• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHARMONISAN HUBUNGAN ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEHARMONISAN HUBUNGAN ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

KEHARMONISAN HUBUNGAN

ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG (Studi di Kabupaten Lampung Selatan)

Oleh

DENI AFERO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara etnis Bali dengan etnis non-Bali, mengapa konflik etnis Bali dengan etnis Lampung cepat membesar, bagaimana peran pemerintah dalam resolusi konflik, dan bagaimana kondisi realitas keharmonisan di Kabupaten Lampung Selatan. Konflik yang selama ini tidak terungkap ke permukaan membuat banyak pandangan negatif terhadap masyarakat Lampung Selatan secara umum.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam. Penentuan informen secara purposive sampling dengan memilih beberapa anggota masyarakat yang terlibat langsung pada konflik di Lampung Selatan dan beberapa tokoh adat Lampung. Informasi dianalisis guna menarik kesimpulan yang sesuai dengan kondisi realitas di lapangan dengan metode reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Pertama, kecenderungan untuk melakukan tindakan tidak terpuji etnis Bali membuat keresahan mengakibatkan etnis lain bersatu untuk melawan tindakan tersebut. Kedua, ada ego yang terbangun dan sikap saling membalas yang dilakukan antara etnis Bali dan Etnis Lampung. Ketiga, pemerintah belum mampu menyelesaikan konflik antar etnis di Lampung Selatan. Keempat, keharmonisan hubungan antar etnis terutama antara etnis Bali dengan etnis non-Bali termasuk rendah.

(2)

THE HARMONY RELATIONSHIP

BETWEEN ETHNIC BALI WITH ETHNIC LAMPUNG (Studies in South Lampung Regency)

By

DENI AFERO

The purpose of this research is to know the correlation between Bali ethnic with non-Bali ethnic, why is conflict Bali with Lampung ethnic fast to grow up, how is act the government in conflict resolution, and why reality condition of harmonisation in South Lampung regency. Conflict is long time no gasping for breath make many negative to look at each other toeards South Lampung Society according the public.

This research use qualitative method. The collect of data use interview to deepen ethnic. The fixed informant according the purposif sampling with choose any member of society is wound in directly on conflict in South Lampung and any custom figure Lampung. Information in analys to make the conclusion to fit with reality condition in district with reduction data method, to serve the data, to make the conclusion and verification.

The result of this research showed that: first, preference to do not praise the acion of Bali ethnic make restless to result in other ethnic combine to resist that action. Second, to be ego is shape and the attitude mutual to requite is to do between Bali ethnic and Lampung ethic. Third, the government not yet to be able to finished the conflict between ethnic in South Lampung. Fourth, the harmonisation of correlation between ethnic, especially Bali ethnic with non-Bali ethnic included low.

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, Skripsi adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Megister/ Sarjana/ Ahli Madya), baik di Universitas Lampung maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 14 Februari 2013 Yang Membuat Pernyataan,

M a t r a i Rp. 6 0 0 0

(4)

Oleh

DENI AFERO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Penulis dilahirkan di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan pada hari Rabu tanggal 16 Agustus 1989, sebagai anak Bungsu dari enam bersaudara, dari Bapak Syahdan Karim dan Ibu Rumlah.Kata Ema’, saya lahir di tangani oleh Bidan jam 4 (empat) sore ketika akan ada Pawai peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-44 kalinya.

Jenjang pendidikan formal yang syukur alhamdulillah telah penulis tempuh dengan penuh suka dan duka dalam perjuangan antara lain, Sekolah Dasar Negeri (SD) di SD N 2 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 1996 sampai lulus di tahun 2002. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP N 1 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2002 sampai lulus di tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA N 1 Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan dari tahun 2005 dan lulus di tahun 2008.

(6)

berkembang dan pergulatan politik kampus merupakan proses pembelajaran yang tak ternilai harganya walau harus dibayar dengan Bulan, karena bukan hanya pembelajaran dalam bentuk tekstual yang kita terima melainkan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat dinamis dan selalu berkembang yang tidak bisa didapatkan di jenjang pendidikan manapun.

Penulis mengabdikan diri sebagai pengurus HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) Sosiologi pada tahun kepengurusan 2010-2011 sebagai Sekretaris Umum, di sini penulis banyak mendapatkan pembelajaran dalam menumbuh kembangkan kemampuan diri serta bakat yang dimiliki untuk pemenuhan aktualisasi HMJ Sosiologi. Di tahun ini jugalah penulis merasakan benar bagaimana kita bekerja sama dengan orang lain, bermusyawarah mencari jalan keluar dari kebuntuan konsep, hingga membentuk gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak pernah terpikir oleh penulis sebelum berhimpun di HMJ Sosiologi, dan inilah yang penulis pikir akan terjadi ketika kita sudah selesai berjuang di dunia pendidikan dan bergelut di dunia kerja.

(7)

Penulis sempat mengabdikan diri pada (satu) organisasi eksternal kampus tertua di Indonesia, selama penulis tergabung dalam organisasi tersebut banyak pelatihan yag penulis ikuti dan sangat berperan penting dalam menunjang perkuliahan dan bersosialisasi. Selain itu, penulis banyak mendapatkan pengalaman yang mustahil didapatkan di dalam organisasi internal kampus Unila.

Penulis berhasil menyelesaikan KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada tanggal 10 Agustus 2011 di Kota Metro Kecamatan Metro Selatan Kelurahan Margorejo. Dilokasi KKN penulis berhasil membuat kegiatan-kegiatan yang menunjang kelengkapan kesekretarian di Kelurahan Margorejo, seperti pembuatan statistik pertumbuhan pendidikan, pembuatan bagan statistik angka kelahiran dan kematian per-5 tahun dalam 30 tahun terakhir, dan lain sebagainya.

(8)

Aku Percaya Semua Manusia di Dunia Ini

Tapi Iblis di Dalam Diri Mereka Yang Tidak Aku Percaya.

Kuasai Iblismu

Maka Engkau Akan Menaklukkan Dunia.

Tuhan Selalu Memiliki Rencana-Nya Sendiri Dalam Mengatur Keputusan-Nya.

Waktu Tanpa Iba Meninggalkan Kita,

Hanya Kenangan dan Penyesalan Tersisa di Suatu Hari Kelak Orang-orang Yang Siap Sedia, Lebih Mungkin Menjadi Pemenang.

Khatong Banjikh Mak Kisikh, Khatong Bakhak Mak Kikhak

(Datang Air Bah Yang Besar Dia Tidak Mau Pergi dan Dengan Segala Resiko Dihdapi,Walai Api Yang Besar Datang Untuk Membakar Tetap Saja Bertahan

Untuk Menggapai Mimpi Merajut Asa dan Meraih Cita-cita).

Teruslah Mengejar, Tidak Perlu Kau Gentar Tunjukan Bahwa Kau Sang Pemenang Semangat Kau Genggam Lintasi Rintangan Untuk Menembus Cahaya Dalam Kegelapan.

(9)

Aku Percaya Semua Manusia di Dunia Ini

Tapi Iblis di Dalam Diri Mereka Yang Tidak Aku Percaya.

Kuasai Iblismu

Maka Engkau Akan Menaklukkan Dunia.

Tuhan Selalu Memiliki Rencana-Nya Sendiri Dalam Mengatur Keputusan-Nya.

Waktu Tanpa Iba Meninggalkan Kita,

Hanya Kenangan dan Penyesalan Tersisa di Suatu Hari Kelak Orang-orang Yang Siap Sedia, Lebih Mungkin Menjadi Pemenang.

Khatong Banjikh Mak Kisikh, Khatong Bakhak Mak Kikhak

(Datang Air Bah Yang Besar Dia Tidak Mau Pergi dan Dengan Segala Resiko Dihdapi,Walai Api Yang Besar Datang Untuk Membakar Tetap Saja Bertahan

Untuk Menggapai Mimpi Merajut Asa dan Meraih Cita-cita).

Teruslah Mengejar, Tidak Perlu Kau Gentar Tunjukan Bahwa Kau Sang Pemenang Semangat Kau Genggam Lintasi Rintangan Untuk Menembus Cahaya Dalam Kegelapan.

