaga kerja sedangkan variabel
output yang digunakan total kredit dan pendapatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa bank Aceh dan bank Nagari telah mencapai efisiensi 100 persen selama periode 2011-2013. Sedangkan pada bank Sumut pencapaian efisiensi 100 persen terjadi pada tahun 2011 dan 2013 dan untuk tahun 2012 pencapaian efisiensi sebesar 99,7 persen.
ii ABSTRACT
Determinant Efficiency Of The Regional Bank Enterprises In North Sumatera Based On Data Envelopment Analysis (DEA) Case Study: Bank Aceh, Bank
Nagari, And Bank Sumut
Purpose of this study is to measure and to analyze the efficiency ratio of Bank Aceh, Bank Nagari, and Bank Sumut during 2011-2013. This study uses secondary data from financial statements that issued by each Bank and Bank Indonesia. Sampling technique in this research is purposive sampling with 3 regional enterprises from North Sumatera, Bank Aceh, Bank Nagari, and Bank Sumut. Measurement of efficiency in this study is using DEA method and intermediation approach. The input variables used in this study are deposits, assets, and labor costs, and output variables are total credit and income.
The result of this study indicate that Bank Aceh and Bank Nagari has achieved an efficiency of 100% during 2011-2013. Bank Sumut efficiency is 100% in 2011 and 2013, in 2012 Bank Sumut efficiency achieuement 99.7%.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, PujisyukurPenulispanjatkankehadirat
ALLAH SWT karenaberkatrahmatdankarunia-Nya
sehinggaPenulisdapatmenyelesaikanpenulisan skripsi yang berjudul “Determinan
Efisiensi BUMD Regional Sumatera Berdasarkan Data Envelopment Analysis
(DEA) Studi Kasus: Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut”. Skripsi ini
dibuatuntukmemenuhisalahsatusyaratuntuk meraih gelar Sarjana di Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara.
Dalampenulisanskirpsiinitentunyapenulistidakbekerjasecarasendiriandanm
endapatbantuandariberbagaipihak yang berupasemangat,
doronganjugaberupasumbanganpemikiran. Secara khusus skripsi ini penulis
persembahkan kepada kedua orang tua tersayang, Ayahanda Amat Murdi dan
Ibunda Poniem dan saudara-saudari yang sangat disayangi Sri Rahayu, Rudi
Yanto dan Satria Mulia. Terima kasih atas segalanya baik itu perhatian,
bimbingan dan doanya selama ini.
Dalam kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam penulis sripsi ini baik itu
berupa dukungan, motivasi, bimbingan serta do’a, dan dana yang saya peroleh
dalam masa pengerjaan skripsi ini terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. AzharMakzum,SE, M.Ec, Ac, Ak,
iv
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.EcselakuKetuadanBapak Drs. Syahrir
Hakim Nasution, M.SiselakuSekretarisDepartemenEkonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc. Sc, PhD selaku Ketua dan Bapak Paidi
Hidayat, SE, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi
Pembangunan FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selakudosenPembimbing yang
telahmemberikanwaktudankesempatannyahinggapenyelesaianskripsiini.
5. BapakWahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Ibu Dra. Raina Linda Sari,
M.Si selakudosenpembanding yang telahmemberikanbanyak saran
danmasukandalamrangkapenyempurnaanpenyusunan skripsi ini.
6. SeluruhDosen/staf pengajar dan pegawai terkhusus FakultasEkonomi dan
BisnisDepartemenEkonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara
yang telahmendidikmahasiswadenganpenuh loyalitas dan profesionalitas
selama mengikuti perkuliahan.
7. Buat teman – teman seperjuangan didalam masa pengerjaan skripsi serta
teman- teman Ekonomi Pembangunan 2011. Serta buat teman-teman EP
DepartemenEkonomi Pembangunan danpihak yang turutserta yang tidak
bias disebutkansatupersatu.
Penulis berharap agar skripsiinidapatbermanfaatbagisemua pihak yang
membutuhkannya dan
v
Olehkarenaitupenulismenerima saran danmengharapkankritikan yang
bersifatmembangun demi lebihsempurnakedepannya.
Penulis berharap semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan penelitilainnya. Terimakasih.
Medan, April 201 Penulis
vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank ... 8
2.6 Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi ... 18
2.7 Pengaruh Ukuran Bank terhadap Efisiensi Teknis ... 21
2.8 Penelitian Terdahulu ... 23
2.9 Kerangka Konseptual ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 27
3.2 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 27
vii
3.5.2 Keunggulan dan Kelemahan Data Envelopment
Analysis (DEA) ... 32
3.5.3 Model Pengukuran Efisiensi Teknis ... 33
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Perbankan di Indonesia ... 34
4.2 Perkembangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia ... 36
4.3 Hasil dan Pembahasan ... 41
4.3.1 AnalisisDeskriptif ... 41
4.3.2 Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Efisiensi Dan Inefisiensi 3 BPD studi Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut Tahun 2011-2013 ... 46
4.4 Bank Acuan Bagi Bank yang Inefisien Selama Periode 2011-2013 ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 56
viii
4.1 Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank (Growth Of Commercial Banks Asset Based Group Bank) ... 36
4.2 Total Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Total Of Third Funds Of Commercial Banks) ... 36
4.3 Bank Pembangunan Daerah di Indonesia ... 37
4.4 Perkembangan Aset Perbankan di Indonesia per Desember 2012 ... 39
4.5 Total Dana Pihak Ketiga Bank Pembangunan Daerah (Total Of Third Party Funds Of Regional Development Banks) ... 40
4.6 Perkembangan Jumlah Variabel Input Simpanan Tahun 2011-2013 ... 42
4.7 Perkembangan Jumlah Variabel Input Aset Tahun 2011-2013 ... 43
4.8 Perkembangan Jumlah Variabel Input Tenaga Kerja Tahun 2011-2013 ... 44
4.9 Perkembangan Jumlah Variabel Output Kredit Tahun 2011-2013 ... 44
4.10 Perkembangan Jumlah Variabel Output Pendapatan Tahun 2011-2013 ... 45
4.11 Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknik 3 Bank Pembangunan Daerah Tahun 2011-2013 ... 46
4.12 Nilai Actual, Target, dan Potential Improvement Input- OutputBPD studi Bank Aceh, bank Nagari, dan bank Sumut yang Efisiensi dan Inefisiensi Tahun 2011 ... 47
ix
4.14 Nilai Actual, Target, dan Potential Improvement Input- OutputBPD studi Bank Aceh, bank Nagari, dan bank
Sumut yang Efisiensi dan Inefisiensi Tahun 2013 ... 49
4.15 Bank Acuan Bagi Bank yang Inefisiensi Tahun 2011 ... 51
4.16 Bank Acuan Bagi Bank yang Inefisiensi Tahun 2012 ... 51
x
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Input-Output Bank Pembangunan Daerah Studi
i ABSTRAK
DETERMINAN EFISIENSI BANK BUMD REGIONAL SUMATERA UTARA
BERDASARKAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) STUDI KASUS: BANK ACEH, BANK NAGARI, DAN BANK SUMUT
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur dan menganalisa perbandingan efisiensi antara bank Aceh, bank Nagari, dan bank Sumut selama periode 2011-2013. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh masing-masing bank dan bank Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan mengambil 3 sampel bank BUMD Regional Sumatera Utara yaitu bank Aceh, bank Nagari, dan bank Sumut. Pengukuran efisiensi dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis
(DEA) dengan pendekatan intermediasi, variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpanan, aset, serta biaya tenaga kerja sedangkan variabel
output yang digunakan total kredit dan pendapatan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa bank Aceh dan bank Nagari telah mencapai efisiensi 100 persen selama periode 2011-2013. Sedangkan pada bank Sumut pencapaian efisiensi 100 persen terjadi pada tahun 2011 dan 2013 dan untuk tahun 2012 pencapaian efisiensi sebesar 99,7 persen.
ii ABSTRACT
Determinant Efficiency Of The Regional Bank Enterprises In North Sumatera Based On Data Envelopment Analysis (DEA) Case Study: Bank Aceh, Bank
Nagari, And Bank Sumut
Purpose of this study is to measure and to analyze the efficiency ratio of Bank Aceh, Bank Nagari, and Bank Sumut during 2011-2013. This study uses secondary data from financial statements that issued by each Bank and Bank Indonesia. Sampling technique in this research is purposive sampling with 3 regional enterprises from North Sumatera, Bank Aceh, Bank Nagari, and Bank Sumut. Measurement of efficiency in this study is using DEA method and intermediation approach. The input variables used in this study are deposits, assets, and labor costs, and output variables are total credit and income.
