• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Kemampuan Adsorpsi Dari Adsorben Karbon Aktif Dan Alumina Aktif Yang Digunakan Untuk Mesin Pendingin Tenaga Surya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengujian Kemampuan Adsorpsi Dari Adsorben Karbon Aktif Dan Alumina Aktif Yang Digunakan Untuk Mesin Pendingin Tenaga Surya"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI DARI ADSORBEN KARBON

AKTIF DAN ALUMINA AKTIF YANG DIGUNAKAN UNTUK MESIN

PENDINGIN TENAGA SURYA

SKRIPSI

Skripsi Yang DiajukanUntukMelengkapi

SyaratMemperolehGelarSarjanaTeknik

TRI ARFANDI

NIM. 110421043

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

karuniaNya serta nikmat kesehatan yang diberikanNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan sebaik-baiknya dan dalam waktu yang

sesingkat-singkatnya.

Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan

mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan agar memperoleh gelar sarjana di

Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun

Tugas Sarjana yang dipilih dengan judul

“PENGUJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI DARI ADSORBEN KARBON AKTIF DAN ALUMINA AKTIF YANG DIGUNAKAN UNTUK MESIN PENDINGIN TENAGA SURYA”

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini penulis banyak mendapat

dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan ketulusan hati

penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Kedua orang tua dan keluarga tercinta (Ayah) Arianto dan (Ibu) Pantasiati

yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi dan

nasihat yang tak ternilai harganya. Serta kepada kakak dan abang saya

yaitu Eka Prastiwayuni dan Dwi Agus Suroto yang telah banyak memberi

saya semangat

2.

Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus, ST. MT, selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, dan

membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3.

Bapak Dr.Eng Himsar Ambarita yang juga banyak membantu dalam

memberikan fasilitas alat penelitian dalam perancangan ini.

(10)

5.

Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin Fakultas Teknik USU.

6.

Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik

Mesin, Universitas Sumatera Utara.

7.

Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik USU.

8.

Rekan satu tim Muhammad Eka Juanda Ginting dan Andika Restu Fauzi

atas kerja sama yang baik untuk menyelesaikan penelitian ini.

9.

Kepada Risna yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis.

10.

Seluruh rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin, khususnya

kepada kawan-kawan seperjuangan Angkatan 2011 yang tidak dapat

disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi

masukan yang berguna demi kelengkapan Tugas Sarjana ini,

"Solidarity

Forever"

.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam penulisan

maupun penyajian Tugas Sarjana ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan

saran-saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Tugas

Sarjana ini dikemudian hari.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan doa

kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat untuk kita

semua.

Medan, Juni 2014

Penulis

(11)

ABSTRAK

Akhir-akhir ini mesin pendingin siklus adsorpsi semakin banyak diteliti oleh para

ahli karena disamping ekonomis juga ramah lingkungan dan menggunakan energy

terbarukan yaitu energi surya. Agar proses adsorpsi dan desorpsi mesin pendingin

adsorpsi dapat berjalan dengan baik perlu diketahui jumlah perbandingan yang

ideal antara adsorben dengan refrigeran yang digunakan. Disini untuk mencari

perbandingan antara absorben karbon aktif dan alumina aktif menggunakan mimis

maupun tidak menggunakan mimis. Data tersebut dapat dicari menggunakan alat

penguji kapasitas adsorpsi. Alat penguji kapasitas adsorpsi yang digunakan

dilengkapi dengan lampu halogen 1000 W sebagai sumber panas. Adsorber pada

alat penguji ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan

terhadap korosi akibat dari variasi refrigeran yang digunakan. Campuran karbon

aktif dan alumina aktif yang digunakan sebagai adsorben sebanyak 1 kg.

Sedangkan variasi refrigeran yang digunakan yaitu metanol. Kapasitas metanol

yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben karbon aktif dan alumina aktif

mengunakan mimis adalah sebanyak 350 mL. Sedangkan kapasitas metanol yang

dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben karbon aktif dan alumina aktif tidak

menggunakan mimis adalah sebanyak 250 mL.

(12)

ABSTRACT

Lately adsorption refrigeration cycle more and more scrutinized by experts as well as eco-friendly and economical use of renewable energy is solar energy. In order for the process of adsorption and desorption adsorption refrigerating machine can run well to note that the ideal number of comparisons between the adsorbent with a refrigerant used. Here to find a comparison between the absorbent activated carbon and activated alumina using or not using a pellet shot. The data can be searched using the adsorption capacity testers. Adsorption capacity testers are used equipped with a 1000 W halogen lamp as a heat source. Adsorber on this tester is made of stainless steel which aims to resist corrosion due to the variation of refrigerant used. Mixture of activated carbon and activated alumina are used as much as 1 kg of adsorbent. While the variation of refrigerant used is methanol. The capacity of methanol which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated carbon and activated alumina pellet use is as much as 350 mL. While the capacity of methanol which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated carbon and activated alumina pellet is not used as much as 250 mL.

(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

i

ABSTRAK ...

iii

ABSTRACT ...

iv

DAFTAR ISI ...

v

DAFTAR GAMBAR ...

vii

DAFTAR TABEL ...

x

DAFTAR SIMBOL ...

xi

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ...

1

Tujuan Penelitian ...

2

Tujuan Umum

Tujuan Khusus

Batasan Masalah ...

2

Manfaat Penelitian ...

3

Sistematika Penulisan ...

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Adsorpsi ...

5

2.1.1 Teori Umum Adsorpsi ...

5

2.2 Adsorben ...

8

2.2.1 Karbon Aktif ...

8

2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif ...

10

2.2.3 Kegunaan Karbon Aktif ...

12

2.2.4 Alumina Aktif ...

12

2.2.5 Pembuatan Alumina Aktif ...

13

2.2.6 Kegunaan Alumina Aktif ...

15

2.3 Refrigeran ...

16

2.3.1 Metanol ...

18

2.4 Keamanan Refrigeran ...

19

2.5 Kalor (Q) ...

20

(14)

2.5.2 Kalor sensibel ...

21

2.5.3 Perpindahan Panas ...

21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu ...

27

3.2 Bahan ...

27

3.3 Alat Ukur yang Digunakan pada Pengujian Kapasitas Adsorpsi 27

3.4 Peralatan yang Digunakan ...

29

3.5 Set-Up Eksperimental ...

29

3.5.1 Prosedur Pengujian ...

33

3.6 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi ...

34

3.6.1 Dimensi Utama Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

36

3.7 Langkah Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi ...

38

3.7.1 Pembuatan Adsorber ...

38

3.7.2 Pembuatan Gelas Ukur ...

41

3.8 Flowchart Penelitian ...

42

BAB IV ANALISA DATA

4.1 Hasil Pengujian ...

43

4.1.1 Pengujian dengan Gelasukur Diisolasi Styrofoam

45

4.2 Neraca Kalor ...

61

4.2.1 Kalor yang Diserap Gelas Ukur ...

61

4.2.2 Perhitungan Kalor Laten dengan Gelas Ukur Diisolasi

Styrofoam ...

