DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi. W. 2012. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Penerbit Andi : Yogyakarta. Chai, H.Y., Wee, L.K. 2011. Gray level co-occurrence matrix bone fracture detection.
American Journal. Of Applied Sciences 8(1): 26-32
Choras, R.S. & Hearn, T. 2008. A CAD system for long-bone segmentation and fracture detection. International Journal Of Innovative Research in Science,
Engineering and Technology 1(1): 153-162
Cholis, M.N. & Fuad, Y. 2014. Aplikasi deteksi tepi sobel untuk identifikasi tepi citra medis. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi 3(2): 15-19. Destyningtias B., Heranurweni S. dan T. Nurhayati. 2010. Segmentasi Citra Dengan
Metode Pengambangan. Jurnal Elektrika 2(1): 39 – 49.
Fuadah, Y.N. & Rizal. A. 2014. Diaphysis fracture on tibia and fibula Detection based on digital image processing and scan Line algorithm. The 15th International Conference on Biomedical Engineering, IFMBE Proceedings 43: 679-682.
Jacob, N.E & Wyawahare, M.P. 2013. Survey of bone fracture detection techniques.
International Journal of Computer Applications 71(17): 31-34.
Kurniawan, S.F. 2014. Deteksi fraktur tulang menggunakan open CV. Jurnal
teoritical Indonesia dan teknologi informasi 64(1) 249-254.
Noorniawati, V.Y. 2007. Metode support vector machine untuk sistem temu kembali citra. Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Mahajan, S.R., Zope, P.H & Suralkar, S.R. 2012. Review an enhance fracture detection algorithm design using X-rays image processing. International
Journal Of Innovative Research in Science, Engineering and Technology 1(1):
141-146.
Mardianto, I. & Pratiwi, D. 2008. Sistem deteksi penyakit pengeroposan tulang dengan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation dan representasi ciri dalam ruang eigen. CommIT 2(1), pp. 69-80.
Mahendran, S.K & Baboo, S.S. 2011. Enhanced Automatic X-Ray Bone Image Segmentation using Wavelets and Morphological Operators. International
Conference on Information and Electronics Engineering 6 : 125-129.
Mostafa, S. 2004. AdAgen : Adaptive Interface Agent For X-Ray Fracture Detection.
International Journal of Computing & Information Sciences 2 (3) : 143-148.
Munir, R. 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Informatika: Bandung.
Murni, Aniati A., S. Setiawan. 1992. Pengantar Pengolahan Citra, PT. Alex Media Komputindo, Gramedia. Jakarta.
Smeltzer S.C.2008.http://id.wikipedia.org//wiki/Fraktur_tulang.html.(diakses pada 10 Maret 2016)
BAB 3
ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini membahas mengenai analisis dan perancangan sistem. Pada tahap analisis akan dilakukan analisis terhadap data yang akan digunakan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur tibia dan fibula menggunakan algoritma Scanline. Pada tahap perancangan sistem akan dibahas mengenai perancangan tampilan antarmuka sistem 3.1 Arsitektur Umum
Aplikasi ini akan mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula secara otomatis berdasarkan keteraturan tepi pada citra tulang tersebut. Metode yang diajukan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut: pemotongan citra fraktur tulang tibia dan fibula (cropping) untuk mendapatkan region of interest (ROI);
resizing citra untuk mendapatkan ukuran resolusi citra yang sama; Kemudian sistem
Gambar 3.1. Arsitektur umum 3.2 Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah mengalami proses akuisisi citra. Data tersebut didapatkan dari Rumah Sakit Haji Adam Malik dan beberapa citra cruris juga didapatkan dari internet. Citra cruris merupakan istilah yang digunakan dalam radiologi, citra ini didapatkan melalui pengambilan citra tulang tibia dan fibula dengan menggunakan kamera digital. Citra cruris yang diperoleh dalam bentuk format joint photograhic group (.jpg) dengan ukuran citra yang berbeda-beda. Jumlah citra yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 40 citra cruris. Gambar 3.2 menunjukkan citra cruris.
Gambar 3.2. Citra Cruris 3.3 Pre-processing
Proses preprocessing merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum data digunakan, data tersebut terlebih dahulu melalui beberapa proses agar dapat digunakan pada tahap selanjutnya. Proses preprocessing tersebut terdiri dari proses cropping, resizing,
grayscaling dan sharpening.
3.3.1 Cropping
3.3.2 Resizing
Proses resizing citra merupakan proses memperkecil ukuran piksel citra fraktur tulang, dimana citra tersebut memiliki dimensi yang berbeda sehingga perlu dilakukan penyamaan ukuran semua citra. Citra cruris yang akan di-resizing pada penelitian ini memiliki ukuran 100 x 400 piksel. Contoh citra hasil resizing dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Citra hasil proses resizing
3.3.3. Grayscaling
Proses selanjutnya merupakan proses grayscaling. Citra cruris merupakan citra RGB, untuk mendapatkan citra grayscale, maka 3 komponen tersebut dirata-ratakan, dalam citra tidak ada lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Setiap piksel yang terdapat pada citra diwakili 24 bit, yang masing-masing memiliki 8-bit warna yang berada pada 0 (00000000) sampai 255 (11111111). Gambar 3.5 merupakan representasi piksel pada citra tulang tibia dan fibula.
Gambar 3.5. Representasi piksel citra cruris
Citra yang digunakan dalam representasi piksel pada Gambar 3.6 merupakan citra curis yang berukuran 100 x 400 piksel dan potongan citra cruris yang berukuran 9 piksel (3x3). Proses perhitungan untuk mendapatkan nilai grayscaling pada citra cruris akan ditunjukkan pada potongan citra cruris berukuran 9 piksel seperti pada Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Citra 9 (3x3) piksel
Adapun nilai Red, Green, Blue pada citra 9 piksel antara lain : P1 = R, G, B ( 171,212,196 )
P2 = R, G, B ( 174,213,197 ) P3 = R, G, B ( 183,218,203 ) P4 = R, G, B ( 173,213,197 ) P5 = R, G, B ( 181,217,202 ) P6 = R, G, B ( 174,214,199 ) P7 = R, G, B ( 179,216,201 ) P8 = R, G, B ( 184,219,205 ) P9 = R, G, B ( 169,211,195 )
Citra warna pada citra cruris diubah menjadi citra abu-abu atau grayscaling dengan menghitung nilai rata-rata warna dari Red, Green, Blue. Persamaan yang digunakan dalam mengubah citra warna RGB menjadi citra grayscaling adalah sebagai berikut
Grayscaling = (R + G + B)/3 (3.1)
Dengan menggunakan persamaan (3.1) nilai grayscaling yang akan didapatkan antara lain sebagai berikut :
P5 = R, G, B (181,217,202) / 3 = 200 P6 = R, G, B (176,219,204) / 3 = 199.6 P7 = R, G, B (179,216,201) / 3 = 198.6 P8 = R, G, B (184,219,205) / 3 = 202.6 P9 = R, G, B (169,211,195) / 3 = 191.6
Setelah nilai grayscaling didapatkan pada setiap piksel berdasarkan persamaan (3.1) maka nilai tersebut akan diubah berdasarkan nilai grayscaling yang didapatkan pada setiap piksel, nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Nilai grayscaling pada setiap piksel
Proses perhitungan nilai grayscaling pada citra cruris 9 piksel (3x3) piksel dapat dilakukan pada citra cruris 100 x 400 piksel. Contoh citra cruris yang telah diterapkan grayscaling pada ukuran citra 100 x 400 ditunjukkan pada Gambar 3.8.
a b
Gambar 3.8. Citra hasil grayscaling, (a) citra cruris (b) citra grayscaling
3.3.4. Penajaman Citra (Sharpening)
Tahap selanjutnya adalah penajaman citra (Sharpening). Proses sharpening dilakukan untuk memperoleh kualitas citra terlihat lebih tajam dan memperjelas tepi objek citra. Hal ini disebut juga dengan prinsip High Pass Filter (HPF). Algoritma yang digunakan dalam proses sharpening adalah :
Citra hasil proses sharpening dapat dilihat pada Gambar 3.9.