The result of this study indicate that Bank Aceh and Bank Nagari has achieved an efficiency of 100% during 2011-2013. Bank Sumut efficiency is 100% in 2011 and 2013, in 2012 Bank Sumut efficiency achieuement 99.7%.
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Efisiensi merupakan indikator penting dalam penilaian kinerja
perusahaan/industri, tak terkecuali pada perbankan. Kompetisi yang terus
meningkat dari tahun ketahun menuntut industri perbankan untuk lebih efisien.
Efisiensi industri perbankan dapat ditinjau dari sudut pandang mikro
maupun makro (Berger and Mester, 1997 dalam Abidin dan Endri, 2009:22). Dari
perspektif mikro, dalam suasana persaingan yang semakin ketat sebuah bank agar
bisa bertahan dan berkembang harus efisien dalam kegiatan operasinya. Karena
bank-bank yang tidak efisien, besar kemungkinan akan keluar (exit) dari pasar karena tidak mampu bersaing baik dari segi harga maupun pelayanan. Sementara
dari perspektif makro, industri perbankan yang efisien dapat mempengaruhi biaya
intermediasi keuangan dan secara keseluruhan stabilitas sistem keuangan. Hal ini
disebabkan peran yang sangat strategi dari industri perbankan sebagai
intermediator dan produser jasa-jasa keuangan. Dengan tingkat efisiensi yang
lebih tinggi, kinerja perbankan akan semakin lebih baik dalam mengalokasikan
sumber daya keuangan, dan pada akhirnya dapat meningkatkan kegiatan investasi
dan pertumbuhan ekonomi (Weill 2003 dalam Abidin dan Endri, 2009:21).
Perkembangan industri perbankan di Indonesia pada saat ini masih
menunjukkan perkembangan yang sangat baik dalam beberapa tahun terakhir,
walaupun terkadang juga mengalami pasang surut disetiap tahunnya. Namun
2
saat ini juga bank disetiap masing-masing wilayah memilki flekbilitas pada
layanan yang mereka tawarkan, lokasi tempat mereka beroperasi, dan tarif yang
dibayarkan untuk simpanan deposan.
Berdasarkan laporan tahunan PWC perekonomian Indonesia tahun 2012,
sektor perbankan Indonesia masih menarik, sebab memiliki net interest margin
tertinggi dibandingkan perbankan di Negara ASEAN lainnya sehingga masih
menarik bagi investor asing. Kondisi tersebut dibuktikan dengan semakin
tingginya kepemilikan asing pada sektor perbankan Indonesia. Faktanya ini juga
menunjukkan industri perbankan Indonesia masih mampu bersaing pada
komunitas ekonomi ASEAN (Supatmi, Adi Budi Kristanto, 2012:531).
Dalam dunia perbankan Indonesia memiliki peran yang sangat penting
untuk perekonomian Indonesia. Karna kontribusi sektor perbankan dalam
pembiayaan perekonomian masih sangat dominan. Mengingat, pentingnya
peranan industri perbankanmaka industri perbankan yang kuat dan sehat sangat
dibutuhkan dalam kelangsungan pembangunan ekonomi di Indonesia. Untuk
menjadi perbankan yang sehat dan kuat industri perbankan harus efisien.
Salah satu Industri/perusahaan yang didominasi pemerintah adalah Bank
Pembangunan Daerah(BPD).Yang dimana BPD nerupakan salah satu perusahaan
daerah (BUMD) milik pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
se-Indonesia, yang memberikan layanan jasa perbankan yang sebagaimana dilakukan
bank umum pemerintah milik Negara atau bank umum pemerintah milik swasta
nasional lainnya sebagai pendapatan bagi daerah masing-masing disetiap BPD
3
Tingkat efisiensi Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih tergolong baik
pada 5 periode terakhir ini, jika dibandingkan dengan jenis bank lainnya yang ada
di Indonesia. Dengan meningkatnya tingkat efisiensi BPD maka diharapkan akan
meningkatkan kredit disektor rill dan sektor-sektor dibidang ekonomi lainnya
sehingga akan meningkatkan kesejahteraan di masing-masing daerah. Peranan
BPD sangat penting disuatu masing-masing daerah karena keberadaan BPD
didirikan untuk mendorong pembangunan daerah terutama untuk pembangunan
infrastruktur, UMKM, pertanian, dan lain-lain dalam kegiatan pembangunan
ekonomi suatu daerah tersebut. Namun seiring dengan perkembangan yang kita
lihat peran tersebut semakin berkurang yang terlihatpada struktur pendanaan
(danapihak ketiga) dan pembiayaan yang dimiliki BPD.
Sampai saat ini (2014) BPD yang ada di Indonesia masih sebanyak 26
BPD. Dalam beberapa tahun terakhir pelaksanaan fungsi intermediasi terus
mengalami peningkatan, dengan peningkatan tersebut berharap BPD disetiap
masing-masing daerah banyak berperan dalam mempercepat pembangunan dan
pergerakan perekonomian Indonesia.
Bank Aceh, bank Nagari dan bankSumut merupakan BPD Indonesia, yang
dimana dimasing-masing BPD memiliki visi dan misi masing-masing
untukmensejahterakan perekonomian dan kemajuan daerah. Bank Aceh
merupakan bank milik pemerintah yang dimana pemegang saham pada bank aceh
terdiri dari pemerintah provinsi Aceh, pemerintah kabupaten Aceh, pemrintah
kota beserta koperasi karyawan bank Aceh. Di tahun 2013 berdasarkan laporan
4
terbesar diantara 26 BPD Nasional dalam hal total Asset, dan penghimpunan dana
pihak ketiga. Sementara dalam hal penyaluran kredit berada pada urutan
ke-sebelas, terkait laba dan modal inti bank Aceh berada pada urutan ke-enam dan
ke-sembilan BPD Nasional. Terlihat pada tabel dibawah ini penguasaan bank
Aceh Tahun 2011-2013:
Tabel 1.1
Perkembangan Data Keuangan Bank Aceh
Sumber:Lapotan Keuangan 2013 Bank Aceh
PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat belum tercatat di Bursa
Efek Indonesia sebagai emiten saham, namun bank telah menerbitkan obligasi
untuk menunjang berbagai pengembangan kegiatan serta penyediaan sumber dana
berjangka waktu panjang. Dimana, selama tahun 2013, PT. Bank Pembangunan
Daerah Sumatera Barat tidak menerbitkan obligasi, namun selama 2 (dua) periode
tahun buku (tahun 2010 dan 2011), bank telah menerbitkan obligasi.
