• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan kekerasan pada anak dalam kelua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tindakan kekerasan pada anak dalam kelua"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

ada saat ini di Indonesia berbagai masalah seakan tidak pernah berhenti, mulai dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, krisis politik yang berkelanjutan, kerusuhan hingga perseteruan di antara kelompok, golongan maupun aparat negara yang saat ini sedang marak. Masalah sosial sudah menjadi topik yang hangat dibicarakan, misalnya masalah kemiskinan, kejahatan dan juga kesenjangan sosial, begitu pula dengan berbagai kasus kekerasan yang kerap terjadi belakangan ini.

Menurut surat kabar harian Kompas, Kamis 23 Mei 2002, kekerasan domestik atau kekerasan yang terjadi di dalam lingkungan keluarga menduduki porsi terbesar dalam kasus kekerasan yang menimpa anak-anak pada rentang usia 3-6 tahun. Sebanyak 80% kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh keluarga mereka, 10% terjadi di lingkungan pendidikan, dan sisanya orang tak dikenal.

Setiap bulannya terdapat 30 kasus kekerasan yang diadukan oleh korbannya kepada lembaga konseling Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia. Sebanyak 60% merupakan korban kekerasan ringan, berupa kekerasan verbal atau caci maki, sedangkan 40% sisanya mengalami kekerasan fisik hingga seksual.

Kasus kekerasan terhadap pria, wanita bahkan anakpun sering menjadi headline di berbagai media. Namun, banyak kasus yang belum terungkap, karena kasus kekerasan ini dianggap sebagai suatu hal yang tidak penting, terutama masalah kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Begitu banyak kasus kekerasan yang terjadi pada anak tetapi hanya sedikit kasus yang ditindaklanjuti. Padahal, seorang anak merupakan generasi penerus bangsa kehidupan masa kecil anak sangat berpengaruh terhadap sikap mental dan moral anak ketika dewasa nanti. Bagaimanakah tanggapan pemerintah akan hal ini? Apakah

P

Tindakan Kekerasan pada Anak

dalam Keluarga

Lianny Solihin *)

(2)

sebuah undang-undang atau peraturan tertulis saja sudah cukup menjamin terpenuhinya hak-hak mereka?

Kenyataannya, masih banyak anak Indonesia yang belum memperoleh jaminan terpenuhi hak-haknya, antara lain banyak yang menjadi korban kekerasan, penelantaran, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, dan perlakuan tidak manusiawi. Semua tindakan kekerasan kepada anak-anak direkam dalam bawah sadar mereka dan dibawa sampai kepada masa dewasa, dan terus sepanjang hidupnya. Tindakan-tindakan di atas dapat dikategorikan sebagai child abuse atau perlakuan kejam terhadap anak-anak. Child abuse itu sendiri berkisar sejak pengabaian anak sampai kepada perkosaan dan pembunuhan. Terry E. Lawson, psikiater anak membagi child abuse menjadi 4 (empat) macam, yaitu emotional abuse, terjadi ketika si ibu setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Si ibu membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Si ibu boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Verbal abuse, terjadi ketika si ibu, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk “diam” atau “jangan menangis”. Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”, dan seterusnya. Physical abuse, terjadi ketika si ibu memukul anak (ketika anak sebenarnya membutuhkan perhatian). Memukul anak dengan tangan atau kayu, kulit atau logam akan diingat anak itu. Sexual abuse, biasanya tidak terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. Walaupun ada beberapa kasus ketika anak perempuan menderita kekerasan seksual dalam usia enam bulan.

Berdasarkan data yang didapat dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indone-sia melalui Center for Tourism Research & Development Universitas Gadjah Mada, mengenai berita tentang child abuse yang terjadi dari tahun 1992–2002 di 7 kota besar yaitu, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Kupang, ditemukan bahwa ada 3969 kasus, dengan rincian sexual abuse 65.8%, physical abuse 19.6%, emotional abuse 6.3%, dan child neglect 8.3%.

Berdasarkan kategori usia korban:

1. Kasus sexual abuse: persentase tertinggi usia 6-12 tahun (33%) dan terendah usia 0-5 tahun (7,7%).

2. Kasus physical abuse: persentase tertinggi usia 0-5 tahun (32.3%) dan terendah usia 13-15 tahun (16.2%).

(3)

4. Kasus child neglect: persentase teringgi usia 0-5 tahun (74.7%) dan terendah usia 16-18 tahun (6.0%).

Berdasarkan tempat terjadinya kekerasan :

1. Kasus sexual abuse: rumah (48.7%), sekolah (4.6%), tempat umum (6.1%), tempat kerja (3.0%), dan tempat lainnya-di antaranya motel, hotel dll (37.6%).

