• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH, KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PADA AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI PEKON WAY MENGAKU KECAMATAN BALIK BUKIT KABUPATEN LAMPUNG BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH, KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PENGEMBANGAN PADA AGROINDUSTRI KOPI LUWAK DI PEKON WAY MENGAKU KECAMATAN BALIK BUKIT KABUPATEN LAMPUNG BARAT"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE ANALYSIS VALUE ADDED, FINANCIAL FEASIBILITY, AND DEPELOPMENTAL PROSPECT OF CIVET COFFEE AGROINDUSTRY

IN WAY MENGAKU VILLAGE OF BALIK BUKIT DISTRICT IN WEST LAMPUNG REGENCY

By

Rezie Astra Hadi1, M. Irfan Affandi2, dan M. Ibnu2

This research had purpose to : (1) analyze the value added of civet coffee agroindustry(2) analyze the financial feasibility of civet coffee agroindustry(3) analyze the development prospects of civet coffee agroindustry.

The study was conducted in way mengaku village of balik bukit district in west lampung regency. The location was selected purposively. The research used primary and secondary data. Samples were taken by census method with the number of respondents were 7 people. The data was collected in June - July 2011. The research used the analysis of value added (i.e. Hayami method), (2) financial feasibility (i.e. NPV, IRR, Net B / C, Gross B / C, Payback Period, BEP, and sensitivity), and (3) developmental prospects (i.e. qualitative descriptive analysis). The results show that: (1)civet coffee agroindustry gave value added of 28.66%, (2)civet coffee agroindustry was financially feasible to be developed with NPV, IRR Net B / C, Gross B / C, and pp were 3.052.843.716,56, 52,35%, 4,73, 2,01, and 4,07respectively . (3) civet coffee agroindustry has a good prospect of development including market and marketing, in inside and outside the province.

Keyword: civet coffee, value added, financial feasibility, agroindustry

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam, termasuk sektor pertanian. Salah satu subsektor pertanian yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional adalah perkebunan. Dewasa ini sektor pertanian tidak hanya berfungsi guna memenuhi kebutuhan pangan, akan tetapi sektor pertanian berfungsi sebagai bahan baku agroindustri.

Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut. Menurut Austin (1981), agroindustri adalah perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk agroindustri dapat berupa produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya.

(3)

yang dibutuhkan di berbagai industri minuman. Indonesia merupakan salah satu pemasok kopi yang cukup besar dalam perdagangan dunia. Volume ekspor kopi Indonesia rata-rata 350 ribu ton per tahun. Volume dan nilai ekspor kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume dan nilai ekspor kopi di Indonesia, tahun 2000-2009

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2010

Pada tabel 1 menunjukan bahwa nilai ekspor kopi di Indonesia dalam kurun waktu 2000-2009 selalu mengalami peningkatan, meskipun pada tahun 2006 dan 2007 sempat mengalami penurunan. Peningkatan permintaan akan kopi Indonesia dikarenakan kopi Indonesia mempunyai banyak keunggulan, antara lain: cita rasa cukup kuat, unik, dan khas. Terdapat lebih dari 50 negara yang menjadi tujuan utama ekspor kopi dari Indonesia, diantaranya: Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, dan Inggris (AEKI, 2011).

Peranan sektor agroindustri juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Untuk Provinsi Lampung dilihat dari jenis lapangan usaha, maka sektor agroindustri menduduki peringkat

Tahun Ekspor

Volume (ton) Nilai ( 000 US$)

2000 340,887 326,256

2001 250,818 188,493

2002 325,009 223,916

2003 323,520 258,795

2004 344,077 294,113

2005 445,829 503,836

2006 413,500 586,877

2007 321,404 636,319

2008 468,749 991,458

(4)

ketiga dalam PDRB. PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Provinsi Lampung periode 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel2.

Tabel 2. Produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung, 2007-2009 (Juta Rupiah)

No Lapangan usaha/sektor

2007 2008 2009

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

22.732.965,82 28.773.832,05 34.381.861

2 Pertambangan dan Penggalian

2.190.111,88 2.306.687,03 1.780.042

3 Industri Pengolahan 8.313.987,95 9.726.558,97 12.423.000

4 Listrik dan Air Bersih

401.210,45 441.550,28 412.718

5 Bangunan 3.079.057,18 3.278.268,15 3.742.874

6 Perdagangan, Restoran dan Hotel

8.714.733,36 10.158.964,22 12.046.283

7 Angkutan dan Komunikasi

5.094.877,47 6.660.142,21 8.797.657

8 Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

3.665.181,66 4.772.936,99 5.712.663

9 Jasa-Jasa 6.729.840,47 8.371.658,87 9.025.390 PDRB 60.921.966,22 74.490.598,79 88.322.478 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2010

Pada Tabel 2 terlihat bahwa selama tahun 2007-2009 penyumbang terbesar PDRB Propinsi Lampung berasaldari tiga sektor utama, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, restoran dan hotel dan sektor industri pengolahan. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB tahun 2009 adalah 38,93% diikuti sektor

(5)

Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2010), Sumatera merupakan penyumbang terbesar produksi kopi nasional. Propinsi terbesar dicapai oleh Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, dan Nangro Aceh Darussalam. Dilihat dari sumberdaya alam dan tenaga kerja Provinsi Lampung sangat dipertimbangkan dapat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap produksi kopi nasional (Dinas Perkebunan, 2010). Produksi tanaman

perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas areal dan produksi kopi robusta per kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2009

No Kabupaten/Kota Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

1 Lampung Barat 59.357 61.201

2 Tanggamus 54.256 45.342

3 Lampung Selatan 1.649 922

4 Lampung Timur 1.445 670

5 Lampung Tengah 1.705 907

6 Lampung Utara 15.865 12.130

7 Waykanan 22.456 19.292

8 9 10 11 Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro 663 5.470 88 - 383 4.335 9 -

Total 165.810 143.050

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 2010

(6)

dan dunia adalah kopi luwak. Kopi luwak memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar, terutama di pasar dunia. Di Indonesia harga kopi luwak robusta dalam bentuk kopi bubuk mencapai Rp 750.000,00 – Rp 1.500.000,00 per kilogram, sedangkan di luar negeri harga bisa mencapai Rp 5.000.000,00- Rp 8.000.000,00 per kilogram (AEKI, 2011).

Kopi luwak merupakan komoditas yang diproses melalui fermentasi secara alami dalam perut binatang sejenis musang yang dikenal dengan nama luwak. Beberapa pelaku usaha agroindustri kopi luwak yang diidentifikasi di

Lampung Barat berada di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Data pelaku usaha agroindustri kopi luwak di Lampung Barat, tahun 2010 No Nama pengusaha Jumlah luwak (ekor) Produksi Kopi bubuk (kg/bln) Ket (merek)

1 Sapri 70 175 Ratu Luwak

2 Gunawan 31 100 Raja Luwak

3 Ujang 7 30 Rizky Luwak

4 Sukardi 40 60 Musong Liwa

5 Hernawan 8 30 Mahkota Luwak

6 Kasmun 8 25 -

7 Ujen 5 20 -

Jumlah 169 440

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat, 2011

(7)

kopi luwak. Pada tabel 4 juga menunjukan jumlah luwak yang dimiliki para pengusaha kopi luwak berjumlah 169 ekor yang mampu memproduksi kopi luwak sebanyak 440 kg/bln dalam bentuk kopi bubuk. Produksi kopi luwak dalam bentuk kopi bubuk perlu ditingkatkan karena kopi luwak dalam bentuk kopi bubuk memiliki harga yang cukup tinggi.

B. Perumusan Masalah

Salah satu produk kopi olahan yang dihasilkan di Lampung Barat yang dinilai memiliki potensi bisnis yang besar di Indonesia adalah kopi luwak. Kopi luwak memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar, terutama di pasar dunia. Walaupun ketenaran kopi luwak sudah mendunia, akan tetapi masih terdapat beberapa permasalahan dalam pengembangan agroindustri kopi luwak antara lain keterbatasan modal, nilai investasi yang cukup tinggi, akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, dan permintaan pasar akan kopi luwak yang cukup tinggi belum diimbangi dengan kontinuitas produksi kopi luwak sehingga permintaan pasar akan kopi luwak menjadi fluktuatif. Pasokan bahan baku yang juga menjadi kendala bagi pengusaha. Jika bahan baku tidak tersedia maka otomatis proses produksi kopi luwak akan terhenti. (Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat, 2010)

Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya berkaitan erat dengan

keberlangsungan agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Lampung Barat, di mana menimbulkan pertanyaan apakah

(8)

diperlukan adanya studi kelayakan sebagai tolak ukur oleh pengusaha agroindustri kopi luwak, apakah layak diteruskan atau tidak. Apabila

agroindustri kopi luwak tersebut mengalami kerugian maka agroindustri kopi luwak tersebut tidak layak diteruskan. Sebaliknya, apabila industri kecil tersebut mengalami keuntungan maka industri kecil tersebut layak diteruskan.