Berdasarkan Laporan Tahunan 2013 yang dipublikasikan oleh bank Nagari
kita dapat melihat perkembangan ikhtisar data keuangan tahun 2011-2013 sbb: Keterangan
2011 (Rp.Jutaan) (Rp. Million)
2012 (Rp.Jutaan) (Rp.Mi l l i on)
5 Tabel 1.2
Perkembangan Data Keuangan Bank Nagari
Keterangan 2011 2012 2013
Total Aset 12,895,244,348 14,376,239,112 16,244,113,095 Kredit 9,211,945,382 10,887,750,715 12,210,716,326 DPK 10,046,714,423 10,818,554,791 12,287,024,290 Sumber: Laporan Keuangan Bank Nagari 2013
Total aset yang dimiliki pada akhir tahun 2013 berjumlah Rp 16,24triliun
meningkat sebesar Rp 1,87 triliun dari posisi akhir tahun 2012 yang berjumlah Rp
14,38 triliun, jumlah kredit akhir tahun 2013 berjumlah RP 12,21 triliun
meningkat Rp 1,32 triliun dari posisi akhir tahun 2012 berjumlah 10,89 triliun,
dan DPK/Dana Pihak Ketiga pada akhir tahun 2013 berjumlah Rp 12,29 triliun meningkat Rp 1,47 triliun dari posisi akhir tahun 2012 yang berjumlah Rp 10,82
triliun.
PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara belum terdaftar di Bursa
Efek manapun, namun bank sumut memiliki obligasi dalam jangka waktu
panjang. PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utaramerupakan BPD yang
didirikan di daerah Sumatera Utara, yang dimana pemilik saham adalah
pemerintah provinsi Sumatera Utara dan pemerintah kota/kabupaten se-Sumatera
Utara. Berdasarkan Laporan KeuanganTahun 2013yang dipublikasikan oleh PT.
Bank Sumut kita dapat melihat ikhtisar laporan keuangan pada periode tahun
6 Tabel 1.3
Perkembangan Data Keuangan Bank Sumut
Sumber: Laporan Keuangan 2013 Bank Sumut
Dari tabel diatas terlihat PT. Bank Sumut memiliki total asset berjumlah
Rp 21,49 miliar meningkat sebesar Rp 1,53 miliardari posisi akhir tahun 2012
berjumlah Rp 19,965 miliar. Total kredit yang diberikan pada akhir tahun 2013
berjumlah Rp 17,109 miliardan pada akhir tahun 2012 berjumlah Rp 15,325
miliar. Sedangkan DPK/Dana Pihak Ketiga yang dimiliki PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah Rp 15,943 miliar
meningkat Rp 0,93 dari posisi akhir tahun 2012 yang berjumlah Rp 15,040 miliar.
Disamping bank Aceh, bank Nagari(sumbar),dan bank Sumut kepemilikan
saham oleh pemerintah. Abidin dan Endri (2009:27) menemukan bahwa secara
rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada BPD beraset
menengah dan kecil.
Berdasarkan uraian-uaraian diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul“Determinan Efisiensi Bank BUMD Regional Sumatera Berdasarkan Data Employment Analyis (DEA) studi kasus: Bank Aceh, Bank Nagari(sumbar), dan Bank Sumut”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan pada latar belakang diatas, maka
permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:
Keterangan (Dalam
miliar Rupiah) 2011 2012 2013
Total Aset 18,951 19,965 21,495
Kredit 11,885 15,325 17,109
7
1. Bagaimana tingkat efisiensi bank Aceh selama periode 2011-2013 ?
2. Bagaimana tingkat efisiensi bank Nagari selama periode 2011-2013 ?
3. Bagaimana tingkat efisiensi bank Sumut selama periode 2011-2013 ?
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi bank Acehselama
periode 2011-2013.
2. Untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi bank Nagari selama
periode 2011-2013.
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat efisiensi bank Sumut selama
periode 2011-2013.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris
mengenai tingkat efisiensi bank Aceh, bank Nagari(Sumbar), dan bank
Sumut
2. Dapat memberikan tambahan wawasan kepada penulis
3. Sebagai informasi dan tambahan referensi untuk lembaga akademis
dan mahasiswa/i serta peneliti yang tertarik untuk menganalisis pada
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan
dengan kewenagan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang sering disebut banknote.
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 Novemper 1998 tentang
perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan yaitu
menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pasal 1 Ayat 1 No 14 / 24 / PBI /2012 Bank adalah Bank umum
sebagaimana dimaksud dalam UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan
sebagaiman telah diubah dengan Undang-ndang Nomor 10 Tahun 1998. Dalam
Undang-undang No 10 Tahun yang dijelaskan bahwa: “ Bank Umum adalah bank
yang menjelaskan kegiatan-kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan demikian dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
peranan bank dalam masyarakat adalah:
a. Menghimpun dana dari masyarakat (uang) dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang
atau berinvestasi bahi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan
uang adalah untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh
9
menyimpan uang adalah untuk memudahkan melakukan transaksi uang.
Untuk memenuhi tujuan diatas, baik untuk mengamankan uang maupun
untuk investasi bank menyediakan sarana yang disebut simpanan. Jenis
simpanan yang ditawarkan sangat bervariasi tergantung dari bank yang
bersangkutan. Yang dimana secara umum jenis simpanan yang ada dibank
adalah terdiri dari simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan
(save deposit), dan simpanan deposit (time deposit).
b. Menyalurkan dana dalam bentuk kredit, maksudnya adalah bank
memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan
permohonan. Dengan kata lain bank menyediakan dana bagi masyarakat
yang membutuhkannya. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam
berbagai jenis sesuai dengan keinginan nasabah. Tentu saja sebelum kredit
diberikan bank terlebih dahulu apakah kredit tersebut layak diberikan atau
tidak. Penilaian ini dilakukan agar bank terhindar dari kerugian akibat
tidak dapat dikembalikannya pinjaman yang disalurkan bank dengan
berbagai sebab. Jenis kredit yang biasa diberikan oleh hampir semua bank
adalah seperti kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit permodalan.
c. Memberikan jasa-jasa keuangan lainnya, seperti pengiriman uang
(transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota
(clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso, letter of credit/LC, save deposit box, bank garansi,
10
merupakan jasa pendukung dari kegiatan pokok bank yaitu menghimpun
dan menyalurkan dana.
2.2 Berdirinya Bank Pembangunan Daerah
Bank Pembangunan Daerah didirikan di daerah‐daerahtingkat I, dasar
hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962 yang berbunyi “Ketentuan-ketentuan
Pokok Bank Pembangunan Daerah”, Yang memiliki tujuan untuk
mensejahterakan dimasing daerah-daerah baik secara mikro dan makro.
2.2.1 Sejarah Berdirinya Bank Aceh
Awal berdirinya Bank milik Pemerintah Daerah di Aceh tercetus atas
prakarsa Dewan Pemerintah Daerah Peralihan Provinsi Atjeh (sekarang disebut
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Setelah mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah peralihan Provinsi Aceh di Kutaraja (sekarang
Banda Aceh) dengan Surat Keputusan Nomor 7/DPRD/5 tanggal 7 September
1957, beberapa orang mewakili Pemerintah Daerah menghadap Mula Pangihutan
Tamboenan, wakil Notaris di Kutaraja, untuk mendirikan suatu Bank dalam
bentuk Perseroan Terbatas yang bernama “PT Bank Kesejahteraan Atjeh, NV”.
Bank Aceh beberapa kali mengalami perubahan nama, akte dan badan hukum,
yang dimana perubahan-perubahan tersebut dilakukan pada :
1. 19 Nopember 1958: bernama NV. Bank Kesejahteraan Atjeh (BKA),
2. 6 Agustus 1973: Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (BPD IA),
3. 7 Februari 1993 : PD. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (PD.
11
4. 7 Mei 1999 : PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, disingkat
menjadi PT. Bank BPD Aceh,
5. 29 September 2010 : PT. Bank Aceh
Perubahan nama Perseroan menjadi PT. Bank Aceh. Perubahan tersebut
telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
No. AHU-44411.AH.01.02 Tahun 2009 pada tanggal 9 September 2009.
