• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KIMIA DAN UMUR SIMPAN BUAH PISANG MULI (Musa sp.) DALAM PENYIMPANAN DINAMIS UDARA-CO2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERUBAHAN KIMIA DAN UMUR SIMPAN BUAH PISANG MULI (Musa sp.) DALAM PENYIMPANAN DINAMIS UDARA-CO2"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

CHEMICAL COMPOSITION CHANGES AND SHELF LIFE OF “MULI” BANANA (Musa sp.) AT THE AIR-CO2 DYNAMIC CONDITIONS

By

DESTIANA SARI

Muli banana (Musa sp.) was one of competitive valuable of commodities of Lampung Province. As a perishable commodity, Muli banana will continue its respiration and other metabolism process after picking it from the field. During postharvest processes, the product was releasing CO2 and H2O, and consuming O2. After harvesting, the product would loss of performance such as peel color, which would change from yellow green to brown, even sometimes to black. The quality of the product was also decreased for only few days of storage. To overcome these problems, it was needed to look for handling alternative of the product.

The research aimed to study of the influence of temperature and air-CO2 dynamic composition towards the chemical composition change and shelf life of Muli bananastored at the air-CO2 dynamic conditions and different temperature. This research proposed to inform about how to handle the product by storing it at the air-CO2 dynamic conditions and in different temperature.

(2)

air-The research showed that the Muli banana which stored at low temperatures and some air-CO2 dynamic composition treatments could decreased its respiration rate, and could prolong its shelf life for as long as 10 days. The best air-CO2 composition was 10% air-10% CO2. The total soluble solid of fruit stored at room temperature was decreased faster than at low temperature. Total soluble solid of fruit control was higher than other treatments. The total acid of fruit stored at various gas (O2-CO2) composition at low temperature (10°C) was higher and it was decreased slowly than total acid of fruit stored at room temperature (29° -32°C). The shelf life of the fruit which stored at room temperature and low temperature was relatively same that was 10 days.

(3)

ABSTRAK

PERUBAHAN KIMIA DAN UMUR SIMPAN BUAH

PISANG MULI (

Musa sp.) DALAM PENYIMPANAN

DINAMIS UDARA-CO

2

Oleh DESTIANA SARI

Pisang muli merupakan salah satu jenis buah pisang yang banyak dihasilkan di provinsi Lampung. Pisang muli, sama seperti buah dan sayur pada umumnya, akan tetap melangsungkan proses respirasi dan metabolisme lainnya setelah dipanen. Selama melangsungkan proses ini dikeluarkan CO2 dan air, serta mengkonsumsi O2 yang ada disekitarnya. Penurunan laju respirasi buah selama penyimpanan akan berpengaruh terhadap umur simpannya. Oleh karena itu dibutuhkan sistem penanganan pascapanen yang tepat agar buah pisang muli dapat dipasarkan lebih baik. Penyimpanan dinamis udara–CO2 ini diduga sebagai cara yang baik untuk memperpanjang umur simpan buah pisang muli agar terjaga kesegaran dan mutunya.

(4)

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpanan buah pisah muli yang diberi berbagai perlakuan dengan kombinasi suhu dingin (10-12°C) dapat menekan laju respirasi, sehingga dapat memperpanjang umur simpan buah hingga 10 hari. Komposisi gas penyimpanan terbaik adalah pada perlakuan D (10% O2 : 10% CO2). Nilai Total Padatan Terlarut buah pisang muli yang diberi perlakuan pada suhu ruang menurun lebih cepat daripada penyimpanan di suhu dingin. Sedangkan nilai TPT buah kontrol lebih tinggi dibandingkan dengan buah pisang yang diberi perlakuan pada suhu ruang dan suhu dingin. Total asam buah pisang muli yang disimpan dengan berbagai komposisi gas (O2 - CO2 ) pada suhu dingin (10-12°C) lebih besar dan mengalami penurunan yang lebih lambat dibandingkan dengan total asam buah pisang muli yang disimpan pada suhu ruang (29°-32°C) dengan berbagai komposisi gas. Umur simpan buah pisang muli pada suhu ruang dan suhu dingin dapat bertahan hingga 10 hari.

Kata kunci : pisang Muli, penyimpanan dinamis udara-CO2, respirasi, total padatan

(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak orang yang menganggap remeh buah - buahan lokal dan lebih memilih buah impor karena kemasan yang lebih menarik dan tampak memiliki kualitas yang lebih baik meskipun harganya lebih mahal.

Buah-buahan dan sayuran adalah komoditas penting dalam kehidupan sehari-hari karena sangat dibutuhkan dalam menu makanan sebagai sumber utama vitamin, mineral dan serat gizi. Kebutuhan buah-buahan dan sayuran akan semakin

meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya pendapatan dan pendidikan masyarakat.

(6)

Pisang adalah salah satu tanaman yang paling banyak dijumpai di Indonesia. Tanaman pisang di Indonesia dapat tumbuh subur baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, dari yang beriklim basah sampai yang beriklim kering.

Buahnya setiap saat dapat kita jumpai karena tidak tergantung dengan musim (Satuhu dan Supriyadi, 2004). Mutu pisang yang baik sangat ditentukan oleh tingkat ketuaan buah dan penampakannya. Tingkat ketuaan buah diukur berdasarkan

umurnya, sedangkan penampakan yang baik diperoleh dari penanganan pasca panen

yang baik. Selain itu, mutu yang baik merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi

bila buah pisang akan dipasarkan ke luar negeri.

Produksi tanaman pisang di Indonesia cukup besar. Pada tahun 2005 produksinya mencapai 5.177.608 ton dengan luas panen seluas 101.465 Ha. Sedangkan pada tahun 2009 produksinya mencapai 6.373.533 ton dengan luas panen seluas 119. 018 Ha (Deptan, 2008).

