• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Sumatera Utara"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu asas pembangunan daerah adalah desentralisasi. Menurut

ketentuan umum UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perwujudan dari asas desentralisasi

adalah berlakunya otonomi daerah. Otonomi daerah menggunakan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam artian daerah diberi kewenangan mengurus dan

mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah

pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang

bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat (Maryati dan Endrawati, 2010).

Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia, yang dikukuhkan dengan undang-undang telah membawa konsekuensi

tersendiri bagi daerah untuk bisa melaksanakan pembangunan disegala bidang,

dengan harapan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh daerah. Kebijakan

tersebut dicanangkan oleh Pemerintah melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah Kebijakan tersebut

bisa dilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah

tantangan, yang kedua adalah peluang bagi Pemerintah Daerah. Hal tersebut

(2)

agar daerah melaksanakan pembangunan disegala bidang, terutama untuk

pembangunan sarana dan prasarana publik (Sumarmi, 2010).

Manfaat yang diharapkan dari penerapan otonomi daerah adalah dapat

menjadi katalis peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat

dalam pembangunan serta mendukung pemerataan hasil pembangunan di seluruh

daerah. Pengalokasian sumber daya produktif diharapkan menjadi lebih tepat dan

optimal karena pengambilan keputusan pengalokasian tersebut telah diserahkan ke

tingkat pemerintahan yang paling rendah. Penetapan alokasi sumber daya yang

dimiliki oleh daerah dilakukan dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan

kemampuan daerah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah atau APBD (Yasser, 2015).

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), anggaran sektor

publik pemerintah daerah sebenarnya merupakan output pengalokasian

sumberdaya yang mendasar dalam penganggaran sektor publik. Keterbatasan

sumberdaya sebagai akar masalah utama dalam pengalokasian anggaran sektor

publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu ekonomi melalui berbagai teori.

Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada

daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim,2001).

Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas

modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan

perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Daerah

harus mampu mengalokasikan anggaran belanja modal dengan baik karena

(3)

menyatakan bahwa pemanfaatan anggaran belanja seharusnya dialokasikan untuk

hal-hal produktif, misalnya untuk pembangunan. Penerimaan pemerintah daerah

seharusnya dialokasikan untuk program-program layanan publik. Kedua pendapat

tersebut menyatakan bahwa pengalokasian anggaran belanja modal untuk

kepentingan publik sangatlah penting. Untuk dapat meningkatkan pengalokasian

belanja modal, maka perlu diketahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap

pangalokasian belanja modal, seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum,

Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting

pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pertumbuhan ekonomi mendorong

Pemerintah Daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi dengan mengelola

sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan dengan masyarakat

untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang akan mempengaruhi

perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Kuncoro, 2004).

Pembangunan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produktivitas dan

pendapatan perkapita penduduk sehingga terjadi perbaikan kesejahteraan.

Kenyataan yang terjadi dalam Pemerintah Daerah saat ini adalah peningkatan

pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan peningkatan belanja modal, hal

tersebut dapat dilihat dari kecilnya jumlah belanja modal yang dianggarkan

dengan total anggaran belanja daerah.

Penelitian dengan memposisikan belanja modal sebagai variabel mediasi

antara lain penelitian yang dilakukan oleh Muis (2012). Penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap

(4)

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” menemukan bahwa belanja modal

dapat secara positif memediasi hubungan antara DAU dan DAK dengan

pertumbuhan ekonomi.

Dalam pengelolaan anggaran, asas kemandirian dijadikan dasar Pemerintah

Daerah untuk mengoptimalkan penerimaan dari daerahnya sendiri yaitu sektor

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Undang-undang No.32 Tahun 2004,

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan Pemerintah Daerah yang

berasal dari daerah itu sendiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Pendapatan

Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah (Kawedar, 2008).

Dengan adanya peningkatan PAD diharapkan dapat meningkatkan investasi

belanja modal pemerintah daerah sehingga pemerintah memberikan kualitas

pelayanan publik yang baik.