(a) (b)
Gambar 3.9. Citra hasil sharpening. (a) citra grayscaling (b) Citra sharpening 3.4 Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan ciri dari sebuah citra. Ciri yang didapatkan dari ekstraksi fitur ini menjadi masukan dalam proses identifikasi menggunakan algoritma Scanline. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah deteksi tepi Canny. deteksi tepi Canny akan menghasilkan tepi-tepi dari objek citra tersebut. Tujuan deteksi tepi Canny ini adalah untuk menandai bagian yang menjadi detail lokasi fraktur citra. Pada citra cruris tersebut terdapat titik (x,y), titik (x,y) merupakan bagian tepi (edge) pada citra.
Langkah-langkah dalam melakukan deteksi tepi Canny.
1. Menghilangkan noise dengan menggunakan Gaussian filter, dan ini sudah secara ekslusif dalam metode deteksi tepi Canny. Hal ini dilakukan supaya garis-garis halus juga tidak dideteksi sebagai tepian citra.
(a) (b)
Gambar 3.10. Citra proses Canny (a) citra sharpening (b) citra deteksi tepi Canny 3. Langkah terakhir dalam deteksi tepi Canny adalah binerisasi, mendapatkan nilai fitur yang akan digunakan sebagai masukan pada algoritma Scanline. Berikut contoh nilai binerisasi yang didapatkan dari citra cruris yang mengalami metode deteksi tepi Canny.
Gambar 3.11. Contoh citra hasil Canny yang diambil nilai fitur
Gambar 3.11. merupakan contoh gambar yang digunakan untuk mendapatkan nilai ekstraksi fitur menggunakan metode deteksi tepi Canny.
Tabel 3.1 Nilai ektraksi fitur deteksi Canny
Pada Tabel 3.1 nilai fitur didapatkan dari tepian yang dihasilkan deteksi tepi Canny, nilai tersebut berdasarkan nilai piksel putih pada kolom dan baris yang terdapat pada citra hasil deteksi tepi. Nilai fitur yang digunakan adalah 0 dan 1. 0 menyatakan nilai garis hitam atau piksel hitam, dan 1 menyatakan nilai garis putih atau piksel putih. 3.5 Identifikasi Lokasi Fraktur
Setelah nilai fitur didapat pada proses ekstraksi fitur menggunakan deteksi tepi Canny, tahapan selanjutnya yaitu proses identifikasi citra menggunakan algoritma Scanline. Adapun proses algoritma Scanline dalam proses identifikasi pada citra fraktur tulang antara lain :1. Hitung jumlah piksel putih pada setiap baris dengan menghitung jumlah piksel putih pada setiap kolom yaitu :
1. Hitung jumlah piksel putih pada setiap kolom dari Ciri Citra Cruris
x/y K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9
B1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B2 0 0 1 0 0 0 0 1 1
B3 0 0 1 0 0 0 0 1 1
B4 0 0 1 0 0 0 0 1 1
B5 0 0 1 0 0 0 0 1 1
B6 0 0 1 0 0 0 0 1 1
B7 0 1 1 0 0 0 1 1 1
B8 0 1 1 1 1 1 1 0 1
B9 0 1 1 1 1 1 1 0 1
B10 0 1 0 0 0 1 0 1 0
B11 0 1 0 0 0 1 0 1 0
B12 0 1 0 0 0 1 0 1 0
B13 0 1 0 0 0 1 0 1 0
B14 0 1 0 0 0 1 0 1 0
Keterangan :
Bn = nilai total jumlah K1+k2..+Kn Kn = nilai fitur pada masing-masing kolom 1. B1 = 0+0+0+0+0+0+0+0+0
= 0
2. B2 = 0+0+1+0+0+0+0+1+1 = 3
3. B7 = 0+1+1+0+0+0+1+1+1 = 5
4. B9 = 0+1+1+1+1+1+1+0+1 = 7
5. B12 = 0+1+0+0+0+1+0+1+0 = 3
2. Setelah nilai pada setiap baris didapatkan, kemudian hitung jumlah piksel putih pertiga baris. Dengan persamaan
NS = B1+..+Bn (3.5) Keterangan :
NS = Nilai Scanline
B1= jumlah piksel putih pada baris pertama Bn= jumlah piksel putih pada baris ke n.
3. Setelah nilai pertiga baris didapatkan maka tentukan baris yang mengandung nilai piksel putih yang tertinggi. Nilai tertinggi tersebut akan menjadi titik pusat lokasi fraktur.
Perhitungan untuk mendapatkan jumlah piksel putih pertiga baris antara lain 1. NS B2 = B1 + B2 + B3
= 0+3+3 = 6
2. NS B7 = B6 + B7 + B8 = 3+5+7 = 15
3. NS B8 = B7 + B8 + B9 = 5+7+7 = 19
4. NS B9 = B8 + B9 + B10 = 7+7+3
= 17
5. NS B10 = B9 + B10 + B11 = 7+3+3
= 13
Gambar 3.12. menunjukkan proses Scanline dalam mendapatkan nilai sebagai titik acuan untuk mendapatkan lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula.
Gambar 3.12. Ilustrasi proses algoritma Scanline
Tabel 3.2. Hasil Proses Scanline
Pada Tabel 3.2 nilai hasil algoritma Scanline telah didapatkan pada masing-masing baris. Dan dari nilai tersebut didapatkan nilai tertinggi dan nilai tertinggi tersebut merupakan titik pusat dalam identifikasi lokasi fraktur. Titik pusat pada citra tulang tibia dan fibula terdapat pada baris B8 yang memiliki nilai 19, dari titik tersebut ditarik space 50 piksel keatas dan 50 piksel kebawah, dan lokasi tersebut ditandai sebagai lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.
3.6 Bentuk keluaran yang dihasilkan
Keluaran yang diharapkan dari perancangan sistem ini adalah berupa sebuah aplikasi yang mampu mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula dari citra masukan berupa citra cruris yang merupakan citra sekunder hasil gambar X-ray.
Ciri Citra Cruris
K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8 K9 Total NS
B1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B2 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 6
B3 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 9
B4 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 9
B5 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 9
B6 0 0 1 0 0 0 0 1 1 3 11
B7 0 1 1 0 0 0 1 1 1 5 15
B8 0 1 1 1 1 1 1 0 1 7 19
B9 0 1 1 1 1 1 1 0 1 7 17
B10 0 1 0 0 0 1 0 1 0 3 13
B11 0 1 0 0 0 1 0 1 0 3 9
B12 0 1 0 0 0 1 0 1 0 3 9
B13 0 1 0 0 0 1 0 1 0 3 9
B14 0 1 0 0 0 1 0 1 0 3 6
B15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Akurasi merupakan ukuran ketetapan sistem dalam mengenali lokasi fraktur sehingga sistem menghasilkan keluaran yang benar. Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Akurasi =
(3.6)
3.7 Perancangan Sistem
Pada perancangan system akan dilakukan
3.7.1 Perancangan menu sistem
Struktur menu dalam system ditunjukkan pada Gambar 3.13
Gambar 3.13. Struktur Menu Aplikasi
3.7.2 Perancangan antarmuka
Gambar 3.14. Rancangan tampilan awal identifikasi fraktur Keterangan :
a. Tombol “About” akan menghubungkan user untuk masuk kehalaman penjelasan singkat tentang system.
b. Logo yang digunakan pada system adalah logo universitas sumatera utara
c. Tombol “Start” akan menghubungkan user dengan halaman utama identifikasi fraktur tulang.
d. Tombol “Exit” akan memungkinkan user keluar dari system.