(7)

Permintaan pisang Muli semakin meningkat karena masyarakat mulai cenderung mengkonsumsi buah segar untuk alasan kesehatan. Pisang Muli sangat disukai masyarakat karena rasanya yang manis, aromanya harum, dan bergizi.

Namun buah pisang Muli dari Indonesia belum mampu berperan nyata sebagai komoditas ekspor yang dapat diandalkan. Kemungkinan salah satu kendalanya adalah penanganan pascapanen yang kurang tepat sehingga buah pisang Muli Indonesia belum memiliki daya saing di pasar internasional.

Buah-buahan memiliki umur simpan yang pendek sehubungan dengan

percepatan-percepatan reaksi fisiologis seperti respirasi. Luka bekas pengupasan dan pemotongan menyebabkan meningkatnya laju respirasi yang mengakibatkan penurunan kualitas dan pendeknya umur simpan (Shewfelt, 1987).

Pisang Muli, sama seperti buah dan sayur pada umumnya, akan tetap

melangsungkan proses respirasi dan metabolisme lainnya setelah dipanen. Selama melangsungkan proses ini dikeluarkan CO2 dan air, serta mengkonsumsi O2 yang ada di sekitarnya. Selain itu, kesegaran buah pisang Muli tidak tahan lama setelah dipanen. Penampakan atau wujud buah sangat mudah sekali menurun

(8)

Kematangan buah merupakan suatu tahap perkembangan buah sebelum mencapai tahap kelayuan (senescense). Buah yang laju respirasinya tinggi umumnya lebih cepat rusak, sedangkan buah yang memiliki laju respirasi rendah mempunyai umur simpan yang lebih lama. Penghambatan respirasi ini, dapat dilakukan apabila diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor eksternal

merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju respirasi yaitu suhu, etilen, oksigen yang tersedia, karbon dioksida, uap air, zat-zat pengatur

pertumbuhan dan kerusakan buah (Pantastico, 1989).

Oleh karena itu, perlu adanya upaya penanganan pascapanen yang tepat agar pemasaran buah pisang Muli dapat menjadi lebih baik. Untuk menjadikan buah pisang Muli yang berdaya jual tinggi maka dibutuhkan suatu hasil produk yang berkualitas dan tidak mudah rusak. Salah satu cara untuk memperlambat proses kerusakan pisang Muli adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah yang dikombinasikan dengan teknik penyimpanan dinamis udara-CO2. Penyimpanan dinamis udara-CO2 merupakan teknik penyimpanan, di mana udara dan

karbondioksida (CO2) diatur sedemikian rupa konsentrasinya, sehingga diperoleh kesetimbangan konsentrasi yang dapat memperpanjang umur simpan buah pisang.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mencoba meneliti tentang

―Perubahan Kimia dan Lama Simpan Buah Pisang Muli pada Penyimpanan

(9)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan dan komposisi udara-CO2 terhadap perubahan kimia dan umur simpan buah pisang Muli pada penyimpanan dinamis udara-CO2.

C. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan informasi dalam penanganan pascapanen buah pisang Muli dengan melakukan penyimpanan dinamis udara-CO2 untuk

memperpanjang umur simpan buah pisang Muli.

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pisang

Hampir semua lapisan masyarakat Indonesia mengenal buah pisang. Buah pisang termasuk ke dalam golongan buah klimakterik. Penyebarannya sangat luas mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik yang dibudidayakan di lahan khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun atau halaman rumah.

Gambar 1. Buah Pisang

(11)

mangandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan terigu (Prabawati dkk, 2008).

Ahli sejarah dan botani mengambil kesimpulan bahwa asal muasal tanaman pisang adalah Asia Tenggara. Oleh penyebar agama Islam pisang disebarkan ke sekitar Laut Tengah, dari Afrika Barat menyebar ke Amerika Selatan dan

Amerika Tengah. Asia Tenggara, termasuk Indonesia, disebut sebagai sentra asal tanaman ini. Penyebaran pisang hampir ke seluruh dunia meliputi daerah tropik dan subtropik, dimulai dari Asia Tenggara ke timur melalui Lautan Teduh sampai ke Hawaii dilanjutkan ke barat melalui Samudera Atlantik, Kepulauan Kenari sampai Benua Amerika. Oleh karena itu, tanaman pisang kini telah menjadi tanaman dunia karena telah tersebar ke seluruh penjuru dunia (Satuhu dan Supriyadi, 2004).

Berdasarkan cara konsumsinya, pisang dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu banana dan plaintain. Banana adalah pisang yang lebih sering dikonsumsi dalam bentuk segar setelah matang, contohnya pisang ambon, susu, raja, seribu dan sunripe. Sedangkan plaintain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dibuat kolak, contohnya adalah pisang kepok, siam, tanduk, dan uli (Anonim, 2011).

(12)

ketahanan simpannya relatif lama. Sebaliknya, buah yang bermutu baik memiliki ketahanan simpan yang relatif singkat (Suhardiman, 1997).

Tingkat ketuaan buah selain dapat menentukan mutu buah pisang diantaranya akan mempengaruhi kandungan kimia dan gizi dalam buah. Tingkat ketuaan buah dapat dilihat secara fisik atau dapat ditentukan dari umurnya. Secara fisik lebih mudah dilihat karena tanda-tanda ketuaan mudah diamati. Salah satu perubahan fisik yang dapat dilihat adalah warna kulit buah pisang (Satuhu dan Supriyadi, 2004).

Pisang yang dibiarkan masak di pohon akan memiliki cita rasa (flavor) yang lebih baik dibandingkan buah pisang yang matang karena diperam. Pisang biasanya dipanen sewaktu masih hijau, tetapi sudah cukup tua secara fisiologis.