Perkembangan agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat memiliki peluang untuk dapat berkembang dalam skala kecil maupun besar. Meskipun peluang usaha agroindustri kopi luwak di Provinsi Lampung masih tinggi, tetapi agroindustri kopi luwak merupakan usaha yang membutuhkan investasi yang cukup

tinggi. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis juga tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai prospek pengembangan agroindustri kopi luwak.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai :

1. Berapa besar nilai tambah produk agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat?

2. Bagaimana kelayakan finansial usaha agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat?

(9)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Menganalisis nilai tambah produk agroindustri kopi luwak. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha agroindustri kopi luwak. 3. Menganalisis prospek pengembangan agroindustri kopi luwak.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah sebagai penentuan kebijakan pengembangan usaha agroindustri kopi luwak.

2. Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pengusaha agroindustri kopi luwak untuk mengembangkan usaha kopi luwak.

(10)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Responden

1. Usia

Usia merupakan faktor yang cukup berperan serta berpengaruh dalam aktivitas dan tingkat produktivitas kerja seseorang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh usia pengusaha kopi luwak berkisar antara umur 35 - 64 tahun, dan mayoritas responden berusia di bawah 45 tahun. Sebaran usia responden pengusaha kopi luwak di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran usia responden pengusaha kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat tahun 2011

Kelompok umur (tahun)

Jumlah (orang)

Persentase

35-44 5 71,42

45-54 1 14,29

55-64 1 14,29

Jumlah 7 100,00

Pada tabel 10 menunjukkan bahwa para pengusaha kopi luwak yang berada di Pekon Way Mengaku cukup potensial untuk melakukan kegiatan

(11)

penduduk usia 15 – 64 tahun adalah kelompok penduduk usia produktif. Usia produktif merupakan usia yang ideal untuk bekerja dengan baik dan masih kuat untuk melakukan kegiatan yang memerlukan tenaga dimana secara tidak langsung faktor usia dapat berpengaruh terhadap fisik serta tenaga yang kuat yang diperlukan dalam industri pengolahan ini.

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa jumlah pengusaha yang termasuk dalam kategori usia produktif berjumlah 5 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha kopi luwak di daerah penelitian berada pada usia produktif, di mana pengrajin cukup potensial untuk melakukan kegiatan pengolahan kopi luwak.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur kualitas hidup seseorang. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kemampuan seseorang menyerap teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin mudah pengusaha kopi luwak tersebut untuk menerima suatu teknologi baru untuk mendukung keberlangsungan

(12)

Tabel 11. Sebaran responden pengusaha kopi luwak berdasarkan tingkat pendidikan di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat tahun 2011

Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak Tamat SD

Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Sarjana

0 1 2 4 0

0 14,285 28,571 57,142 0

Jumlah 7 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan para pengusaha agroindustri relatif sudah tinggi karena sebagian besar pendidikan yang dimiliki merupakan tamatan SLTA. Dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi diharapkan berpengaruh positif terhadap keberlangsungan usaha agroindustri kopi luwak dengan cara dapat menerapkan teknologi dalam pengolahan kopi luwak.

3. Pengalaman Usaha

(13)

Tabel 12. Pengalaman usaha responden pengusaha kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten

Lampung Barat tahun 2011 Lama berusaha

(tahun)

Jumlah responden (orang)

Persentase

1-5 7 100

6-10 0 0

Jumlah 100

Pada tabel 12 menunjukan bahwa seluruh responden dalam penelitian ini memiliki pengalaman 1-5 tahun. Hal ini menujukkan bahwa para pengusaha kopi luwak di Pekon Way Mengaku baru menekuni usaha pengolahan kopi luwak ini yaitu pertama kali didirikan oleh bapak Gunawan pada tahun 2006. Meskipun baru dalam menekuni usaha kopi luwak ini agroindustri kopi luwak sudah cukup berkembang karena kopi luwak tersebut merupakan kopi yang sangat terkenal di dunia sehingga tidak terlalu sulit bagi

pengusaha kopi luwak dalam mengembangkan agroindustrinya.

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

(14)

Tabel 13. Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden pengusaha Kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat, 2011

Jumlah tanggungan (orang)

Jumlah responden (orang)

Persentase 3

4 5

3 2 2

42,86 28,57 28,57

Jumlah 7 100,00

Pada tabel 13 menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak 3 orang (42,857%). Kondisi ini

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan keluarga yang tidak terlalu banyak, yaitu sebanyak 2-3 tanggungan,

sehingga beban yang ditanggung pengusaha kopi luwak tidak terlalu besar.

B. Keragaan Klaster Agroindustri Kopi Luwak

1. Pengadaan Bahan Baku

Pengadaan bahan baku kopi sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh agroindustri kopi luwak yang ada di Pekon Way Mengaku. Selain itu kualitas, kuantitas dan kontinuitas bahan baku kopi yang

digunakan juga mempengaruhi mutu yang dihasilkan oleh para pengusaha agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku.

(15)

ditentukan oleh ketersediaan kopi yang dipasok oleh pemasok yang berasal dari luar wilayah penelitian yaitu daerah Sukau, Batu Brak, dan Sekincau.

Dalam pengadaan bahan baku kopi telah terjalin kerja sama yang baik antara para pelaku agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku dengan para pemasok, dimana biasanya bahan baku kopi diantar secara langsung oleh para pemasok ke lokasi agroindustri yang jaraknya sekitar 10 Km dari lokasi agroindustri. Hal ini tentunya memberikan dampak positif bagi para

pengusaha kopi luwak dimana dalam pengadaan bahan baku dapat dipenuhi dengan mudah dan tepat waktu sehingga tidak mengganggu proses produksi.

Rata-rata bahan baku kopi yang digunakan oleh agroindustri kopi luwak yang berada di Pekon Way Mengaku sebanyak 118,57 kg kopi dengan harga beli sekitar Rp. 13.000,00 – Rp.14.000,00 per kilogram kopi. Rincian penggunaan bahan baku kopi dapat dilihat pada Lampiran 5.

2. Modal Awal

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sumber modal awal yang digunakan pengusaha kopi luwak di Pekon Way Mengaku secara

keseluruhan berasal dari modal pribadi dan hanya satu pengusaha kopi luwak dari keseluruhan responden yang sumber modal awalnya berasal dari

(16)

pengusaha agroindustri antara lain yaitu adanya syarat administrasi yang sulit dan pengembalian pinjaman yang tidak tepat pada waktunya. Besarnya modal awal yang digunakan oleh para pengusaha agroindustri kopi luwak sebanyak Rp 5.000.000,00 – Rp 115.000.000,00. Adapun besarnya modal awal yang digunakan oleh para pengusaha agroindustri kopi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.

Modal awal tersebut merupakan modal saat pertama kali memulai usaha yang digunakan oleh para pengusaha kopi luwak untuk membeli bahan baku utama yaitu kopi serta peralatan-peralatan sebagai investasi yang diperlukan dalam agroindustri pengolahan ini seperti luwak, kandang, terpal, tampah, tungku, ember, baskom, toples, mesin pengupas kulit kopi, mesin

penggorengan kopi, mesin pres jalan, mesin pres manual, tungku, serok, dan sutil. Dari keseluruhan peralatan yang dibutuhkan dalam proses produksi, mesin penggorengan kopi merupakan salah satu peralatan yang harganya cukup tinggi yaitu sebesar Rp. 25.000.000,00.

(17)

3. Tenaga Kerja

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tenaga kerja yang digunakan dalam agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja tetap yang berasal dari keluarga responden pengusaha kopi luwak itu sendiri dimana mayoritasnya tenaga kerja itu adalah kepala keluarga yang mengusahakan usaha kopi luwak tersebut. Tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga kerja tetap yang berasal dari luar keluarga responden pengusaha kopi luwak itu sendiri dimana mayoritasnya tenaga kerja itu merupakan warga sekitar agroindustri kopi luwak.

Tenaga kerja dalam agroindustri kopi luwak ini dihitung dengan satuan HOK dimana total penggunaan tenaga kerja dalam memproduksi kopi luwak sebesar 5,24 HOK produksi dengan upah rata-rata tenaga kerja sebesar Rp 25.000,00 per hari. Rincian penggunaan tenaga kerja pada agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku dapat dilihat pada Lampiran 6.

4. Sumbangan Input Lain

(18)

yang digunakan dalam proses tersebut terdiri dari pisang, pepaya, daging, susu, vitamin, obat-obatan, listrik, kayu bakar, minyak tanah, kertas merk dan alumunium foil.