(10)
(11)
(12)
(13)

Judul : KEHARMONISAN HUBUNGAN ANTARA ETNIS BALI DENGAN ETNIS LAMPUNG

Lokasi Penelitian : Kabupaten Lampung Selatan

Fokus Penelitian

1. Realitas Perilaku Etnis Bali dengan Etnis non-Bali.

2. Faktor penyebab konflik cepat membesar antara etnis Bali dengan etnis non-Bali.

3. Peran pemerintah terkait resolusi konflik.

4. Realitas keharmonisan antara etnis Bali dengan etnis Lampung.

Identitas Informen

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Status Perkawinan :

Alamat :

Latar Belakang Sosial dan Budaya

TTL :

Pendidikan Terakhir :

Pekerjaan :

Etnis/Suku :

(14)

2. Etnis Bali dengan etnis Semendo 3. Etnis Bali dengan etnis Lampung

Faktor penyebab konflik cepat membesar antara etnis Bali dengan etnis non-Bali

1. Sejarah konflik

2. Toleransi dalam peribadatan

3. Faktor pemicu konflik pada tanggal 27 Oktober 2012 4. Kesenjangan Sosial

Peran pemerintah terkait resolusi konflik 1. Tingkat Keamanan

2. Lapangan pekerjaan

(15)

Abineno. 1990. Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Ahmad, Haidlor Ali, 2010. Dinamika Kehidupan Keagamaan di Era Reformas. Kementerian Agama RI. Jakarta.

Azizah, Nuraini. 2010.Multikulturalisme. http://technurlogy.wordpress.com /2010/03/31/multikulturalisme. Akses 31-07-2012.

Azra, Azyumardi. 2008.Pancasila di Tengah Peradaban Dunia: Perspektif Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural.http://www.setneg.go. id/index.php?option=com_content&task=view&id=1659&Itemid=192. Akses 31-07-2012.

. 2008.Pancasila di Tengah Peradaban Dunia: Perspektif Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural.

http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&i d=1659. Akses 31-07-2012.

Badan Pusat Statistik. dan Bappeda. 2011. Lampung Selatan Dalam Angka 2011. Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

Basrowi. dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta.

(16)

Budiyono H.D. 1973. Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama. Kanisius. Yogyakarta.

Burhanudin. Jajat. Subhan. Arief. 1998. Sistem Siaga Dini; Unruk Kerusuhan Sosial. Badan Litbang Depag RI dan PPIM-IAIN Jakarta. Ciputat.

Danu, Shri. 2009.Pengendalian Diri Etika dan Toleransi. http://www.hindu-dharma.org/2009/07/pengendalian-diri-etika-dan-toleransi. Akses 31-07-2012.

Departemen Agama Republik Insonesia. Al Quran dan Terjemanya. CV Diponegoro.

Departemen. Dalam. Negeri. 2008.Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. http://www.depdagri.go.id/produk-hukum/2008/11/10/undang-undang-no-40-tahun-2008. Akses 15-12-1012.

______________________. 2010. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Patok Sidoarjo.

. 2012. Undang-undang Penanganan Konflik Sosial. http://www.depdagri.go.id/media/documents/2012/05/29/u/u/uu_no.07-2012.pdf. Akses 15-12-1012.

Dhammika, Shravasti. 2006.Maklumat Raja Asoka.

http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/umum/Maklumat%20Raja%20As oka.pdf. Akses 31-07-2012.

Hartoyo. 1996. (tesis) Keserasian Hubungan Antar Etnik, Faktor Pendorong dan Pengelolaannya. Universitas Indonesia. Jakarta.

(17)

Indonesia. Jakarta).

Ikhlas Beramal. 2010. Mewujudkan lima misi utama kemenag. Media Informasi Kementerian Agama.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, Edisi Ketiga, Departeman Pendidikan Nasional, Balai Pustaka. Jakarta.

Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Mandar Maju. Bandung.

Koentjaraningrat. 1990.Pengantar Ilmu Antropologi.Cetakan Kedelapan. Rineka Cipta. Jakarta.

. 1980. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. Jakarta.

Lembaga Alkitab Indonesia.Al Kitab Perjanjian Baru. Jakarta.

Lincoln, Ivonna S. and Egon G. Guba. 1994.Naturalistic Inquinj. (dalam Basrowi dan Suwandi 2008). Rineka Cipta Jakarta.

Machfudi. 2011.Realitas Sosial Budaya.

http://machfudisosiolog.blogspot.com/p/sayang.html?zx=23cdf4048f437 dd0. Akses 28-01-2013

Ma’Arif, Jamuin. 2004. Manual Advokasi: Resolusi Konflik Antar-Etnik dan Agama. Ciscore Indonesia. Surakarta.

Madjid, Nurcholish. 2010.Islam Agama Kemanusiaan.Dian Rakyat. Jakarta.

(18)

Nasir, Mohammad. 2003.Metode Penelitian(dalam Basrowi dan Suwandi 2008). Rineka Cipta Jakarta.

Nasikun. 1991. Sistem Sosial Indonesia. Rajawali Press. Jakarta. (dalam Tesis Hartoyo. 1996. Keserasian Hubungan Antar Etnik, Faktor Pendorong dan Pengelolaannya. Universitas Indonesia. Jakarta).

Natsir, Mohammad. 1969. Islam dan Kristen di Indonesia. Media Da’wah. Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 2007.Sejarah Terbentuknya Kabupaten Dati II Lampung Selatan 14 November 1956.

Poison, Opick. 2011. Kebudayaan Dalam Perspektif Teori Sosial. http://komunitas-duapitue.blogspot.com/2011/05/kebudayaan-dalam-perspektif-teori.html. Akses 28-01-2013.

Pratiwi, Winda, Anggraini. 2011.Adat Provinsi Bali.

http://winda-anggraeni.blogspot.com/2011/11/adat-provinsi-bali.html. Akses 03-01-2013.

Rakhmat, Ioanes. 2011.Peran Kaum Muda Indonesia dalam Membangun Kerukunan Umat Beragama: Tantangan, Peluang, dan Hambatan. http://countertheocracy.blogspot.com/2011/01/peran-kaum-muda-indonesia-dalam.html. Akses 31-07-2012.

Ramses, Alex. 2008.

Pluralisme: Harmoni Dalam Keberagaman.

http://yamadhipati.blogspot.com/2008/10/pluralisme-harmoni-dalam-keberagaman.html. Akses 31-07-2012.

(19)

Saikal, Amin. 2006. Islam dan Barat, Konflik atau Kerjasama. Sanabil Pustaka. Jakarta.

Soyomukti, Nurani. 2010.Pengantar Sosiologi. Ar-Ruzz Media. Jogjakarta.

Soekamto, Soerjono. 2007.Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Syarbini, Amirulloh. Al-ma’arif, Ucup,Pathudin. Kusaeri, Ahmad. HR Rodiah. Solehudin. Rahman, Elan, Zaelani. Komarudin, Oman. Maryama, Ima. 2011,Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama,PT Gramedia. Jakarta.

Sudrajat, Ajat. 2012.Pengertian dan Bentuk-bentuk Konflik Sosial.

http://anaajat.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-bentuk-bentuk-konflik.html. Akses 03-01-2013.

Sulistiyono, Rendra. 2012.Konflik Sosial Dan Integrasi Sosial

http://sinausosiologi.blogspot.com/2012/05/konflik-sosial-dan-integrasi-sosial.html. Akses 03-01-2013.

Tarigan, Azhari, Akmal. 2011.Membangun kerukunan umat beragama.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article &id=175639:membangun-kerukunan-umat-beragama&catid=33:artikel-jumat&Itemid=981. Akses 31-07-2012.

Wrahatnala, Bondet. 2012.Bentuk Bentuk Konflik.

(20)

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disampaikan sejarah konflik antara etnis Bali dan etnis Lampung yang pernah terjadi di Kabupaten Lampung Selatan, dan juga kronologi konflik yang terjadi pada tanggal 27 sampai 29 bulan Oktober 2012 yang bersumber dari wawancara dengan beberapa warga dan tokoh adat di Lampung Selatan juga dokumen-dokumen terkait dengan konflik yang terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali. Juga beberapa konflik yang pernah terjadi antara etnis Bali dengan etnis pendatang non Bali.

Selain itu, analisis dari pemaparan beberapa tokoh lokal terkait konflik yang terjadi antara etnis Bali dari Desa Bali Nuraga Kecamatan Way Panji dan etnis Lampung dari Desa Agom Kecamatan Kalianda di Kabupaten Lampung Selatan. Pada tanggal 27 hingga 29 Oktober yang merenggut banyak korban jiwa maupun luka-luka dan juga kerugian materi.

5.1 Realitas Perilaku Etnis Bali Dengan Etnis non-Bali di Kabupaten Lampung Selatan

(21)

masyarakat pendatang yang berbeda etnis dan agama, seperti etnis Lampung dengan etnis Jawa, jarang terjadi konflik karena mereka memiliki kesamaan, baik itu agama, kebiasaan dalam keseharian, ataupun hewan ternak mereka.

Contoh lainnya, antara etnis Lampung pribumi dengan etnis Batak, mereka berbeda dalam segi agama mungkin, tetapi sangat jarang atau mustahil kita melihat warga etnis Batak memelihara ternak babi. Jika hewan peliharaan seperti anjing, etnis Lampung pun tidak jarang yang memelihara anjing untuk menjaga rumah mereka atau untuk dibawa berkebun.