2. Kasus physical abuse: rumah (25.5%), sekolah (10.0%), tempat umum (22.0%), tempat kerja (5.8%), dan tempat lainnya (36.6%).

3. Kasus emotional abuse: rumah (30.1%), sekolah (13.0%), tempat umum (16.1%), tempat kerja (2.1%), dan tempat lainnya (38.9%).

4. Kasus child neglect: rumah (18.8%), sekolah (1.9%), tempat umum (33.8%), tempat kerja (1.9%), dan tempat lainnya (43.5%).

Tindakan kekerasan adalah salah satu problem sosial yang besar pada masyarakat modern. Problem sosial adalah pola perilaku masyarakat atau sejumlah besar anggota masyarakat yang secara meluas tidak dikehendaki masyarakat tetapi disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan diperlukan tindakan sosial untuk menghadapinya. Benarkah kekerasan pada anak-anak sekarang sudah menjadi problem sosial? Tanpa kita sadari, child abuse sering terjadi di sekitar kita, seperti anak-anak kecil yang bekerja di jalan raya, pantai, pabrik atau tempat berbahaya lainnya juga perkelahian antar pelajar, atau mungkin hal tersebut terjadi pada salah seorang anggota keluarga kita. Ada satu jawaban atas semua pertanyaan di atas yaitu bahwa kekerasan pada anak-anak memang sudah menjadi problem sosial di negri ini. Karena itulah tulisan ini mencoba untuk lebih menyadarkan masyarakat terhadap kekerasan pada anak-anak.

Tinjauan Pustaka

Psikologi Perkembangan

Bijou dan Baer merumuskan psikologi perkembangan sebagai lapangan khusus yang mempelajari “peningkatan-peningkatan yang terjadi oleh interaksi antara tingkah laku dengan hal-hal yang timbul di lingkungan”. Dengan kata lain, psikologi perkembangan berhubungan dengan variable-variabel yang secara historis mempengaruhi tingkah laku, akibat, atau pengaruh dari interaksi yang sudah lewat terhadap interaksi yang sekarang sedang dialami.

(4)

a. Fisik: meliputi keadaan-keadaan alam yang bebas seperti : pegunungan dan pepohonan, serta benda buatan manusia seperti : meja, kursi, rumah dan sebagainya.

b. Kimiawi: gas dan larutan yang mempengaruhi jarak tertentu seperti bau panggang ayam, parfum, asap dan yang langsung mengena pada permukaan tubuh seperti sabun, obat-obatan antiseptik, asam belerang. c. Organismik: struktur biologis dan fungsi-fungsi kefaalan pada organisme seperti rangsangan dari alat-alat pernapasan, pencernaan, kardiovaskuler, kelenjar buntu, persyarafan dan system otot-otot.

d. Sosial: penampilan, perbuatan dan interaksi antar orang-orang, ibu, ayah, saudara, guru, teman dan dirinya sendiri.

Harold Stevenson, dahulu Direktur Institut Perkembangan Anak, Universi-tas Minnesota, merumuskan bahwa “psikologi perkembangan berhubungan dengan studi mengenai perubahan tingkah laku sepanjang hidup”. Sedangkan, Richard M. Lerner merumuskan psikologi perkembangan sebagai pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fungsi-fungsi psikologis sepanjang hidup. Psikolog perkembangan, misalnya mempelajari bagaimana proses berpikir pada anak-anak umur satu, dua atau lima tahun menunjukkan persamaan atau perbedaan. Atau, bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa.

Psikologi Anak

Sejak lahir sampai saat kematian, manusia itu tumbuh mekar, mengalami banyak proses perubahan dan perkembangan. Karena itu prinsip perkembangan itu sifatnya progresif. Lagipula prinsip perkembangan tersebut ada di dalam diri anak itu sendiri. Proses perkembangan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Hereditas/warisan sejak lahir

Misalnya: bakat, pembawaan, konstitusi, potensi-potensi psikis dan fisik. b. Faktor-faktor lingkungan

Ada hukum konvergensi, dimana faktor intern dan ekstern saling bertemu dan saling mempengaruhi.