62

4.3 Analisa Perpindahan Panas pada Adsorber saat Desorpsi ...

63

4.3.1 Perpindahan Panas pada Pengujian Metanol ...

63

4.4 Analisa Perpindahan Panas pada saat Adsorpsi ...

65

4.4.1 Konveksi Natural pada pengujian Metanol ...

65

4.4.2 Effisiensi Gelas Ukur ...

67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...

70

5.2 Saran ...

71

DAFTAR PUSTAKA

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi ...

6

Gambar 2.2 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi 7

Gambar 2.3 AdsorbenKarbonAktif ...

9

Gambar 2.4 StrukturKarbonAktif ...

10

Gambar 2.5 Alumina Aktif ...

13

Gambar 2.6 Diagram proses pembuatan alumina ...

15

Gambar 2.7 Metanol( CH

3

OH) ...

19

Gambar 2.8 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Pelat ...

22

Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat ...

23

Gambar 2.10 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a) ...

25

Gambar 2.11 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe b) ...

25

Gambar 3.1 Manometer Vakum ...

28

Gambar 3.2 Agilent ...

28

Gambar 3.3 Pompa Vakum ...

29

Gambar 3.4 Katup ...

30

Gambar 3.5 Pipa penghubung ...

30

Gambar 3.6 Selang Karet ...

30

Gambar 3.7 Stainless steel ball(mimis) ...

31

Gambar 3.8 Kotak Isolasi Styrofoam ...

31

Gambar 3.9

Set-Up

Eksperimental pada Proses Desorpsi ...

32

Gambar 3.10

Set-Up

Eksperimental pada Proses Adsorpsi ...

33

Gambar 3.11 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi dengan gelas ukur ...

35

Gambar 3.12 Alat Penguji Kapasitas Desorpsi dan adsorpsi dengan

gelas ukur Disolasi ...

36

Gambar 3.13 Dimensi Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi ...

37

Gambar 3.14 Dimensi Adsorber ...

37

Gambar 3.15 Gelas Ukur...

38

Gambar 3.16 Bentuk Adsorber ...

38

Gambar 3.17 Pengisian Adsorben Karbon Aktif dan Alumina Aktif ...

39

(16)

Gambar 3.19 Penyambungan Pelat Adsorber ...

40

Gambar 3.20 Pemasangan Pipa, Manometer Vakum dan Katup ...

40

Gambar 3.21 Adsorber Lengkap ...

40

Gambar 3.22 Adsorber Setelah Dicat Warna Hitam ...

41

Gambar 3.23 Pembuatan Gelas Ukur ...

41

Gambar 3.24 Gelas Ukur...

41

Gambar 4.1 Letak Titik-Titik

thermocouple

pada Alat Penguji ...

44

Gambar4.2 Grafik Temperatur vs Waktu Pemvakuman Alat Penguji

Adsorpsi (metanol) menggunakan mimis ...

45

Gambar 4.3 Grafik Temperatur Rata-Rata vs Waktupada Adsorber

(metanol) menggunakan mimis ...

46

Gambar 4.4 Grafik Temperatur vs Waktu Pemvakuman Alat Penguji Adsorpsi

(metanol) tidak menggunakan mimis ...

47

Gambar 4.5 Grafik Temperatur Rata-Rata vs Waktu pada Adsorber (metanol)

Tidak menggunakan mimis ...

48

Gambar 4.6 Grafik Tekanan vs Waktu Adsorpsi Metanol Dengan

Menggunakan mimis ...

50

Gambar 4.7 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi pada Adsorber (metanol)

Dengan menggunakan mimis ...

51

Gambar 4.8 Grafik Tekanan vs Waktu Adsorpsi Metanol tanpa

Menggunakan mimis ...

52

Gambar 4.9 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi pada Adsorber (metanol)

Tanpa menggunakan mimis ...

53

Gambar 4.10 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Metanol Menggunakan

Mimis pada Gelas Ukur ...

54

Gambar 4.11 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Metanol Tidak Menggunakan

Mimis pada Gelas Ukur ...

56

Gambar 4.12 Grafik Temperatur dan Waktu Desorpsi Metanol pada Adsorber

DenganMenggunakan mimis ...

57

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Adsorben Karbon Aktif ...

9

Tabel 2.2 Kegunaan Karbon Aktif ...

12

Tabel 2.3 Standar Mutu Karbon Aktif ...

12

Table 2.4 Sifat alumina aktif ...

13

Tabel 2.5 Sifat Metanol ...

19

Tabel 4.1 Data Pengukuran Tekanan dan Temperatur Rata-Rata pada Proses

Adsorpsi (metanol) yang menggunakan mimis...

49

Tabel 4.2 Data Pengukuran Tekanan danTemperatur Rata-Rata pada

Proses Adsorpsi (metanol) tanpa menggunakan mimis ...

51

Tabel 4.3 Data Pengukuran Tekanan dan Temperatur Rata-Rata pada

Proses Adsorpsi (metanol) pada gelas ukur yang menggunakan

mimis ...

53

Tabel 4.4 Data PengukuranTekanan danTemperatur Rata-Rata pada

Proses Adsorpsi (metanol) pada gelas ukur tanpa menggunakan

Mimis ...

55

(19)

DAFTAR SIMBOL

Simbol

Arti

Satuan

Cp

Kalor spesifik tekanan tetap

J/kg.K

QL

Kalor laten

J

Le

Kapasitas kalor spesifik laten

J/kg

m

Massa zat

kg

Qs

Kalor sensibel

J

T

Beda temperatur

K

x

Panjang/tebal pelat

m

h

koefisien konveksi

W(m2K)

A

Luas penampang

m2

k

Koefisien konduksi

W/m.K

t

Interval waktu

s

Tgl

Temperatur gelas ukur

K

Ts

Temperatur permukaan adsorber

K

Tb

Temperatur bawah adsorber

K

Tf

Temperatur film

K

TG

Temperatur gelas ukur

K

Qc

Laju perpindahan panas konduksi

W

Qh

laju perpindahan panas konveksi

W

Qr

laju perpindahan panas radiasi

W

P

Tekanan Vakum

cmHg

ε

emisitas dari pelat penyerap

ρ

Massa jenis

kg/cm3

(20)

ABSTRAK

Akhir-akhir ini mesin pendingin siklus adsorpsi semakin banyak diteliti oleh para

ahli karena disamping ekonomis juga ramah lingkungan dan menggunakan energy

terbarukan yaitu energi surya. Agar proses adsorpsi dan desorpsi mesin pendingin

adsorpsi dapat berjalan dengan baik perlu diketahui jumlah perbandingan yang

ideal antara adsorben dengan refrigeran yang digunakan. Disini untuk mencari

perbandingan antara absorben karbon aktif dan alumina aktif menggunakan mimis

maupun tidak menggunakan mimis. Data tersebut dapat dicari menggunakan alat

penguji kapasitas adsorpsi. Alat penguji kapasitas adsorpsi yang digunakan

dilengkapi dengan lampu halogen 1000 W sebagai sumber panas. Adsorber pada

alat penguji ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan

terhadap korosi akibat dari variasi refrigeran yang digunakan. Campuran karbon

aktif dan alumina aktif yang digunakan sebagai adsorben sebanyak 1 kg.

