• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS

HIDUP LANSIA DI LINGKUNGAN IX KELURAHAN

PETISAH HULU MEDAN

SKRIPSI

Oleh

MEKAR HASIANNA PANGGABEAN 101101108

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI LINGKUNGAN IX KELURAHAN PETISAH HULU MEDAN

SKRIPSI

Oleh

MEKAR HASIANNA PANGGABEAN 101101108

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang

telah memberikan berkat, kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas

Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan”.

Pada penyelesaian Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan, saran, dukungan dan doa dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang selama ini telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

saya dengan penuh kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ikhsanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan sebagai penguji I.

5. Lufthiani, S.Kep, Ns, M.Kes CWCCA selaku penguji II.

6. Ismayadi, S.Kep, Ns, M.KesCWCCA selaku dosen pembimbing akademik.

7. Yogi Prayoga S.IP selaku Lurah Petisah Hulu yang telah memberikan

kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lingkungan yang

bapak Pimpin.

8. Bapak Misli Lubis selaku Kepling Lingkungan IX yang telah banyak

membantu dalam pelaksanaan penelitian.

9. Orang tuaku. Bapakku P.Panggabean dan Mamaku I.Nainggolan yang selalu

menyemangatiku, mencukupi setiap kebutuhanku, dan yang selalu

(5)

10. Keluargaku. Kakak dan abangku, bang Roy dan Kak vikaku, bang Safan dan

Kak Niaku, Kak Aiku dan keponakan kesayanganku Annabelle, yang

keberadannya jauh semua. Terima kasih buat doa dan semangatnya. Aku

rindu dan sayang kalian semua.

11. Bram JNS yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta semangat

dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman - teman seperjuangan Lyilyi Alfianti, Tri Putri Rizki, Fischa Agustina,

Mutiara Kristine Hutahaean, Tari Listiorini dan Anindiah WidyaNingrum

yang selalu peduli, memberikan solusi, memberikan semangat dan dukungan

dalam penyusunan skripsi ini.

13. Cemerlang Gultom yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam

penyelesaian skripsi ini.

14. Teman-teman satu doping Astika, Tika dan Yusri yang selalu bersama

bimbingan, memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi

ini.

15. Teman-teman F.Kep 2010, yang selalu memberikan semangat dan dukungan

selama kuliah. terima kasih telah mengajariku banyak hal.

16. Semua pihak yang telah membantu, baik secara moril atau materil penulis

ucapkan terima kasih.

Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan khususnya terkait

spiritualitas dan kualitas hidup. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh

dari sempurna, untuk itu penulis mengahapkan masukan, kritik, dan saran yang

dapat membangun Skripsi ini.

Medan, Juli 2014

(6)

DAFTAR ISI

1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan ... 5

1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya ... 5

2.2.2 Karakteristik spiritualitas ... 13

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas ... 16

2.2.4 Perkembangan spiritualitas pada lansia ... 18

2.3 Kualitas hidup ... 19

2.3.1 Defenisi kualitas hidup ... 19

2.3.2 Komponen kualitas hidup menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF ... 20

(7)

4.2.1 Populasi ... 31

4.2.2 Sampel ... 31

4.2.3 Teknik pengambilan sampling ... 31

4.3 Lokasi dan Waktu penelitian ... 32

4.4 Pertimbangan etik penelitian ... 32

4.5 Instrumen penelitian ... 33

5.1.1 Deskripsi karakteristik responden lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 39

5.1.2 Deskripsi Spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 40

5.1.3 Deskripsi kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 41

5.1.4 Hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 42

5.2 Pembahasan ... 43

5.2.1 Spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 43

5.2.2 Kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 47

5.2.3 Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 51

Bab 6 Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 54

6.2.1 Bagi praktik keperawatan ... 54

6.2.2 Bagi pendidikan keperawatan ... 54

6.2.3 Bagi peneliti selanjutnya ... 54

Daftar pustaka ... 55 Lampiran

1. Inform Consent

2. Instrumen Penelitian 3. Jadwal Penelitian

4. Hasil Analisa Komputerisasi 5. Hasil Reliabilitas

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Defenisi operasional hubungan spiritualitas dengan

kualitas hidup lansia di Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 28

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase deskripsi karakteristik

lansia ... 40

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas pada

lansia ... 41

Tabel 4 Distribusi dan persentase empat karakteristik spiritualitas

pada lansia ... 41

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pada

lansia ... 42

Tabel 6 Distribusi dan persentase empat domain kualitas hidup

Pada lansia ... 42

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema1 Kerangka penelitian hubungan spiritualitas dengan kualitas

(10)