Total sumbangan input lain dalam agroindustri kopi luwak ini sebesar Rp 15.730.285, 71 per bulan. Rincian penggunaan sumbangan input lain pada agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Lampiran 5.

5. Bauran Pemasaran

a. Produk (Product)

(19)

b. Harga (Price)

Tingkat harga kopi luwak cenderung stabil tidak dipengaruhi oleh harga bahan baku utama maupun sumbangan input lainnya. Saat ini harga kopi Tingkat harga kopi luwak di tingkat produsen berkisar dari Rp 600.000,00 – Rp 700.000.00 per kilogram. Ditingkat pedagang pengecer berkisar Rp 750.000,00 - Rp1.200.000,00 per kilogram. Penetapan harga yang stabil bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dan memberikan kesan bahwa produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi.

c. Tempat/Saluran Distribusi (Place)

Konsumen utama agroindustri Kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat berasal dari berbagai daerah yaitu Jakarta,Palembang, Surabaya, dan Bali.

d. Promosi (Promotion)

Para pengusaha agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat sudah melakukan kegiatan promosi secara aktif. Promosi yang dilakukan dalam bentuk mengikuti berbagai acara pameran di dalam propinsi maupun di luar propinsi dan juga sudah melakukan media promosi melalui internet.

6. Proses Produksi Kopi Luwak

(20)

yang digantikan oleh luwak. Fermentasi terjadi di dalam perut luwak. Proses pembuatan kopi luwak di Pekon Way Mengaku dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses pengolahan kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat,2011

Keterangan:

a. Luwak memakan buah kopi yang matang yang terdapat sejenis aroma yang sangat khas disukai luwak. Secara naluri luwak hanya memakan buah kopi yang benar-benar matang dan punya aroma khusus.

Penyimpanan Pengumpulan feces

Pencucian feces

Pengeringan biji kopi

Pengupasan kulit

Penggorengan biji mentah kopi

luwak

Penggilingan

Pengemasan Pencucian biji mentah kopi luwak

(21)

b. Buah kopi yang dimakan oleh luwak diproses melalui sistem pencernaan dan fermentasi dalam perut luwak. Biji kopi becampur dengan enzim-enzim yang ada di perut luwak. Suhu dalam perut luwak yang mencapai > 26oC membantu proses fermentasi sempurna.

Kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran berupa gumpalan memanjang biji kopi yang bercampur lendir.

c. Kotoran tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh.

d. Proses selanjutnya adalah dikeringkan dengan sinar matahari.

e. Biji kopi luwak yang sudah kering kemudian dikupas dari cangkangnya manjadi biji kopi luwak yang berbentuk green bean.

f. Kopi tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh.

g. Proses penggorengan green bean menjadi roasted bean. h. Penggilingan roasted bean menjadi kopi bubuk.

i. Pengemasan dengan menggunakan alumunium foil.

C. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Kopi Luwak

(22)

Tabel 14. Analisis nilai tambah produk agroindustri kopi luwak

No Hasil Produksi, Bahan Baku, dan Harga

1 Output (kg/bln) a 62,86

2 Bahan Baku (kg/bln) b 118,57

3 Input tenaga kerja (HOK/bln) c 157,23

4 Faktor konversi d=a/b 0,48

5 Koefisien tenaga kerja e=c/b 1,37

6 Harga Produk (Rp/kg) f 657.142,86

7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) g 25.000,00

Pendapatan dan nilai tambah

8 Harga bahan baku h 13.428,57

9 Sumbangan bahan lain (Rp/kg bahan baku) i 214.023,81

10 Nilai produk j = dxf 319.897,96

11 a. Nilai tambah k=j-h-i 92.445,58

b. Rasio Nilai tambah l=k/j(%) 28,66

12 a. Imbalan tenaga kerja m=e x g 34.285,71

b. Bagian tenaga kerja n=m /k(%) 43,56

13 a. Keuntungan o=k-m 58.159,86

b. Bagian keuntungan p=o/k(%) 56,44

Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14 Margin q=j-h 306.469,39

a. Keuntungan r=o/q(%) 18,98

b. Tenaga kerja s=m/q(%) 11.19

c. Input lain t=i/q(%) 69,84

(23)

Koefisien tenaga kerja yang diperoleh berasal dari rasio banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) dengan jumlah bahan baku yang diolah. Rata-rata tenaga kerja yang diserap dalam pengolahan kopi luwak adalah 157,23 HOK per bulan dengan koefisien tenaga kerja sebesar 1,37. Nilai koefisien tenaga kerja tersebut

menunjukkan bahwa jumlah HOK yang dibutuhkan untuk pengolahan satu kilogram kopi menjadi kopi luwak adalah 1,37 HOK.

Harga output rata-rata kopi luwak sebesar Rp 657.142,86 per kilogram merupakan nilai yang diterima pengusaha kopi luwak dari penjualan produk olahannya. Nilai output merupakan hasil perkalian antar faktor konversi dengan harga produk. Besar nilai output yang dihasilkan adalah Rp 319.897,96 artinya nilai kopi luwak yang dihasilkan dengan pengolahan setiap satu kilogram kopi adalah Rp 319.897,96.

Upah rata-rata tenaga kerja yang digunakan pada pengolahan kopi luwak sebesar Rp 25.000,00 dan imbalan tenaga kerja yang diterima tenaga kerja dari setiap pengolahan satu kilogram kopi adalah Rp 34.285,71. Besarnya imbalan tenaga kerja pada setiap proses pengolahan kopi luwak

menyesuaikan pada jumlah tenaga kerja dan tingkat upah yang berlaku. Besarnya bagian tenaga kerja yang diperoleh dari kopi luwak sebesar 43,56 persen. Besarnya bagian tenaga kerja tersebut merupakan bagian dari setiap pengolahan satu kilogram kopi.

(24)

kopi luwak, rata-rata sumbangan input lain yang digunakan adalah sebesar Rp 214.023,81. Nilai ini diperoleh dari pembagian biaya total rata-rata bahan lain sebesar Rp15.730.285,71 dengan jumlah rata-rata bahan baku yang digunakan sebesar 118,57kilogram kopi.

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain, tidak termasuk tenaga kerja. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram kopi menjadi kopi luwak sebesar Rp 92.445,58. Nilai tambah ini merupakan nilai tambah kotor karena belum termasuk imbalan tenaga kerja. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk adalah 28,66 persen, artinya untuk setiap Rp100,00 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp 28,66.

Imbalan tenaga kerja menyatakan besarnya imbalan yang diperoleh tenaga kerja dalam mengolah setiap satu kilogram bahan baku menjadi kopi luwak. Besarnya imbalan tenaga kerja pada setiap proses pengolahan kopi luwak tergantung dari jumlah tenaga kerja dan tingkat upah yang berlaku. Imbalan tenaga kerja yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram kopi menjadi kopi luwak adalah Rp 34.285,71.

(25)

Keuntungan yang diperoleh dari proses pengolahan bahan baku kopi

menjadi kopi luwak adalah sebesar Rp 58.159,86dengan tingkat keuntungan sebesar 56,44persen dari nilai produk. Nilai keuntungan tersebut

merupakan selisih dari nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja. Nilai keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pengolahan ini

cukup tinggi, hal ini berarti agroindustri kopi luwak dalam aktifitasnya sudah berorientasi pada pencapaian tingkat keuntungan tertentu.

Besarnya margin keuntungan pengolahan kopi luwak diperoleh dari analisis nilai tambah dimana besarnya nilai output dikurangi dengan harga bahan baku adalah sebesar Rp 306.469,39 dari setiap satu kilogram kopi yang diolah. Balas jasa dari faktor produksi untuk keuntungan diperoleh sebesar 18,98% dan balas jasa yang diperoleh untuk faktor produksi tenaga kerja adalah sebesar 11,19% dimana balas jasa tenaga kerja tersebut merupakan imbalan terhadap tenaga kerja atau pendapatan tenaga kerja. Sedangkan balas jasa yang diperoleh untuk faktor produksi dari sumbangan input lain adalah sebesar 69,84%.

Pada tabel analisis nilai tambah produk agroindustri kopi luwak

(26)

agroindustri kopi luwak yang dapat disesuaikan dengan kondisi agroindustri kop luwak tersebut. Strategi tersebut diantaranya: 1. Meningkatkan harga produk

Upaya untuk meningkatkan harga produk kopi luwak dapat dilakukan apabila mutu kopi luwak yang dijual baik kualitasnya dan dijamin keasliannya.

2. Mengusahakan membeli bahan baku dengan harga murah

Upaya mendapatkan bahan baku dengan harga murah dapat dilakukan apabila pengusaha memiliki kebun kopi pribadi.