Perbedaan kemampuan keuangan yang dimiliki setiap daerah dalam hal

pendanaan kegiatan pemerintahannya dapat memicu terjadinya ketimpangan fiskal

antar daerah. Sebagai upaya menghadapi ketimpangan fiskal tersebut, pemerintah

daerah dapat melakukan pengalokasian dana yang diperoleh dari APBN untuk

pendanaan kebutuhan rumah tangga daerahnya untuk pelaksanaan desentralisasi.

Hal tersebut direalisasikan melalui Dana Alokasi Umum. Disebutkan dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Dana

Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk

(5)

Pengelolaan DAU juga perlu memperhatikan mengenai sejauh mana

aspirasi masyarakat dapat terserap dengan mekanisme pengelolaan yang tepat dan

transparan. Kebijakan umum pengelolaan keuangan daerah dikelola berdasarkan

pendekatan kinerja yaitu pengelolaan angaran yang mengutamakan pencapaian

outcome dari alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan dengan

memperhatikan kondisi semua komponen keuangan (Leode,2009).

Dana transfer dari pemerintah pusat ke Pemerintah Daerah selain DAU

adalah DAK yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan

tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah

dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 tahun 2004). DAK ini digunakan

untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur jalan dan

jembatan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum dan sanitasi, prasarana

pemerintah daerah, lingkungan hidup, kehutanan, sarana prasarana pedesaan,

perdagangan, pertanian serta perikanan dan kelautan yang semuanya itu termasuk

dalam komponen belanja modal dan Pemerintah Daerah diwajibkan untuk

mengalokasikan dana pendamping sebesar 10% dari nilai DAK yang diterimanya

untuk mendanai kegiatan fisik.

Gunantara dan Dwirandra (2014) dengan menggunakan teknik Moderated

Regression Analysis menemukan bahwa PAD, DAU, dan Belanja Modal

berpengaruh secara simultan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Sementara itu, hasil

uji parsial menunjukkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan

terhadap Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan Belanja Modal berpengaruh negatif

dan signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hasil uji moderasi menunjukan

(6)

Ekonomi, sedangkan Belanja Modal sebagai variabel pemoderasi tidak mampu

memoderasi pengaruh DAU terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal tersebut

disebabkan oleh pengalokasian pendapatan daerah untuk Belanja Modal tidak

dimanfaatkan dengan baik sehingga proyek yang dikerjakan bersifat mubasir.

Selain DAU dan DAK, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi salah satu

sumber pendapatan bagi daerah. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada

pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan

potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD hanya mampu membiayai

belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Dalam kaitannya dengan

pelaksanaan otonomi, peningkatan PAD selalu diupayakan karena merupakan

penerimaan dari usaha untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Maryati dan

Endrawati, 2010).

Setiyawati dan Hamzah (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Pengaruh PAD, DAU, DAK, dan Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur”

menyimpulkan bahwa PAD secara langsung berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi, sedangkan DAU berpengaruh negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian yang

dilakukan oleh Ardhani (2010). Ia menemukan bahwa variabel PAD dan DAU

berpengaruh signifikan terhadap alokasi anggaran belanja modal. Pemerintah

Daerah yang memiliki PAD dan DAU tinggi maka pengeluaran untuk alokasi

(7)

Adapun hasil analisis yang dilakukan oleh Maryati dan Endrawati (2010)

membuktikan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi, DAU berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi

dan DAK tidak berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kemudian, hasil penelitian yang dilakukan oleh Permanasari (2013) menunjukkan

bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

sedangkan DAK dan belanja modal berpengaruh tidak signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan hasil alokasi belanja modal belum

dapat dinikmati dalam kurun waktu yang pendek atau pembangunan infrastruktur

masih berjalan sehingga belum memperoleh hasil dari belanja modal tersebut.

Paseki dkk (2014) menganalisis bagaimana Pengaruh Dana Alokasi Umum dan

Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Dampaknya terhadap

Kemiskinan di Kota Manado tahun 2004-2012. Hasil penelitian ini adalah secara

simultan Dana Alokasi Umum dan Belanja Langsung tidak berpengaruh terhadap

Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado.