Judul : Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan

Nama : Mekar Hasianna Panggabean Nim : 101101108

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014

Abstrak

Spiritualitas lebih meningkat pada kelompok lansia dimana perkembangan spiritualitas mencakup perkembangan perasaan identitas, penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang ilahi, dan menghargai alam. Spiritualitas merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup. Setiap orang memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung bagaimana individu menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari – 14 Maret 2014. Desain penelitian deskriptif korelasi dengan besar sampel 40 orang dengan metode total sampling,

instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan, Spiritualitas lansia tinggi 35 orang (87.5%) dan rendah 5 orang (12.5%). Kualitas hidup lansia baik 31 orang (77.5%) dan cukup 10 orang (22.5%). Analisa data menggunakan uji korelasi Spearmen Rank (Rho)dengan hasil korelasi antara spiritualitas dengan kualitas hidup lansia yaitu (r) 0.528 dengan tingkat signifikasi (P) 0.000 yaitu terdapat hubungan cukup kuat positif yaitu semakin tinggi spiritualitas maka semakin tinggi juga kualitas hidup lansia. Peneliti menyimpulkan bahwa spiritualitas berpengaruh pada kesehatan fisik lansia sehingga dapat mengatasi perubahan atau stres yang terjadi dalam kehidupannya dan lansia yang lebih optimis akan masa depannya akan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya, mengevaluasi dirinya secara positif dan dapat mengendalikan aspek-aspek penting dalam hidupnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan dan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik untuk mempelajari spiritualitas dan kualitas hidup lansia sehingga nantinya dapat diaplikasikan ketika berada di lingkungan masyarakat.

(11)

Title : Relationship of Spirituality with the Quality of Life of the Elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan

Name of Student : Mekar Hasianna Panggabean Student Number : 101101108

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

Abstract

Spirituality improves more to group of elderly where the development of spirituality includes the development of feelings, identity, creation and maintenance of meaningful relationships with others and the Divine, and respect nature. Spirituality is one of the parameters that affect quality of life. Each person has a different quality of life depends on how individuals addressing the problems occurred in her. This research aims to know the relationship of spirituality with the quality of life of the elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan. The research was done on February 27 – March 14 2014. It is a descriptive correlation design research with a sample of 40 people with total sampling method. The instruments used is in the form of questionnaire. Research results showed that the elderly has high spirituality as many as 35 people (87.5%) and low as many as 5 people (12.5%). The elderly has good quality of life as many as 31 people (77.5%) and has enough quality for 10 people (22.5%). Data analysis using the Spearmen Rank correlation test (Rho) with the result of correlation between spirituality with the elderly quality of life i.e 0.528 (r) with a level of significance (p) 0.000 i.e. there is pretty strong positive relationships that the higher spirituality then the higher the quality of life of the elderly as well. Researcher concluded that spirituality affect physical health the elderly so that they can cope with changes or stress that occurred in his/her life and more optimistic elderly will feel happier and satisfied upon his life, evaluate themselves positively and can control vital aspects of his/her life. This research is expected to be a consideration and input for nursing gerontik nursing education specifically to study the elderly’s quality of life and spirituality so that later can be applied while in the environmental commmunity.

(12)

Judul : Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan

Nama : Mekar Hasianna Panggabean Nim : 101101108

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014

Abstrak

Spiritualitas lebih meningkat pada kelompok lansia dimana perkembangan spiritualitas mencakup perkembangan perasaan identitas, penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang ilahi, dan menghargai alam. Spiritualitas merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup. Setiap orang memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung bagaimana individu menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari – 14 Maret 2014. Desain penelitian deskriptif korelasi dengan besar sampel 40 orang dengan metode total sampling,

instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan, Spiritualitas lansia tinggi 35 orang (87.5%) dan rendah 5 orang (12.5%). Kualitas hidup lansia baik 31 orang (77.5%) dan cukup 10 orang (22.5%). Analisa data menggunakan uji korelasi Spearmen Rank (Rho)dengan hasil korelasi antara spiritualitas dengan kualitas hidup lansia yaitu (r) 0.528 dengan tingkat signifikasi (P) 0.000 yaitu terdapat hubungan cukup kuat positif yaitu semakin tinggi spiritualitas maka semakin tinggi juga kualitas hidup lansia. Peneliti menyimpulkan bahwa spiritualitas berpengaruh pada kesehatan fisik lansia sehingga dapat mengatasi perubahan atau stres yang terjadi dalam kehidupannya dan lansia yang lebih optimis akan masa depannya akan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya, mengevaluasi dirinya secara positif dan dapat mengendalikan aspek-aspek penting dalam hidupnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan dan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik untuk mempelajari spiritualitas dan kualitas hidup lansia sehingga nantinya dapat diaplikasikan ketika berada di lingkungan masyarakat.

(13)

Title : Relationship of Spirituality with the Quality of Life of the Elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan

Name of Student : Mekar Hasianna Panggabean Student Number : 101101108

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

Abstract

Spirituality improves more to group of elderly where the development of spirituality includes the development of feelings, identity, creation and maintenance of meaningful relationships with others and the Divine, and respect nature. Spirituality is one of the parameters that affect quality of life. Each person has a different quality of life depends on how individuals addressing the problems occurred in her. This research aims to know the relationship of spirituality with the quality of life of the elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan. The research was done on February 27 – March 14 2014. It is a descriptive correlation design research with a sample of 40 people with total sampling method. The instruments used is in the form of questionnaire. Research results showed that the elderly has high spirituality as many as 35 people (87.5%) and low as many as 5 people (12.5%). The elderly has good quality of life as many as 31 people (77.5%) and has enough quality for 10 people (22.5%). Data analysis using the Spearmen Rank correlation test (Rho) with the result of correlation between spirituality with the elderly quality of life i.e 0.528 (r) with a level of significance (p) 0.000 i.e. there is pretty strong positive relationships that the higher spirituality then the higher the quality of life of the elderly as well. Researcher concluded that spirituality affect physical health the elderly so that they can cope with changes or stress that occurred in his/her life and more optimistic elderly will feel happier and satisfied upon his life, evaluate themselves positively and can control vital aspects of his/her life. This research is expected to be a consideration and input for nursing gerontik nursing education specifically to study the elderly’s quality of life and spirituality so that later can be applied while in the environmental commmunity.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laju perkembangan kesehatan di dunia salah satunya dicerminkan dari

peningkatan lanjut usia (lansia). Menurut World Health Organization (WHO)

lanjut usia terbagi dalam usia pertengahan antara 45-59 tahun, usia lanjut antara