Perubahan nama menjadi PT. Bank Aceh telah disahkan oleh Keputusan Gubernur
Bank Indonesia No.12/61/KEP.GBI/2010 tanggal 29 September 2010. Dalam
menjalankan peran dan fungsi bank, bank Aceh memiliki Visi “Mewujudkan
Bank Aceh menjadi bank yang terus sehat, tangguh, handal dan terpercaya serta
dapat memberikan nilai tambah yang tinggi kepada mitra dan masyarakat” dan
Misi “Membantu dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui
pengembangan dunia usaha dan pemberdayaan dunia usaha dan pemberdayaan
ekonomi rakyat, serta memberi nilai tambah kepada pemilik dan kesejahteraan
kepada Karyawan” serta motto “Kepercayaan dan Kemitraan”.
2.2.2 Berdirinya Bank Nagari
Bank Pembangungan Daerah Sumatera Barat secara resmi berdiri pada
tanggal 12 Maret 1962 dengan nama“PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Barat” Yang disahkan melalui akta notaris Hasan Qalbi di Padang. Disahkan
melalui Surat Keputusan Wakil Menteri Pertama Bidang Keuangan Republik
Indonesia No. BUM/9-44/II tentang izin usaha PT. Bank Pembangunan Daerah
12
Sumatera Barat dengan kedudukan di Padang.Berdasarkan Undang-Undang No.13
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka dasar
hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat diganti dengan Peraturan
Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat No. 4. Sehingga PT. Bank
Pembangunan Daerah Sumatera Barat dirubah menjadi“BANK
PEMBANGUNAN DAERAH SUMATERA BARAT”. Dalam perjalanan-nya
tahun 1996 melalui Perda No. 2 / 1996 disahkan penyebutan nama (Call Name)
sebagai ”Bank Nagari” dengan maksud untuk lebih dikenal, membangun brand
image sekaligus mengimpresikan tatanan sistem pemerintahan di Sumatera Barat.
Sesuai dengan perkembangan dan untuk lebih leluasa dalam menjalankan bisnis,
tanggal 16 Agustus 2006 berdasrkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera barat
No. 3 Tahun 2006, bentuk badan hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Barat berubah dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas, yang didirikan
berdasarkan akta Pendirian Perseroan Nomor 1 Tanggal 1 Februari 2007
dihadapan Notaris H. Hendri Final, S.H. dan disahkan oleh Menteri Hukum dan
Hak Azazi Manusia Republik Indonesia dengan Keputusan Nomor W3-00074
HT.01.01-TH.2007 tanggal 4 April 2007 Saat ini Bank Nagari telah berstatus
sebagai Bank Devisa serta telah memiliki Unit Usaha Syariah. PT. Bank Nagari
memiliki Visi “Menjadi Bank Pembangunan Daerah terkemuka dan terpercaya di
Indonesia” serta memiliki Misi “Memberikan kontribusi dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, mencerminkan dasar atau
latar belakang didirikannya bank, sesuai yang diamanahkan dalam Akta Pendirian
13
membangun kegiatan ekonomi yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dan memenuhi dan menjaga kepentingan stakeholder secara
konsisten dan seimbang serta bank akan senantiasa dijalankan dengan prinsip
untuk memenuhi tanggung jawab kepada pemilik, nasabah, karyawan dan
masyarakat.
2.2.3 Berdirinya Bank Sumut
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4
Nopember 1961 dengan sebutan BPSU. Sesuai dengan ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Utara maka pada tahun 1962 bentuk
usaha dirubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan modal dasar
pada saat itu sebesar Rp.100 Juta dengan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat II se Sumatera
Utara.Pada tahun 1999, bentuk hukum BPDSU dirubah menjadi Perseroan
Terbatas dengan nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara atau
disingkat PT. Bank Sumut yang berkedudukan dan berkantor pusat di Medan, JL.
Imam Bonjol No. 18 Medan. Modal dasar pada saat itu menjadi Rp. 400 Milyar
yang selanjutnya dengan pertimbangan kebutuhan proyeksi pertumbuhan Bank, di
tahun yang sama modal dasar kembali ditingkatkan menjadi Rp. 500 Milyar.
Laju pertumbuhan Bank Sumut kian menunjukkan perkembangan yang
sangat signifikan diliat dari kinerja dan prestasi yang di peroleh dari tahun ke
tahun, tercatat total asset Bank Sumut mencapai 10,75 Trilyun pada taun 2009 dan
menjadi 12,76 Trilyun pada tahun 2010. Didukung semangat menjadi Bank
14
be the best yang sejalan dengan road map BPD Regional Champion 2014,
tentunya dengan konsekuensi harus memperkuat permodalan yang tidak lagi
mengandalkan peryertaan saham dari pemerintah daerah, melainkan juga
membuka akses permodalan lai seperti penerbitan obligasi, untuk itu modal dasar
Bank Sumut kembali ditingkatkan dari Rp. 1 Trilyun pada tahun 2008 menjadi
Rp. 2 Trilyun pada tahun 2011 dengan total asset meningkat menjadi 18,95
Trilyun. Bank sumut memiliki Visi “Menjadi bank andalan untuk membantu dan
mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala
bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka
peningkatan taraf hidup rakyat” dan Misi “Mengelola dana pemerintah dan
masyarakat secara professional yang didasarkan pada prinsip-prinsip compliance”.
2.3 Konsep Efisiensi
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi
besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan.
Efisiensi juga biasanya dibandingkan dengan suatu ukuran tertentu misalnya
antara pertanggungjawaban yang satu dibandingkan dengan pertanggungjawaban
dibandingkan dengan standar atau anggarannya, atau prestasi suatu pusat
pertanggungjawaban masa kini dan masa sebelumnya.
Sedangkan menurut Mulyadi dan Setyawan (2001:378) : Efisiensi adalah
rasio antara keluaran dengan masukan suatu proses, dengan fokus perhatian pada
konsumsi masukannya.
Mulyadi dan Setyawan (2001:377) : Efisiensi pernah menjadi ukuran
15
memfokuskan perhatiannya ke masalah-masalah intern perusahaan, efisiensi
merupakan kinerja yang pas dengan prinsip-prinsip manajemen pada waktu itu.
Suatu perusahaan dipandang sukses jika mampu mengkonsumsi masukan secara
efisien atau menghasilkan keluaran secara produktif. Prinsip manajemen demikian
pas diterapkan di lingkungan bisnis yang didalamnya produsen memegang kendali
bisnis.
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoretis
mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi dengan mengacu pada filosofi
“kemampuan menghasilkan output yang optimal dengan input-nya yang ada,
adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan” (Abidin dan Endri, 2009:22).
Efisiensi juga dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara keluaran (Output)
dengan masukan (input) atau jumlah yang dipergunakan.
Konsep efisiensi pertama kali diperkenalkan oleh Farrel (1957) yang
merupakan tindak lanjut dari model yang diajukan oleh Debreu (1951) dan
Koopmans (1951) (Abidin dan Endri, 2009:22). Farrel (1957) membagi efisiensi
menjadi 2 komponen yaitu technical efficiency dan price efficiency. Efisiensi teknis (technical efficiency) mengukur keberhasilan perusahaan dalam memproduksi output semaksimal mungkin dengan input tertentu, sedangkan price efficiencyatau disebut juga dengan allocative efficiency mengukur keberhasilan perusahaan dalam menetukan suatu set input yang optimal dengan tingkat harga
yang telah ditentukan (Gracia Masita, 2012).
