HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS
HIDUP LANSIA DI LINGKUNGAN IX KELURAHAN
PETISAH HULU MEDAN
SKRIPSI
Oleh
MEKAR HASIANNA PANGGABEAN 101101108
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN SPIRITUALITAS DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI LINGKUNGAN IX KELURAHAN PETISAH HULU MEDAN
SKRIPSI
Oleh
MEKAR HASIANNA PANGGABEAN 101101108
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang
telah memberikan berkat, kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas
Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan”.
Pada penyelesaian Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, saran, dukungan dan doa dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang selama ini telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada
saya dengan penuh kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ikhsanuddin Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan sebagai penguji I.
5. Lufthiani, S.Kep, Ns, M.Kes CWCCA selaku penguji II.
6. Ismayadi, S.Kep, Ns, M.KesCWCCA selaku dosen pembimbing akademik.
7. Yogi Prayoga S.IP selaku Lurah Petisah Hulu yang telah memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di lingkungan yang
bapak Pimpin.
8. Bapak Misli Lubis selaku Kepling Lingkungan IX yang telah banyak
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
9. Orang tuaku. Bapakku P.Panggabean dan Mamaku I.Nainggolan yang selalu
menyemangatiku, mencukupi setiap kebutuhanku, dan yang selalu
10. Keluargaku. Kakak dan abangku, bang Roy dan Kak vikaku, bang Safan dan
Kak Niaku, Kak Aiku dan keponakan kesayanganku Annabelle, yang
keberadannya jauh semua. Terima kasih buat doa dan semangatnya. Aku
rindu dan sayang kalian semua.
11. Bram JNS yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta semangat
dalam penyusunan skripsi ini.
12. Teman - teman seperjuangan Lyilyi Alfianti, Tri Putri Rizki, Fischa Agustina,
Mutiara Kristine Hutahaean, Tari Listiorini dan Anindiah WidyaNingrum
yang selalu peduli, memberikan solusi, memberikan semangat dan dukungan
dalam penyusunan skripsi ini.
13. Cemerlang Gultom yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam
penyelesaian skripsi ini.
14. Teman-teman satu doping Astika, Tika dan Yusri yang selalu bersama
bimbingan, memberikan semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi
ini.
15. Teman-teman F.Kep 2010, yang selalu memberikan semangat dan dukungan
selama kuliah. terima kasih telah mengajariku banyak hal.
16. Semua pihak yang telah membantu, baik secara moril atau materil penulis
ucapkan terima kasih.
Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan khususnya terkait
spiritualitas dan kualitas hidup. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengahapkan masukan, kritik, dan saran yang
dapat membangun Skripsi ini.
Medan, Juli 2014
DAFTAR ISI
1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan ... 5
1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya ... 5
2.2.2 Karakteristik spiritualitas ... 13
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas ... 16
2.2.4 Perkembangan spiritualitas pada lansia ... 18
2.3 Kualitas hidup ... 19
2.3.1 Defenisi kualitas hidup ... 19
2.3.2 Komponen kualitas hidup menurut World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF ... 20
4.2.1 Populasi ... 31
4.2.2 Sampel ... 31
4.2.3 Teknik pengambilan sampling ... 31
4.3 Lokasi dan Waktu penelitian ... 32
4.4 Pertimbangan etik penelitian ... 32
4.5 Instrumen penelitian ... 33
5.1.1 Deskripsi karakteristik responden lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 39
5.1.2 Deskripsi Spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 40
5.1.3 Deskripsi kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 41
5.1.4 Hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 42
5.2 Pembahasan ... 43
5.2.1 Spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 43
5.2.2 Kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 47
5.2.3 Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 51
Bab 6 Kesimpulan dan Saran 6.1 Kesimpulan ... 53
6.2 Saran ... 54
6.2.1 Bagi praktik keperawatan ... 54
6.2.2 Bagi pendidikan keperawatan ... 54
6.2.3 Bagi peneliti selanjutnya ... 54
Daftar pustaka ... 55 Lampiran
1. Inform Consent
2. Instrumen Penelitian 3. Jadwal Penelitian
4. Hasil Analisa Komputerisasi 5. Hasil Reliabilitas
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Defenisi operasional hubungan spiritualitas dengan
kualitas hidup lansia di Kelurahan Petisah Hulu Medan ... 28
Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase deskripsi karakteristik
lansia ... 40
Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas pada
lansia ... 41
Tabel 4 Distribusi dan persentase empat karakteristik spiritualitas
pada lansia ... 41
Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pada
lansia ... 42
Tabel 6 Distribusi dan persentase empat domain kualitas hidup
Pada lansia ... 42
DAFTAR SKEMA
Skema1 Kerangka penelitian hubungan spiritualitas dengan kualitas
Judul : Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan
Nama : Mekar Hasianna Panggabean Nim : 101101108
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Spiritualitas lebih meningkat pada kelompok lansia dimana perkembangan spiritualitas mencakup perkembangan perasaan identitas, penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang ilahi, dan menghargai alam. Spiritualitas merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup. Setiap orang memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung bagaimana individu menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari – 14 Maret 2014. Desain penelitian deskriptif korelasi dengan besar sampel 40 orang dengan metode total sampling,
instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan, Spiritualitas lansia tinggi 35 orang (87.5%) dan rendah 5 orang (12.5%). Kualitas hidup lansia baik 31 orang (77.5%) dan cukup 10 orang (22.5%). Analisa data menggunakan uji korelasi Spearmen Rank (Rho)dengan hasil korelasi antara spiritualitas dengan kualitas hidup lansia yaitu (r) 0.528 dengan tingkat signifikasi (P) 0.000 yaitu terdapat hubungan cukup kuat positif yaitu semakin tinggi spiritualitas maka semakin tinggi juga kualitas hidup lansia. Peneliti menyimpulkan bahwa spiritualitas berpengaruh pada kesehatan fisik lansia sehingga dapat mengatasi perubahan atau stres yang terjadi dalam kehidupannya dan lansia yang lebih optimis akan masa depannya akan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya, mengevaluasi dirinya secara positif dan dapat mengendalikan aspek-aspek penting dalam hidupnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan dan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik untuk mempelajari spiritualitas dan kualitas hidup lansia sehingga nantinya dapat diaplikasikan ketika berada di lingkungan masyarakat.