Masyarakat Lampung mempunyai doktrin kearifan lokal berupaPhi’il Pesenggiri (Phi’il), yang di dalamnya terkait soal kehormatan diri yang muncul karena kemampuan mengolah kedewasaan berpikir dan berperilaku. Di sini kemampuan hidup berdampingan dengan berbagai kalangan termasuk pendatang, merupakan salah satu inti ajaran Phi’il dalam etnis Lampung yang telah lama ada di dalam sendi kehidupan masyarakat.

Begitu juga masyarakat Bali dengan ajaran Bhinneka Tunggal Ika, Tatwam Asi (kamu adalah aku dan aku adalah kamu) dan Salunglung Sabayantaka, yang mengajarkan demikian dalam arti penting hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati dalam keberagaman etnis di bumi yang mereka pijak. Tanpa memperdulikan perbedaan etnis dan agama agar bias membaur dan menekan kesenjangan sosial antara etnis.

(22)

kearifan lokal makin terpinggirkan, setidaknya mengalami pergeseran makna, konsep Phi’il, misalnya, mengalami penyempitan makna sekadar membela harga diri, alih-alih dikaitkan keharusan kedewasaan berperilaku, masalah ”kehormatan diri” justru jadi alasan pembenaran untuk menempuh cara apapun sejauh itu dianggap dapat menjaga harga diri etnis mereka.

Sementara pergeseran makna doktrin dalam etnis Bali memasuki wilayah tindakan yang tidak terpuji, dimana mereka menganggap etnis mereka akan superior jika mereka bersatu melawan etnis lain tanpa menelisik akar permasalahan yang sedang dihadapi. Selain itu, dukungan arogansi dituangkan dalam jiwa generasi muda yang sesungguhnya menjadi ancaman bagi etnis mereka secara keseluruhan di Lampung Selatan.

5.1.1 Ragam Konflik Antara Etnis Bali Dengan Etnis non-Bali

Berikut ini adalah beberapa konflik yang pernah terjadi antara etnis Lampung dengan etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan, yang pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dengan berbagai penyebab konflik. Pada akhirnya menyebabkan arogansi harga diri untuk menyelesaikan konflik secara primordial dengan mekanisme kekerasan, tanpa mempertimbangkan akibat dalam jangka panjang.

1. Warga Desa Bali Nuraga Dengan Warga Desa Sandaran

(23)

perselisihan itu, berbuntut pada penyerangan yang dilakukan oleh warga Desa Bali Nuraga yang notabene adalah etnis Bali, tidak diketahui pasti jumlah korban tetapi dua rumah habis terbakar di Desa Sandaran yang diakibatkan penyerangan tersebut.

2. Warga Bali Ketapang Dengan Warga Desa Tetaan

Kemudian pada tahun 2010, karena perkelahian antara pemuda Lampung dengan pemuda beretnis Bali, masyarakat Bali dari Kecamatan Ketapang menyerang Desa Tetaan Kecamatan Penengahan. Penyerangan tersebut menghancurkan gardu ronda dan pangkalan ojek di perempatan Gayam Kecamatan Penengahan, tidak diketahui secara pasti kerugian dan korban baik itu korban jiwa ataupun korban luka.

3. Warga Bali Dengan Warga Desa Marga Catur

Setelah itu antara tahun 2011 terjadi lagi konflik antara warga Bali dengan warga Desa Marga Catur yang beretnis Lampung. Pertikaian terjadi diakibatkan karena saling senggol antara kedua kelompok pemuda pada saat berjoget di acara resepsi pernikahan warga Desa Marga Catur. Konflik meluas dan mengakibatkan korban luka dari pihak pemuda Bali.

(24)

4. Warga Bali Napal Dengan Warga Desa Kota Dalam Sidomulyo

Setelah itu terjadi lagi konflik horizontal yang dikarenakan lahan parkir di Desa Sidomulyo antara warga Sidomulyo yang beretnis Lampung dengan warga Dusun Napal yang beretnis Bali di Tahun 2012 bulan Januari. Pertikaian dikarenakan Perebutan lahan parker. Karena terjadi cekcok antara tukang parkir, warga Desa Napal memanggil teman-temannya dan melakukan pengeroyokan di pasar Sidomulyo dan melakukan Penyerangan terhadap Desa Kota Dalam yang mengakibatkan beberapa orang warga Kota Dalam menjadi korban luka-luka. Pemuda Lampung pun melaporkan kejadian tersebut kepada tokoh adat Lampung, karena tidak terima dengan kejadian tersebut.

Warga etnis Lampung kembali menyerang Desa Napal dengan mengerahkan ratusan massa dan mengakibatkan kurang lebih empat orang warga etnis Bali menjadi korban dan kurang lebih lima puluh rumah di Desa Napal habis terbakar. Perdamaian terjadi pada tanggal 27 bulan Januari tahun 2012 dan memuat permohonan maaf yang berisi:

1. Kami warga Lampung Selatan suku Bali dengan ini menyatakan permohonan maaf yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya atas peristiwa kerusuhan yang terjadi di desa Marga Catur dan desa Kota Dalam pada tanggal 24 Januari 2012, yang dilakukan warga Lampung Selatan suku Bali desa Sidomulyo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan.

(25)

3. Kami warga Lampung Selatan suku Bali akan senantiasa akan hidup berdampingan secara rukun dan damai dengan seluruh masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan.

Juga perjanjian yang berisi:

1. Kedua belah pihak sepakat tidak akan mengulangi tindakan-tindakan anarkis yang mengatas namakan Suku, Agama, dan Ras (SARA), sehingga menyebabkan keresahan, ketakutan, kebencian, kecemasan, kerugian secara material khususnya bagi kedua belah pihak dan umumnya bagi masyarakat luas.

2. Kedua belah pihak sepakat apabila terjadi pertikaian, perkelahian, dan perselisihan yang disebabkan oleh permasalahan pribadi, kelompok, dan/atau golongan agar segera diselesaikan secara langsung oleh orang tua dan/atau keluarga yang bersangkutan.

3. Kedua belah pihak sepakat apabila orang tua dan/atau keluarga tidak mampu menyelesaikan permasalahan seperti yang tercantum pada angka 2 (dua), maka akan diselesaikan secara kekeluargaan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan aparat pemerintahan desa setempat.

4. Kedua belah pihak sepakat apabila menyelasaikan permasalahan seperti yang tercantum pada angka 3 (tiga) tidak tercapai, maka tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan aparat pemerintahan desa setempat menghantarkan dan menyerahkan permasalahan tersebut kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai ketentuan Undang-undang yang berlaku.

5. Kedua belah pihak sepakat untuk menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, keharmonisan, dan perdamaian antar suku yang ada di bumi Khagom Mufakat Kabupaten Lampung Selatan yang kita cintai serta mendukung kelancaran pelaksanaan program pembangunan yang sedang berjalan.

6. Kedua belah pihak sepakat berkewajiban untuk mensosialisasikan isi perjanjian perdamaian ini.

(26)

menganggap ini bagian dari sejarah konflik di Lampung Selatan yang tidak bisa dianggap hilang atau tidak pernah terjadi.

5. Konflik Antara Etnis Bali Dengan Pendatang yang Beretnis Semendo di Kecamatan Palas

Pada tahun 2005 masyarakat Bali Agung Kecamatan Palas terlibat konflik dengan masyarakat Desa Palas Pasmah, penyebab terjadinya konflik pada saat itu adalah karena pertikaian pemuda ketika acara organ tunggal. Akhirnya kerusuhan bermuara pada penyerangan terhadap Desa Palas Pasmah dan beberapa rumah warga Desa Palas Pasmah terbakar.

Kemudian pada tahun 2010 warga masyarakat Bali Agung kembali melakukan penyerangan, kali ini penyebab terjadinya konflik karena keributan antara pelajar SMAN 1 Penengahan Lampung Selatan yang beretnis Bali dengan pelajar lain yang beretnis Semendo. Karena perkelahian pelajar tersebut berbuntut pada penyerangan terhadap Desa Palas Pasmah.

(27)

6. Warga Masyarakat Bali Dengan Masyarakat Desa Ruguk di Kecamatan Ketapang

Warga Bali pada Tahun 2009 di Kecamatan Ketapang menyerang (melempari) Masjid di Desa Ruguk, penyerangan dikarenakan suara Adzan yang dianggap terlalu kuat di masjid, karena hal tersebut masjid Desa Ruguk menjadi sasaran yang mengakibatkan rusaknya atap masjid akibat pelemparan tersebut. Penyerangan tersebut tidak mengakibatkan korban baik luka maupun korban jiwa.

7. Warga Desa Bali Nuraga Dengan Warga Desa Patok Sidoarjo Kecamatan Way Panji

Pada saat malam takbiran Idul Fitri tahun 2012, para pemuda Desa Bali Nuraga melakukan kerusuhan/keonaran di depan masjid Sidoarjo Way Panji saat umat muslim sedang mengumandangkan takbir kemenangan atas puasa Ramadhan sebelumnya. Pemuda Bali Nuraga menganggap umat Islam melakukan kebisingan dengan menghidupkan petasan di wilayah tersebut, sedangkan bagi umat Islam dihampir seluruh penjuru dunia biasa dalam memeriahkan malam Idul Fitri dengan bertakbir dan memainkan petasan.