(5)

Setiap anak juga merupakan subyek aktif, yang bebas menentukan tujuan hidupnya sendiri, yaitu kebahagiaan lahir batin di dunia dan di akhirat, walaupun kebahagiaan itu sendiri berlainan arti dan bentuknya bagi setiap pribadi. Demikian pula cara untuk mencapai kebahagiaan itu pastilah berbeda. Sehingga bisa dikatakan bahwa tujuan akhir dari hidup setiap orang itu pasti berbeda juga. Dengan demikian tugas utama setiap orang tua adalah : (a) memberikan fasilitas bagi perkembangan anak dan (b) membantu memperlancar perkembangan anak menurut irama dan temponya sendiri-sendiri.

Sejak lahir anak-anak menampilkan cirri-ciri karakteristik yang individual, berbeda satu dengan yang lainnya. Semua cirri individual ini cenderung untuk terus tumbuh dan berkembang sampai pada masa pubertas, adolensi dan dewasa. Oleh karena itu individu itu merupakan pribadi yang unik, serta tiada duanya dan berusaha merealisasikan diri dalam satu lingkungan sosial. Maka tidak mungkin seorang anak hidup tanpa satu lingkungan sosial tertentu, jika anak itu mau tumbuh normal dan mengalami proses manusiawi atau proses pembudayaan dalam suatu lingkungan kultural. Selanjutnya kondisi itu menjadi menguntungkan dan positif sifatnya, bila kombinasi dari pengaruh sosial dan potensi hereditas bisa saling mendukung (hukum konvergensi); bisa bekerja sama secara akrab, dan membantu proses realisasi diri dan proses sosialisasi anak. Sebaliknya, kondisi jadi tidak sehat bila perkembangan anak menjadi terhambat ataupun rusak karenanya.

Psikologi Orang Tua

Pengaruh Sikap Orang Tua terhadap Anak

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Segala sesuatu yang dibuat anak mempengaruhi keluarganya, begitu pula sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat.

Di samping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional telah dimiliki bayi yang baru lahir. Peranan dan tanggung jawab yang harus dimainkan orang tua dalam membina anak adalah besar. Namun, kenyataannya dalam melakukan peran tersebut, baik secara sadar maupun tidak sadar, orang tua dapat membangkitkan rasa ketidakpastian dan rasa bersalah pada anak.

(6)

dan kasih saying selama kehamilan, sadar atau tidak sadar sang ibu akan merasa bersalah atau membenci anaknya yang belum lahir. Anak yang tidak dicintai oleh orang tua biasanya cenderung menjadi orang dewasa yang membenci dirinya sendiri dan merasa tidak layak untuk dicintai, serta dihinggapi rasa cemas. Perhatian dan kesetiaan anak dapat terbagi karena tingkah laku orang tuanya. Timbul rasa takut yang mendalam pada anak-anak di bawah usia enam tahun jika perhatian dan kasih saying orang tuanya berkurang, anak merasa cemas terhadap segala hal yang bisa membahayakan hubungan kasih saying antara ia dan orang tuanya.

Dr. Halim G Ginott memperingatkan orang tua akan besarnya pengaruh ancaman yang dilontarkan kepada anak. Ia mengatakan “Yang paling ditakuti anak-anak ialah tidak dicintai atau ditinggalkan oleh orang tuanya. Jadi jangan sekali-kali mengancam akan meninggalkan anak, secara bergurau maupun dengan marah”.

Sikap otoriter sering dipertahankan oleh orang tua dengan dalih untuk menanamkan disiplin pada anak. Sebagai akibat dari sikap otoriter ini, anak menunjukkan sikap pasif (hanya menunggu saja), dan menyerahkan segalanya kepada orang tua. Di samping itu, menurut Watson, sikap otoriter, sering menimbulkan pula gejala-gejala kecemasan, mudah putus asa, tidak dapat merencanakan sesuatu, juga penolakan terhadap orang lain, lemah hati atau mudah berprasangka. Tingkah laku yang tidak dikehendaki pada diri anak dapat merupakan gambaran dari keadaan di dalam keluarga.

Hal yang paling penting adalah bahwa kehidupan seorang anak hendaknya tidak diatur oleh kebutuhan orang tua dan menjadikan anak sebagai obyek untuk kepentingan orang tua. Efisiensi menurut konsep orang tua ini akan mengeringkan potensi anak, menghambat perkembangan emosional anak, serta menelantarkan minat anak.