Title : Relationship of Spirituality with the Quality of Life of the Elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan
Name of Student : Mekar Hasianna Panggabean Student Number : 101101108
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Spirituality improves more to group of elderly where the development of spirituality includes the development of feelings, identity, creation and maintenance of meaningful relationships with others and the Divine, and respect nature. Spirituality is one of the parameters that affect quality of life. Each person has a different quality of life depends on how individuals addressing the problems occurred in her. This research aims to know the relationship of spirituality with the quality of life of the elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan. The research was done on February 27 – March 14 2014. It is a descriptive correlation design research with a sample of 40 people with total sampling method. The instruments used is in the form of questionnaire. Research results showed that the elderly has high spirituality as many as 35 people (87.5%) and low as many as 5 people (12.5%). The elderly has good quality of life as many as 31 people (77.5%) and has enough quality for 10 people (22.5%). Data analysis using the Spearmen Rank correlation test (Rho) with the result of correlation between spirituality with the elderly quality of life i.e 0.528 (r) with a level of significance (p) 0.000 i.e. there is pretty strong positive relationships that the higher spirituality then the higher the quality of life of the elderly as well. Researcher concluded that spirituality affect physical health the elderly so that they can cope with changes or stress that occurred in his/her life and more optimistic elderly will feel happier and satisfied upon his life, evaluate themselves positively and can control vital aspects of his/her life. This research is expected to be a consideration and input for nursing gerontik nursing education specifically to study the elderly’s quality of life and spirituality so that later can be applied while in the environmental commmunity.
Judul : Hubungan Spiritualitas dengan Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan
Nama : Mekar Hasianna Panggabean Nim : 101101108
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2014
Abstrak
Spiritualitas lebih meningkat pada kelompok lansia dimana perkembangan spiritualitas mencakup perkembangan perasaan identitas, penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang ilahi, dan menghargai alam. Spiritualitas merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi kualitas hidup. Setiap orang memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung bagaimana individu menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari – 14 Maret 2014. Desain penelitian deskriptif korelasi dengan besar sampel 40 orang dengan metode total sampling,
instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan, Spiritualitas lansia tinggi 35 orang (87.5%) dan rendah 5 orang (12.5%). Kualitas hidup lansia baik 31 orang (77.5%) dan cukup 10 orang (22.5%). Analisa data menggunakan uji korelasi Spearmen Rank (Rho)dengan hasil korelasi antara spiritualitas dengan kualitas hidup lansia yaitu (r) 0.528 dengan tingkat signifikasi (P) 0.000 yaitu terdapat hubungan cukup kuat positif yaitu semakin tinggi spiritualitas maka semakin tinggi juga kualitas hidup lansia. Peneliti menyimpulkan bahwa spiritualitas berpengaruh pada kesehatan fisik lansia sehingga dapat mengatasi perubahan atau stres yang terjadi dalam kehidupannya dan lansia yang lebih optimis akan masa depannya akan merasa lebih bahagia dan puas atas hidupnya, mengevaluasi dirinya secara positif dan dapat mengendalikan aspek-aspek penting dalam hidupnya. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu pertimbangan dan masukan bagi pendidikan keperawatan khususnya keperawatan gerontik untuk mempelajari spiritualitas dan kualitas hidup lansia sehingga nantinya dapat diaplikasikan ketika berada di lingkungan masyarakat.
Title : Relationship of Spirituality with the Quality of Life of the Elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan
Name of Student : Mekar Hasianna Panggabean Student Number : 101101108
Program : Bachelor of Nursing
Year : 2014
Abstract
Spirituality improves more to group of elderly where the development of spirituality includes the development of feelings, identity, creation and maintenance of meaningful relationships with others and the Divine, and respect nature. Spirituality is one of the parameters that affect quality of life. Each person has a different quality of life depends on how individuals addressing the problems occurred in her. This research aims to know the relationship of spirituality with the quality of life of the elderly in the Lingkungan IX sub-district of Petisah Hulu Medan. The research was done on February 27 – March 14 2014. It is a descriptive correlation design research with a sample of 40 people with total sampling method. The instruments used is in the form of questionnaire. Research results showed that the elderly has high spirituality as many as 35 people (87.5%) and low as many as 5 people (12.5%). The elderly has good quality of life as many as 31 people (77.5%) and has enough quality for 10 people (22.5%). Data analysis using the Spearmen Rank correlation test (Rho) with the result of correlation between spirituality with the elderly quality of life i.e 0.528 (r) with a level of significance (p) 0.000 i.e. there is pretty strong positive relationships that the higher spirituality then the higher the quality of life of the elderly as well. Researcher concluded that spirituality affect physical health the elderly so that they can cope with changes or stress that occurred in his/her life and more optimistic elderly will feel happier and satisfied upon his life, evaluate themselves positively and can control vital aspects of his/her life. This research is expected to be a consideration and input for nursing gerontik nursing education specifically to study the elderly’s quality of life and spirituality so that later can be applied while in the environmental commmunity.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju perkembangan kesehatan di dunia salah satunya dicerminkan dari
peningkatan lanjut usia (lansia). Menurut World Health Organization (WHO)
lanjut usia terbagi dalam usia pertengahan antara 45-59 tahun, usia lanjut antara
60-74 tahun, dan usia lanjut tua antara 75–90 tahun, serta usia sangat tua diatas 90
tahun (Nugroho, 2008). Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena jumlah penduduk
yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Jumlah penduduk lansia di Indonesia
pada tahun 2006 sebanyak lebih dari 19 juta, dengan usia harapan hidup 66,2
tahun. Pada tahun 2000 jumlah lansia sebanyak 14,439.967 jiwa (7,18%) dan pada
tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 23.992.553 jiwa (9,77%) dengan usia
harapan hidup 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta
(11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Badan Pusat Statistik, 2012).
Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, membawa
konsekuensi pada meningkatnya populasi lansia dari tahun ke tahun, sehingga
menimbulkan kebutuhan pelayanan sosial bagi lansia dalam mengisi hari tuanya
(Depsos, 2007). Peningkatan jumlah lansia harus disertai dengan penyediaan
sarana dan fasilitas kesehatan, sosial dan aspek lainnya yang memadai (Hidayat,
2004). Hal ini disebabkan oleh masalah yang terjadi pada lansia, antara lain:
perubahan gaya hidup dan keuangan, merawat pasangan yang sakit, menghadapi
ketidakmampuan fisik dan penyakit kronis, kesepian serta masalah spiritualitas
(Elderly Health Service, 2003).
Hasil penelitian Widiastuti (2007) menunjukkan spiritualitas lansia di RW
03 di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang diketahui 90%
mengatakan selalu mengerjakan sholat lima waktu, 80% sering berdoa dan
berzikir di mushola atau mesjid, 60% kadang-kadang melakukan ibadah puasa
sunnat. Pada pengkajian lainnya diketahui 40% dari lansia tersebut mengaku ada
konflik dengan orang lain (tetangga), dan sebagian kecilnya masih belum
memahami tujuan hidupnya, mengungkapkan keraguan dalam keyakinannya. Hal
ini menunjukkan pemahaman terhadap spiritualitas masih terbatas yakni bahwa
lansia sangat mementingkan spiritualitasnya dari aspek hubungan dengan Tuhan,
namun dari karakteristik spiritualitas lainnya belum diperhatikan.
Uraian diatas menunjukkan pemahaman dimensi spiritualitas masih terbatas.
Cara mengaplikasikan pemenuhan spiritualitas perlu dipahami oleh semua
masyarakat termasuk lansia, karena spiritualitas tidak hanya terbatas pada
kegiatan ritual ibadah, atau dalam arti hubungan vertikal antara manusia dengan
Tuhannya tetapi masih ada hal-hal lain yang perlu diperhatikan, diantaranya
hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan
alam.
Kualitas hidup merupakan persepsi individu yang ditinjau dari konteks
budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan standar hidup, harapan,
Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF dibagi dalam empat
domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan (WHO, 2004).
Menurut hasil penelitian Meirissa (2008) bahwa Kualitas Hidup Lansia yang
tinggal di UPTD Abdi/Darma Asih Binjai diketahui pada domain fisik yaitu lansia
tersebut sering terbangun pada malam hari karena frekuensi buang air kecil pada
lansia semakin meningkat, aktifitas kehidupan sehari-hari juga terganggu karena
banyak lansia yang menderita penyakit kronis. Pada domain Psikologis, 45%
lansia tidak pernah memiliki perasaan negatif, putus asa, cemas, dan depresi. Pada
domain hubungan sosial, kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan
masyarakat. Pada domain lingkungan, keterbatasan yang ada pada lansia seperti
rendahnya tingkat pendidikan, lansia tidak memperoleh pekerjaan yang
berdampak tidak adanya penghasilan yang biasa digunakan dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari. Hal ini menunjukkan kualitas hidup lansia dalam empat
domain menurun.
Kelurahan Petisah Hulu termasuk dalam kecamatan medan baru. Terdapat
lansia yang tinggal bersama keluarga. Terdapat jumlah lansia sebanyak 40 orang.
Jumlah lansia perempuan sebanyak 30 orang dan lansia laki - laki sebanyak 10
orang dan belum pernah dilakukan penelitian di Kelurahan Petisah Hulu Medan
khususnya terhadap lansia.
Berdasarkan uraian diatas, spiritualitas pada lansia lebih meningkat pada
hubungan dengan Tuhan dibandingkan dengan hubungan dengan diri sendiri,
orang lain, dan alam. Spiritualitas yang baik dapat mempengaruhi kualitas hidup
mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di
Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.
1.2 Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan sebagai berikut:
1 Untuk mengidentifikasi spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan
Petisah Hulu Medan
2 Untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia di Lingkungan IX
Kelurahan Petisah Hulu Medan
3 Untuk mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup
lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan
1.3 Pertanyaan penelitian
1 Bagaimana spiritualitas lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah
Hulu Medan?
