LAMPIRAN
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Dana Bagi Hasil 96 10624.71 374026.59 49361.2432 53617.98988 Belanja Modal 96 27867.29 1201667.12 166606.3892 1.45466E5 Pendapatan Asli Daerah 96 4533.00 1147901.00 59708.2188 1.60743E5 Indeks Pembangunan
Manusia
96 53.23 96.43 66.2218 7.01377
Belanja Daerah 96 249121.58 4524737.50 755025.6195 6.36313E5
Valid N (listwise) 96
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 96
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation .08728258
Most Extreme Differences Absolute .123
Positive .092
Negative -.123
Kolmogorov-Smirnov Z 1.206
Asymp. Sig. (2-tailed) .109
Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal b. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .219 3 .073 9.300 .000a
Residual .724 92 .008
Total .943 95
a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal b. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia
Moderasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -2230038.498 2253438.758 -.990 .325
Indeks Pembangunan Manusia
611890.643 537930.371 .117 1.137 .258
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sukriy dan Abdul Halim.2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi IV. Yogyakarta.
Christy, Fhino Andrea. 2009. Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia.
Christy, F Andrea dan Priyo H Adi. 2009. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, dan Kualitas Pembangunan Manusia. Jurnal National Conference UKWMS, 10 Oktober Surabaya:Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Erlina dan Sri Mulyani. 2007. Metodologi Penelitian untuk Akuntansi dan Manajemen. USU Press. Medan.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hanif, Nurcholis. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dalam Otonomi Daerah. Jakarta:Grasindo.
Harahap, Riva Ubar, 2010. “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara”. Tesis S2 Program Pascasarjana Akuntansi. USU. Medan. (tidak dipublikasikan).
Hoffman, B.D., dan Gibson. C.C, 2005. Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. University of California, Research Study, Departemen of Political Science, San Diego: University of California.
Lugastoro, D.P. dan C.F. Ananda. 2013. Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Jurnal Ilmiah. Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis. Universitas Brawijaya, Malang. 19 pp.
Melliana, A. dan I. Zain. 2013. Analisis Statistik Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Panel. Jurnal Sains dan Seni Pomits. Vol. 2(2): 237-242.
Mirza, D.S. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah Tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal. Vol. 1(1): 1-14. Nugroho, B.A., 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan
SPSS, Semarang: Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Prassetya, R. 2013. Fiscal Decentralization, Governance, and Development: The Case of Indonesia, The University of Tokyo, Working Paper, Tokyo, Japan: The University of Tokyo.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
………..., Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
………, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
………, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
………, Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
………, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2009.
Sari, A.K., 2011, Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusis melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan
Sumarsono, Sonny. 2010. Manajemen keuangan Pemerintahan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Prana Ugiana Gio, 2015. Belajar Statistika Dengan SPSS. USU Press www.sumut.bps.go.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Jenis Penlitian
Penelitian ini merupakan hubungan kausal (causal effect), dimana penelitian yang dilakukan terhadap fakta-fakta untuk membuktikan secara empiris pengaruh. Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Belanja Daerah dampaknya terhadap indeks Pembangunan manusia di Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Utara tahun amatan 2010-2013.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pemerintah kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan waktu penelitian dilakukan secara bertahap yang dimulai pada bulan April 2015 sampai dengan bulan November 2015.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian didefinisikan sebagai kelompok elemen atau unit dimana data yang diperlukan akan dikumpulkan yang lengkap, yang biasanya berupa orang, obyek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi obyek penelitian (Kuncoro, 2009).
dengan sampel untuk menghasilkan kesimpulan yang menggambarkan karakteristik elemen populasi yang sebenarnya dan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan optimalisasi realisasi pendapatan di masa mendatang dan pengalokasian belanja publik pada pemerintah kabupaten dan kota yang ada di wilayah Sumatera Utara. Data sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria yaitu :
1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013 dan ketersediaan data IPM hasil perhitungan yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara. 2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota pemekaran pada kurun waktu
2010-2013 dan telah menyusun Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersendiri atau sumber pembangunan daerah tersebut tidak lagi tergantung dari daerah induk.
Kabupaten/Kota yang terpilih yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian dari hasil kriteria purposive sampling adalah sebanyak 24 atau dua puluh empat sampel yang terdapat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Sampel Penelitian Dari Hasil Kriteria Purposive Sampling
Daerah Kriteria Sampel Terpilih
1 2
1. N i a s √ √ Sampel 1
2. Mandailing Natal √ √ Sampel 2
3. Tapanuli Selatan √ √ Sampel 3
Tabel 3.1 (Lanjutan)
15. Humbang Hasundutan √ √ Sampel 12
16. Pakpak Bharat √ √ Sampel 13
22. Labuhanbatu Selatan √ √ Sampel 17
23. Labuhanbatu Utara √ √ Sampel 18
28. Pematangsiantar √ √ Sampel 20
29. Tebing Tinggi √ √ Sampel 21
30. M e d a n √ √ Sampel 22
31. B i n j a i √ √ Sampel 23
32. Padangsidimpuan √ √ Sampel 24
3.4. Metode Pengumpulan Data
Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah secara statistik.