60-74 tahun, dan usia lanjut tua antara 75–90 tahun, serta usia sangat tua diatas 90

tahun (Nugroho, 2008). Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk

berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk

yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia

pada tahun 2006 sebanyak lebih dari 19 juta, dengan usia harapan hidup 66,2

tahun. Pada tahun 2000 jumlah lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada

tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) dengan usia

harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta

(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Badan Pusat Statistik, 2012).

Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, membawa

konsekuensi pada meningkatnya populasi lansia dari tahun ke tahun, sehingga

menimbulkan kebutuhan pelayanan sosial bagi lansia dalam mengisi hari tuanya

(Depsos, 2007). Peningkatan jumlah lansia harus disertai dengan penyediaan

sarana dan fasilitas kesehatan, sosial dan aspek lainnya yang memadai (Hidayat,

2004). Hal ini disebabkan oleh masalah yang terjadi pada lansia, antara lain:

perubahan gaya hidup dan keuangan, merawat pasangan yang sakit, menghadapi

(15)

ketidakmampuan fisik dan penyakit kronis, kesepian serta masalah spiritualitas

(Elderly Health Service, 2003).

Hasil penelitian Widiastuti (2007) menunjukkan spiritualitas lansia di RW

03 di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang diketahui 90%

mengatakan selalu mengerjakan sholat lima waktu, 80% sering berdoa dan

berzikir di mushola atau mesjid, 60% kadang-kadang melakukan ibadah puasa

sunnat. Pada pengkajian lainnya diketahui 40% dari lansia tersebut mengaku ada

konflik dengan orang lain (tetangga), dan sebagian kecilnya masih belum

memahami tujuan hidupnya, mengungkapkan keraguan dalam keyakinannya. Hal

ini menunjukkan pemahaman terhadap spiritualitas masih terbatas yakni bahwa

lansia sangat mementingkan spiritualitasnya dari aspek hubungan dengan Tuhan,

namun dari karakteristik spiritualitas lainnya belum diperhatikan.

Uraian diatas menunjukkan pemahaman dimensi spiritualitas masih terbatas.

Cara mengaplikasikan pemenuhan spiritualitas perlu dipahami oleh semua

masyarakat termasuk lansia, karena spiritualitas tidak hanya terbatas pada

kegiatan ritual ibadah, atau dalam arti hubungan vertikal antara manusia dengan

Tuhannya tetapi masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, diantaranya

hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan

alam.

Kualitas hidup merupakan persepsi individu yang ditinjau dari konteks

budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan standar hidup, harapan,

(16)

Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF dibagi dalam empat

domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan (WHO, 2004).

Menurut hasil penelitian Meirissa (2008) bahwa Kualitas Hidup Lansia yang

tinggal di UPTD Abdi/Darma Asih Binjai diketahui pada domain fisik yaitu lansia

tersebut sering terbangun pada malam hari karena frekuensi buang air kecil pada

lansia semakin meningkat, aktifitas kehidupan sehari-hari juga terganggu karena

banyak lansia yang menderita penyakit kronis. Pada domain Psikologis, 45%

lansia tidak pernah memiliki perasaan negatif, putus asa, cemas, dan depresi. Pada

domain hubungan sosial, kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan

masyarakat. Pada domain lingkungan, keterbatasan yang ada pada lansia seperti

rendahnya tingkat pendidikan, lansia tidak memperoleh pekerjaan yang

berdampak tidak adanya penghasilan yang biasa digunakan dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari. Hal ini menunjukkan kualitas hidup lansia dalam empat

domain menurun.

Kelurahan Petisah Hulu termasuk dalam kecamatan medan baru. Terdapat

lansia yang tinggal bersama keluarga. Terdapat jumlah lansia sebanyak 40 orang.

Jumlah lansia perempuan sebanyak 30 orang dan lansia laki - laki sebanyak 10

orang dan belum pernah dilakukan penelitian di Kelurahan Petisah Hulu Medan

khususnya terhadap lansia.

Berdasarkan uraian diatas, spiritualitas pada lansia lebih meningkat pada

hubungan dengan Tuhan dibandingkan dengan hubungan dengan diri sendiri,

orang lain, dan alam. Spiritualitas yang baik dapat mempengaruhi kualitas hidup

(17)

mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di

Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.

1.2 Tujuan penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan sebagai berikut:

1 Untuk mengidentifikasi spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan

Petisah Hulu Medan

2 Untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia di Lingkungan IX

Kelurahan Petisah Hulu Medan

3 Untuk mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup

lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan

1.3 Pertanyaan penelitian

1 Bagaimana spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah

Hulu Medan?

2 Bagaimana kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah

Hulu Medan?

3 Apakah ada hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di

Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan?