Berdasarkan hasil penelitian Putri (2010), besarnya nilai tambah yang diperoleh dalam proses pengolahan kopi organik menjadi kopi bubuk organik di Desa Gunung Terang Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat adalah Rp 20.743,54 per kilogram dengan rasio nilai tambah 60,23% dari nilai produk. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa rasio nilai tambah kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio nilai tambah kopi bubuk organik di Desa Gunung Terang (28,66%).

D. Analisis Finansial Agroindustri Kopi luwak

Aspek finansial agroindustri kopi luwak meliputi pengeluaran dan

(27)

merupakan biaya investasi terbesar dari agroindustri kopi luwak. Pabrik dalam usaha agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku ini berupa bagian dari rumah pengusaha yang digunakan untuk proses produksi kopi luwak.

Tahun awal pengamatan dimulai pada tahun 2010, dan dalam perhitungan analisis finansial digunakan tingkat suku bunga sebesar 14%. Suku bunga 14 % merupakan suku bunga maksimal Kredit Usaha Rakyat Ritel BRI. Tenaga kerja dihitung berdasarkan lamanya proses produksi dan banyaknya tenaga kerja yang dikonversikan ke dalam hari orang kerja (HOK) dan upah tenaga kerja selama periode pengamatan adalah sebesar Rp 25.000/hari.

Menganalisis finansial suatu usaha dipengaruhi beberapa faktor seperti Biaya dan penerimaan. Beberapa hal yang menjadi faktor untuk

menganalisis finansial agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku antara lain :

1. Biaya Investasi

(28)

Tabel 15. Biaya investasi agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku, 2011

No Nama Alat

Jumlah rata-rata Nilai rata-rata

(unit) (Rp)

1 Pabrik 1 60.714.285,71

2 Luwak 24 29.316.326,53

3 Kandang 24 41.215.306,12

4 Terpal 3 542.857,14

5 Tanpah 67 1.483.571,43

6 Ember 8 262.857,14

7 Baskom 9 202.222,22

8 Toples 6 165.306,12

9 Mesin Pengupas kulit 1 7.000.000,00 10 Mesin Penggoreng kopi 1 25.000.000,00 11 Mesin pres jalan 2 16.000.000,00 12 Mesin pres nanual 2 422.976,19

13 Tungku 1 280.000,00

14 Penggorengan 3 239.583,33

15 Serok 3 31.111,11

16 Sutil 3 471.083,33

Jumlah 183.417.486,39

Pada tabel 15 menunjukan bahwa investasi awal para pengusaha rata-rata sebesar Rp183.417.486,39. Nilai investasi terbesar teletak pada investasi pabrik, yaitu sebesar Rp 60.714.285,71.

2. Biaya Operasional

(29)

a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah sejumlah uang yang di keluarkan dalam usaha

pengolahan kopi luwak yang jumlahnya tetapdan tidak tergantung dengan skala produksi . Biaya tetap yang digunakan pada analisis finansial agroindustri kopi luwak adalah biaya tenaga kerja dan biaya penyusutan. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja tersebut adalah Rp 45.883.928,57 pertahun sedangkan untuk biaya penyusutan sebesar Rp 15.469.142,86 pertahun.

b. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah sejumlah uang yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan kopi luwak yang jumlahnya berubah-ubah sebanding dengan volume kegiatan produksi. Biaya variabel pada agroindustri kopi luwak meliputi biaya bahan baku dan biaya bahan penunjang. Bahan baku yang digunakan adalah kopi, sedangkan bahan penunjang yang digunakan adalah pisang, pepaya, daging, susu, vitamin, obat-obatan, kayu bakar, minyak tanah, kertas merk, dan alumunium foil. Penggunaan rata-rata biaya variabel per tahun selama proses produksi kopi luwak dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya Variabel Agroindustri Kopi luwak, 2011

No Biaya Variabel Nilai/tahun

Rata-rata (Rp)

1 Biaya bahan baku 19.474.285,71

2 Biaya bahan penunjang 188.763.428,57

(30)
[image:30.595.132.484.211.277.2]

Kedua komponen biaya tersebut dapat menunjukan total biaya operasional yang dikeluarkan oleh agroindustri kopi luwak. Total biaya operasional dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Biaya Operasional Agroindustri Kopi luwak,2011

No Nama Biaya

Nilai/tahun

Rata-rata (Rp)

1 Biaya Tetap 61..353..071,43

2 Biaya Variabel 208.237.714,29

Total biaya operasional 269.590.785,71

3. Produksi dan Penerimaan

Produksi adalah jumlah kopi luwak yang dihasilkan selama satu tahun dan diukur dalam satuan kilogram. Penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan dengan harga jual rata-rata dalam satu tahun. Rincian jumlah produksi dan penerimaan per tahun agroindustri kopi luwak dapat di lihat pada tabel 18

Tabel 18. Jumlah produksi dan total penerimaan per tahun agroindustri Kopi luwak, 2011

Tahun ke- Produksi

(Kg)

Harga

(Rp) Penerimaan (Rp)

2006 0.00 0.00 0.00

2007 270 657.142,86 177.428.571,43

2008 300 657.142,86 197.142.857,14

2009 792 657.142,86 520.457.142,86

2010 1.200 657.142,86 788.571.428,57

2011 1.320 657.142,86 867.428.571,43

2012 1.452 657.142,86 954.171.428,57

2013 1.597,20 657.142,86 1.049.588.571,43

2014 1.756,92 657.142,86 1.154.547.428,57

2015 1.932,61 657.142,86 1.270.002.171,43

2016 2.125,87 657.142,86 1.397.008.388,57

[image:30.595.140.485.536.755.2]
(31)

Pada tabel 18 menunjukkan jumlah produksi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Harga yang digunakan diasumsikan sama setiap tahunnya yaitu dengan harga jual Rp 657.142,86/kg. Dengan demikian, penerimaan rata-rata pengusaha kopi luwak dari tahun 2006 sampai 2016 mencapai Rp 8.376.340.560,00

4. Titik Impas

Analisis titik impas merupakan suatu cara untuk mengetahui seberapa besar volume produksi, penjualan dan penetapan harga jual agar agroindustri tidak mengalami kerugian, tetapi dalam posisi tidak memperoleh laba (impas). Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui penjualan kopi luwak dalam posisi titik impas baik dalam satuan rupiah maupun dalam satuan unit.

(32)

5. Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha

agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampun Tengah. Perhitungan analisis finansial menggunakan tingkat suku bunga kredit usaha rakyat mikro Bank BRI sebesar 14%. Dengan menggunakan suku bunga tersebut akan didapat nilai discounting factor. Perhitungan analisis finansial agroindustri kopi luwak di Pekon

[image:32.595.142.497.431.516.2]

Way Mengaku dapat dilihat pada Lampiran 11, sedangkan ringkasan hasil analisis finansial agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Analisis finansial agroindustri kopi luwak pada tingkat suku bunga 14% (cf/df = 14%)

No. Uraian Nilai

1. Net Present Value (Rp) 3.052.843.716,56

2. IRR (%) 52,35

3. Net B/C (Rp) 4,73

4. Gross B/C (Rp) 2,01

5. Payback Period (tahun) 4,07

a. Analisis Net Present Value (NPV)

Besarnya nilai NPV pada tingkat suku bunga 14% sebesar

(33)

Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

b. Analisis Internal Rate of Return (IRR)

IRR digunakan untuk menjadi salah satu aspek keuangan yang menilai kelayakan suatu usaha untuk dikembangkan dengan melihat besarnya suku bunga yang akan membuat NPV = 0. Nilai IRR harus lebih besar dari tingkat suku bunga yang sebesar 14%. Dari tabel hasil analisis finansial didapatkan nilai IRR sebesar 52,35 % sehingga dapat dikatakan bahwa dilihat dari nilai IRR, usaha ini layak untuk dikembangkan.

c. Analisis Net B/C Ratio

Analisis ini membandingkan antara penerimaan bersih dengan biaya bersih yang telah diperhitungkan nilainya saat ini (present value). Kriteria

kelayakannya adalah jika Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dikembangkan. Dari hasil analisis didapatkan nilai Net B/C = 4,73 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat layak untuk diusahakan/dikembangkan.

d. Analisis Gross B/C Ratio

Gross B/C yang diperoleh dari hasil analisis finansial dengan suku bunga

(34)

dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan agroindustri sebesar Rp 2.010.000,00.

e. Analisis Payback Period

Payback Period adalah analisis untuk mengetahui jangka waktu

pengembalian investasi oleh keuntungan bersih suatu usaha. Bila waktu pengembalian investasi lebih pendek dari pada umur ekonomis usaha, maka usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Pada hasil analisis keuangan, didapatkan payback period selama 4,07 tahun, yang artinya biaya investasi agroindustri kopi luwak dapat dikembalikan dalam jangka waktu 4 tahun 1 7 hari oleh keuntungan bersih agroindustri kopi luwak tersebut.