Kematangan pisang berkaitan dengan perubahan warna kulit, yaitu dari hijau, kuning, sampai timbulnya bercak-bercak cokelat. Pisang sudah mencapai kematangan optimum ketika seluruh kulitnya berwarna kuning. Proses sudah selesai dan memasuki pembusukan ketika bercak cokelat muncul. Terakhir, bila bintik cokelat sudah merata, berarti pisang mulai membusuk (Anonim, 2003).

(13)

Derajat kematangan optimal buah pisang Muli ditunjukkan dengan kulit berwarna kuning penuh dan ujung hijau, sesuai dengan tabel kematangan buah pisang (Banana Research Advisory Commite, 1969 dalam Satuhu dan Supriyadi, 2004) dan berukuran seragam. Selain tanda-tanda fisik tersebut, tingkat ketuaan buah juga dapat dilihat dari umurnya. Waktu yang diperlukan dari saat tanam sampai panen rata-rata 12-15 bulan

(Sianturi, 2008).

B. Nilai Gizi Buah Pisang

Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan kalsium, juga mengandung vitamin B, B6 dan C serta seretonin yang aktif sebagai

(14)

Tabel 1. Nilai Gizi Buah Pisang per 100 gram

Nutrisi

Pisang (acuminata) Plantain Group

Segar Kering Segar Kering

Sumber : USDA dalam Suhardiman (1997)

Tabel 2. Kandungan Vitamin Buah Pisang per 100 gram

Vitamin Nilai Persentase (%)

Vitamin A 3 mg 0%

(15)

C. Fisiologi Pasca Panen

Pisang tergolong buah klimakterik, ditandai dengan peningkatan CO2 secara mendadak, yang dihasilkan selama pematangan. Klimakterik adalah suatu periode mendadak yang khas pada buah-buahan tertentu, dimana selama proses tersebut terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses pembentukan etilen. Hal tersebut ditandai dengan terjadinya proses pematangan (Syarief dan Irawati, 1988).

Buah pisang, seperti buah-buahan lain pada umumnya, merupakan komoditas yang mudah rusak. Kerusakan dapat disebabkan oleh kerusakan mekanis, fisik, dan mikrobiologis serta fisiologis. Kerusakan mekanis yang sering terjadi antara lain karena lecet, terkelupas dan memar. Kerusakan mikrobiologis terjadi akibat infeksi oleh adanya aktivitas mikroorganisme. Kerusakan fisiologis disebabkan oleh reaksi metabolisme dalam bahan yang terjadi secara alamiah sehingga mengakibatkan terjadinya pembusukan. Kerusakan fisiologis setelah panen dapat terjadi karena beberapa sebab, misalnya penguapan air (transpirasi), pernapasan (respirasi), dan perubahan biologis lainnya. Masalah utama panen dan pascapanen sebagian besar berkaitan dengan kerentanan buah terhadap kerusakan fisik dan busuk akibat cendawan patogen (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).

Aktivitas fisiologis pada buah dan sayuran dalam beberapa hal dapat

(16)

D. Penyimpanan

1. Penyimpanan pada Suhu Rendah

Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran segar adalah untuk memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya. Selain dari itu juga menghindari banjirnya produk ke pasar, memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk.

Walaupun data mengenai jumlah kerusakan pasca panen sayuran/buah-buahan di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun dari data yang berhasil

dikumpulkan diperkirakan bahwa kerusakan tersebut mencapai lebih dari 25%. Kerusakan tersebut terutama disebabkan karena penanganan pasca panen (termasuk pengepakan dan pengangkutannya) yang kurang baik, suhu rata-rata harian dan kelembaban udara di Indonesia yang cukup tinggi, serta belum adanya sistem pengawetan yang memadai yang diterapkan untuk komoditas tersebut (Anggibitho, 2010).

Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian suhu atau pendinginan, karena sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara yang ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah-buahan segar (Pantastico,1989).

Tujuan penyimpanan suhu dingin (cool storage) adalah untuk mencegah

(17)

diterima oleh konsumen selama mungkin. Pendinginan pada suhu di bawah 10°C

kecuali waktu yang sangat singkat tidak mempunyai pengaruh yang

menguntungkan bila komoditas itu peka terhadap cacat suhu rendah (chilling injury) (Winarno, 1990).

Penyimpanan pada suhu rendah diperlukan karena dapat menekan aktivitas respirasi dan metabolisme, mengurangi proses penuaan karena adanya proses pematangan, menekan kehilangan air dan pelayuan, perubahan warna dan tekstur, menunda proses pelunakan dan pembusukan, mencegah kerusakan karena

aktivitas mikroba, serta mengurangi proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki. Suhu penyimpanan optimum untuk masing-masing buah berbeda-beda

(Wahyuningsih, 2010).

Berbagai kerusakan sayuran yang diakibatkan oleh mikroba dapat dihindari dengan menyimpan pada suhu rendah, karena sebagian mikroba tidak dapat hidup pada suhu rendah. Proses pendinginan sehari-hari umumnya menggunakan suhu antara 1 derajat – 4 derajat Celcius. Sedangkan pendinginan beku menggunakan suhu di bawah 0 derajat Celcius sekitar –1,5 ± 0,2 derajat Celcius, dapat

digunakan untuk menyimpan bahan pangan antara 9 – 10 minggu. Proses

pendinginan ini biasanya disebut dengan Chilling. Selain suhu, kelembaban, udara juga berpengaruh terhadap proses penyimpanan. Sehingga kombinasi keduanya sangat diperlukan untuk mendapatkan daya simpan optimum yang dikehendaki (Dinas Pertanian DIY, 2011).