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi praktik keperawatan

Penelitian ini akan dapat memberikan informasi tentang hubungan

spiritualitas dengan kualitas hidup lansia, dengan diketahuinya dapat

menjadi dasar bagi perawat untuk menerapkan spiritualitas dalam

(18)

1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi informasi atau masukan yang berguna untuk

meningkatkan kualitas pendidikan terutama pada bagian keperawatan

gerontik yang berkaitan dengan spiritualitas dan kualitas hidup lansia di

komunitas.

1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian ini dapat dijadikan informasi atau masukan yang berguna untuk

mengetahui hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia. Namun

dalam penelitian ini belum dibahas perbedaan spiritualitas berdasarkan jenis

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lansia

2.1.1 Defenisi lansia

Lanjut usia atau lansia adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup

seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode

yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat

(Hurlock, 1999). Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami

perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No 23 Tahun 1992 tentang

kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut :

a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas

b. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa

c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah

sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain (Deputi I

Menkokesra, 1998).

2.1.2 Pembagian lansia

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu

pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia

lanjut dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara

(20)

dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau

kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil tinggal di panti, menderita

penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996). Menurut organisasi kesehatan dunia

(WHO) meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut

(Elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua antara 75–90 tahun, serta usia

sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).

Menurut pasal 1 undang- undang no. 4 tahun 1965 : “ seseorang dinyatakan

sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan berusia 55 tahun,

tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan

hidupnya sehari- hari, dan menerima nafkah dari orang lain ”.

2.1.3 Teori-teori penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori

psikologis. Teori-teori biologis terdiri dari teori seluler, teori radikal bebas, teori

cross–link, dan teori imunologis. Teori-teori psikologis terdiri dari teori

pembebasan, teori aktifitas, dan teori kesinambungan.

2.1.3.1 Teori Biologis

1. Teori seluler

Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah

dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah

sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di

laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat

sedikit (Spence & Mason (1992) dalam Watson, 2003). Pembelahan sel lebih

(21)

kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Watson, 2003).

Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada

jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang

karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami

penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki

diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami kerusakan dan

akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi (Watson, 2003).

2. Teori radikal bebas

Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian

molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang

dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul

ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel,

mempengaruhi permeabilitas, atau dapat berikatan dengan organel sel. Proses

metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara

spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan

formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal

bebas (Potter & Perry, 2005).

3. Teori cross–link

Teori cross–link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastis,

komponen jarigan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas

sel, cross–linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa

antara molekul–molekul yang normal terpisah. Kulit yang menua merupakan

(22)

rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter &

Perry, 2005).

4. Teori imunologis

Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada

jaringan tubuh melalui autoagresi atau imunodefisiensi (penurunan imun). Tubuh

kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein

asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada

kecepatan yang meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia,

kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur

melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap serangannya sehingga

sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi sistem imun ini diperkirakan

menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan

penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry, 2005).

2.1.3.2 Teori psikologis

1. Teori disengangement (pembebasan)

Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang

biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus diri sendiri,

meliputi empat konsep dasar yaitu :

a. Individu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik

diri

b. Disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara

biologis dan psikologis

(23)

d. Disengangement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat (Potter &

Perry, 2005).

2. Teori aktifitas

Lansia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan

kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif

dari pada lansia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry 2005).

Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari

usia pertengahan ke usia lanjut (Nugroho, 2008).

3. Teori kontinuitas (kesinambungan)

Teori kontinuitas atau teori kesinambungan menyatakan bahwa

kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring

penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembang sepanjang kehidupan

menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lanjut usia (Potter &

Perry, 2005).

2.1.4 Perubahan yang terjadi pada lansia

Darmojo dan Martono (2006) mengatakan bahwa proses menua adalah

suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki

kerusakan yang diderita. Nugroho (2008) menyatakan terdapat banyak perubahan

yang terjadi pada lanjut usia mencakup perubahan-perubahan fisik, mental,

(24)

2.1.4.1 Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan pada lansia makin berintegrasi dalam

kehidupannya. Lansia semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini

dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari- hari (Nugroho, 2008). Spiritualitas

pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang

berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus kehilangan

terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut dipertahankan

sebagian oleh efek positif harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah

mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme pendekatan

spiritual akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan

memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk bersiap

krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.

Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih

muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia

cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan relitas kematian. Pada tahap

perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian.

2.2 Spiritualitas

2.2.1 Defenisi spiritualitas

Spiritualitas adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang

manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan

dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta

kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan

(25)

sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan

hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono 2003).

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha

Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2009). Spiritualitas juga disebut sebagai

sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang

dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap

orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang.

Spiritualitas adalah kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan.

Menurut Mickley et al (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang

multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial

berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih

berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritualitas

sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan

atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi

horizontal adalah hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan

hubungan dengan lingkungan. Terdapat hubungan terus-menerus antara dua

dimensi tersebut (Stoll, 1989; dikutip dari Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritualitas

yaitu kesehatan spiritualitas adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri

dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985

dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritualitas (Spirituality

Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan

(26)

penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari

Young, 2007).