2 Bagaimana kualitas hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah
Hulu Medan?
3 Apakah ada hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di
Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan?
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi praktik keperawatan
Penelitian ini akan dapat memberikan informasi tentang hubungan
spiritualitas dengan kualitas hidup lansia, dengan diketahuinya dapat
menjadi dasar bagi perawat untuk menerapkan spiritualitas dalam
1.4.2 Bagi pendidikan keperawatan
Penelitian ini dapat menjadi informasi atau masukan yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan terutama pada bagian keperawatan
gerontik yang berkaitan dengan spiritualitas dan kualitas hidup lansia di
komunitas.
1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan informasi atau masukan yang berguna untuk
mengetahui hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia. Namun
dalam penelitian ini belum dibahas perbedaan spiritualitas berdasarkan jenis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lansia
2.1.1 Defenisi lansia
Lanjut usia atau lansia adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup
seseorang yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode
yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat
(Hurlock, 1999). Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial (UU No 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang lansia sebagai berikut :
a. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
b. Lansia potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
c. Lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain (Deputi I
Menkokesra, 1998).
2.1.2 Pembagian lansia
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu
pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia
lanjut dini/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara
dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau
kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil tinggal di panti, menderita
penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996). Menurut organisasi kesehatan dunia
(WHO) meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut
(Elderly) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua antara 75–90 tahun, serta usia
sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Menurut pasal 1 undang- undang no. 4 tahun 1965 : “ seseorang dinyatakan
sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan berusia 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari- hari, dan menerima nafkah dari orang lain ”.
2.1.3 Teori-teori penuaan
Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori
psikologis. Teori-teori biologis terdiri dari teori seluler, teori radikal bebas, teori
cross–link, dan teori imunologis. Teori-teori psikologis terdiri dari teori
pembebasan, teori aktifitas, dan teori kesinambungan.
2.1.3.1 Teori Biologis
1. Teori seluler
Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah
dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah
sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di
laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat
sedikit (Spence & Mason (1992) dalam Watson, 2003). Pembelahan sel lebih
kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Watson, 2003).
Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada
jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang
karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami
penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki
diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami kerusakan dan
akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi (Watson, 2003).
2. Teori radikal bebas
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan bagian
molekul yang sangat aktif. Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang
dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul
ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel,
mempengaruhi permeabilitas, atau dapat berikatan dengan organel sel. Proses
metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar, secara
spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan
formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal
bebas (Potter & Perry, 2005).
3. Teori cross–link
Teori cross–link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastis,
komponen jarigan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas
sel, cross–linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa
antara molekul–molekul yang normal terpisah. Kulit yang menua merupakan
rentang dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter &
Perry, 2005).
4. Teori imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada
jaringan tubuh melalui autoagresi atau imunodefisiensi (penurunan imun). Tubuh
kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein
asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada
kecepatan yang meningkat secara bertahap. Dengan bertambahnya usia,
kemampuan sistem imun untuk menghancurkan bakteri, virus, dan jamur
melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhadap serangannya sehingga
sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi sistem imun ini diperkirakan
menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan
penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.2 Teori psikologis
1. Teori disengangement (pembebasan)
Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang
biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih intropeksi dan berfokus diri sendiri,
meliputi empat konsep dasar yaitu :
a. Individu yang menua dan masyarakat secara bersama saling menarik
diri
b. Disengangement adalah intrinsik dan tidak dapat diletakkan secara
biologis dan psikologis
d. Disengangement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat (Potter &
Perry, 2005).
2. Teori aktifitas
Lansia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semangat dan
kepuasan hidup yang tinggi, penyesuaian serta kesehatan mental yang lebih positif
dari pada lansia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry 2005).
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke usia lanjut (Nugroho, 2008).
3. Teori kontinuitas (kesinambungan)
Teori kontinuitas atau teori kesinambungan menyatakan bahwa
kepribadiaan tetap sama dan perilaku menjadi lebih mudah diprediksi seiring
penuaan. Kepribadian dan pola perilaku yang berkembang sepanjang kehidupan
menentukan derajat keterikatan dan aktivitas pada masa lanjut usia (Potter &
Perry, 2005).
2.1.4 Perubahan yang terjadi pada lansia
Darmojo dan Martono (2006) mengatakan bahwa proses menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Nugroho (2008) menyatakan terdapat banyak perubahan
yang terjadi pada lanjut usia mencakup perubahan-perubahan fisik, mental,
2.1.4.1 Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan pada lansia makin berintegrasi dalam
kehidupannya. Lansia semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini
dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari- hari (Nugroho, 2008). Spiritualitas
pada lansia bersifat universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang
berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus kehilangan
terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup tersebut dipertahankan
sebagian oleh efek positif harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah
mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme pendekatan
spiritual akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan
memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius untuk bersiap
krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.
Satu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari orang yang lebih
muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal ini menunjukkan bahwa lansia
cenderung tidak terlalu takut terhadap konsep dan relitas kematian. Pada tahap
perkembangan usia lanjut merasakan atau sadar akan kematian.
2.2 Spiritualitas
2.2.1 Defenisi spiritualitas
Spiritualitas adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang
manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan
dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta
kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan
sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan
hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari Prijosaksono 2003).
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2009). Spiritualitas juga disebut sebagai
sesuatu yang dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang
dapat diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap
orang lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang.