(18)

melakukan proses metabolisme secara normal. Biasanya komoditas yang disimpan kelihatan bagus jika baru dikeluarkan dari suhu dingin, tetapi setelah dibiarkan beberapa waktu pada keadaan yang lebih hangat (di luar) mulai timbul beberapa kelainan misalnya ada lekukan, cacat, bercak-bercak kecoklatan pada permukaan, penyimpangan warna di bagian dalam, atau gagal matang

(Muchtadi,1992).

Pada suhu rendah, aktifitas metabolisme termasuk pernafasan buah tersebut menjadi lambat, sehingga proses pematangan buah juga menjadi lebih lambat. Oleh sebab inilah mengapa sayuran atau buah-buahan yang disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas) menjadi tahan lama disimpan. Meskipun demikian, ternyata cara pendinginan tidak dapat dilakukan terhadap semua jenis sayuran atau buah-buahan. Sering kita temukan bahwa buah-buahan yang kita simpan di dalam lemari pendingin menjadi berbintik-bintik cokelat dan rasanya pun menjadi tidak enak. Inilah yang dikenal sebagai ―kerusakan dingin‖ (chilling injury), dan apabila hal ini berlanjut maka yang akan terjadi adalah kebusukan.

Menurut Pantastico et al., (1990) dalam Prabawati (2008), buah pisang memiliki batas toleransi tertentu terhadap temperatur rendah. Beberapa informasi

(19)

Kondisi suhu penyimpanan tidak boleh berfluktuasi karena akan menyebabkan kondensasi air, sehingga akan mengundang pertumbuhan kapang. Selain itu, suhu penyimpanan harus merata (uniform) di seluruh bagian penyimpanan. Jika ada bagian yang lebih hangat akan menyebabkan proses pematangan.

2. Penyimpanan dengan Pengaturan Atmosfer

Penyimpanan dengan cara pengaturan komposisi udara atau pengaturan konsentrasi oksigen dan karbondioksida, dikenal dengan penyimpanan dengan pengendalian atmosfir. Ada beberapa metode penyimpanan dengan pengendalian atmosfir yaitu controlled atmosphere storage (CAS) dan modified atmosphere storage (MAS). Controlled atmosphere storage adalah metode penyimpanan dengan pengendalian konsentrasi oksigen dan karbondioksida secara terus menerus sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Sedangkan penyimpanan dengan udara termodifikasi dilakukan dengan jalan penambahan CO2, penurunan O2, dan kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan udara biasa. Penyimpanan dengan pengaturan atmosfer yang terbaru adalah dengan penyimpanan dinamis udara-CO2.

(20)

mempertahankan atmosfer yang mengandung lebih banyak CO2 dengan lebih sedikit O2 daripada dalam udara biasa (Pantastico, 1989).

Menurut Do dan Salunkhe (1986), penyimpanan dengan sistem atmosfer termodifikasi adalah penyimpanan dengan mengurangi kandungan O2 dan

menambah kandungan CO2 dengan cara pengaturan kemasan yang menghasilkan konsentrasi tertentu melalui interaksi perembesan gas dan buah yang disimpan.

Penyimpanan dalam atmosfer terkontrol akan menyebabkan perubahan-perubahan pada proses metabolisme dasar pada buah yang disimpan. Penyimpanan tersebut dilakukan dengan jalan penambahan CO2, penurunan O2, dan kandungan N2 tinggi dibandingkan dengan udara biasa. Menurut Pantastico (1989), pada konsentrasi CO2 tinggi (15% atau lebih) biasanya dihasilkan bau dan rasa yang tidak dikehendaki atau menyimpang pada komoditas buah-buahan dan juga sayur-sayuran. Bau dan rasa yang tidak dikehendaki itu disebabkan oleh terjadinya penimbunan etanol dan etanal. Bersamaan dengan timbulnya bau dan rasa yang tidak dikehendaki itu dapat pula diamati warna yang tidak dikehendaki. Untuk itu perlu adanya pengaturan campuran gas O2 - CO2, dan suhu yang tepat agar diperoleh hasil penyimpanan buah pisang yang baik dan masih segar dan pada efisiensi tertinggi.

(21)

penyimpanan ini dapat diterapkan di lingkungan petani karena harganya yang relatif terjangkau. Penyimpanan dengan metode ini hanya memodifikasi

penyimpanan menggunakan atmosfer sebelumnya, dimana dalam penggunaannya menggunakan gas O2, CO2, dan N2. Yang membedakannya hanya dalam

penggunaan N2 yang bisa diabaikan.

E. Respirasi

Respirasi yaitu suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber

energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Dari respirasi akan

dihasilkan energi kimia ATP untuk kegiatan kehidupan, seperti sintesis

(anabolisme), gerak, pertumbuhan.

Respirasi pada glukosa, reaksi sederhananya:

C6H12O6 + 6O2 ———————————> 6 H2O + 6 CO2 + Energi

Mutu buah-buahan dan sayuran selama masa penyimpanan akan mengalami

perubahan karena buah-buahan dan sayur-sayuran masih melakukan aktifitas

pernapasan. Selama proses bernapas ini produk akan mengalami proses

pematangan yang diikuti dengan pembusukan. Laju pernapasan produk tergantung

pada suhu penyimpanan, ketersediaan oksigen dan karakteristik produk itu

sendiri.

Komoditas dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih cepat

(22)

energi sel tanpa menimbulkan fermentasi akan dapat memperpanjang umur

ekonomis produk nabati. Manipulasi faktor ini dapat dilakukan dengan teknik

pelapisan (coating), penyimpanan suhu rendah, atau memodifikasi atmosfir ruang

penyimpan.