Abidin dan Endri (2009) juga mengatakan bahwa efisiensi teknis
16
Tetapi, dalam rangka mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaaan harus
efisien secara teknis. Untuk mencapai tingkat keuntungan maksimal, sebuah
perusahaan harus dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan
jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan menghasilkan output dengan
kombinasi yang tepat pada tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif).
2.4 Konsep Pengukuran Efisiensi
Perhitungan efisiensi teknis sebelumnya telah dilakukan oleh Farrel (1957)
berdasarkan paper dan Tim Coelli (1996) yang menggambarkan sebuah ukuran sederhana mengenai efisiensi perusahaan dengan cara menghitung berbagai
macam input yang digunakan untuk produksinya.
Farrel mengusulkan efisiensi dari dua komponen yaitu: technical efficiency
yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output
maksimum dari serangkaian input yang telah ditentukan, allocative efficiency
yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan berbagai
macam input dalam proporsi yang optimal, dimana masing-masing inputnya
sudah ditentukan tingkat harga dan teknologi produksinya. Kedua komponen
efisiensi tersebut dikombinasikan lalu menghasilkan total economic efficiency.
Pemikiran awal mengenai pengukuran efisiensi dari Farrel dimana
analisisnya berkenaan dengan ruang input, yang berfokus pada upaya
17 2.5 Pengukuran Efisiensi
Muharam dan Pusvitasari (2007) mengatakan, ada tiga jenis pendekatan
pengukuran efisiensi khususnya perbankan, yaitu:
1. Pendekatan Rasio
Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara
menghitung perbandingan output dan input yang digunakan. Pendekatan
ini akan dapat dinilai memiliki efisiensi yang tinggi apabila dapat
menghasilkan output yang semaksimal mungkin dengan input yang
seminimal mungkin.
Efficiency = Output/Input ... (2.9) Pendekatan rasio ini memiliki kelemahan apabila terdapat banyak input
dan banyak output yang akan dihitung, karena jika diperhitungkan
serempak maka akan menghasilkan banyak hasil perhitungan sehingga
menghasilkan asumsi yang tidak tegas ( Silkman, 1986; Ario, 2005 dalam
Muharam dan Pusvitasari, 2007).
2. Pendekatan Regresi
Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari
tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu.
Fungsi regresi adalah sebagai berikut:
Y=f (X1,X2,X3,X4,...Xn)... (2.10)
Dimana:
18
Pendekatan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat
digunakan untuk memproduksi tingkat output yang dihasilkan sebuah Unit
Kegiatan Ekonomi (UKE) pada tingkat input tertentu. UKE dapat
dikatakan efisien apabila menghasilkan output lebih banyak dari pada
output hasil estimasi (Silkman, 1986 dalam Muharam dan Pusvitasari,
2007).
3. Pendekatan Frontier
Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis yaitu pendekatan frontier parametik dan nonparametik. Tes parametik adalah tes yang modelnya menetapkan adanya syarat-syarat
tertentu tentang parameter populasi yang merupakan sumber
penelitiannya, sedangkan tes nonparametik adalah tes yang modelnya tidak
menetapkan syarat-syarat mengenai parameter populasi yang merupakan
induk sampel penelitiannya. Pendekata frontier parametik dapat diukur dengan tes statistik parametik seperti menggunakan metode Stochhastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Analysis (DFA). Sedangkan pendekatan frontier non parametik dapat diukur dengan tes statistik non parametik dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) (Silkman, 1986 dalam Muharam dan Pusvitasari, 2007).
2.6 Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi
Menurut Haddad, dkk (2003) terdapat 3 pendekatan yang lazim digunakan
baik dalam metode parametik Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan
19
Analysis (DEA) untuk mendefenisikan hubungan input dan output dalam kegiatan finansial suatu lembaga keuangan yaitu:
1. Pendekatan Aset (The asset Approach)
Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman (loan). Dalam pendekatan ini, output didefenisikan ke dalam bentuk aset.
2. Pendekatam Produksi (The Production Approach)
Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari
akun deposito (deposit accounts) lalu mendefenisikan output sebagai jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aset-aset tetap dan material
lainnya.
3. Pendekatan Intermediasi (The Intermediation Approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa lembaga keuangan bertindak
sebagai perantara antara penabung dan peminjam dan menjadikan total
kredit dan sekuritas sebagai output. Sedangkan deposito dengan tenaga
kerja dan modal fisik didefenisikan sebagai input (Sufian, 2006).
Di lihat dari ketiga pendekatan yang diuraikan diatas maka pendekatan
yang akan digunakan oleh penulis adalah pendekatan intermediasi. Variabel input
yang dipilih berdasarkan pendekatan intermediasi dalam penelitian ini meliputi:
a. Simpanan, merupakan titipan murni dari nasabah kepada bank, yang untuk
kemudian dipergunakan oleh bank dalam aktivitas kegiatan ekonomi
tertentu dengan cara bank menjamin akan mengembalikannya secara utuh
20
oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana
dalam dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, yang merupakan kewajiban bank kepada
masyarakat dimana dana/simpanan tersebut dapat ditarik/dicairkan oleh
masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Peraturan Bank
Indonesia Nomor : 2/19/PBI/2000).
b. Aset, menurut Hanafi dan Halim (2003), aset adalah manfaat ekonomis
yang akan diterima pada masa mendatang atau akan dikuasai oleh bank
sebagai hasil dari transaksi atau kejadian. Semakin tinggi nilai total aset
yang dimiliki oleh bank, semakin tinggi pula kredit/pembiayaan yang bisa
diberikan.
c. Biaya tenaga kerja, menurut Mulyadi (2000), tenaga kerja merupakan
usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah
produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk
penggunaan biaya tenaga kerja manusia tersebut. Tingginya biaya tenaga
kerja menyebabkan meningkatnya beban operasional, sehingga
menurunkan laba operasional yang diperoleh bank. Dengan berkurangnya
laba operasional bank, maka alokasi dari laba yang disetorkan untuk modal
tambahan yang kemudian disalurkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan
menjadi berkurang.
Sedangkan variabel output dalam penelitian ini adalah:
a. Total kredit/pembiayaan, merupakan produk penyaluran dana perbankan
21
untuk investasi, perdagangan atau konsumsi, yang dapat memberikan
keuntungan bagi bank dengan adanya bunga ataupun bagi hasil.
b. Pendapatan, yaitu seluruh pendapatan bank yang diterima baik pendapatan
operasional, dan pendapatan non-operasional sebelum dikurangi pajak.
2.7Pengaruh Ukuran Bank terhadap Efisiensi Teknis
Ukuran bank merupakan salah satu karakteristik spesifik bank yang
umumnya menjadi determinan dari efisiensi perbankan. Perusahaan besar
mempunyai sumber daya yang lebih baik, biaya transaksi yang lebih rendah, dan
lebih bisa bertahan dalam menghadapi persaingan dan goncangan perekonomian
(Surifah, 2011).
Bank berukuran besar umumnya memiliki keunggulan daripada bank
berukuran sedang atau kecil, seperti jumlah modal yang lebih besar, jumlah tenaga
kerja dan reputasi yang lebih baik, dan kemampuan untuk menghasilkan
pendapatan non-bunga dari sumber lain seperti jasa investasi perbankan, jasa
transfer uang, jasa penukaran mata uang asing dan jasa asuransi. Hal ini akan
memudahkan bank berukuran besar untuk memperoleh pinjaman daripada bank
berukuran sedang dan kecil, sehingga bank besar menjadi lebih efisien (Ajlouni,
Hmedat, & Hmedat, 2011 dalam Gracia masita, 2012).