Spiritualitas adalah kehidupan, tidak hanya doa, mengenal dan mengakui Tuhan.
Menurut Mickley et al (1992) menguraikan spiritualitas sebagai suatu yang
multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial
berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih
berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritualitas
sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan
atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi
horizontal adalah hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan
hubungan dengan lingkungan. Terdapat hubungan terus-menerus antara dua
dimensi tersebut (Stoll, 1989; dikutip dari Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritualitas
yaitu kesehatan spiritualitas adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi (Hungelmann et al, 1985
dalam Potter & Perry, 1995). Ketidakseimbangan spiritualitas (Spirituality
Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan
penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis (Taylor, 2002 dikutip dari
Young, 2007).
2.2.2 Karakteristik spiritualitas
Terdapat beberapa karakteristik spiritualitas yang meliputi :
1. Hubungan dengan Tuhan
Meliputi agama maupun tidak agamais. Keadaan ini menyangkut
sembahyang dan berdoa, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan
keagamaan, serta bersatu dengan alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualitas apabila
mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari
satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis,
membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang
terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar manusia
yang positif (Hamid, 2009).
2. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan
diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang
menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa
depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang
timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,
kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin
jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan
bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran
yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat
memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan
atau stres. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan
wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam
hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan
saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat
penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang
menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit (Grimm, 1991)
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui
makna hidup, yang kadang diidentikan dengan perasaan dekat dengan Tuhan,
merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan
tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang
masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).
3. Hubungan dengan orang lain
Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan
dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan
yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak
harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995).
Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan
kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan
kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan
demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres,
maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial (Carm & Carm,
2000).
Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah,
mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang
menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari
suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat
meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional,
penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski,
2004).
Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support). Keinginan
untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif
melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat
memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit.
kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu
dari penyakit jantung (Hart, 2002).
d. Hubungan dengan alam
Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang
meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan
berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995).
Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritualitas seseorang
dalam menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta
kasih. Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani
sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal
yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik, olah
raga dan lain-lain (Puchalski, 2004).
Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan
kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat
meningkatkan status kesehatan (Hamid, 2009).
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas
Menurut Taylor (1997) dan Craven & Hirnle (1996) dalam Hamid (2009),
faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang adalah
1. Tahap perkembangan
Spiritualitas berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus
dan menggali suatu hubungan dengan Yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti
bahwa spiritualitas tidak memiliki makna bagi seseorang.
2. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu
Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama, tapi
individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku
keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia
pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman tehadap dunia yang
diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.
3. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai
moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan
keagamaan.
4. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
spiritual sesorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan
seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada manusia
menguji imannya.
5. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritualitas seseorang.
spenuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan
penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan
dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritualitas yang
bersifat fiskal dan emosional.
6. Terpisah dari ikatan spiritualitas
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.
Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri
acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan
keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat
diinginkan.
7. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara Tuhan
untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang menolak
intervensi pengobatan.
2.2.4 Perkembangan spiritualitas pada lansia
Perkembangan spiritualitas mencakup perkembangan perasaan identitas,
penciptaan dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain dan yang
ilahi, menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadaran transendental.
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk
kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti
nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena
menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang
lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan,
berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima
kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid,
2009).
2.3 Kualitas hidup
2.3.1 Defenisi kualitas hidup.
Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial
dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001). Kualitas hidup merupakan persepsi
individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan
sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar
hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep
tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status
psikologis, hubungan sosial, dan hubungan terhadap lingkungan (WHO, 2004).
Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati
kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu
pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik
dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan
keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor
personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).
Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup
dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan
dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan
kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan
dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).
Menurut Kreitler & Ben (2004) dikutip dari Nofitri (2009) kualitas hidup
diartikan sebagai persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam
bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap posisi
mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan system nilai dimana
mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa
yang menjadi perhatian individu.
2.3.2 Komponen kualitas hidup menurut World Health Organization Quality
Of Life (WHOQOL) – BREF
World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) – BREF membagi
kualitas hidup dalam empat domain yaitu fisik, psikologis, hubungan sosial, dan
lingkungan (WHO, 2004).
1. Domain fisik
WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:
a. Nyeri dan ketidaknyamanan
Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami
individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi yang menyedihkan dan
mempengaruhi hidup individu tersebut. Sensasi yang tidak menyenangkan
gatal juga termasuk. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun
tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO, 2004).
b. Tenaga dan lelah
Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk
selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi.
Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk
merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal
seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 2004).
c. Tidur dan istirahat
Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur
termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari
dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO,
2004).
2. Domain Psikologis
WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu:
a. Perasaan positif
Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu
dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan
kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada
masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 2004).
b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi
Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,
keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan
gagasan (WHO, 2004).
c. Harga diri
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri.
Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang
ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai
individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari
kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 2004).
d. Gambaran diri dan penampilan
Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah
penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan individu
dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini
termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa
dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan
dan sebagainya (WHO, 2004).
e. Perasaan negatif
Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif
individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan, keputusasaan,
kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk
pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada
3. Domain Hubungan sosial
WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu:
a. Hubungan perorangan
Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan
dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk
pada kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat
dengan orang lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa
mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang
dicintai. (WHO, 2004).
b. Dukungan sosial
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab,
dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada
seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman,
faktanya pada tingkatan mana individu tergantung pada dukungan di saat sulit
(WHO, 2004).
c. Aktivitas seksual
Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana
individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat
4. Domain Lingkungan
WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:
a. Keamanan fisik dan keamanan
Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik.
Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang
lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan
individu (WHO, 2004).
b. Lingkungan rumah
Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat
berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada
kenyamanan, tempat teraman individu untuk tinggal (WHO, 2004).
c. Sumber penghasilan
Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan (dan
sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat
mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 2004).
d. Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas
Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial
di kedekatan sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan bantuan (WHO, 2004).
e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan
Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari
terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa
atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 2004).
f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan
untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 2004).
g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)
Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini
mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini
dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 2004).
h. Transportasi
Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk
menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 2004).
2.3.3 Pengukuran Kualitas Hidup
Pengukuran kualitas hidup meliputi empat domain kualitas hidup yaitu
domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial dan domain lingkungan.
Pengukuran kualitas hidup yaitu semakin tinggi nilainya semakin baik kualitas
hidupnya dan nilai mean dari keempat domain menunjukan persepsi individu pada
kualitas hidup masing-masing. Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam
bentuk kuisioner yang diadopsi dari The World Health Organization Quality of
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan spiritualitas
(hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang
lain, dan hubungan dengan alam) dengan kualitas hidup (domain fisik, domain
psikologis, domain hubungan sosial, dan domain lingkungan) lansia.
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 2009). Menurut Mickley et al (1992),
spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan
dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan,
sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan
Yang Maha Kuasa. Spiritualitas sebagai konsep dua dimensi, dimensi vertikal
sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun
kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri
sendiri, dengan orang lain dan lingkungan. Terdapat hubungan terus-menerus
antara dua dimensi tersebut (Stoll, 1989; dikutip dari Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995). Perubahan spiritualitas merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi kualitas hidup lansia (WHO, 2004).
Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial
dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001). Kualitas hidup merupakan persepsi
sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar
hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Komponen kualitas hidup
yaitu domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial, dan domain
lingkungan (WHO, 2004).
Konsep kerja dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Skema 1. Kerangka penelitian hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia Spiritualitas
• Hubungan dengan Tuhan
• Hubungan dengan diri
sendiri
• Hubungan dengan orang
lain
• Hubungan dengan alam
atau lingkungan
Kualitas Hidup
Domain Fisik
Domain Hubungan Sosial
3.2 Defenisi Operasional
3.3 Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara dari penelitian, patokan dugaan, atau
dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan. Hipotesa terdiri dari
hipotesa alternatif (Ha) dan hipotesa nol (Ho). Hipotesa alternatif (Ha) diterima
jika nilai p kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) yang menunjukkan
hubungan yang signifikan. Hipotesa nol (Ho) diterima jika nilai p lebih dari nilai
α (0.05) yang menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Hipotesa penelitian
ini adalah Hipotesa alternatif (Ha) diterima yaitu adanya hubungan spiritualitas
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi. Rancangan
dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan spiritualitas dengan kualitas
hidup lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan.
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Populasi
pada penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Lingkungan IX Kelurahan Petisah
Hulu Medan. Setelah melakukan survei awal ke Lingkungan IX Kelurahan
Petisah Hulu Medan bulan Oktober 2013, diperoleh jumlah lansia berusia ≥ 60
tahun sebanyak 40 orang dengan jumlah lansia perempuan sebanyak 30orang dan
lansia laki-laki sebanyak 10orang.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan subyek penelitian yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel pada penelitian
ini sebanyak 40 orang yaitu lansia yang berusia ≥ 60 tahun.
4.2.3 Teknik Pengambilan Sampling
Teknik pengambilan sampel dengan total sampling yaitu teknik penentuan
sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan
jika jumlah populasi relatif kecil (Arikunto, 2009). Sehingga besar sampel pada
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Lansia yang berumur ≥ 60 tahun
b. Lansia dapat berbahasa Indonesia
c. Lansia yang tinggal bersama anaknya.
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan,
dengan pertimbangan bahwa di Kelurahan ini terdapat banyak lanjut usia dengan
usia ≥ 60 tahun sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan data. Selain
itu penelitian tentang hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di
Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penelitian ini dimulai pada tanggal 27 Februari – 14 Maret 2014.
4.4 Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui. Pertimbangan
etik dalam penelitian ini, penelitian ini telah mendapatkan ethical clearance dari
Komisi Etik Penelitian Keperawatan, izin dari Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan izin dari Kelurahan Petisah Hulu Medan untuk
dapat melakukan penelitian. Peneliti mendatangi responden yang sesuai dengan
kriteria yang telah ditentukan. Peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri,
memberi penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan dan
prosedur pelaksanaan penelitian. Calon responden yang bersedia menjadi
responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed concent).
Calon responden yang tidak bersedia, berhak untuk menolak karena dalam
(confidentiality) responden merupakan masalah etika penting dalam penelitian ini.
Oleh karena itu, kerahasiaan informasi mengenai data calon responden dijaga
dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen (anonymity), nama
responden akan diganti dengan inisial nama. Data-data yang diperoleh dari calon
responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja.
