• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Emping Melinjo (Gnetum Gnemon) Duplikat Menggunakan Ekstrak Daun Melinjo Dan Ekstrak Daun Pepaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Formulasi Emping Melinjo (Gnetum Gnemon) Duplikat Menggunakan Ekstrak Daun Melinjo Dan Ekstrak Daun Pepaya"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

FORMULASI EMPING MELINJO (Gnetum gnemon)

DUPLIKAT MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN MELINJO

DAN EKSTRAK DAUN PEPAYA

SKRIPSI

Oleh:

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL 100305045

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ii

FORMULASI EMPING MELINJO (Gnetum gnemon)

DUPLIKAT MENGGUNAKAN EKSTRAK DAUN MELINJO

DAN EKSTRAK DAUN PEPAYA

SKRIPSI

Oleh:

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL 100305045/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

iii

Judul Skripsi : Formulasi Emping Melinjo

(

Gnetum gnemon

)

Duplikat Menggunakan Ekstrak Daun Melinjo dan Ekstrak Daun Pepaya Nama : Sartika Maranata Lumbangaol

NIM : 100305045

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir. Terip Karo-Karo, MS Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP

Ketua Anggota

Mengetahui:

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP Ketua Program Studi

(4)

iv

ABSTRAK

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL : Formulasi emping melinjo duplikat menggunakan ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon) dan ekstrak daun pepaya, yang dibimbing oleh Terip Karo-Karo dan Herla Rusmarilin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya terhadap mutu emping melinjo duplikat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial yaitu perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya (E): (0%:100%, 10%:90%, 20%:80%, 30%:70%, 40%:50%, 50%:50%). Parameter

yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar β-karoten, kadar tanin, tekstur, dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan kerenyahan).

Perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar

β-karoten, kadar tanin, dan uji organoleptik rasa. Perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya 50%:50% memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu emping melinjo duplikat.

Kata kunci: Emping melinjo duplikat, ekstrak daun melinjo, dan ekstrak daun pepaya.

ABSTRACT

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL : Formulation of duplicate of melinjo crackers (Gnetum gnemon) made from melinjo leaf extract and papaya leaf extract, supervised by Terip Karo-Karo and Herla Rusmarilin.

The purpose of this study was to determine the effect ratio of melinjo leaf extract with papaya leaf extract on the quality of melinjo crackers duplicate. This study used non factorial completely randomized design i, e: ratio of melinjo leaf

extract with papaya leaf extract (E) (100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%,

60%:40%, 50%:50%). The analyzed parameters were moisture content, ash

content, β-carotene content, tanin content, texture, and sensory test (color, flavor,

taste, and crispness).

The ratio of melinjo leaf extract with papaya leaf extract gave significant

effect on moisture content, ash content, β-carotene content, tanin content and

sensory test of taste. The best composition which gave the best quality on melinjo crackers duplicate was the ratio 50%:50% of melinjo leaf extract and papaya leaf extract.

(5)

v

RIWAYAT HIDUP

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 13 April 1992 dari Bapak Ganda Lumban Gaol dan Ibu Monika Sinaga. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menempuh pendidikannya di SD Negeri No. 040451 Kabanjahe, SMP Santo Xaverius II Kabanjahe, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kabanjahe pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota IMITP (Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) sejak tahun 2010, pada tahun 2011 aktif dalam bidang kewirausahaan, dan pada tahun 2012 menjabat sebagai koordinator sosial dan hubungan masyarakat. Penulis juga aktif sebagai anggota UKM KMK UP FP-USU dan organisasi PARINTAL FP-USU (Putera-Puteri Pencinta Alam dan Lingkungan Hidup).

(6)

vi

KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Emping Melinjo Duplikat Dengan Menggunakan

Ekstrak Daun Melinjo dan Ekstrak Daun Pepaya”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis (Bapak Ganda Lumban Gaol dan Ibu Monika Sinaga) yang membesarkan, mendidik, mendoakan, serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ir. Terip Karo-Karo, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai di program studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

4. Donal Eryxon Lumban Gaol S.Pd, Ira Mutiara Lumban Gaol, Paskah Ulina Lumban Gaol, dan Indah Riana Lumban Gaol yang selalu mendoakan, menyemangati dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. MB.Sinagoge (April Rajagukguk, SP, Melva Syafitri Pasaribu,

Resti Juniarti, S.TP, Devi Marista, S.TP, Maria Siska Novianti Simanjuntak, dan Dyna Siahaan, S.TP)

(7)

vii

Lenty Artha Siregar, S.TP, Kurnia Angelina Sitohang, S.TP, Elva Amurita Zebua, S.TP, Nursya Sitorus, S.TP, Connie Daniela Simbolon, S.TP.

7. Rekan-rekan ITP angkatan 2010

8. Asisten Laboratorium Pangan, dan semua pihak yang ikut membantu penyelesaian penelitian penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

(8)

viii

Proses Pembuatan Emping Melinjo Duplikat ... 16

(9)

ix

Alat Penelitian ... 23

Metoda Penelitian ... 24

Model Rancangan ... 24

Pelaksanaan Penelitian ... 25

Pembuatan tepung beras ... 25

Pembuatan tapioka ... 25

Ekstraksi daun melinjo ... 26

Ekstraksi daun pepaya ... 26

Pembuatan emping melinjo duplikat ... 26

Pengamatan dan Pengukuran Data ... 27

Parameter Penelitian ... 28

Penentuan kadar air ... 28

Penentuan kadar abu... 28

Penentuan kadar β-karoten ... 29

Penentuan kadar tanin ... 30

Pengujian tekstur ... 31

Pengujian organoleptik warna ... 31

Pengujian organoleptik aroma ... 32

Pengujian organoleptik rasa ... 32

Pengujian organoleptik kerenyahan ... 33

Skema Penelitian ... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

Pengaruh Perbandingan Ekstrak Daun Melinjo dan Ekstrak Daun Pepaya terhadap Mutu Emping Melinjo Duplikat... 39

Kadar Air ... 40

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar air emping melinjo duplikat ... 40

Kadar Abu ... 42

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar abu emping melinjo duplikat ... 42

Kadar β-karoten ... 44

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar β-karoten emping melinjo duplikat ... 44

Kadar Tanin ... 46

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar tanin emping melinjo duplikat ... 46

Tekstur ... 47

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap tekstur emping melinjo duplikat... 47

Uji Organoleptik Skor Warna ... 48

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor warna emping melinjo duplikat ... 48

Uji Organoleptik Hedonik Warna ... 48

(10)

x

Uji Organoleptik Skor Aroma ... 48

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor aroma emping melinjo duplikat ... 48

Uji Organoleptik Hedonik Aroma ... 49

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik hedonik aroma emping melinjo duplikat... 49

Uji Organoleptik Skor Rasa ... 49

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat ... 49

Uji Organoleptik Hedonik Rasa ... 51

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik hedonik rasa emping melinjo duplikat ... 51

Uji Organoleptik Skor Kerenyahan ... 52

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor kerenyahan emping melinjo duplikat... 52

Uji Organoleptik Hedonik Kerenyahan ... 53

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik hedonik kerenyahan emping melinjo duplikat... 53