3.7.3 Perancangan halaman utama
Pada tampilan halaman utama aplikasi, terdapat beberapa fasilitas seperti pemilihan citra cruris, pemrosesan citra cruris, dan hasil identifikasi lokasi fraktur citra cruris. Rancangan tampilan halaman utama ditunjukkan pada Gambar 3.15.
Gambar 3.15. Tampilan Halaman Utama Proses Identifikasi
Keterangan :
a. Tombol “Beranda” memungkinkan user untuk kembali kehalaman awal.
b. Tombol “About” memungkinkan user untuk melihat penjelasan singkat tentang
system.
c. Tombol “Browse” memungkinkan user untuk memilih citra cruris tulang pada
tempat penyimpanan citra. Setelah citra dipilih, maka citra akan ditampilkan pada bagian “Citra Cruris”
d. Tombol “Process” memungkinkan user untuk melakukan proses identifikasi lokasi
fraktur. Setelah proses identifikasi selesai, citra hasil pre-processing yaitu proses
grayscaling, sharpening, dan deteksi Canny akan ditampilkan, dan hasil
identifikasi lokasi fraktur akan ditampilkan pada bagian “ hasil identifikasi”.
e. Tombol “Reset” memungkinkan user untuk menghapus citra input beserta seluruh
hasil pemrosesan
BAB 4
IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN
Pada bab ini akan membahas hasil yang didapatkan dari implementasi metode deteksi tepi Canny dan algoritma Scanline untuk melakukan identifikasi lokasi fraktur melalui citra tulang tibia dan fibula dan pengujian sistem sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3. Tahap ini bertujuan untuk menampilkan hasil perancangan aplikasi yang telah dibangun dan proses pengujian sistem dalam identifikasi citra fraktur tulang tibia dan fibula.
4.1 Implementasi Sistem
Pada tahap ini, metode-metode yang digunakan dalam mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula diimplementasikan ke dalam sistem menggunakan bahasa pemograman Java sesuai dengan perancangan yang telah dilakukan.
Dalam perancangan aplikasi untuk identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula menggunakan algoritma Scanline memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak pendukung antara lain :
4.1.1 Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan
Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun sistem pengidentifikasi lokasi fraktur tulang adalah sebagai berikut.
1. Processor Intel Core i3-820M CPU 1.9GHz 2. Memory (RAM) 4.00 GB DDR3
3. Kapasitas Harddisk 500 GB
4. Sistem operasi yang digunakan adalah Microsoft Windows 8.1 Enterprise 64 Bit 5. NetBeans IDE 7.0
6. JDK 1.7
4.1.2 Implementasi perancangan muka
Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan yang telah dilakukan pada Bab 3 adalah sebagai berikut.
1. Tampilan awal sistem
Tampilan awal sistem merupakan tampilan yang akan muncul pertama kali ketika sistem dijalankan. Pada halaman ini akan ditampilkan pilihan yang akan menghubungkan user ke halaman identifikasi dan halaman tentang. Tampilan awal aplikasi dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Awal
2. Tampilan Utama sistem
Gambar 4.2 Tampilan Halaman Utama Sistem
4.1.3 Implementasi data
Data yang dimasukkan kedalam sistem adalah citra tulang tibia dan fibula dan kategori citra adalah tulang fraktur yang bersumber dari data RS Adam Malik. Rangkuman data dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rangkuman data citra cruris
No. Nama Citra Fraktur
1. Fraktur1 X
2. Fraktur2 X
3. Fraktur3 X
4. Fraktur4 X
5. Fraktur5 X
... ... ....
10. Fraktur40 X
Total 40
4.2 Prosedur Operasional
Tampilan awal aplikasi ditunjukkan sperti pada Gambar 4.1 yang memiliki dua tombol, yaitu tombol “Start” dan tombol “Exit”. Tombol “Start” digunakan untuk memulai sistem dan masuk kedalam tampilan utama sistem. Tombol “Exit” digunakan jika user ingin keluar dari sistem. Tampilan utama sistem ditunjukkan pada Gambar 4.2, pada tampilan utama tersebut terdapat tiga tombol yaitu tombol “Browse”, tombol “Process”, dan tombol “Reset”. Tombol “Browse” yang digunakan untuk memilih citra fraktur tulang tibia dan fibula yang akan diidentifikasi dimana letak/lokasi fraktur tulang tibia dan fibula. Tampilan saat tombol “Browse” dipilih dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Citra tulang tibia dan fibula yang dipilih selanjutnya akan ditampilkan pada panel “Citra Cruris” seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Tampilan utama aplikasi setelah citra tulang dipilih
Setelah citra fraktur tulang tibia dan fibula ditampilkan pada panel “Citra Cruris”, maka tombol “Process” dan tombol “Reset” dapat digunakan. Tombol “Process” digunakan untuk memulai proses identifikasi lokasi fraktur dari citra tulang fraktur tibia dan fibula yang dipilih, dimulai dari proses pre-processing, feature extraction, dan identifikasi menggunakan Algoritma Scanline. Hasil dari proses pre-procesing akan ditampilkan pada panel “grayscaling” citra hasil grayscaling, citra hasil penajaman dengan pada panel “Sharpening”, hasil ekstraksi fitur menggunakan
deteksi tepi canny akan ditampilkan pada panel “Deteksi Canny”, dan hasil identifikasi akan ditampilkan pada panel “Hasil Identifikasi” seperti yang ditunjukkan Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Tampilan Aplikasi pada proses identifikasi
Pada Gambar 4.6 merupakan hasil tampilan citra grayscaling, citra warna pada citra cruris asli diubah menjadi citra abu-abu atau grayscaling, dengan menghitung nilai rata-rata warna dari Red, Green, Blue pada setiap piksel. Setelah didapatkan nilai rata-rata warna maka nilai tersebut akan diubah berdasarkan nilai grayscaling yang didapatkan pada setiap piksel.
Gambar 4.7 Tampilan Citra Hasil Sharpening
Pada Gambar 4.7 merupakan tampilan hasil proses Sharpening, proses sharpening merupakan proses penajaman citra. Pada proses sharpening didapatkan tepian citra yang lebih tajam dan lebih jelas. Hasil tersebut didapatkan dengan menerapkan prinsip
High Pass Filter (HPF) pada proses sharpening.