6. Analisis Sensitivitas

Perkiraan jumlah permintaan produk pada masa yang akan datang disusun berdasarkan berbagai macam asumsi. Misalnya diperkirakan adanya kenaikan biaya produksi, penurunan harga output ataupun adanya penurunan jumlah produksi. Untuk memperoleh jumlah perkiraan yang lebih tepat dan dapat dipercaya, maka diperlukan analisa kepekaan (Sensitivity Analysis).

(35)

Perubahan yang digunakan dalam penelitian adalah penurunan harga jual sebesar 14,25% didapatkan dari persentase fluktuasi harga kopi luwak di daerah penelitian, kenaikan biaya produksi sebesar 5,01% didapatkan dari nilai rata-rata tingkat inflasi Bank Indonesia (BI) pada tahun 2010, dan penurunan Jumlah produksi 10% sebesar didapatkan dari tingkat fluktuasi harga kopi luwak di daerah penalitian berdasarkan hasil wawancara terhadap para pengusaha kopi luwak .

(36)
[image:36.595.135.506.137.449.2]

Tabel 20. Analisis sensitivitas agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat, 2011

Perubahan yang Sebelum Sesudah Laju Ket

Mempengaruhi Perubahan perubahan Kepekaan

Harga jual turun 14,25%

NPV (Rp) 3.052.843.716,56 2.185.851.511,00 18,70 S

IRR (%) 52,35 47,24 11,42 S

Net B/C 4,73 3,45 17,69 S

Gross B/C 2,01 1,72 8,67 S

PP (tahun) 4,07 4,17 1,33 S

Biaya produksi naik 5,01%

NPV (Rp) 3.052.843.716,56 2.900.974.979,75 0,07 TS

IRR (%) 52,35 49,19 0,07 TS

Net B/C 4,73 4,27 0.11 TS

Gross B/C 2,01 1,91 0,05 TS

PP (tahun) 4,07 4,22 0,04 TS

Jumlah poduksi turun 10%

NPV (Rp) 3.052.843.716,56 2.444,428,133,71 0,66 TS

IRR (%) 52,35 45,66 0,41 TS

Net B/C 4,73 3,81 0,65 TS

Gross B/C 2,01 1,81 0,32 TS

PP (tahun) 4,07 4,22 0,11 TS

Keterangan : TS = Tidak Sensitif S = Sensitif

(37)

besar dari nol), IRR 42,74% (lebih besar dari tingkat suku bunga 14%), Net B/C 3,45 (lebih besar dari satu), Gross B/C 1,72 (lebih besar dari satu),

dan Pp 4,17 tahun (lebih kecil dari umur ekonomis usaha 10 tahun).

Perubahan kenaikan biaya sebesar 5,01% mengakibatkan penurunan terhadap nilai NPV dengan laju kepekaan 0,05, IRR dengan laju kepekaan 0,07, Net B/C dengan laju kepekaan 0,11, Gross B/C dengan laju kepekaan 0,05, dan peningkatan nilai Pp dengan laju kepekaan 0,04. Pengaruh yang diberikan oleh perubahan kenaikan biaya produksi sebesar 5,01% tidak sensitif terhadap nilai NPV, IRR Net B/C, dan Gross B/C, dan PP. Meskipun perubahan tersebut mempengaruhi nilai NPV, IRR Net B/C, Gross B/C, dan PP agroindustri kopi luwak tetap layak untuk diusahakan

karena perubahan nilai yang terjadi pada NPV yaitu Rp 2.900.974.979,75 (lebih besar dari nol), IRR menjadi 49,19 (lebih besar dari nol), Net B/C menjadi 4,27 (lebih besar dari nol), Gross B/C 1,91 (lebih besar satu), dari Pp 4,22 tahun (lebih pendek dari umur ekonomis usaha 10 tahun).

Penurunan jumlah produksi sebesar 10% mengakibatkan penurunan nilai NPV dengan laju kepekaan 0,66 IRR dengan laju kepekaan 0,41, Net B/C dengan laju kepekaan 0,65, Gross B/C dengan laju kepekaan 0,32, dan peningkatan nilai Pp dengan laju kepekaan 0,11. Penurunan jumlah produksi sebesar 10% berpengaruh tidak sensitif terhadap nilai NPV, IRR Net B/C, dan Gross B/C, dan PP . Meskipun terjadi Penurunan jumlah

(38)

IRR 45,66% (lebih besar dari tingkat suku bunga 14%), Net B/C 3,81 (lebih besar dari satu), Gross B/C adalah 1,81 (lebih besar dari satu), dan Pp 4,22 tahun (lebih pendek dari umur ekonomis usaha 10 tahun).

E. Analisis Prospek Pengembangan Agroindustri Kopi luwak

1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Saluran pemasaran kopi luwak di Lampung Barat diawali dari kelompok tani pembuat kopi luwak yang menjual kepada pedagang besar, lalu ke konsumen atau konsumen langsung membeli kepada produsen kopi luwak . Alur pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 4(halaman 53). Harga kopi luwak yang dijual kepada pedagang pngecer tersebut adalah bekisar antara Rp. 600.000,00 sampai Rp. 700.000,00 per kg. Akan tetapi, terkadang pengusaha kopi luwak juga menjual kopi luwak tersebut secara langsung kepada konsumen. Biasanya konsumen langsung datang ke rumah pengusaha untuk membeli secara langsung. Harga kopi luwak yang

diberikan oleh pengusaha untuk pembelian secara langsung adalah Rp. 650.000,00/kg.

(39)

langsung ketempat produksi membeli kopi dan membayar secara langsung. Pembelian melalui pesanan dilakukan dengan cara menstranfer uang ke rekening pengusaha kopi luwak , kemudian kopi dikirim ke alamat pemesan.

Berbagai daerah menjadi daerah distribusi pemasaran kopi luwak. Daerah-daerah tujuan pemasaran tersebut tersebar mulai dari Daerah-daerah sekitar lokasi, luar lokasi usaha, dan bahkan luar kabupaten. Daerah-daerah tujuan pemasaran kopi luwak selain daerah sekitar desa, antara lain adalah Bandar Lampung, Palembang, Jambi, Jakarta, Bandung, Bali dan Kalimantan . Daerah- daerah pemasaran tersebut menunjukkan bahwa kopi luwak yang dihasilkan telah banyak diminati di berbagai daerah di dalam maupun di luar provinsi. Hal tersebut merupakan prospek yang baik bagi usaha

pengembangan agroindustri kopi luwak di Lampung Barat.

2. Aspek Teknis

Kegiatan produksi yang dilakukan oleh pengusaha kopi luwak tidak

(40)

tidak mengalami kendala dalam hal pengadaan bahan baku dan bahan penunjang.

Kebutuhan peralatan disesuaikan dengan kopi yang akan di produksi

menjadi kopi luwak setiap kali proses produksi. Proses produksi kopi luwak hanya membutuhkan dua jenis mesin yang digunakan untuk menggupas kulit dan menggoreng kopi. Namun pada agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku hanya terdapat seorang pengusaha yang memiliki peralatan berupa mesin pengupas kulit dan penggorengan yaitu bapak Sapri

selebihnya masih tradisional.

Penggunaan teknologi tambahan adalah salah satu faktor yang juga dapat meningkatkan prospek pengembangan agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku. Penggunaan teknologi tambahaan pada mesin

penggorengan adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar bagian tenaga kerja dapat dikurangi sehingga bagian keuntungan bagi pemilik agroindustri dapat bertambah. Sebab, pada dasarnya nilai tambah yang terbentuk adalah nilai tambah kotor karena belum dikurangi biaya pemakaian tenaga kerja

3. Aspek Manajemen dan Organisasi

(41)

perencanaan produksi, pelaksanaan produksi dan pengendaliannya. Jika dilihat dari aspek organisasi, agroindustri kopi luwak memiliki struktur organisasi sebagai:

.

Gambar 6. Struktur organisasi kopi luwak, 2011

Pada Gambar 6 menunjukan bahwa tipe organisasi agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku adalah tipe organisasi garis dimana wewenang mengalir langsung dari pimpinan kepada bawahan. Pada struktur organisasi tersebut pemilik usaha kopi luwak tersebut langsung membawahi karyawan dengan bidangnya masing-masing dan saling bekerja sama melaksanakan kegiatan produksi dan mengendalikan manajemen produksi.

Perencanaan produksi yang dilakukan bertujuan agar proses produksi dapat sesuai dengan frekuensi produksi yang dijalankan. Pelaksanaan dan

pengendalian produksi dilakukan sesuai dengan perencanaan produksi dan pada beberapa agroindutri kopi luwak pengusaha kopi luwak hanya

melakukan pelaksanaan sesuai pesanan oleh konsumen saja.