Astrid Lindgern, seorang penulis wanita dari Swedia yang banyak menulis buku tentang anak mengatakan : “Seorang anak yang diperlakukan dengan kasih sayang oleh orang tuanya dan mencintai orang tuanya, akan menghasilkan suatu hubungan yang penuh kasih saying dalam lingkungannya. Si anak akan memupuk sikap ini selama hidupnya”.

Otoriter Orang Tua terhadap Anak

(7)

otoritas, maka konsistensi di dalam penerapannya akan memberikan kesempatan yang lebih banyak pada anak untuk mengenali tingkah laku mana yang baik atau tidak baik.

Terlihat jelas bahwa orang tua yang memiliki masalah berat dalam hubungannya dengan anak-anak mereka adalah orang-orang yang memiliki konsep-konsep yang sangat kuat dan kaku mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Semakin yakin orang tua atas kebenaran nilai-nilai dan keyakinan mereka, semakin cenderung orang tua itu memaksakannya pada anak mereka. Orang tua semacam itu biasanya juga cenderung untuk tidak dapat menerima tingkah laku yang nampaknya menyimpang dari nilai-nilai dan keyakinan mereka.

Pandangan Orang Tua terhadap Anak

Ada beberapa pandangan mengenai keyakinan orang tua bahwa anak pada dasarnya jahat. Beberapa tindakan kekerasan dilakukan oleh orang tua dengan keyakinan bahwa anak tidak dapat dipercaya karena mereka nakal sejak lahir. Sikap yang demikian terhadap anak telah lama berpengaruh kuat terhadap filsafat membesarkan anak dalam kebudayaan Barat. Karena sikap itu adalah praktek “mengusir setan dari dalam diri anak” dan keyakinan “mematahkan kemauan anak”. Pandangan negatif orang tua yang luar biasa tentang sifat anak-anak berakar kuat dalam sejarah kita. John Wesley, dalam khotbahnya tahun 1742 berjudul On Obidience to Parents, mengutip sebuah surat kabar dari ibunya yang mengatakan : “Untuk membentuk pikiran anak, hal pertama yang harus dilakukan adalah menundukkan kemauannya. Lakukan pekerjaan ini sebelum mereka dapat lari sendiri, sebelum mereka sama sekali bisa bicara. Meskipun menyakitkan, taklukkan kekerasan kepala mereka, patahkan kemauannya apabila engkau tidak ingin menggagalkan anak. Karena itu biarkan anak, sejak usia satu tahun diajari takut kepada cambuk dan menangis pelan-pelan”.

Ide yang sama muncul dalam pelajaran John Calvin tentang anak-anak. Menurutnya, pengendalian diri, kepatuhan, pengakuan otoritas dan hormat kepada yang lebih tua adalah semua hasil pelatihan tahun pertama, yaitu masa kanak-kanak. Sekalipun sebagian besar orang tua sekarang tidak keterlaluan menganggap anak “jahat”, banyak yang masih tetap cenderung yakin bahwa anak-anak akan selalu berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya, bila mereka dapat, mereka akan bertingkah mementingkan diri sendiri.

(8)

dan jelek, keyakinan orang tua mungkin harus diperkuat bahwa kenakalan harus dilenyapkan dengan pelatihan yang tepat, bila mungkin dengan kasih saying; tetapi penggunaan kekerasan atau ancaman mungkin diperlukan bila dijumpai penolakan. Ini bisa dinyatakan sebagai “kekerasan dibenarkan bila bisa dianggap sebagai alasan yang baik”.

Kematangan Emosional Orang Tua dan Pengaruhnya

Kematangan emosional orang tua sangatlah mempengaruhi keadaan perkembangan anak. Keadaan dan kematangan emosional orang tua mempengaruhi serta menentukan taraf pemuasan kebutuhan-kebutuhan psikologis yang penting pada anak dalam kehidupannya dalam keluarga. Taraf pemuasan kebutuhan psikologis itu akan pula mempengaruhi dan menentukan proses pendewasaan anak tersebut.

Emosi orang tua yang telah mencapai kedewasaan yaitu yang telah mencapai kematangan akan menyebabkan perkembangan yang sehat pada anak-anak mereka. Sebaliknya, emosi orang tua yang belum mencapai taraf kedewasaan yang sungguh-sungguh yaitu orang tua yang secara emosional belum stabil akan menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam usaha anak-anak itu untuk mendewasakan diri secara emosional atau membebaskan dirinya secara emosional dari orang tua.