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(11)

xi

DAFTAR TABEL

No Judul Hal

1. Kandungan unsur gizi melinjo per 100 g bahan ... 6

2. Syarat mutu emping melinjo berdasarkan SNI 01-3712-1995 ... 10

3. Kandungan unsur gizi tepung beras per 100 g bahan ... 11

4. Kandungan unsur gizi tepung tapioka per 100 g bahan ... 15

5. Kandungan unsur gizi papaya per 100 g bahan ... 16

6. Skala uji skor warna ... 31

7. Skala uji hedonik warna ... 32

8. Skala uji skor aroma ... 32

9. Skala uji hedonik aroma ... 32

10. Skala uji skor rasa ... 33

11. Skala uji hedonik rasa ... 33

12. Skala uji skor kerenyahan ... 33

13. Skala uji hedonik kerenyahan ... 33

14. Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap mutu emping melinjo duplikat ... 39

15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar air emping melinjo duplikat ... 40

16. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar abu emping melinjo duplikat ... 42

(12)

xii

19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoletik skor rasa emping melinjo duplikat ... 49 20. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hal

1. Struktur β-karoten ... 7

2. Struktur molekul amilosa ... 12

3. Struktur molekul amilopektin ... 12

4. Skema pembuatan tepung beras... 34

5. Skema pembuatan tapioka ... 35

6. Skema pembuatan ekstrak daun melinjo ... 36

7. Skema pembuatan ekstrak daun pepaya ... 37

8. Skema pembuatan emping melinjo duplikat... 38

9. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar air emping melinjo duplikat ... 41

10. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar abu emping melinjo duplikat ... 43

11. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar β-karoten emping melinjo duplikat ... 45

12. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar tanin emping melinjo duplikat... 47

13. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat ... 50

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Data pengamatan analisis kadar air ... 61

2. Data pengamatan analisis kadar abu ... 62

3. Data pengamatan analisis kadar β-karoten ... 63

4. Data pengamatan analisis kadar tanin... 64

5. Data pengamatan analisis tekstur... 65

6. Data pengamatan analisis nilai organoleptik skor warna ... 66

7. Data pengamatan analisis nilai organoleptik hedonik warna ... 67

8. Data pengamatan analisis nilai organoleptik skor aroma ... 68

9. Data pengamatan analisis nilai organoleptik hedonik aroma ... 69

10. Data pengamatan analisis nilai organoleptik skor rasa ... 70

11. Data pengamatan analisis nilai organoleptik hedonik rasa ... 71

12. Data pengamatan analisis nilai organoleptik skor kerenyahan ... 72

13. Data pengamatan analisis nilai organoleptik hedonik kerenyahan ... 73

14. Data pengamatan analisis bahan baku ... 74

15. Kurva standar β-karoten ... 75

(15)

iv

ABSTRAK

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL : Formulasi emping melinjo duplikat menggunakan ekstrak daun melinjo (Gnetum gnemon) dan ekstrak daun pepaya, yang dibimbing oleh Terip Karo-Karo dan Herla Rusmarilin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya terhadap mutu emping melinjo duplikat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, USU, Medan, menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial yaitu perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya (E): (0%:100%, 10%:90%, 20%:80%, 30%:70%, 40%:50%, 50%:50%). Parameter

yang dianalisa adalah kadar air, kadar abu, kadar β-karoten, kadar tanin, tekstur, dan uji organoleptik (warna, aroma, rasa, dan kerenyahan).

Perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar abu, kadar

β-karoten, kadar tanin, dan uji organoleptik rasa. Perbandingan ekstrak daun melinjo dengan ekstrak daun pepaya 50%:50% memberikan pengaruh yang terbaik untuk mutu emping melinjo duplikat.

Kata kunci: Emping melinjo duplikat, ekstrak daun melinjo, dan ekstrak daun pepaya.

ABSTRACT

SARTIKA MARANATA LUMBANGAOL : Formulation of duplicate of melinjo crackers (Gnetum gnemon) made from melinjo leaf extract and papaya leaf extract, supervised by Terip Karo-Karo and Herla Rusmarilin.

The purpose of this study was to determine the effect ratio of melinjo leaf extract with papaya leaf extract on the quality of melinjo crackers duplicate. This study used non factorial completely randomized design i, e: ratio of melinjo leaf

extract with papaya leaf extract (E) (100%:0%, 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%,

60%:40%, 50%:50%). The analyzed parameters were moisture content, ash

content, β-carotene content, tanin content, texture, and sensory test (color, flavor,

taste, and crispness).

The ratio of melinjo leaf extract with papaya leaf extract gave significant

effect on moisture content, ash content, β-carotene content, tanin content and

sensory test of taste. The best composition which gave the best quality on melinjo crackers duplicate was the ratio 50%:50% of melinjo leaf extract and papaya leaf extract.

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Emping melinjo adalah sejenis keripik yang dibuat dari biji melinjo yang telah tua. Emping melinjo merupakan salah satu komoditi pengolahan hasil pertanian yang memiliki jumlah permintaan yang tinggi namun harga emping melinjo juga relatif tinggi. Permintaan konsumen yang tinggi tidak sebanding dengan jumlah produksi emping melinjo. Hal ini dikarenakan kurangnya ketersediaan bahan baku. Menurut Badan Pusat Statistik (2007), produksi melinjo Sumatera Barat tahun 2007 sebesar 1.383 ton dari produksi total melinjo nasional yaitu 141.116 ton, jumlah ini lebih rendah dari jumlah produksi tahun sebelumnya yang mencapai 3.602 ton di Sumatera Barat dari produksi total nasional yang mencapai 127.136 ton, sehingga perlu perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan dan produksi melinjo dimasa mendatang.

Untuk meningkatkan dan mengembangkan emping melinjo dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi bahan budidaya atau diversifikasi olahan berbagai bahan lokal yang dibentuk menyerupai emping melinjo, misalnya dengan campuran tepung tapioka, tepung beras, penambahan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya.

(17)

2

ikat yang cukup tinggi dan dapat membentuk struktur yang kuat pada saat mengalami gelatinisasi.

Tepung beras dibuat dari beras yang dihaluskan. Tepung beras memiliki kemampuan menahan air yang lebih rendah dibanding tepung terigu. Oleh karena itu tepung beras dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan kerupuk dan diharapkan dapat membentuk tekstur emping melinjo duplikat.

Secara global kegunaan daun dan buah melinjo relatif cukup memasyarakat. Buah melinjo tua dapat diolah menjadi emping, sedangkan buah melinjo yang muda dan daun melinjo muda biasa digunakan untuk bahan sayur atau digunakan sebagai bahan penyedap bumbu masakan. Daun melinjo tergolong mudah diperoleh karena merupakan tanaman hijauan yang digalakkan pemerintah untuk ditanam. Oleh karena itu untuk meningkatkan pemanfaatan daun melinjo sebagai pemberi rasa diharapkan dapat digunakan sebagai campuran olahan emping melinjo duplikat.