Sedangkan variasi refrigeran yang digunakan yaitu metanol. Kapasitas metanol

yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben karbon aktif dan alumina aktif

mengunakan mimis adalah sebanyak 350 mL. Sedangkan kapasitas metanol yang

dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben karbon aktif dan alumina aktif tidak

menggunakan mimis adalah sebanyak 250 mL.

(21)

ABSTRACT

Lately adsorption refrigeration cycle more and more scrutinized by experts as well as eco-friendly and economical use of renewable energy is solar energy. In order for the process of adsorption and desorption adsorption refrigerating machine can run well to note that the ideal number of comparisons between the adsorbent with a refrigerant used. Here to find a comparison between the absorbent activated carbon and activated alumina using or not using a pellet shot. The data can be searched using the adsorption capacity testers. Adsorption capacity testers are used equipped with a 1000 W halogen lamp as a heat source. Adsorber on this tester is made of stainless steel which aims to resist corrosion due to the variation of refrigerant used. Mixture of activated carbon and activated alumina are used as much as 1 kg of adsorbent. While the variation of refrigerant used is methanol. The capacity of methanol which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated carbon and activated alumina pellet use is as much as 350 mL. While the capacity of methanol which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated carbon and activated alumina pellet is not used as much as 250 mL.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam perancangan sebuah alat pendingin dapat kita ketahui bahwa sistem

pendingin adalah untuk mengembalikan gas menjadi cairan dan selanjutnya

kembali menguap menjadi gas. Dalam bidang teknik, istilah pendinginan harus

dibayangkan lebih dari sekedar pendingin atau menjaga sesuatu tetap dingin,

melainkan suatu sistem yang menghasilkan perpindahan kalor dari sumber

(

source

) yang lebih dingin ke penyerap (

sink

) yang lebih panas dimana hal

tersebut membutuhkan masukan berupa kerja atau energi tambahan.

Proses pendinginan merupakan suatu usaha untuk menurunkan suhu pada

ruangan ataupun pada suatu material, dengan kata lain mendapatkan kondisi yang

diinginkan oleh produk atau material, dalam hal ini temperatur yang rendah agar

produk atau material dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama, baik untuk

konsumsi, produksi, maupun perdagangan. Penyimpanan dan transportasi bahan

pangan, proses pengolahan makanan dan minuman, pembuatan es (

ice making

)

merupakan beberapa contoh kegiatan yang memerlukan proses pendinginan dan

pembekuan. Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor / panas

suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan

kalor yang terkandung dalam ruangan atau benda tersebut. Sehingga proses

pendinginan merupakan rangkaian proses pindah panas. Proses pindah panas

dapat terjadi secara konveksi, konduksi maupun radiasi.

(23)

energi matahari dan tidak memerlukan listrik sangat dibutuhkan terutama untuk

daerah-daerah pedesaan di Indonesia.

Skripsi ini berjudul Pengujian Kemampuan Adsorpsi dari Adsorben yang

Digunakan untuk Mesin Pendingin Tenaga Surya. Skripsi ini merupakan tahap

lanjutan dari skripsi sebelumnya. Pada penelitian ini digunakan digunakan

adsorben karbon aktif dan alumina aktif dan refrigeran seperti metanol. Penelitian

ini dilakukan untuk mendapatkan refrigeran yang paling baik diserap oleh

adsorben karbon aktif dan alumina aktif tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk merancang sebuah mesin

pendingin yang bekerja berdasarkan siklus adsorpsi dan memanfaatkan energi

matahari sebagai sumber tenaganya. Komponen-komponen utama siklus adsorpsi

ini terdiri dari evaporator, kondensor, dan solar kolektor yang sekaligus sebagai

generator. Semua komponen ini akan dirancang, dipabrikasi dan dirakit mejadi 1

unit prototipe mesin pendingin kemudian dilakukan pengujian.

1.2.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini dikerjakan oleh satu tim yang terdiri dari 3 orang, termasuk

penulis. Secara khusus penulis bertanggung jawab pada perancangan dan

pabrikasi. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk perhitungan kapasitas

adsorpsi berdasarkan data pengujian mesin pendingin mesin tenaga surya.

1.3 Batasan Masalah

(24)

1.

Perancangan dan pembuatan alat penguji kapasitas adsorpsi pada

mesin pendingin tenaga surya.

2.

Pasangan adsorben dan refrigeran yang dipakai adalah adsorben

karbon aktif dan alumina aktif-metanol.

3.

Variabel yang diamati adalah temperatur, kapasitas adsorpsi, tekanan

dan waktu.

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1.

Memberikan rekomendasi kapasitas adsorpsi-desorpsi adsorben karbon

aktif dan alumina aktif terhadap beberapa refrigeran

2. Menciptakan teknologi alternatif pendingin yang ramah terhadap ligkungan dan hemat energi.

3. Menambah referensi di Laboratorium Pendingin Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Sebagai wacana dalam sistem refrigerasi yang dapat dilanjutkan untuk penelitian yang lebih lanjut .

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab

sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini akan membahas latar belakang penulisan skripsi, perumusan

masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan skripsi.

Bab II Tinjauan Pustaka

(25)

methanol dan adsorben, prinsip kerja alat penguji kapasitas adsorpsi dan

perpindahan panas

Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab ini penulis membahas tentang alat dan bahan yang digunakan

dalam perancangan alat. Serta gambar alat-alat dan bahan yang digunakan.

Bab IV Hasil Pengujian dan Analisa

Pada bab ini penulis membahas tentang data pengujian dalam bentuk tabel

dan dalam bentuk grafik dan dianalisa data yang didapat dari pengujian alat dan

perhitungan teknik hasilnya.

Bab V Kesimpulan

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari skripsi yang telah selesai

dikerjakan dan saran-saran yang diperlukan untuk penyempurnaan hasil

penelitian.

Daftar Literatur/Pustaka

Daftar Pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan untuk

menyusun laporan ini.

Lampiran

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Siklus Adsorpsi

2.1.1 Teori Umum Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida

(cairan maupun gas) terikat pada suatu padatan (zat penyerap, adsorben) dan

akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap: adsorbat) pada

permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh

fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut

(

soluble

) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana

terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.

Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat di atas permukaan adsorben,

sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat ke dalam adsorben dimana

disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut

adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben.

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika yang

disebabkan oleh gaya

Van Der

dan secara kimia (terjadi reaksi antara zat yang

diserap dengan adsorben).

Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben besar maka

zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Inilah yang disebut

dengan gaya

Van Der Waals.

Pada proses ini gaya yang menahan molekul fluida

pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan

gaya kohesi molekul pada fase cair (gaya

Van Der Waals

) mempunyai derajat

(27)

permukaan solid dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat

reversibel.

[12]

Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat

terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang

jauh lebih besar daripada adsorpsi fisika. Karena adanya ikatan kimia maka pada

permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, di mana terbentuknya lapisan

tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh bantuan adsorben

sehingga efektifitasnya berkurang.

[18]

Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di bawah ini.