Selain itu penelitian dari (Micco et al, 2004), (Bonin et al, 2004), (Perera
et al, 2007), dan (Suwandri, 2008) menemukan bahwa semakin besar bank,
khususnya bank yang dimiliki oleh pemerintah, akan makin tidak efisien dan
memiliki resiko kesulitan keuangan yang makin tinggi. Disisi lain penelitian
22
beraset lebih besar lebih efisien daripada BPD beraset menengah dan kecil.
Sedangkan penelitian (Pungkaswara dan Supatmi, 2011) menemukan bahwa
makin besar ukuran bank maka makin tinggi rasio BOPO namun makin rendah
rasio CAR dan NPM. Dan penelitian (Ismail, Rahim, & Majid, 2010) menemukan
Semakin besar ukuran bank maka bank tersebut memiliki lebih banyak modal
yang dapat digunakan untuk mengadopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan
laba dan meminimalkan biaya. Salah satu bentuk penggunaan teknologi pada bank
adalah membangun jaringan ATM (Automated Teller Machine) dan menggunakan sistem komputer online sehingga memudahkan bank besar untuk berkembang
lebih cepat dan pada biaya yang lebih rendah (Berger & Mester, 1997b; Ajlouni et
al., 20011 dalam Gracia masita, 2012).
Hauner, (2004) juga mengungkapkan bahwa ukuran bank berpengaruh
pada efisiensi melalui 2 yaitu:
1. Apabila ukuran bank berpengaruh positif dengan kekuatan pasar, maka
bank yang berukuran lebih besar biaya inputnya akan lebih rendah.
2. Kemungkinan terjadi increasing return to scale dapat berasal dari biaya tetap (misalnya biaya untuk penelitian atau manajemen risiko) atau dari
tenaga kerja yang terspesialisasi.
Maka dilihat dari penelitian-penelitian yang telah diuraikan diatas dapat
23 2.8 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Zaenal Abidin
dan Endri, 2009
Kinerja Efisiensi
26 BPD seluruh Indonesia selama periode 2006-2007 dari hasil perhitungan kinerja efisiensi teknis menunjukan bahwa BPD mengalami peningkatan efisiensi dalam kegiatan operasionalnya, tapi nilai efisiensinya masih dibawah angka yang maksimal yaitu 100%. Secara rata-rata, bank BPD beraset lebih besar lebih efisien daripada bank BPD beraset menengah dan kecil.
Berdasarkan Data Envelopment Analysis (DEA)
Hasil analisis dengan menggunakan DEA menunjukan bahwa secara rata-rata bank di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2012 masih belum efisien. Faktor kepemilikan saham oleh asing dan tingkat kesehatan bank tidak berpengaruh terhadap efisien teknis. Non-Performing Loan
24 Daerah Di Indonesia
Kinerja keuangan BPD secara simultan dipengaruhi struktur kepemilikan, umur dan ukuran perusahaan. Jumlah dewan komisaris dan direksi, serta auditor. Penelitian ini juga
menemukan bahwa makin panjang umur BPD
ditemukan makin rendah rasio CAR, dan NPL namun makin tinggi rasio LDR. Ukuran perusahaan ditemukan berpengaruh negatif terhadap rasio NPL, NPM, dan LDR. Jumlah dewan komisaris tidak terpengaruh terhadap kinerja keuangan BPD. Jumlah dewan direksi berpengaruh positif terhadap LDR, namun berpengaruh negatif terhadap CAR. BPD yang diaudit oleh BPKB memiliki kinerja ROA makin tinggi, namun LDR bank makin rendah. Parametik Data Envelopment Analysis (DEA) (Studi pada Bank Umum di Indonesia Tahun 2005-2011)
25
sebesar 100%. Dari delapan variabel input dan output
yang digunakan sebagai komponen penentu efisiensi pada kelompok bank yang menjadi sampel penelitian dapat diketahui bahwa secara umum variabel input salary expense dan interest expense, serta variabel
output interest income
26 2.9Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Laporan Tahunan Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut Tahun 2011-2013
Data Keuangan Bank Aceh, Bank Nagari, dan Bank Sumut Tahun 2011-2013
Pengukran Efisiensi dengan Metode Data Envelopment Analysis dengan Pendekatan Intermediasi
Tingkat Efisiensi Bank
Aceh 2011-2013
Tingkat Efisiensi Bank
Nagari 2011-2013
Tingkat Efisiensi Bank
Sumut 2011-2013 Simpanan
Aset
Biaya Tenaga Kerja
Total Kredit
Pendapatan
27 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengetahui tingkat efisiensi Bank
Pembangunan Daerah (BPD) yang beroperasi didaerah/provinsi Aceh, Sumatera
Baratdan Sumatera Utara. Data yang digunakan adalah data kuantitatif yang
berbentuk angka (numerik). Ini dilakukan dalam jangka waktu tiga tahun dari
periode 2011-2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat dan mengambil
sampel dari laporan keuangan bank Aceh, Nagari (Sumbar), dan Sumatera Utara.
3.2 Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian
Adapun pendekatan variabel-variabel input dan output dalam penelitian ini
ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini:
Tabel 3.1
Variabel Input dan Output
Pendekatan Input Output
Intermediasi
Simpanan Aset
Biaya Tenaga Kerja
Total Kredit Pendapatan
Sumber: Data diolah
Dalam penelitian ini terdapat defenisi dari operasional variabel yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
3.2.1 Variabel Input
Variabel input adalah variabel yang mempengaruhi variabel output.
Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 variabel yaitu: a. Total simpanan, merupakan simpanan murni dari nasabah kepada
28
kegiatan ekonomi tertentu dengan catatan bank menjamin akan
mengembalikannya secara utuh kepada nasabah.
b. Total Aset, menurut Hanafi dan Halim (2003), aset adalah manfaat
ekonomis yang akan diterima pada masa mendatang atau akan dikuasai
oleh bank sebagai hasil dari transaksi atau kejadian.
c. Biaya Tenaga Kerja, menurut Mulyadi (2000), tenaga kerja merupakan
usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk untuk
mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan
untuk penggunaan biaya tenaga kerja manusia.
3.2.2 Variabel Output
Variabel Output adalah variabel yang menjadi pusat perhatian, dalam penelitian ini variabel output yang digunakan adalah:
a. Total Kredit/Pembiayaan, merupakan produk utama bank sebagai
intermediasi yang menghubungkan antara surplus unit dan defisit unit.
Total kredit/pembiayaan digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam menghasilkan produk utama berupa
kredit/pembiayaan sebagai salah satu cara dalam meningkatkan
keuntungan (laba operasional).
b. Pendapatan, yaitu seluruh pendapatan bank diterima baik pendapatan
bunga, pendapatan operasional, dan pendapatan non-operasional.
29
Populasi dalam penelitian ini adalah bank pemerintah yang telah
beroperasi di daerah/provinsi Aceh, Sumbar, dan Sumut pada periode 2011 hingga
2013. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
menggunakan sampel bersasaran (purposive sampling).
Metode purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011:85). Beberapa pertimbangan pemilihan
sampel adalah sebagai berikut:
1. Bank yang berstatus bank pemerintah daerah dan telah beroperasi di
provinsi/daerah Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara pada periode
2011 hingga 2013.
2. Bank menerbitkan laporan keuangan tahunan (annual report) untuk periode 2011-2013.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jumlah sampel yang diambil
adalah sebanyak 3 bank yaitu:
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
Sumber: Data diolah
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain:
Bank Pembangunan Daerah (BPD)
30
a. Total simpanan, yang diperoleh dari neraca dalam laporan keuangan
tahunan bank Aceh, Nagari, dan Sumut periode 2011-2013.
b. Total aset, yang diperoleh dari neraca dalam laporan keuangan tahunan
bank Aceh, Nagari, dan Sumut periode 2011-2013.
c. Biaya tenaga kerja atau biaya personalia, yang diperoleh dari neraca dalam
laporan keuangan bank Aceh, Nagari, dan bank Sumut periode 2011-2013.
d. Total kredit, yang diperoleh dari neraca dalam laporan keuangan bank
Aceh, Nagari, dan Sumut periode 2011-2013.
e. Pendapatan, yang diperoleh dari laporan laba/rugi dalam laporan keuangan
bank Aceh, Nagari, dan Sumut periode 2011-2013.
