DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Lokasi Pengambilan Titik Sampel Titik
Sampel Koordinat Desa Kecamatan Jenis Kopi
1 Lat. 2.867 Desa
Sumungun
Siempat Nempu
Hilir Robusta
Long. 98.083
2 Lat. 2.854 Desa Bakal Gajah
Silima
Pungga-Pungga Robusta
Long. 98.114
3 Lat. 2.860 Desa Janji Siempat Nempu
Hilir Robusta
Long. 98.130
4 Lat. 2.857 Desa Pulu Parongging
Siempat Nempu
Hilir Robusta
Long. 98.133
5 Lat. 2.837 Desa Siboras Silima
Pungga-Pungga Robusta
Long. 98.134
6 Lat. 2.828 Desa Parongil Silima
Pungga-Pungga Robusta
Long. 98.144
7 Lat. 2.832 Desa Kuta Limbaru
Siempat Nempu
Induk Robusta
Long. 98.171
8 Lat. 2.811 Desa Juma Siulok
Siempat Nempu
Induk Robusta
Long. 98.212
9 Lat. 2.741 Desa Lae
Nuaha
Siempat Nempu
Hulu Robusta
Long. 98.242
10 Lat. 2.829 Desa Pasi Berampu Robusta
Long. 98.267
11 Lat. 2.765 Desa Lae Pangoaran
Siempat Nempu
Hilir Robusta
Long. 98.276
12 Lat. 2.822 Desa Tiga Baru Pegagan Hilir Robusta
Long. 98.374 Arabika
13 Lat. 2.826 Desa Juma
Ramba Sumbul Robusta
Long. 98.374
14 Lat. 2.731 Desa Sitinjo Sitinjo Robusta Long. 98.372
15 Lat. 2.777 Desa
Silamboya
Siempat Nempu
Hulu Robusta
Long. 98.298
16 Lat. 2.750 Desa Lingga
Tengah Pegagan Hilir
Robusta
Lampiran 2. Data Curah Hujan (mm) Kabupaten Dairi Tahun 2006 – 2010
Bulan 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 140 65 245 195 280
Februari 141 65 179 82 124
Maret 178 62 113 335 101
April 183 62 321 299 287
Mei 152 68 372 90 247
Juni 123 114 303 137 251
Juli 112 114 193 72 97
Agustus 145 66 268 195 74
September 129 66 235 262 138
Oktober 182 254 204 269 57
November 250 150 365 246 190
Desember 212 123 308 298 231
TOTAL 1.947 1.209 3.106 2.480 2.077
Rata-Rata
Bulanan 162,25 100,75 258,83 206,66 173,08 Lampiran 3. Data Suhu Udara (°C) Kabupaten Dairi Tahun 2006 – 2010
Bulan 2006 2007 2008 2009 2010
Januari 20,5 21,4 21,8 20,3 19,7
Februari 20,1 21,1 20,4 19,6 18,9
Maret 21,1 21,3 22,0 21,2 20,7
April 21,1 22,1 22,1 21,3 20,8
Mei 21,9 22,1 20,3 21,5 21,1
Juni 21,4 22,4 22,1 21,1 20,8
Juli 20,9 21,6 21,4 20,7 20,5
Agustus 21,1 21,9 21,4 21,0 21,0
September 21,2 22,1 21,3 21,1 20,6
Oktober 21,1 22,2 21,8 21,3 19,1
November 21,2 22,2 21,3 23,1 20,7
Desember 21,1 21,9 21,7 21,4 19,2
TOTAL 252,7 262,3 257,6 253,6 243,1
Lampiran 4. Data Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)
Persyaratan tumbuh/Karakteristik
lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N
Suhu (tc) Suhu tahunan rata-rata
(ºC) 22 - 25
- 22 – 28
19 - 22 28 - 32
< 19 > 32 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan tahunan rata-rata (mm) Jumlah bulan kering
(month) Kelembaban nisbi (%)
2000 – 3000 2 – 3 45 - 80
1750 – 2000 3000 – 3500
3 – 5 80 – 90;
35 – 45
1500 – 1750 3500 – 4000
5 – 6 > 90; 30 - 35
< 1500 > 4000 > 6 < 30 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Baik Sedang
Agak terhambat, agak cepat Terhambat, sangat terhambat, cepat Keadaan perakaran (rc) Tekstur tanah Fraksi kasar (%) Kedalaman tanah (cm)
Halus, agak halus, sedang
< 15 > 100
- 15 – 35 75 – 100
Agak kasar, sangat halus 35 – 60 50 – 75
Kasar, sangat halus > 60 < 50 Ketersediaan hara ( nr) KTK liat (cmol/kg) Kejenuhan basa (%)
pH H2O
C-organik (%)
> 16 > 20 5.3 – 6.0
> 0.8
≤ 16 ≤ 20 6.0 – 6.5 5.0 – 5.3 ≤ 0.8
> 6.5 < 5.3 Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) < 1 - 1 - 2 > 2
Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Tingkat bahaya erosi
(eh)
< 8 Sangat rendah
8 – 16 Rendah –
sedang
16 – 30;16 – 50 Berat
> 30; > 50 Sangat berat Bahaya banjir (fh)
Banjir F0 F0 F1 > F1
Penyiapan tanah (lp) Batuan permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
< 5 < 5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. Peta Kelas Kesesuaian Lahan S3 (Kurang Sesuai) Untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.)
Gambar 5. Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta L.)
Gambar 6. Tanaman Kopi Arabika (Coffea arabica L.)
Gambar 7. Pencatatan Koordinat Pengambilan Titik Sampel
Gambar 8. Pengambilan Sampel
Gambar 9. Persiapan Sampel
Gambar 10. Pengerjaan Analisis Laboratorium
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M. C. W., M. Tarigan, R. Saragih, I. Lubis, dan F. Rahmadani. 2011. Panduan Sekolah Lapangan: Budidaya Kopi Konservasi, Berbagi Pengalaman dari Kabupaten Dairi Sumatera Utara. Conservation International Indonesia. Jakarta.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bandung.
Badan Pusat Statistik. 2012. Kabupaten Dairi Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. Sidikalang.
Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Sidikalang Dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. Sidikalang.
Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Djaenudin, U. D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.
Djaenudin, U. D. Prospek Penelitian Potensi Sumberdaya Lahan di Wilayah Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 2(4). 2009: 243-257. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya lahan Pertanian. Bogor. Ernawati, Rr., R. W. Arief, dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Kopi
Poliklonal. Seri Buku Inovasi: BUN/14/2008. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.
FAO. 1976. A Framework of Land Evaluation. FAO Soil Bull. No. 32/I/ILRI Publ. No. 22. Rome, Italy. 30h.
Foth, H. D. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. University Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. USU Press. Medan.
Hanum, C. 2011. Ekologi Tanaman. USU Press. Medan.
http://www.bironk.com/robusta-coffee (2012). Referensi Kopi Indonesia. Diakses pada tanggal 18 Februari 2013.
Karim, A. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Tinjauan Ketersediaan dan Pengelolaan Hara di Bener Meuriah. Makalah Pelatihan Penyuluh Pertanian Lapangan Kabupaten Bener Meuriah, Pondok Gajah, 10 – 12 Desember 2007. Banda Aceh.
Karim, A., U. S. Wiradisastra, Sudarsono, dan Yahya, S. 1996. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kopi Arabika Catimor di Aceh Tengah. J. Tanah Trop. No. 3.
Karim, A., Sugianto, dan S. Hajar. 2008. Penilaian Karakteristik Lahan untuk Kedelai di Kabupaten Bireuen. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
Mukhlis, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011. Kimia Tanah: Teori dan Aplikasi. USU Press. Medan.