Gambar 4.8 Tampilan Citra Hasil Deteksi Tepi Canny
Pada Gambar 4.8 merupakan tampilan hasil dari proses ekstraksi fitur dalam identifikasi lokasi fraktur menggunakan deteksi tepi Canny. Pada proses Canny tersebut didapatkan piksel hitam dan piksel putih. Piksel putih merupakan hasil dari tepian yang didapatkan sedangkan piksel hitam merupakan background. Nilai fitur yang didapatkan pada proses Canny, akan menjadi masukan pada proses Algoritma
Hasil dari proses identifikasi menggunakan Algoritma Scanline ditampilkan pada panel “Hasil Identifikasi”. Tampilan hasil proses Identifikasi lokasi fraktur citra tulang tibia dan fibula ditunjukkan pada Gambar 4.9. Nilai fitur yang didapatkan pada proses
Canny akan mengalami perhitungan untuk mendapatkan nilai tertinggi. Nilai tertinggi
tersebut akan menjadi titik pusat dalam menentukan lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.
4.3 Pengujian Sistem
Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem dalam melakukan identifikasi terhadap garis tepi dari citra tulang tibia dan fibula. Pengujian sistem ini dilakukan dengan 40 citra fraktur tulang tibia dan fibula yang telah dikumpulkan.
4.3.1 Pengujian Citra
Pada proses pengujian ini, hal yang mempengaruhi hasil identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula adalah kualitas gambar, semakin bagus kualitas gambar deteksi tepi yang dilakukan akan semakin baik. Hasil dari pengujian citra fraktur tulang tibia dan fibula dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4.4 Hasil Uji Citra Cruris
NO Nama Citra Gambar Status
1 Fraktur1.jpg Berhasil
2 Fraktur2.jpg Berhasil
3 Fraktur3.jpg Berhasil
4 Fraktur4.jpg Berhasil
6 Fraktur6.jpg Berhasil
7 Fraktur7.jpg Berhasil
8 Fraktur8.jpg Berhasil
9 Fraktur9.jpg Berhasil
10 Fraktur10.jpg Gagal
Tabel 4.4 Hasil Uji Citra Cruris (Lanjutan)
11 Fraktur11.jpg Berhasil
12 Fraktur12.jpg Berhasil
13 Fraktur13.jpg Berhasil
14 Fraktur14.jpg Berhasil
16 Fraktur16.jpg Gagal
17 Fraktur17.jpg Berhasil
18 Fraktur18.jpg Berhasil
19 Fraktur19.jpg Berhasil
20 Fraktur20.jpg Gagal
Tabel 4.4 Hasil Uji Citra Cruris (Lanjutan)
21 Fraktur21.jpg Berhasil
22 Fraktur22.jpg Berhasil
23 Fraktur23.jpg Berhasil
24 Fraktur24.jpg Berhasil
25 Fraktur25.jpg
Tabel 4.4 Hasil Uji Citra Cruris (Lanjutan)
26 Fraktur26.jpg Berhasil
27 Fraktur27.jpg Gagal
28 Fraktur28.jpg
Berhasil
29 Fraktur29.jpg
Berhasil
30 Fraktur30.jpg
Berhasil
Tabel 4.4 Hasil Uji Citra Cruris (Lanjutan)
31 Fraktur31.jpg Berhasil
32 Fraktur32.jpg Berhasil
33 Fraktur33.jpg Berhasil
34 Fraktur34.jpg Berhasil
Tabel 4.4 Hasil Uji Citra Cruris (Lanjutan)
36 Fraktur36.jpg Berhasil
37 Fraktur37.jpg Berhasil
38 Fraktur38.jpg Berhasil
39 Fraktur39.jpg Berhasil
40 Fraktur40.jpg Berhasil
Dalam menentukan lokasi fraktur, ciri citra didapatkan melalui deteksi tepi
Canny. Pada proses Canny akan didapatkan piksel putih dan piksel hitam, setiap
piksel putih akan diproses dengan Scanline. algoritma Scanline akan menetapkan nilai tertinggi pertiga baris, nilai tertinggi yang didapatkan akan menjadi titik pusat lokasi fraktur. Dari 40 data pengujian, kesalahan identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula terdapat pada data ke 10, 16, 20, 27, dan 35. Sistem gagal menentukan lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula.
[image:35.595.213.421.193.386.2]
a b
Gambar 4.10. Citra gagal identifikasi (a) hasil deteksi Canny (b) hasil Scanline. Dari Gambar 4.11 lokasi yang ditandai sistem tidak sesuai dengan lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula, disebabkan karena nilai piksel putih tertinggi didapatkan pada lokasi yang ditandai.
Dari hasil uji data pada sistem aplikasi identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula menggunakan algoritma Scanline didapatkan hasil ketepatan (akurasi) dalam proses pengidentifikasian lokasi fraktur tulang tibia dan fibula sebesar 87,5%. Hasil dari nilai akurasi identifikasi lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula dapat diilihat pada persamaan 4.1.
Persentasi akurasi x 100 % ( 4.1) Keterangan :
x = Jumlah citra cruris yang berhasil diidentifikasi dimana letak lokasi fraktur y= Jumlah total citra cruris
Perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (4.1) Persentase akurasi
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas tentang kesimpulan dari metode yang diajukan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula pada bagian 5.1, serta pada bagian 5.2 akan dibahas saran-saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pengujian dari identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula menggunakan Algoritma Scanline adalah sebagai berikut: 1. Algoritma Scanline dapat digunakan untuk membantu ahli Radiologi dalam
mengidentifikasi lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula dengan akurasi pengujian sebesar 87,5%.
2. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, pada tahap ekstraksi fitur aplikasi belum mampu melakukan filtering citra secara sempurna, sehingga dibeberapa citra uji yang mengandung noise terdeteksi sebagai piksel putih yang mempengaruhi
Scanline dalam menentukan lokasi fraktur.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk pengembangan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Diperlukan metode yang dapat melakukan pemotongan citra fraktur secara otomatis sehingga menjadi citra yang siap diolah pada proses selanjutnya.
2. Diperlukan metode yang lain untuk mengidentifikasi lokasi fraktur, seperti hough transform dan diharapkan sistem dapat mengidentifikasi lokasi fraktur lebih dari satu lokasi patahan.
3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat mengklasifikasikan citra kedalam dua kondisi yaitu normal dan fraktur dan diharapkan sistem dapat mengenal jenis-jenis fraktur.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai teori-teori dasar serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penerapan Algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula menggunakan citra fraktur tulang tibia dan fibula.
2.1 Tulang Tibia dan Tulang Fibula
[image:37.595.214.420.374.604.2]Tungkai bawah terdiri dari dua tulang, yaitu tulang tibia atau tulang kering dan tulang fibula atau tulang betis.
2.1.1. Tulang Tibia
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral. Kondi-kondil ini merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superior memperlihatkkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi sendi lutut.
Kondil lateral memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan kepala fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini di sebelah belakang dipisahkan oleh lekukan popliteum. Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulangnya sedikit melebar dan ke bawah sebelah medial menjulang menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-fibuler inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan talus. Merupakan tulang tungkai bawah yang lebih besar dan terletak di sebelah medial sesuai dengan os radius pada lengan atas. Tetapi Radius posisinya terletak disebelah lateral karena anggota badan bawah memutar kearah medialis. Atas alasan yang sama maka ibu jari kaki terletak disebelah medialis berlawanan dengan ibu jari tangan yang terletak disebelah lateralis (Jacob, 2013).
2.1.2. Tulang Fibula
Tulang Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang terletak disebelah lateral dan bentuknya lebih kecil sesuai os ulna pada tulang lengan bawah. Arti kata fibula adalah kurus atau kecil. Tulang ini panjang, sangat kurus dan gambaran korpusnya bervariasi diakibatkan oleh cetakan yang bervariasi dari kekuatan otot – otot yang melekat pada tulang tersebut. Tidak urut dalam membentuk sendi pergelangan kaki, dan tulang ini bukan merupakan tulang yang turut menahan berat badan (Smeltzer, 2008)..