4.5 Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian: pertama
kuesioner data demografi responden yang berisi identitas responden, kedua
kuesioner spiritualitas lansia, ketiga kuesioner kualitas hidup lansia.
a. Kuesioner Data Demografi
Kuesioner data demografi digunakan untuk mengkaji data demografi lansia
yang meliputi usia, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pendidikan, dan
pekerjaan.
b. Kuesioner Spiritualitas
Kuesioner spiritualitas disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman
pada tinjauan pustaka. Kuesioner spiritualitas terdiri dari 16 pertanyaan dalam
bentuk skala likert dengan pilihan jawaban yaitu tidak pernah (1), kadang-kadang
(2), sering (3), selalu (4). Kuesioner spiritualitas membahas empat karakteristik
spiritualitas yaitu hubungan dengan Tuhan (No 1-3), hubungan dengan diri sendiri
(No 4-7), hubungan dengan orang lain (No 8-12), dan hubungan dengan alam (No
13-16). Nilai pada kuesioner spiritualitas yaitu nilai terendah 16 dan nilai tertinggi
menurut Sudjana (2005), yaitu: P = rentang kelas
banyak kelas, Dimana P merupakan panjang kelas
dengan rentang nilai tertinggi dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 48
dan banyak kelas 2. Sehingga diperoleh P= 24. Maka didapatkan hasil ukur
spiritualitas lansia sebagai berikut: nilai 16 – 40 = rendah, nilai 41 – 64 = tinggi.
c. Kuesioner kualitas hidup
Kuesioner kualitas hidup bertujuan untuk mengidentifikasi persepsi lansia
tentang kualitas hiduplansia di Kelurahan Petisah Hulu. Kuesioner ini diadopsi
dari The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)-BREF (WHO,
2004). Pengukuran kualitas hidup WHOQOL – BREF merupakan pengukuran
yang menggunakan 26 item pertanyaan yang terdiri dari empat domain yaitu fisik,
psikologis, lingkungan dan sosial. Semua pertanyaan berdasarkan pada skala
likert lima poin (1-5) dan empat macam pilhan jawaban. Pilihan jawaban yang
pertama yaitu sangat buruk (1), buruk (2), biasa saja (3), baik (4), dan sangat baik
(5). Pilihan jawaban yang kedua yaitu sangat tidak memuaskan (1), tidak
memuaskan (2), biasa saja (3), memuaskan (4), dan sangat memuaskan (5).
Pilihan jawaban yang ketiga yaitu tidak pernah (1), jarang (2), cukup sering (3),
sangat sering (4) dan berlebihan (5). Pilihan jawaban yang keempat yaitu tidak
sama sekali (1), sedikit (2), sedang (3), sangat sering (4), sepenuhnya dialami (5).
Pertanyaan nomor 1 dan 2 tentang kualitas hidup secara menyeluruh dan
kesehatan secara umum. Domain 1 - Fisik (No 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18).
Domain 2 - Psikologis (No 5, 6, 7, 11, 19, dan 26). Domain 3 - Hubungan sosial
(No 20, 21, dan 22). Domain 4 - Lingkungan (No 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan 25).
dimasing-masing domain. Nilai pada kuesioner kualitas hidup adalah nilai
terendah yaitu 26 dan nilai tertinggi yaitu 130. Dalam menentukan hasil ukur
kualitas hidup lansia digunakan rumus statistik menurut Sudjana (2005), yaitu: P
= rentang kelas
banyak kelas, Dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang nilai tertinggi
dikurangi nilai terendah. Rentang kelas sebesar 104 dan banyak kelas 3. Sehingga
diperoleh P= 34. Maka didapatkan hasil ukur kualitas hidup lansia sebagai
berikut: nilai 26 – 60 = buruk, nilai 61 – 95 = cukup, nilai 96 – 130 = baik.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas
4.6.1 Uji Validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan suatu instrumen dan bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana
instrumen mampu mengukur apa yang akan diukur (Danim S, 2003). Jenis
validitas yang digunakan adalah validitas isi untuk mengukur sejauh mana
unsur-unsur instrumen itu relevan dan representatif. Kuesioner spiritualitas telah
divalidasi oleh ahlinya yaitu dosen Departemen Keperawatan Medikal Bedah dan
kuesioner kualitas hidup telah divalidasi oleh ahlinya yaitu dosen Departemen
Keperawatan Gerontik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti sejauh mana
alat tersebut tetap konsisten bila dilakukan beberapa kali dengan menggunakan
alat ukur yang sama (Notoadmodjo, 2010). Suatu instrumen dikatakan reliabel
Uji reliabilitas dilakukan pada lansia sebanyak 10 orang di Kelurahan
Tanjung Mulia Hilir. Uji reliabilitas menggunakan analisis crobach’s alpha. Hasil
uji reliabilitas kuesioner untuk spiritualitas lansia adalah 0.890 dan hasil uji
reliabilitas kualitas hidup lansia adalah 0.924. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kuesioner spiritualitas lansia dan kualitas hidup lansia yang
digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel dan telah dihitung dengan
menggunakan komputerisasi.
4.7 Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui. Penelitian ini
telah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Keperawatan,
izin penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan izin
penelitian dari Kelurahan Petisah Hulu Medan. Peneliti mendatangi responden
sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya dengan mendatangi kepling
Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu untuk meminta data jumlah lansia.
Setelah bertemu dengan calon responden, peneliti memperkenalkan diri terlebih
dahulu kemudian memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan
dan prosedur pelaksanaan penelitian serta menanyakan kesediaan calon responden
untuk dijadikan sebagai responden. Calon responden yang bersedia, diminta untuk
menandatangani surat persetujuan (inform consent), dan responden dipersilahkan
untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan peneliti. Responden diberikan
kesempatan untuk mengisi kuesioner namun responden memiliki keterbatasan
dalam membaca kuesioner sehingga peneliti membantu membacakan kuesioner
diberikan kesempatan untuk bertanya dan setelah semua data terkumpul peneliti
melakukan analisa data dengan menggunakan sistem komputerisasi.