[16]
(28)

Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah,

adsorben memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat

refrigeran dalam bentuk gas (gambar a). Vessel yang terdapat adsorben

dipanaskan yang mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan sistem sehingga

kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses

berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi.

Refrigeran yang terdesorpsi kemudian terkondensasi sebagai cairan di

dalam labu

kedua dengan dikeluarkannya panas ke lingkungan dimana tekanan

dan temperatur sistem masih tinggi (gambar b). Pemanasan pada labu pertama

dihentikan, lalu pada botol labu yang pertama terjadi perpindahan panas ke

lingkungan sehingga tekanan sistem menjadi rendah. Tekanan sistem yang rendah

menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke

botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada

kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang

terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan

diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.

Siklus mesin pendingin adsorpsi dapat digambarkan pada diagram

Clayperon berikut ini.

(29)

Proses yang terjadi dapat di uraikan sebagai berikut ini.

1.

Proses Pemanasan (pemberian tekanan)

Proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorben berada pada

temperatur rendah

T

A dan tekanan rendah

P

e (tekanan evaporator). Adsorber akan

menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti peningkatan

tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Selama proses ini tidak ada aliran

refrigeran.

2.

Proses desorpsi

Proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D

sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan

timbulnya uap desorpsi. Sehingga, adsorbat yang berada pada adsorben dalam

bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi

cair.

3.

Proses Pendinginan (penurunan tekanan)

Proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F yang berlangsung pada

malam hari. Adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu

di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke

tekanan evaporasi.

4.

Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A. Adsorber terus melepaskan

panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang

menyebabkan timbulnya uap adsorpsi.

2.2

Adsorben

2.2.1 Karbon Aktif

(30)

(penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan

ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap karbon aktif tersebut dilakukan

aktivasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada

temperatur tinggi.

Karbon aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan

sebagai penyerap uap. Karbon aktif sebagai pemucat biasanya berbentuk bubuk

yang sangat halus, digunakan dalam fase cair, berfungsi untuk memindahkan

zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan,

membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu pada

industri kimia dan industri baru. Diperoleh dari serbuk-serbuk gergaji, ampas

pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan

mempunyai struktur yang lemah.

Gambar 2.3 Adsorben Karbon Aktif

Adsorben karbon aktif yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari

cangkang kelapa. Adapun sifat dari adsorben karbon aktif yang digunakan adalah

sebagai berikut ini.

Tabel 2.1 Sifat Adsorben Karbon Aktif.

[18,10]

Sifat Adsorben Karbon Aktif

Massa Jenis

352,407-544,629 m

3

/kg

Pore Volume

0,56-1,20 cm

3

/g

Diameter rata-rata pori

15-25 Å

Regeneration Temperature

100-140

o

C

(

Steaming

)

(31)

Ukuran karbon aktif yang dilakukan di percobaan ini adalah 1,19 mm.

Ukuran tersebut dilakukan melalui tahapan penggilingan di lab.foundry fakultas

teknik mesin usu. Ukuran ini di pilih karena saringan kain kasa (jaring kawat)

yang paling halus/paling kecil didapat dengan seukuran 1,19 mm, dimana kain

kasa (jaring kawat) berfungsi sebagai penahan karbon aktif agar tidak jatuh

kebawah cairan metanol yang berada di gelas ukur.

Untuk lebih jelasnya perhatikan bagian-bagian dari struktur satu adsorben

karbon aktif berikut ini.

Gambar 2.4 Struktur Karbon Aktif

[18]

Karbon aktif merupakan arang yang diproses sedemikian rupa sehingga

mempunyai daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk

larutan atau gas.

2.2.2 Pembuatan Karbon Aktif

Untuk membuat arang aktif, setidaknya minimal dilakukan dengan 2 cara.

antara lain:

1.

Karbonisasi atau pembuatan arang dari batok kelapa tua

2.

Aktivasi arang batok

(32)

Prinsip dasar aktivasi arang aktif adalah distilasi kering atau pirolisis yaitu

pembakaran tanpa menggunakan udara atau oksigen dengan suhu tinggi.

Berikut cara kerja pembuatan arang aktif:

1.

Karbonisasi atau pembuatan arang

Untuk membuat arang ada beberapa cara, yang pertama cukup dimasukkan

ke dalam drum minyak, kemudian tempurung dibakar saat awal saja, kemudian

setelah menyala ditutup. Harap ingat, drum harus dikasih lubang udara sedikit

untuk melihat apakah arang sudah jadi atau belum, bisa dilihat dari indikasi asap

yang keluar.

Cirinya adalah jika asap tebal dan putih, berarti batok sedang mengering,

jika asap tebal dan kuning, berarti sedang terjadi pengkarbonan, Pada fase ini

sebaiknya tungku ditutup dengan maksud agar oksigen pada ruang pengarangan

serendah-rendahnya sehingga diperoleh hasil arang yang baik. Untuk pengaturan

udara di dalam tungku bisa diatur dengan membuka tutup lubang udara.

Kemudian jika asap semakin menipis dan berwarna biru, berarti

pengarangan hampir selesai, tunggu sampai arang menjadi dingin. Setelah dingin

arang bisa di bongkar.

2.

Aktivasi Arang Aktif

Adapun prosedur atau langkah-langkah untuk mengaktifkan karbon dapat

dilakukan dengan berikut ini.

a.

Arang dimasukkan ke dalam tangki aktivasi (pirolisis) dan ditutup rapat.

b.

Pastikan sambungan pipa pendingin, dan

termocouple

untuk pengamatan

temperatur berfungsi sebagaimana mestinya.

c.

Alirkan air pendingin ke dalam pipa pendingin, kemudian kompor tungku

pirolisis mulai dinyalakan. Kompor bisa menggunakan bahan bakar

minyak tanah atau solar. Pengaturan api bisa diatur menggunakan

kompresor.

(33)

dengan adanya gelembung air, maka pembakaran dipertahankan selama 3

jam. Setelah waktu tersebut proses telah selesai.

e.

Kemudian api dimatikan, dan tungku aktivasi dibiarkan sampai dingin,

setelah itu bisa dibuka dan dikeluarkan untuk dilakukan penggilingan

sesuai mesh yang diinginkan. Arang aktif atau karbon aktif siap

digunakan.

2.2.3 Kegunaan Karbon Aktif

Karbon aktif digunakan secara luas dalam industri kimia, makanan dan

farmasi. Pada umumnya karbon aktif digunakan sebagai bahan penyerap dan

penjernih. Dalam jumlah yang kecil digunakan juga sebagai katalisator. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.2 Kegunaan Karbon Aktif

[17]

Maksud/Tujuan

Pemakaian

1.

Pemurnian gas

Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk,

asap, menyerap racun.

2.

Pengolahan LNG

Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah

dan reaksi gas.

3.

Katalisator

Reaksi katalisator atau pengangkut vinil klorida dan

vinil acetat

4.

Lain-lain

Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan

mobil, bahan adsorben pada mesin pendingin siklus

adsorpsi

Syarat mutu karbon aktif menurut Standar Industri Indonesia (SII No.