Selain sebagai sayur lalapan, daun pepaya juga merupakan salah satu komponen yang sering digunakan sebagai bahan olahan pangan dan obat-obatan. Penelitian ini menggunakan daun pepaya dari varietas pepaya cibinong karena termasuk varietas pepaya yang banyak ditemui. Penelitian yang dilakukan Widjastuti (2009) terhadap ayam sentul umur 36 minggu daun pepaya dapat memperbaiki kualitas telur karena mengandung beta karoten yang tinggi yang dapat meningkatkan warna kuning telur yang dihasilkan. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996) daun pepaya mengandung beta karoten yang berfungsi sebagai provitamin A sebanyak 18.250 SI

(18)

3

Tingginya nilai ekonomi dan permintaan emping melinjo memberikan inspirasi kepada peneliti untuk mengembangkan emping melinjo melalui modifikasi bahan baku dan bahan tambahan lain. Modifikasi ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap emping dengan harga yang relatif rendah dan sekaligus sebagai makanan fungsional yang dapat meminimalisir kekhawatiran masyarakat untuk mengkonsumsi emping melinjo terhadap kandungan purin yang diduga dapat menyebabkan asam urat bila dikonsumsi secara berlebihan. Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian tentang “Formulasi Emping Melinjo Duplikat (Gnetum gnemon)

Menggunakan Ekstrak Daun Melinjo dan Ekstrak Daun Pepaya” sehingga

akan diperoleh produk emping melinjo duplikat dengan mutu yang baik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan emping melinjo dari tepung beras, tepung tapioka, ekstrak daun melinjo, dan ekstrak daun pepaya. Untuk mengetahui formulasi terbaik dari perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap emping melinjo duplikat. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa emping melinjo dapat dibuat dari bahan lain selain biji melinjo.

Kegunaan Penelitian

(19)

4

melinjo duplikat dengan mutu yang baik untuk pihak-pihak yang membutuhkannya termasuk untuk pengembangan usaha emping melinjo duplikat serta sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Hipotesis Penelitian

(20)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Melinjo

Tanaman melinjo (Gnetum gnemon L.) merupakan salah satu tanaman tahunan yang mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan. Daun dan buah melinjo yang muda dapat diolah sebagai sayuran dan buah melinjo yang sudah tua dapat diolah sebagai bahan baku pembuatan emping. Emping merupakan produk olahan melinjo yang terkenal digemari masyarakat, juga merupakan komoditi sektor industri kecil yang potensial dan berprospek besar dalam pengembangan ekspor non migas (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1999).

Buah melinjo dapat menyebabkan kenaikan asam urat (hiperurisemia) yang signifikan jika dikonsumsi secara berlebihan karena buah melinjo mengandung senyawa purin. Diduga konsumsi makanan dengan kadar purin tinggi, konsumsi gula dan lemak secara berlebihan dapat meningkatkan kadar asam urat di dalam darah (Wikipedia2, 2011).

Produksi melinjo Sumatera Barat tahun 2007 sebesar 1.383 ton dari produksi total melinjo nasional sebesar 141.116 ton, jumlah ini lebih rendah dari jumlah produksi tahun sebelumnya yang mencapai 3.602 ton di Sumatera Barat dari produksi total nasional yang mencapai 127.136 ton, sehingga perlu perhatian yang lebih serius terhadap pengembangan dan produksi melinjo dimasa mendatang (Badan Pusat Statistik, 2007).

Daun melinjo

(21)

6

4,55% (Lestari, 2013). Menurut Ummah (2010), secara umum kandungan tanin tertinggi terdapat pada daun muda. Tanin yang terdapat dalam daun melinjo dapat dijadikan sebagai pengawet alami untuk industri pengolahan makanan. Daun melinjo memberikan efek yang baik sebagai pengawet makanan, dari inhibitor rasa dan peningkat rasa (Santoso, 2008). Kandungan unsur gizi pada melinjo per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan unsur gizi melinjo per 100 g bahan

Kandungan unsur gizi Biji melinjo Daun melinjo Emping melinjo

Kalori (kal) 66,0 99,0 345,0

Protein (g) 5,0 5,0 12,0

Lemak (g) 1,7 1,3 1,5

Karbohidrat (g) 13,3 21,3 71,5

Air (g) 80,0 70,8 13,0

Vitamin A (SI) 1000,0 10.000,0 0,0

Kalsium (mg) 163,0 219 100,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)

Pemanfaatan daun melinjo semakin berkembang, tidak hanya dimanfaatkan sebagai sayur olahan tetapi juga digunakan dalam bidang farmakologi dan industri pangan lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, dkk (2013) dalam penelitian pemanfaatan ekstrak daun melinjo sebagai pengawet telur ayam ras, menyatakan bahwa daun melinjo dapat digunakan pada pengawetan telur ayam ras karena mengandung tanin. Tanin akan bereaksi dengan protein yang terdapat pada kulit telur yang mempunyai sifat menyerupai kolagen kulit hewan sehingga terjadi proses penyamakan kulit berupa endapan berwarna coklat yang dapat menutup pori-pori kulit telur tersebut menjadi impermeabel (tidak dapat tembus) terhadap gas danudara dan penguapan air serta hilangnya karbondioksida pada kulit telur dapat dicegah sekecil mungkin.

(22)

7

oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan dengan suhu tinggi bersama udara, cahaya, dan lemak yang sudah tengik. Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali. Pengeringan buah di matahari dan cara dehidrasi lainnya dapat menyebabkan kehilangan sebagian vitamin A. Beta karoten merupakan provitamin A yang terdapat dalam bahan pangan nabati. Beta karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri dari dua molekul retinol yang saling berikatan. Rumus molekul beta karoten adalah C40H56, dengan berat

molekul 536,88 (Almatsier, 2004). Struktur β-karoten dapat dilihat pada Gambar 1 (Almatsier, 2004).

Gambar 1. Struktur β-karoten

(23)

8

Emping melinjo

Emping adalah sejenis makanan ringan yang dibuat dari bahan baku yang dihancurkan hingga halus kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Emping biasanya terbuat dari biji melinjo tetapi juga dapat dibuat dari bahan lain yang mengandung pati tinggi, seperti emping yang terbuat dari bulir jagung dan emping yang terbuat dari umbi teki (Wikipedia1, 2011).

Selain dipasarkan untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri, emping melinjo juga diekspor ke negara-negara lain antaranya Singapura, Malaysia, Belanda, Belgia, Brunei, Luxemburg, dan Amerika Serikat. Menurut Biro Pusat Statistik tahun 2000; 2003; 2006, permintaan terhadap emping melinjo terus meningkat dari tahun ke tahun. Ekspor emping melinjo pada tahun 2000 adalah sebesar 123.304 ton dengan nilai US$ 230.062, meningkat menjadi 515.900 ton dengan nilai US$ 464.756 pada tahun 2003, kemudian meningkat menjadi 775.654 ton dengan nilai sebesar US$ 660.876 pada tahun 2006.