Proses respirasi, pematangan, penuaan, pembusukan, dan gangguan fisiologis

pada beberapa jenis buah – buahan dapat dihambat apabila penyimpanan dingin

disertai dengan penurunan kadar oksigen dan atau peningkatan kadar gas karbon

dioksida dalam ruang penyimpanan (Muchtadi, 1992).

Respirasi pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan pengurangan laju

konsentrasi oksigen atau meningkatkan konsentrasi karbondioksida dengan

pengendalian yang tepat. Penurunan laju respirasi pada buah dan sayur pada

proses penyimpanan dapat berpengaruh pada umur simpannya (Suseno, 1994).

Laju respirasi menunjukkan kecenderungan menurun selama penyimpanan, hal ini

karena dalam aktivitas respirasi memerlukan oksigen dari udara sekitar. Semakin

lama kadar oksigen dalam kemasan semakin rendah sehingga laju respirasi

semakin rendah. Bila oksigen dalam kemasan menipis, sedang respirasi masih

berlanjut (penyimpanan diteruskan), kebutuhan oksigen untuk respirasi diambil

dari jaringan bahan simpan. Pada kondisi ini produk menjadi rusak dan mutunya

(23)

dihasilkan juga disebabkan oleh berkurangnya aktifitas enzim dekarboksilase

(Winarno dan Aman, 1981).

Proses respirasi menghasilkan penurunan massa produk sebagai beberapa

komponen makanan yang teroksidasi serta hilangnya rasa manis pada banyak

komoditas. Namun, laju respirasi dapat dikendalikan dengan mengurangi suhu

penyimpanan (Singh, 2001).

Laju respirasi yang terlalu cepat akan menurunkan daya simpan, sehingga perlu

adanya pengontrolan terhadap kadar O2 dan CO2. Pengontrolan dapat dilakukan

dengan proses penyimpanan dengan udara termodifikasi yang merupakan cara

baru yang paling baik dalam penyimpanan buah. Cara ini dapat menghambat

kegiatan respirasi, menunda pelunakan buah, perubahan warna, proses

pembongkaran lain dengan mempertahankan atmosfer yang mengandung lebih

banyak CO2 dan lebih sedikit O2. Secara teknis udara termodifikasi mencakup

penambahan atau pengurangan gas-gas yang mempunyai susunan berbeda dengan

udara biasa. Jadi, CO2, O2, dan N dapat diatur untuk memperoleh kombinasi gas.

Tetapi dalam penerapannya, udara termodifikasi merupakan istilah untuk

penambahan CO2 dan pengurangan O2, dengan N2 lebih tinggi daripada udara

biasa (Pantastico, 1989).

Berkaitan dengan proses respirasi, perubahan fisiologis penting lainnya adalah

(24)

klimakterik atau non-klimakterik. Buah-buahan klimakterik menunjukkan

produksi etilen dan karbon dioksida yang tinggi pada tahap pematangan. Pada

buah non-klimakterik, produksi karbon dioksida dan gas etilen umumnya masih

cukup rendah dan tidak ada peningkatan evolusi gas-gas pada tahap pematangan.

Gas etilen, produk dari metabolisme alami, sangat mempengaruhi proses

fisiologis jaringan tanaman. Tingkat produksi etilen bervariasi untuk buah-buahan

yang berbeda dan dapat dikendalikan oleh suhu penyimpanan, atmosfer oksigen

dan konsentrasi karbon dioksida (Singh, 2001).

F. Perubahan Kimia Selama Proses Penyimpanan Buah Pisang Muli

Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah: perubahan tekstur, aroma dan rasa, kadar pati dan gula (Pantastico, 1989). Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Menurut Palmer (1981), jumlah selulosa buah pisang yang baru dipanen adalah 2–3% dan selama pemasakan buah jumlahnya akan berkurang.

(25)

1. Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut mencakup semua padatan yang terlarut dalam buah termasuk vitamin C, gula, dan sebagainya. Sebagaimana kita ketahui bahwa vitamin C sangat mudah mengalami kerusakan semakin cepat reaksi yang

berlangsung pada bahan pangan maka susut vitamin C dan nilai gizi lainnya juga akan semakin berkurang

(Tawali dkk, 2004).

Buah yang masih teralu muda mempunyai kandungan gula yang kurang dan hanya sedikit asam, yang mengakibatkan perbandingan total padatan terlarut dengan asam tinggi. Dengan semakin masaknya buah, maka total padatan terlarutnya makin bertambah (Pantastico, 1989).

2. Total Asam

Keasaman (total asam) buah sebelum dipanen tinggi, karena adanya asam sitrat, asam malat, asam tartarat, asam oksalat dan asam laktat. Asam-asam organik ini dapat dipandang sebagai energi tambahan untuk buah dan oleh karenanya

diperkirakan banyak menurun selama aktivitas metabolisme (Sitinjak dkk, 1993).

Tingkat kematangan buah sering ditunjukkan oleh rasio gula dan asam. Buah yang telah matang, kandungan gulanya mengalami kenaikkan dan kadar asamnya menurun sehingga rasio gula atau asam akan mengalami perubahan yang drastis. Hal ini berlaku bagi komoditas klimakterik, sedangkan pada produk non

(26)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Oktober sampai bulan November tahun 2011.

B. Alat dan Bahan 1. Bahan Penelitian

(27)

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian penyimpanan Dinamis Udara-CO2 ini adalah tabung kompresor, tabung gas CO2, kemasan penyimpanan yang terbuat dari kaca (toples kaca), lemari pendingin, thermometer air raksa, venojack, suntikan,

spektrofotometer (BOECO Germany s-22 UV/Vls), refraktometer (Atago digital PR 201), gelas ukur, timbangan analitik (OHAUS Adventurer AR 2140), pipet ukur, pisau, sendok, gunting, wax, dan alat tulis.