0254-79) adalah seperti tabel berikut ini.

Tabel 2.3 Standar Mutu Karbon Aktif

[17]

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan

1.

Bagian yang hilang pada pemanasan 95

o

C %

Maksimum 15

(34)

3.

Abu

%

Maksimum 2,5

4.

Bagian yang tidak mengarang

%

Tidak ternyata

2.2.4 Alumina Aktif

Alumina aktif dibuat dari aluminium hidroksida dengan dehydroxylating dengan

cara yang menghasilkan bahan yang sangat berpori, bahan ini dapat memiliki luas

permukaan signifikan lebih dari 200 meter persegi / g. Senyawa ini digunakan

sebagai pengering dan sebagai filter fluoride, arsenik dan selenium dalam air

minum. Alumina aktif terbuat dari aluminium oksida (alumina, Al2O3), substansi

kimia yang sama seperti safir dan ruby. Ini memiliki luas permukaan yang sangat

tinggi untuk rasio berat, karena banyak "terowongan seperti" pori-pori.

Gambar 2.5 Alumina Aktif

Table 2.1 Sifat alumina aktif [18]

Luas Permukaan 320 m2 / grm ( minimal ) Total Volume Pori - Pori 0.50 CC / grm

Kapasitas adsorptive ( R.H 60% )

22% ( dari berat )

Pengausan 0.2% ( dari berat )

Pengausan akibat gesekan 99.6% ( dari berat )

Kepadatan 47lbs/ft3 ( 753 kgs/m3 )

(35)

Ukuran alumina aktif yang dilakukan di percobaan ini adalah 1,19 mm.

Ukuran tersebut dilakukan melalui tahapan penggilingan di lab.foundry fakultas

teknik mesin usu. Ukuran ini di pilih karena saringan kain kasa (jaring kawat)

yang paling halus/paling kecil didapat dengan seukuran 1,19 mm, dimana kain

kasa (jaring kawat) berfungsi sebagai penahan alumina aktif agar tidak jatuh

kebawah cairan metanol yang berada di gelas ukur.

2.2.5 Pembuatan Alumina Aktif

Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan

oksida, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam

bidang pertambangan, kramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak

disebut dengan nama alumina

Proses pemurnian bauksit dilakukan dengan metode Bayer dan hasil akhir

adalah alumina. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal

corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan

warna-warna khas yang disebabkan kadar ketidakmurnian dalam struktur corundum.

Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam bauksit

bijih aluminium yang utama.

Pabrik alumina terbesar di dunia adalah Alcoa, Alcan, dan Rusal.

Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi dari aluminium oksida dan

aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih bauksit terdiri

dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan

terlebih dahulu melalui Proses Bayer:

Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan

melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan

yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih

larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan

(36)

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina. Pada 1961,perusahaan General

Electric mengembangkan Lucalox, alumina transparan yang digunakan dalam

lampu natrium. Pada Agustus 2006, ilmuwan Amerika Serikat yang bekerja untuk

3M berhasil mengembangkan teknik untuk membuat alloy dari aluminium oksida

dan unsur-unsur lantanida, untuk memproduksi kaca yang kuat, yang

disebutalumina transparan. Aloi adalah campuran dua atau lebih unsur pada

komposisi tetap tertentu yang mana juzuk utamanya adalah logam.

Tahapan pemurnian aluminium bisa dilihat pada gambar 10. Pertama-tama

bauksit dicampur dengan larutan kimia seperti kaustik soda. Campuran tersebut

kemudian dipompa ke tabung tekan dan kemudian dilakukan pemanasan. Proses

selanjutnya dilakukan penyaringan dan diikuti dengan proses penyemaian untuk

membentuk endapan alumina basah (hydrated alumina). Alumina basah kemudian

dicuci dan diteruskan dengan proses pengeringan dengan cara memanaskan

sampai suhu 1200

o

C. Hasil akhir adalah partikel-partikel alumina dengan rumus

kimianya adalah Al2O3.

(37)

2.3.6 Kegunaan Alumina Aktif

Alumina aktif digunakan untuk berbagai macam aplikasi adsorben dan

katalis termasuk adsorpsi katalis dalam produksi polyethylene , dalam produksi

hidrogen peroksida , sebagai adsorben selektif untuk bahan kimia, termasuk

arsenik , fluoride , dalam penghapusan belerang dari aliran gas ( Claus proses

Catalyst ) .

Alumina aktif juga banyak digunakan untuk menghilangkan fluoride dari

air minum . Di AS , ada program luas untuk fluoridate air minum . Namun , di

daerah tertentu , seperti daerah Jaipur India , ada cukup fluoride dalam air

menyebabkan fluorosis . Filter alumina aktif dapat dengan mudah mengurangi

kadar fluoride dari 0,5 ppm sampai kurang dari 0,1 ppm . Jumlah fluoride

kehabisan dari air yang disaring tergantung pada berapa lama air benar-benar

menyentuh media filter alumina . Pada dasarnya , semakin alumina di filter,

semakin sedikit fluoride bias mencapai akhir , air disaring . Suhu air yang lebih

rendah , dan air pH rendah ( air asam ) akan disaring lebih efektif juga. pH yang

ideal untuk pengobatan adalah 5.5 yang memungkinkan sampai tingkat

penghapusan 95 % .

2.3

Refrigeran

Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi)

atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari

benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke

udara sekeliling di luar benda.

Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7

kelompok yaitu sebagai berikut

[19]

:

1.

Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.

(38)

refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan karbon.

Refrigeran ini disebut refrigeran

chlorofluorocarbon

(CFC). Jika hanya sebagian

saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran yang

terbentuk disebut

hydrochlorofluorocarbon

(HCFC). Refrigeran halokarbon yang

tidak mengandung atom khlor disebut

hydrofluorocarbon

(HFC).

2.

Kelompok refrigeran senyawa organik

cyclic

.

Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor

refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi

ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:

1.

R-C316 C

4

Cl

2

F

6

1,2-dichlorohexafluorocyclobutane

2.

R-C317 C

4

ClF

7

chloroheptafluorocyclobutane

3.

R-318 C

4

F

8

octafluorocyclobutane

4.

Kelompok refrigeran campuran Zeotropik.

Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri

dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk

merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara

destilasi.

5.

Kelompok refrigeran campuran Azeotropik.

Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi

yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada konsentrasi,

tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan

menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrigeran tunggal.

Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain

refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.

6.

Kelompok refrigeran senyawa organik biasa

(39)

refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih

dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua digit. Sebagai

contoh butana (C

4

H

10

), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran

refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan

menimbulkan kerancuan.

7.

Kelompok refrigeran senyawa anorganik.

Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit

selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari refrigeran

ini adalah:

R-702 : hidrogen

R-704 : helium

R-717 : amonia

R-718 : air

R-744 : O

2 

R-764 : SO

2

8.

Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.

Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan menambahkan

angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga angka

yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran halokarbon.