(24)

9

Klasifikasi emping melinjo yang didasarkan pada kualitasnya adalah sebagai berikut :

a. Kualitas nomor 1. Emping ini disebut juga dengan emping super, yang memiliki ciri-ciri:

1) Lempengnya sangat tipis merata

2) Berwarna agak putih dan bening atau transparan

3) Tiap lempengannya berasal dari satu biji melinjo yang ukuran dan kualitasnya sama, sehingga garis tengahnya hampir seragam

4) Langsung bisa digoreng tanpa dijemur lebih dahulu

b. Kualitas nomor 2. Emping dengan kualitas ini memiliki ciri-ciri: 1) Lempengannya lebih tebal daripada emping super

2) Berwarna agak putih kekuning-kuningan dan kurang bening (kurang transparan)

3) Tiap lempengannya berasal dari satu biji melinjo yang ukuran dan kualitasnya sama, sehingga garis tengahnya hampir seragam

4) Bila akan digoreng harus dalam keadaan kering agar hasil gorengannya baik.

c. Kualitas nomor 3

1) Lempengannya agak tebal

2) Berwarna kekuning-kuningan dan tidak bening (tidak transparan)

3) Tiap lempengan berasal dari satu biji melinjo yang ukuran dan kualitasnya bermacam

(25)

10

Syarat mutu emping melinjo dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat mutu emping melinjo berdasarkan SNI 01-3712-1995

No. Uraian Satuan Syarat mutu

8.1 Kapang koloni/kg maksimal 104

Sumber: BSN-SNI No. 3712 (1995)

Tepung Beras

Tepung beras mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding dengan terigu sehingga diperlukan modifikasi pada formula dan kondisi proses pengolahan. Tepung beras memiliki jumlah air bebas lebih tinggi dalam adonan karena ukuran granula pati kecil (3-8 mikron) sehingga mengabsorbsi air lebih sedikit. Tepung beras juga tidak membentuk jaringan gluten dalam adonan sehingga kemampuan menahan air lebih rendah dibanding terigu (Widjajaseputra, dkk., 2011).

(26)

11

menghasilkan produk dengan karakterisik yang berbeda dibandingkan dengan produk berbasis pati beras (Munarso, dkk, 2004). Kandungan unsur gizi pada tepung beras per 100 g bahan adalah seperti yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan unsur gizi tepung beras per 100 g bahan

Kandungan Unsur Gizi Kadar

Energi (kal) 364,0

Bdd (bahan dapat dimakan) (g)

12,0 140,0 5,0 0,8 100,0 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996)

Tapioka

Tapioka adalah pati yang diperoleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan pengeringan. Dalam pembuatan tapioka, pengendapan pati dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan hasil ekstraksi pati yang lebih murni (Astawan, 2003).

Pati ditemukan dalam banyak tanaman dan merupakan komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan dalam organ tanaman dalam bentuk granula. Karena sifat fungsionalnya, pati banyak digunakan untuk memberikan karakteristik produk pangan misalnya sebagai pengental (thickening

agent), penstabil (stabilizing agent), pembentuk gel (gelling agent), dan

pembentuk film (film forming). Pati mengandung 2 komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan

(27)

12

Struktur rantai linier dari molekul amilosa dan struktur molekul amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3 (Kusnandar, 2010).

Gambar 2. Struktur rantai linier dari molekul amilosa

Gambar 3. Struktur molekul amilopektin

Komposisi amilopektin dan amilosa berbeda dalam pati berbagai bahan makanan. Amilopektin pada umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung antara 15% - 35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin tersusun dalam bentuk semi kristal, yang menyebabkannya tidak larut dalam air dan memperlambat pencernaannya oleh amilase di pankreas (Almatsier, 2004).

(28)

13

Pati yang banyak mengandung amilopektin (amilosa rendah) tidak membentuk gel yang kukuh dan pasta yang dihasilkan lebih lunak. Pada saat pengembangan dengan penggorengan setelah gel tersebut kering mempunyai kecenderungan merenggang dari pada patah, sehingga tingkat pengembangannya lebih besar. Oleh karena itu, tapioka akan menghasilkan lapisan dengan

kenampakan yang rata dan jernih tapi masih mudah patah atau retak (Warastuti, 2000).

(29)

14

Setiap jenis tepung memiliki karakteristik gelatinisasi yang berbeda-beda. Sifat gelatinisasi dan pembengkakan dari suatu pati, salah satunya ditentukan oleh struktur amilopektin, komposisi pati dan ukuran granular pati. Di samping itu, perbedaan sifat gelatinisasi juga dikarenakan distribusi berat granula pati. Makin besar berat molekul pati maka suhu gelatinisasinya juga semakin rendah. Pati serealia memiliki berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan pati umbi-umbian, contoh suhu gelatinisasi tepung beras lebih rendah dibandingkan dengan tepung tapioka. Saat larutan pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasinya, pati yang mengandung amilopektin lebih banyak akan membengkak lebih cepat dibandingkan dengan pati lain (Imanningsih, 2012).

Pati tidak larut dalam air, tetapi jika ditambahkan air dan dilakukan pemanasan akan menyerap air dan mengembang, proses tersebut disebut gelatinisasi. Tepung tapioka memiliki viskositas puncak yang tinggi dan waktu gelatinisasi yang lebih cepat (69,56oC dengan waktu ± 6 menit). Aplikasinya dalam pengolahan pangan adalah tepung tapioka dapat digunakan sebagai pengental dengan waktu pemasakan yang singkat (Imanningsih, 2012).

(30)

15

Tabel 4. Kandungan unsur gizi tepung tapioka per 100 g bahan

Kandungan Unsur Gizi Kadar

Energi (kal) 365,0

Protein (g) 0,5

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 86,9

Air (g)

Bdd (bahan dapat dimakan) (g)

12,0 100,0 Sumber : Direktorat Gizi Depkes R.I., 1996

Daun pepaya

Tanaman pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman yang mudah tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi dan banyak dijumpai di Indonesia sebagai tanaman yang kaya manfaat (Hartoyo, 1998). Tanaman pepaya memiliki banyak manfaat mulai dari akar, batang, daun, bunga dan buahnya, yaitu sebagai sumber vitamin, mineral, dan senyawa lainnya untuk kebugaran tubuh dan berkhasiat obat dalam bidang kesehatan (Suriawiria, 2002).

Di Indonesia dijumpai beberapa varietas pepaya, antara lain: pepaya semangka, pepaya jinggo, pepaya cibinong, pepaya bangkok atau sering disebut pepaya thailand, pepaya meksiko, pepaya mas, pepaya ijo, dan pepaya item. Jenis pepaya ijo dan pepaya item tergolong pepaya yang sulit ditemukan (Andy, 2005).

(31)

16

disebut papain (Kamaruddin dan Salim, 2003). Kandungan unsur gizi daun pepaya per 100 g bahan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan unsur gizi pepaya per 100 g bahan

Kandungan unsur gizi Daun pepaya Buah pepaya masak Buah pepaya muda

Energi (kkal) 79 46 26

Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1996)

Penelitian yang dilakukan Widjastuti (2009) terhadap ayam sentul disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya sampai batas 10% dapat meningkatkan kualitas telur khususnya meningkatkan warna kuning telur ayam sentul tanpa menurunkan produksi telur. Hasil tersebut hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutarpa (2008) terhadap ayam petelur Hysex

Brown dengan tingkat pemberian daun pepaya sebanyak 3%. Dari kedua

penelitian diatas disimpulkan bahwa penggunaan daun pepaya dalam ransum sampai batas 10 persen meningkatkan warna kuning telur. Meskipun penelitian tersebut menggunakan jenis unggas yang berbeda namun diketahui terjadi peningkatan warna kuning telur, hal ini disebabkan kandungan beta karoten yang terdapat pada daun pepaya yang cukup tinggi.

Proses Pembuatan Emping Melinjo Dupikat

(32)

17

ekstraksi, pengadonan, pengukusan, pemotongan, pengeringan, pengemasan, dan penggorengan.