Direktur/Pemilik

Karyawan Bagian Proses/Pengemasan Karyawan Bagian

(42)

Pengendalian dilakukan oleh pengusaha untuk menjaga kualitas mutu serta keaslian dari kopi luwak tersebut agar tetap diterima oleh pasar . Bentuk pengendalian diantaranya adalah mengendalikan waktu pada proses

penggorengan dan menjaga kualitas bahan baku kopi yang digunakan serta mengunakan jasa seseorang penikmat kopi. Hal ini dilakukan agar citarasa kopi luwak yang dihasilkan merupakan citarasa terbaik

Dilihat dari aspek manajemen dan organisasi, agroindustri kopi luwak dapat mendukung prospek pengembangan agroindustri kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat. Dari aspek manajemen dan organisasi pengusaha kopi luwak dapat mengembangkan agroindustri yang tadinya hanya berskala rumah tangga menjadi suatu industri kecil karena tenaga kerja yang digunakan dalam agroindustri kopi luwak cukup banyak lebih dari 5 orang pekerja. Dalam Industri kecil tenaga kerja yang digunakan adalah 5 - 19 orang, industri sedang tenaga kerja yang digunakan 20 -19 orang, dan industri besar tenaga kerja yang digunakan 100 orang atau lebih.

Dengan dimilikinya potensi tenaga kerja yang cukup banyak tersebut

(43)
[image:43.595.132.482.136.291.2]

Berikut ini bagan organisasi lini dan staf yang dapat dibentuk oleh pengusaha kopi luwak.

Gambar 7 Usulan organisasi lini dan staf agroindustri kopi luwak

4. Aspek Dampak Lingkungan Hidup

Aspek lingkungan merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu kegiatan usaha karena setiap usaha yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya. Aspek dampak lingkungan

hidup, yakni berkaitan dengan komponen lingkungan hidup yang harus di pertahankan dan di jaga serta di lestarikan fungsinya seperti hutan lindung, sumber daya manusia, keankeragaman hayati, dan kenyaman lingkungan.

Bahan baku yang digunakan pada agroindustri kopi luwak adalah kopi segar dan bahan pembantunya binatang musang atau luwak. Luwak yang

digunakan berumur 2 tahun karena sudah dapat memakan kopi segar dengan baik.

Direktur/Pemilik

Manajer A Manajer B

(44)

Ciri-ciri luwak yang berumur 2 tahun adalah muka berwarna abu-abu kecoklatan dan ekor hitam mulus dengan panjang total sekitar 90cm. Luwak dibeli dari para penjerat musang yang berasal dari hutan lindung di Kabupaten Lampung Barat dengan harga berkisar Rp 350.000,00 sampai Rp 1.500.000,00.

Luwak yang dibeli dari para penjerat tersebut lalu dikandangkan dengan sistem pengandangan satu kandang untuk satu ekor luwak. Luwak yang biasa hidup liar di hutan kemudian dikandangkan pada awalnya tidak mau makan kopi ini berlangsung kurang lebih selama 2 minggu setelah itu luwak tersebut baru kembali normal. Pengandangan Luwak ini memiliki dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positifnya yaitu dapat menjaga keberlangsungan hidup luwak tersebut karena luwak adalah hewan omnivora. Dengan dikandangkan hidup luwak akan lebih lama dibandingkan dengan hidup di hutan karena tidak saling serang dan kebutuhan makananny terjamin setiap harinya. Dampak negatif dari pengandangan luwak yaitu dengan meningkatnya perkembangan agroindustri kopi luwak akan merusak kelestarian hutan lindung karena para penjerat luwak akan semakin bertambah yang dapat menyebabkan kerusakan hutan selain itu kotoran luwak terbesut

(45)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Kopi yang diolah menjadi kopi luwak pada agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat memberikan nilai tambah sebesar 28,66%.

2. Agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat secara finansial layak dijalankan dengan nilai NPV 3.052.843.716,56, IRR 52,35%, Net B/C 4,73, Gross B/C 2,01 dan Pp 4,07.

3. Agroindustri kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat adalah usaha yang memiliki prospek

(46)

B. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah dilakukan penelitian dan analisis adalah : 1. Hasil penelitian mengenai dampak lingkungan agroindustri kopi luwak

menunjukan adanya ancaman kerusakan lingkungan hutan dan populasi luwak, untuk itu diharapkan bagi pemerintah setempat khusunya Dinas Kehutanan, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan memperhatikan serta menjaga populasi luwak seiring terus berkembangnya agroindustri kopi luwak.

2. Pengusaha kopi luwak sebaiknya terus mengembangkan usaha agroindustri kopi luwak karena dari hasil penelitian agroindustri kopi luwak layak dijalankan pada batas suku bunga maksimal 14%. 3. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian mengenai strategi

(47)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Ruang lingkup agroindustri

Menurut Austin (1981), ruang lingkup agroindustri adalah industri yang mengolah hasil-hasil pertanian termasuk di dalamnya tanah dan tanaman sebagai sumber daya modal. Industri pengolahan biasanya didirikan tidak jauh dari pusat-pusat produksi pertanian, hal ini dilakukan untuk memperoleh tenaga kerja dari daerah pedesaan sehingga dapat membuat biaya produksi rendah. Penempatan agroindustri hilir di daerah pedesaan sangat penting artinya karena dapat menciptakan lapangan kerja bagi pengumpul produk pertanian, pengolah produk pertanian, pembuat kemasan produk pertanian, penyalur, sektor angkutan, dan sektor perdagangan.

Menurut Soekartawi (2000), agroindustri dapat diartikan dua hal, yaitu pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Studi agroindustri pada konteks ini adalah menekankan pada food processing management dalam suatu perusahaan produk olahan yang bahan

(48)

suatu pendekatan pembangunan pertanian dapat dilihat dari kontribusinya, yaitu kegiatan agroindustri mampu meningkatkan pendapatan pelaku agroindustri, mampu menyerap banyak tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong tumbuhnya industri yang lain.

Agroindustri diatas dapat dilihat sebagai suatu industri yang merupakan suatu subsistem agribisnis, yaitu kegiatan yang memproses dan mentransformasikan produk produk mentah hasil pertanian menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang dapat langsung dikonsumsi atau digunakan dalam proses produksi. Ada tiga kegiatan utama dalam agroindustri yang merupakan suatu sistem, yaitu kegiatan pengadaan bahan baku, kegiatan pengolahan, dan kegiatan pemasaran.

2. Kopi luwak

(49)

Menurut Anonim (2001), pada saat biji berada dalam sistem pencernaan luwak, terjadi proses fermentasi secara alami selama kurang lebih 10 jam. Fermentasi pada pencernaan luwak meningkatkan kualitas kopi karena selain barada pada suhu fermentasi optimal 24 - 260 Celcius juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Kandungan protein kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa karena perombakan protein melalui fermentasi lebih optimal. Protein ini berperan sebagai pembentuk rasa pahit pada kopi saat disangrai sehingga kopi luwak tidak sepahit kopi biasa karena kandungan proteinnya rendah.

Menurut Syaiful (2011), kopi luwak memiliki berbagai keistimewaan diantaranya:

a. Kopi luwak berasal dari biji kopi terbaik. Naluri hewan luwak akan memilih biji kopi paling matang yang biasanya berwarna merah. Bisa dipastikan, 90 persen biji kopi yang dihasilkan oleh hewan luwak adalah yang benar-benar matang, bukan yang mentah. Ini memberi keuntungan, karena pada kopi biasa kemungkinan ada pencampuran antara biji kopi yang mentah dan matang, yang tentunya bisa mengurangi kualitas kopi. b. Kopi luwak sudah mengalami proses fermentasi secara alami di dalam

pencernaan hewan luwak. Proses fermentasi alami dalam perut luwak memberikan perubahan komposisi kimia pada biji kopi dan dapat meningkatkan kualitas rasa kopi, karena selain berada pada suhu

(50)

Oleh sebab itu, rasanya kopi luwak beda dengan kopi biasa. Kopi luwak mempunyai aroma yang khas tiada duanya, rasanya nikmat, dan

mengandung khasiat menambah energi.

c. Kopi luwak mengandung kafein yang sangat rendah, hanya sekitar 0,5% – 1%. Rendahnya kadar kafein kopi luwak ini disebabkan oleh proses fermentasi dalam sistem pencernaan luwak yang mampu mengurangi kadar kafein kopi sehingga dapat menciptakan kenikmatan pada kopi luwak dan aroma yang sangat harum, atau dengan kata lain, kopi tersebut menjadi murni.

d. Kopi luwak bisa meningkatkan stamina tubuh dan mencegah penyakit diabetes, sebab kopi yang dikeluarkan oleh hewan luwak telah mengalami proses fermentasi alami dan sudah diolah oleh orang-orang yang

berpengalaman serta menyulapnya menjadi kopi berkhasiat.

e. Kopi luwak mengandung protein yang lebih rendah dan lemak lebih tinggi. Protein terkait dengan rasa pahit pada kopi, semakin rendah protein, maka rasa kopi menjadi semakin tidak pahit.

f. Kopi luwak bebas dari pestisida, karena pestisida yang terdapat pada kopi telah dibersihkan secara alami di dalam perut luwak, sehingga kopi yang keluar bersamaan dengan feses luwak telah bebas dari kandungan pestisida yang berbahaya

3. Agroindustri berbasis kopi

(51)

dan Selatan, serta di Asia Pasifik. Selama abad ke 19, kopi menjadi komoditi penting dalam perdagangan internasional. Bagi sebagian besar negara-negara berkembang, komoditi kopi memegang peranan penting dalam menunjang perekonomiannya, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai mata pencaharian rakyat. Seiring dengan kemajuan teknologi dan gaya hidup yang berkembang di masyarakat, kopi tidak hanya diperdagangkan dalam bentuk biji kopi, untuk menambah harga jual dari kopi. Dewasa ini para pelaku usaha menawarkan berbagai macam inovasi kopi olahan, mulai dari kopi bubuk sampai minuman kopi instan.