Pada fibula bagian ujung bawah disebut malleolus lateralis. Disebelah bawah kira – kira 0,5 cm disebelah bawah medialis, juga letaknya lebih posterior. Sisi – sisinya mendatar, mempunyai permukaan anterior dan posterior yang sempit dan permukaan – permukaan me dialis dan lateralis yang lebih lebar. Permukaan anterior
menjadi tempat lekat dari ligamentum talofibularis anterior. Permukaan lateralis terletak subkutan dan berbentuk sebagai penonjolan lubang. Pinggir lateral alur tadi merupakan tempat lekat dari retinakulum.
Permukaan sendi yang berbentuk segi tiga pada permukaan medialis bersendi dengan os talus, persendian ini merupakan sebagian dari sendi pergelangan kaki. Fosa malleolaris terletak disebelah belakang permukaan sendi mempunyai banyak foramina vaskularis dibagian atasnya. Pinggir inferior malleolus mempunyai apek yang menjorok kebawah. Disebelah anterior dari apek terdapat sebuah insisura yang merupakan tempat lekat dari ligamentum kalkaneo fibularis.
2.1.3 Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2008).
2.1.4. Klasifikasi Fraktur
1. Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi menjadi :
a. Fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih.
b. Fraktur incomplete (parsial). Fraktur parsial terbagi lagi menjadi :
Fissure/Crack/Hairline, tulang terputus seluruhnya tetapi masih di tempat, biasa terjadi di tulang pipih.
Greenstick Fracture, biasa terjadi pada anak-anak dan pada os. radius, ulna, clavikula dan costae.
2. Berdasarkan garis patah atau konfigurasi tulang :
a. Transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-1000 dari sumbu tulang).
b. Oblik, garis patah tulang melintang sumbu tulang (<800 atau >1000 dari sumbu tulang).
e. Comminuted, terdapat dua atau lebih garis fraktur. 3. Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur :
a. Undisplace, fragment tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya b. Displace, fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:
1) Shifted Sideways, menggeser ke samping tapi dekat 2) Angulated, membentuk sudut tertentu
3) Rotated, memutar
4) Distracted, saling menjauh karena ada interposisi 5) Overriding, garis fraktur tumpang tindih
6) Impacted, satu fragmen masuk ke fragmen yang lain.
4. Secara umum berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fraktur tertutup, apabila kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh
b. Fraktur terbuka, apabila kulit diatasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.
2.2 Citra
Citra adalah gambar pada dua-dimensi, citra merupakan dimensi spasial atau bidang yang berisi informasi warna yang tidak bergantung waktu (Munir, 2004). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) atas intensitas cahaya pada bidang dua dimennsi. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali seluruh atau sebag ian berkas cahaya kemudian ditangkap oleh alat optis atau elektro optis (Murni dkk, 1992).
Citra digital adalah suatu matriks yang terdiri dari baris dan kolom dimana setiap pasang indeks baris dan kolom menyatakan suatu titik pada citra. Nilai dari setiap matriks menyatakan nilai kecerahan titik tersebut. Titk-titik tersebut dinamakan sebagai elemen citra atau piksel. Citra digital adalah merupakan fungsi dua variabel f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut. Citra digital dapat diklasifikasi menjadi citra biner, citra keabuan, dan citra warna.
2.2.1 Citra Biner
Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering. Citra biner dibentuk dari citra keabuan melalui operasi thresholding, dimana tiap piksel yang nilainya lebih besar dari threshold akan diubah menjadi (1) menyatakan putih dan piksel yang nilainya lebih kecil dari threshold akan diubah menjadi (0) menyatakan hitam. (Destyningtas, 2010) . Contoh citra biner ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Cita Biner
2.2.2 Citra Keabuan (Grayscale)
Gambar 2.3. Citra Grayscale
2.3.3 Citra Warna
[image:42.595.316.357.90.248.2]Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (RGB = Red, Green, Blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte (nilai maksimum 255 warna), jadi satu piksel pada citra warna diwakili oleh 3 byte. Warna yang disediakan yaitu 255 x 255 x 255. Warna ini disebut juga dengan true color karena memiliki jumlah warna yang cukup besar (Mardianto, 2008). Contoh citra warna dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Citra Warna 2.3 Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah proses pada citra untuk menghasilkan citra sesuai dengan yang kita inginkan, kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia. Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai cara, perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra),
transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan citra ciri yang optimal untuk tujuan analisis, melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra (Efford, 2000). Beberapa teknik pengolahan citra yang digunakan adalah sebagai berikut .
2.3.1. Cropping
Cropping berfungsi untuk mendapatkan bagian region of interest (ROI) dari sebuah
citra dengan cara memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi yang tidak diperlukan. Cropping dapat digunakan untuk menambah fokus pada objek, membuang bagian citra yang tidak diperlukan, memperbesar area tertentu pada citra, mengubah orientasi citra, dan mengubah aspect ratio dari sebuah citra. Cropping menghasilkan citra baru yang merupakan bagian dari citra asli dengan ukuran yang lebih kecil. Jika citra cropping digunakan untuk proses lain, waktu pemrosesan akan lebih cepat karena bagian yang diproses hanya bagian yang diperlukan (Fuadah, 2014).
2.3.2 Resizing
Pada tahap ini, citra tulang akan diukur ulang dengan mengecilkan piksel dari citra tersebut. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dan menambah fokus pada suatu objek yang akan diidentifikasi, membuang citra yang tidak memiliki informasi yang penting. Proses ini akan menghasilkan sebuah citra baru yang merupakan bagian citra asli yang memiliki ukuran yang lebih kecil dari citra awal, hal ini dilakukan untuk memfasilitasi pada tahap selanjutnya (Cahyadi, W. 2012).
2.3.3 Grayscaling
Dalam pengolahan citra, mengubah warna citra menjadi citra grayscale digunakan untuk untuk menyederhanakan model citra. Citra berwarna memiliki 3 komposisi warna yaitu red (R), green (G), dan blue (B). Tiga komponen tersebut dirata-rata supaya mendapatkan citra grayscale, dalam citra ini, tidak ada lagi warna yang ada hanya derajat keabuan (Mardianto, 2008).
abu. Abu-abu merupakan warna komponen merah, hijau, dan biru yang mempunyai nilai intensitas yang sama. Setiap poin informasi piksel (RGB) disimpan kedalam1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, 8 bit kedua menyimpan nilai hijau dan 8 bit terakhir menyimpan warna merah. Grayscaling dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata dari total nilai RGB, ditunjukkan pada persamaan 2.1.
(2.1)
Keterangan :
G = nilai hasil grayscaling R = nilai red dari sebuah piksel G = nilai green dari sebuah piksel B = nilai blue dari sebuah piksel
2.3.4 Penajaman citra (Sharpenning)
Operasi penajaman citra bertujuan memperjelas tepi pada objek di dalam citra. Penajaman citra merupakan kebalikan dari operasi pelembutan karena operasi ini menghilangkan bagian citra yang lembut. Operasi penajaman dilakukan dengan melewatkan citra pada penapis lolos tinggi (high pass filter). Penapis lolos tinggi akan meloloskan (memperkuat) komponen yang berfrekuensi tinggi (tepi/pinggir objek) dan akan menurunkan komponen berfrekuensi rendah. Akibatnya pinggiran akan terlihat lebih tajam dibandingkan sekitarnya. Karena penajaman citra lebih berpengaruh pada tepi (edge) objek, maka penajaman citra sering disebut juga penajaman tepi (edge sharpening) atau peningkatan kualitas tepi (edge enhancement) (Mostafa, S. 2004).