[19]

2.3.1

Metanol

(40)

Tabel 2.4 Sifat Metanol

[18,10]

Sifat Metanol

Massa jenis

Titik lebur

Titik didih

Klasifikasi EU

Panas Laten Penguapan (

L

e

)

787 kg/m³, cair

-97,7

o

C

64,5

o

C

Flammable (

F

), Toxic (

T

)

1100 kJ/kg

Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol,

wood alcohol

atau spiritus.

Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer,

metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah

terbakar dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan dari pada etanol).

Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan

sebagai bahan aditif bagi etanol industri.

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.

Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara.

Setelah beberapa hari uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan

bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.

[17]
(41)

2.4

Keamanan Refrigeran

Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak

bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak

diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh

manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus

dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk

mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan

mudah terbakar.

Berdasarkan

toxicity

, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A

bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat

racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah

sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami

gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di

lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400

ppm (

part per million by mass

). Sementara kategori B sebaliknya.

Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas,

kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji

pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3

o

C. Kelas 2 jika menunjukkan

keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m

3

pada 1 atm dan

temperatur 21,1

o

C atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3

sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang

dari 0,1 kg/m

3

ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.

Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran

diklasifikasikan menjadi 6 kategori.

[2]

1.

A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.

2.

A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah.

3.

A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar.

4.

B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.

(42)

2.5

Kalor (Q)

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan

perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida

ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda

mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika

benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah

(dingin). Kuantitas energi kalor (

Q

) dihitung dalam satuan joules (

J

). Laju aliran

kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi

ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha

2.5.1 Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi

perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu,

aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami

perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan

struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi.

Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah

Q

L

=

L

e

m ...

(2.1)

Dimana :

Q

L

= Kalor laten (J)

Le

= Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)

M

= Massa zat (kg)

2.5.2 Kalor Sensibel

(43)

Q

s

= m C

p

T ...

(2.2)

Dimana:

Q

s

= Kalor sensible

(

J

)

C

p

= Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg.K)

T

= Beda temperatur (K)

2.5.3 Perpindahan Panas

Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari

sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan

temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas.

Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi

perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat

dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi

1. Konduksi

Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih

dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya

tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga

cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel

tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Perhatikan gambar di bawah ini.

(44)

Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju

perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan:

Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

[ lit.3]

Dimana:

= Laju aliran energi (W)

A

= Luas penampang (m

2

)

T = Beda temperatur (K)

x

= Panjang (m)

k

= Daya hantar (konduktivitas) (W/m.K)

2.

Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan

padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair

atau fasa gas. Syarat utama

mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perhatikan

gambar di bawah ini.

Gambar 2.9 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat

Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata

Qc

Aliran Udara

Aliran Udara

(45)

Q

h

= hA(T

s

-T

L

) ...

(2.5) [lit.4]

Dimana:

Q

h

=

Laju perpindahan panas konveksi (W)

h

= Koefisien konveksi (W/m

2

K)

A

= Lluas penampang perpidahan panas (m

2

)

T

s

= Temperatur permukaan

T

L

= Temperatur fluida

3. Radiasi

Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara

memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi

dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya

sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang jelas dari perpindahan

panas radiasi.

Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan

panas radiasi antara permukaan pelat (gambar 2.10) dan lingkungannya adalah:

Q

r

= eσAT

4

...

(2.6)

Dimana

Q

r

=

Laju perpindahan panas radiasi (W)

σ

= Konstanta Boltzman: 5,67 x 10

-8

W/m

2

K

4

e

= Emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)

T

= Temperatur (K)

4.

Konveksi Natural

Jika aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas

yang terjadi. Konveksi ini disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi

bebas dalam bahasa Inggris disebut

natural convection

atau

free convection

.

Pada kasus konveksi natural pada bidang horizontal panjang yang digunakan

menghitung bilangan

Ra

L adalah panjang karakteristik yang didefinisikan dengan

persamaan:

(46)

Dimana A menyatakan luas bidang horizontal dan

K

adalah keliling. Dengan

menggunakan panjang karakteristik (

L

) ini bilangan

Ra

L

dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut (2.8).

Ra

L

=

...

(2.8)

Pola konveksi natural pada permukaan horizontal diperlihatkan seperti gambar

berikut ini.

Gambar 2.10 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a)

Persamaan untuk menghitung

Nu

seperti gambar di atas (bidang

horizontal) dapat digunakan yang diajukan oleh Llyod Moran (1974):

Untuk 10

4

<

Ra

L < 107 :

Nu

= 0,54R

...

(2.9)

Untuk 10

7

<

Ra

L

< 10

9

Nu

= 0,15R

...

(2.10)

[image:46.595.236.382.230.351.2]

Jika polanya ditunjukkan seperti gambar di bawah ini, yaitu fluida panas

akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk

mengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida dibawahnya akan mengalir ke

atas.

Gambar 2.11 Konveksi natural pada bidang horizontal (tipe b)

Tr < Ts Ts Tr < Ts

(47)

Persamaan menghitung bilangan Nu untuk kasus ini dapat digunakan persamaan

dapat dituliskan:

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu

Tempat penelitian adalah laboratorium Teknik Pendingin, gedung Fakultas

Teknik USU. Waktu pelaksanaan penelitian ± 5 bulan.

3.2

Bahan

Pada penelitian ini, bahan pengujian yang digunakan adalah sebagai

berikut.

1.

Adsorben karbon aktif dan alumina aktif

Adsorben yang digunakan pada penelitian ini adalah karbon aktif sebanyak

500

gram

dan 500

gram

alumina aktif. Dimana pengujian ini membedakan isinya

dalam adsorben menggunakan mimis dan tidak menggunakan mimis.

2.

Refrigeran

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang

mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Refrigeran yang

digunakan pada pengujian ini adalah:

Metanol dengan kadar kemurnian 99% sebanyak 1 liter

3.3

Alat Ukur yang Digunakan pada Pengujian Kapasitas Adsorpsi

Alat-alat ukur yang digunakan pada pengujian kapasitas adsorpsi ini

adalah sebagai berikut.

1. Manometer Vakum

(49)

Gambar 3.1 Manometer Vakum

Spesifikasi:

Buatan

: Jerman

Max. tekanan : 0 cmHg

Min. tekanan : -76 cmHg

2. Agilent

Agilent digunakan untuk mengukur temperatur pada adsorber dan gelas

ukur dimana alat ini bekerja secara otomatis dan mencatat hasil pengukuran dalam

bentuk exel.

Gambar 3.2 Agilent

Spesifikasi

Tipe

: Agilent 34970A

Buatan

: Belanda

Jumlah sensor thermocouple

: 20 channels multiplexer

(50)

3.4

Peralatan yang Digunakan

1. Pompa Vakum

Pompa vakum digunakan untuk memvakumkan alat penguji kapasitas

adsorpsi dan mengeluarkan partikel-partikel/kotoran dan mengeluarkan uap air

dari adsorber.

Gambar 3.3 Pompa Vakum

Spesifikasi:

Merek

: ROBINAIR

Model No.

: 15601

Kapasitas

: 142

l

/m

Motor H.p

: ½

Volt

: 110-115 V / 220-250 V

2. Katup

(51)

Gambar 3.4 Katup

Pada gelas ukur juga dipakai 2 katup. Satu katup berfungsi untuk mengatur

aliran dari gelas ukur ke adsorber (pada saat adsorpsi) dan sebaliknya. Katup yang

lain berfungsi untuk pemasukan refrigeran ke gelas ukur.