Selain mengejar pertumbuhan ekonomi, pemerintah daerah juga dituntut

untuk dapat mengejar pembangunan manusia di daerah mereka melalui

pengelolaan APBD yang efektif dan efisien. Pendekatan pembangunan manusia

tidak semata-mata menjadi sebuah tujuan, namun merupakan sebuah proses.

Secara spesifik, UNDP menetapkan empat elemen utama dalam pembangunan

manusia, yaitu pemerataan (equity), produktivitas (productivity), pemberdayaan

(empowerment) dan kesinambungan (sustainability). Untuk meningkatkan IPM

tidak hanya bertumpu pada peningkatan ekonomi semata, namun diperlukannya

(8)

adanya jaminan bahwa semua penduduk merasakan hasil-hasil pembangunan

tersebut (Ardiansyah dan Widyaningsih, 2014).

Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU)

dan Dana Alokasi Khusus (DAK) memungkinkan adanya peningkatan

kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) apabila pengalokasian dana tersebut tepat dan berjalan sesuai dengan

sasaran. Setyowati dan Suparwati (2012) menyatakan upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah

hendaknya mampu mengubah proporsi belanja yang dialokasikan untuk tujuan

dan hal-hal yang positif seperti melakukan aktivitas pembangunan yang berkaitan

dengan program-program kepentingan publik. Adanya program-program untuk

kepentingan publik diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik

yang akhirnya berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat bagaimana peran DAU,

DAK dan PAD dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Ulupui (2015). Hasil

pengujian menunjukkan PAD, DAU, DAK berpengaruh positif signifikan

terhadap IPM. Setyowati dan Yohana (2012) melakukan penelitian tentang

pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK dan PAD terhadap Indeks

Pembangunan Manusia dengan Alokasi Anggaran Belanja Modal sebagai variabel

intervening. Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa DAU, DAK dan

PAD terbukti berpengaruh positif terhadap IPM melalui pengalokasi anggaran

(9)

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 bahwa pemerintah

daerah harus mengalokasikan belanja modal pada APBD sekurang-kurangnya

30% dari belanja daerah. Namun pada kenyataannya, pemerintah daerah

kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Sumatera utara masih sulit untuk

mengalokasikan besaran belanja modal dalam belanja daerah sesuai dengan

pedoman yang telah ditetapkan. Hal ini sedikit banyak dapat mempengaruhi

optimalisasi pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu, karena belanja modal

yang terbatas akan menghambat kreativitas dan inovasi dari pemerintah daerah

dalam meningkatkan daya tarik daerahnya kepada para investor.

Tabel 1.1

Alokasi Belanja Modal dan Persentase Belanja Modal terhadap APBD 2010-2014 di Sumatera Utara

Tahun Agregat Alokasi Belanja

Tabel 1.1 tersebut menggambarkan perkembangan alokasi belanja modal

pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara selama 5 (lima) tahun yaitu

periode 2010-2014. Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa setiap tahunnya

alokasi belanja modal pada APBD semakin meningkat. Namun demikian, ternyata

alokasi belanja modal tersebut belum dapat memenuhi ketentuan minimal yang

telah ditetapkan dalam ketentuan mengenai pedoman penyusunan APBD yang

diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri.

(10)

Alokasi Khusus (DAK). Besarnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap

kedua dana tersebut tercermin dalam besarnya persentase kedua dana tersebut

terhadap alokasi belanja modal seperti yang digambarkan dalam tabel berikut ini.