TABEL 5: Urutan Kejadian Konflik.

(28)

4. Desa Bali Agung (Bali)

5.2 Penyebab Konflik Antara Etnis Bali Dengan Etnis Lampung Cepat Membesar

Pada subbab ini, penulis akan memaparkan kronologi penyebab konflik antara etnis Bali dengan etnis Lampung di Lampung Selatan pada tanggal 27 sampai dengan 29 Oktober 2012 berdasarkan temuan-temuan fakta di lapangan. Selain itu juga akan dijelaskan kondisi pasca bentrok di lampung selatan.

5.2.1 Penyebab Awal Konflik

(29)

Ketika itu, 2 pengendara motor laki ini mendekati motornya ke motor perempuan Lampung tersebut dan memepet motornya sambil melakukan pelecehan yaitu dengan memegang buah dada perempuan tersebut hingga mereka terjatuh di paritan jalan. Mengharap bantuan pemuda tanggung itu justru berlalu dengan rekan-rekannya. Bersamaan dari itu ada warga yang juga etnis Lampung menolong dua gadis tersebut dan mengantarnya kerumah dan menuju Rumah Sakit Umum Kalianda Lampung Selatan.

5.2.2 Peta Penyebab Konflik Membesar

Setelah kejadian tersebut, sekitar pukul 14.00 WIB warga Desa Agom yang diwakili orang tua kedua korban, Kepala Desa Agom, tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat pergi munuju Desa Bali Nuraga. Maka menemui Kepala Desa Bali Nuraga untuk meminta pertanggung jawaban atas tindakan pelecehan warganya yang mengakibatkan kedua gadis harus dilarikan kerumah sakit.

(30)

Ketika terjadi dialog di dalam rumah pelaku dari warga Bali Nuraga yang juga terdapat banyak warga dari desa tersebut, diluar rumah banyak warga Desa Bali Nuraga yang berbisik-bisik dan mengatakan “udah lah tausah diurusin, Desa Agom aja kecil”. Akibat bisikan-bisikan itulah, Kades Bali Nuraga terpancing dan

mengatakan “yasudah kalau tidak mau diurusin”. Kurang lebih pukul 16.00 WIB warga Desa Agom langsung pergi meninggalkan Desa Bali Nuraga tanpa ada hasil keputusan.

Setelah itu, Kades Agom dan orang tua korban melaporkan kejadian pada pihak yang berwajib. Pihak kepolisianpun menindaklanjuti laporan tersebut dengan mendatangi Desa Bali Nuraga untuk mencari pelaku pelecehan tersebut. Tetapi pihak Desa Bali Nuraga dan warga menyembunyikan pelaku agar tidak ditangkap oleh polisi. Karena warga Desa Agom mengetahui kejadian tersebut akhirnya kesal dan melaporkan kejadian tersebut kepada ketua-ketua adat dari beberapa Marga Lampung di Lampung Selatan.

5.2.3 Eskalasi Massa

(31)

Kegeraman akan keresahan yang telah diperbuat dalam jangka waktu yang cukup lama dengan berbagai latar belakang masalah membuat etnis Lampung sebagai tuan rumah merasa memang harus menyelesaikan permasalahan yang ada tak peduli apa yang akan terjadi. Karena mereka menganggap jika tidak diselesaikan dengan cara primordial, maka kecenderungan untuk mengulangi perbuatan yang sama dikemudian hari akan terjadi. Begitu kuatnya peran tokoh adat di Provinsi Lampung membuat penyebaran informasi begitu cepat meluas, tidak hanya melalui Handphon, tetapi juga melalui jejaring sosial internet seperti Facebook danTwitteryang disebar kepada kerabat di luar Lampung Selatan.

Akhirnya pada Sabtu malam, beberapa masyarakat Lampung mendatangi Desa Bali Nuraga untuk mencari pelaku. Tetapi sudah disambut dengan ratusan warga Desa Bali Nuraga yang menggunakan senapan angin dan senjata tajam. Kejadian tersebut mengakibatkan dua orang etnis Lampung luka serta satu sepeda motor dibakar oleh warga Desa Bali Nuraga.

(32)

dari warga Kelurahan Wayurang, Marhadan 35 tahun dari warga Gunung Terang, dan Alwin 35 tahun dari warga Tajimalela. Satu lagi, Solihin 35 tahun warga Kalianda yang tewas saat mendapatkan perawatan medis di RSUAM Bandar Lampung.

Penyerangan dihentikan karena memang lemahnya strategi yang belum tersusun dengan baik. Kemudian, pada hari Senin tanggal 29 Oktober masyarakat etnis Lampung dengan kekuatan massa tidak kurang 20.000 orang dari berbagai daerah di Lampung pada pukul 08.00 WIB kembali berkumpul. Tujuannya adalah melakukan penyerangan kembali kepada warga Desa Bali Nuraga. Pada awalnya penyerangan akan dilakukan pada pukul 10.00 WIB, tetapi karena dari tokoh adat memiliki pertimbangan lain, akhirnya penyerangan dilakukan pada pukul 14.00 hingga 16.30 WIB. Selesai atau tidak selesai warga etnis Lampung diharuskan meninggalkan Desa Bali Nuraga oleh tokoh adat dari Keratuan Darah Putih yang dipimpin oleh Raden Imba dan lima marga di Lampung Selatan.

(33)

Semua etnis pendatang yang merasa pernah terjajah akhirnya mengambil peran untuk meredam arogansi etnis Bali yang selama ini meresahkan mereka, dengan harapan suatu hari nanti masyarakat etnis Bali dapat membaur dengan masyarakat pendatang lain dan dengan pribumi yang merupakan tuan rumah.

(34)

Massa yang memasuki perkampungan etnis Bali membagi kelompok menjadi tiga arah penyerangan, kelompok pertama menyusuri jalan utama Desa Bali Nuraga yang juga dijaga ketat aparat kepolisian, korps brimob dan tentara, kelompok kedua memasuki sawah sebelah kiri jalan yang ternyata tidak mendapat penjagaan ketat, lalu kelompok yang ketiga memasuki persawahan sebelah kanan jalan utama yang juga tidak mendapat penjagaan dari aparat.

5.2.4 Akibat yang Ditimbulkan Karena Penyerangan

Penyerangan tersebut mengakibatkan sedikitnya 345 rumah porak-poranda akibat dirusak dan dibakar dan sekitas 103 rumah rusak ringan, tidak diketahui secara jelas korban tewas di hari Senin, dari harian Media Indonesia Onlinepada tanggal 30 oktober pukul 15.50 WIB menyebutkan 10 korban meninggal dunia pada hari senin tersebut. Sedangkan kompas.com merilis 9 korban tewas pada hari Senin.

Sedangkan Menurut warga Lampung dari Desa Kedaton yang pada hari Senin 19 November menerangkan jumlah korban meninggal pada hari Senin 29 Oktober berjumlah 77 (tujuh puluh tujuh) orang. Keterangan ini sesuai dengan keterangan salah seorang anggota Korps Brimob yang bertugas di tempat kejadian, dia mengatakan bahwa Korban yang ditemukan hingga tanggal 17 November lebih dari 30 (tiga puluh) kantung mayat yang berhasil ditemukan.

(35)

dari pihak etnis Bali hanya di hari minggu saja dikarenakan kontak langsung dengan warga Lampung, tetapi tidak diketahui berapa jumlahnya karena mereka dirawat di Puskesmas Candi Puro, selain di ungsikan ke hutan.

5.2.5 Hasil Perdamaian Konflik

Kesepakatan perdamaian dicapai pada hari minggu 4 november 2012 yang di hadiri petinggi pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, Tokoh adat Lampung yang diwakili oleh Temenggung Niti Zaman dan Syafrudin Husin juga tokoh adat Bali Lampung Selatan yang diwakili oleh Made Sukintre, Wayan Gambar, Made Sumite, Nyoman Gita, Putu Supandi, Jro Gede Suti, Sudarsana, Made Karyase, Mulyana, Made Suka. Dengan menandatangani Surat Pernyataan dan 10 poin perdamaian yang akan dijaga oleh kedua etnis khususnya dan seluruh etnis yang ada di Lampung Selatan umumnya.

Tetapi pengukuhan perdamaian dilaksanakan pada hari rabutanggal 21 November di lapangan Waringin Harjo Desa Agom Kecamatan Kalianda. Dengan dihadiri mayoritas masyarakat Lampung dari Desa Agom Kecamatan Kalianda, warga Desa Bali Nuraga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Lampung, Pemerintah Provinsi Bali, dan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.