2.3.5 Filtering
Filtering adalah suatu proses dimana diambil sebagian sinyal dari frekwensi tertentu,
dan membuang sinyal pada frekwensi yang lain. Filtering pada citra juga menggunakan prinsip yang sama, yaitu mengambil fungsi citra pada frekwensi-frekwensi tertentu dan membuang fungsi citra pada frekwensi-frekwensi-frekwensi-frekwensi tertentu. Citra digital yang telah dilakukan deteksi tepi akan mengandung noise, sehingga dibutuhkan filter untuk menghilangkan noise-noise tersebut (Fuadah, 2014).
2.4 Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan ciri dari sebuah citra. Ciri yang didapatkan dari ekstraksi fitur ini menjadi masukan dalam proses identifikasi menggunakan algoritma Scanline. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah deteksi tepi Canny. Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah untuk menandai bagian yang menjadi detail citra, memperbaiki deta il dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Tujuannya adalah :
Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra
Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra
Suatu titik (x,y) dikatakan tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya.
Deteksi tepi Canny merupakan salah satu teknik deteksi tepi yang cukup populer penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya adalah ketebalan edge yang bernilai satu piksel yang dimaksudkan untuk melokalisasi posisi edge pada citra secara sepresisi mungkin. Metode deteksi tepi akan mendeteksi semua edge atau garis-garis yang membentuk objek gambar dan akan memperjelas kembali pada bagian-bagian tersebut. Tujuan pendeteksian ini adalah bagaimana agar objek di dalam gambar dapat dikenali dan disederhanakan bentuknya dari bentuk sebelumnya (Kurniawan, 2014).
Canny ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan
perhitungan deteksi tepi sehingga tepi-tepi yang dihasilkan lebih banyak. alah satu algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode
Canny. Deteksi tepi Canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti
pemodelan persepsi visual manusia. Ada beberapa kriteria pendeteksi tepian paling optimum yang dapat dipenuhi oleh algoritma Canny:
a. Mendeteksi dengan baik (kriteria deteksi)
memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi ketebalan tepi sesuai yang diinginkan.
b. Melokalisasi dengan baik (kriteria lokalisasi)
Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang dideteksi dengan tepi yang asli.
c. Respon yang jelas (kriteria respon)
Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya. Pemilihan parameter deteksi tepi Canny sangat mempengaruhi hasil dari tepian yang dihasilkan. Beberapa parameter tersebut antara lain :
Algoritma Canny deteksi tepi secara umum (detilnya tidak baku atau bisa divariasikan) beroperasi sebagai berikut :
o Penghalusan untuk mengurangi dampak noise terhadap pendeteksian edge Menghitung potensi gradien citra
o non-maximal supression dari gradien citra untuk melokalisasi edge secara presisi
o hysteresis thresholding untuk melakukan klasifikasi akhir 2.5. Algoritma Scanline
Algoritma Scanline adalah salah satu dari algoritma Hidden Surface Removal yang digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan memori yang besar dengan satu baris scan untuk memproses semua permukaan objek, biasanya Scanline akan men-sweeping layar dari atas ke bawah. Dan sebuah baris scan horisontal bidang y di coba untuk semua permukaan dari objek. Perpotongan antara baris scan dan permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma melakukan scan dengan arah sumbu y sehingga memotong semua permukaan bidang dengan arah sumbu x dan z dan membuang garis-garis yang tersembunyi.
Sebagai ganti menscan suatu permukaan satu kali dalam satu proses, maka akan berhubungan dengan menscan banyak permukaan dalam satu kali proses. Sebagaimana setiap baris scan diproses, semua permukaan polygon dipotong oleh baris scan untuk menentukan mana yang tampak. Pada setiap posisi sepanjang baris
scan, perhitungan kedalaman dibuat untuk setiap permukaan untuk menentukan mana yang terdekat dari bidang pandang. Ketika permukaan yang tampak sudah ditentukan, harga intensity dimasukkan ke dalam buffer (Fuadah, 2012).
Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline
Ilustrasi proses scanline ditunjukkan pada Gambar 2.5. Pada saat scanline mencari titik piksel putih yang paling tinggi, dengan menjumlahkan nilai pada setiap 3 baris, dan setelah didapatkan nilai hasil penjumlahan 3 baris, setelah itu ditemukan titik piksel putih yang paling tinggi, dan titik tertinggi tersebut sebagai titik pusat sebagai lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.
2.6. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Mahendran, 2011) deteksi fraktur melalui citra X-ray tulang menggunakan metode segmentasi wavelet dan operator morfologi. Segmentasi citra dilakukan dengan mengklasifikasikan atau menetapkan setiap piksel menjadi kelompok, dimana setiap kelompok mewakili keanggotaan untuk mendefenisikan suatu objek atau wilayah dalam gambar. Untuk ekstraksi fitur menggunakan metode gray level dimana metode ini untuk menganalisis tingkat abu-abu dan metode ekstraksi berbasis tekstur.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Chai, et al (2011), dimana penelitian ini menganalisa tekstur fraktur tulang menggunakan gray level co occurrence matrix
(GLCM) bones fracture detection. Citra x-ray tulang dikonversi biner dan deteksi tepi
GLCM mean, variance, entropy, homogeneity. Hasil dari analisa tersebut maka citra
X-ray tulang dapat diklasifikasikan tulang normal dan fraktur tulang.
Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Fuadah, 2012) analisis deteksi fraktur batang (diafisis) pada tulang tibia dan fibula berbasis pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan backpropagation. Pada penelitian ini deteksi fraktur pada tulang tibia dan fibula dalam tiga tahap, yaitu pre-processing citra, ekstraksi ciri menggunakan algoritma Scanline, dan klasifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan
backpropagation. Total citra yang digunakan adalah 70 citra, 35 citra pada proses
pelatihan dan 35 citra pada proses pengujian. Hasil ekstraksi ciri dari citra latih menjadi vector ciri yang akan dilatih oleh jaringan saraf tiruan backpropagation.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Kurniawan, F.K, 2014) deteksi fraktur tulang menggunakan Open cv, pada penelitian ini system dibangun menggunakan Open cv dikombinasikan dengan metode deteksi tepi Canny. Dimana deteksi tepi Canny mempunyai keunggulan yang optimal dalam penentuan akhir garis
threshold dan deteksi Canny tersebut dapat menetukan lokasi dari citra X-ray fraktur
[image:48.595.108.540.429.710.2]tulang.
Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No Nama Peneliti /
Tahun
Metode Keterangan
1 Mahendran (2011) metode segmentasi wavelet dan operator morfologi.
Segmentasi citra dengan menetapkan setiap piksel menjadi kelompok
2 Chai, et al (2011)
Gray Level
Co-occurrence Matrix
(GLCM)
Identifikasi fraktur tulang dan tulang normal dengan GLCM
mean, variance, entropy, homogeneity.
Akurasi 86,67%
3 Fuadah (2012) Scanline Algorithm & Backpropagation
neural network
Analisis fraktur batang dengan Akurasi 85%
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
4 Kurniawan (2014)
Deteksi tepi Canny Deteksi fraktur tulang menggunakan openCV dengan akurasi 66,7%
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur.