Tabel 1.2 2010 1.399.952.017.300 10.801.144.137.100 45,49 350,97 2011 1.486.192.400.000 12.690.207.162.800 32,72 279,42 2012 1.482.399.990.000 15.305.302.222.000 25,75 265,83 2013 1.789.078.770.000 17.470.369.491.000 23,10 225,61 2014 1.864.581.710.435 19.143.226.518.043 26,11 268,02 *Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara (data diolah)

Dari tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa realisasi DAK dan DAU pada

Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya selalu mengalami

kenaikan. Besarnya ketergantungan belanja modal akan dana yang berasal dari

DAK mencapai lebih dari 20%. Sedangkan besarnya ketergantungan belanja

modal akan dana yang berasal dari DAU mencapai lebih dari 200%. Hal ini

menunjukkan bahwa alokasi belanja modal pada Kabupaten/ Kota di Provinsi

Sumatera Utara sangat bergantung akan dana yang berasal DAK dan DAU.

Pada tahun 2010, realisasi DAK pada Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatera

Utara mencapai Rp 1.399.952.017.300,- dan pada akhir 2014 sudah mencapai

Rp 1.864.581.710.435,-. Semakin besarnya realisasi DAK pada Kabupaten/ Kota

di Provinsi Sumatera Utara tidak memberikan dampak positif pada alokasi belanja

modal. Besarnya persentase realisasi DAK terhadap belanja modal pada

(11)

Sumatera Utara adalah sebesar 45,49% dan mengalami penurunan cukup besar

pada tahun 2014 yaitu menjadi sebesar 26,11%.

Hal yang sama juga terjadi pada realisasi DAU. Realisasi DAU dari tahun

2010 sampai dengan 2014 terus mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat dalam

tabel 1.2. Pada tahun 2010, realisasi DAU sebesar Rp 10.801.144.137.100,- dan

mengalami kenaikan pada tahun 2011 menjadi sebesar Rp 12.690.207.162.800,-.

Kemudian pada tahun 2012, realisasi DAU mencapai Rp 15.305.302.222.000,-

dan terus meningkat pada tahun 2014 menjadi Rp 19.143.226.518.043,-. Kenaikan

realisasi DAU setiap tahunnya justru berdampak terbalik dengan kontribusinya

terhadap belanja modal. Pada tahun 2010, realisasi DAU mencapai angka

Rp 10.801.144.137.100,- dan persentasenya terhadap belanja modal adalah

sebesar 350,97%. Kemudian pada tahun 2014, realisasi DAU mencapai angka

Rp 19.143.226.518.043,- dan persentasenya terhadap belanja modal adalah

sebesar 268,02%. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya persentase DAU terhadap

belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara terus mengalami

penurunan yang signifikan.

Selain itu, adanya perbedaan alokasi DAK dan DAU ke masing-masing

kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara berdampak pada

pencapaian pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi itu

sendiri dapat diukur dari selisih antara PDRB pada tahun sekarang dengan PDRB

tahun sebelumnya dibagi dengan PDRB tahun sebelumnya. Ketimpangan fiskal

antar suatu daerah di Provinsi Sumatera Utara yang terjadi akibat adanya

(12)

Tabel 1.3

Realisasi DAK, DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan IPM pada Kab/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-2014

No. Kabupaten/ Kota

(13)

Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun. Selama periode tahun 2010-2014,

besarnya realisasi DAU di ketiga daerah tersebut adalah 1.122.755,34 juta rupiah,

1.081.346,27 juta rupiah, dan 850.437,91 juta rupiah. Sedangkan tiga daerah yang

memperoleh alokasi DAU terendah adalah Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten

Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat yaitu masing-masing sebesar 237.273,11

juta rupiah, 251.426,24 juta rupiah dan 203.180,12 juta rupiah.

Tiga daerah yang memperoleh DAK terbesar pada tahun selama periode

tahun 2010-2014 adalah Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Simalungun dan

Kabupaten Nias Selatan yaitu masing-masing sebesar 80.963,93 juta rupiah;

78.803,64 juta rupiah dan 74.759,40 juta rupiah. Sedangkan daerah yang

memperoleh DAK terendah adalah Kota Tanjung Balai yaitu sebesar 22.314,80

juta rupiah.