C. Prosedur Penelitian

1. Penyimpanan Pisang Muli dalam Dinamis Udara-CO2

Pada penelitian ini, buah pisang muli yang digunakan adalah pisang muli yang memiliki tingkat kematangan optimum dan telah memasuki fase kematangan awal, tidak mengalami kerusakan kulit (memar), dan memiliki keseragaman ukuran. Prosedur penelitian nya adalah sebagai berikut:

(28)

toples 772 g. Pada permukaan tutup toples yang terbuat dari plastik dilubangi untuk memasukan gas ke dalam toples dan untuk mengambil sampel gas. Permukaan tutup toples yang telah dilubangi ditutup dengan karet ban lalu ditandai.

b. Setelah itu, botol penyimpanan ditutup rapat dengan menambahkan wax pada leher botol dan permukaan toples untuk mencegah kebocoran. Kemudian gas biasa dalam botol dikeluarkan dengan cara dihisap menggunakan pompa vakum sampai keadaan hampa udara.

c. Campuran gas dimasukkan ke dalam botol penyimpanan yang berisi sampel buah sejumlah volume freespace (volume botol penyimpanan-volume sampel buah) melalui lubang pada permukaan tutup toples. Udara dan gas CO2 dengan komposisi yang telah ditentukan dimasukkan ke dalam toples secara bersamaan langsung dari tabung kompresor dan tabung CO2.

d. Botol penyimpan yang telah berisi sampel buah pisang muli dengan komposisi udara tertentu disimpan dalam suhu ruang dan suhu dingin yang telah

ditentukan.

(29)

Gambar 2. Diagram alir percobaan Buah pisang dimasukkan ke dalam toples

penyimpanan dan diberikan perlakuan komposisi Udara – CO2 sebanyak 5–1 skala/mnt, 10–1 skala/mnt, 5–2 skala/mnt,

10-2 skala/mnt

Pengamatan Disimpan pada T1 = 29-32°C & pada T2 = 10°C

Analisis Data

Buah pisang muli kontrol (tidak dimasukkan ke dalam toples dan

tidak diberi perlakuan) Pisang Muli

Sortasi

Pencelupan dengan benlate

(30)

Komposisi gas dan temperatur perlakuan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Komposisi Campuran Gas dan Temperatur Perlakuan

No NKomposisi Gas

Karena udara terdiri dari 20% O2 dan 80% N2 maka untuk memperoleh perbandingan konsentrasi O2 : CO2 seperti di atas (dengan mengabaikan N2 sebagai gas pengisi), perbandingan debit aliran udara : CO2 adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Debit Aliran Gas Udara-CO2

Udara (skala/menit) CO2 (skala/menit)

5 1

10 1

5 2

10 2

(31)

T2 = 10°C. Perlakuan komposisi campuran udara – CO2 dan temperatur ini disusun untuk mengetahui pengaruh dari komposisi campuran udara – CO2 dan temperatur terhadap laju respirasi buah dan umur simpannya.

2. Penentuan konsentrasi CO2

a. Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar dibuat dengan menggunakan bromthymol blue (BTB) dan sodium bikarbonat yang dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan campuran yaitu 0,01 gram bromthymol blue dengan 0,2 sodium bikarbonat dilarutkan dalam 1 liter air (aquades).

BTB (0,01 gr) + NaHCO3 (0,2 gr) + Aquades (1 l) → Larutan standar

Sebanyak 4 ml larutan BTB dimasukkan ke dalam venojack dan ditutup dengan karet penyumbat yang kemudian divakumkan. Setelah itu gas CO2 murni yang telah tersedia diambil menggunakan semprit dengan volume 0,1 ml; 0,15 ml; 0,2 ml; 0,25 ml; 0,3 ml; 0,35 ml; 0,4 ml; 0,45 ml; dan 0,5 ml, dan diinjeksikan ke dalam venojack tersebut.

Venojack yang telah diinjeksikan dikocok perlahan hingga terjadi perubahan warna, larutan tersebut kemudian dimasukan ke dalam kuvet untuk dibaca dengan

(32)

kurva standar. Kurva ini kemudian digunakan untuk mengkonversi nilai-nilai absorbansi dari masing-masing sampel yang diukur.

b. Penentuan konsentrasi CO2 selama penyimpanan

Pengukuran konsentrasi CO2 dilakukan dengan pengambilan sampel gas dari dalam toples penyimpanan setiap 2 hari sebanyak 1,5 ml dengan alat penyuntik, kemudian sampel gas tersebuat diinjeksikan ke dalam 4 ml larutan BTB dalam tabung reaksi yang ditutup dan telah divakumkan. Banyaknya gas CO2 dapat diketahui berdasarkan nilai absorbansi sampel gas yang telah dikonversi dengan kurva standar.

D. Pengukuran Parameter

1. Pengukuran Laju Respirasi

Pengukuran produksi gas CO2 buah pisang muli yang disimpan dalam penyimpanan dinamis udara-CO2 dilakukan 2 hari sekali bersamaan dengan pengembalian

komposisi gas penyimpanan dalam kondisi semula. Pengukuran parameter dihentikan apabila kondisi buah pisang muli mengalami browning dan terinfeksi oleh mikroba. Nilai produksi CO2 yang diperoleh dari konversi menggunakan persamaan kurva standar kemudian diplotkan dalam grafik untuk melihat hubungannya terhadap waktu.