Cara mendiagnosa fraktur adalah dengan melakukan pemeriksaan klinis dan di ikuti dengan pemeriksaan radiologi (X-ray). Umumnya para ahli radiologi melakukan analisa fraktur tulang melalui hasil gambar X-ray secara manual dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajari gambar tersebut dan gambar X-ray tulang tersebut tidak hanya dilihat oleh satu ahli radiologi saja. Ahli radiologi sering mengalami kesulitan membaca gambar X-ray dan kondisi mata lelah ahli radiologi setelah melihat banyak gambar X-ray serta gambar X-ray yang mengandung banyak
noise yang terjadi saat pengambilan gambar X-ray dapat mengakibatkan kesulitan
diagnosis. Pembacaan gambar X-ray membutuhkan pencahayaan yang kuat untuk membuat gambar X-ray tampak lebih jelas. Oleh karena itu sampai saat ini telah banyak penelitian yang dilakukan berbasis pengolahan citra untuk identifikasi fraktur tulang dengan mengembangkan berbagai metode untuk memperoleh akurasi yang tinggi.
Pada penelitian sebelumnya telah digunakan metode-metode yang berbeda dalam indentifikasi fraktur. Salah satunya adalah Chai et al. (2011) menggunakan
grey level occurrence matriks. Tingkat akurasi pada penelitian ini adalah 86,67%.
Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Fuadah, 2012) analisis deteksi fraktur batang pada tulang tibia dan fibula berbasis pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan backpropagation. Hasil pengujian menunjukkan akurasi optimal sebesar 85%. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Kurniawan, 2014) deteksi fraktur tulang menggunakan Open cv dikombinasikan dengan metode deteksi tepi canny. Dimana deteksi tepi canny mempunyai keunggulan yang optimal dalam penentuan akhir garis
threshold dan deteksi canny tersebut dapat menentukan lokasi dari citra X-ray fraktur
tulang. Tingkat akurasi pada sistem sebesar 66,7%.
Pada penelitian ini, penulis mengajukan algoritma Scanline untuk mengindentifikasi lokasi fraktur tulang. Dimana pemrosesan awal dilakukan untuk meningkatkan kualitas citra, Kemudian untuk proses ekstraksi fitur menggunakan deteksi tepi Canny dan dilanjutkan proses identifikasi lokasi fraktur pada citra digital tulang. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan tugas akhir dengan judul “IDENTIFIKASI LOKASI FRAKTUR TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SCANLINE”.
1.2. Rumusan Masalah
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. salah satu cara yang digunakan untuk identifikasi lokasi fraktur adalah dengan melihat gambaran fraktur tulang melalui foto rontgen atau X-ray. Kemudian, dianalisis secara manual oleh ahli Radiologi. Ahli Radiologi sering mengalami kesulitan dalam membaca
X-ray, adanya letak patahan yang tidak dapat dilihat oleh kasat mata serta kualitas
gambar yang banyak mengandung noise. Dan disertai kondisi mata ahli Radiologi yang kelelahan setelah melihat banyak citra X-ray tulang dapat menghasilkan tingkat subjectivitas yang tinggi. Tingkat subjektivitas yang dimaksudkan adalah tingkat perbedaan pengamatan pada citra X-ray. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan yang dapat membantu ahli radiologi dalam mengidentifikasi lokasi fraktur pada citra digital tulang.
1.3. Tujuan penelitian
1.4. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Citra masukan bagi program yang dirancang adalah citra sekunder hasil X-ray dalam format .JPG
2. Bagian tulang yang diteliti adalah tulang tibia dan fibula.
3. Citra tulang tibia dan fibula yan dimasukkan adalah citra tulang orang dewasa, bagian kaki kiri dan kaki kanan.
4. Citra tulang tibia dan fibula yang dimasukkan hanya memiliki satu fraktur.
5. Pada penelitian ini penentuan lokasi fraktur tidak mengenal lebih dari satu letak lokasi fraktur tulang.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Membantu ahli radiologi mengidentifikasi lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula.
2. Memberikan masukan bagi para peneliti lain dibidang image processing. 1.6. Metodologi Penelitian
Tahapan yang akan dilakukan pada pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Studi Literatur
Tahapan studi literatur ini dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku, skripsi, jurnal, dan berbagai sumber referensi lain yang berkaitan dengan penelitian fraktur tulang, image processing, metode deteksi tepi Canny, dan algoritma Scanline
2. Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap berbagai informasi yang telah diperoleh dari berbagai sumber yang terkait dengan penelitian sehingga diperoleh pemahaman mengenai pengolahan citra digital untuk mengidentifikasi lokasi fraktur pada citra tulang tibia dan fibula.
3. Perancangan Sistem
Pada tahap ini dilakukan perancangan arsitektur umum berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan. Pada tahap ini juga dilakukan perancangan antarmuka.
4. Implementasi
Pada tahap ini akan dilakukan implementasi dari analisis dan perancangan yang telah dilakukan ke dalam kode program.
5. Pengujian
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap aplikasi yang telah dibangun dalam mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula untuk memastikan hasil pengidentifikasian sesuai dengan apa yang diharapkan.
6. Dokumentasi dan Penyusunan Laporan
Pada tahap ini dilakukan dokumentasi dan penyusunan laporan hasil analisis dan implementasi pengolahan citra digital dalam mengidentifikasi lokasi fraktur.
1.7. Sistematika Penulisan
Rincian sistematika penulisan tugas akhir ini sebagai berikut : BAB 1: Pendahuluan
Pada bab ini dibahas menngenai latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metedologi penelitian dan sistematika penulisan BAB 2: Landasan Teori
Pada bab ini dibahas tentang teori dasar untuk menunjang dan mendukung penulisan tugas akhir ini, yaitu teori tentang fraktur, teori dasar citra, pengolahan citra, dan teori mengenai metode deteksi tepi Canny dan algoritma Scanline
Bab 3: Analisis dan Perancangan
Bab ini menjabarkan arsitektur umum, pre-processing yang dilakukan, feature
extraction, serta analisis dan penerapan algoritma scanline dalam identifikasi lokasi
Bab ini berisi pembahasan tentang implementasi dari perancangan yang telah dijabarkan pada bab 3 kedalam bentuk pemograman. Selain itu, hasil yang didapatkan dari pengujian yang dilakukan terhadap implementasi juga dijabarkan pada Bab ini.
Bab 5: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi ringkasan serta kesimpulan dari rancangan yang telah dibahas pada Bab 3, serta hasil penelitian yang dijabarkan pada bab 4. Bagian akhir dari bab ini memuat saran-saran yang diajukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
ABSTRAK
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, retak atau patahnya tulang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, fraktur kedua tulang ini sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Salah satu cara yang digunakan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur tibia dan fibula adalah dengan membaca gambar hasil foto X-ray secara manual. Pemeriksaan manual membutuhkan waktu yang lebih lama dan memungkinkan terjadinya kesalahan dalam identifikasi karena citra mengandung banyak noise. Terlebih lagi dalam pembacaan gambar X-ray membutuhkan sinar
background yang kuat (sebagai pencahayaan) untuk membuat objek pada gambar
X-ray tampak lebih jelas, sehingga dibutuhkan suatu metode yang dapat mempermudah
ahli radiologi dalam mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula. Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur. Sebelum tahap identifikasi dilakukan citra cruris akan mengalami
pre-processing dan feature extraction menggunakan deteksi tepi Canny. Pada penelitian
ini ditunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula dengan akurasi 87,5%.