Pernyataan permohonan maaf etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan pada Tanggal 21 November 2012:

1. Kami mewakili seluruh warga Lampung Selatan asal Bali menyadari sepenuhnya bahwa peristiwa tersebut terjadi atas kesalahan oknum-oknum anak-anak atau pemuda kami yang berarti keselahan kami juga selaku orang tua.

(36)

setulus-tulusnya kepada saudara-saudara kami suku Lampung yang berdomisili di wilayah hukum Kabupaten Lampung Selatan maupun yang berdomisili di luar wilayah hukum Kabupaten Lampung Selatan.

Pernyataan janji masyarakat etnis Bali Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 21 November 2012:

1. Bahwa dimasa yang akan datang, kami tidak akan mengulangi segala bentuk perbuatan, tindakan, atau ucapan yang dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan antara kami warga Lampung Selatan asal Bali dengan warga Lampung Selatan Suku Lampung dan Suku Lainnya. 2. Bahwa apabila ada oknum warga Lampung Selatan asal Bali terbukti melakukan perbuatan yang tidak terpuji, yang dapat berpotensi menimbulkan perselisihan dan perpecahan maka kami masyarakat adat suku Bali memberikan Sanksi Adat kepada oknum tersebut yaitu dikeluarkan dari keanggotaan masyarakat adat Bali desa setempat dan menyerahkan oknum tersebut kepada pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum.

3. Bahwa kami warga Lampung Selatan asal Bali akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal secara utuh yang telah berkembang sesuai perkembangan zaman.

4. Bahwa kami warga Lampung Selatan asal Bali akan selalu menjalin hubungan yang harmonis, dan hidup bersampingan secara rukun dan damai dengan semua suku yang ada di Lampung Selatan.

Perjanjian pada tanggal 04 November 2012 sebelumnya sebagai berikut:

1. Kedua pihak sepakat menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, kehamornisan, kebersamaan, dan perdamaian antarsuku yang ada di Lampung Selatan.

2. Kedua pihak sepakat tidak akan mengulangi tindakan-tindakan anarkis yang mengatasnamakan suku, agama, rasa (SARA) sehingga menyebabkan keresahan, ketakutan, kebencian, kecemasan dan kerugian secara material khususnya bagi kedua belah pihak dan umumnya bagi masyarakat luas.

3. Kedua pihak sepakat apabila terjadi pertikaian, perkelahian dan perselisihan yang disebabkan oleh permasalahan pribadi, kelompok atau golongan agar segera diselesaikan secara langsung oleh orangtua, ketua kelompok dan atau pimpinan golongan.

(37)

yang tercantum pada poin 3, maka akan diselesaikan secara musyawarah, mufakat dan kekeluargaan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda serta aparat pemerintahan desa setempat.

5. Kedua pihak sepakat apabila penyelesaian permasalahan seperti tercantum pada poin 3 dan 4 tidak tercapai, maka tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan aparat pemerintahan desa setempat menghantarkan dan menyerahkan permasalahan tersebut kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai dengan ketentuan perundangan berlaku.

6. Apabila ditemukan oknum warganya yang terbukti melakukan perbuatan, tindakan, ucapan serta upaya-upaya yang berpotensi menimbulkan dampak permusuhan dan kerusuhan, kedua pihak bersedia melakukan pembinaan kepada yang bersangkutan. Dan jika pembinaan tidak berhasil, maka diberikan sanksi adat berupa pengusiran terhadap oknum tersebut dari wilayah Lampung Selatan. 7. Kewajiban pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada poin 6

berlaku juga bagi warga Lampung Selatan dari suku-suku lainnya yang ada di Lampung Selatan.

8. Terhadap permasalahan yang telah terjadi pada 27-29 Oktober yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa maupun korban luka-luka, kedua pihak sepakat untuk tidak melakukan tuntutan hukum apapun dibuktikan dengan surat pernyataan dari keluarga yang menjadi korban dan hal ini juga berlaku bagi aparat kepolisian.

9. Kepada masyarakat suku Bali khususnya yang berada di Desa Balinuraga harus mampu bersosialisasi dan hidup berdampingan secara damai dengan seluruh lapisan masyarakat yang ada di Lampung Selatan terutama dengan masyarakat yang berbatasan dan atau berdekatan dengan wilayah Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji.

10. Kedua pihak sepakat berkewajiban untuk menyosialisasikan isi perjanjian perdamaian ini dengan lingkungan masyarakatnya.

Ikrar perdamaian etnis Lampung dengan etnis Bali di Kabupaten Lampung Selatan pada tanggal 21 November 2012:

1. Akan menjaga keamanan, ketertiban, perdamaian dan kerukunan hidup bermasyarakat, beragama, dan bersosial kemasyarakatan lainnya. Dalam keragaman suku, adat, ras (SARA), demi kerukunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

(38)
(39)
(40)

5.3 Peran Pemerintah Dalam Resolusi Konflik

Hingga saat ini banyak wilayah di Indonesia yang terjadi konflik antar etnis, tetapi penanggulangan hanya bersifat sementara untuk meredam konflik di wilayah itu saja tanpa memperhatikan potensi konflik di daerah transmigran lain. Seharusnya pengelola transmigrasi memperhatikan benar wilayah tujuan dengan masyarakat yang menjadi target pemindahan baik itu segi etnis, agama, dan kebiasaan, agar tidak timbul kesenjangan antar pendatang dengan warga pribumi.

Transmigrasi di masa lalu membawa seluruh pranata sosial suatu masyarakat, pranata bawaan diterapkan di daerah tujuan dengan alasan agar transmigran nyaman. Dampaknya, desa transmigrasi tidak membaur dengan desa lokal. Akhirnya muncul desa Jawa, Bali, Sunda, dan sebagainya di daerah-daerah tujuan transmigrasi.

Dalam hal ini resolusi konflik sebenarnya belum terlembaga secara memadai, untuk itu diperlukan upaya membentuk dan merevitalisasi lembaga-lembaga, baik adat maupun pemerintahan, yang terkait dengan persoalan primordial itu secara lebih serius. Tujuan utamanya jelas agar potensi konflik yang melibatkan unsur etnis dapat menemukan jalur penyelesaian secara lebih cepat, berkeadilan, dan komprehensif.

(41)

Peningkatan keamanan di tingkat desa merupakan solusi konflik yang harus diupayakan, terutama ketika ada kegiatan yang bersifat mengundang masyarakat banya dan rentan terhadap gesekan. Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, tercatat sudah dua kali terjadi konflik dikarenakan acara resepsi pernikanan yaitu tahun 2005 dan 2011. Lemahnya keamanan dan tingginya pengaruh minuman beralkohol membuat kelompok-kelompok masyarakat yang hadir tidak terkendali dan membuat kerusuhan.

Jika memang negara atau pemerintah menginginkan kemandirian terbentuk dalam setiap daerah, seharusnya pengawalan serius dilakukan terhadap pemahaman akan budaya mereka masing-masing, agar ketika ada permasalahan kecil, mereka tidak mudah terprovokasi dengan penyimpangan-penyimpangan makna doktrin budaya mereka sendiri. Dalam beberapa kasus konflik antar etnis yang terjadi di Indonesia, para provokator memprovokasi dengan menyimpangkan makna doktrin yang ada dalam budaya mereka agar masa lebih cepat tersulut emosinya.

Jika dilihat dari kacamata politik, maka pemerintah seharusnya mampu menciptakan kondisi harmonis antar umat beragama dan antar etnis yang ada di kawasannya, memang pemerintah sudah membentuk organisasi yang menjaga keharmonisan antar agama dan antar etnis. Tetapi itu dibuat hanya dalam kerangka pemenuhan aparatur desa, sedangkan lemahnya pemantauan dan perhatian dari pemerintah menjadikan organisasi tersebut tidak sesuai dengan fungsi pembuatannya.

(42)

berbagai agama dan etnis tidak mampu menjembatani konflik yang terjadi agar tidak meluas dan bisa menemukan titik temu perdamaian. FKUB menjadi tumpul karena lemahnya perhatian dari pemerintah maupun pihak kepolisian sehingga FKUB tidak dianggap mempunyai peran dalam menjaga keharmonisan sosial yang ada di masyarakat.

Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan dalam pembentukan FKUB di setiap kecamatan. Tetapi itu hanya untuk mengeluarkan dana yang sudah dianggarkan oleh pemerintah pusat dan kementerian agama, tetapi di tataran masyarakat peran dan fungsi FKUB tidak begitu terasa bahkan masih jauh panggang dari api. Pengawalan dan perhatian serius seharusnya bisa dilakukan untuk membuat lembaga bentukan pemerintah memiliki magnet untuk menyelesaikan masalah.