2.2.2 Karakteristik spiritualitas

Terdapat beberapa karakteristik spiritualitas yang meliputi :

1. Hubungan dengan Tuhan

Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut

sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan

keagamaan, serta bersatu dengan alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualitas apabila

mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di

dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari

satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis,

membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang

terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar manusia

yang positif (Hamid, 2009).

2. Hubungan dengan diri sendiri

Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan

diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang

menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa

depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang

timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,

(27)

kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin

jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan

bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran

yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat

memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan

atau stres. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap

sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan

wawasan yang lebih luas.

Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam

hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan

saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat

penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang

menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit (Grimm, 1991)

Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui

makna hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan,

merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan

tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang

masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).

3. Hubungan dengan orang lain

Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan

dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan

(28)

yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak

harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan

ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais &

Wilkinson, 1995).

Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan

kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan

kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan

demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres,

maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial (Carm & Carm,

2000).

Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk

menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah,

mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang

menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari

suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat

meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional,

penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski,

2004).

Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support). Keinginan

untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif

melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat

memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit.

(29)

kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu

dari penyakit jantung (Hart, 2002).

d. Hubungan dengan alam

Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang

meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan

berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier, Erb, Blais &

Wilkinson, 1995).

Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritualitas seseorang

dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta

kasih. Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani

sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal

yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik, olah

raga dan lain-lain (Puchalski, 2004).

Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan

kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat

meningkatkan status kesehatan (Hamid, 2009).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas

Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2009),

faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah

1. Tahap perkembangan

Spiritualitas berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus

(30)

dan menggali suatu hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti

bahwa spiritualitas tidak memiliki makna bagi seseorang.

2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi

individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku

keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia

pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang

diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.

3. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial

budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual

keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai

moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan

keagamaan.

4. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi

spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang

mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan

seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia

menguji imannya.

5. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritualitas seseorang.

(31)

spenuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan

penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan

dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritualitas yang

bersifat fiskal dan emosional.

6. Terpisah dari ikatan spiritualitas

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu

merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.

Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri

acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan

keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat

diinginkan.

7. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan

untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak

intervensi pengobatan.

2.2.4 Perkembangan spiritualitas pada lansia

Perkembangan spiritualitas mencakup perkembangan perasaan identitas,

penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang

ilahi, menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadaran transendental.

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk

kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti

nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena

(32)

menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang

lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan,

berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima

kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid,

2009).

2.3 Kualitas hidup

2.3.1 Defenisi kualitas hidup.

Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial

dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi

dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001). Kualitas hidup merupakan persepsi

individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan

sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar

hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep

tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status

psikologis, hubungan sosial, dan hubungan terhadap lingkungan (WHO, 2004).

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati

kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu

pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik

dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan

keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor

personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup

(33)

dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan

dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan

kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan

dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

Menurut Kreitler & Ben (2004) dikutip dari Nofitri (2009) kualitas hidup

diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam

bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi

mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana

mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa

yang menjadi perhatian individu.

2.3.2 Komponen kualitas hidup menurut World Health Organization Quality

Of Life (WHOQOL) – BREF

World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF membagi

kualitas hidup dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan

lingkungan (WHO, 2004).

1. Domain fisik

WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:

a. Nyeri dan ketidaknyamanan

Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami

individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi yang menyedihkan dan

mempengaruhi hidup individu tersebut. Sensasi yang tidak menyenangkan

(34)

gatal juga termasuk. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun

tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO, 2004).

b. Tenaga dan lelah

Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk

selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi.

Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk

merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal

seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 2004).

c. Tidur dan istirahat

Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur

termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari

dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO,

2004).

2. Domain Psikologis

WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu:

a. Perasaan positif

Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu

dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan

kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada

masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 2004).

b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi

Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,

(35)

keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan

gagasan (WHO, 2004).

c. Harga diri

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri.

Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang

ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai

individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari

kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 2004).

d. Gambaran diri dan penampilan

Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah

penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan individu

dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini

termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa

dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan

dan sebagainya (WHO, 2004).

e. Perasaan negatif

Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif

individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan, keputusasaan,

kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk

pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada

(36)

3. Domain Hubungan sosial

WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu:

a. Hubungan perorangan

Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan

dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk

pada kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat

dengan orang lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa

mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang

dicintai. (WHO, 2004).

b. Dukungan sosial

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab,

dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada

seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman,

faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit

(WHO, 2004).

c. Aktivitas seksual

Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana

individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat

(37)

4. Domain Lingkungan

WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:

a. Keamanan fisik dan keamanan

Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik.

Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang

lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan

individu (WHO, 2004).

b. Lingkungan rumah

Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat

berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada

kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 2004).

c. Sumber penghasilan

Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan (dan

sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat

mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 2004).

d. Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas

Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial

di kedekatan sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan bantuan (WHO, 2004).

e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan

Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari

(38)

terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa

atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 2004).

f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang

Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan

untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 2004).

g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)

Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini

mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini

dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 2004).

h. Transportasi

Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk

menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 2004).

2.3.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi empat domain kualitas hidup yaitu

domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial dan domain lingkungan.