Prastowo, B., E. Karmawati, Rubijo, Siswanto, C. Indrawanto, dan S. J. Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan. Bogor.
Ritung, S., Wahyunto, F. Agus, dan H. Hidayat. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan
Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Soewandita, H. 2008. Studi Kesuburan Tanah dan Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Bengkalis. J. Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10. No. 2 Agustus 2008. Hlm. 128 – 133. Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Tan, K. H. 1998. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
USDA Soil Conservation Service, Soil Survey Staff (1960). Soil Classification, a comprehensive system, 7th approximation. U.S. Government Printing Office, Washington, D.C.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kopi rakyat, Kabupaten Dairi dengan ketinggian tempat 400-1700 meter diatas permukaan laut (dpl). Daerah yang diamati adalah kecamatan penghasil kopi di Kabupaten Dairi. Disamping itu penelitian juga dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil dari lokasi penelitian, bahan-bahan kimia untuk menganalisa tanah, dan bahan lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran untuk mengukur kedalaman tanah, cangkul untuk menggali lubang profil tanah, kriteria kesesuaian lahan tanaman kopi, peta lokasi penelitian, peta administrasi, peta jenis tanah, kertas label, kamera untuk mendokumentasikan profil tanah, kantong plastik sebagai tempat sampel, pisau untuk menentukan batas horizon dan GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat, dan alat lainnya.
Metode Penelitian
Characteristic (sifat atau ciri yang dimiliki oleh lahan) yang didasarkan pada faktor pembatas utama dari berbagai SPT di lokasi penelitian.
Pelaksanaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan tiga tahap kegiatan berupa : Tahap Persiapan, Tahap Evaluasi yaitu pengamatan dilapangan dan analisis laboratorium, dan Tahap Akhir.
Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah telaah pustaka, diskusi dengan dosen pembimbing, penyajian peta dasar, kegiatan pra survei yaitu mengevaluasi penyebaran jenis tanah, pengamatan curah hujan yang diambil dari BMG Sampali medan, melihat kondisi wilayah seperti kondisi jalan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, menentukan lokasi titik pengamatan sampel, dan pembuatan satuan peta tanah.
Tahap Evaluasi
Daerah penelitian ditetapkan berdasarkan peta lokasi penelitian dan peta jenis tanah yakni pada kecamatan penghasil kopi diwilayah Kabupaten Dairi, diantaranya yang memiliki luas lahan kopi terbesar berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi (BPS, 2012) yaitu Sumbul (1.380 Ha), Silima Pungga-Pungga (1.315 Ha), Siempat Nempu Hulu (1.255 Ha), Lae Parira (978 Ha), dan Siempat Nempu (945 Ha), kemudian ditentukan lokasi dan jumlah titik pengambilan sampel yang mewakili kecamatan/ kabupaten tersebut.
Pengamatan di Lapangan
• Melaksanakan evaluasi lahan pada setiap Satuan Peta Tanah (SPT) di lokasi penelitian berdasarkan kriteria kesesuaian lahan tanaman kopi.
• Pengambilan sampel tanah untuk analisa dilaboratorium dari setiap satuan peta tanah (SPT) pada lapisan top soil dalam keadaan terganggu.
Analisis Laboratorium
Sampel tanah yang berasal dari lapangan kemudian diteliti di laboratorium yang meliputi sifat fisik dan kimia berdasarkan kriteria kelas kesesuaian lahan menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor (2000) yang berhubungan dengan faktor pembatas, karakteristik lahan dan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kopi.
Tahap Akhir
Berdasarkan data karakteristik lahan yang diperoleh dari hasil evaluasi lahan di lapangan dan analisis di laboratorium maka dilakukan penilaian kelas kesesuaian lahan pada setiap satuan peta tanah untuk tanaman kopi.
Parameter yang diukur
Parameter yang diukur ditentukan berdasarkan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman Kopi (Coffea robusta Lindl.)dalam buku Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor oleh Djaenudin, dkk, (2000) yaitu :
1. Suhu (Rata-rata (celsius) suhu tahunan yang diambil dari BMG Sampali Medan untuk Kabupaten Dairi dan sekitarnya)
2. Ketersediaan air (Curah hujan (mm) per tahun yaitu besar curah hujan dalam setahun)
3. Keadaan perakaran
• Kedalaman Tanah (cm) 4. Ketersediaan Hara
• Kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode NH4
• pH H
OAC pH 7
2
• Kejenuhan Basa (%) dengan metode NH O dengan metode Elektrometri
4
• C-organik (%) dengan metode Walkley and Black OAC pH 7
5. Toksisitas
• Salinitas (ds/m) 6. Bahaya Erosi
• Lereng (%)
• Tingkat bahaya erosi (%) 7. Bahaya Banjir
• Genangan 8. Penyiapan Lahan
• Batuan di permukaan (%)
• Singkapan batuan (%) Analisis Kesesuaian Lahan
Untuk kesesuaian lahan tanaman kopi robusta (Coffea robusta Lindl.) disusun oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor oleh (Djaenuddin,dkk, 2000), yang mengacu pada Framework of Land Evaluation
sampai pada tingkat sub-kelas.
• S : Sesuai digunakan untuk penggunaan tertentu dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
• N : Tidak sesuai digunakan untuk penggunaan lahan tertentu. 2. Kelas : Menunjukan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo. Ada 3
kelas dari S dan 2 kelas untuk N yaitu :
• S1 : Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan yang tidak mempunyai faktor pembatas yang tidak serius untuk menerapkan pengelolaan yang akan diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan atas yang telah biasa di lakukan.
• S2 : Cukup sesuai (Moderately Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius terhadap tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang akan diperlukan.
• S3 : Sesuai marginal (Marginally Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.
seriusnya sehingga mencegah penggunaan kelangsungaan dari lahan.
• N2 : Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan kelangsungan dari lahan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Satuan Peta Lahan
Hasil pengamatan data satuan lahan dan ordo tanah satuan peta lahan berdasarkan FAO (1976) untuk wilayah Kabupaten Dairi pada 16 titik sampel dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Data Satuan Peta Lahan (SPL).
SPL Sampel Satuan Lahan Ordo Tanah
I
1
Dystrandepts, Andaquepts Inceptisols 2 3 4 5 6 7 8 9 II 10 Hydrandepts, Dystrandepts, Troporthods Inceptisols, Spodosols 11 12 13 III 14 Humitropepts, Hapludults, Dystropepts Inceptisols, Ultisols 15 16
Berdasarkan hasil pengamatan data satuan lahan dan ordo tanah dari FAO (1976) untuk wilayah Kabupaten Dairi pada 16 titik sampel, maka diperoleh 3 (tiga) SPL untuk tanaman kopi robusta yang didasarkan pada great groups yang paling dominan. Adapun SPL I yang terdiri atas 9 (sembilan) sampel memiliki
memiliki regim kelembaban (udik), selain itu mempunyai kejenuhan basa (KB < 60%) pada satu atau lebih horizon di dalam kedalaman 25-75cm, bersolum agak tebal sampai tebal (75-150cm) dengan drainase baik. Tekstur tanah pada umumnya agak halus sampai halus, mempunyai tingkat kesuburan tanah yang rendah yang ditunjukkan oleh reaksi tanah yang berkisar dari masam sampai agak masam (pH 4.5-5.6), kandungan C-organik dan KTK sangat bervariasi, sedangkan KB sangat rendah. Tanah Andaquepts secara umum mempunyai kondisi akuik, mempunyai tingkat perkembangan yang masih muda, hal ini ditunjukkan oleh horizon bawah penciri kambik. Tanah mempunyai solum tebal (>100cm), drainase sangat terhambat, dan permeabilitas sangat lambat, tekstur tanah tergolong agak halus sampai halus, dan KTK tergolong tinggi.