Pada penelitian ini, prosedur pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua tahapan. Tahap pertama dilakukan melalui studi pustaka, yakni jurnal akuntansi dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Pada tahap yang kedua, pengumpulan data dilakukan dengan cara melengkapi data dari data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara. 3.5. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, satu variabel intervening dan satu variabel dependen. Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Dana Bagi Hasil (DBH) adalah realisasi dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan APBD Provinsi yang dialokasikan kepada daerah kabupaten/kota se-Sumatera Utara berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Rp Milyar).
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi pengeluaran Belanja Modal Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara.
3. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari hasil pajak, hasil retribusi daerah, laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi PAD yang diperoleh dari APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.
4. Belanja daerah merupakan jumlah seluruh anggaran belanja daerah baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung tahun 2010-2013. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.
5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) merupkan pengukuran dari Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Rata-rata Lama Sekolah, Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power Parity=PPP). IPM digunakan untuuk mengklasifikasikan negara maju, negara berkembang dan negara miskin.
Tabel 3.2.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Parameter Skala
Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan APBD Provinsi yang dialokasikan kepada daerah kabupaten/kota se-Sumatera Utara berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dam aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan
pemerintah.
Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain.
Pengeluaran daerah yang dilakukan untuk membiayai pembangunan daerah
3.6.Model dan Teknik Analisis Data
Model analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan analisis regresi berganda (multiple regression analysis) dan uji Residual dengan bantuan Software SPSS (Statistical Package Social Science).
Analisis regresi berganda adalah metode statistik yang digunakan untuk menentukan besarnya pengaruh antara variabel independen yaitu Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah. Model regresi berganda yang digunakan adalah sebagai berikut:
Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana:
Z = Belanja Daerah a = Konstanta
b1 – b3 = Koefisien Variabel X1 = Dana Bagi Hasil
X2 = BMt – BMt-1/BMt-1 X 100% X3 = Pendapatan asli daerah e = Error
Menurut Ghozali (2005:149), variabel moderating adalah variabel independen yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Ada tiga cara menguji regresi dengan variabel moderating yaitu (1) uji interaksi, (2) uju selisih mutlak, dan (3) uji residual. Pengujian yang akan dilakukan untuk menguji variabel moderating dalam penelitian ini adalah menggunakan uji residual. Adapun persamaan regresi uji residual adalah sebagai berikut (Ghozali,2013:240) :
Z = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e (1)
Dimana :
Z = Belanja daerah (Variabel Moderating). a = Konstanta
e = Error
b1 – b3 = Koefisien Variabel X1 = Dana Bagi Hasil X2 = Belanja Modal X3 = Pendapatan asli daerah Y = Indeks Pembangunan Manusia
Analisis residual ingin menguji pengaruh deviasi (penyimpangan) dari suatu model. Fokusnya adalah ketidakcocokan (lack of fit) yang dihasilkan dari deviasi hubungan linier antar variabel independen. Lack of fit ditunjukkan oleh nilai residual di dalam regresi. Dalam hal ini jika terjadi kecocokan antara variabel independen dengan variabel moderating (nilai residual kecil atau nol) yaitu variabel independen tinggi dan variabel moderating juga tinggi maka variabel dependen juga tinggi. Sebaliknya jika terjadi ketidakcocokan atau lack of fit antara variabel independen dengan variabel moderating maka variabel dependen akan rendah.
3.6.1. Pengujian Asumsi Klasik
Jika terdapat heteroskedastisitas, maka varian tidak konstan sehingga dapat menyebabkan biasnya standar error. Oleh karena itu, uji asumsi klasik perlu dilakukan. Pengujian asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut: Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi berganda, maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian normalitas, multikolinearitas dan heteroskedastisitas.
1. Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti data terlihat menyebar mengikuti garis diagonal dan diagram histogram yang tidak condong ke kiri dan ke kanan (Ghozali, 2005:149).
Untuk menguji normalitas digunakan 2 metode pengujian yaitu Normal p_plot dan diagram histogram. Jika data ternyata tidak berdistribusi normal, analisis non parametrik termasuk model-model regresi dapat digunakan untuk mendeteksi penyebaran. Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Data dalam keadaan normal apabila distribusi data menyebar disekitar garis diagonal.
histogram tidak condong ke kiri dan ke kanan maka data penelitian berdistribusi normal dan sebaliknya.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji, apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Jika terjadi korelasi antar variabel independen maka akan ditemukan adanya masalah multikolinearitas. Suatu model regresi yang baik harus tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Uji multikolinearitas terhadap setiap data variabel bebas yaitu dengan :
a. Melihat angka Collinearity Statistics yang ditunjukkan oleh Nilai
Variance inflation Factor (VIF). Jika angka VIF lebih besar dari 10, maka variabel bebas yang ada memiliki masalah multikolinearitas. b. Melihat nilai tolerance pada output penilaian multikolinearitas yang tidak
menunjukkan nilai yang lebih besar dari 0,1 akan memberikan kenyataan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas Nugroho, (2005:58).
3. Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui adanya autokorelasi dalam suatu model dilakukan melalui pengujian terhadap nilai DW. Autokorelasi dalam model regresi artinya ada korelasi anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Ketentuan pengujian terhadap nilai uji DW adalah sebagai berikut Ghozali, (2005).
DW < dl : Ada autokorelasi dl ≤ DW≤ du : Tanpa kesimpulan du< DW <4-du : Tidak ada autokorelasi 4-du D≤ W 4≤ -du : Tanpa kesimpulan DW > 4-dl : Ada autokorelasi 4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan kepengamatan lain. Jika varian dari residual suatu pengamatan kepengamatan lain tetap disebut homokedastisitas, sedangkan untuk varian yang berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Cara mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah sebagai berikut :
a. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau disekitar angka 0. b. Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. c. Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang
melebar kemudian menyempit dan melebar kembali.
3.6.2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan salah satu tujuan yang akan dibuktikan dalam penelitian, jika terdapat diviasi antara sampel yang ditentukan dengan jumlah populasi maka tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kesalahan dalam mengambil keputusan antara menolak maupun menerima suatu hipotesis.
Untuk menguji hipotesis yang diajukan maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian baik secara simultan maupun parsial. Pengujian secara simultan digunakan uji statistik F atau uji signifikan simultan dan pengujian secara parsial digunakan uji statistik t atau uji signifikan parsial.
Menurut Ghozali (2005: 14), uji hipotesis dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu:
1. Uji F
Uji F menguji pengaruh simultan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah dalam pengambilan keputusan untuk uji F adalah sebagai berikut:
a. Ho:b1= 0, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. b. H1:b1≠ 0, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah
berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Kriteria pengujian adalah :
2. Uji Statistik t
Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan uji t, yaitu menguji pengaruh parsial antara variabel independen terhadap variabel dependen, dengan asumsi bahwa variabel lain dianggap konstan. Langkah-langkah pengambilan keputusan untuk uji t adalah sebagai berikut :
a. Ho:b1= 0, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Indeks Pembanguan Manusia.
b. H1:b1≠ 0 , Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan asli Daerah tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Indeks Pembanguna Manusia.
P Value (sig) < 0,05 = H0 ditolak P Value (sig) > 0,05 = H0 diterima
3.6.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel- variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen dan sebaliknya jika mendekati nol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi, dari variabel dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah, indeks pembangunan manusia dan belanja daerah. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif dari Dana Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, Indeks Pembangunan Manusia, Belanja Daerah
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Dana Bagi Hasil 96 10624.71 374026.59 49361.2432 53617.98988 Belanja Modal 96 27867.29 1201667.12 166606.3892 1.45466E5 Pendapatan Asli Daerah 96 4533.00 1147901.00 59708.2188 1.60743E5 Indeks Pembangunan
Manusia
96 53.23 96.43 66.2218 7.01377
Belanja Daerah 96 249121.58 4524737.50 755025.6195 6.36313E5 Valid N (listwise) 96
Sumber: hasil olahan software SPSS
adalah 59708,2188 dan 160743. Diketahui nilai indeks pembangunan manusia adalah 53,23 dan maksimum 96,43. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari indeks pembangunan manusia adalah 66,2218 dan 7,01377. Diketahui nilai belanja daerah minimum adalah 249121,58 dan maksimum 4524737,50. Sementara rata-rata dan standar deviasi dari belanja daerah adalah 755025,6195 dan 636313.
4.2. Uji Asumsi Klasik
4.2.1. Uji Asumsi Normalitas
Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Tingkat signifikansi yang digunakan . Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas , dengan ketentuan sebagai berikut.
Jika nilai probabilitas 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.
Tabel 4.2 Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 96
Kolmogorov-Smirnov Z 1.206
Asymp. Sig. (2-tailed) .109
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: hasil olahan software SPSS
lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas terpenuhi.
Pengujian asumsi normalitas dapat juga digunakan pendekatan analisis grafik, histogram. Pada untuk pendekatan histogram, jika kurva berbentuk kurva normal, maka asumsi normalitas dipenuhi. Pada pendekatan normal probability plot, jika titik-titik (dots) menyebar jauh (menyebar berliku-liku pada garis diagonal seperti ular) dari garis diagonal, maka diindikasi asumsi normalitas error
tidak dipenuhi. Jika titik-titik menyebar sangat dekat pada garis diagonal, maka asumsi normalitas dipenuhi.