3.5 Model Analisis Data
Untuk memperoleh tingkat efisiensi bank pemerintahan daerah (BPD)
Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat diperoleh dari analisis yang
menggunakan software MaxDEA 6.3.
3.5.1 Metode Data Envelopment Analysis (DEA)
Metodologi DEA (Data Envelopment Analyis) merupakan pendekatan pemograman matematika yang digunakan untuk mengembangkan suatu frontier
yang efisien, yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan pengukuran
efisiensi relatif (garcia 2011 dalam Gracia masita, 2012). Cara pengukuran yang
digunakan dalam metode DEA adalah membandingkan output yang dihasilkan
dan input yang ada, yaitu: Efisiensi=������ �����
31
perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang dibandingkan. Metode ini diperkenalkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978.
Metode ini tidak memerlukan fungsi produksi, dan hasil perhitungannya disebut
nilai efisiensi relatif (Abidin dan Endri, 2009:25). Perhitungan DEA ini akan
dibantu paket-paket software efisiensi secara teknik, seperti Banxia Frontier Analysis (BFA), Warwick for Data Envelopment Analysis (WDEA), dan MaxDEA. Penelitian ini akan menggunakan bantuan software MaxDEA. Yang pada intinya software-software tersebut akan menunjukkan pada hasil yang sama.
Metode DEA merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi bank. Dengan menggunakan metode DEA maka
pengukuran tingkat efisiensi relatif suatu bank dapat diperoleh. Dalam mengukur
efisiensi DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat
membantu untuk mencari penyebab dan jalur keluar dari ketidak efisienan yang
merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial (Haddad et. al., 2003 dalam Abidin dan Endri, 2009:24).
Dimana DEA dapat mengukur efisiensi relatif suatu UKE (Unit Kegiatan
Ekonomi) dengan menggunakan input dan output lebih dari satu. Efisiensi relatif
UKE dalam DEA juga didefinisikan sebagai rasio dari total ouput tertimbang
dibagi total input tertimbang (total weighted output/total weighted input). Inti dari DEA adalah menentukan bobot (weighted) atau timbangan untuk setiap input dan
32
disyaratkan yaitu, (Silkman, 1986; Nugroho, 1995 dalam Huri dan Susilowati,
2004):
a. Bobot tidak boleh negatif
b. Bobot harus bersifat universal. Hal ini berarti setiap UKE dalam sampel
harus dapat menggunakan seperangkat bobot yang sama untuk
mengevaluasi rasionya (total weighted output/total weighted input) dan rasio tersebut tidak lebih dari 1 (total weighted output/total weighted input ≤ 1) (Muharam dan Pusvitasari, 2007).
3.5.2 Keunggulan dan Kelemahan Data Envelopment Analysis (DEA)
Namun dalam perkembangannya, metode Data Envelopment Analysis
(DEA) tentu terdapat keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dan kelemahan
yang dimiliki metode Data Envelopment Analysis (DEA) sebagai berikut: 1. Keunggulan
a. Bisa menangani banyak input dan output.
b. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output.
c. Unit Kegiatan Ekonomi dibandingakan secara langsung dengan
sesamanya.
d. Dapat membentuk garis frontier fungsi efisiensi terbaik atas variabel
input-output dari setiap sampelnya.
33
2. Kelemahan
a. Bersifat simple specific
b. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa berakibat
fatal.
c. Hanya mengukur produktivitas relatif dari unit kegiatan ekonomi bukan
produktivitas absolut.
d. Uji hipótesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.
3.5.3 Model Pengukuran Efisiensi Teknik
Model dasar dari DEA adalah model CCR (Charnes, Cooper dan Rhodes).
Asumsi yang digunakan pada model CCR adalah Constant Return to Scalem
(CRS), yang berarti adanya kenaikan pada input menghasilkan peningkatan pada
output secara proporsional (Martic, Novakovic, & Baggia, 2009 dalam Gracia
masita, 2012). Asumsi CRS ini hanya sesuai ketika semua bank beroperasi pada
skala yang optimal.
Model DEA kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Banker, Charnes,
dan Cooper yang dikenal dengan model BCC. Pada model BCC diasumsikan
bahwa adanya peningkatan input tidak menghasilkan perubahan pada output yang
proporsional sehingga asumsinya disebut Variable Return to Scale (VRS). Efisiensi teknis yang diukur dengan model BCC merefleksikan kinerja
manajeman untuk mengorganisir input dalam proses produksi (Kumar & Gulati,
34 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perbankan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran dan pengaruh
pihak penjajah Belanda, karena Belanda yang pertama mendirikan bank di
Indonesia. Dari sekian banyak bank-bank yang didiirikan di Indonesia pada zaman
itu namun pemerintah hanya mengendalikan tiga aktivitas perbankan saja
sementara pada bank-bank lainnya bebas dari campur tangan pemerintah, ketiga
bank tersebut adalah:
1. De Javasche NV. Bank ini berdiri pada tanggal 10 Oktober 1827 dan pada
tanggal 6 Desember 1951 dinasionalisasikan oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1968 De Javasche NV dijadikan sebagai Bank Sentral Indonesia sampai
sekarang.
2. De Postpaarbank. Berdiri pada tahun 1989 dan berdasarkan
Undang-Undang Darurat Tahun 1950 nama bank ini diganti dengan Bank
Tabungan Pos. Selanjutnya pada tahun 1968 bank ini berubah menjadi
Bank Tabungan Negara dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1968.
3. De Algemene Volkscredietbank. Berdiri pada tahun 1934 di Batavia
(Jakarta) dan pada masa sekarang bank ini dikenal sebagai Bank Rakyat
Indonesia. Pada masa penguasaan Jepang bank ini dikenal dengan Syomin
35
Pada saat menjelang kemerdekaan pemerintah Indonesia mulai mendirikan
bank-bank pemerintah, yang dimana secara keseluruhan perbankan sebagai
lembaga intermediasi sektor keuangan memiliki peranpenting dalam
perekonomian suatu negara. Secara mikro, bank berfungsi menyalurkan dana dari
nasabah yangmemiliki kelebihan dana kepada pelaku usaha dan perorangan yang
membutuhkan dana dalam rangkamemperlancar usaha dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Secara makro, industri perbankan berperan sebagaisumber
pembiayaan bagi perkembangan perekonomian dan sebagai sarana dalam
pelaksanaan kebijakanmoneter. Perkembangan industri perbankan Indonesia telah
menunjukkan kemajuan yang sangat pesat, baik darisudut pertumbuhan aset, jenis
produk yang ditawarkan antara lain sebagai akibat berkembangnya bank
sebagaikonglomerasi, maupun teknologi informasi yang digunakan.
Perkembangan aset yang dipublikasikan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) pada
Desember 2014 yang dimana perkembangan aset yang dimiliki bank-bank yang
ada di Indonesia mengalami kemajuan dan total keseluruhan total aset bank
Persero, BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, BPD, Campuran, dan bank Asing
mengalami kenaikan setiap tahunnya, pada tahun 2013 aset bank umum
berdasarkan kelompok bank berjumlah Rp 4.954.467 meningkat Rp 691.880 atau
16,23 persen dari posisi akhir tahun 2012 yang berjumlah Rp 4.262.587. dan pada
tahun 2014 berjumlah Rp 5.615.150 meningkat Rp 660.682 atau 13,33 persen dari
36 Tabel 4.1
Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank (Growth OfCommercial Banks Asset Based Group Bank)
Miliar Rp. (Billion Rp.)