Ditinjau dari segi PAD, daerah yang memperoleh DAU dan DAK terbesar

justru mempunyai PAD terbesar pula. Ini terlihat dari besarnya PAD Kota Medan

dan Deli Serdang selama periode tahun 2010-2014 yaitu sebesar 1.175.176,57 juta

rupiah dan 338.990,67 juta rupiah.

Alokasi DAU dan DAK yang berbeda-beda ke setiap daerah tidak dapat

dipungkiri akan berakibat pada ketimpangan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan di masing-masing daerah. Alokasi DAU dan DAK yang besar

kepada Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun justru tidak

memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dan IPM di daerah tersebut.

Pertumbuhan ekonomi dan IPM di daerah tersebut bahkan lebih kecil bila

dibandingkan dengan daerah lainnya yang mendapatkan alokasi DAU dan DAK

(14)

daerah yang mempunyai pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Kabupaten

Tapanuli Selatan yaitu sebesar 8,26%. Sementara dilihat dari alokasi dana DAU

dan DAK yang diterima daerah tersebut justru lebih kecil dibandingkan dengan

Kabupaten Deli Serdang dan Simalungun. Dari segi pembangunan manusia,

daerah yang mempunyai IPM tertinggi selama periode tahun 2010-2014 setelah

Kota Medan adalah Kota Pematang Siantar yaitu sebesar 76,16.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan

sebelumnya maka sangat menarik untuk melakukan penelitian dengan judul

”Analisis Pengaruh Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, dan Pendapatam

Asli Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia

melalui Belanja Modal di Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka masalah yang

hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah DAK, DAU, dan PAD berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap Belanja Modal di Sumatera Utara?

2. Apakah DAK, DAU, dan PAD berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal di Sumatera Utara?

3. Apakah DAK, DAU, dan PAD berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap IPM melalui Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi

(15)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh DAK, DAU, dan PAD secara simultan dan

parsial terhadap Belanja Modal di Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisis pengaruh DAK, DAU, dan PAD secara simultan dan

parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal di Sumatera

Utara.

3. Untuk menganalisis pengaruh DAK, DAU, dan PAD secara simultan dan

parsial terhadap IPM melalui Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi

di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :

1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam bidang penganggaran di pemerintahan khususnya

mengenai PAD, DAU, DAK, pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunan

manusia dan alokasi belanja modal.

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan dan dapat memberikan informasi serta pertimbangan dalam

pengambilan kebijakan pengalokasian DAU, DAK dan belanja modal.

3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan

masukan dan referensi yang dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak

Gambar

Tabel 1.1 Alokasi Belanja Modal dan Persentase Belanja Modal
Tabel 1.3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari tindakan ijime adalah untuk menjatuhkan mental korban, membuat korban merasa rendah diri dan tidak pantas berada di dalam satu kelompok yang sama dengan si

Hasil penelitian menunjukkan bahwa simulator MOTORSIM © yang dikembangkan dapat menampilkan karakteristik motor induksi tiga fase sesuai dengan hasil

Fasilitas untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di Pondok Pesantren Nurul Hidayah yakni 1 gedung Asrama Putra yang terdiri dari 2 lantai dan terdapat 8

Aplikasi QFD menghasilkan konsep tracker crankshaft hydraulic dengan standar baru yang sesuai kebutuhan mekanik dengan spesifikasi teknis adalah prinsip kerja dari

pelatihan yang dilakukan, serta hasil dari proses latihan ansambel perkusi pada. komunitas USBP di

Peningkatan penggunaan konsentrasi plasticizer pada edible film berpengaru h nyata (α=0,05) terhadap kadar air, ketebalan, kecerahan (L*), kelarutan, transmisi uap

Pada aplikasi ini telah di implementasikan dengan mengambil 10 data dari kuisoner dimana terdapat 6 pria dan 4 wanita, dengan status pelajar, mahasiswa dan usia 16-20 tahun

Ada beberapa pandangan mengenai keyakinan orang tua bahwa anak pada dasarnya jahat. Beberapa tindakan kekerasan dilakukan oleh orang tua dengan keyakinan bahwa anak tidak