Data Iklim dan Data Lapangan
Hasil pengamatan data iklim selama 5 tahun (2006-2010) pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 3. sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Data Iklim Pada 3 SPL.
SPL Sampel
Curah Hujan Tahunan Rata-Rata
(mm/tahun)
Suhu Udara Tahunan Rata-Rata
(̊C)
Jumlah Bulan Kering Rata-Rata
(bulan)
I
1
2163,8 21,15 2,6
2 3 4 5 6 7 8 9 II 10
2163,8 21,15 2,6
11 12 13 III
14
2163,8 21,15 2,6
15 16
Hasil pengamatan data lapangan pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 4. sebagai berikut.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Data Lapangan Pada 3 SPL.
SPL Sampel Drainase
Kedalaman Efektif (cm) Kemiringan Lereng (%) Bahaya Erosi Bahaya Banjir Batuan permukaan I
1 d1 97 3-8% f0 f0 b0
2 d1 85 8-15% f0 f0 b0
3 d2 87 8-15% f0 f0 b0
4 d2 92 15-30% f0 f0 b0
5 d1 89 0-3% f0 f0 b0
6 d1 95 3-8% f0 f0 b0
7 d2 87 8-15% f0 f0 b0
8 d2 93 8-15% f0 f0 b0
9 d2 85 0-3% f0 f0 b0
II
10 d1 97 3-8% f0 f0 b0
11 d2 75 3-8% f0 f0 b0
12 d3 85 0-3% f0 f0 b0
13 d2 120 8-15% f0 f0 b0
III
14 d2 121 0-3% f0 f0 b0
15 d1 95 15-30% f0 f0 b0
16 d3 90 0-3% f0 f0 b0
Berdasarkan hasil pengamatan data lapangan pada 3 SPL diatas dapat diketahui bahwasanya, pada SPL I memiliki tingkat drainase d1 (baik) sampai dengan d2 (agak baik). Memiliki kedalaman efektif perakaran paling tinggi 97 cm (dalam) dan paling rendah 85 cm (sedang). Tingkat kemiringan lereng paling tinggi 15-30% (berbukit) dan paling rendah 0-3% (datar). Dengan tingkat bahaya erosi f0 (tidak ada), tingkat bahaya banjir f0 (tidak ada), dan batuan permukaan b0 (tidak ada).
cm (sedang). Tingkat kemiringan lereng paling tinggi 8-15% (bergelombang) dan paling rendah 0-3% (datar). Dengan tingkat bahaya erosi f0 (tidak ada), tingkat bahaya banjir f0 (tidak ada), dan batuan permukaan b0 (tidak ada).
Berdasarkan hasil pengamatan data lapangan, diketahui pula pada SPL III memiliki tingkat drainase d1 (baik), d2 (agak baik), dan d3 (agak buruk). Memiliki kedalaman efektif perakaran paling tinggi 121 cm (dalam) dan paling rendah 90 cm (dalam). Tingkat kemiringan lereng paling tinggi 15-30% (berbukit) dan paling rendah 0-30% (datar). Dengan tingkat bahaya erosi f0 (tidak ada), tingkat bahaya banjir f0 (tidak ada), dan batuan permukaan juga b0 (tidak ada). Sifat Kimia Tanah
Hasil analisa laboratorium untuk sifat kimia tanah pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 5. sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Analisa Laboratorium Untuk Sifat Kimia Tanah Pada 3 SPL.
SPL Sampel pH (H2
C-Organik (%) O)
KTK
(Cmol/Kg) KB (%)
DHL (ds/m)
I
1 5.2 1.47 10.7 67.75 0.17
2 4.17 0.92 15.2 6.52 0.1
3 5.13 1.04 12.9 38.82 0.1
4 4.51 1.16 14.8 15.89 0.1
5 4.16 0.96 16.6 3.54 0.094
6 3.97 1.16 15.1 3.69 0.13
7 4.8 1.43 21.6 7.66 0.064
8 4.97 1.74 16.2 15.13 0.046
9 4.26 3.28 29 1.81 0.092
II
10 5.32 3.48 27.2 28.05 0.05
11 4.67 1.16 13.1 10.87 0.041
12 4.64 2.43 9.5 28.34 0.086
13 4.08 1.7 18 12.46 0.14
III
14 5.12 3.79 22.1 18.53 0.086
15 4.2 1.08 13 5.1 0.083
Berdasarkan hasil analisa laboratorium untuk sifat kimia tanah pada 3 SPL diatas diketahui bahwasanya, pada SPL I memiliki nilai pH (H2
Dari hasil analisa laboratorium, diketahui bahwasanya pada SPL II memiliki nilai pH (H
O) tertinggi yaitu 5,2 dan nilai yang terendah 3,97. Kadar C-organik tertinggi yaitu 3,28% dan kadar yang terendah 0,92%. Nilai KTK tertinggi yaitu 29 Cmol/Kg dan nilai yang terendah 10,7 Cmol/Kg. Nilai KB tertinggi yaitu 67,75% dan nilai yang terendah 1,81%. Dengan nilai DHL tertinggi yaitu 0,17 ds/m dan nilai yang terendah 0,046 ds/m.
2
Berdasarkan hasil analisa laboratorium, dapat pula diketahui bahwasanya pada SPL III memiliki nilai pH (H
O) tertinggi yaitu 5,32 dan nilai yang terendah 4,08. Kadar C-organik tertinggi yaitu 3,48% dan kadar yang terendah 1,16%. Nilai KTK tertinggi yaitu 27,2 Cmol/Kg dan nilai yang terendah 9,5 Cmol/Kg. Nilai KB tertinggi yaitu 28,34% dan nilai yang terendah 10,87%. Dengan nilai DHL tertinggi yaitu 0,14 ds/m dan nilai yang terendah 0,041 ds/m.
2O) tertinggi yaitu 5,12 dan nilai yang terendah
Sifat Fisika Tanah
Hasil analisa laboratorium untuk sifat fisika tanah pada 3 SPL dapat diketahui dan dilihat pada Tabel 6. sebagai berikut.
Tabel 6. Hasil Analisa Laboratorium Untuk Sifat Fisika Tanah Pada 3 SPL.
SPL Sampel (%) Tekstur
Pasir Debu Liat
I
1 44 32 24 lempung
2 16 44 40 liat berdebu
3 44 36 70 lempung
4 32 40 28 lempung berliat
5 12 40 48 liat berdebu
6 20 48 32 lempung berliat
7 60 28 12 pasir berlempung
8 20 48 32 lempung berliat
9 60 32 8 lempung berpasir
II
10 48 36 16 lempung
11 48 40 12 lempung
12 60 24 16 lempung berpasir
13 20 44 36 lempung liat berdebu III
14 72 16 12 lempung berpasir
15 12 32 56 liat berdebu
16 80 12 8 pasir berlempung
Berdasarkan hasil analisa laboratorium untuk sifat fisika tanah pada 3 SPL dapat diketahui bahwasanya pada SPL I memiliki persentase pasir tertinggi yaitu 60% dan yang terendah yaitu 12%, persentase debu tertinggi yaitu 48% dan yang terendah 28%, persentase liat tertinggi yaitu 70% dan terendah yaitu 8%. Dengan tekstur tanah pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berliat, dan liat berdebu.
tertinggi yaitu 36% dan yang terendah yaitu 12%. Dengan tekstur tanah lempung, lempung berpasir, dan lempung liat berdebu.
Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta
Setelah membandingkan hasil pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman kopi robusta diperoleh nilai kelas kesesuaian lahan aktual areal penelitian untuk SPL I terlihat pada Tabel 7. berikut. Tabel 7. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta
Pada SPL I.
Karakteristik Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata
(̊C) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan tahunan
rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Jumlah bulan kering
(month) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelembaban nisbi (%)
Ketersediaan Oksigen
(oa)
Drainase S1 S1 S2 S2 S1 S1 S2 S2 S2
Keadaan Perakaran
(rc)
Tekstur tanah S1 S1 S1 S1 S1 S1 N S1 S3
Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
Ketersediaan Hara
(nr)
KTK liat (cmol/kg) S2 S2 S2 S2 S1 S2 S1 S1 S1 Kejenuhan basa (%) S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2
pH H2O S2 S3 S2 S3 S3 S3 S3 S3 S3
C-organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%) S1 S2 S2 S3 S1 S1 S2 S2 S1
Tingkat bahaya erosi
(eh) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya Banjir (fh)
Banjir S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Penyiapan Tanah (lp)
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelas Kesesuaian
Berdasarkan penilaian kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi robusta pada SPL I diatas dapat diketahui bahwasanya pada titik sampel 1 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 2 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah. Pada titik sampel 3 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 4 adalah kurang sesuai / S3tc,nr,eh yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata, ketersediaan hara yaitu pH tanah, dan bahaya erosi yaitu kemiringan lereng. Pada titik sampel 5 adalah kurang sesuai / S3tc,nr yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan ketersediaan hara yaitu pH tanah.
Dari data pengamatan lapangan dan laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka kelas kesesuaian lahan aktual SPL II terlihat pada Tabel 8. berikut. Tabel 8. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta
Pada SPL II.
Karakteristik Lahan 10 11 12 13
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3 S3
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1
Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1 S1
Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)
Drainase S1 S2 S3 S2
Keadaan Perakaran (rc)
Tekstur tanah S1 S1 S3 S1
Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1
Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S1
Ketersediaan Hara (nr)
KTK liat (cmol/kg) S1 S2 S2 S1
Kejenuhan basa (%) S1 S2 S1 S2
pH H2O S1 S3 S3 S3
C-organik (%) S1 S1 S1 S1
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%) S1 S1 S1 S2
Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1 S1
Bahaya Banjir (fh)
Banjir S1 S1 S1 S1
Penyiapan Tanah (lp)
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1
Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1
Berdasarkan data pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka diperoleh nilai kelas kesesuaian lahan aktual areal penelitian untuk SPL III terlihat pada Tabel 9. berikut.
Tabel 9. Kelas Kesesuaian Lahan Aktual Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPL III.
Karakteristik Lahan 14 15 16
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1
Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1
Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)
Drainase S2 S1 S3
Keadaan Perakaran (rc)
Tekstur tanah S3 S1 N
Fraksi kasar (%) S1 S1 S1
Kedalaman Tanah (cm) S1 S2 S2
Ketersediaan Hara (nr)
KTK liat (cmol/kg) S1 S2 S2
Kejenuhan basa (%) S2 S2 S2
pH H2O S2 S3 S3
C-organik (%) S1 S1 S1
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) S1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%) S1 S3 S1
Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1
Bahaya Banjir (fh)
Banjir S1 S1 S1
Penyiapan Tanah (lp)
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1
Singkapan batuan (%) S1 S1 S1
Dari penilaian kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi robusta pada SPL III diatas dapat diketahui bahwasanya pada titik sampel 14 adalah kurang sesuai / S3tc,rc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata dan keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Pada titik sampel 15 adalah kurang sesuai / S3tc,nr,eh yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata, ketersediaan hara yaitu pH tanah, dan bahaya erosi yaitu kemiringan lereng. Dan pada titik sampel 16 adalah tidak sesuai / Nrc yakni dengan faktor pembatas keadaan perakaran yaitu tekstur tanah.
Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta
Tabel 10. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPL I.
Karakteristik Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata
(̊C) S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3 S3
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan tahunan
rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Jumlah bulan kering
(month) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelembaban nisbi (%)
Ketersediaan Oksigen
(oa)
Drainase S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Keadaan Perakaran
(rc)
Tekstur tanah S1 S1 S1 S1 S1 S1 N S1 S3
Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2 S2
Ketersediaan Hara
(nr)
KTK liat (cmol/kg) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
pH H2O S1 S2 S1 S2 S2 S2 S2 S2 S2
C-organik (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%) S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S1 S1
Tingkat bahaya erosi
(eh) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Bahaya Banjir (fh)
Banjir S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Penyiapan Tanah (lp)
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1
Kelas Kesesuaian
Berdasarkan penilaian dengan usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk faktor-faktor pembatas yang ada, maka didapatlah kelas kesesuaian lahan potensial tanaman kopi robusta pada SPL I seperti diatas yaitu pada titik sampel 1 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 2 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 3 adalah kurang sesuai / S3tc yakni juga dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 4 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 5 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata pula.
Dari data pengamatan lapangan dan laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka kelas kesesuaian lahan potensial SPL II pada Tabel 11. berikut. Tabel 11. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta
Pada SPL II.
Karakteristik Lahan 10 11 12 13
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3 S3
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1 S1
Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1 S1
Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)
Drainase S1 S1 S2 S1
Keadaan Perakaran (rc)
Tekstur tanah S1 S1 S3 S1
Fraksi kasar (%) S1 S1 S1 S1
Kedalaman Tanah (cm) S2 S2 S2 S1
Ketersediaan Hara (nr)
KTK liat (cmol/kg) S1 S1 S1 S1
Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1 S1
pH H2O S1 S2 S2 S2
C-organik (%) S1 S1 S1 S1
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) S1 S1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%) S1 S1 S1 S1
Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1 S1
Bahaya Banjir (fh)
Banjir S1 S1 S1 S1
Penyiapan Tanah (lp)
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1 S1
Singkapan batuan (%) S1 S1 S1 S1
Berdasarkan data pengamatan lapangan dan analisa laboratorium dengan kriteria tumbuh tanaman, maka diperoleh nilai kelas kesesuaian lahan potensial areal penelitian untuk SPL III terlihat pada Tabel 12. berikut.
Tabel 12. Kelas Kesesuaian Lahan Potensial Untuk Tanaman Kopi Robusta Pada SPL III.