3. Pipa Penghubung

Pipa penghubung ini mengunakan bahan stainless steel yang berdiameter

¾” dengan panjang keseluruhan 40 cm.

Gambar 3.5 Pipa penghubung

4. Selang Karet

Selang karet berfungsi untuk menghubungkan aliran refrigeran dari gelas

ukur ke adsorber. Selang karet yang berdiameter ¾” memiliki panjang 1 meter.

(52)

5. Stainless steel ball (Mimis)

Dimana mimis tersebut berfungsi sebagai penyimpan panas dan menyerap

panas yg berdiameter 22 mm, berat 0,53 kg berjumlah 10 buah.

Gambar 3.7 Stainless steel ball(mimis)

6. Kotak Isolasi gelas ukur

Kotak isolasi ini berfungsi untuk mengisolasi gelas ukur supaya tidak ada

dipengaruhi oleh lingkungan. Kotak isolasi terbuat dari bahan syrofoam. Tebal

styrofoam adalah 2,5 cm. Adapun ukuran styrofoam adalah

P x L x T

= 47 cm

x

32cm

x

32 cm. Berikut ini gambar styrofoam yang digunakan

Gambar 3.8 Kotak Isolasi Styrofoam

3.5

Set-Up

Eksperimental

(53)

Set-Up

eksperimental dapat dilihat seperti gambar 3.8 s.d 3.9 berikut ini.

Gambar 3.9

Set-Up

Eksperimental pada Proses Desorpsi

Proses desorpsi terjadi karena panas yang berasal dari lampu penguji

berpindah secara radiasi ke adsorber. Refrigeran yang berada dalam adsorben

karbon aktif akan menimbulkan uap desorpsi. Uap ini akan mengalir ke gelas ukur

melalui selang. Uap ini akan berubah fasa menjadi cair di dalam gelas ukur.

Kemudian adsorber melepaskan panas sehingga adsorber terus mengalami

penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi.

Adsorbat dalam bentuk uap mengalir dari gelas ukur ke adsorber. Adsorbat dalam

bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari lingkungan

sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut. Proses ini berlangsung pada

tekanan saturasi yang rendah sehingga penyerapan kalor berlangsung pada

temperatur yang rendah pula. Proses tersebut dinamakan adsorpsi.

Qin

Refrigeran cair

(54)

Gambar 3.10

Set-Up

Eksperimental pada Proses Adsorpsi

3.5.1 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian dapat diuraikan sebagai berikut ini.

1.

Proses

assembling

/penyambungan alat penguji kapasitas adsorpsi. Komponen

adsorber dengan gelas ukur dirangkai/dihubungkan dengan baik. Pada

persambungan pipa dilem dengan baik dan kuat untuk menghindari

kebocoran.

2.

Kemudian dipasang termokopel agilent, pada adsorber (4 titik) dan pada gelas

ukur (3 titik). Agilent dinyalakkan sehingga data-data temperatur pada setiap

titik termokopel tersimpan otomatis.

3.

Adsorber dipanaskan selama 9 jam (mulai pukul 9.00 WIB sampai dengan

pukul 17.00 WIB).

Refrigeran menguap

Konveksi

Alami

(55)

4.

Kemudian pada pukul 17.00 WIB dilakukan pemvakuman dengan

mengunakan pompa vakum untuk mengeluarkan gas/udara dan air/uap air

yang terdapat pada adsorben karbon aktif. Setelah kondisi vakum, kemudian

semua katup ditutup.

5.

Pada gelas ukur diisi refrigeran. Pengujian pertama mengunakan metanol,

pengujian kedua menggunakan etanol, pengujian ketiga menggunakan amonia

dan pengujian terakhir adalah refrigeran musicool. Kemudian lampu alat

penguji kapasitas adsorpsi dimatikan. Data temperatur adsorber dan gelas ukur

akan otomatis tersimpan pada agilent dalam bentuk excel.

6.

Kemudian gelas ukur dimasukkan ke dalam kotak styrofoam dan pada

styrofoam diisikan es sebanyak 5 kg. Hal ini bertujuan untuk melihat berapa

refrigeran yang dapat diserap oleh karbon aktif dengan kondisi bagian luarnya

sudah menjadi es. Karena gelas ukur nantinya akan digantikan fungsinya oleh

evaporator pada mesin pendingin siklus adsorpsi tenaga surya.

7.

Katup antara adsorber dan gelas ukur dibuka untuk memulai proses adsorpsi

(pukul 17.00 WIB sampai keesokan harinya pukul 9.00 WIB). Temperatur

adsorber akan turun seiring dengan turunnya temperatur lingkungan. Pada

malam hari dengan turunya temperatur adsorber, maka karbon aktif akan

menyerap refrigeran sehingga refrigeran akan menguap dan naik ke adsorben

karbon aktif. Tekanan adsorpsi dicatat setiap jamnya.

8.

Proses desorpsi mulai pukul 9.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB

dengan menyalakkan lampu pemanas alat penguji kapasitas adsorpsi

(1000

W). Seiring dengan naiknya temperatur adsorber maka refrigeran akan

menguap dari adsorben karbon aktif dan masuk ke gelas ukur dalam fasa cair.

3.6

Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

Alat penguji kapasitas adsorpsi ini dirancang untuk adsorben kabon aktif

sebanyak 500 gram dan alumina aktif 500 kg beserta 10 mimis maupun tidak

menggunakan mimis di dalam adsorber. Lampu yang digunakan ada dua buah

(lampu halogen) dengan daya masing-masing sebesar 500 W (total 1000 W). Pada

alat penguji adsorpsi dilengkapi sensor

thermocoupel

7 titik (untuk mengukur

(56)

Thermocuople (6 titik)

juga gelas ukur untuk mengukur volume refrigeran yang dapat di serap dan

dilepaskan oleh adsorben karbon aktif.

Alat penguji kapasitas adsorpsi dapat dilihat secara jelas seperti gambar

3.11 berikut ini.

Gambar 3.11 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi dengan gelas ukur tidak

Disolasi

Double Spot Light (1000 W)

Manometer Vakum

Selang

Katup

Gelas Ukur Thermocuople (6 titik)

(57)

Gambar 3.12 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi dengan gelas ukur Disolasi

3.6.1 Dimensi Utama Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

Adapaun dimensi-dimensi alat penguji kapasitas adsorpsi dapat

digambarkan sebagai berikut ini.

(58)

Gambar 3.13 Dimensi Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

a.

Adsorber

Adsorber adalah alat yang digunakan untuk menangkap panas dari radiasi

lampu. Adsorber terbuat dari pelat rata yang terbuat dari stainless steel dengan

ketebalan 1 mm dengan luas permukaan 0,07 m

2

. Pada bagian atas sebelah dalam

adsorber diisi dengan karbon aktif dan alumina aktif beserta mimis maupun tidak

menggunakan mimis sebanyak 1 kg. Perhatikan gambar di bawah ini.