Sortasi dan pencucian

Sortasi sangat diperlukan untuk menggolongkan daun melinjo dan daun pepaya sesuai dengan tingkat ketuaannya dan ada tidaknya cacat. Standar mutu ditetapkan berdasarkan warna, kebersihan, ketuaan, kebebasan dari bahan asing, serta kebebasan dari luka atau cacat. Pengertian cacat adalah cacat fisik, mekanik, mikrobiologis, maupun cacat yang disebabkan oleh serangga (Satuhu, 1996) .

Pencucian bahan dapat dilakukan untuk menghilangkan bahan asing pada daun pepaya dan daun melinjo. Adanya bahan asing yang menempel pada permukaan daun melinjo dan daun pepaya menyebabkan penampilan luarnya terlihat kotor. Bahan asing ini dapat berupa tanah, debu, pasir, serangga, atau bahan lainnya. Pencucian bahan dilakukan pada air mengalir (Satuhu, 1996).

Blansing

Blansing adalah proses pemanasan pendahuluan yang dilakukan terhadap buah dan sayuran sebelum bahan tersebut dikelola lebih lanjut, dengan tujuan menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, mempercepat pengeringan serta dapat mempertahankan dari kerusakan karena oksidasi selama pengeringan maupun penyimpanan (Winarno, 1992).

(33)

18

melayukan bahan sehingga memudahkan perlakuan berikutnya (Purba dan Rusmarilin, 1985).

Ekstraksi

Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alami. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi ke dalam pelarut. Jenis ekstraksi bahan alami yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi, perkolasi dan alat soxhlet (Direktorat Jendral POM, 1986).

Tanin dapat diekstrak dengan menggunakan campuran pelarut atau pelarut tunggal. Umumnya tanin diekstrak dengan menggunakan pelarut air, karena lebih murah dengan hasil yang relatif cukup tinggi, tetapi tidak menjamin jumlah senyawa polifenol yang ada dalam bahan tanin tersebut (Hoonga, dkk, 2009).

Air adalah pelarut yang paling banyak digunakan. Salahsatu cara pengekstrakan yang paling tua adalah dengan menghancurkan bahan pangan dengan penambahan air. Penambahan air bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran dan pengekstrakan. Proses pencampuran dilakukan sampai halus untuk mengurangi endapan pada sari atau ekstrak yang dihasilkan. Setelah bahan hancur dilakukan pengekstrakan dengan kain saring atau saringan yang halus (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Pengadonan

(34)

19

tersebut ditingkatkan, maka granula pati akan menyerap air dan mengembang. Adonan yang dicampur selanjutnya akan dikukus, saat pengukusan terjadi proses gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi ini menaikkan viskositas adonan sehingga granula pati tidak dapat dipisahkan (Saparinto dan Diana, 2011). Disamping itu, proses pembuatan adonan bertujuan untuk mempermudah proses pencetakan atau pengirisan (Diana, 2010).

Pengukusan

Pengukusan merupakan proses pemanasan dengan menggunakan uap air, dimana uap berasal dari air itu yang berubah dari fase cair menjadi gas oleh adanya pindah panas. Pindah panas dengan cara konveksi alamiah terjadi apabila bahan cair bersentuhan dengan permukaan yang lebih panas atau lebih dingin dari pada bahan cair tersebut. Ketika bahan cair tersebut dipanaskan atau didinginkan, maka kerapatan akan berubah (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

Proses pindah panas ini membuat adonan mengembang dan mekar saat dikukus. Hal ini disebabkan proses gelatinisasi pati. Pengukusan dapat membuat produk hasil penggorengan menjadi lebih seragam, absorbsi minyak oleh produk dapat berkurang karena adanya gelatinisasi pati, mengurangi waktu penggorengan dan dapat memperbaiki ekstur hasil penggorengan (Winarno, 1992).

(35)

20

Pemotongan

Proses pemotongan dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang lebih seragam dan lebih menarik. Pemotongan mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanis. Pemotongan dipergunakan untuk memecahkan potongan besar bahan pangan menjadi potongan-potongan kecil yang sesuai untuk pengolahan lebih lanjut. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan. Dari proses tersebut menghasilkan produk garing dengan warna yang lebih seragam (Winarno, 1992).

Pengeringan

Pengeringan adalah proses penurunan kadar air suatu bahan sampai tingkat kadar air tertentu. Selain untuk mengurangi kadar air akhir bahan, pengeringan juga berkaitan dengan warna bahan yang dikeringkan. Penggunaan suhu dan lama pengeringan yang tidak sesuai akan mempengaruhi warna bahan (Hartulistioso, 2003).

Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk. Prinsip dasar pengeringan adalah pindah panas dari alat pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan (Estiasih dan Ahmadi, 2009).

(36)

21

dan suhu yang digunakan. Suhu pengeringan matahari adalah 50-60oC (Kartasapoetra, 1994).

Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk melindungi atau mengawetkan produk pangan maupun non pangan. Kemasan adalah suatu wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan-keterangan termasuk beberapa manfaat dari isi kemasan. Penggunaan kemasan ditujukan untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba, fisik, kimia, biokimia, perpindahan uap air dan gas, sinar UV, dan perubahan suhu. Selain itu kemasan yang digunakan harus ekonomis, mampu menekan ongkos produksi, mudah dikerjakan, tidak mudah bocor dan penyok, serta mudah dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi (Susanto dan Saneto, 1994).

Kemasan plastic menempati bagian yang sangat penting dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari bahan kemasan lainnya, antara lain: harga yang relatif murah, dapat dibentuk berbagai bentuk dan warna sehingga lebih disukai oleh konsumen, serta mengurangi biaya transportasi. Namun plastik mempunyai kelemahan, yaitu umumnya tidak tahan terhadap suhu tinggi (Susanto dan Saneto, 1994).

Penggorengan

(37)

22

suhu dan kualitas minyak goreng yang digunakan. Suhu penggorengan yang biasanya digunakan sekitar 150o-190oC (Dunford, 2006).

Massa minyak masuk ke dalam bahan yang digoreng dengan cara difusi, hal ini disebabkanadanya perbedaan konsentrasi massa minyak pada bagian permukaan dengan bagian dalam bahan. Proses penyerapan minyak pada bahan lebih cepat terjadi pada bahan dengan kandungan air yang rendah (Jamaluddin, dkk, 2008).

Penggorengan dapat menyebabkan perubahan struktur bahan menjadi renyah. Menurut Dunford (2006) bahwa mekanisme kerenyahan kerupuk ini disebabkan oleh terlepasnya air yang terikat dalam gel pati pada saat penggorengan. Akibat peningkatan suhu, air yang akan berubah menjadi uap mendesak pati, sehingga terbentuk kantong-kantong udara yang menyebabkan kerupuk menjadi renyah.

Penelitian Sebelumnya

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan buah melinjo tua

(Gnetum gnemon) untuk campuran kerupuk dengan variasi perbandingan antara

(38)

23

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014-Januari 2015 di Laboratorium Teknologi Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun melinjo dan daun papaya yang diperoleh dari perkebunan warga serta beras dan ubi kayu yang diperoleh dari Pasar Tradisional Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Reagensia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah petroleum benzene, Na2SO4, KOH 12%, aseton, β-karoten, KMnO4, larutan indigo carmin,

aseton, H2SO4, dan akuades.