Karakteristik Lahan 14 15 16
Suhu (tc)
Suhu tahunan rata-rata (̊C) S3 S3 S3
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan tahunan rata-rata (mm) S1 S1 S1
Jumlah bulan kering (month) S1 S1 S1
Kelembaban nisbi (%) Ketersediaan Oksigen (oa)
Drainase S1 S1 S2
Keadaan Perakaran (rc)
Tekstur tanah S3 S1 N
Fraksi kasar (%) S1 S1 S1
Kedalaman Tanah (cm) S1 S2 S2
Ketersediaan Hara (nr)
KTK liat (cmol/kg) S1 S1 S1
Kejenuhan basa (%) S1 S1 S1
pH H2O S1 S2 S2
C-organik (%) S1 S1 S1
Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) S1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Lereng (%) S1 S2 S1
Tingkat bahaya erosi (eh) S1 S1 S1
Bahaya Banjir (fh)
Banjir S1 S1 S1
Penyiapan Tanah (lp)
Batuan permukaan (%) S1 S1 S1
Singkapan batuan (%) S1 S1 S1
Dari penilaian dengan usaha-usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk faktor-faktor pembatas yang ada, maka didapatlah kelas kesesuaian lahan potensial tanaman kopi robusta pada SPL III seperti diatas yaitu pada titik sampel 14 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Pada titik sampel 15 adalah kurang sesuai / S3tc yakni dengan faktor pembatas suhu tahunan rata-rata. Dan pada titik sampel 16 adalah tetap tidak sesuai / Nrc yakni dengan faktor pembatas keadaan perakaran yaitu tekstur tanah. Pembahasan
Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman pada Tabel 7. diatas maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL I adalah kurang sesuai / S3 dan tidak sesuai / N. Adapun nilai kelas kesesuaian lahan aktual S3 terdapat pada sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 4, sampel 5, sampel 6, sampel 8, dan sampel 9, sedangkan untuk nilai kesesuaian lahan aktual N terdapat pada sampel 7. Pada sampel 1 dan sampel 3 diketahui memiliki faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata / S3tc. Berdasarkan literatur Damanik, dkk (2011) dijelaskan bahwa temperatur udara dipengaruhi oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut (altitude), dan kandungan air (kelembaban). Sehingga dalam hal ini faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya.
kesesuaian lahan potensialnya, namun faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang terlalu masam dapatlah dilakukan usaha perbaikan dengan cara menaikkan pH tanahnya menggunakan kapur atau tambahan bahan organik. Hal ini sesuai dengan literatur Sutanto (2005) yang menjelaskan bahwa tanah harus dapat dipertahankan pada kisaran pH optimum karena pH tanah mempengaruhi ketersediaan hara dan terjadinya flokulasi lempung. Untuk menanggulangi keasaman, pengelolaan tanah yang sering kali dilakukan adalah pengapuran (kapur, kapur tohor, dolomit, kalsit). Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya menjadi S3tc dan dapat dilihat pada Tabel 10.
pembuatan parit, atau penanaman mulsa tanah. Hal ini sesuai dengan literature Arsyad (2010) yang menjelaskan bahwa teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian maka erosi berkurang. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat menjadi S3tc dan terdapat pada Tabel 10.
Dari Tabel 7. diatas dapat dilihat dan diketahui bahwa pada sampel 7 yang memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktualnya tidak sesuai dengan faktor pembatas pada keadaan perakaran yaitu tekstur tanah / Nrc. Dalam hal ini tekstur tanah bersifat alami, tidak dapat diubah maupun dilakukan usaha perbaikan karena sesuai dengan literatur dari Sutanto (2005) yang menyatakan bahwasanya tekstur tanah bersifat permanen / tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah,
run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya tidak berubah dan tetap.
Berdasarkan hasil pencocokan data karakteristik tanah dan tanaman pada Tabel 8. diatas maka diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada SPL II adalah kurang sesuai / S3. Nilai kelas kesesuaian lahan aktual S3 terdapat pada sampel 10, sampel 11, sampel 12, dan sampel 13. Pada sampel 10 memiliki nilai kelas kesesuaian lahan aktualnya adalah kurang sesuai dengan faktor pembatas yakni pada suhu tahunan rata-rata / S3tc. Berdasarkan literatur Damanik, dkk (2011) dijelaskan bahwasanya temperatur udara dipengaruhi oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut (altitude), dan kandungan air (kelembaban). Sehingga dalam hal ini faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya tetap S3tc dan dapat dilihat pada Tabel 11. diatas.
yaitu pH tanah / S3tc,nr. Faktor cuaca dan iklim tidaklah dapat dilakukan usaha perbaikan untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan potensialnya karena hal ini dipengaruhi oleh letak tempat, tinggi tempat, dan kandungan air. Namun untuk faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang terlalu masam dapatlah dilakukan usaha perbaikan dengan cara pengolahan tanah, pemupukan, dan pengapuran. Hal ini sesuai dengan literatur Soewandita (2008) yang menjelaskan bahwa pH rendah merupakan salah satu kendala apabila tanah tersebut dipergunakan untuk usaha tani atau budidaya, sehingga tanah ini perlu ada upaya pengapuran untuk meningkatkan pH. Dengan pH mendekati netral transfer kation-kation akan lebih mudah, sehingga hara dalam keadaan tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Maka dari itu kelas kesesuaian lahan potensialnya menjadi S3tc dan dapat dilihat pada Tabel 11. diatas.
konsistensi, kelengasan tanah, run off, daya infiltrasi, dan lain-lain. Namun untuk faktor ketersediaan hara yaitu pH tanah yang masam dapat diperbaiki dengan cara pengapuran dengan kapur pertanian. Hal ini dijelaskan dan didukung oleh literatur Tan (1998) yang menyatakan bahwa dalam banyak kasus, kesuburan tanah diperbaiki dengan pengapuran tanah-tanah masam ke pH 6-7. Kebanyakan tanaman tumbuh baik pada kisaran pH tersebut. Pada reaksi tanah ini, konsentrasi Ca, Mg, dan P tersedia cukup untuk pertumbuhan tanaman. Begitu pula untuk faktor ketersediaan air yaitu drainase yang buruk dapat dilakukan pengelolaan tanah dan usaha perbaikan dengan pembuatan guludan, pembuatan saluran terbuka, atau dengan perataan tanah sehingga air bisa lebih segera keluar dari tanah dan tidak menjenuhi area perakaran. Hal ini sesuai dengan literatur dari Arsyad (2010) yang menjelaskan cara keluarnya atau cara mengeluarkan air lebih dari tanah dapat melalui permukaan tanah berupa aliran permukaan atau melalui aliran ke bawah di dalam profil tanah. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat dilihat pada Tabel 11. menjadi S3tc,rc.
tergantung dari letak dan ketinggian tempat. Sedangkan tekstur tanah berasal dari proses pelapukan batuan induk sehingga tidak mungkin diubah. Hal ini sesuai dengan literatur dari Karim (2007) yang menjelaskan bahwa pada taksa subkelas dapat dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatas / penghambat yang dijumpai. Perbaikan faktor tersebut sangat bergantung kepada faktor pembatas, apakah faktor pembatas permanen seperti elemen-elemen iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran, dll) atau pembatas tidak permanen seperti elemen-elemen tanah (unsur hara, bahan organik, pH, dll). Sehingga dengan perbaikan faktor pembatas tersebut dapat meningkatkan kelas, tergantung tingkat perbaikan atau tingkat asumsi perbaikan faktor pembatas yang dilakukan. Dan didukung pula oleh literatur dari Hanafiah, dkk (2009) yang menjelaskan bahwa tanah terdiri dari partikel mineral yang berasal dari pengikisan batuan, dan bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan atau tanaman, fauna dan mikrobia tanah. Partikel mineral dan organik bercampur membentuk berbagai jenis agregat tanah. Tanah merupakan suatu ekosistem yang hidup dan diklasifikasikan menurut teksturnya yaitu berdasarkan kandungan pasir, debu, dan liat yang terkandung didalamnya. Sehingga nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya akan tetap S3tc,rc dan dapat dilihat pada Tabel 12.