Gambar 4.1
Histogram untuk Pengujian Asumsi Normalitas
Gambar 4.2
Normalitas dengan Normal Probability Plot
Sumber: hasil olahan software SPSS
Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 merupakan output dari SPSS. Perhatikan bahwa kurva pada histogram berbentuk kurva normal, sehingga disimpulkan bahwa asumsi normalitas error dipenuhi. Di samping itu pada normal probability plot (Gambar 4.2), titik-titik menyebar cukup dekat pada garis diagonal, maka disimpulkan bahwa asumsi normalitas dipenuhi.
4.2.2. Uji Multikolinearitas
Tabel 4.3 Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics Tolerance VIF
1 (Constant)
Dana Bagi Hasil .591 1.692 Belanja Modal .566 1.768 Pendapatan Asli Daerah .542 1.845 Sumber: hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.3, nilai VIF dari variabel pendapatan asli daerah adalah 1,845, nilai VIF dari variabel belanja modal adalah 1,768, dan nilai VIF dari dana bagi hasil adalah 1,692. Karena masing-masing nilai VIF dari variabel bebas tidak lebih dari 10, maka tidak terjadi gejala multikolinearitas yang berat.
4.2.3. Uji Autokorelasi
Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan uji Watson. Nilai statistik dari uji Durbin-Watson yang lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3 diindikasi terjadi autokorelasi. Field (2009:220-221) menyatakan sebagai berikut.
“The size of the Durbin-Watson statistic depends upon the number of
predictors in the model and the number of observations. For accuracy, you should
look up the exact acceptable values in Durbin and Watson's (1951) original
paper. As very conservative rule of thumb, values less then 1 or greater than 3
are definitely cause for concern; however, values closer to 2 may stil be
Tabel 4.4 Uji Autokorelasi
Model Durbin-Watson
1 1.606
Sumber: hasil olahan software SPSS
Berdasarkan Tabel 4.4, nilai dari statistik Durbin-Watson
adalah 1,606. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson
terletak di antara 1 dan 3, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi.
Dengan kata lain, tidak terjadi autokorelasi. Perhatikan juga bahwa
diketahui
nilai
dan
,
karena
, hal ini berarti tidak terjadi autokorelasi. 4.2.4. Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas
Sumber: hasil olahan software SPSS
Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.3, tidak terdapat pola yang begitu jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
4.3. Pengujian Hipotesis
4.3.1. Analisis Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ( ) merupakan suatu nilai (nilai proporsi) yang mengukur seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi, dalam menerangkan variasi variabel tak bebas.
Tabel 4.5 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .482a .233 .208 .08869
a. Predictors: (Constant), Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal b. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia
Berdasarkan Tabel 4.5, nilai koefisien determinasi terletak pada kolom
R-Square. Diketahui nilai koefisien determinasi sebesar . Nilai tersebut berarti seluruh variabel bebas, secara simultan mempengaruhi variabel indeks pembangunan manusia sebesar 23,3%, sisanya sebesar 76,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
4.3.2. Uji Signifikansi Koefisien Regresi secara Menyeluruh (Uji F)
Uji signifikansi koefisien regresi secara menyeluruh merupakan suatu uji untuk menguji apakah seluruh variabel bebas secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel belanja daerah.
Gambar 4.4
Menentukan Nilai Tabel dengan Microsoft Excel
Berdasarkan Gambar 4.4, diketahui nilai F tabel adalah 2,703594.
Tabel 4.6
Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .219 3 .073 9.300 .000a
Residual .724 92 .008
Total .943 95
Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui nilai F hitung adalah 9,300. Perhatikan bahwa karena nilai F hitung F tabel, maka disimpulkan bahwa pengaruh simultan variabel bebas terhadap indeks pembangunan manusia signifikan secara statistik.
a. Dependent Variable: Indeks Pembangunan Manusia
Sumber: hasil olahan software SPSS
Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh persamaan regresi linear sebagai berikut berikut:
Perhatikan bahwa menyatakan jumlah elemen dalam sampel yang diteliti, sedangkan merupakan jumlah variabel. Diketahui jumlah elemen dalam sampel yang diteliti sebanyak 96 dan jumlah variabel adalah 4, sehingga derajat bebas adalah . Misalkan tingkat signifikansi yang digunakan adalah 5%, sehingga nilai tabel dengan derajat bebas 92 dan tingkat signifikansi adalah . Gambar 4.4 merupakan penghitungan tabel berdasarkan
Microsoft Excel.