(59)

10

b.

Gelas Ukur

Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume refrigeran yang dapat

diserap oleh adsorben karbon aktif pada saat adsorpsi dan volume refrigeran yang

kembali pada saat desorpsi. Adapun dimensi gelas ukur sebagai berikut ini.

Gambar 3.15 Gelas Ukur

3.7

Langkah Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

3.7.1 Pembuatan Adsorber

1.

Adsober terbuat dari pelat stainless steel dengan tebal 1 mm. Adsorber

dibentuk sesuai dengan bentuk dan ukuran yang ditentukan. Setelah pelat

stainless steel tersebut dipotong kemudian dihubungkan/disambung dengan

las argon. Las argon dipilih supaya hasil sambungan lebih kuat dan terhindar

dari kebocoran.

Gambar 3.16 Bentuk Adsorber

2. Kemudian adsorber diisi dengan adsorben karbon aktif. Adsorben karbon

aktif diisi sebanyak 500 gram dan alumina aktif 500 gram beserta mimis 10

buah dan tanpa mimis. Kemudian semua diratakan di dalam adsorber.

(60)

Gambar 3.17 Pengisian Adsorben Karbon Aktif dan Alumina aktif

3. Setelah adsorben karbon aktif dimasukkan ke dalam adsorber, langkah

selanjutnya adalah memasang kawat nyamuk. Tujuan pelapisan kawat

nyamuk ini adalah supaya adsorben tidak jatuh pada saat adsorber

dibalikkan dan juga supaya tidak terhisap pada saat proses pemvakuman.

Gambar 3.18 Pemasangan Kawat Nyamuk

(61)
[image:61.595.225.404.81.241.2]

Gambar 3.19 Penyambungan Pelat Adsorber

5. Pemasangan pipa-pipa, manometer vakum dan katup pada adsorber. Katup

berfungsi untuk menutup dan membuka saluran dan manometer vakum

berfungsi untuk melihat tekanan pada adsorber. Dengan adanya manometer

ini, dapat diketahui bocor atau tidak alat penguji kapasitas adsorpsi.

Gambar 3.20 Pemasangan Pipa, Manometer Vakum dan Katup

[image:61.595.212.412.552.677.2]
(62)
[image:62.595.219.397.437.570.2]

6. Langkah terakhir adalah melakukan pengecatan adsorber. Adsorber dicat

dengan cat warna hitam gelap. Tujuan pengecatan adalah agar adsorber

dapat menyerap panas dengan baik.

Gambar 3.22 Adsorber Setelah Dicat Warna Hitam

3.7.2 Pembuatan Gelas Ukur

1. Gelas ukur dibuat sesuai dengan ukuran dimensi yang dirancang. Kemudian

pada gelas ukur dipotong untuk pada bagian tengah depan. Hal ini bertujuan

untuk menempelkan kaca akralik sehingga terlihat volume refrigeran ketika

pengujian nanti.

Gambar 3.23 Pembuatan Gelas Ukur

2. Pada gelas ukur dilakukan pengecatan dan pada kaca akralik ditempelkan

skala volume.

[image:62.595.256.369.630.715.2]
(63)

3.8

Flowchart Penelitian

Berikut merupakan tahapan dalam pengujian kapasitas adsorpsi adsorben.

Mulai

Studi Literatur Studi literatur dan jurnal

Tahapan Persiapan  Survei bahan dan alat  Gambar sketsa alat

penguji

Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

 Adsorber (500 gram karbon aktif dan alumina aktif 500 gram beserta mimis 10 buah maupun tidak menggunakan mimis)  Gelas Ukur

Assembling Alat Uji  Pemvakuman

 Pengujian:

 Metanol (1 Liter)

Data Output

 Temperatur

 Tekanan

 Volume

 Kapasitas Adsorpsi

Analisa

 Kesimpulan

[image:63.595.170.462.143.755.2]
(64)

BAB IV

ANALISA DATA

4.1 Hasil Pengujian

Data yang diambil dari pengujian adalah data temperatur adsorber, data

temperatur gelas ukur, kapasitas adsorpsi dari adsorben karbon aktif dan alumina

aktif dengan menggunakan mimis terhadap beberapa jenis refrigeran dan juga

tekanan dalam alat uji kapasitas adsorpsi.

Ada dua kali dilakukan pengujian yaitu:

1.

Pada kapasitas adsorpsi terutama terhadap temperatur dan kapasitas

adsorpsi dari adsorben karbon aktif dan alumina aktif dengan

menggunakan mimis dengan kondisi gelas ukur diisolasi dengan

styrofoam.

2.

Pada kapasitas adsorpsi terhadap temperatur dan kapasitas adsorpsi

dari adsorben karbon aktif dan alumina aktif tanpa menggunakan

mimis dengan kondisi gelas ukur diisolasi dengan styrofoam.

Isolasi dilakukan untuk melihat pengaruh lingkungan luar terhadap alat uji

kapasitas adsorpsi terutama terhadap temperatur dan kapasitas adsorpsi dari

adsorben karbon aktif dan alumina aktif dengan menggunakan mimis maupun

tidak menggunakan mimis.

(65)
[image:65.595.147.405.168.417.2]

Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1 Letak Titik-Titik

thermocouple

pada Alat Penguji

Keterangan: Angka 6, 7, 8, 9, 10, 17 dan 20 adalah letak titik-titik

channel

thermocouple.

Pada letak titik-tittik

channel

thermocouple

ini akan

dicatat temperaturnya secara otomatis oleh agilent.

Pada alat uji kapasitas adsorpsi dipasang 7 titik sensor

thermocouple

, 4

titik pada adsorber (angka 6, 7, 8, dan 9) dan 3 titik pada gelas ukur (angka 10, 17

dan 20) perhatikan gambar 4.1 di atas.

Hasil pengujian yang d

Gambar

Gambar 2.11 Konveksi natural pada bidang horizontal (tipe b)
Gambar 3.21 Adsorber Lengkap
Gambar 3.22 Adsorber Setelah Dicat Warna Hitam
Gambar sketsa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ruang lingkup penelitian ini adalah membahas model persediaan bahan baku kelapa parut kering yang dimulai dari pemasok hingga ke perusahaan dengan mempertimbangkan

[r]

Dari hasil penelitian diperoleh hasil kalor tertinggi yang dikonduksikan oleh atap fiber terdapat pada atap yang di dalamnya terdapat material insulasi Glaswool yaitu sebesar

Kesimpulan dari penelitian ini yakni kearifan local dalam pengelolaan sumber daya laut ditemukannya ide-ide konservasi yang berbasis pada budaya lokal yakni ongko

Analisis Terhadap Kesaksian Non Muslim Sebagai Alat Bukti Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Boyolali Menurut Hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan yang

Penggunaan tepung sagu dalam pembuatan kishk pada penelitian ini ternyata juga tidak menghambat produksi asam laktat, terbukti setelah yogurt dicampur dengan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai larvasida terhadap larva Culex sp.. Metode

Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) merupakan gabungan dari unit pembangkit tenaga gas dan tenaga uap.Gas buang dari unit pembangkit tenaga gas yang