Apriande (2009) menjelaskan bahwa kopi bukan saja diperdagangkan dalam bentuk tradisional green coffee (biji kopi mentah), namun juga dalam bentuk olahan setengah jadi dan bahan jadi siap pakai, diantaranya : (1) kopi

rendangan (roasted coffee); (2) kopi bubuk (powder coffee), hasil kopi rendangan yang telah digiling; (3) kopi ekstrak atau kopi cair (liquid coffee), yaitu kopi bubuk yang telah diolah dengan zat cair; (4) kopi instan yaitu kopi ekstrak yang diambil sarinya dengan jalan penguapan kandungan airnya; (5) kopi celup (coffee bags), yaitu kopi yang tak ubahnya seperti teh celup (Spillane). Kopi bubuk biasa merupakan hasil penggilingan biji kopi yang telah disangrai serta dibedakan menjadi corse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), dan fine (bubuk halus).

4. Pohon Agroindustri Kopi

(52)

dalam dosis rendah dapat mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran menjadi segar. Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman beraroma khas dan merangsang karena mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh, meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.

Tanaman kopi terdiri dari kopi arabika dan kopi robusta, sedangkan masyarakat Indonesia lebih banyak yang memilih kopi robusta untuk dikonsumsi. Dalam pembuatan kopi bubuk dengan menggunakan kopi robusta, tanaman kopi akan diambil buahnya berupa kopi glondong. Kopi glondong tersebut akan diambil bijinya (kopi beras) dan biji kopi tersebut dapat diproses menjadi kopi bubuk, sehingga biji kopi ini sangat bermanfaat dalam industri kopi bubuk.

Selain itu biji kopi juga bermanfaat untuk pakan ternak, industri pupuk

(53)
[image:53.595.154.492.98.441.2]

Gambar 1. Pohon Agroindustri Kopi, 2011

5. Proses pembuatan kopi luwak

Menurut Dinas Perkebunan Lampung Barat (20110, proses pembuatan kopi luwak sama dengan proses pembuatan kopi biasa, perbedaannya hanya pada proses fermentasi yang digantikan oleh luwak. Fermentasi terjadi di dalam perut luwak. Biji kopi tercampur dengan enzim - enzim yang ada di dalam perut luwak. Suhu di dalam perut luwak mencapai 26o C yang membantu proses fermentasi sempurna. Selanjutnya dilakukan proses pengolahan

Tanaman Kopi

Glondong Arabika

Glondong Kopi Robusta

Fermentasi

Kulit

Kopi Beras

Industri Pakan Ternak, Industri Pupuk

Industri Kopi Bubuk

Kulit

Kopi Beras

Industri Pakan Ternak, Industri Pupuk Organik

Industri Kopi Bubuk, Pupuk Organik

(54)

standar antara lain pencucian, pengeringan, penggorengan, penyortiran, penggilingan, pengemasan.

Menurut Gunawan (2011), tahapan proses pembuatan kopi luwak yang di lakukan oleh pengusaha kopi luwak di Kabupaten Lampung Barat :

a. Luwak memakan buah kopi yang matang yang terdapat sejenis aroma yang sangat khas hingga disukai luwak. Secara naluri luwak hanya memakan buah kopi yang benar-benar matang dan punya aroma khusus.

b. Buah kopi yang dimakan oleh luwak di proses melalui sistem pencernaan dan fermentasi terjadi dalam perut luwak. Biji kopi becampur dengan enzim-enzim yang ada di perut luwak. Suhu dalam perut luwak yang mencapai > 26oC membantu proses fermentasi sempurna. Kemudian dikeluarkan dalam bentuk kotoran berupa gumpalan memanjang biji kopi yang bercampur lendir.

c. Kotoran tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh.

d. Proses selanjutnya adalah dikeringkan dengan sinar matahari.

e. Biji kopi luwak yang sudah kering kemudian dikupas dari cangkangnya manjadi biji kopi luwak yang berbentuk green bean.

f. Kopi tersebut kemudian diambil biji kopinya, dibersihkan dengan cara mencuci sehingga tersisa biji kopi yang masih utuh.

g. Proses penggorengan green bean menjadi roasted bean. h. Penggilingan roasted bean menjadi kopi bubuk.

(55)
[image:55.595.227.341.130.575.2]

Urutan tahapan pembuatan kopi luwak dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses pengolahan kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat, 2011

Pengumpulan feces

Pencucian feces

Pengeringan biji kopi

Pengupasan kulit

Penggorengan biji mentah kopi

Penggilingan

Pengemasan

Penyimpanan Pencucian biji mentah kopi luwak

(56)

6. Analisis nilai tambah

Menurut Hardjanto (1991), nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut dapat berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility). Faktor yang mempengaruhi nilai tambah pada sistem pengolahan adalah faktor teknis dan non teknis.

Menurut Hardjanto (1991), faktor teknis meliputi unsur kualitas (mutu) produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi, penggunaan unsur tenaga kerja, jumlah bahan baku, dan input penyerta. Faktor ini mempengaruhi harga jual produk, sedangkan faktor non teknis (faktor pasar) meliputi harga jual output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, informasi pasar, modal investasi teknologi, dan nilai input lainnya. Faktor non teknis dapat mempengaruhi faktor konversi (banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku) dan biaya produksi.

Menurut Hayami (1987), tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk menaksir balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung dan pengelola. Analisis nilai tambah metode Hayami memperkirakan perubahan bahan baku setelah mendapatkan perlakuan. Analisis nilai tambah menurut Hayami mempunyai kelebihan, yaitu :

a. Produktivitas produksi, di mana rendemen, pangsa ekspor dan efisiensi tenaga kerja dapat diestimasi.

(57)

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami pada subsistem pengolahan adalah :

a. Faktor konversi, menunjukkan banyaknya keluaran (output) yang dihasilkan dari satu satuan masukan (input).

b. Koefisien tenaga kerja, menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan masukan

c. Nilai keluaran, menunjukkan nilai keluaran yang dihasilkan dari satu satuan masukan.

7. Analisis finansial kelayakan usaha

Analisis finansial merupakan perbandingan antara pengeluaran dan penerimaan suatu usaha, apakah usaha itu akan menjamin modalnya akan kembali atau tidak. Analisis finansial juga mencakup perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, prakiraan pendapatan, perhitungan kriteria investasi secara jangka panjang.

Menurut Kadariah (2001), ada beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam analisis finansial, yaitu Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Payback Period, Net Present Value, dan Internal Rate of Return.

a. Gross B/C Ratio

Gross Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present

value dari benefit kotor dengan jumlah present value dari biaya kotor.