(33)

Pengukuran nilai kandungan Total Padatan Terlarut (TPT) buah pisang muli dilakukan dengan menggunakan refraktometer (Atago IPR 201). Buah pisang muli diambil bagian pangkal, tengah, dan ujung kemudian setiap sampel dilunakkan dan dimasukkan ke dalam saringan untuk memperoleh hasil sampel yang lembut sehingga memudahkan untuk dibaca oleh alat refraktometer. Hasil pengukuran nilai Total Padatan Terlarut (TPT) diperoleh dengan satuan °Brix. Derajat brix adalah satuan pengukuran perbandingan antara massa sukrosa terlarut dalam air dalam suatu larutan.

3. Tingkat Keasaman

Pengukuran tingkat keasaman dilakukan dengan menggunakan metode titrasi asam. Langkah-langkah untuk menghitung total asam, yaitu :

1. Bahan ditimbang 10 gr kemudian diekstrak lalu ditambahkan aquades sebanyak 100 ml sampai batas tanda tera kemudian dihomogenkan.

2. Sampel diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

3. Sampel ditambahkan indikator fenolptalin untuk uji total asam sebanyak 2 hingga 3 tetes.

4. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N untuk uji total asam hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

5. Catat volume NaOH yang digunakan.

(34)

Umur simpan buah pisang muli diamati setiap hari selama penyimpanan sampai buah mengalami kerusakan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Umur simpan buah pisang muli dibatasi oleh kerusakan pada kulit buah yang berwarna kecoklatan dengan tekstur yang keriput dan lunak serta kerusakan buah yang disebabkan oleh jamur, dan bau yang tidak diinginkan.

E. Analisis Data

1. Perhitungan Laju Respirasi Buah Pisang muli Selama Penyimpanan Hasil absorbansi CO2 murni kemudian dibuat kurva standar sehingga diperoleh persamaan kurva standar. Persamaan digunakan untuk menghitung produksi CO2 pisang muli selama penyimpanan .

Diketahui persamaan kurva standar :

1. Volume Produksi CO2 (ml)= Y = -1,131x + 0,751 ...(1) 2. Laju respirasi V[CO2]

=

( % ��2 − % vol ��2 ��2( ) )

m (kg ) / t (jam ) ...(2)

Dimana :

Y = Produksi CO2 (ml)

x = Absorbansi dari spektrofotometer m = Berat buah (kg)

(35)

t = Lama waktu pengambilan sampel (jam)

2. Tingkat Keasaman

Setelah dilakukan titrasi asam basa, tingkat keasaman buah dihitung dengan menggunakan persamaan :

% Total Asam=(ml NaOH x N NaOH )x Fp

(Berat Bahan ) x 100 ... (3) Dimana :

ml NaOH = NaOH yang terpakai (ml) N NaOH = Normalitas NaOH (0,1 N)

Fp = Faktor pengenceran

(36)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyimpanan dalam suhu 10-12°C yang dikombinasikan dengan

komposisi udara-CO2 dapat menekan nilai laju respirasi buah pisang Muli. Hasil penelitian menunjukkan umur simpan buah pisang Muli pada

suhu 10-12°C dan suhu 29-32°C mampu bertahan selama 10 hari.

Komposisi gas penyimpanan yang terbaik (memiliki laju respirasi terendah) adalah pada perlakuan pemberian 10% O2-10% CO2.

2. Selama penyimpanan nilai kandungan TPT dan total asam buah pisang Muli berubah-ubah. Perubahan ini dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan komposisi gas di ruang penyimpanan. Pada suhu penyimpanan 10°C

(37)

B. Saran

1. Perlu dilakukan pengontrolan suhu dengan menggunakan alat elektronik agar suhu tetap konstan.

(38)

DINAMIS UDARA-CO

2

(Skripsi)

Oleh :

DESTIANA SARI

JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(39)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Buah Pisang ... 6

2. Diagram Alir Penelitian... 25

3. Laju Respirasi Buah Pisang Muli Selama Penyimpanan pada Suhu 29°-32°C ... 34

4. Laju Respirasi Buah Pisang Muli Selama Penyimpanan pada Suhu 10°-12°C ... 34

5. Nilai TPT Buah Pisang Muli Selama Penyimpanan pada Suhu 29°-32°C .... 39

6. Nilai TPT Buah Pisang Muli Selama Penyimpanan pada Suhu 10°-12°C .... 39

7. Total Asam Buah Pisang Muli Selama Penyimpanan pada Suhu 29°-32°C . 44 8. Total Asam Buah Pisang Muli Selama Penyimpanan pada Suhu 10°-12°C . 44 Lampiran 9. Kurva Standar Untuk Mengkonversi Nilai Absorbansi ke Volume Gas (ml) ... 57

10. Refraktometer ... 69

11. Venojack ... 69

12. Suntikan ... 70

13. Sendok ... 70

14. Pompa vakum ... 71

15. Spektrofotometer ... 71

(40)

x 18. Tabung Gas CO2 ... 73 19. Penyimpanan Buah Pisang Muli dengan Perlakuan A(5:5) dan B(10:5)

pada Suhu 29°-32°C ... 73 20. Penyimpanan Buah Pisang Muli dengan Perlakuan C(5:10) dan D(10:10)

pada Suhu 10°-12°C ... 74 21. Penyimpanan Buah Pisang Muli pada Suhu 10°-12°C ... 74 22. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan A(5:5) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari ke-0 ... 75 23. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan A(5:5) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari ke-8 ... 75 24. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan B(10:5) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-0 ... 76 25. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan B(10:5) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-4 ... 76 26. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan C(5:10) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-4 ... 77 27. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan C(5:10) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-10 ... 77 28. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan D(10:10) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-4 ... 78 29. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan D(10:10) pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-10 ... 78 30. Kondisi Buah Pisang Muli Kontrol Tanpa Perlakuan pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-4 ... 79 31. Kondisi Buah Pisang Muli Kontrol Tanpa Perlakuan pada Penyimpanan