Gambar 4.4
Menentukan Nilai Tabel dengan Microsoft Excel
Atau dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 4.5
Aturan Pengambilan Keputusan terhadap Hipotesis berdasarkan Uji
4.4. Pembahasan
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa pada regresi dengan variabel independen dana bagi hasil, nilai probabilitas dana bagi hasil, lebih besar dari tingkat signifikansi, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara dana bagi hasil dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistik . Pada pengujian belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia bernilai positif. Karena nilai probabilitas belanja modal, lebih kecil dari tingkat signifikansi, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara belanja modal dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, dan signifikan secara statistic. Dan pengujian pendapatan asli daerah diketahui nilai koefisien regresi bernilai positif. Karena nilai probabilitas pendapatan asli daerah, lebih besar dari tingkat signifikansi, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara pendapatan asli darah dengan variabel indeks
Daerah penerimaan ,
penolakan (pengaruh tidak signifikan)
Daerah penerimaan , penolakan (pengaruh signifikan)
Daerah penerimaan , penolakan (pengaruh
pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistic. Sedangkan pada belanja daerah dalam memoderasi hubungan antara dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah, terhadap indeks pembangunan manusia disimpulkan bahwa koefisien regresi dari indeks pembangungan manusia tidak signifikan dan tidak bernilai negatif, maka variabel belanja daerah tidak signifikan dalam memoderasi hubungan dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah terhadap IPM.
4.4.1. Pengujian Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.7, diketahui nilai koefisien regresi dari dana bagi hasil bernilai positif, yakni 0,026. Diketahui nilai probabilitas atau
Sig. dari variabel dana bagi hasil adalah 0,166. Karena nilai probabilitas dana bagi hasil, yakni 0,166, lebih besar dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara dana bagi hasil dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa nilai , yakni . Hasil dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji .
4.4.2. Pengujian Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.7, diketahui nilai koefisien regresi dari belanja modal bernilai positif, yakni 0,048. Diketahui nilai probabilitas atau
indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, dan signifikan secara statistik.
Perhatikan juga bahwa nilai , yakni . Hasil
dengan pendekatan probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji .
4.4.3. Pengujian Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Perhatikan bahwa berdasarkan Tabel 4.7, diketahui nilai koefisien regresi dari pendapatan asli daerah bernilai positif, yakni 0,014. Diketahui nilai probabilitas atau Sig. dari variabel pendapatan asli daerah adalah 0,317. Karena nilai probabilitas pendapatan asli daerah, yakni 0,317, lebih besar dari tingkat signifikansi, yakni 0,05, maka disimpulkan bahwa pengaruh yang terjadi antara pendapatan asli darah dengan variabel indeks pembangunan manusia berpengaruh positif, namun tidak signifikan secara statistik. Perhatikan juga bahwa
nilai , yakni . Hasil dengan pendekatan
probabilitas sama dengan hasil berdasarkan uji .
Uji Signifikansi Belanja Daerah dalam Memoderasi Hubungan antara Dana
Bagi Hasil, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
(Ghozali, 2006:164). Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka dikembangkan metode lain yang disebut uji residual.
Tabel 4.8 Uji Moderasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant)
-2230038.49 8
2253438.758 -.990 .325
Indeks Pembangunan Manusia
611890.643 537930.371 .117 1.137 .258
a. Dependent Variable: moderasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa informasi sebagai berikut.
1. Variabel dana bagi hasil, belanja modal, dan pendapatan asli daerah, secara bersamaan atau simultan mempengaruhi variabel indeks pembangunan manusia pada tingkat signifikansi 5%.
2. Pengaruh yang terjadi antara dana bagi hasil dengan variabel indeks pembangunan manusia tidak signifikan secara statistik, dengan pengaruh dari belanja modal dan pendapatan asli daerah dipertahankan konstan, pada tingkat signifikansi 5%.
3. Pengaruh yang terjadi antara belanja modal dengan variabel indeks pembangunan manusia signifikan secara statistik, dengan pengaruh dari dana bagi hasil dan pendapatan asli daerah dipertahankan konstan, pada tingkat signifikansi 5%.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil analisa dari penelitian ini menyarankan beberapa hal sebagai berikut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil (DBH), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal(BM), Belanja Daerah(BD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagian ini menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian.
2.1.1. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Nurcholis, 2005).
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dana bagi hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sudah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara, pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun 2011.
Dalam pasal 94 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota. Bagi hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak rokok dan hasil penerimaan pajak air permukaan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dana bagi hasil yang selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota.
2.1.2. Pertumbuhan Belanja Modal
pelaksana di lapangan. PMK No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) sudah didefinisikan perbedaan belanja barang dan belanja modal secara jelas. Belanja barang adalah pengeluran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan.
Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual (Abdullah, 2008). Dalam penyusunan perencanaan anggaran sudah mengacu pada BAS, sementara dalam pelaksanaan anggaran masih belum mengacu pada BAS. Inilah pokok awal terjadinya perbedaan persepsi. Demikian juga dalam penyusunan perencanaan anggaran berpedoman pada petunjuk penyusunan dan penelahaan RKAKL yang mengatur penerapan konsep full costing dalam suatu kegiatan yaitu seluruh biaya yang menunjang dalam pencapaian output disesuaikan dengan jenis belanjanya.
dan pematangan tanah, belanja modal biaya pengukuran tanah dan belanja modal perjalanan pengadaan tanah. Faktor lain berupa pemahaman pegawai tentang konsep BAS belum utuh, sementara sosialiasi BAS masih minim. Demikian pula masih banyak pegawai yang belum mengerti prinsip-prinsip akuntansi yang dipakai dalam BAS. Sehingga berdampak pada kesalahan dalam menterjemahkan dan menjelaskan kepada kementerian/lembaga.
Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan dalam mekanisme pelaksanaan APBD/APBN dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, maka diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan No. PER- 33/PB/2008 tentang Pedoman Penggunaan AKUN Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal Sesuai dengan BAS. Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai BM apabila:
1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas;
2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah;
nilainya relatif material. BM juga mensyaratkan kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan. Namun demikian perlu diperhatikan, karena ada beberapa belanja pemeliharaan yang memenuhi persyaratan sebagai BM yaitu apabila (a) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki dan (b) pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya.
2.1.3. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah seperti, meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal.
Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari:
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan,
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
1. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya.
Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: a. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari :
1) Pajak kenderaan bermotor
2) Bea balik nama kenderaan bermotor 3) Pajak bahan bakar kenderaan bermotor b. Jenis pajak dearah Kabupaten/Kota terdiri dari :
1) Pajak hotel dan restoran 2) Pajak hiburan
3) Pajak reklame
4) Pajak penerangan jalan
2. Retribusi Daerah
Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :
a. Retibusi dipungut oleh negara,
b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,
d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :
b. Retribusi jasa usaha, adalah: retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.
2.1.4. Belanja Daerah
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah (PP No 58/2005 pasal 20:3). Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah (UU No 32/2004 pasal 167).
Belanja daerah diklasifikasikan menurut jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak terduga (PP No 58/2005 pasal 27:3). Belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD diprioritaskan untuk (Sumarsono, 2010) yaitu :
1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda, terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan perkembangan sosial Bappenas dalam Melliana dan Zain, (2013:237). Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson (2005) telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California, San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa:
“using data from local government budgets in Tanzania and Zambia, we
find that local government in both countries produce more public services as their
budget’s share of local taxes increases”.
sumber dana dari eksternal atau pemerintah pusat maupun lainnya akan mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi.
Penelitian lain oleh Rully Prassetya (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap 33 provinsi di Indonesia selama lima tahun (2007-2011) tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dana perimbangan (fiscal transfer) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005 dan rata-rata meningkat 17%. Hal ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh di Indonesia. Secara teori, desentralisasi fiskal akan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari publik. Akhirnya hal tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten.
Melliana dan Zain, (2013:237). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: (1) lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, (2) tingkat pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa atau dengan bobot dua per tiga dan rata-rata lama sekolah atau dengan bobot sepertiga dan (3) tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (Rupiah) (Mirza, 2012:4).
sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. Human Development Index (HDI) mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yaitu:
1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.
2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa atau bobotnya dua per tiga dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas bobot satu per tiga (gross enrollment ratio).
3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli
purchasing power parity dalam Dollar AS.
Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP/Purchasing Power Parity/Paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus :
IPM=(X1+X2+X3)/3 Dimana :
X1= angka harapan hidup X2= tingkat pendidikan X3= tingkat kehidupan layak
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara secara umum selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau meningkat sebesar 0,64% dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011 tersebut meningkat sebesar 0,62% dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian juga tahun 2010 meningkat 0,53% dari posisi tahun 2009 73,8. Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara termasuk berada pada IPM kategori sedang (50-80).
Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Untuk uraian hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Penelitian Hasil yang diperoleh Budi D.
Hasil penelitian diketahui bahwa sektor-sektor
yang mempunyai
pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor yang secara langsung menangani komponene peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan
kurang efektif
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Hasil yang dipeeroleh Fhino
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Penelitian Hasil yang dipeeroleh Riva Ubar
2.3.Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1. tersebut dapat dilihat pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH), Belanja Modal (BM), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bantuan Daerah (BD) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Belanja Daerah (BD) sebagai moderating variabel baik secara parsial dan simultan.
Variabel Moderating
Variabel Independen
Variabel Independen
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
1. Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Dengan tingginya dana bagi hasil yang diterima suatu daerah diharapkan
DBH
BM
PAD
BD
akan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat.
2. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia
BM untuk peningkatan fasilitas publik dengan kata lain tidak ada bagian BM yang digunakan untuk biaya operasional pembangunan seperti biaya perjalanan dinas dan sebagainya. IPM/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika fasilitas publik dapat terpenuhi maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan menciptakan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat. 3. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
dikenal dengan money follow function, bukan lagi function follow money. Artinya, pemerintah pusat berkewajiban menjamin sumber keuangan terkait dengan pendelegasian wewenang dari pusat ke daerah. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan pusat-daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Berdasarkan UU No. 33/2004, sumber-sumber pendanaan keuangan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah (PAD). PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi daerah yang dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah (BUMD), dan lain-lain PAD yang sah.
dimensi umur panjang dan sehat dalam Indeks Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan pembangunan fasilitas kesehatan.