Alat Penelitian

(39)

24

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktor berupa perbandingan ekstrak daun melinjo dan daun papaya (E) yang terdiri dari 6 taraf perlakuan (Bangun, 1991):

E1 = 100% : 0%

E2 = 90% : 10%

E3 = 80% : 20%

E4 = 70% : 30%

E5 = 60% : 40%

E6 = 50% : 50%

Dilakukan 6 taraf dengan jumlah minimum perlakuan (n) adalah : n (T - 1) ≥ 15

n (6 - 1) ≥ 15 5n ≥ 15 n ≥ 3

Jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 3 kali.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) non-faktorial dengan model (Bangun, 1991):

Ŷij = + αi + €ij dimana :

Ŷij : Hasil pengamatan dari faktor E pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j µ : Efek nilai tengah

(40)

25

€ij : Efek faktor E pada taraf ke-j

€ijk : Efek galat dari Faktor E pada taraf ke-i dalam ulangan ke-j

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range

(LSR) (Bangun, 1991).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan tepung beras

Beras ditimbang, dicuci hingga bersih dan direndam dalam larutan natrium metabisulfit 0,3% selama 5 menit. Setelah itu beras ditiriskan dan dikeringanginkan sehingga diperoleh beras yang lembab. Beras lembab ini digiling sampai halus dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC selama 24 jam (sampai kering), lalu didinginkan pada suhu ruang, dihaluskan dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Tepung beras yang dihasilkan dikemas di dalam kantung plastik polietilen dengan keadaan tertutup rapat. Skema pembuatan tepung beras dapat dilihat pada Gambar 4.

Pembuatan tapioka

(41)

26

endapan dibuang. Pasta diletakkan di atas loyang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 14 jam. Hasil pengeringan masih berupa pati kasar. Pati kasar dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ayakan 100 mesh dan diperoleh pati ubi kayu yang disebut juga tapioka. Tapioka yang dihasilkan dikemas di dalam kantung plastik polietilen dengan keadaan tertutup rapat. Skema pembuatan tapioka dapat dilihat pada Gambar 5.

Ekstraksi daun melinjo

Daun melinjo disortasi dipilih yang masih muda dan segar dan ditimbang kemudian dibersihkan pada air mengalir. Daun melinjo diblansing selama 3 menit pada suhu 85oC kemudian dihaluskan dengan blender dengan penambahan air 1:1 lalu disaring menggunakan kain saring yang telah diblansing. Skema ekstraksi daun melinjo dapat dilihat pada Gambar 6.

Ekstraksi daun pepaya

Daun pepaya disortasi dipilih yang masih muda dan ditimbang kemudian dibersihkan pada air mengalir. Daun pepaya diblansing selama 3 menit pada suhu 85oC kemudian dihaluskan dengan blender dengan penambahan air 1:1 lalu disaring menggunakan kain saring yang telah diblansing. Skema ekstraksi daun pepaya dapat dilihat pada Gambar 7.

Pembuatan emping melinjo duplikat

(42)

27

tepung dan ekstrak adalah 1 : 1. Campuran diadon hingga kalis dan dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dikukus dengan suhu 85oC selama 30 menit. Dikeringanginkan selama 12 jam, lalu diiris-iris tipis. Setelah itu disusun diatas loyang dan dikeringkan dengan pengeringan matahari hingga kering dan emping dapat dipatahkan. Emping melinjo duplikat digoreng dengan minyak goreng pada suhu 180oC hingga matang. Analisa dilakukan meliputi kadar air, kadar abu,

β-karoten, kadar tanin, tekstur, dan pengujian organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan kerenyahan. Skema pembuatan emping melinjo duplikat dapat dilihat pada Gambar 8.

Pengamatan dan Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameter sebagai berikut :

1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar β-karoten 4. Kadar tanin 5. Pengujian tekstur

6. Pengujian organoleptik warna 7. Pengujian organoleptik aroma 8. Pengujian organoleptik rasa

(43)

28

Parameter Penelitian

Penentuan kadar air

Cawan alumunium dibersihkan dan dipanaskan dalam oven 105ºC selama 1 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang. Bahan diambil 5 g dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dimasukkan ke dalam oven 105ºC selama 3 jam. Sampel yang sudah kering dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan sampai diperoleh berat sampel konstan (AOAC, 1995).

berat sampel awal (g) – berat sampel akhir (g)

Kadar air = x 100% berat awal sampel (g)

Penentuan kadar abu

Cawan porselen dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 24 jam, lalu dimasukkan desikator sampai dingin, kemudian ditimbang. Ditimbang 5 g sampel dan dimasukkan dalam cawan porselen, kemudian dimasukkan ke dalam

muffle furnace lalu dibakar pada suhu 100oC selama 1 jam, dilanjutkan dengan

suhu 300oC selama 2 jam dan dilanjutkan dengan suhu 500oC selama 2 jam. Abu yang diperoleh kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu diperoleh dengan rumus :

berat akhir abu (g)

Kadar abu (%) = x 100%

(44)

29

Penentuan kadar β-karoten

Pembuatan kurva standar

Ditimbang dengan teliti 25 mg β-karoten murni. Dilarutkan dalam 2,5 ml kloroform dan dibuat menjadi 250 ml dengan petroleum benzen (1 ml = 100 g). Diambil 10 ml larutan ini dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml lalu diencerkan dengan petroleum benzen sampai batas tera. Diambil masing-masing 5, 10, 15, 20, dan 25 ml larutan ini dan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu ditambahkan dengan 3 ml aseton. Kemudian diencerkan dengan petroleum benzensampai batas tera. Konsentrasinya menjadi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 µg/ml. Optical density (OD) diukur pada panjang gelombang ( ) 452 nm dan menggunakan aseton 3% dalam petroleum benzen sebagai blanko. Grafik dibuat berdasarkan hubungan antara optical densiti dengan konsentrasi β-karoten.

Penyabunan

Bahan ditimbang sebanyak 5 g kemudian dihaluskan. Bahan disabunkan dengan mencampurkan sedikit demi sedikit 75 ml KOH 12% dalam alkohol selama 5 menit sambil digerus dalam mortal pada suhu ruang. Selanjutnya, dipindahkan ke dalam labu pemisah. Ditambahkan 15 ml petroleum benzen. Digojok labu pemisah perlahan-lahan (minimal 30 detik). Ditambahkan akuades yang mengandung 5% Na2SO4 sebanyak 3 ml dan digojok kembali secara

(45)

30

11 ml petroleum benzen. Larutan ini dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer. Dan hasilnya disesuaikan dengan kurva standar. Rumus untuk menghitung β-karoten adalah:

µg β-karoten yang

terbaca dari kurva standar x pengenceran x 100 mg β-karoten/100 g bahan =

berat sampel x 1000 (Apriyantono, dkk, 1989 yang dimodifikasi).