Kelompok Bank Tahun
2012 2013 2014
Bank Persero 1.535.343 1.758.873 2.076.605
BUSN Devisa 1.705.408 1.962.539 2.200.142
BUSN Non Devisa 135.472 162.457 186.817
BPD 366.685 389.964 440.691
Bank Campuran 217.713 290.219 278.312
Bank Asing 301.966 390.415 432.582
Total 4.262.587 4.954.467 5.615.150
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (Data diolah)
Perkembangan tersebut telah mengakibatkanpersaingan antar bank
menjadi semakin ketat.Sedangkan total Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum pada Desember 2013 berjumlah Rp 3.663.968 meningkat Rp 438.788 atau 13,60
persen. Dan pada tahun 2014 berjumlah Rp 4.114.420 meningkat Rp 450.452 atau
12,30 persen. Perkembangan total DPK terlihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2
Total Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Total Of Third Party Funds Of Comercial Banks)
Miliar Rp. (Billion Rp.)
Keterangan Nominal
2011 2012 2013 2014
Giro 652.708 767.070 846.781 889.586
Tabungan 898.245 1.076.830 1.212.707 1.284.458
Simpanan Berjangka 1.234.072 1.381.298 1.604.480 1.940.376
Total DPK 2.785.024 3.225.198 3.663.986 4.114.420
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (Data diolah)
4.2 Perkembangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia
Perkembangan industri perbankan Indonesia yang semakin menunjukkan
kemajuan mengakibatkan persaingan antar bank menjadi semakin ketat, salah satu
indikator sebuah bank yang dapat bersaing dapat dilihatdari ukuran tingkat
37
sehingga didalamnya termasuk pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik
(Good Corporate Governance).Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) adalah struktur dan proses yang digunakan danditerapkan Organ Perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan
mengoptimalkan nilaiperusahaan bagi seluruh pemangku kepentingan.PT. Bank
Pembangunan Daerah (BPD) yang ada di Indonesia berkomitmen penuh
menerapkan tata kelola perusahaan denganstandar-standar tertinggi dalam
menjaga kesinambungan perusahaan. Kebijakan dan praktik tata kelola
dilaksanakan mengacu pada Pedoman Tata Kelola Perusahaan sesuai dengan
peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum serta perubahannya dalam peraturan bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 serta penjelasannya dalam surat edaran bank
Indonesia No 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013, serta aturan
perundang-undangan berlaku lainnya.
Dan masing-masing bank pembangunan daerah (BPD) menunjukkan
kinerja efisiensi yang optimal dalam rangka mencapai dan mendukung
sepenuhnya pembiayaan pembangunan daerah. Sampai saat ini bank
pembangunan daerah (BPD) yang ada di Indonesia adalah 26 BPD yaitu:
Tabel 4.3
Bank Pembangunan Daerah di Indonesia No Bank Pembangunan Daerah 1 BPD Jawa Tengah BPD Jawa Tengah
38
BPD Jawa Timur BPD Kalimantan Timur BPD Kalimantan Tengah BPD Kalimantan Barat BPD Kalimantan Selatan BPD Lampung
BPD Maluku
BPD Nusa Tenggara Barat BPD Nusa Tenggara Timur BPD Papua
BPD Riau Kepri
BPD Sulawesi Tenggara
BPD Sulawesi Selatan dan Sulwesi Barat BPD Sulawesi Tengah
BPD Sulawesi Utara BPD Sumatera Barat
BPD Sumatera Selatan dan Bangka Belitung BPD Sumatera Utara
BPD Yogyakarta
Sumber: Data diolah (Bank Indonesia)
Hingga Desember 2012 bank pembangunan daerah (BPD) seluruh
Indonesia mencatat aset sebesar Rp 368,80 triliun atau naik 17,01 persen
dibandingkan posisi Desember 2011 yang mencapai Rp 305,62 triliun. Selama
lima tahun terakhir aset tersebut melonjak 100.35 persen dibandingkan posisi
Desemser 2008 yang mencapai Rp 183,80 triliun. Secara konsolidasi aset bank
pembangunan daerah (BPD) seluruh Indonesia per Desember 2012 berdasarkan
Statistik Perbankan Indonesia (SPI) menduduki peringkat keempat dengan total
aset Rp 368,24 triliun terlihat pada tabel dibawah ini:
39
Perkembangan Aset Perbankan di Indonesia Per Desember 2012
No Nama Bank Total Aset
1 Mandiri Rp 561,20 triliun
2 BRI Rp 547,60 triliun
3 BCA Rp 436,70 triliun
4 BPD Rp 368,24 triliun
5 BNI Rp 324,80 triliun
Sumber: Data diolah (Statistik Perbankan Indonesia)
Terlihat pada tabel 4.4 bahwa perkembangan perbankan yang ada di
Indonesia cukup baik, dimana total aset per Desember 2012 yang dimiliki bank
Mandiri sebesar Rp 561,20 triliun, BRI sebesar Rp 547,60 triliun, BCA Rp 436,70
triliun, BPD sebesar Rp 368,24 triliun, dan BNI sebesar Rp 324,80 triliun.
Asosiasi bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) menyatakan kekuatan aset
bank pembangunan daerah (BPD) menunjukkan bahwa BPD seluruh Indonesia
bersinergi akan menjadi potensi kekuatan yang solid dalam kancah persaiangan
industri perbankan nasional serta dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal
bagi perekonomian nasional khususnya di daerah. Sementara itu, kinerja kredit
dalam 5 tahun terakhir juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Pada
Desember 2012, kredit BPD mencapai Rp 219 triliun atau meningkat 127,08
persen dibandingkan posisi Desember 2008 yang mencapai Rp 96,44 triliun.
Pertumbuhan kredit year on year pada Desember 2012 mencapai 28,08 persen. Sedangkan total dana pihak tiga (DPK) BPD pada Desember 2013berjumlah Rp 287.709 meningkat Rp 11.174 atau naik 4 persen dari posisi Desember 2012 yang
berjumlah Rp 278.535 dan pada tahun 2014 berjumlah Rp 335.957 meningkat Rp
40 Tabel 4.5
Total Dana Pihak Ketiga BPD
(Total Of Third Party Funds Of Regional Development Banks) Miliar Rp. (Billion Rp.)
Keterangan Nominal
2012 2013 2014
Giro 112.953 107.070 120.899
Tabungan 79.968 95.827 100.949
Simpanan Berjangka 89.614 84.812 114.109
Total DPK 278.535 287.709 335.957
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia ( Data diolah)
PT. Bank Aceh diusianya yang genap 40 tahun, bank Aceh terus tumbuh
untuk menjadi motor penggerak dan pilar penting ekonomi Aceh. Dan di tahun
2013 bank Aceh mampu menunjukkan posisinya sebagai bank ke se-puluh
terbesar diantara 26 BPD nasional dalam hal total aset, dan penghimpun dana
pihak ketiga. Sementara dalam hal penyaluran kredit berada pada urutan kesebelas
terkait laba dan modal inti bank Aceh berada pada urut keenam dan kesembilan
BPD Nasional. Yang dimana pada tahun buku 2013 total aset bank Aceh
mencapai Rp 15,25 triliun tumbuh 13,07 persen dari Rp 13,49 triliun tahun 2012
merupakan indikasi yang baik dan bukti keberhasilan bank Aceh dalam
mengimplementasikan kebijakan dan strategi bisnis tahun 2013.Sedangkan pada
total kredit yang dicapai pada tahun 2013 sebesar Rp 10,20 triliun meningkat 6,30
persen dari tahun 2012 sebesar Rp 9,59 triliun.