Ketidakmatangan emosional orang tua mengakibatkan perlakuan-perlakuan orang tua yang kurang terhadap anak-anak, misalnya sangat menguasai anak secara otokratis dan memperlakukan anak dengan keras. Kalau orang tua bereaksi terhadap emosi negatif anak dengan emosi negatif pula, tidak akan membuat anak merasa aman untuk mengekspresikan emosinya. Emosi orang tua yang kuat membuat anak takut sehingga mereka menjadi tidak peka terhadap perasaan-perasaannya karena baginya tidak aman mengekspresikan perasaannya itu. Menciptakan kesempatan yang aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan dan merasakan kemarahan, kesedihan, ketakutan menghubungkan kembali anak-anak dengan kebutuhan dasar dalam diri mereka akan cinta orang tua.

Membina Hubungan Baik antara Orang Tua dan Anak

Ada beberapa faktor penting dalam mengusahakan terbinanya hubungan baik antara orang tua dengan anaknya:

a. Akuilah dan hargailah anak.

(9)

tua membandingkan kemampuan dan sifat-sifat satu anak dengan yang lain, karena setiap anak adalah unik.

1. Rumuskan peraturan secara jelas tepat dan mudah dimengerti anak. Dr. Halim G. Ginott dalam bukunya Between Parents and Child, membagi tiga daerah disiplin:

a) Daerah “hijau”, yang melingkupi tingkah laku yang diperbolehkan, bahkan diinginkan.

b) Daerah “merah”, melingkupi tingkah laku yang sama sekali tidak dapat diizinkan bahkan harus dicegah.

c) Daerah “kuning”, melingkupi tingkah laku yang sebenarnya tidak ideal, tetapi karena alasan-alasan tertentu ditolerir.

2. Laksanakan peraturan-peraturan secara konsisten dan uniform (tetap dan seragam).

Peraturan harus konsisten, artinya tetap (tidak gampang berubah). Dalam proses pendidikan, orang tua dituntut untuk tetap menegakkan disiplin dengan sikap yang tenang serta ramah tetapi tegas.

3. Hati-hatilah dalam memilih cara untuk menegakkan disiplin.

Orang tua dengan mudah bisa menimbulkan rasa benci, takut dan tidak aman bila kurang hati-hati pada waktu memilih cara dalam rangka menegakkan disiplin. Maka dalam menegakkan disiplin orang tua harus selalu mementingkan tujuan disiplin itu dan tidak semata-mata disiplin itu sendiri.

4. Perbaiki secepatnya bila terjadi kesalahan-kesalahan.

Bila orang tua melihat anaknya berbuat kesalahan, perbaikilah secepat mungkin; jangan menunda atau mengumpulkan beberapa kesalahan terlebih dulu baru menegurnya. Jika demikian anak akan melupakan kesalahannya dan mungkin memungkirinya.

5. Bina hubungan baik dengan semua anggota keluarga.

Membina hubungan baik antara anggota keluarga sangatlah penting. Interaksi yang pertama kali dialami seorang anak adalah interaksi dengan orang tuanya, kemudian dengan anggota keluarga yang lain.

Hubungan baik antara orang tua dan anggota keluarga yang lain dapat dicapai dengan cara sebagai berikut:

a) Mendengarkan apa yang diutarakan anak, baik itu berwujud cerita, kesukaran ataupun pertanyaan-pertanyaan. Orang tua harus menyediakan waktu untuk mendengarkan anaknya.

(10)

c) Tunjukkan tanda-tanda kasih antara lain dengan membelai, mencium, menepuk bahu dan lain-lain.

d) Hubungan orang tua dan anak tidak boleh dibiarkan terlalu lama tegang. Secepatnya orang tua harus melupakan kesalahan anaknya dan menciptakan kembali hubungan yang baik.

Hasil Penelitian Esterpretasi

Ketika berusia 10 tahun, Kezia dianiaya oleh Ibu kandungnya sampai mendapat 50 jahitan. Ia kemudian ditolong oleh tetangganya seorang oma. Setelah sembuh, Kezia tidak mau pulang kerumahnya karena takut kepada ibunya, tetapi Kezia merasa kasihan kepada ibunya yang sedang sakit dan ia meminta kepada oma itu untuk mendoakannya. Kezia anak tunggal dan masih mempunyai ayah yang tidak pernah mau peduli kepada Kezia dan ibunya, sedangkan keadaan ekonominya cukup baik.