Suhu 29°-32°C Hari Ke-8 ... 79 32. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan A(5:5) pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-2 ... 80 33. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan A(5:5) pada Penyimpanan

(41)

xi 35. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan B(10:5) pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-8 ... 81 36. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan C(5:10) pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-2 ... 82 37. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan C(5:10) pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-8 ... 82 38. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan D(10:10) pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-2 ... 83 39. Kondisi Buah Pisang Muli dengan Perlakuan D(10:10) pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-8 ... 83 40. Kondisi Buah Pisang Muli Kontrol Tanpa Perlakuan pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-4 ... 84 41. Kondisi Buah Pisang Muli Kontrol Tanpa Perlakuan pada Penyimpanan

dengan Suhu 10°-12°C Hari Ke-8 ... 84

(42)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang. ... 6

B. Nilai Gizi Buah Pisang ... 9

C. Fisiologi Pascapanen ... 11

D. Penyimpanan ... 12

1. Penyimpanan pada Suhu Rendah ... 12

2. Penyimpanan dengan Pengaturan Atmosfer ... 15

E. Respirasi ... 16

F. Perubahan Kimia Selama Proses Penyimpanan Buah Pisang Muli .. 19

1. Total Padatan Terlarut (TPT) ... 20

(43)

vii III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ... 22

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Anggibitho. 2010. Penyimpanan Atmosfir Terkendali. http://anggibitho- ilmupangan.blogspot.com/2010/03/penyimpanan-atmosfir-terkendali-pada.html. Diakses pada 10 April 2011.

Anonim. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi. Departemen kesehatan.

Anonim. 2003. Mengukur Tingkat Kematangan Pisang.

http://klipingut.wordpress.com/2008/01/05/mengukur-tingkat-kematangan-pisang.html. Diakses pada 12 November 2011.

Anonim. 2011. Pisang. http://id.wikipedia.org/wiki/Pisang. Diakses pada 13 Februari 2012.

Apandi. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Penerbit Alumni. Bandung.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2008. Produksi Buah Nasional tahun 2000-2009. http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. Diakses pada 9 Juni 2012.

Dinas Pertanian DIY. 2011. Penyimpanan Sayuran pada Suhu Rendah.

http://distan.pemda-diy.go.id/index.php?option=content&task=view&id= 817&Itemid=2. Diakses pada 18 Februari 2012.

Do JY., dan DK. Salunkhe. 1986. Penyimpanan dengan Udara Terkendali. Di dalam Pantastico. ER.B (ed). Terjemahan. Kamariyani. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Kartasapoetra, A. G. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. PT. Rineke Cipta. Jakarta.

Kanara, N. 2009. Pengemasan dan Penyimpanan Buah Tomat.

http://agrikanara.blogspot.com/2009/03/pengemasan-dan-penyimpanan- buah-tomat.html. Diakses pada 18 Februari 2012.

(45)

Palmer, J.K. 1981. The Banana. Dalam: Hulme, A.C. (Ed). The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2. Academic Press London and New York. Pantastico, E.R.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Terjemahan. Kamariyani. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta.

Prabawati, S., Suyanti, dan D. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengolahan Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Rubatzky, E.V., dan M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1: Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB Bandung. Bandung.

Satuhu, S dan A. Supriyadi. 2004. Pisang, Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar. Penebar Swadaya, cetakan ke-4. Jakarta.

Sianturi, C. 2008. Perubahan Kimia, Fisika, dan Lama Simpan Buah Pisang Muli Dalam Penyimpanan Atmosfer Pasif. Skripsi. Teknik Pertanian.

Universitas Lampung.

Singh, R.P. 2001. Postharvest Technology: Cereals, Pulses, Fruits and Vegetables. Science Publisher. USA.

Sitinjak, K., T. Karo-Karo, S. Siahaan, dan A. Purba. 1993. Teknologi Pasca Panen Buah-buahan dan Sayur-sayuran. USU-Press. Medan.

Shewfelt. R.L. 1987. Quality of Minimally Processed Fruits and Vegetables. J. Food Qual. 10:143-156.

Suhardiman, P. 1997. Budidaya Pisang Cavendish. Kanisius. Yogyakarta.

Suseno. 1994. Fisiologi Pasca Panen Buah Klimaterik. Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Syarief, R dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Tawali, A.B. 2004. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah-buahan Impor yang Dipasarkan Di Sulawesi Selatan. Diakses pada 25 Januari

2012.

(46)

Winarno, F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F.G. dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya. Jakarta. Winarno, F.G. dan S. Lakhsmi. 1984. Pigmen dalam Pengolahan Pangan. Dep.

(47)

Gambar

Gambar 1. Buah Pisang
Tabel 1. Nilai Gizi Buah Pisang per 100 gram
Gambar 2. Diagram alir percobaan
Tabel 4. Debit Aliran Gas Udara-CO2
+2

Referensi

Dokumen terkait

Judul : PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DALAM UDARA TERMODIFIKASI DAN KALIUM PERMANGANAT TER-. HADAP KUALITAS BUAH

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh cahaya hijau (510-550 nm) terhadap proses pematangan buah pisang muli dengan fokus apakah ada perbedaan berat segar

penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan fisikokimia yang terjadi pada buah pisang ambon selama penyimpanan, mengetahui hubungan warna dengan variabel fisikokimia yang

Kecepatan Perubahan Nilai Lightness Buah Pisang dengan Waktu Pemeraman Enam Hari Pada Berbagai Perlakuan ... Percepatan Perubahan Nilai Lightness Buah

berpengaruh nyata terhadap umur simpan Pisang Mas, indeks skala warna buah kecuali pada 9 HSP, Total Asam Tertitrasi (TAT), Rasio PTT/TAT, dan vitamin C, namun