Pengukuran kualitas hidup yaitu semakin tinggi nilainya semakin baik kualitas

hidupnya dan nilai mean dari keempat domain menunjukan persepsi individu pada

kualitas hidup masing-masing. Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam

bentuk kuisioner yang diadopsi dari The World Health Organization Quality of

(39)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan spiritualitas

(hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang

lain, dan hubungan dengan alam) dengan kualitas hidup (domain fisik, domain

psikologis, domain hubungan sosial, dan domain lingkungan) lansia.

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha

Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2009). Menurut Mickley et al (1992),

spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan

dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,

sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan

Yang Maha Kuasa. Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal

sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun

kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri

sendiri, dengan orang lain dan lingkungan. Terdapat hubungan terus-menerus

antara dua dimensi tersebut (Stoll, 1989; dikutip dari Kozier, Erb, Blais &

Wilkinson, 1995). Perubahan spiritualitas merupakan salah satu parameter yang

mempengaruhi kualitas hidup lansia (WHO, 2004).

Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial

dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi

dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001). Kualitas hidup merupakan persepsi

(40)

sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar

hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Komponen kualitas hidup

yaitu domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial, dan domain

lingkungan (WHO, 2004).

Konsep kerja dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Skema 1. Kerangka penelitian hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia Spiritualitas

• Hubungan dengan Tuhan

• Hubungan dengan diri

sendiri

• Hubungan dengan orang

lain

• Hubungan dengan alam

atau lingkungan

Kualitas Hidup

Domain Fisik

Domain Hubungan Sosial

(41)

3.2 Defenisi Operasional

(42)
(43)

3.3 Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan dugaan, atau

dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan. Hipotesa terdiri dari

hipotesa alternatif (Ha) dan hipotesa nol (Ho). Hipotesa alternatif (Ha) diterima

jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) yang menunjukkan

hubungan yang signifikan. Hipotesa nol (Ho) diterima jika nilai p lebih dari nilai

α (0.05) yang menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hipotesa penelitian

ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) diterima yaitu adanya hubungan spiritualitas

(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. Rancangan

dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas

hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Populasi

pada penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Lingkungan IX Kelurahan Petisah

Hulu Medan. Setelah melakukan survei awal ke Lingkungan IX Kelurahan

Petisah Hulu Medan bulan Oktober 2013, diperoleh jumlah lansia berusia ≥ 60

tahun sebanyak 40 orang dengan jumlah lansia perempuan sebanyak 30orang dan

lansia laki-laki sebanyak 10orang.

4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subyek penelitian yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel pada penelitian

ini sebanyak 40 orang yaitu lansia yang berusia ≥ 60 tahun.

4.2.3 Teknik Pengambilan Sampling

Teknik pengambilan sampel dengan total sampling yaitu teknik penentuan

sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan

jika jumlah populasi relatif kecil (Arikunto, 2009). Sehingga besar sampel pada

(45)

Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Lansia yang berumur ≥ 60 tahun

b. Lansia dapat berbahasa Indonesia

c. Lansia yang tinggal bersama anaknya.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan,

dengan pertimbangan bahwa di Kelurahan ini terdapat banyak lanjut usia dengan

usia ≥ 60 tahun sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan data. Selain

itu penelitian tentang hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di

Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan belum pernah dilakukan

sebelumnya. Penelitian ini dimulai pada tanggal 27 Februari – 14 Maret 2014.

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui. Pertimbangan

etik dalam penelitian ini, penelitian ini telah mendapatkan ethical clearance dari

Komisi Etik Penelitian Keperawatan, izin dari Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan izin dari Kelurahan Petisah Hulu Medan untuk

dapat melakukan penelitian. Peneliti mendatangi responden yang sesuai dengan

kriteria yang telah ditentukan. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri,

memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan dan

prosedur pelaksanaan penelitian. Calon responden yang bersedia menjadi

responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed concent).

Calon responden yang tidak bersedia, berhak untuk menolak karena dalam

(46)

(confidentiality) responden merupakan masalah etika penting dalam penelitian ini.

Oleh karena itu, kerahasiaan informasi mengenai data calon responden dijaga

dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen (anonymity), nama

responden akan diganti dengan inisial nama. Data-data yang diperoleh dari calon

responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja.

4.5 Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian: pertama

kuesioner data demografi responden yang berisi identitas responden, kedua

kuesioner spiritualitas lansia, ketiga kuesioner kualitas hidup lansia.

a. Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi lansia

yang meliputi usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pendidikan, dan

pekerjaan.

b. Kuesioner Spiritualitas

Kuesioner spiritualitas disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman

pada tinjauan pustaka. Kuesioner spiritualitas terdiri dari 16 pertanyaan dalam

bentuk skala likert dengan pilihan jawaban yaitu tidak pernah (1), kadang-kadang

(2), sering (3), selalu (4). Kuesioner spiritualitas membahas empat karakteristik

spiritualitas yaitu hubungan dengan Tuhan (No 1-3), hubungan dengan diri sendiri

(No 4-7), hubungan dengan orang lain (No 8-12), dan hubungan dengan alam (No

13-16). Nilai pada kuesioner spiritualitas yaitu nilai terendah 16 dan nilai tertinggi