pH tanah dapat diperbaiki dengan pengolahan tanah, pemupukan, dan pengapuran. Hal ini sesuai dengan literatur Soewandita (2008) yang menjelaskan bahwa pH rendah merupakan salah satu kendala apabila tanah tersebut dipergunakan untuk usaha tani atau budidaya, sehingga tanah ini perlu ada upaya pengapuran untuk meningkatkan pH. Dengan pH mendekati netral transfer kation-kation akan lebih mudah, sehingga hara dalam keadaan tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Faktor pembatas bahaya erosi yaitu kemiringan lereng yang terlalu curam juga dapat dilakukan perbaikan dengan pengolahan tanah konservasi bisa dengan menurut kontur, pembuatan teras, ataupun dengan pembuatan guludan. Usaha perbaikan ini dimaksudkan untuk memperlambat aliran permukaan, memperbaiki infiltrasi air kedalam tanah, dan menampung aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Hal ini dijelaskan pula dalam literatur Arsyad (2010) bahwasanya pada lereng yang lebih curam dari 8% atau tanah yang lebih peka erosi, guludan mungkin tidak akan mampu mengurangi erosi sampai batas laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Dalam keadaan ini dapat digunakan metode lain yaitu guludan bersaluran. Guludan bersaluran juga dibuat memanjang menurutarah garis kontur atau memotong lereng. Maka dari itu nilai kelas kesesuaian lahan potensialnya dapat dilihat pada Tabel 12. menjadi S3tc.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL I, sampel 1 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 2 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 3 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 4 adalah kurang sesuai (S3tc,nr,eh), sampel 5 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 6 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 7 adalah tidak sesuai (Nrc), sampel 8 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), dan sampel 9 adalah kurang sesuai (S3tc,rc,nr).
2. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi robusta pada SPL II, sampel 10 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 11 adalah kurang sesuai (S3tc,nr), sampel 12 adalah kurang sesuai (S3tc,oa,rc,nr), dan sampel 13 adalah kurang sesuai (S3tc,nr).
3. Kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL III, sampel 14 adalah kurang sesuai (S3tc,rc), sampel 15 adalah kurang sesuai (S3tc,nr,eh), dan sampel 16 adalah tidak sesuai (Nrc).
5. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL II, sampel 10 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 11 adalah kurang sesuai (S3tc), sampel 12 adalah kurang sesuai (S3tc,rc), dan sampel 13 adalah kurang sesuai (S3tc).
6. Kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman Kopi Robusta pada SPL III, sampel 14 adalah kurang sesuai (S3tc,rc), sampel 15 adalah kurang sesuai (S3tc), dan sampel 16 adalah tidak sesuai (Nrc).
Saran
TINJAUAN PUSTAKA
Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)
Kopi Robusta (Coffea canephora) masuk ke Indonesia pada tahun 1900-an
(Gandul, 2010). Kopi ini ternyata tahan penyakit karat daun, dan memerlukan
syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang produksinya jauh lebih
tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi-kopi
lainnya. Saat ini lebih dari 90 % dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas
kopi Robusta (Prastowo, dkk, 2010).
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta di Indonesia
adalah belum digunakannya bahan tanam unggul yang sesuai dengan
agroekosistem tempat tumbuh kopi robusta. Umumnya petani masih
menggunakan bahan tanam dari biji berasal dari pohon yang memiliki buah lebat
atau bahkan dari benih sapuan. Salah satu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian
bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metode
sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada, maupun penanaman
baru dengan bahan tanaman asal setek. Adapun klon-klon kopi robusta yang
dianjurkan adalah BP 42, BP 234, BP 288, BP 358, BP 409, dan SA 203. Oleh
karena kopi robusta bersifat menyerbuk silang, maka penanamannya harus
poliklonal, dapat 3-4 klon untuk tiap hamparan kebun. Demikian pula sifat kopi
robusta yang sering menunjukkan reaksi berbeda apabila ditanam pada kondisi
lingkungan berbeda, Komposisi klon kopi robusta untuk suatu lingkungan tertentu
harus berdasarkan pada stabilitas daya hasil, kompatibilitas (keserempakan saat
berbunga) antar klon untuk kondisi lingkungan tertentu serta keseragaman ukuran
biji (Prastowo, dkk, 2010).
Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)
Persyaratan tumbuh kopi robusta berdasarkan kriteria kesesuaian lahan
Djaenudin, dkk (2003) adalah kopi robusta tumbuh dan berproduksi pada kisaran
suhu 19-32 °C. Tanaman kopi robusta dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang
kedalamannya minimum 50 cm, tekstur liat sampai lempung berliat, konsistensi
gembur, permeabilitas sedang, drainase baik, subur, reaksi tanah (pH) berkisar
diusahakan pada berbagai kondisi lahan dan manajemen untuk skala komersial
adalah 1,0-2,0 Ton/Ha, sedangkan untuk perkebunan rakyat 0,5-1,2 Ton/Ha.
Tabel 1. Persyaratan Tumbuh Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.)
Persyaratan tumbuh/Karakteristik
lahan
Kelas Kesesuaian Lahan
S1 S2 S3 N
Suhu (tc) Suhu tahunan rata-rata
(ºC) 22 - 25
- 22 – 28
19 - 22 28 - 32
< 19 > 32 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan tahunan rata-rata (mm) Jumlah bulan kering
(month) Kelembaban nisbi (%)
2000 – 3000 2 – 3 45 - 80
1750 – 2000 3000 – 3500
3 – 5 80 – 90;
35 – 45
1500 – 1750 3500 – 4000
5 – 6 > 90; 30 - 35
< 1500 > 4000 > 6 < 30 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Baik Sedang
Agak terhambat, agak cepat Terhambat, sangat terhambat, cepat Keadaan perakaran (rc) Tekstur tanah Fraksi kasar (%) Kedalaman tanah (cm)
Halus, agak halus, sedang
< 15 > 100
- 15 – 35 75 – 100
Agak kasar, sangat halus 35 – 60 50 – 75
Kasar, sangat halus > 60 < 50 Ketersediaan hara ( nr) KTK liat (cmol/kg) Kejenuhan basa (%)
pH H2O
C-organik (%)
> 16 > 20 5.3 – 6.0
> 0.8
≤ 16 ≤ 20
6.0 – 6.5 5.0 – 5.3
≤ 0.8
> 6.5 < 5.3 Toksisitas (xc)
Salinitas (ds/m) < 1 - 1 - 2 > 2
Bahaya erosi (eh) Lereng (%) Tingkat bahaya erosi
(eh)
< 8 Sangat rendah
8 – 16 Rendah –
sedang
16 – 30;16 – 50 Berat
> 30; > 50 Sangat berat Bahaya banjir (fh)
Banjir F0 F0 F1 > F1
Penyiapan tanah (lp) Batuan permukaan (%)
Singkapan batuan (%)
< 5 < 5
5 – 15 5 – 15
15 – 40 15 – 25
> 40 > 25
[image:51.595.111.518.139.692.2]Curah hujan yang sesuai untuk kopi seyogyanya adalah 1500 – 2500 mm
per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1-3 bulan dan suhu rata-rata 15-25 0
Evaluasi Lahan
C
dengan lahan kelas S1 atau S2 (Puslitkoka, 2006). Ketinggian tempat penanaman
akan berkaitan juga dengan citarasa kopi (Prastowo, dkk, 2010).
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung, dkk, 2007).
Klasifikasi Kemampuan Lahan (Land Capabillity Classification) adalah penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaanya secara lestari. Klasifikasi Kesesuaian Lahan (Land Suitabillity Classification) adalah penilaian dan pengelompokan lahan dalam arti kesesuaian relatif lahan atau kesesuaian
absolut lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Kemampuan lahan dipandang sebagai kapasitas lahan itu sendiri untuk suatu macam atau tingkat penggunaan umum, sedangkan kesesuaian lahan dipandang sebagai kenyataan adaptabilitas
(kemungkinan penyesuaian) sebidang lahan bagi suatu macam penggunaan tertentu. Sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang essensial antara kemampuan lahan dan kesesuaian lahan (Arsyad, 2010).
lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan
atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N) (Ritung, dkk, 2007).