Penentuan kadar tanin

Bahan ditimbang sebanyak 1 gram lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, kemudian diisi dengan akuades 50 ml dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 50oC. Setelah dingin, larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml kemudian ditambahkan akuades sampai batas tera. Larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan larutan indigo carmin sebanyak 20 ml untuk dititrasi dengan KMnO4. Penambahan KMnO4 dilakukan dengan dua tahap, pertama ditambahkan

KMnO4 sampai larutan berubah warna dari biru menjadi hijau. Pada tahap kedua

ditambahkan tetes demi tetes sampai larutan berubah menjadi warna kuning emas. Untuk larutan blanko dilakukan dengan cara memipet larutan indigo carmin sebanyak 20 ml ke dalam labu erlenmeyer lalu dititrasi dengan KMnO4. Rumus

untuk menghitung kadar tanin adalah:

FP x (A-B) x N KMnO4 x 0,006235

KT = x 100%

Berat contoh uji Keterangan :

KT = Kadar tanin (%) FP = Faktor pengenceran

(46)

31

B = Banyaknya KMnO4 yang ditambahkan pada larutan blanko (ml)

1 ml KmnO40,1 N ≈ 0,006235 g tanin

larutan blanko : larutan indigo carmin 20 ml (Pari, 1990)

Pengujian tekstur

Uji kekerasan atau kerenyahan dilakukan terhadap kerupuk matang dengan menggunakan hardness tester. Kerupuk direntangkan pada dasar alat tekstur meter, kemudian ditusukkan jarum ke dalam kerupuk. Nilai yang ditunjukkan pada hardness tester dengan satuan kg adalah nilai kekerasan kerupuk. Semakin kecil nilai yang didapatkan maka tingkat kerenyahannya semakin besar (Ranganna, 1986).

Pengujian organoleptik warna

Organoleptik terhadap warna ditentukan dengan uji skor warna dan hedonik warna. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik (Soekarto, 1985). Untuk skala skor warna adalah seperti Tabel 6 dan skala hedonik warna seperti pada Tabel 7.

Tabel 6. Skala uji skor warna

Skala skor Skala numerik

Kuning muda Kuning tua Kecoklatan

Coklat kekuningan

(47)

32 Tabel 7. Skala uji hedonik warna

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka

Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji skor aroma dan hedonik aroma. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik (Soekarto, 1985). Untuk skala skor aroma adalah pada Tabel 8 dan hedonik aroma seperti pada Tabel 9.

Tabel 8. Skala uji skor aroma

Skala skor Skala numerik

Sangat khas aroma melinjo Tabel 9. Skala uji hedonik aroma

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka

(48)

33 Tabel 10. Skala uji skor rasa

Skala skor Skala numerik

Sangat pahit Tabel 11. Skala uji hedonik rasa

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka

Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji skor aroma dan hedonik aroma. Caranya contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik (Soekarto, 1985). Untuk skala skor aroma adalah pada Tabel 12 dan hedonik aroma seperti pada Tabel 13.

Tabel 12. Skala uji skor kerenyahan

Skala skor Skala numerik

Sangat renyah Tabel 13. Skala uji hedonik kerenyahan

(49)

34

Gambar 4. Skema pembuatan tepung beras Tepung beras

Pengemasan Pengayakan 80 mesh Pengeringan suhu 50oC, 24 jam

Dihaluskan

Perendaman dalam natrium metabisulfit 0,3%, 5 menit Dicuci

Beras

Ditimbang

Dibiarkan hingga lembab

(50)

35

Gambar 5. Skema pembuatan tapioka Penghalusan

dengan

Penyusunan di atas loyang Penyaringan

Pemarutan Bahan : air 1 : 3 Sortasi, Pencucian, Pengupasan

Pengeringan suhu 50oC, 14 jam

Pengayakan 100 mesh Pengendapan, 12 jam

Pencucian Penimbangan

Pengemasan Pengendapan, 3 jam

Pencucian Ubi kayu

(51)

36

Gambar 6. Skema pembuatan ekstrak daun melinjo Disortasi

Diblansing pada suhu 85oC 3 menit

Ekstrak daun melinjo Disaring

Dihaluskan dengan penambahan air 1 : 1 Daun melinjo

Analisa: -Kadar air (%) -Kadar abu (%) -Kadar β-karoten

(mg/100 g) -Kadar tanin (%) Ditimbang

(52)

37

Gambar 7. Skema pembuatan ekstrak daun pepaya Disortasi

Diblansing pada suhu 85oC 3 menit

Ekstrak daun pepaya Disaring

Dihaluskan dengan penambahan air 1 : 1

Analisa: -Kadar air (%) -Kadar abu (%) -Kadar β-karoten

(mg/100 g) -Kadar tanin (%) Ditimbang

(53)

38

Gambar 8. Skema pembuatan emping melinjo duplikat Variasi perbandingan

Tepung Beras : Tepung Tapioka 80% : 20%

Diadon bahan hingga kalis

Dimasukkan ke dalam cetakan

Dikukus pada suhu 85 oC selama 30 menit

Dikeringanginkan selama 12 jam

Diiris dengan ketebalan 1 mm

Disusun di atas loyang

Dikeringkan dengan pengeringan matahari

(54)

39

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perbandingan Ekstrak Daun Melinjo dan Ekstrak Daun Pepaya terhadap Mutu Emping Melinjo Duplikat

Hasil penelitian perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya pada emping melinjo duplikat yang dihasilkan terhadap kadar air, kadar abu, kadar β-karoten, kadar tanin, tekstur, organoleptik warna, organoleptik aroma, organoleptik rasa, dan organoleptik kerenyahan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap mutu emping melinjo duplikat

Parameter

(55)

40

Secara umum dapat dilihat pada Tabel 14 menunjukkan hasil penelitian formulasi emping melinjo duplikat dengan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh terhadap kadar air, kadar abu,

kadar β-karoten, kadar tanin, tekstur, organoleptik warna, organoleptik aroma, organoleptik rasa, dan organoleptik kerenyahan dari emping melinjo duplikat.

Kadar Air

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar air emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR dilanjutkan. Hasil uji LSR dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar air emping melinjo duplikat

Jarak

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 15 dapat dilihat kadar air tertinggi terdapat pada perlakuan E6 (50%:50%) yaitu sebesar 10,2084% dan yang terendah pada perlakuan

(56)

41

melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar air emping melinjo duplikat dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar air emping melinjo duplikat

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin banyak jumlah ekstrak daun pepaya yang ditambahkan maka kadar air emping melinjo duplikat akan semakin meningkat. Menurut Legowo dan Nurwantoro (2004) kadar air yang terukur adalah air bebas, dimana semakin banyak jumlah air bebas dalam bahan pangan maka kadar airnya juga semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I. (1996) bahwa kadar air daun pepaya lebih tinggi dari pada kadar air daun melinjo, yaitu kadar air daun pepaya sebesar 75,4%, sedangkan kadar air daun melinjo adalah 70%. Pada penelitian ini daun pepaya memiliki kandungan air sebesar 78,2855% dan kandungan air daun melinjo sebesar 73,6629% (Lampiran 14).

9.1792 9.4875 9.6736

(57)

42

Kadar Abu

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar abu emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR dilanjutkan. Hasil uji LSR dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar abu emping melinjo duplikat

Jarak LSR

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 16 dapat dilihat kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan E6 (50%:50%) yaitu sebesar 0,6060% dan yang terendah pada perlakuan

E1 (100%:0%) yaitu sebesar 0,2787%. Hubungan perbandingan ekstrak daun

(58)

43

Gambar 10. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar abu emping melinjo duplikat

Dari Gambar 10 dapat dilihat semakin tinggi jumlah ekstrak daun pepaya yang ditambahkan maka kadar abu akan semakin tinggi. Menurut Juanda dan Cahyono (2000) kadar abu berasal dari unsur mineral dan komposisi kimia yang tidak teruapkan selama proses pengabuan dan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan biasanya ditentukan dengan cara pengabuan. Dari hasil penelitian kadar abu daun pepaya (0,4712%) lebih tinggi dari pada daun melinjo (0,2326%) (Lampiran 14), sehingga penambahan jumlah ekstrak daun pepaya akan menambah jumlah mineral pada emping melinjo duplikat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996) bahwa mineral yang terkandung pada daun pepaya didominasi oleh kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan besi (Fe).