IDENTIFICATION OF THE LOCATION OF TIBIA AND FIBULA FRACTURE USING SCANLINE ALGORITHM
ABSTRACT
A fracture is a break of continuity of bone tissue, a crack or a fracture of intact bone usually caused by trauma or physical exertion. Fracture of the tibia and fibula caused by a direct hit, both bone fractures often occur in conjunction with one another. A method that use to identify the location of tibia and fibula fracture by reading X-ray images manually. Manual inspection requires a lot of time and misidentification of the image that contains a lot of noise may occured. Especially in reading X-ray images requires a strong background light (for lighting) to make objects in X-ray images appear clearly, and so it is needed a method that can help radiologists in identifying the location of tibia and fibula fracture. The method proposed in this research is the Scanline algorithm to identify the location of the fracture. Pre-processing and feature extraction using canny edge detection will be performed before the identification step. This research shows that the proposed method is able to identify the location of tibia and fibula fracture with accuracy of 87,5%.
Keywords: Fracture , Tibia and fibula, Canny, Scanline.
IDENTIFIKASI LOKASI FRAKTUR PADA CITRA DIGITAL TULANG TIBIA MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA SCANLINE
SKRIPSI
SUSI ELFRIDA S 111402036
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IDENTIFIKASI LOKASI FRAKTUR PADA CITRA DIGITAL TULANG TIBIA MENGGUNAKAN METODE ALGORITMA SCANLINE
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi
Susi Elfrida S 111402036
PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : IDENTIFIKASI LOKASI FRAKTUR TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA
SCANLINE
Kategori : SKRIPSI
Nama : SUSI ELFRIDA S
Nomor Induk Mahasiswa : 111402036
Program Studi : S1 TEKNOLOGI INFORMASI
Departemen : TEKNOLOGI INFORMASI
Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr.Iman Dwi Winanto Muhammad Anggia Muchtar, S.T.MM.IT. NIP 198302092008011008 NIP 19800110 200801 1 010
Diketahui/disetujui oleh
Program Studi S1 Teknologi Informasi Ketua,
Muhammad Anggia Muchtar, ST., MM.IT NIP. 19800110 200801 1 010
PERNYATAAN
IDENTIFIKASI LOKASI FRAKTUR TULANG TIBIA DAN FIBULA MENGGUNAKAN ALGORITMA SCANLINE
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.
Medan, Mei 2015
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan pengasihan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Informasi, Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulisan sampaikan kepada Bapak Muhammad Anggia Muchtar, S.T., MM.IT. selaku pembimbing pertama dan Bapak Dr.Iman Dwi Winanto selaku pembimbing kedua yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Selanjutnya, terima kasih juga kepada Bapak Romi Fadillah Rahmat B.Comp.Sc.,M.Sc sebagai dosen penguji pertama serta Ibu Dr. Erna Budhiarti Nababan, M. IT sebagai dosen penguji kedua. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu dosen S1 Teknologi Informasi yang telah mengajar dan memberikan masukan serta saran yang bermanfaat selama proses perkuliahan hingga dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pegawai dan staf tata usaha Teknologi Informasi dan Fasilkom-TI, yang telah membantu proses administrasi selama perkuliahan.
Penulis tentunya tidak lupa berterima kasih kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Martolu Simanjuntak dan Ibu Romauli Panjaitan yang telah membesarkan penulis dengan sabar dan penuh cinta. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada abang penulis Suberto dan Herianto Simanjuntak dan kakak penulis Lasmian, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Penulis juga berterima kasih kepada Julchiply atas segala bantuan, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis. Penulis juga berterima kasih pada seluruh anggota keluarga penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu satu.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan, khususnya teman seperjuangan Masyunita, Dian, Fitri, Anita, Vanesa, Melda, serta seluruh teman-teman angkatan 2011 dan teman-teman mahasiswa Teknologi Informasi lainnya. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan Yesus Kristus membalas kebaikan kalian semua, dan semoga skripsi yang penulis buat dapat bermanfaat.
ABSTRAK
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, retak atau patahnya tulang utuh yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Fraktur tibia dan fibula yang terjadi akibat pukulan langsung, fraktur kedua tulang ini sering terjadi dalam kaitan satu sama lain. Salah satu cara yang digunakan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur tibia dan fibula adalah dengan membaca gambar hasil foto X-ray secara manual. Pemeriksaan manual membutuhkan waktu yang lebih lama dan memungkinkan terjadinya kesalahan dalam identifikasi karena citra mengandung banyak noise. Terlebih lagi dalam pembacaan gambar X-ray membutuhkan sinar
background yang kuat (sebagai pencahayaan) untuk membuat objek pada gambar
X-ray tampak lebih jelas, sehingga dibutuhkan suatu metode yang dapat mempermudah
ahli radiologi dalam mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula. Metode yang diajukan pada penelitian ini adalah algoritma Scanline untuk identifikasi lokasi fraktur. Sebelum tahap identifikasi dilakukan citra cruris akan mengalami
pre-processing dan feature extraction menggunakan deteksi tepi Canny. Pada penelitian
ini ditunjukkan bahwa metode yang diajukan mampu melakukan identifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula dengan akurasi 87,5%.
IDENTIFICATION OF THE LOCATION OF TIBIA AND FIBULA FRACTURE USING SCANLINE ALGORITHM
ABSTRACT
A fracture is a break of continuity of bone tissue, a crack or a fracture of intact bone usually caused by trauma or physical exertion. Fracture of the tibia and fibula caused by a direct hit, both bone fractures often occur in conjunction with one another. A method that use to identify the location of tibia and fibula fracture by reading X-ray images manually. Manual inspection requires a lot of time and misidentification of the image that contains a lot of noise may occured. Especially in reading X-ray images requires a strong background light (for lighting) to make objects in X-ray images appear clearly, and so it is needed a method that can help radiologists in identifying the location of tibia and fibula fracture. The method proposed in this research is the Scanline algorithm to identify the location of the fracture. Pre-processing and feature extraction using canny edge detection will be performed before the identification step. This research shows that the proposed method is able to identify the location of tibia and fibula fracture with accuracy of 87,5%.
Keywords: Fracture , Tibia and fibula, Canny, Scanline.
DAFTAR ISI
Hal.
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
UCAPAN TERIMA KASIH iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan penelitian 2
1.4. Batasan Masalah 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Metodologi Penelitian 3
1.7. Sistematika Penulisan 4
BAB 2 LANDASAN TEORI 6
2.1 Tulang Tibia dan Tulang Fibula 6
2.1.1. Tulang Tibia 7
2.1.2. Tulang Fibula 7
2.1.3 Fraktur 8
2.1.4. Klasifikasi Fraktur 8
2.2 Citra 9
2.2.1 Citra Biner 10
2.2.2 Citra Keabuan (Grayscale) 10
2.3.1. Cropping 12
2.3.2 Resizing 12
2.3.3 Grayscaling 12
2.3.4 Penajaman citra (Sharpenning) 13
2.3.5 Filtering 13
2.4 Ekstraksi Fitur 14
2.5. Algoritma Scanline 15
2.6. Penelitian Terdahulu 16
BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 19
3.1 Arsitektur Umum 19
3.2 Data yang Digunakan 20
3.3 Pre-processing 21
3.3.1 Cropping 21
3.