Pemerintah seharusnya memahami betul apa sebab yang memicu gelombang manusia begitu besar turut serta dalam konflik yang terjadi di Lampung Selatan ini. Masyarakat tidak serta-merta ingin terjun membantu saudara yang beretnis sama jika latar belakang masalah hanya sekedar pelecehan terhadap dua perempuan Lampung saja, melainkan secara historis ada akar permasalahan yang hanya selesai di tataran elit saja.

(43)

Tekanan yang diberikan oleh pemerintah pasca kerusuhan hanyalah penyelesaian konflik sebelah pihak saja, karena masyarakat cenderung hanya di takuti oleh kekuatan aparat polisi bersenjata saja, bukan karena kharisma pemimpin yang menenangkan gelombang massa. Semua itu terjadi karena adanya kesenjangan antara elite politik dengan masyarakat, sehingga elite pemerintah ataupun elite politik tidak dikenal oleh masyarakatnya sendiri.

Pemimpin haruslah memberi solusi konkret dalam konflik yang ada dimasyarakat, karena pemimpin seharusnya bisa menjembatani antara permintaan masyarakat pribumi dengan harapan masyarakat pendatang yang menjadi sumber masalah dalam konflik skala besar. Tidak hanya mengandalkan kekuatan militer seperti ingin membasmi teroris atau pemberontak negara.

Kebanyakan pemimpin pemerintah hanya memikirkan kelompoknya saja, tanpa mau memperhatikan masyarakatnya yang sebenarnya merupakan kekuatan besar baginya dan negara. Dengan konflik besar ini, pemerintah harus menelaah lagi sikap politiknya terhadap masyarakat agar tetap memiliki wibawa yang bisa menenangkan gelombang konflik besar. Semua menilai bahwa pemerintahlah yang bobrok dalam mengatasi konflik yang ada, dan menjaga keharmonisan sosial, tetapi pemerintah daerah masih belum melakukan pembenahan dalam menyelesikan konflik.

(44)

Tangan dingin pemerintah pusat diperlukan dalam mereformasi pejabatnya di tingkat daerah, bukan kepada masyarakat tangan dingin tersebut diarahkan.

5.4 Realitas Keharmonisan Antara Etnis Bali dengan Etnis Lampung di Kabupaten Lampung Selatan

Untuk kabupaten yang memiliki banyak indikator konflik, pencegahan harus menjadi pendekatan utama pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat. Aparat keamanan tidak berhasil menurunkan ketegangan dan mencegah kekerasan karena intervensi baru dilakukan ketika konflik sudah hampir meluas, pemerintah seharusnya memberikan perhatian serius kepada masyarakat melalui paguyuban atau organisasi di masyarakat agar peran pemerintah tetap memiliki power dimata masyarakat.

Dalam kasus di Lampung Selatan ini, terlihat bahwa masyarakat tidak memiliki kepercayaan terhadap lembaga hukum di daerahnya, sehingga masyarakat memutuskan untuk terjun langsung dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat itu sendiri. Tetapi dengan keterbatasan masyarakatlah sehingga mereka mengumpulkan jumlah yang besar agar bisa menyelesaikan persoalan mereka. Masyarakat saat ini memang merasa jenuh dengan hukum yang terlihat berkurang dalam segi kualitas, oleh karena itu, hukum harus kembali menciptakan keamanan dalam sisi kehidupan masyarakat, agar kepercayaan masyarakat kembali muncul dalam menyerahkan persoalan yang ada.

(45)

menjadi korban dalam kerusuhan tersebut. Jika memang pihak hukum menginginkan penegakan hukum dengan tegas, maka jangan sampai langkah yang ditempuh justru menimbulkan konflik baru yang terjadi.

Selain itu, kearifan lokal harus dijunjung tinggi tanpa ada pergeseran makna, setiap budaya dan daerah pasti memiliki doktrin kearifan lokal yamg harus dijunjung tinggi sesuai kebhinekaan yang mencerminkan kesatuan negara. Dalam beberapa kasus, ketika ada gesekan antar etnis, mereka tidak lagi melihat doktrin yang dijunjung budayanya.

Kebanyakan penyelesaian konflik di Lampung Selatan menyisakan bom waktu pada masyarakat yang siap untuk meledakkan kembali bumi Lampung Selatan di suatu saat. Ini karena penyelesaian perdamaian hanya sebatas untuk kepentingan politik saja, pemerintah terkesan terburu-buru dalam menyelesikan konflik tanpa mengulas kembali lebih dalam historis konflik yang sebelumnya.

Kerusuhan sosial dalam skala besar pasti bukan karena satu alasan saja, melainkan akumulasi dari konflik-konflik sebelumnya yang memuncak dan menyebabkan masyarakat geram dan bertindak anarkis secara masive. Seperti perdamaian yang terjadi di Desa Agom Kecamatan Way Panji pada tanggal 21 November 2012, masih ada beberapa desa di Lampung Selatan yang belum menyetujui perdamaian tersebut karena dianggap mempunyai muatan politik para elit pemerintahan.

(46)

penyelesaian konflik di Lampung Selatan secara fundamental belum selesai. Seharusnya pemerintah kembali mengadakan dialog dan menampung aspirasi dari desa-desa tersebut dan memberikanwin-win solutionbagi kedua belah pihak yang bertikai dan untuk pemerintah.

Beberapa desa yang belum sepakat dengan perdamaian ini di kemudian hari tidak menutup kemungkinan akan menjadi potensi bentrok dalam skala besar jika etnis Bali membuat keonaran lagi. Karena mereka belum merasa berdamai dengan pihak etnis Bali dan juga pemerintah tidak memperhatikannya. Selain itu, bentuk konkret bahwa pemerintah belum sepenuhnya menyelesaikan perdamaian di Kabupaten Lampung Selatan terlihat dari penjagaan aparat yang melimpah ruah di Desa Agom, kantor Pemda Lampung Selatan dan beberapa titik vital di Kecamatan Kalianda dalam agenda perdamaian tanggal 21 November tersebut.

(47)

III. METODE PENELITIAN

Suatu penelitian bertujuan untuk memahami suatu permasalahan sehingga dapat dikembangkan kebenarannya, maka diperlukan metode dalam penelitian tersebut, hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang diharapkan. Dalam melakukan penelitian sosial, seorang peneliti dapat menggunakan beberapa metode guna mempermudah memecahkan persoalan yang ada.

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, istilah penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lain. Dengan mengambil informan melalui teknik purposive, karena ditinjau dari sudut cara dan taraf pembahasan masalahnya serta hasil yang akan dicapai. Penelitian ini bermaksud mengetahui dan menjelaskan keharmonisan hubungan antara etnis Lampung dengan etnis Bali yang ada dikalangan Kabupaten Lampung Selatan.

(48)

hormat menghormati, dan harmonisasi sosial. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan atau fild research, yaitu penelitian yang mengangkat data permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Metode yang digunakan adalah deskriptif yang menggunakan analisa kualitatif dengan mengambil informan dari beberapa orang yang terlibat dalam konflik.

Tidak hanya itu, penelitian deskriptif mampu menyajikan gambaran secara detail dari sebuah situasi dan atau social setting, menurut Kartini Kartono (1990) penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya melukiskan, memaparkan, menuliskan dan melaporkan suatu keadaan, suatu obyek, atau suatu peristiwa tanpa menarik suatu kesimpulan. Pada pendekatan kualitatif, data yang dikumpulkan umumnya berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka, kalaupun angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang dimaksud meliputi transkip wawancara, catatan dari lapangan, foto-foto, dokumen pribadi, nota, dan catatan lain-lain. Atas alasan itulah dipilihnya pendekatan deskriptif kualitatif.

(49)

3.2 Fokus Penelitian

Suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang kosong. implikasinya, peneliti sewajarnya membatasi masalahnya dengan fokus. Fokus pada dasarnya adalah masalah yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan lainnya. implikasinya apabila peneliti merasakan adanya masalah, seyogianya ia mendalami kepustakaan yang relevan sebelum terjun ke lapangan.

Penelitian ini terfokus pada bagaimana kondisi riil keharmonisan antara etnis Bali dengan etnis non-Bali di Kabupaten Lampung Selatan. Dengan demikian fokus penelitian akan memenuhi kriteria untuk membatasi bidang inkuiri dan kriteria inklusi-ekslusi. Implikasi yang lain ialah peneliti harus menetapkan bahkan menyadari posisinya sebagai peneliti untuk memanfaatkan paradigma.

Dalam suatu penelitian sangat penting adanya fokus penelitian karena fokus penelitian akan dapat membatasi studi yang akan diteliti. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh melimpahnya volume data yang diperoleh di lapangan. Penerapan fokus penelitian berfungsi dalam memenuhi kriteria-kriteria, inklusi-ekslusi, atau masukan-masukannya, menjelaskan informasi yang diperoleh di lapangan. Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada:

(50)

2. Tahapan meliputi prapersiapan, persiapan, dan pelaksanaan penelitian di Kabupaten Lampung Selatan.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lampung Selatan. Penetapan lokasi penetilian tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya:

1. Karena Kabupaten Lampung Selatan sangat sering terjadi konflik horizontal antar etnis dalam beberapa tahun terakhir.

2. Besarnya potensi gesekan antar etnis di Lampung Selatan.

3.