Struktur klasifikasi lahan menurut sistem FAO (1976) didasarkan pada kelas- kelas kesesuaian lahan sebagai berikut :
• Kelas S1: Sangat sesuai (Highly Suitable) yaitu lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang serius untuk menerapkan pengolahan yang di berikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan yang biasa dilakukan.
• Kelas S2: Cukup sesuai (Moderatly Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaannya yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dari keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.
harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.
• Kelas N1: Tidak sesuai saat ini (Currently Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas yang sangat serius, tetapi masih dapat memungkinkan untuk diatasi hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengolahan model normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya sehingga mencegah kelangsungan penggunaan lahan.
• Kelas N2: Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not Suitable) yaitu lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan kelangsungan penggunaan lahan.
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung, dkk, 2007).
Survei Tanah
lahan yang diperoleh dari kegiatan pemetaan tanah harus ditindaklanjuti dengan interpretasinya melalui evaluasi lahan (Djaenudin, 2009).
Survei dan pemetaan tanah biasanya termasuk interpretasi untuk tujuan perencanaan penggunaan lahan dalam bentuk klasifikasi kemampuan lahan dan klasifikasi kesesuaian lahan. Tujuan klasifikasi tersebut adalah memberikan arahan perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Pakar tanah mempunyai peranan dalam mengevaluasi kondisi lingkungan fisik, walaupun hal ini harus memperhitungkan juga teknologi dan konsekuensi sosial ekonomi masyarakat di wilayah tertentu (Sutanto, 2005).
Berbagai model evaluasi lahan yang telah dikembangkan menurut PPPTA (2005), salah satu diantaranya adalah LECS (A Land Evaluation Computer System Methodology and User Manual) (Wood and Dent, 1983). LECS dipakai oleh Pusat Penelitian Tanah pada LREP-I (Land Resource Evaluation and Planning Project), tahun 1987-1990. Hasil LREP-I adalah tersedianya data dan informasi potensi sumber daya lahan nasional dalam bentuk Database Sumber Daya Lahan dengan berbagai skala dan format, baik tabular maupun spasial (Arsyad, 2010).
Oleh Rossiter dan Van Wambekke (1997) dalam Ritung, dkk (2007) menjelaskan berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan
parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan
karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.
Prosedur pengembangan kelas kemampuan lahan pertama kali
dipublikasikan oleh Norton di dalam Soil Conservation Survey Handbook tahun
1939, meskipun ide mengenai kelas kemampuan lahan telah muncul jauh
sebelumnya (Helms, 2005). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam
tiga kategori utama yaitu Kelas, Subkelas, dan Satuan Kemampuan (capability
unit) atau Satuan Pengelolaan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas
didasarkan atas intensitas faktor penghambat (Arsyad, 2010).
Pada dasarnya, sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan oleh
USDA dan dikemukakan dalam Agricultural Handbook No. 210 (Klingebiel dan
Montgomery, 1961). Sistem ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu kelas, sub-kelas,
lahan tersebut untuk produksi pertanian secara umum tanpa menimbulkan
kerusakan dalam jangka panjang (Sutanto, 2005).
Jika survey sumberdaya lahan telah dilaksanakan dan data telah dianalisis,
proses klasifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) metode parametrik
dan (2) metode faktor penghambat. Pada metode parametrik kualitas lahan atau
sifat-sifat lahan yang mempengaruhi kualitas lahan diberi nilai dari 10 sampai 100
atau 1 sampai 10. Kemudian setiap nilai digabungkan dengan penambahan atau
perkalian dan ditetapkan selang nilai untuk setiap kelas. Dengan nilai tertinggi
untuk kelas terbaik dan berkurang dengan semakin kecilnya selang nilai. Dengan
metode faktor penghambat, maka setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan
diurutkan dari yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil
hambatan atau ancamannya sampai yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria
untuk setiap kelas. Penghambat yang terkecil untuk kelas yang terbaik dan
berurutan semakin besar hambatan semakin rendah pula kelasnya.
(Arsyad, 2010).
Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian
Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan dapat dioptimalkan
apabila didukung informasi karakteristik lahan yang lengkap. Informasi tersebut
dapat berupa cakupan areal efektif yang dapat diusahakan, kondisi biofisik
wilayah, dan pertumbuhan serta produksi tanaman (Karim, dkk, 2008).
Untuk memperoleh lahan yang benar-benar sesuai diperlukan suatu
kriteria lahan yang dapat dinilai secara objektif. Acuan penilaian kesesuaian lahan
digunakan kriteria klasifikasi lahan yang sudah dikenal, baik yang bersifat umum
yang dikandung lahan, artinya hanya pada sampai pada pembentukan kelas
kesesuaian lahan, sedangkan menyangkut produksi hanya berupa dugaan
berdasarkan potensial kelas kesesuaian lahan yang terbentuk (Karim, dkk, 1996).
Karakteristik lahan yang berhubungan erat dengan evaluasi kesesuaian
lahan adalah :
Iklim
1. Temperatur
Tidak seperti hewan yang bersifat homeothermic, tanaman tingkat tinggi
tidak mampu mempertahankan sel-sel dan jaringannya pada suhu temperatur
optimum yang konstan dan area itu daun, batang, dan akarnya biasanya berada
dalam kisaran beberapa derajat dari suhu udara dan tanah sekelilingnya. Karena
hal tersebut, pertumbuhan dan metabolisme tanaman sangat dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan (Hanum, 2011).
Tanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu
rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah.
Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan
berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat,
semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Braak (1928) :
26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C)
(Ritung, dkk, 2007).
Untuk tanaman di daerah sedang, suhu optimum untuk fotosintesa lebih
rendah dibanding suhu optimum untuk respirasi, akibatnya tanaman penghasil
beriklim sejuk disbanding daerah yang lebih panas. Temperatur udara dipengaruhi
oleh letak tempat pada suatu lintang (latitude), tinggi tempat dari muka laut (altitude), dan kandungan air (kelembaban) (Damanik, dkk, 2011).
2. Curah Hujan
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting untuk pertanian
tropis, baik pada keadaan berlebih maupun kurang. Penyebaran curah hujan
merupakan kriteria utama yang digunakan untuk mengelompokkan iklim tropis,
seperti musim hujan atau musim kering. kelembaban merupakan faktor pembatas
pada sekitar ¾ lahan yang dapat di tanami di daerah tropis. Curah hujan semusim
bervariasi dari nol hingga 10.000 mm dan secara umum menurun dengan
menaiknya lintang, tetapi bentuk wilayah dan kondisi lainnya saling berhubungan
juga (Damanik, dkk, 2011).
Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam
jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.
Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan
bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm.
Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi.
Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone agroklimat kedalam
5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt & Ferguson (1951)
membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan
basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat
umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan
Pada curah hujan rata-rata 90 mm per bulannya dengan kondisi suhu panas
akan menghasilkan komunitas hujan tropis, sedangkan curah hujan yang sama
tetapi kondisi suhu rata-rata sedang komunitas yang hidup diatasnya adalah hutan
temperate, penurunan curah hujan antara 30-60 mm pada suhu lingkungan sejuk
komunitasnya adalah hutan gugur. Dan pada suhu panas dengan curah hujan lebih
kecil dari 30 mm maka komunitas yang ditemui adalah padang rumput, akan
tetapi jika curah hujan lebih kecil dari 10 mm komunitasnya berubah menjadi
padang pasir (Hanum, 2011).