4.8 Analisa Data
Analisis data dilakukan setelah semua data sudah terkumpul, yang dimulai
dari editing (memeriksa kelengkapan data), coding (memberi kode), entering
(memasukan data) dan untuk mempermudah pengolahan data maka digunakan
teknik komputerisasi. Dilanjutkan dengan analisa univariat dan bivariat.
Analisa univariat merupakan prosedur yang dilakukan untuk menganalisa
data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian
(Polit & Hungger, 1995). Pada penelitian ini, analisa data dengan metode statistik
univariat akan digunakan untuk menganalisa data demografi, variabel independen
yaitu spiritualitas dan variabel dependen yaitu kualitas hidup. Analisa univariat ini
akan ditampilkan berupa distribuasi frekuensi dan persentase.
Analisa bivariat merupakan analisa statistik yang dapat digunakan oleh
peneliti untuk menerangkan keeratan hubungan antara dua variabel. Analisa data
dilakukan pada data yang terkumpul menggunakan uji korelasi Spearmen Rank
(Rho) yaitu untuk menentukan hubungan antara dua skala ordinal. Nilai r
menginterpretasikan kekuatan hubungan. Jika nilai r berada pada level 0.80 - 1.00
menunjukkan adanya derajat hubungan yang sangat kuat, level 0.60 - 0.79
menunjukkan adanya derajat hubungan yang kuat, level 0.40 - 0.59 menunjukkan
adanya derajat hubungan yang cukup kuat, level 0.20-0.39 menunjukkan adanya
derajat hubungan yang rendah dan level 0.00–0.19 menunjukkan derajat
Menginterpretasikan nilai signifikansi (p) untuk uji satu arah, jika nilai p
kurang dari atau sama dengan nilai α (0.05) berarti hubungan yang signifikan.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima. jika
nilai p lebih dari nilai α (0.05) berarti hubungan yang tidak signifikan, maka
hipotesa alternatif (Ha) ditolak dan otomatis hipotesa nol (Ho) diterima (Setiadi,
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian mengenai hubungan
spiritualitas dengan kualitas hidup lansia yang diperoleh melalui proses
pengumpulan data yang dilakukan sejak tanggal 27 Februari sampai 14 Maret
2014 di Lingkungan IX Kelurahan Petisah Hulu Medan yang terdiri dari 40
responden. Penyajian data hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik
responden, deskripsi spiritualitas lansia dan deskripsi kualitas hidup lansia.
Selanjutnya dipaparkan hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia.
5.1 Hasil penelitian
5.1.1 Deskripsi karakteristik responden lansia di Lingkungan IX Kelurahan
Petisah Hulu Medan
Deskripsi karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, agama, status
perkawinan, pendidikan, dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel distribusi frekuensi dan persentase karasteristik responden, usia
responden pada rentang 60–74 tahun sebanyak 32 responden (80%), jenis kelamin
perempuan sebanyak 30 orang (75%), Agama Islam sebanyak 31 responden
(77.5%), status perkawinan dengan status janda/duda sebanyak 32 responden
(80%), pendidikan SD sebanyak 26 responden (65%), responden tidak bekerja
Tabel 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase deskripsi karakteristik lansia (n=40)
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Usia
60-74 32 80%
75-90 2 20%
Jenis Kelamin
Perempuan 30 75%
Laki-laki 10 25%
Agama
Islam 31 77.5%
Hindu 7 17.5%
Protestan 2 5%
Status Perkawinan
Janda/Duda 32 80%
Kawin 8 20%
Pendidikan
SD 26 65%
SMP 13 32.5%
SMU 1 2.5%
Pekerjaan
Tidak Bekerja 24 60%
Wiraswasta 16 40%
5.1.2 Deskripsi Spiritualitas Lansia di Lingkungan IX Kelurahan Petisah
Hulu Medan
Hasil penelitian spiritualitas lansia dapat dilihat pada tabel 3. Tabel
distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas lansia menunjukkan bahwa 35
Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas pada lansia (n=40)
Hasil penelitian spiritualitas lansia yang terbagi dalam empat karakeristik
yaitu hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan
orang lain, dan hubungan dengan alam dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Distribusi dan persentase empat karakteristik spiritualitas pada lansia (n=40)
Karakteristik Spiritualitas Frekuensi (n)
Hubungan dengan diri sendiri
Tinggi 34 85%
14.35 2.517
Rendah 6 15%
Hubungan dengan orang lain
Tinggi 37 92.5%
5.1.3 Deskripsi Kualitas Hidup Lansia di Lingkungan IX Kelurahan
Petisah Hulu Medan
Hasil penelitian kualitas hidup lansia dapat dilihat pada tabel 5. Tabel
frekuensi dan presentase spiritualitas lansia menunujukkan bahwa 31 responden
Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup pada lansia
Hasil penelitian kualitas hidup lansia yang meliputi empat domain yaitu
domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial, dan domain lingkungan
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6 Distribusi dan persentase empat domain kualitas hidup pada lansia (n=40)
Domain Kualitas Hidup Frekuensi (n)
5.1.4 Hubungan spiritualitas dengan kualitas hidup lansia di Lingkungan IX
Kelurahan Petisah Hulu Medan