(47)

menurut Sudjana (2005), yaitu: P = rentang kelas

banyak kelas, Dimana P merupakan panjang kelas

dengan rentang nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 48

dan banyak kelas 2. Sehingga diperoleh P= 24. Maka didapatkan hasil ukur

spiritualitas lansia sebagai berikut: nilai 16 – 40 = rendah, nilai 41 – 64 = tinggi.

c. Kuesioner kualitas hidup

Kuesioner kualitas hidup bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi lansia

tentang kualitas hiduplansia di Kelurahan Petisah Hulu. Kuesioner ini diadopsi

dari The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)-BREF (WHO,

2004). Pengukuran kualitas hidup WHOQOL – BREF merupakan pengukuran

yang menggunakan 26 item pertanyaan yang terdiri dari empat domain yaitu fisik,

psikologis, lingkungan dan sosial. Semua pertanyaan berdasarkan pada skala

likert lima poin (1-5) dan empat macam pilhan jawaban. Pilihan jawaban yang

pertama yaitu sangat buruk (1), buruk (2), biasa saja (3), baik (4), dan sangat baik

(5). Pilihan jawaban yang kedua yaitu sangat tidak memuaskan (1), tidak

memuaskan (2), biasa saja (3), memuaskan (4), dan sangat memuaskan (5).

Pilihan jawaban yang ketiga yaitu tidak pernah (1), jarang (2), cukup sering (3),

sangat sering (4) dan berlebihan (5). Pilihan jawaban yang keempat yaitu tidak

sama sekali (1), sedikit (2), sedang (3), sangat sering (4), sepenuhnya dialami (5).

Pertanyaan nomor 1 dan 2 tentang kualitas hidup secara menyeluruh dan

kesehatan secara umum. Domain 1 - Fisik (No 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18).

Domain 2 - Psikologis (No 5, 6, 7, 11, 19, dan 26). Domain 3 - Hubungan sosial

(No 20, 21, dan 22). Domain 4 - Lingkungan (No 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan 25).

(48)

dimasing-masing domain. Nilai pada kuesioner kualitas hidup adalah nilai

terendah yaitu 26 dan nilai tertinggi yaitu 130. Dalam menentukan hasil ukur

kualitas hidup lansia digunakan rumus statistik menurut Sudjana (2005), yaitu: P

= rentang kelas

banyak kelas, Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi

dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 104 dan banyak kelas 3. Sehingga

diperoleh P= 34. Maka didapatkan hasil ukur kualitas hidup lansia sebagai

berikut: nilai 26 – 60 = buruk, nilai 61 – 95 = cukup, nilai 96 – 130 = baik.

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas

4.6.1 Uji Validitas

Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan suatu instrumen dan bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana

instrumen mampu mengukur apa yang akan diukur (Danim S, 2003). Jenis

validitas yang digunakan adalah validitas isi untuk mengukur sejauh mana

unsur-unsur instrumen itu relevan dan representatif. Kuesioner spiritualitas telah

divalidasi oleh ahlinya yaitu dosen Departemen Keperawatan Medikal Bedah dan

kuesioner kualitas hidup telah divalidasi oleh ahlinya yaitu dosen Departemen

Keperawatan Gerontik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana

alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan

alat ukur yang sama (Notoadmodjo, 2010). Suatu instrumen dikatakan reliabel

(49)

Uji reliabilitas dilakukan pada lansia sebanyak 10 orang di Kelurahan

Tanjung Mulia Hilir. Uji reliabilitas menggunakan analisis crobach’s alpha. Hasil

uji reliabilitas kuesioner untuk spiritualitas lansia adalah 0.890 dan hasil uji

reliabilitas kualitas hidup lansia adalah 0.924. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kuesioner spiritualitas lansia dan kualitas hidup lansia yang

digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel dan telah dihitung dengan

menggunakan komputerisasi.

4.7 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui. Penelitian ini

telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Keperawatan,

izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan izin

penelitian dari Kelurahan Petisah Hulu Medan. Peneliti mendatangi responden

sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya dengan mendatangi kepling

Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu untuk meminta data jumlah lansia.

Setelah bertemu dengan calon responden, peneliti memperkenalkan diri terlebih

dahulu kemudian memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan

dan prosedur pelaksanaan penelitian serta menanyakan kesediaan calon responden

untuk dijadikan sebagai responden. Calon responden yang bersedia, diminta untuk

menandatangani surat persetujuan (inform consent), dan responden dipersilahkan

untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti. Responden diberikan

kesempatan untuk mengisi kuesioner namun responden memiliki keterbatasan

dalam membaca kuesioner sehingga peneliti membantu membacakan kuesioner

(50)

diberikan kesempatan untuk bertanya dan setelah semua data terkumpul peneliti

melakukan analisa data dengan menggunakan sistem komputerisasi.

4.8 Analisa Data

Analisis data dilakukan setelah semua data sudah terkumpul, yang dimulai

dari editing (memeriksa kelengkapan data), coding (memberi kode), entering

(memasukan data) dan untuk mempermudah pengolahan data maka digunakan

teknik komputerisasi. Dilanjutkan dengan analisa univariat dan bivariat.

Analisa univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk menganalisa

data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian

(Polit & Hungger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik

univariat akan digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen

yaitu spiritualitas dan variabel dependen yaitu kualitas hidup. Analisa univariat ini

akan ditampilkan berupa distribuasi frekuensi dan persentase.