(58)

 

 

     n t t n t t i Ct i Bt C GrossB 0 0 1 1 / ) 1 ...( ... ... ... ... ... ... dimana :

Bt = Penerimaan (benefit) pada tahun ke-i Ct = Biaya (Cost) pada tahun ke-i

i = suku bunga (%) n = umur proyek (tahun)

Kriteria pada pengukuran ini adalah :

1.Jika Gross B/C > 1, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan. 2.Jika Gross B/C < 1, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan. 3.Jika Gross B/C = 1, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

b. Net B/C Ratio

Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah

didiscount faktor positif dengan net benefit yang telah didiscount negatif. Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai :

 

 

       n t t n t t i Bt Ct i Ct Bt C NetB 0 0 1 1 / ) 2 ....( ... ... ... ... ...

dimana : t = tahun ke 1,2,3 dst n= umur proyek (tahun) Kriteria pada pengukuran ini adalah :

(59)

c. Payback Period

Payback Period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang didasarkan

pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari suatu proyek. Secara matematis Payback Period dapat dirumuskan sebagai :

 

Ab Ko

PP 1 tahun ... (3)

dimana:

Pp = payback periode I0 = investasi awal

Ab = manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode

Kriteria pengukuran kelayakan melalui metode Payback Period adalah: 1.Jika masa PP lebih pendek dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut

layak untuk dijalankan

2.Jika masa PP lebih lama dari umur ekonomis usaha, maka proyek tersebut tidak layak untuk dijalankan

d. Net Present Value (NPV)

Perhitungan Net Present Value merupakan nilai benefit yang telah didiskon dengan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) sebagai discount factor. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai :

 

n

t

t

t

Ct

Bt

NPV

1

1

………. .…….. (4)

(60)

dimana : Bt = Manfaat dari proyek

C = Biaya (cost) pada tahun ke-i n = Umur proyek (tahun) i = Discount Rate

Kriteria penilaian adalah :

1. Jika NPV > 0, maka kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan 2. Jika NPV < 0, maka kegiatan usaha tidak layak untuk dilaksanakan 3. Jika NPV = 0, maka kegiatan usaha dalam keadaan break event point

e. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang

menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek, dengan kata lain tingkat, suku bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai :

) 2 2 ( 2 1 1 1 I I NPV NPV NPV I IRR         

 ……… (5)

dimana : NPV1 = Present Value positif NPV2 = Present Value negatif

i1 = discount faktor, jika NPV >0 i2 = discount faktor, jika NPV < 0

Dengan kriteria:

(61)

8. Analisis Sensitivitas

Pada saat suatu usaha telah diputuskan untuk dilaksanakan berdasarkan pada perhitungan dan analisa serta pada hasil evaluasi (NPV, B/C, IRR). Ternyata di dalamnya tidak tertutup kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan dalam perhitungan, maupun terjadi perhitungan yang meleset yang dikarenakan ketidakstabilan harga faktor- faktor produksi maupun harga kopi bubuk itu sendiri. Adanya kemungkinan-kemungkinan tersebut, berarti harus diadakan analisa kembali untuk mengetahui sejauh mana dapat diadakan penyesuaian-penyesuaian sehubungan dengan adanya perubahan harga tersebut. Tindakan menganalisa kembali ini dinamakan Sensitivity Analysis.

Sensitivity analisis bertujuan untuk melihat apakah yang akan terjadi pada

(62)

a. Kenaikan dalam biaya produksi ataupun peralatan yang digunakan, b. Perubahan dalam harga jual hasil produksi, misalnya karena harga kopi

yang turun atau malah naik di pasaran,

c. Terjadinya kesalahan perhitungan dalam hasil per hektar, d. Keterlambatan dalam proses pelaksanaan proyek,

e. Adanya perubahan dalam volume hasil produksi, dan lain-lain.

Variabel harga jual dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan tetap setiap tahunnya. Analisis finansial menggunakan harga produk dan biaya pada tahun pertama analisis sebagai nilai tetap, walaupun dalam keadaan nyata kedua variabel tersebut dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Dengan demikian analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai berapa persen penurunan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan (Kasmir, 2003).

9. Prospek Pengembangan Agroindustri

Menurut Ibrahim (1997), ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu proyek. Tahapan-tahapan tersebut antara lain tahapan pengujian. Tahapan pengujian digolongkan dalam beberapa aspek antara lain:

a. Aspek pasar

(63)

b. Aspek teknis

Aspek teknis juga dikenal sebagai aspek produksi. Penilaian terhadap aspek ini penting untuk dilakukan sebelum usaha ini dijalankan. Aspek teknis mencakup lokasi proyek yang diusahakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, dan jumlah investasi yang diperlukan serta membuat rencana produksi selama umur ekonomis proyek. Secara keseluruhan aspek teknis ini akan dinilai bekerja secara efisien atau tidak, karena pada akhirnya efisiensilah yang akan menentukan salah satu faktor besar kecilnya laba yang akan diperoleh agroindustri.

c. Aspek manajemen dan organisasi

Manajemen yang baik merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan. Kemudian tujuan perusahaan dapat terlaksana dan tercapai jika ada tempat atau wadah untuk melakukan kegiatan tersebut. Tempat atau wadah ini kita kenal dengan nama organisasiyang tergambar dalam struktur organisasi perusahaan. Aspek oraganisasi dan manajemen mancakup bentuk organisasi dan jumlah tenaga kerja, serta keahlian yang diperlukan.

d. Aspek finansial

Aspek finansial mencakup perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, prakiraan pendapatan,

(64)

e. Aspek Dampak Lingkungan Hidup

Aspek lingkungan merupakan aspek yang sangat penting bagi suatu kegiatan usaha karena setiap usaha yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya. Hidup, yakni berkaitan dengan komponen lingkungan hidup yang harus di pertahankan dan di jaga serta di lestarikan fungsinya seperti hutan lindung, sumber daya manusia, keankeragaman hayati, dan kenyaman lingkungan.

10. Kajian penelitian terdahulu

Menurut Lova (2007), pada penelitian tentang analisis finansial dan ekonomi usahatani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus: (1) menguntungkan, baik secara finansial maupun ekonomi, (2) memiliki keunggulan komparatif, namun keuntungan dan keunggulan komparatif tersebut peka terhadap peningkatan harga input privat dan bayangan 12,69% atau harga jual kopi turun menjadi 55,34% atau

volume produksi turun 30%, dan (3) pemasaran kopi yang terbentuk tidak efisien, didasarkan pada: terbentuk lima saluran pemasaran dengan distribusi margin pemasaran dan RPM masing-masing saluran pemasaran tidak merata. Perilaku pasar mengarah pada proses penentuan harga oleh pedagang,

sedangkan petani hanya sebagai penerima harga (price taker); dan struktur pasar yang terbentuk mengarah pada bentuk pasar oligopsoni.

(65)

analisis menunjukkan bahwa adanya peluang yang sangat besar terhadap permintaan kopi di pasar domestik untuk proses lebih lanjut berupa kopi bubuk, namun kelembagaan pasar yang ada kurang mendukung. Hal ini bisa dikuatkan dari sistem pemasaran yang dilalui oleh petani masih perlu adanya pembenahan saluran pemasaran dan hanya sekitar 1,78 persen yang diolah menjadi bahan siap saji. Permintaan dunia masih terbuka lebar bagi kopi Indonesia terbukti dengan kebutuhan pasar dunia semakin bertambah.

Menurut Putri (2010), pada analisis nilai tambah, kelayakan finansial, dan strategi pengembangan agroindustri kopi bubuk organik di Desa Gunung Terang Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat menunjukkan bahwa agroindustri kopi bubuk organik ini secara finansial layak untuk dikembangkan dan menguntungkan. Pengaruh yang diberikan oleh perubahan kenaikan biaya produksi sebesar 5,08%, penurunan harga jual sebesar 19,36%, dan kenaikan suku bunga sebesar 6% tidak sensitif terhadap nilai Gross B/C.

(66)

B. Kerangka Pemikiran

Agro

Gambar

Tabel 3. Luas areal dan produksi kopi robusta per kabupaten/kota di Propinsi                Lampung tahun 2009
Tabel 10. Sebaran usia  responden pengusaha kopi luwak di Pekon Way  Mengaku Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat tahun 2011
Tabel 11. Sebaran responden pengusaha kopi luwak berdasarkan tingkat                  pendidikan di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit             Kabupaten Lampung Barat tahun 2011
Tabel 13.  Sebaran jumlah tanggungan keluarga responden pengusaha   Kopi luwak di Pekon Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit      Kabupaten Lampung Barat, 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rp.1.596,46. Nilai ini diperoleh dari pembagian biaya total rata-rata bahan lain sebesar Rp. Harga rata-rata kopi bubuk organik sebesar Rp. 43.000,00 per kilogram merupakan nilai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan daerah pemukiman di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2005 sampai dengan tahun

Analisis Perkembangan Pemukiman dan Kebun Kopi di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Studi Kasus di Dusun Sidomakmur, Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat). Dibimbing

Skripsi berjudul: Analisis Ketersediaan Bahan Baku dan Nilai Tambah Serta Prospek Pengembangan Agroindustri Kopi Bubuk di Kecamatan Sumber Wringin telah diuji dan

Kesimpulan kegiatan PKM ini adalah: (1) Pengabdian masyarakat “Demplot Pembibitan Kopi Liberika di Desa Puralaksana, Kecamatan Way Tenong, Sumberjaya, Kabupaten Lampung

1. Skripsi yang berjudul “Eksistensi Kebudayaan Pertunjukan Pesta Sekukha Pada Masyarakat Suku Lampung di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat. Yang di

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kegiatan pengolahan kopi luwak green beans pada Agroindustri “Buana Putra” dimulai dari penyortiran, pencucian, penjemuran,

Analisis Jaringan Transportasi Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat – Kota Bandar Lampung.. Fathur Rohman