Beberapa konflik besar antara etnis Lampung dengan etnis Bali yang terjadi di Provinsi Lampung terjadi di Kabupaten Lampung Selatan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini ada beberapa alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Alat pengumpul data tersebut berfungsi saling melengkapi akan data yang dibutuhkan. Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini, digunakan beberapa teknik sebagai berikut :

3.4.1 Teknik Studi Dokumenter

(51)

Menurut Lincoln dan Guba (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 159) mendefinisikan dokumen danrecordadalah sebagai berikut:recordadalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.

Menurut Hadari Nawari (1996: 109) studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sumber, seperti buku-buku yang memuat berbagai ragam kajian teori yang sangat dibutuhkan peneliti, majalah-majalah, naskah-naskah, kisah sejarah, dan dokumen. Termasuk di dalamnya adalah rekaman berita dari radio, televisi, dan media elektronik lainnya.

Penggunaan studi kepustakaan sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencari dan menghimpun informasi/data yang bersifat kepustakaan dan dokumentatif, seperti: artikel-artikel (dalam jurnal ataupun internet), skripsi, hand out kegiatan, dan lainnya. Dalam proses pengumpulan data, peneliti juga memanfaatkan media elektronik google,email (electronic mail atau surat elektronik) guna mendapatkan data lengkap.

3.4.2 Wawancara

(52)

kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan kepedulian, merekonstruksi kebulatan-kebulatan harapan pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan peneliti sebagai pengecekan.

Moh. Nasir (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 127) memaparkan bahwa yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Digunakannya wawancara pada penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lengkap, mendalam, dan komprehensif sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, proses wawancara dalam rangka mendapatkan data dilakukan dengan interview bebas, maksudnya pewawancara bebas menanyakan apa saja hal-hal yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan (jenis wawancara seperti ini bisa juga dikategorikan ke dalam wawancara tidak berstruktur). Proses wawancara dilakukan kepada beberapa orang informan.

Menurut Basrowi dan Suwandi (2008:127) ada beberapa cara pembagian jenis wawancara yang dikemukakan dalam kepustakaan:

a. Wawancara Pembicaraan Informal

(53)

b. Pendekatan Menggunakan Petunjuk Umum Wawancara

Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok pertanyaan dalam wawancara, tetapi tidak harus dipertanyakan secara berurutan.

c. Wawancara Baku Terbuka

Jenis wawancara ini adalah yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan penyajiannyapun sama untuk setiap responden.

d. Wawancara oleh Tim atau Panel

Wawancara oleh tim berarti wawancara yang dilakukan oleh dua orang atau lebih terhadap seorang yang diwawancarai. Di pihak lain, seorang pewawancara dapat saja memperhadapkan dua orang atau lebih yang diwawancarai sekaligus dan dinamakan panel.

e. Wawancara tertutup dan wawancara terbuka

Pada wawancara tertutup yang diwawancarai tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka diwawancarai. Juga mereka tidak mengetahui tujuannya. Sedangkan wawancara terbuka ialah para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud wawancara.

f. Wawancara Riwayat Secara Lisan

(54)

g. Wawancara Terstruktur dan Wawancara tak Terstruktur

Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Sedangkan wawancara tak terstruktur merupakan wawancara yang berbeda dengan terstruktur. Cirinya kurang diinterupsi dan abiter.

3.4.3 Teknik Analisis Data

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Teknik analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (dalam Basrowi dan Suwandi 2008: 209) mencakup tiga kegiatan yang bersamaan : (1) reduksi data (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi.

1) Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan dari awal sampai akhir penelitian. Reduksi merupakan bagian dari penelitian, bukan terpisah, fungsinya untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir sehingga interpretasi bisa ditarik.

2) Penyajian Data

(55)

wawancara mendalam terhadap masyarakat, dikumpulkan untuk diambil kesimpulan-kesimpulan, sehingga bisa disajikan dalam bentuk narasi deskriptif.

3) Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

(56)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Manusia hidup dalam kebersamaan menunjukkan bahwa manusia adalah umat yang satu. Dengan kebersamaan itu manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan direalisasikan dengan berbagai jenis aktivitas, serta bermacam-macam hubungan antara sesama mereka. Kebersamaan merupakan sarana atau ruang gerak bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi tanpa kebersamaan manusia tidak mampu hidup sendiri, dan ketergantungan itu yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa religius dengan berbagai etnis yang ada, maka dapat timbul suatu masalah yang menyangkut masalah keharmonisan masyarakat antar etnis. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan dan memelihara keharmonisan hidup antar etnis, berarti dari masing-masing etnis harus mampu mencerminkan nilai budaya yang baik dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat tercipta suatu kerukunan hidup antar etnis yang lebih baik.

(57)

Undang-undang. Etnis di Indonesia sendiri sangat beraneka ragam dan dengan berbagai nilai yang diyakini oleh individu-individu dalam anggota etnis tersebut. Hingga saat ini, Negara Indonesia terkenal dengan kearifan lokal etnis yang sangat majemuk dan penuh dengan nilai seni yang tidak terdapat di negara-negara lain.

Agama adalah tuntunan yang kita terima sebagai sebuah kepastian hidup. Dogma tidak terbantah dan harus diterapkan agar kehidupan kita menjadi lebih baik. Dengan beragama maka kehidupan menjadi lebih nyaman dan terarah serta teratur. Tidak ada lagi tindakan-tindakan anarkis yang mengatasnamakan kemanusiaan.

Menurut Shri Danu (2009), pengendalian diri, etika dan toleransi merupakan pencerminan kehidupan beragama dengan sesama atau antar etnis, baik manusia dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam hubungan internasional antar bangsa-bangsa. Dengan kekayaan akan perbedaan, seharusnya negara dapat lebih cepat dan berkembang dalam kemajuan etnis dan budaya karena kedewasaan dalam menerima hal-hal baru di sekitar mereka.

2.1 Teori-teori Keharmonisan Hubungan Antar Etnis

(58)

1. Tradisionalisme dan warisan budaya bersama

Mereka menginginkan nilai-nilai harmoni dan kerja sama dipertahankan, bertentangan dengan perselisihan secara terbuka, untuk menindih perasaan secara sopan, dan bertingkah laku menurut nilai-nilai status yang masih mempunyai beberapa kekuatan, juga untuk orang-orang muda yang paling modern.

2. Nasionalisme dan proyeksi kebudayaan bersama yang baru

Kecenderungan yang lebih nasionalistik pada orang juga bersandar pada nilai-nilai nasionalis bersama, karena doktrin nasionalisme, dalam banyak hal berusaha menyatakan kembali nilai-nilai itu dalam bentuk yang lebih digeneralisasi; tetapi diatas semua itu, orang yang nasionalistik menghendaki berbagai macam aspirasi yang dirangsang oleh kontak dengan dunia luar.

3. Toleransi dan integrasi sosial yang majemuk

Dua hal terakhir yang meredam konflik keagamaan-toleransi yang didasarkan atas relativisme kontekstual dan pertumbuhan mekanisme sosial bagi bentuk integrasi sosial nonsinkretik yang majemuk.

2.2 Pengertian Keharmonisan Hubungan Antar Etnis

(59)

melaksanakan kewajiban kulturnya. Masing-masing hidup sebagai penganut budaya yang baik dalam keadaan harmonis dan damai.

Menurut Amirulloh Syarbini dkk (2011: 73, 111), rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling membantu. Berprilaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan sosial tetap terlihat selaras dan baik. Kata rukun dan kerukunan mempunyai pengertian damai dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Kerukunan jelas hanya dipergunakan dalam dunia pergaulan atau interaksi sosial dimasyarakat.

Keharmonisan hubungan antar etnis pada dasarnya adalah Keharmonisan yang terwujud di antara beberapa etnis di dalam kehidupan sosial tanpa mempersoalkan agama, kepercayaan, atau etnis yang dianut oleh anggota masyarakat. Sedangkan etnis yang dianut oleh masig-masing orang dalam masyarakat tersebut tentu saja tidak bisa harmonis atau diharmoniskan karena masing-masing etnis memiliki ajaran yang berbeda dan khas. Dengan Keharmonisan hubungan antar etnis, masyarakat menyadari bahwa negara adalah milik dan tanggung jawab bersama.

(60)

apabila ada persamaan latar belakang sejarah, penderitaan, cita-cita, dan keserasian dalam banyak hal.

Usaha ini tidak dapat dijalankan oleh 1 atau 2 orang saja, akan tetapi harus dilakukan oleh masing-masing kita atau setiap individu masyarakat. Sebab, ini mengenai satu segi dari ideologi pancasila yang harus kita dukung, kita tumbuh suburkan dalam masyarakat seluruh bangsa kita umumnya. Karena kita bangsa Indonesia sering membanggakan atau dibanggakan sebagai bangsa yang bertoleransi dan berkerukunan yang tinggi.