Analisa bivariat merupakan analisa statistik yang dapat digunakan oleh

peneliti untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel. Analisa data

dilakukan pada data yang terkumpul menggunakan uji korelasi Spearmen Rank

(Rho) yaitu untuk menentukan hubungan antara dua skala ordinal. Nilai r

menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai r berada pada level 0.80 - 1.00

menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat kuat, level 0.60 - 0.79

menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40 - 0.59 menunjukkan

adanya derajat hubungan yang cukup kuat, level 0.20-0.39 menunjukkan adanya

derajat hubungan yang rendah dan level 0.00–0.19 menunjukkan derajat

(51)

Menginterpretasikan nilai signifikansi (p) untuk uji satu arah, jika nilai p

kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima. jika

nilai p lebih dari nilai α (0.05) berarti hubungan yang tidak signifikan, maka

hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis hipotesa nol (Ho) diterima (Setiadi,

(52)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan

spiritualitas dengan kualitas hidup lansia yang diperoleh melalui proses

pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 27 Februari sampai 14 Maret

2014 di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan yang terdiri dari 40

responden. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik

responden, deskripsi spiritualitas lansia dan deskripsi kualitas hidup lansia.

Selanjutnya dipaparkan hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia.

5.1 Hasil penelitian

5.1.1 Deskripsi karakteristik responden lansia di Lingkungan IX Kelurahan

Petisah Hulu Medan

Deskripsi karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, agama, status

perkawinan, pendidikan, dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel distribusi frekuensi dan persentase karasteristik responden, usia

responden pada rentang 60–74 tahun sebanyak 32 responden (80%), jenis kelamin

perempuan sebanyak 30 orang (75%), Agama Islam sebanyak 31 responden

(77.5%), status perkawinan dengan status janda/duda sebanyak 32 responden

(80%), pendidikan SD sebanyak 26 responden (65%), responden tidak bekerja

(53)

Tabel 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase deskripsi karakteristik lansia (n=40)

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia

60-74 32 80%

75-90 2 20%

Jenis Kelamin

Perempuan 30 75%

Laki-laki 10 25%

Agama

Islam 31 77.5%

Hindu 7 17.5%

Protestan 2 5%

Status Perkawinan

Janda/Duda 32 80%

Kawin 8 20%

Pendidikan

SD 26 65%

SMP 13 32.5%

SMU 1 2.5%

Pekerjaan

Tidak Bekerja 24 60%

Wiraswasta 16 40%

5.1.2 Deskripsi Spiritualitas Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah

Hulu Medan

Hasil penelitian spiritualitas lansia dapat dilihat pada tabel 3. Tabel

distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas lansia menunjukkan bahwa 35

(54)

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas pada lansia (n=40)

Hasil penelitian spiritualitas lansia yang terbagi dalam empat karakeristik

yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan

orang lain, dan hubungan dengan alam dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Distribusi dan persentase empat karakteristik spiritualitas pada lansia (n=40)

Karakteristik Spiritualitas Frekuensi (n)

Hubungan dengan diri sendiri

Tinggi 34 85%

14.35 2.517

Rendah 6 15%

Hubungan dengan orang lain

Tinggi 37 92.5%

5.1.3 Deskripsi Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan

Petisah Hulu Medan

Hasil penelitian kualitas hidup lansia dapat dilihat pada tabel 5. Tabel

frekuensi dan presentase spiritualitas lansia menunujukkan bahwa 31 responden

(55)

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pada lansia

Hasil penelitian kualitas hidup lansia yang meliputi empat domain yaitu

domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial, dan domain lingkungan

dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6 Distribusi dan persentase empat domain kualitas hidup pada lansia (n=40)

Domain Kualitas Hidup Frekuensi (n)

5.1.4 Hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX

Kelurahan Petisah Hulu Medan

Gambar

Tabel 1 Defenisi operasional hubungan spiritualitas dengan
Tabel 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase deskripsi karakteristik lansia (n=40)
Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas pada lansia (n=40)
Tabel 6 Distribusi dan persentase empat domain kualitas hidup pada lansia (n=40)
+2

Referensi

Dokumen terkait

International Wildlife Symposium 2016 Bandar Lampung, Indonesia statement is consistent with the statement Hirth (1971), that a general state of green turtle nesting

Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan di Dusun Kaliabu Gamping Sleman Yogyakarta dari 10 Kepala keluarga yang mempunyai anak pra pubertas meliputi ayah dan

Perbedaan Pengaruh Latihan Batuk Efektif dan Postural Drainage pada Intervensi Nebulizer terhadap Penurunan Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial .Hasil uji

Kombinasi dari peningkatan jumlah ATP untuk proses transkripsi sinyal pemanggil sel-sel imunitas dan vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah untuk membawa sel-sel imun

Selanjutnya sampel diberikan program fisioterapi menggunakan TENS dalam penelitian ini dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 2 minggu sedangkan penambahan

The design of the robot is based on the application of the following fundamental mechanical principles: inertia is mini- mized, a parallel closed-loop cable/belt routing sys- tem

Hak mendapatkan pelayanan kesehatan bagi pasien di rumah sakit, yaitu hak mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat

kehidupan manusia dalam berfikir dan berperilaku sebagai penduduk Indonesia 1.3  Mengsyukuri. karunia dan rahmat Tuhan YME yang telah menciptakan manusia dan lingkunganya