0.2787

(59)

44

Kadar β-karoten

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya

terhadap kadar β-karoten emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar β-karoten emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR dilanjutkan. Hasil uji LSR dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar β-karoten emping melinjo duplikat

Jarak LSR

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa kadar β-karoten tertinggi terdapat pada perlakuan E6 (50%:50%) yaitu sebesar 0,1583 mg/100 g setelah dikonversi

menjadi vitamin A, yaitu sebesar 263,8386 SI vitamin A dan yang terendah pada perlakuan E1 (100%:0%) yaitu sebesar 0,0923 mg/100 g dan setelah dikonversi

(60)

45

Gambar 11. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar β-karoten emping melinjo duplikat

Dari Gambar 11 dapat dilihat semakin tinggi jumlah ekstrak daun pepaya yang ditambahkan maka kadar β-karoten akan semakin tinggi. Vitamin A dalam daun pepaya lebih tinggi dari pada daun melinjo. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1996) kadar vitamin A pada daun pepaya adalah 18.250 SI atau setara dengan 10,950 mg β-karoten/100 g bahan, sedangkan kadar vitamin daun melinjo adalah 10.000 SI atau setara dengan 6 mg β-karoten/100 g bahan, sehingga penambahan jumlah ekstrak daun pepaya akan menambah jumlah

β-karoten pada emping melinjo duplikat, namun jumlah β-karoten pada produk emping melinjo duplikat lebih rendah dari pada jumlah β-karoten pada bahan baku. Hal ini disebabkan oleh pemanasan dan pengeringan yang mempengaruhi jumlah β-karoten dalam produk emping melinjo duplikat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jongen (2002) yang menyatakan bahwa pemanasan dengan keadaan tertutup akan memberikan tekanan yang mengakibatkan kerusakan pada sebagian

β-karoten. Selain itu, menurut Almatsier (2004), pengeringan bahan di matahari dan cara dehidrasi lainnya menyebabkan kehilangan sebagian vitamin A karena

0.0923

(61)

46

β-karoten rentan terhadap oksidasi. Pada penelitian ini kadar β-karoten daun pepaya sebesar 8,8012 mg/100 g atau setara dengan 14.668,9600 SI vitamin A dan kadar β-karoten daun melinjo sebesar 5,3436 mg/100 g atau setara dengan 8.906,1781 SI vitamin A (Lampiran 14).

Kadar Tanin

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar tanin emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar tanin emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR dilanjutkan. Hasil uji LSR dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap kadar tanin emping melinjo duplikat

Jarak LSR

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa kadar tanin tertinggi terdapat pada perlakuan E6 (50%:50%) yaitu sebesar 2,5617% dan yang terendah pada

perlakuan E1 (100%:0%) yaitu sebesar 1,8687%. Hubungan perbandingan ekstrak

(62)

47

Gambar 12. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya dengan kadar tanin emping melinjo duplikat

Dari Gambar 12 dapat dilihat semakin tinggi jumlah ekstrak daun pepaya yang ditambahkan maka kadar tanin akan semakin tinggi. Hal ini karena tanin dalam daun pepaya lebih tinggi (5-6%) (USDA, 2001) dari pada daun melinjo (4,55%) (Lestari, 2013) sehingga penambahan jumlah ekstrak daun pepaya akan menambah jumlah tanin pada emping melinjo duplikat. Kadar tanin pada produk emping melinjo duplikat lebih rendah daripada bahan baku. Pada penelitian ini, kadar tanin daun melinjo adalah 4,3633% dan kadar tanin daun pepaya adalah 5,6347%. Menurut Hartoyo (2003) penurunan jumlah tanin dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis pada saat pengolahan. Tanin yang terhidrolisis diubah menjadi bentuk sederhana fenol polihidroksi misalnya piragalol.

Tekstur

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap tekstur emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat perbandingan ekstrak

(63)

48

(P>0,05) terhadap tekstur emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Skor Warna

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor warna emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik skor warna emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Hedonik Warna

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik hedonik warna emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik hedonik warna emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Skor Aroma

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor aroma emping melinjo duplikat

(64)

49

Uji Organoleptik Hedonik Aroma

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik hedonik aroma emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 9) dapat dilihat perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik hedonik aroma emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Uji Organoleptik Skor Rasa

Pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat

Dari hasil sidik ragam (Lampiran 10) dapat dilihat perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat yang dihasilkan, sehingga uji LSR dilanjutkan. Hasil uji LSR dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Uji LSR efek utama pengaruh perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoletik skor rasaemping melinjo duplikat

Keterangan: Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Dari Tabel 19 dapat dilihat E1 bahwa nilai organoletik skor rasa emping

(65)

50

3,62 (sangat pahit) dan yang terendah pada perlakuan E1 (100%:0%) yaitu sebesar

2,53 (agak pahit). Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak daun pepaya terhadap nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan perbandingan ekstrak daun melinjo dan ekstrak dan pepaya dengan nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat Dari Gambar 13 dapat dilihat semakin tinggi jumlah ekstrak daun pepaya yang ditambahkan maka nilai organoleptik skor rasa emping melinjo duplikat semakin meningkat. Hal ini disebabkan rasa pahit pada emping melinjo duplikat berasaldari tanin. Jumlah tanin dalam daun pepaya lebih tinggi dari pada jumlah tanin daun melinjo sehingga penambahan jumlah ekstrak daun pepaya akan menambah rasa pahit pada emping melinjo duplikat. Menurut Kalie (2000) rasa pahit dalam daun pepaya selain disebabkan oleh tanin, di dalam daun pepaya terdapat senyawa alkaloid karpain (C14H25NO2) yang menyebabkan rasa pahit.

2.53 2.60

Gambar

Gambar produk emping melinjo duplikat .................................................
Tabel 1. Kandungan unsur gizi melinjo per 100 g bahan
Gambar 1. Struktur β-karoten
Tabel 2. Syarat mutu emping melinjo berdasarkan SNI 01-3712-1995
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini yaitu efektivitas iklan televisi Telkomsel 4G LTE, data yang didapat dari hasil kuisioner akan dianalisis menggunakan model dan alat analisis

Dari Hurairah RA, sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda: Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya menuju surga. Muslim) 11 Contoh

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang dan selaku Pembimbing I, atas kesabaran, kebaikan hati, serta kesediaan dalam meluangkan waktu selama membimbing penulis

Oleh sebab itu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul PENGARUH PERPUTARAN MODAL KERJA (WORKING CAPITAL TURNOVER)

Kebutuhan pelanggan akan terwujud apabila penyedia pelayanan telah memenuhi harapan pelanggan. Harapan-harapan tersebut adalah kualitas teknik dan fungsional yang

Oleh itu, berdasarkan kepada keputusan ujian kolerasi dan regrasi mendapati kajian ini perlu menerima hipotesis H1 iaitu hubungan perniagaan mempunyai hubungan

Keaktifan peserta didik pada siklus I masih kurang, hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Hasil pelaksanaan strategi Index Card Match