Tindakan ibunya itu menyebabkan prestasi belajar Kezia menurun dan dia menarik diri dari pergaulan dengan teman–temannya yang sebelumnya begitu dinikmatinya.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulan:

1. Psikologi perkembangan berhubungan dengan bagaimana kepribadian seseorang berubah dan berkembang dari anak-anak, remaja sampai dewasa (sepanjang hidup). Proses perkembangan dipengaruhi oleh hereditas (warisan sejak lahir) dan faktor–faktor lingkungan.

2. Setiap anak mempunyai keunikannya masing–masing dan merupakan subyek aktif yang bebas menentukan tujuan hidupnya. Untuk itu tugas utama setiap orang tua ialah memberi fasilitas bagi perkembangan anak dan membantu memperlancar perkembangan anak, karena keluarga merupakan lembaga pertama sebagai dasar dalam kehidupan anak, maka segala perbuatan orang tua sangat menentukan kehidupan anak. Dr. Halim G. Ginott mengatakan “Kasih sayang orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan”.

3. Kehidupan anak hendaknya tidak diatur oleh kebutuhan orang tua dan jangan menjadikan sebagai objek untuk kepentingan orang tua.

4. Hasil kasih sayang orang tua yang dirasakan anaknya akan membuat anak dapat bersikap baik selama hidupnya.

(11)

6. Pikiran anak dapat dibentuk dengan menundukkan kemauannya

7. Pelatihan tahun pertama (masa kanak-kanak) sangat menentukan kehidupan anak dikemudian hari dan pelatihan yang tepat adalah masa anak-anak.

8. Perkembangan anak dan kebutuhan dasar dalam diri anak sangat dipengaruhi oleh kematangan emosional orang tua.

9. Faktor–faktor agar tercipta hubungan baik antara orang tua dengan anaknya:

a. Akuilah dan hargailah anak apa adanya.

b. Lakukan peraturan–peraturan secara konsisten dan uniform. c. Hati–hatilah dalam memilih cara untuk menegakkan disiplin. d. Perbaiki secepatnya bila terjadi kesalahan–kesalahan. e. Bina hubungan baik dengan semua anggota keluarga.

10. Masa depan anak, kesuksesan maupun kegagalan banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua di masa kecil anak. Komunikasi yang dibina dengan semaksimal mungkin akan memberikan dasar terpenting dalam pendidikan anak. Dasar pembinaan komunikasi adalah dengan menanamkan pengertian pada diri orang tua bahwa bayi adalah manusia sepenuhnya sejak kelahiran. Hal inilah yang sering dilupakan oleh orang tua. Orang tua cenderung mengganggap anaknya tidak tahu apa-apa. Orang tua merasa tidak perlu memberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan pikirannya kepada anak-anaknya. Mereka menganggap anaknya belum saatnya berbicara dan berdiskusi tentang suatu masalah dalam keluarga tersebut. Padahal mungkin masalah itu berkaitan dengan anak tersebut. Hal inilah yang sering menjadi penyebab terjadinya tindakan kekerasan pada anak dalam keluarganya.

Daftar Pustaka

Dalyono, M.Drs. (1997). Psikologi pendidikan. Jakarta : P.T. Rineka Cipta

Ginott, Halim G., Dr. (2001). Between parents and child. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama

Gunarsa, Singgih D. (1995). Prof. Dr., dan Gunarsa, Yulia Singgih, Dra. Psikologi Perkembangan anak dan Remaja. Jakarta : P.T. BPK Gunung Mulia

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran Kimia Dengan Model Learning Cycle 5e Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Smk Pada Pokok Bahasan Termokimia.. Pengaruh Model

Uji hipotesis terdiri dari uji-t yang digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa antara kelas IX D sebagai kelas eksperimen dan kelas IX G

Ada beberapa cara yang dapat di lakukan oleh masyarakat awam untuk membedakan jamur beracun dengan jamur yang tidak beracun, umumnya jamur beracun mempunyai warna yang mencolok

Judul Penelitian : PENGARUH KOMUNIKASI DAN PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DENGAN PENGAWASAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA PT PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK

Persalinan normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul

Peranan modal intelektual sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi kinerja organisasi, karena modal intelektual

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008

Dapat dilihat bahwa air isi ulang yang diproduksi oleh seluruh depot air minum isi ulang yang diuji sampelnya layak untuk dikonsumsi atau berkualitas baik,