Pada taksa subkelas dapat dilakukan perbaikan terhadap faktor pembatas /
penghambat yang dijumpai. Perbaikan faktor tersebut sangat bergantung kepada faktor pembatas, apakah faktor pembatas permanen seperti elemen-elemen iklim (curah hujan, suhu, kelembaban, penyinaran, dll) atau pembatas tidak permanen seperti elemen-elemen tanah (unsur hara, bahan organik, pH, dll). Sehingga dengan perbaikan faktor pembatas tersebut dapat meningkatkan kelas, tergantung tingkat perbaikan atau tingkat asumsi perbaikan faktor pembatas yang dilakukan (Karim, 2007).
Sifat Fisik Tanah
1. Tekstur
Definisi tekstur menurut USDA adalah perbandingan relatif antara partikel
tanah yang terdiri atas fraksi lempung, debu, dan pasir. Tekstur tanah bersifat
permanen/tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat
tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas
Tanah terdiri dari partikel mineral yang berasal dari pengikisan batuan, dan bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan atau tanaman, fauna dan mikrobia tanah. Partikel mineral dan organik bercampur membentuk berbagai jenis agregat tanah. Tanah merupakan suatu ekosistem yang hidup dan diklasifikasikan menurut teksturnya yaitu berdasarkan kandungan pasir, debu, dan liat yang terkandung didalamnya (Hanafiah, dkk, 2009).
Untuk penentuan klasifikasi kemampuan lahan, tekstur lapisan atas tanah
(0-30 cm) dan lapisan bawah (30-60 cm) dikelompokkan sebagai berikut; (t1)
tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu, liat. (t2) tanah bertekstur
agak halus meliputi lempung liat berpasir, lempung berliat, dan lempung liat
berdebu. (t3) tanah bertekstur sedang meliputi lempung, lempung berdebu, dan
berdebu. (t4) tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir, lempung
berpasir halus, dan lempung berpasir sangat halus. (t5
2. Kedalaman Efektif
) tanah bertekstur kasar
meliputi pasir berlempung dan pasir (Arsyad, 2010).
Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi
pertumbuhan akar tanaman, yaitu kedalaman sampai pada lapisan yang tidak
dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan padas
keras (hard pan), padas liat (clay pan), padas rapuh (Fragi-pan) atau lapisan
phlintite (Arsyad, 2010).
Cara praktis penetapan bawah (kedalaman efektif) suatu solum tanah
adalah melalui penyidikan pada kedalaman penetrasi perakaran tanaman yang
tidak mempunyai lapisan padat yang dapat menghambat penetrasi akar, maka
dan bahan geologis atau bukan tanah. (Foth, 1998) mengklasifikasikan kedalaman
efektif sebagai berikut; Ke-1 = > 90 cm (dalam), Ke-2 = 50-90 cm (sedang), Ke-3
= 25-50 cm (dangkal), dan Ke-4 = < 25 cm (sangat dangkal).
3. Permeabilitas
Permeabilitas adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara, yang
diukur berdasarkan besarnya aliran yang melalui satuan tanah yang telah dijenuhi
terlebih dahulu per satuan waktu tertentu. Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh
tekstur, struktur, dan porositas. Permeabilitas diukur berdasarkan horizon tertentu
(Sutanto, 2005).
Air keluar dari suatu areal tertentu dapat melalui beberapa bentuk seperti
aliran permukaan (Surface runoff), aliran bawah permukaan (Subsurface flow),
aliran bawah tanah (Ground waterflow), dan aliran sungai (Stream flow)
(Arsyad, 2010).
4. Drainase
Drainase tanah diklasifikasikan sebagai berikut; (d0) berlebihan, air lebih
segera keluar dari tanah dan sangat sedikit air yang ditahan oleh tanah sehingga
tanaman akan segera mengalami kekurangan air. (d1) baik, tanah mempunyai
peredaran udara baik. Seluruh profil tanah dari atas samapai ke bawah (150 cm)
berwarna terang yang seragam dan tidak terdapat bercak kuning, coklat atau
kelabu. (d2) agak baik, tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah
perakaran. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, cokelat, atau kelabu
pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah. (d3) agak buruk, lapisan tanah
atas mempunyai peredaran udara baik. Tidak terdapat bercak-bercak berwarna
bawah. (d4) buruk, bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat warna
atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat, dan kekuningan. Dan (d5
(Arsyad, 2010).
) sangat
buruk, seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna kelabu dan tanah
lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat bercak-bercak berwarna kebiruan,
atau terdapat air yang menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama.
Aliran permukaan sangat tergantung pada kemiringan tanah dan tekstur.
Aliran permukaan pada tanah pasir lebih kecil daripada aliran permukaan pada
tanah lempung. Hasil aliran permukaan adalah terjadinya perkolasi. Pada
permukaan yang datar, perkolasi sama besarnya dengan presipitasi (evaporasi).
Pada permukaan yang miring, perkolasi lebih kecil daripada presipitasi
(evaporasi). Pada cekungan, perkolasi lebih besar daripada presipitasi (evaporasi)
(Sutanto, 2005).
Cara keluarnya atau cara mengeluarkan air lebih dari tanah dapat melalui
permukaan tanah berupa aliran permukaan atau melalui aliran ke bawah di dalam profil tanah. Jika air lebih tersebut terdapat terutama di atas permukaan tanah dan pembuangannya melalui permukaan tanah, maka proses pembuangannya dikenal sebagai drainase permukaan (Arsyad, 2010).
5. Bahaya Erosi
Arsyad (2010) mengklasifikasikan kelas erosi sebagai sangat ringan
apabila < 0,15 % lapisan atas hilang, ringan apabila 0,15-0,9 % lapisan atas
hilang. Kelas sedang apabila 0,9-1,8 % lapisan atas dan bawah hilang, kelas berat
apabila 1,8-4,8 % lapisan bawah hilang, dan termasuk sangat berat apabila > 4,8
Konsekuensi terjadinya limpasan permukaan (run off) adalah partikel
tanah terangkut dalam bentuk suspensi dari tempat yang lebih tinggi ke tempat
yang lebih rendah. Bahan terangkut (sedimen) diendapkan di bagian cekungan
(lembah). Kebanyakan tanah-tanah pertanian di wilayah atasan mempunyai
kecenderungan mempercepat terjadinya erosi, karena pengolahan tanah yang
buruk, penebangan tanaman penutup tanah pada lahan miring, pengolahan tanah
menyilang kontur, dan penanaman tidak sejajar/menyilang kontur (Sutanto, 2005).
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian maka erosi berkurang (Arsyad, 2010).
6. Bahaya Banjir
Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan
pertanian karena sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
(Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut; (f0)
apabila tidak ada banjir dalam periode satu tahun, (f1) apabila ringan yaitu dalam
periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak, (f2) sedang yaitu
selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. (f3) apabila agak berat yaitu selama
2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. (f4) apabila berat yaitu selama 6 bulan
lebih dalam setahun dilanda banjir.
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)
dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
(dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir)
(Ritung, dkk, 2007).
7. Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Unsur lain yang mungkin
berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng. Kemiringan lereng
dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang
mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100%
sama dengan kecuraman lereng 450
Ketinggian permukaan tanah, kemiringan, dan aspek kemiringan (utara,
selatan, timur, dan barat) berpengaruh terhadap hubungan permukaan tanah dan
kedalaman air tanah, ketahanan terhadap erosi, dan gerakan air lateral di dalam