Hal-hal rinci seperti ekspresi-ekspresi simbolik dan formalistik, tentu sulit dipertemukan. Masing-masing etnis dan budaya bahkan sesungguhnya masing-masing kelompok intern suatu etnis tertentu sendiri mempunyai idiomnya yang khas dan bersifat esoterik, yakni hanya berlaku secara intern. Karena itulah ikut campur etnis lain atau pemaksaan doktrin etnis dalam internal orang dari etnis lain adalah tidak rasional danabsurd.

(61)

Sepertinya sikap yang penuh inklusifisme ini harus kita pahami betul demi kebaikan kita semua. Bahwa setiap penganut etnis diharapkan menerapkan nilai-nilai budaya yang baik dengan sungguh-sungguh, dan untuk etnis yang lain, seperti yang telah diteladani dapat menyaring budaya lain sebagai proses asimilasi untuk memperkaya budayanya.

Kita percaya bahwa tidak ada satu etnispun di muka bumi ini yang menanamkan nilai-nilai pada masyarakatnya untuk melakukan kekerasan dan permusuhan. Nilai-nilai normatif budaya selalu mendendangkan kedamaian dan ketenteraman antar sesama dalam bermasyarakat. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan penafsiran atau pemahaman anggota etnis yang salah dapat menjadi pemicu terjadinya disharmonisasi antar etnis.

Menurut A.R. Radcliffe Brown (dalam Koentjaraningrat 1990: 173), hubungan antar individu dalam masyarakat adalah hal yang konkret yang dapat diobservasi dan dapat dicatat. Inilah suatu cara menjaga keseimbangan dalam kemajemukan masyarakat yang sangat kompleks dan terus berkembang dalam berbagai perbedaan. Menurut Hunt dan Walker menyatakan (dalam Hartoyo, 1996), bahwa basis dari aspek interaksi dari integrasi ialah mengendurnya diskriminasi yang berakar pada perbedaan-perbedaan etnik, budaya dan agama tersebut.

(62)

memperkaya, baik dalam doktrin antar etnis maupun dalam praktek kehidupan bermasyarakat.

Menurut Nasikun (dalam Hartoyo, 1996), masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terdiri lebih dari 300 kelompok etnik yang terbagi menjadi beberapa agama, masing-masing hidup dengan ciri bahasa dan identitas kulturnya. Setiap etnis memiliki doktrin akan kerukunan dalam berkehidupan sosial, selain itu doktrin untuk selalu menjunjung tunggi nilai-nilai gotong royong atau saling membantu antar sesama.

Menurut Azhari Akmal Tarigan (2011), untuk dapat memandang setiap etnis sebagai sebuah pelengkap bagi etnis lainnya yang berbeda, dan untuk dapat saling memperkaya antara etnis yang satu dan etnis yang lainnya, orang beretnis apapun harus sudah terbebas dari dogma superiorisme, yakni dogma atau akidah yang memandang etnis sendiri sebagai etnis pemenang yang mengungguli semua etnis lainnya dalam segala segi. Karena demikianlah nilai yang dikembangkan adalah nilai plural dan kebersamaan kita sebagai makhluk sosial.

(63)

Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah, seperti sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Mengutip S. Sapta Atmaja dari buku Multiculturalism Educations: A Teacher Guide To Linking Context, Process And Content karya Hilda Hernandes (dalam Nuraini Azizah, 2010), bahwa multikulturalisme adalah bertujuan untuk kerjasama, kesederajatan dan mengapresiasi dalam dunia yang kian kompleks dan tidak monokultur lagi. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan manusia.

Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme, sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.

(64)

yang disebut multikulturalisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.

Demikian halnya pluralisme yang ada di Indonesia, yang hingga kini diakui oleh dunia barat sebagai penopang perkembangan pembangunan jika pemeliharaannya tepat. Pluralisme kultural di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia dan Singapura, seperti dikemukakan Hefner (2001: 4 dalam Azyumardi Azra 2008) sangat mencolok; terdapat hanya beberapa wilayah lain di dunia yang memiliki pluralisme kultural seperti itu. Karena itulah dalam teori politik barat sepanjang dasawarsa 1930-an dan 1940-an, wilayah ini khususnya Indonesia dipandang sebagai “fokus klasik bagi konsep masyarakat majemuk/plural” (plural society) yang diperkenalkan ke dunia barat.

(65)

Meski demikian, berbeda dengan doomed scenario Furnivall, masyarakat-masyarakat plural Asia Tenggara, khususnya Indonesia, pada akhirnya setelah perang dunia II dapat menyatu dalam satu kesatuan unit politik tunggal. Tetapi harus diakui, kesatuan politik tidak menghilangkan realitas pluralitas sosial-budaya yang bukannya tidak sangat divisif, khususnya jika negara-bangsa baru seperti Indonesia gagal menemukan common platform yang dapat mengintegrasikan berbagai keragaman itu.

2.3 Landasan Keharmonisan Hubungan Menurut Masing-masing Agama Keharmonisan antar etnis ternyata bukan hanya merupakan program dari pemerintah Indonesia saja, akan tetapi jauh sebelumnya dalam setiap ajaran agama yang ada di Indonesia, keharmonisan antar sesama sudah diajarkan. Landasan keharmonisan antar etnis menurut masing-masing agama dimaksudkan untuk lebih memantapkan keharmonisan itu sendiri. Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan tentang landasan keharmonisan antar etnis menurut agama yang ada di Indonesia, sebagai berikut:

2.3.1 Landasan Keharmonisan Antar Etnis dalam Agama Islam

Agama Islam sebagai agama yang sempurna bukan hanya mengajarkan agar penganut-penganutnya hidup harmonis di antara sesama umat Islam saja. Islam menggariskan agar sesama manusia dalam hidupnya saling menyayangi dan mencintai, hormat menghormati dan saling menghargai seperti dalam Al-Quran surat Al Hujurat (ayat 13) yang artinya:

(66)

Hal ini sudah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, baik berupa peraturan yang dibuat dan diakui bersama maupun dalam bentuk praktek sehari-hari. Suatu contoh praktek Nabi tentang toleransi dalam bantuk peraturaan dapat diketahui dari praktek yang dilakukan Rasulullah SAW, dalam rangka usaha pertamanya membentuk suatu umat baru di Madinah yang dalam sejarah menurut Muhammad Riva’i (1984, dalam Skripsi Ahmad Zarkasi, 1997) terkenal dengan nama “Kitabul Nabi” atau piagam tertulis dari Nabi Muhammad. Piagam tersebut memuat sepuluh bab dengan memuat antara lain yaitu:

Mengakui semua penduduk kota Madinah baik Islam maupun yang bukan Islam yang pada waktu itu adalah kaum Yahudi. Semua penduduk madinah tidak ada kecualinya diakui sebagai warga negara yang sama haknya dengan warga yang beragama Islam. Bukan kebebasan beragama yang diakui tetapi juga segala hak yang dimiliki oleh kaum muslimin sebagai warga negara, sebagai hak milik asasi pula bagi mereka.

Gambar

TABEL 5 : Urutan Kejadian Konflik.
Gambar 1 : Pemetaan Konflik di Kabupaten Lampung Selatan.
Gambar 2 : Pohon konflik di Kabupaten Lampung Selatan.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama inkubasi yang berbeda terhadap karakteristik fisik (warna, kekentalan, kadar air), karakteristik fungsional

Untuk mengetahui perilaku hama, dilakukan dengan cara mengambil sampel hama yang ditemukan pada lahan penelitian, kemudian masukan ke dalam gelas plastik, setelah itu

Hasil dari penelitian ini adalah penerapan standar nasional perpustakaan perguruan tinggi (SNP 010:2011) di Utsman Bin Affan universitas muslim Indonesia sudah mampu terpenuhi

Terdapat dua situasi yang menggolongkan pemakaian bahasa di dalam masyarakat, yaitu situasi resmi dan tidak resmi. Situasi tidak resmi akan memunculkan suasana

terdiferensiasi menjadi unsur jaringan pembuluh yang akan menyambung dengan unsur pembuluh pada organ tempat terbentuknya akar adventif tersebut.. Pembentukan primordia akar

Dalam aturan adat Kenegerian Rumbio terdapat dua bentuk aturan dalam menjaga kelestarian hutan adatnya, yaitu peraturan berupa larangan dan peraturan berupa hal

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kondisi pipa pendingin sekunder, sehingga dapatdiketahui laju penipisan pipa sekunder berdasarkan hasil pengukuran yang pernah

Jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham yang bukan merupakan Pemegang Saham Pengendali (minority shareholders) setelah Penawaran Umum atau perusahaan yang sudah