4. Pengaruh Belanja Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Dalam pengeluaran daerah tentunya banyak hal yang akan menjadi pembahasan, baik belanja rutin serta pembiayaan operasional dan pemeliharaan dan pengeluaran-pengeluaran lainnya. Untuk itu dalam melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah haruslah kita melihat alokasi pengeluaran daerahnya, apakah pengeluaran itu efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, kita dapat melihat salah satu alokasi yang paling besar terdapat pada sektor belanja pegawai, sehingga variable belanja pegawai menjadi salah satu indikator untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dimana faktor produksi itu terdiri dari empat bagian yaitu : Sumber daya Alam, tenaga kerja, modal serta ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dapat ditarik indikator lain dalam melihat seberapa besar pengaruh indikator tersebut dalam IPM, dapat dilihat dari aspek tenaga kerjanya, begitupun yang menjadi indikator dalam alokasi pengeluaran pemerintah.
2.4. Hipotesis Penelitian
1. Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan mampu memberikan hasil nyata yaitu Pro Growth, Pro Poor, Pro Job dan Pro Environment yang artinya menciptakan pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini sejalan dengan strategi kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 di bidang kesejateraan rakyat melalui pelaksanaan kebijakan pembangunan manusia, penurunan kemiskinan dan pengangguran dan penanganan mitigasi bencana yang efektif. Kendala utama pembangunan suatu negara yang sedang berkembang adalah kurangnya optimalisasi pendataan dan penggunaan sumber-sumber pendapatan. Kalau masalah kekurangan sumber pendapatan ini bisa diatasi dengan baik, maka proses pembangunan di negara-negara sedang berkembang akan lebih cepat mencapai sasaran.
daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua undang-undang tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.
Sejalan dengan diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut pemerintah daerah diberikan kewenangan menyelenggarakan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya pembagian kewenangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki sumber pendapatan yang cukup. Pemerintah daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, sehingga diharapkan masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.
Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dalam bukunya yang berjudul Reflections on Human Development (1995), dan telah disepakati dunia melalui United Nation Development Program (UNDP).
dengan kerjasama dan sinkronisasi bersama pihak yang terlibat, salah satunya melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Sumatera Utara akan mengalami persoalan serius jika tidak segera dilakukan upaya untuk mengatasinya. Permasalahan yang dihadapi selama ini antara lain angka kematian ibu melahirkan yang masih relatif tinggi yaitu 268/100.000 kelahiran hidup, sedangkan capaian nasional angka kematian ibu 226/100.000 kelahiran hidup. Untuk angka kematian bayi masih lebih baik yaitu 23/1.000 kelahiran dan capaian nasional masih 34/1.000 kelahiran. Untuk kasus gizi buruk di Sumatera Utara juga masih cukup tinggi yaitu 21,4%, jauh dari capaian nasional 12,9. Untuk kondisi infrastruktur seperti jalan dan irigasi di Sumatera Utara juga masih mengkhawatirkan.
1. Pendapatan Asli Daerah. 2. Dana Perimbangan. 3. Pinjaman Daerah.
4. Lain-lain penerimaan yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (BUMD) yang diperoleh dan lain-lain, PAD yang sah yaitu hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau pengadan barang dan/atau jasa oleh daerah (Bab V Pasal 6 ayat 2, UU No. 33 Tahun 2004). Sejak tahun 1997 telah terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dampak dari krisis tersebut terlihat pada sektor swasta seperti pasar modal dan pada sektor publik (pemerintah). Berbagai dampak negatif seperti bertambahnya pengangguran dan peningkatan kemiskinan bermunculan. Pengaruh negatif krisis moneter juga terjadi pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang pada gilirannya berdampak pula pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
menyebabkan terganggunya penerimaan masyarakat yang kemudian mempengaruhi penerimaan pendapatan daerah yang mengakibatkan pendapatan daerah menjadi lebih rendah dan tidak menentu. Dengan keadaan pemerintah yang mengalami tekanan keuangan mengakibatkan penyusunan APBD menjadi tidak pasti sehingga menyebabkan kemungkinan adanya pergeseran pada komponen-komponen pendapatan dan belanja daerah. Tekanan keuangan (Fiskal Stress) berakibat pada tidak stabilnya kesiapan Pemerintah Kabupaten dan Kota terutama pada segi keuangannya, kinerja keuangan merupakan salah satu tolak ukur dari kesiapan suatu daerah dalam menghadapi otonomi daerah.
Selain ditampilkan sebagai indikator tunggal, IPM biasanya juga ditampilkan bersama-sama dengan ranking pendapatan per kapita, hasilnya bisa bervariasi. Ada negara yang ranking pendapatan per kapitanya masuk ranking atas, tetapi IPM-nya masuk ranking rendah. Ini artinya hasil pembangunan yang tampak dari pendapatan per kapita tinggi tidak dipakai untuk mengembangkan sumber daya manusia. Ada negara yang pendapatan per kapitanya masuk ranking bawah tetapi IPM-nya masuk ranking yang tinggi. Artinya, meskipun masuk ke dalam negara yang miskin, tetapi dengan pendapatan yang kecil itu negara atau pemerintah memakainya untuk mengembangkan sumber daya manusia.
Pendapatan perkapita menunjukkan rata-rata tingkat pendapatan masyarakat pada suatu daerah. Pemerintah pusat dalam rangka desentraliasi kewenangannya memberikan dana transfer kepada pemerintah daerah (Pemda). Data Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal tahun 2010 dan 2011 serta pengaruhnya terhadap IPM tahun 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Data Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal (BM) Tahun 2010 dan 2011 serta Pengaruhnya Terhadap IPM Tahun 2010 dan 2011
Tabel 1.1 (Lanjutan)
Kota Padang Sidempuan 15602 21465 27867,3 75776,4 75,58 76,04 Kab. Pakpak Barat 4533 6306 52908,5 113488 71,2 72
Kab. Nias Selatan - - - - 67,72 68,23
Kab. Humbang Hasundutan 10007 12870 82610,5 78728,8 72,43 72,96
Kab. Samosir - - - - 74,27 74,72
Kab. Batu Bara - - - - 72,08 72,8
Kab. Padang Lawas 13258 8216 123864 120126 72,55 72,96 Kab. Padang Lawas Utara 5333 8728 86312 161465 73,25 73,59 Kab. Labuhanbatu Selatan 8372 17081 98805,2 146177 74,38 74,9
Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah terhadap IPM dengan Belanja daerah sebagai variabel moderating pada Pemda di Sumatera Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal , Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan?
2. Apakah Belanja Daerah memoderasi hubungan Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaruh Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja
Modal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, yaitu:
1. Peneliti, sebagai pengetahuan atas pemahaman terhadap akuntansi sektor publik.
2. Pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagai informasi untuk mengetahui faktor-faktor apa saja dalam keuangan daerah yang dapat mempengaruhi indeks pembangunan manusia.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel dana bagi hasil, belanja modal, dan pendapatan asli daerah, terhadap indeks pembangunan manusia, serta menganalisis pengaruh variabel belanja daerah dalam memoderasi hubungan dana bagi hasil, belanja modal, dan pendapatan asli daerah terhadap indeks pembangunan manusia. Penelitian ini mengumpulkan bukti-bukti empiris. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah dan kota yang terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang berjumlah 33 kabupaten/kota yang memiliki data Dana Bagi Hasil (DBH), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal (BM) dan Belanja Daerah (BD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dipublikasikan selama 4 (empat) tahun dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Kabupaten/Kota yang terpilih yang telah ditentukan sebagai sampel penelitian dari hasil kriteria purposive sampling adalah sebanyak 24.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode regresi linear berganda dengan software SPSS, diketahui dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah secara simultan signifikan mempengaruhi variabel indeks pembangunan manusia pada tingkat signifikansi 5%. Pengaruh yang terjadi antara belanja modal terhadap variabel indeks pembangunan manusia signifikan pada tingkat signifikansi 5%, secara parsial. Namun Pengaruh yang terjadi antara variabel dana bagi hasil dan pendapatan asli daerah terhadap indeks pembangunan manusia tidak signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi 5%. Diketahui juga variabel belanja daerah tidak signifikan dalam moderasi hubungan antara dana bagi hasil, belanja modal, pendapatan asli daerah terhadap indeks pembangunan manusia.
ABSTRACT
This study aimed to analyze the effect of variable revenue-sharing, capital expenditures and local revenues, the human development index, and analyze the influence of variables moderate the relationship shopping areas in the revenue-sharing, capital expenditures and local revenues to the human development index. This study collects empirical evidence. The population in this study are all local governments and municipalities located in the province of North Sumatra totaling 33 districts / cities that have data Fund (DBH), revenue (PAD), Capital Expenditure (BM) and Local Expenditure (BD ) and the Human Development Index (HDI) published for four (4) years from the year 2010 until 2013. District / City predetermined selected as samples from the purposive sampling criteria are as many as 24.
Based on the results of data processing using multiple linear regression with SPSS software, known revenue-sharing, capital expenditures, local revenues simultaneously significantly affect human development index variables at a significance level of 5%. Influences that occur between capital expenditure towards human development index variables significant at the 5% significance level, partially. But the influence that occurs between variable revenue-sharing and local revenues to the human development index is not statistically significant at the 5% significance level. Also known shopping areas is not significant variables in moderating the relationship between revenue-sharing, capital expenditures, local revenues to the human development index.
SKRIPSI
PENGARUH DANA BAGI HASIL, PERTUMBUHAN BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA DENGAN BELANJA DAERAH SEBAGAI VARIABEL MODERATING
PADA PEMDA DI SUMATERA UTARA
OLEH:
ZEFANYA SIAHAAN 110503322
PROGRAM STUDI STRATA I AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA