• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN "IK" FORMASI TALANGAKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI ACOUSTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN "IK" FORMASI TALANGAKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

i

RESERVOAR CHARACTERIZATION USING ACOUSTIC IMPEDANCE INVERSION METHOD IN THE “IK” FIELD OF TALANGAKAR

FORMATION, SOUTH SUMATERA BASIN

ABSTRACT

By

Ines Kusuma Ningrum

“IK” field is anticlinorium which is longer from west to east that separated by

normal fault with relatif direction from north to south. This field indicate has hidrocarbon reservoir. Acoustic Impedance seismic method can give the result of rock physics in hidrocarbon reservoir characterization. To characterize of reservoir used inversion to get the model of acoustic. In the “IK” field with the method of sparse spike and model based. The test of sensitivity did by using toward crossplot Impedance and Gamma Ray, along with crossplot between P-Impedance and Porosity. Crossplot and crossection capable of separate shale litology and sand with good in the target zone. The high value of Gamma Ray showing shale litology with high acoustic impedance. The opposition of low Gamma Ray showing non-shale litology with low acoustic impedance. According by this reseach obtained that modelling with model based method afford to sketch the result of hidrocarbon reservoir characterization better than sparse spike

method. Sandstone reservoir in the field “IK” consistute low impedance with high

resistivity, low density, high porosity and low gamma ray afford that this reservoir contains oil hidrocarbon. According by the analize carry out of structure time map, AI map, and spread of porosity map be found that target zone is develop area.

(2)

ii

KARAKTERISASI RESERVOAR MENGGUNAKAN METODE INVERSI

ACOUSTIC IMPEDANCE PADA LAPANGAN “IK” FORMASI

TALANGAKAR CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

ABSTRAK

Oleh

Ines Kusuma Ningrum

Lapangan “IK” merupakan Anticlinorium, yang memanjang berarah barat-timur yang dipisahkan oleh patahan turun dengan arah relatif utara-selatan. Lapangan ini mengindikasikan terdapat reservoar hidrokarbon. Metode seismik impedansi akustik dapat memberikan gambaran fisis batuan dalam karakterisasi reservoar hidrokarbon. Untuk mengkarakterisasi reservoar dilakukan inversi agar mendapatkan model impedansi akustik pada Lapangan “IK” dengan metode berbasis sparse spike dan model based. Uji sensitivitas dilakukan dengan melakukan crossplot terhadap P-Impedace dan Gamma Ray, serta crossplot antara P-Impedance dan porosity. Crossplot dan crosssection mampu memisahkan litologi shale dan sand dengan baik pada zona target. Nilai Gamma Ray tinggi

menunjukan litologi shale dengan impedansi akustik yang tinggi. Sebaliknya nilai

Gamma Ray rendah menunjukan litologi non-shale dengan impedansi akustik rendah. Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa pemodelan dengan metode

model based mampu menghasilkan gambaran karakterisasi reservoar hidrokarbon lebih baik daripada metode sparse spike. Reservoar batupasir pada Lapangan “IK”

merupakan low impedance, dengan high resistivity, low density, high porosity, dan

low gamma ray, yang menunjukan bahwa reservoar ini mengandung hidrokarbon berupa oil. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap peta waktu struktur, peta AI dan peta pesebaran porositas didapatkan bahwa zona target merupakan daerah yang masih bisa dikembangkan.

(3)

“IK” FORMASI TALANGAKAR CEKUNGAN

SUMATERA SELATAN

Oleh

Ines Kusuma Ningrum 1015051026

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS TEKNIK

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kasiman dan Ibu Rositi. Dilahirkan di Bandarlampung, pada tanggal 13 Maret 1992. Penulis mengawali pendidikan dari TK Taman Kanak-kanak di TK Muhammadiyah Bandarlampung pada tahun 1997. Kemudian dilanjutkan Sekolah Dasar di SDN 2 Labuhanratu Bandarlampung pada tahun 1998, SMPN 8 Bandarlampung pada tahun 2004 diteruskan sekolah jenjang menengah atas di SMA Fransiskus Bandarlampung pada tahun 2007 hingga akhirnya tamat tahun 2010.

(8)

viii

selama kurang lebih 2 bulan di PT Pertamina EP Region Sumatera Field

Prabumulih, Prabumulih, Sumatera Selatan dengan judul “ Karakterisasi

Reservoar Menggunakan Metode Inversi Acoustic Impedance pada

(9)

ix

Dedicated to :

Kasiman as My father, My Lovely mom

Rositi, My beloved brother Bambang Dimas

Ermanto and my little brother Bagus

Damar Kurniawan, My beautiful and sweety

sister Nadia Karoline Andarini..

Thanks for your loved that has been given to me

(10)

x

Doing the best, because life has no CTRL +Z

-Ines Kusuma Ningrum-

Bahagia itu sederhana, cukup dengan

mensyukuri apa yang kita miliki saat ini, maka kita akan merasakan kebahagiaan dengan cara yang sederhana.

Jika Mimpi buruk yang akan membuatmu ingin

segera terbangun dan segera bangkit, mengapa kau inginkan mimpi indah yang hanya akan membawamu terus

terhanyut didalam mimpi tersebut.

(11)

xi

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan hidayah- Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, yaitu :

1. Alloh SWT atas rahmat dan hidayah-Nya selama penulis menjalankan Tugas Akhir;

2. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Teknik;

3. Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung serta Pembimbing yang atas kesediaannya

membantu untuk memberikan bimbingan, ilmu saran, nasihat dan doanya

dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Bapak Dr. Muh Sarkowi, M.Si. selaku Pembahas, yang atas kesediaannya membantu untuk memberikan bimbingan, ilmu saran,

nasihat dan doanya dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Bapak Rustadi, M.T. selaku Pembimbing Akademik, yang telah

(12)

xii

penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dengan baik;

7. Dosen – dosen Teknik Geofisika Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, Bapak

Karyanto, M.T., Bapak Nandi Haerudin , Bapak Ordas Dewanto

terimakasih telah mendidik dan memberikan ilmunya yang hebat kepada

penulis dan mahasiswa-mahasiswanya;

8. Bapak, Mama, Aa Dimas, Adek Damar yang ganteng , Nadia yang

manja, Alm. Kakek dan Nenek, Paman dan tante, Drs. Darno dan

Arsyatun, S.Ag., Mama Iah, yang selalu memberikan dukungannya.

Sepupu yang cerewet Yuni Iswati, Esti Gustia Putri sang Pramugari

cantik, Elis Fatmawati yang cuek, sang calon dokter paling ganteng

Muhammad Rizky Arif Prasetyo dan Raka Arda Wicaksono yang

paling jenius.

9. Sahabat tercinta dalam suka dan duka Anne Marie, yang selalu mendukung dan membantu dalam keadaan apapun;

10.Sahabat kesayangan Birgitta Oktavia Suparyono dan Meka Sari, yang selalu meluangkan waktu untuk mendengar segala kesah dan selalu mendukung dalam setiap langkahku;

11.Sahabat lelaki terbaik Halilintar Duta Mega dan Muhammad Sofyan, yang selalu berkata semuanya akan baik saja, selalu berkata “pasti bisa”,

selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untukku;

12.Sahabat sepermainan tersayang Bima Fajar Ertanto, Ade Setiawan,

(13)

xiii

yang menjadi teman terkasih selalu memberikan semangat dan selalu bisa direpotkan dalam segala urusan penulis;

13.Teman-teman TG 10 Anita Octavia Gultom, Annisa Mutiara Badri,

Beriyan Adeam, Hanna Ade Pertiwi, Mega Khusnul Khotimah,

Widatul Faizah M.D., Filya Rizky Lestari, M.P. Bagus Wicaksono,

Roy Brynson Sihombing, Dito Hadisurya, Heksa Agus Wiyono, Fenty Ria Maretta, Taufiq, Anis Kurnia Dewi, Murdani, Rian Hidayat, Siti Fatimah, Muhammad Farhan Rafsanzany, Pangestu Eko Lariyanto,

Satria Maulana, Eki Zuhelmi yang menjadi teman seperjuangan selama kurang lebih 4 tahun kita bersama;

14.Adek tingkat tersayang Guspriandoko, yang selalu memberikan dukungan dan semangat;

15.Rekan – rekan PT Pertamina EP field Prabumulih, Bapak Horas seorang yang yang baik hati, Mas Rifki yang handal, Mas Baba yang cool, Mas Adit yang baik, Bang Frenk yang lucu, serta Mas Aji yang selalu mau

direpotkan;

16.Teman-teman seperjuangan Tugas Akhir dari UNSRI Andi dan Egi, UPN

Adit, Demas dan Huda;

17.Bapak Udin yang selalu memberikan semangat dan mendukung penulis

dalam pencetakan skripsi ini;

18.Bapak dan Ibu Staf administrasi Teknik Geofisika, Mba Dewi, Mas

(14)

xiv

semua.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis

(15)

xvi

1.2Maksud dan Tujuan Penelitian... ... 2

1.3Batasan Masalah... ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan ... 4

(16)

xvii

2.5 Struktur Geologi Daerah Penelitian ... 15

III. TEORI DASAR 3.1 Prinsip Metode Seismik ... 19

3.2 Klasifikasi Gelombang Seismik ... 20

3.3 Hukum Fisika Gelombang Seismik... 21

3.3.1 Hukum Snellius ... 21

3.3.2 Prinsip Huygens ... 23

3.3.3 Prinsip Fermat ... 24

3.4 Trace Seismik ... 24

3.5 Interferensi Gelombang Seismik ... 26

3.6 Resolusi Vertikal ... 27

3.7 Wavelet ... 27

3.8 Seismogram Sintetik ... 28

3.9 Checkshot... ... 30

3.10.5 LogSpontaneous Potential (SP) ... 34

3.10.6 Log Induksi ... 35

3.10.7 Log Lateral ... 35

3.11 Metode Inversi Seismik ... 36

3.11.1 Inversi Impedansi Akustik... ... 38

3.11.1.1 Inversi Rekursif / Bandlimited ... 39

3.11.1.2 Model Based Inversion ... 41

3.11.1.3Sparse Spike Inversion ... 42

3.11.1.4Colored Inversion ... 44

3.12Karakterisasi Reservoar ... 47

(17)

xviii

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 51

4.2 Perangkat Lunak ... 51

4.3 Data Penelitian ... 51

4.4 Pengolahan Data ... 57

4.5 Inversi Seismik ... 69

4.5.1 Inversi Maximum Likelihood Sparse Spike ... 69

4.5.2 Inversi Model Based ... 73

V.HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Sensitivitas Log ... 77

5.1.1 Crossplot dan Crosssection Log Impedansi Akustik dan LogGamma ray ... 77

5.1.2 Crossplot dan Crosssection Log Impedansi Akustik dan Log Porosity ... 81

5.2 Analisis Inversi ... 85

5.2.1 Inversi Maximum Likelihood Sparse Spike ... 85

5.2.2 Inversi Berbasis Model (Model based Inversion) ... 85

5.3 Analisis log dan Estimasi Porositas... 90

5.4 Interpretasi Hasil ... ... 97

VI. KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ... 101

6.1 Saran ... 102

(18)

xviii

Tabel Halaman

Tabel 3.1. Kelebihan dan kekurangan masing-masimg teknik inversi pada Inversi Impedansi Akustik (Kartika, 2013) ... 45

Tabel 3.2. Skala penentuan baik tidaknya porositas abslout batuan suatu reservoar (Koesoemadinata, 1978) ... 49

Tabel 4.1. Analisa Tuning untuk Sumur IK 01, IK 02, dan IK 03 ... 66

Tabel 4.2. Nilai error uji parameter maximum impedance change pada pre analysis Maximum Likelihood Sparse Spike ... 71

Tabel 4.3. Nilai korelasi uji parameter maximum impedance change pada pre analysis Maximum Likelihood Sparse Spike ... 71

Tabel 4.4. Nilai error uji parameter soft constrain pada pre analysis Model Based ... 74

(19)

xx

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

( Ryacudu, 2005) ... 8

Gambar 2.2. Indeks Peta Cekungan Sumatera Selatan

(Bishop, 2001) ... 10

Gambar 2.3.Play hidrokarbon pada bagian utara dan tengah Cekungan

Sumatera Selatan (De Coster, 1974) ... 13

Gambar 2.4. Sketsa penampang geologi beserta generasi hidrokarbon

(Sarjono dan Sardjito, 1989) ... 15

Gambar 2.5 Pembagian subcekungan di Cekungan Sumatera Selatan ... 16

Gambar 2.6. Peta geologi Lapangan IK dan jalur Anticlinorium dengan

sesar turun berarah hampir utara selatan ... 17

Gambar 3.1. Sketsa survei seismik (Landmark, 1995) ... 19

Gambar 3.2. Arah gerak partikel dan arah penjalaran gelombang longitudinal (vp) (Brown, 2005) ... 20

Gambar 3.3. Arah gerak partikel dan arah penjalaran gelombang transversal (vs). (Brown, 2005) ... 21

(20)

xx

Gambar 3.7. Diagram Alir (a) teknik pemodelan ke depan, (b) teknik

inversi (Sukmono, 1999) ... 36

Gambar 3.8. Macam metode seismik inversi (Russel, 1988) ... 37

Gambar 3.9. Diagram konsep dasar inversi seismik

(Sukmono, 2000) ... 38

Gambar 3.10. Input seismik dan output yang dihasilkan dari inversi

rekursif (Russell, 1996) ... 40

Gambar 3.11. Input seismik dan output yang dihasilkan dari inversi

Sparse Spike (Russell, 1996) ... 43

Gambar 4.1. Seismik 3D Post Stack Time Migration (PSTM) pada

Inline 2302 yang melewati sumur IK 01 baserta horizon,

dan peta struktur waktu Sand (reservoir target) ... 52

Gambar 4.2. Tampilan log pada sumur IK 01 pada zona target formasi

Talangakar ... 53

Gambar 4.3. Tampilan log pada sumur IK 02 pada zona target formasi

Talangakar ... 54

Gambar 4.4. Tampilan log pada sumur IK 03 pada zona target formasi

Talangakar ... 54

Gambar 4.5. Peta basemap lapangan “IK” ... 55

Gambar 4.6.Flowchart Inversi AI ... 57

Gambar 4.7. Tampilan log pada sumur IK 01 pada zona target formasi

(21)

xxi

Gambar 4.9. Tampilan log pada sumur IK 03 pada zona target formasi

Talangakar ... 60

Gambar 4.11.Wavelet hasil ekstraksi ... 62

Gambar 4.12. Well seismic tie pada sumur IK 01 ... 64

Gambar 4.17. Model awal impedansi akustik lapangan “IK” pada inline 1302 ... 68

Gambar 4.18. Kurva hasil inversi Sparse Spike sumur IK 01 (a), IK 02(b), IK 03(c) ... 72

Gambar 4.19.Error plot pada inversi Maximum Likelihood Sparse Spike pada sumur IK 01, IK 02, dan IK 03 ... 73

Gambar 4.20.Error plot pada inversi Model Based pada sumur IK 01, IK 02, dan IK 03 ... 75

Gambar 4.21. Kurva hasil inversi Model Based sumur IK 01 (a), IK 02(b), IK 03(c) ... 76

(22)

xxii

Gambar 5.3.Crossplot log Impedansi Akustik terhadap Gamma ray

sumur IK 02 ... 79

Gambar 5.4.Crosssection log Impedansi Akustik terhadap

Gamma ray sumur IK 02 ... 79

Gambar 5.5.Crossplot log Impedansi Akustik terhadap Gamma ray

sumur IK 03 ... 80

Gambar 5.6. Crosssection log Impedansi Akustik terhadap

Gamma ray sumur IK 03 ... 80

Gambar 5.7Crossplot log Impedansi Akustik terhadap Porosity

sumur IK 01 ... 82

Gambar 5.8Crosssection log Impedansi Akustik terhadap Porosity sumur IK 01 ... 82

Gambar 5.9Crossplot log Impedansi Akustik terhadap Porosity

sumur IK 02 ... 83

Gambar 5.10Crosssection log Impedansi Akustik terhadap Porosity

sumur IK 02 ... 83

Gambar 5.11Crossplot log Impedansi Akustik terhadap Porosity

sumur IK 03 ... 84

Gambar 5.12Crosssection log Impedansi Akustik terhadap Porosity

sumur IK 03 ... 84

Gambar 5.13. Hasil inversi Maximum LikelihoodSpase Spike sumur

(23)

xxiii

IK 02 ... 86

Gambar 5.16. Hasil inversi Model based sumur IK 02 ... 88

Gambar 5.17. Hasil inversi Maximum LikelihoodSpase Spike sumur

IK 03 ... 86

Gambar 5.18. Hasil inversi Model based sumur IK 03 ... 89

Gambar 5.19.Tampilan log Gamma Ray, Porosity dan AI pada

IK 01 ... 90

Gambar 5.20. Tampilan log Resistivity dan Density pada IK 01 ... 91

Gambar 5.19.Tampilan log Gamma Ray, Porosity dan AI pada IK 02 ... 92

Gambar 5.20. Tampilan log Resistivity dan Density pada IK 02 ... 93

Gambar 5.19.Tampilan log Gamma Ray, Porosity dan AI pada IK 03 ... 94

Gambar 5.20. Tampilan log Resistivity dan Density pada IK 03 ... 95

Gambar 5.21 Hubungan antara porositas dan impedansi akustik untuk

mendapatkan model estimasi porositas ... 96

Gambar 5.22 Hasil model estimasi porositas pada sumur IK 02 ... 97

Gambar 5.23 Penampang lateral impedansi akustik di bawah 25 ms ... 98

Gambar 5.24 Penampang lateral struktur waktu di bawah 25 ms

zona prospek... 99

(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karekterisasi reservoar yang meliputi delineasi, deskripsi, dan

monitoring diperlukan untuk dapat melihat secara penuh keadaan reservoar. Karakterisasi reservoar yang baik merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan pengelolaan reservoar secara ekonomis. Untuk dapat mengkarakterisasi reservoar dengan baik, studi terpadu yang melibatkan data seismic dan data sumur perlu dilakukan, salah satunya dengan menggunakan metode seismik inversi.

Seismik inversi adalah teknik untuk membuat model bawah permukaan bumi menggunakan data seismik sebagai input dan data sumur sebagai kontrol (Sukmono, 2000). Inversi Acoustic impedance (AI) adalah salah satu metode seismik inversi setelah stacking (post-stack inversion). AI adalah parameter batuan yang besarnya dipengaruhi oleh tipe litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan dan temperatur. Oleh karena itu AI dapat digunakan sebagai indikator litologi, porositas, hidrokarbon, pemetaan litologi, flow unit mapping, dan kuantifikasi karakter reservoar.

(25)

konvensional seismik akan memberikan gambaran batas lapisan sementara AI dapat menggambarkan lapisan itu sendiri. Diharapkan dengan menerapkan inversi AI pada formasi Talangakar lapangan ”IK” ini dapat dilakukan delineasi geometri reservoar serta deskripsi sifat fisik batuan.

1.2Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan karakterisasi reservoar menggunakan inversi AI.

Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan proses karakterisasi reservoar untuk mengetahui sebaran reservoar batupasir pada formasi Talangakar berdasarkan nilai impedansi akustiknya.

2. Mengetahui keberadaan fluida hidrokarbon di dalam reservoar batupasir , sehingga dapat membantu menentukan daerah potensi hidrokarbon maupun pengusulan daerah pengembangan.

1.3 Batasan Masalah

Lokasi penelitian adalah daerah yang sampai ini masih merupakan daerah yang produktif. Berdasarkan studi terdahulu, reservoai lapangan IK didominasi oleh batupasir.

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian dilakukan pada lapangan IK.

2. Formasi target berupa Formasi Talangakar yang didominasi batupasir dengan target berupa oil hidrokarbon.

(26)

dengan membandingkan dua teknik pemodelan, yaitu model based dan

sparse spike.

4. Data sesimik yang digunakan adalah data sesismik 3D post-stack time migration (PSTM) dengan jumlah 200 inline (2255-2455) dan 259 xline

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan

Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera Selatan diantaranya:

1. Komplek Batuan Pra -Tersier

Komplek Pra –Tersier merupakan batuan dasar (Basement Rock). Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan yang baru tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum, dan batuan karbonat. Pada beberapa tempat menunjukkan strata berumur Kapur Akhir sampai Paleosen-Eosen Awal ditindih oleh batuan Tersier dan dikelompokkan bersama batuan Pra-Tersier.

2. Tuf Kikim dan Lemat Tua

Nama Lemat sekarang penggunaannya terbatas pad Lemat Muda, sedangkan Tuf Kikim disebut sebagai Lemat Tua yang tersingkap di Gunung Gumai dan Sumur Laru. Formasi Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen batuan, breksi, lapisan tipis batubara dan tuf yang semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen.

(28)

Bagian distal cekungan merupakan kontak dengan Formasi Talang Akar yang diinterpretasikan sebagai paraconformity.

3. Formasi Talangakar

Formasi Talangakar terbentuk secara tidak selaras (paraconformity) di atas Formasi Lemat atau Batuan Pra-Tersier dan selaras di bawah Formasi Telisa atau anggota Gamping Basal Telisa / Batu Raja. Formasi Talang Akar tersusun atas batupasir dataran delta, batulanau dan serpih. Formasi Talang Akar berhubungan secara selaras terhadap Formasi Telisa dan kontaknya sulit ditemukan karena perubahannya terjadi secara gradual bukan secara tajam. Ketebalan Formasi Talangakar berkisar antara 1500 – 2000 feet (460 – 610 m) di dalam beberapa areal cekungan.

(29)

fasies laut dangkal tersusun atas batulanau, batupasir halus serta batugamping yang terdapat bersama serpih. Formasi ini terbentuk pada laut dangkal pada kala Miosen Tengah dan Miosen Akhir, memiliki ketebalan berkisar antara 6000 – 9000 feet (1800 – 2700 m).

6. Formasi Palembang

Formasi Palembang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sebagai berikut :

a) Palembang Bawah (Lower Palembang)

Formasi ini diendapkan selama fase awal siklus regresi dan tersusun atas serpih dengan dengan batupasir glaukonitan, dan lapisan batugamping yang pada bagian dasarnya diendapkan pada lingkungan neritik dan berangsur sampai lingkungan pengendapan laut dangkal (shallow marine) pada bagian atasnya. Kontak bagian atas formasi dengan Formasi Middle Palembang yang merupakan kontak litologi dengan ditemukannya batubara pada formasi Middle Palembang di Sumatera Selatan. Sedangkan bagian bawah formasi berbatasan dengan Formasi Telisa.

b) Palembang Tengah (Middle Palembang)

(30)

glaukonitan dari Formasi Lower Palembang. Ketebalan formasi bervariasi tergantung pada posisi dan penentuan kontaknya serta mencapai ketebalan maksimum 1500 – 2500 feet (450-750 m).

c) Palembang Atas (Upper Palembang)

(31)
(32)

2.2 Struktur Geologi Regional

Terdapat 3 fase tektonik yang membentuk struktur regional Cekungan Sumatera Selatan, yaitu:

1. Proses Orogenesa Mesozoikum Tengah adalah penyebab metamorfosa batuan-batuan endapan Pleozoikum dan Mesozoik. Semua gejala Pra- Tersier tersebut membentuk rangka struktur Pulau Sumatera.

2. Proses tektonik kedua terjadi pada akhir Kapur-Awal Tersier, pada episode ini dihasilkan struktur geologi yang diakibatkan oleh gaya tarik (tension), yaitu berupa graben dan blok sesar yang terbentuk baik di Cekungan Sumatera maupun di Cekungan Sunda. Secara umum arah trend dari sesar dan graben berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara.

3. Proses tektonik yang terkhir terjadi pada waktu orogenesa Plio-listosen,

(33)
(34)

2.3 Petroleum system Cekungan Sumatera Selatan

Petroleum system adalah seluruh elemen dan proses pada suatu cekungan sedimen yang diperlukan untuk terakumulasinya hidrokarbon (Bailei, A.D., 1992, vide Pusdep Pertamina). Hidrocarbon Play adalah suatu model yan memperlihatkan kombinasi seluruh elemen petroleum system yang menghasilkan akumulasi hidrokarbon pada level stratigrafi (perangkap) tertentu (Perrodon, 1983, vide Pusdep Pertamina). Secara geografi, pembentukan hidrokarbon tidak tersebar secara merata pada cekungan di daerah ini. Akumulasi dari hidrokarbon tersebut dikontrol oleh beberapa faktor, yaitu struktur, fasies, ketebalan pengendapan dan kedekatan source rock yang sudah cukup matang.

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh minyak dan gas bumi di antaranya :

1. Batuan Induk (Source Rock)

Hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan berasal dari batuan induk yang potensial berasal dari batulempung hitam Formasi Lemat (DeCoster , 1974), lignin (batubara), batulempung Formasi Talangakar dan batulempung Fomasi Telisa. Formasi Lemat mengalami perubahan fasies yang cepat kearah lateral, sehingga bertindak sebagai batuan induk dengan kandungan

material organik 1,2 – 3%. landaian suhu berkisar 4,8 – 5,30 C/100 m, sehingga kedalaman pembentukan minyak yang komersiil terdapat pada kedalaman 2000-3000 m.

(35)

terbuka pada graben / half graben, sehingga cukup untuk menghasilkan hidrokarbon.

2. Migrasi

Migrasi hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan ditafsirkan sebagai migrasi lateral dan atau migrasi vertikal. Migrasi lateral terjadi pada bagian dalam cekungan. Akibat migrasi ini, terjadi pengisian hidrokarbon pada perangkap- perangkap stratigrafi yang terbentuk pada zona engsel (hinge zone). Migrasi secara vertikal terjadi melalui bidang patahan dan bidang ketidakselarasan antara batuan dasar dengan lapisan sedimen di atasnya. Migrasi sekunder memegang peranan penting dalam proses akumulasi dan pemerangkapan hidrokarbon mengingat posisi perangkap merupakan daerah tinggian purba (old basement high).

3. Batuan Reservoar

Lapisan batupasir yang terdapat dalam Formasi Lemat, Formasi Talangakar, Formasi Palembang Bawah dan Palembang Tengah dapat menjadi batuan reservoar pada Cekungan Sumatera Selatan. Pada Sub Cekungan Jambi, produksi terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Air Benakat. Formasi Telisa memiliki interval reservoar dan lapisan penutup bagi reservoar Formasi Baturaja. Pada Sub Cekungan Palembang produksi minyak terbesar terdapat pada batuan reservoar Formasi Talangakar dan Baturaja. Porositas lapisan batupasir berkisar antara 15 –28%.

4. Batuan Penutup

(36)

Tengah. Selain itu, terjadinya perubahan fasies ke arah lateral atau adanya sesar-sesar dapat juga bertindak sebagai penutup atau tudung. Lempung pada Formasi Telisa menjadi penutup pada reservoar karbonat Formasi Baturaja.

5. Jenis Perangkap

Pada umumnya perangkap hidrokarbon di Cekungan Sumatera Selatan merupakan struktur antiklinal dari suatu antiklinorium yang terbentuk pada Plio- Pleistosen seperti pada Formasi Palembang Tengah. Struktur sesar, baik normal maupun geser dapat bertindak sebagai perangkap minyak. Perangkap stratigrafi terjadi pada batugamping terumbu Formasi Baturaja, bentuk kipas Formasi Lemat, bentuk membaji Formasi Palembang Bawah dan Formasi Talangakar, dan Lemat dari batupasir karena perubahan fasies pada Formasi Talangakar.

(37)

2.4 Petroleum System Lapangan IK

Blok IK terletak di dalam cekungan Sumatera Selatan yang diketahui telah terbukti sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Penemuan hidrokarbon berupa minyak dan gas bumi di daerah IK telah menjadi indikasi adanya suatu sistem petroleum yang bekerja di daerah ini. Di sekitar blok IK, banyak dijumpai zona-zona depresi yang dapat berfungsi sebagai kitchen

penghasil hidrokarbon. Beberapa depresi yang dapat teridentifikasi adalah Lematang Deep, Lembak Deep, dan Limau Deep. Secara umum, sistem petroleum di Blok IK melibatkan batuan induk serpih hitam Formasi Lahat yang berumur Eosen Awal – Eosen Tengah, Formasi Talangakar bagian atas (TRM) yang berumur Oligosen Akhir – Miosen, dan Formasi Gumai di Lematang deep. Batuan yang dapat berfungsi dan telah terbukti sebagai batuan reservoar adalah batupasir Formasi Talangakar bagian bawah (GRM), batupasir Formasi Talangakar bagian atas (TRM) dan batugamping Formasi Baturaja. Selain formasi-formasi tersebut, dimungkinkan juga terdapat potensi batuan reservoar dari batuan dasar pra-Tersier. Batuan penutup yang sudah terbukti efektif mencegah lepasnya hidrokabon adalah Formasi Gumai berumur Miosen, Formasi Muara Enim dan intraformational seal yang terdapat di dalam Formasi Talang Akar.

(38)

Migrasi lateral terjadi melalui lapisan pembawa hidrokarbon, terutama terjadi pada batuan induk yang sekaligus terdapat reservoar didalamnya. Migrasi vertikal terjadi melalui sesar-sesar yang banyak berkembang pada strruktur IK.

Gambar 2.4. Sketsa penampang geologi beserta generasi hidrokarbon (Sarjono dan Sardjito, 1989)

2.5 Struktur Geologi Daerah Penelitian

(39)

Gambar 2.5 Pembagian subcekungan di Cekungan Sumatera Selatan

(40)

Gambar 2.6. Peta geologi Lapangan IK dan jalur Anticlinorium

dengan sesar turun berarah hampir utara selatan

Ketidakselarasan miring (Angular unconformity) yang terjadi pada Oligosen Akhir memisahkan Formasi Lemat dengan Formasi Talangakar yang berada di atasnya. Ketidakselarasan ini menandai dimulainya fasa pengisian (sag phase)

dalam cekungan. Formasi Talangakar adalah merupakan reservoar utama penghasil hidrokarbon di cekungan ini.

(41)

Blok IK terletak di dalam cekungan Sumatera Selatan yang diketahui telah terbukti sebagai salah satu cekungan penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Penemuan hidrokarbon berupa minyak dan gas bumi di daerah IK telah menjadi indikasi adanya suatu sistem petroleum yang bekerja di daerah ini.

(42)

III. TEORI DASAR

3.1 Prinsip Metode Seismik

Metode seismik merupakan metode geofisika yang sering digunakan dalam mencitrakan kondisi bawah permukaan bumi, terutama dalam tahap eksplorasi hidrokarbon dengan menggunakan prinsip perambatan gelombang mekanik. Prinsip metode seismik yaitu pada tempat atau tanah yang akan diteliti dipasang

geophone yang berfungsi sebagai penerima getaran. Sumber getar antara lain bisa ditimbulkan oleh ledakan dinamit atau suatu pemberat yang dijatuhkan ke tanah

(Weight Drop). Gelombang yang dihasilkan menyebar ke segala arah. Ada yang menjalar di udara, merambat di permukaan tanah, dipantulkan lapisan tanah dan sebagian juga ada yang dibiaskan, kemudian diteruskan ke geophone-geophone

yang terpasang dipermukaan (lihat Gambar 3.1).

(43)

3.2 Klasifikasi Gelombang Seismik

Gelombang seismik berdasarkan tempat penjalarannya terdiri dari dua tipe yaitu (Ibrahim dan Subardjo, 2005) :

1. Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang badan terdiri atas gelombang longitudinal (compressional wave) dan gelombang tranversal (shear wave). 2. Gelombang permukaan (surface waves) yang merupakan gelombang elastik yang menjalar sepanjang permukaan. Karena gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan atau permukaan. Gelombang permukaan terdiri dari gelombang Rayleigh, gelombang Love, dan gelombang Stonely.

Dalam hubungannya dengan seismik eksplorasi, terdapat dua jenis gelombang yang digolongkan berdasarkan cara bergetarnya yaitu:

1. Gelombang longitudinal atau gelombang primer merupakan gelombang yang arah getar (osilasi) partikel-partikel mediumnya searah dengan arah perambatannya (Gambar 3.2). Gelombang ini disebut juga sebagai gelombang kompresi (compressional wave) karena terbentuk dari osilasi tekanan yang menjalar dari satu tempat ke tempat yang lain.

(44)

Dan persamaan kecepatan gelombangnya adalah adalah sebagai berikut:

Dimana vp adalah kecepatan gelombang longitudinal, k adalah modulus

bulk, μ adalah modulus geser dan ρ adalah densitas.

Vp= √� + µ

� (1)

2. Gelombang transversal merupakan gelombang yang arah getar (osilasi) partikel-partikel mediumnya tegak lurus dengan arah perambatannya (Gambar 3.3).

Gambar 3.3. Arah gerak partikel dan arah penjalaran gelombang transversal (vs). (Brown, 2005)

Dan persamaan kecepatan gelombangnya adalah adalah sebagai berikut:

Vs = õ (2)

3.3 Hukum Fisika Gelombang Seismik

3.3.1 Hukum Snellius

(45)

akan dibiaskan jika sudut datang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya dan akan dipantulkan jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis. Sudut kritis adalah sudut datang yang menyebabkan gelombang dibiaskan 900. Jika suatu berkas gelombang P yang datang mengenai permukaan bidang batas antara dua medium yang berbeda, maka sebagian energi gelombang tersebut akan dipantulkan sebagai gelombang P dan gelombang S, dan sebagian lagi akan dibiaskan sebagai gelombang P dan gelombang S, seperti yang diilustrasikan pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.4. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk gelombang P (Bhatia, 1986)

Lintasan gelombang tersebut mengikuti hukum Snell, yaitu :

(46)

2’= sudut bias gelombang S,

VP1= kecepatan gelombang P pada medium pertama, VP2= kecepatan gelombang P pada medium kedua,

VS1= kecepatan gelombang S pada medium pertama, VS2 = kecepatan gelombang S pada medium kedua,

p = parameter gelombang, dan 1 = 1’

1, 2 = lapisan 1 dan lapisan 2

3.3.2 Prinsip Huygens

Huygens mengantakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik sumber gelombang ke segala arah dengan bentuk bola. Prinsip Huygens mengatakan bahwa setiap titik-titik penganggu yang berada didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya gelombang baru. Jumlah energi total dari gelombang baru tersebut sama dengan energi utama. Pada eksplorasi seismik titik-titik di atas dapat berupa patahan, rekahan, pembajian, antiklin, dll. Sedangkan gelombang baru tersebut disebut sebagai gelombang difraksi.

(47)

3.3.3 Prinsip Fermat

Prinsip Fermat menyatakan bahwa gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik yang lain akan memilih lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Prinsip Fermat dapat diaplikasikan untuk menentukan lintasan sinar dari satu titik ke titik yang lainnya yaitu lintasan yang waktu tempuhnya bernilai minimum. Dengan diketahuinya lintasan dengan waktu tempuh minimum maka dapat dilakukan penelusuran jejak sinar yang telah merambat di dalam medium. Penelusuran jejak sinar seismik ini akan sangat membantu dalam menentukan posisi reflektor di bawah permukaan. Jejak sinar seismik yang tercepat ini tidaklah selalu berbentuk garis lurus.

Gambar 3.6. Prinsip Fermat (Abdullah, 2007)

3.4 Trace Seismik

Model dasar dan yang sering digunakan dalam model satu dimensi untuk trace

seismik yaitu mengacu pada model konvolusi yang menyatakan bahwa tiap trace

(48)

S(t) = W(t) * r(t) + n(t) (4) dimana :

S(t) = trace seismik W(t) = wavelet seismik r(t) = reflektivitas bumi, dan n(t) = noise

Konvolusi dapat dinyatakan sebagai “penggantian (replacing)” setiap koefisien refleksi dalam skala wavelet kemudian menjumlahkan hasilnya seperti yang dinyatakan oleh Russell (1996) :

“Convolution can be thought of as “replacing” each reflection coefficient

with a scaled versioan of waletet and summing the result”

Sudah diketahui bahwa refleksi utama bersosiasi dengan perubahan harga impedansi. Selain itu wavelet seismik umumnya lebih panjang daripada spasi antara kontras impedansi yang menghasilkan koefisien refleksi. Dapat diperhatikan bahwa konvolusi dengan wavelet cenderung “mereduksi” koefisien refleksi sehingga mengurangi resolusi untuk memisahkan reflektor yang berdekatan. Hasil dari konvolusi ini diilustrasikan dalam

(49)

Gambar 3.7 Konvolusi antara reflektivitas dengan wavelet mengurangi resolusi (Sukmono, 1999)

3.5 Interferensi Gelombang Seismik

Interferensi dapat muncul pada batas IA yang sangat rapat disebabkan terjadinya overllaping beberapa reflektor. Interferensi bisa bersifat negatif atau positif yang sangat dipengaruhi oleh panjang pulsa seismik. Idealnya pulsa gelombang akan berupa spike dan akan mengakibatkan refleksi spike juga, tetapi dalam prakteknya sebuah reflektor tunggal dapat menghasilkan sebuah refleksi yang terdiri atas refleksi primer yang diikuti oleh satu atau lebih half-cycle.

(50)

biasa ditampilkan dalam rekaman seismik yaitu fasa minimum dan fasa nol. Pada pulsa fasa minimum energi yang berhubungan dengan batas IA terakumulasi pada onset dibagian muka pulsa tersebut, sedangkan pada fasa nol batas IA terdapat pada peak bagian tengah.

3.6 Resolusi Vertikal

Resolusi dalam gelombang seismik didefinisikan sebagai kemampuan gelombang seismik untuk memisahkan dua objek yang berbeda ( Sukmono, 1999). Resolusi ini berkaitan erat dengan fenomena interferensi gelombang seismik. Ketebalan minimum suatu objek untuk dapat memberikan refleksi sendiri bervariasi antara 1/8 λ sampai 1/30 λ dimana λ adalah panjang pulsa seismik. Resolusi tubuh batuan setara dengan ¼ λ dalam waktu bolak-balik (two way travel time- TWT). Hanya batuan yang memiliki ketebalan diatas ¼ yang dapat dibedakan oleh gelombang seismik. Ketebalan ini disebut sebagai ketebalan tuning ( tuning thickness).

3.7 Wavelet

(51)

Gambar 3.8 Jenis-jenis wavelet (1) Zero Phase Wavelet; (2) Maximum Phase Wavelet; (3) Minimum Phase Wavelet; (4) Mixed Phase Wavelet (Sukmono,

1999)

Perbedaan keempat wavelet itu adalah terletak pada konsentrasi energi yang dipakai oleh masing-masing wavelet. Zero phase wavelet mempunyai konsentrasi energi yang maksimum di tengah dan waktu tunda nol, membuat resolusi dan standout dari wavelet ini maksimum. Jenis wavelet ini merupakan paling baik karena mempunyai spektrum amplitudo yang sama. Minimum phase wavelet

mempunyai energi yang terpusat di bagian depan. Dibanding wavelet yang lain,

wavelet ini memiliki perubahan atau pergesaran fasa terkecil pada tiap-tiap frekuensi. Maximum phasa wavelet mempunyai energi yang terpusat maksimal di bagian akhir dari wavelet. Jenis wavelet ini merupakan kebalikan dari minimum phase wavelet. Mixed phase wavelet memiliki energi yang tidak terkonsentrasi di bagian depan atau belakang (Yuzariyadi, 2012).

3.8Seismogram Sintetik

(52)

merupakan sebuah proses pemodelan ke depan (forward modeling), yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

= ∗ � + � � (5)

dengan : St = trace seismik

Wt = wavelet

KR = koefisien refleksi

n(t) = noise

Koefisien refleksi diperoleh dari perkalian antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuannya. Sedangkan wavelet diperoleh dengan melakukan pengekstrakan pada data seismik dengan atau tanpa menggunakan data sumur dan juga dengan wavelet buatan. Seismogram sintetik sangat penting karena merupakan sarana untuk mengidentifikasi horison seismik yang sesuai dengan geologi bawah permukaan yang diketahui dalam suatu sumur hidrokarbon (Munadi dan Pasaribu, 1984). Identifikasi permukaan atau dasar lapisan formasi pada penampang seismik memungkinkan untuk ditelusuri kemenerusannya pada arah lateral dengan memanfaatkan data seismik.

Konvolusi antara koefisien refleksi dengan wavelet seismik menghasilkan model

(53)

Gambar 3.13. Seismogram sintetik dihasilkan dari hasil konvolusi sebuah

wavelet dengan deret koefisien refleksi yang diperoleh dari hasil kali densitas batuan dengan kecepatan gelombang P nya (Sismanto, 1996)

3.9Checkshot

Checkshot dilakukan bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara waktu dan kedalaman yang diperlukan dalam proses pengikatan data sumur terhadap data seismik. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada Gambar 3.4.

(54)

Survei ini memiliki kesamaan dengan akuisisi data seismik pada umumnya namun posisi geofon diletakkan sepanjang sumur bor, atau dikenal dengan survei Vertical Seismik Profilling (VSP). Sehingga data yang didapatkan berupa one way time yang dicatat pada kedalaman yang ditentukan, sehingga didapatkan hubungan antara waktu jalar gelombang seismik pada lubang bor tersebut.

3.10 Well Logging

Well Logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang sumur, untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri batuan di bawah permukaan (Schlumberger, 1958). Tujuan dari well logging adalah untuk mendapatkan informasi litologi, pengukuran porositas, pengukuran resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon. Sedangkan tujuan utama dari penggunaan log ini adalah untuk menentukan zona, dan memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi dalam suatu reservoar.

Log adalah suatu grafik ke dalaman (waktu), dari satu set data yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur (Harsono, 1997).

3.10.1 Log Sonic (Log DT)

(55)

time. Besarnya selisih waktu yang dibutuhkan tergantung dari jenis batuan dan besarnya porositas batuan.

Log sonic sering digunakan untuk mengetahui besarnya porositas batuan dan juga membantu interpretasi data seismik, terutama untuk mengalibrasi kedalaman formasi (Harsono, 1997).

3.10.2 Log Gamma Ray

Log gamma ray merupakan log yang digunakan untuk mengukur radioaktivitas alami suatu formasi. Prinsip kerja log gamma ray adalah perekaman radioaktivitas alami bumi yang berasal dari tiga unsur radioaktif dalam batuan yaitu Uranium (U), Thorium (Th) dan Potassium (K). Unsur tersebut memancarkan radioaktif dalam pulsa energi tinggi yang akan dideteksi oleh alat log gamma ray. Partikel radioaktif (terutama potassium) sangat umum dijumpai pada mineral lempung dan beberapa jenis evaporit karena ukuran butirnya berupa batulempung. Log gamma ray akan menunjukkan suatu respon yang hampir sama antara lapisan batupasir dan lapisan karbonat. Pembacaan respon log gamma ray bukan fungsi dari ukuran butir atau kandungan karbonat, tetapi akan berhubungan dengan banyaknya kandungan shale.

(56)

lempung, sehingga nilai gamma ray tinggi diasumsikan sebagai shale. Sedangkan yang memancarkan sinar gamma ke dalam suatu batuan, elektron–elektron batuan akan berinteraksi sinar gamma. Pada saat sinar gamma menumbuk elektron, elektron akan terpental dan sinar gamma tersebut akan menumbuk elektron lain dan seterusnya sampai energinya habis atau terbelokkan menuju detektor (sebagian). Sebagian sinar gamma yang menuju detektor akan diubah menjadi arus listrik dan diperkuat oleh amplifier dan dapat direkam secara kontinyu. Kuat arus listrik yang direkam sebanding dengan intensitas sinar gamma yang dikirim sumber dan sebanding dengan sinar gamma yang menuju detektor. Sedangkan intensitas sinar gamma yang kembali ke detektor sebanding dengan kerapatan elektron di dalam medium. Semakin rapat matriks batuannya maka semakin besar densitasnya dan semakin sedikit sinar gamma yang menuju detektor, karena semakin sering menumbuk sehingga cepat habis energinya. Log densitas digunakan untuk mengukur massa jenis batuan. Dengan log lain seperti log

(57)

3.10.4 Log Neutron Porosity

Log neutron porositas berfungsi untuk mengetahui hasil pengukuran kandungan hidrogen pada suatu formasi. Log neutron dinyatakan dalam fraksi (tanpa satuan) atau dalam persen. Alat log neutron terdiri dari sumber yang menembakkan partikel-partikel neutron dan dua buah detektor, detektor dekat dan detektor jauh. Banyaknya neutron yang ditangkap oleh detektor akan sebanding dengan jumlah atom hidrogen dalam formasi. Log neutron porositas dapat diguanakan untuk menentukan porositas primer suatu batuan. Bersama log lain seperti log densitas digunakan untuk menentukan litologi dan jenis kandungan fluida yang mengisi batuan. Perpotongan (crossover) antara log densitas dan log neutron mengindikasi kandungan hidrokarbon dalam suatu formasi, (Harsono, 1997).

3.10.5 LogSpontaneous Potential (SP)

Log spontaneous potential (SP) merupakan log yang digunakan untuk mengukur besaran potensial diri di dalam tubuh formasi batuan, dan besarnya log

SP dinyatakan dalam satuan milivolt (mV). Prinsipnya log SP adalah mengukur beda antara potensial arus searah dari suatu elektrode yang bergerak di dalam lubang bor dengan potensial elektrode yang ada di permukaan (Sudarmo, 2002).

(58)

menentukan nilai keserpihan dan nilai resisitivitas formasi air. Pada lapisan serpih, kurva SP berupa garis lurus yang disebut shale base line, sedangkan pada lapisan permeabel kurva akan menyimpang dan lurus kembali saat mencapai garis konstan dan disebut sand base line. Penyimpangan tergantung resistivitas relatif, fluida, porositas, ketebalan lapisan, diameter sumur dan diameter filtrasi lumpur. konduktivitas batuan tinggi, berarti tahanan jenis batuan tersebut rendah, dan sebaliknya.

3.10.7 Log Lateral

Log lateral merupakan log yang fungsi utamanya untuk mengetahui resistivitas batuan. Log ini digunakan jika formasi sangat resistif melebihi 200 ohm.m dan lumpur pemboran (mud) bersifat konduktif karena log Induksi tidak bekerja secara optimal di atas nilai tersebut (Firdaus dan Prabantara, 2004). Nilai log

(59)

3.11 Metode Inversi Seismik

Metode inversi seismik adalah suatu teknik untuk membuat model bawah permukaan dengan menggunakan data seismik sebagai data input dan data sumur sebagai data kontrol (Sukmono, 2000). Definisi tersebut menjelaskan bahwa metode inversi merupakan kebalikan dari pemodelan ke depan (forward modeling) yang berhubungan dengan pembuatan seismogram sintetik berdasarkan model bumi. Berikut ini diagram perbandingan antara teknik pemodelan ke depan dan teknik inversi :

(a) (b)

Gambar 3.7. Diagram Alir (a) teknik pemodelan ke depan, (b) teknik inversi (Sukmono, 1999)

(60)

jarak. Inversi post-stack terbagi atas inversi amplitudo dan inversi medan gelombang. Berdasarkan algoritma, inversi amplitudo terbagi atas band limited, model based, dan sparse spike.

Gambar 3.8. Macam metode seismik inversi (Russel, 1988)

(61)

Gambar 3.9. Diagram konsep dasar inversi seismik (Sukmono, 2000)

3.11.1 Inversi Impedansi Akustik

Impedansi Akustik merupakan kemampuan fisis batuan untuk dilewati oleh gelombang akustik. Secara matematis impedansi akustik batuan adalah hasil perkalian antara kecepatan dengan densitas suatu batuan.

IA = Vpx ρ (6)

IA = Impedansi Akustik

Vp = Kecepatan gelombang seismik

ρ = densitas batuan

(62)

rock”) dan sukar dimampatkan, seperti batu gamping mempunyai IA yang tinggi,

sedangkan batuan yang lunak seperti lempung yang lebih mudah dimampatkan mempunyai IA rendah. Setiap adanya perubahan IA di bawah permukaan bumi akan menimbulkan koefisien refleksi yang dirumuskan sebagai berikut :

KR = �� − ��

� = impedansi akustik lapisan pertama

� = impedansi akustik lapisan kedua � = densitas

= kecepatan

3.11.1.1 Inversi Rekursif / Bandlimited

Inversi rekursif atau yang sering disebut dengan bandlimited inversion merupakan inversi yang mengabaikan efek wavelet seismik dan memperlakukan seolah-olah

trace seismik merupakan kumpulan koefisien refleksi yang telah difilter oleh

(63)

=

+ + �

+ + �

+ − �

+ + �

=

+ �+ � (8)

Jika kedua persamaan tersebut dibagi maka akan menghasilkan :

���+

���

=

+ ���

− ��� atau

+

= �

+ ��

− ��� (9)

Apabila AIi dapat ditentukan, maka AI lapisan-lapisan berikutnya dapat ditentukan kemudian secara rekursif berdasarkan persamaan berikut :

� = � ∏

+ ���

− ��

= (10)

Berikut ini gambar hasil penampang dari inversi rekursif :

(64)

3.11.1.2Model Based Inversion

Prinsip metode ini adalah membuat model geologi dan membandingkannya dengan data rill seismik (Russel, 1999). Metode inversi berbasis model dapat mengembalikan frekuensi rendah dan tinggi yang hilang dengan cara mengkorelasikan data seismik dengan respon seismik dari model geologi, karena itu metode inversi ini secara teori memiliki cakupan frekuensi yang lebih luas dibandingkan metode rekursif. Secara matematis digambarkan sebagai berikut :

Model konvolusi 1-D :

= ∑ �� − � + + �

− (11)

dimana : T(i) = jejak seismik

r(j) = reflektivitas pada offset nol

τ ( j) = ekspresi pertambahan sampel

I, j = jumlah sampel dan pertambahan sampel Dugaan awal koefisien refleksi :

dan error e(i) atau selisih antara jejak seismik T(i) dan M(i) dihitung oleh: e(i) = T(i) – M(i)

jika diasumsikan bahwa reflektivitas sebenarnya adalah :

� = � + ∆� (13)

(65)

Maka untuk memperoleh Δr(i) dilakukan dengan cera meminimalkan jumlah

error atau selisih menggunakan fungsi obyektif :

= ∑��� � �[� − ∑ ∆�� − � + ] (14)

dengan J = fungsi obyektif

3.11.1.3Sparse Spike Inversion

Metode inversi ini mengasumsikan bahwa reflektifitas suatu model dianggap sebagai rangkaian spike yang jarang dan bernilai besar, ditambahkan dengan deret

spike yang kecil kemudian dilakukan estimasi wavelet berdasarkan asumsi model tersebut. Tras seismik akan mengalami penambahan jumlah spike baru yang lebih kecil dari spike sebelumnya sehingga akan membuat menjadi lebih akurat. Dalam metode sparse spike ini terdapat beberapa teknik dekonvolusi, karena metode ini mengasumsikan beberapa model reflektifitas dan membuat estimasi wavelet

berdasarkan model asumsi tersebut. Teknik-teknik tersebut adalah :

1. Metode dekonvolusi dan inversi Maksimum Likelihood (MLD). 2. Metode dekonvolusi dan inversi Norm L-1.

3. Dekonvolusi minimum entropi.

(66)

memasukkan informasi frekuensi rendah berupa model bumi berlapis, kekurangan ini dapat dikurangi (Oldensburg, 1983) :

� = ∑�

= � � − � (15)

dengan : δ = 0 jika t ≠ τi

δ = 1 jika t = i

Berikut ini gambar hasil penampang dari inversi sparse spike :

Gambar 3.11. Input seismik dan output yang dihasilkan dari inversi

(67)

3.11.1.4 Colored Inversion

(68)

Tabel 3.1. Kelebihan dan kekurangan masing-masimg teknik inversi pada Inversi Impedansi Akustik (Kartika, 2013)

No. Teknik Inversi Kelebihan Kekurangan

1. Bandlimited/Recursive Inversion

 Merupakan metode paling sederhana dalam menghasilkan penampang Acoustic Impedance (AI)

 Sangat bergantung dengan penentuan

Acoustic Impedance (AI) lapisan pertama. Jika tidak tepat, dapat terjadi pemumpukan kesalahan.

 Proses inversi tidak menggunakan estimasi

wavelet.

 Tidak ada kontrol geologi, sehingga data tetap bandlimited. Hal ini menjadikan metode ini sama dengan forward modeling.

 Data seismik yang mengandung noise akan terbawa dalam proses inversi

 Tidak mengandung frekuensi tinggi maupun rendah

 Kemampuan untuk memprediksikan Acoustic Impedance (AI) secara lateral tidak baik. 2. Colored Inversion  Merupakan metode yang sangat mudah dan

cepat diaplikasikan pada data

 Sama seperti inversi recursive, proses inversi tidak menggunakan estimasi wavelet

(69)

3. Model Based Inversion  Resolusi meningkat karena proses inversi dilakukan dengan data dari model, bukan seismik

 Baik digunakan untuk target yang memiliki reflektifitas rendah.

 Sangat bergantung pada wavelet dan model awal

 Membutuhkan banyak sumur untuk menghasilkan kualitas data yang lebih baik  Kesalahan pada estimasi wavelet dan

pembuatan model, akan terbawa pada hasil memiliki reflectivity yang tinggi

 Dapat digunakan untuk estimasi reflektifitas full-bandwidth

 Resolusi meningkat karena bandwith

meningkat.

 Tidak terlalu bergantung pada model awal.

 Tidak dapat diaplikasikan pada reflektivitas yang rendah

(70)

3.12 Karakterisasi Reservoar

Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk menjabarkan secara kualitatif dan atau kuantitatif karakter reservoar menggunakan semua data yang ada (Sukmono, 2002). Karakteristik suatu reservoar sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan penyusunnya, fluida reservoar yang menempatinya dan kondisi reservoar itu sendiri, yang satu sama lain akan saling berkaitan. Suatu batuan reservoar juga harus mempunyai kemampuan untuk meloloskan fluida yang terkandung di dalamnya, yaitu dengan melihat porositas suatu batuan.

Ada tiga bagian pada proses analisis reservoar seismik, yaitu delineasi, deskripsi, dan monitoring (Sheriff, 1992, op. Cite Sukmono, 2002). Delineasi reservoar didefinisikan sebagai delineasi geometri reservoar, termasuk di dalamnya sesar dan perubahan fasies yang dapat mempengaruhi produksi reservoar. Deskripsi reservoar adalah proses untuk mengetahui properti fisika reservoar seperti porositas, permeabilitas, saturasi, analisis fluida pori dan lain-lain. Monitoring

reservoar diasosiasikan dengan monitoring perubahan properti fisika reservoar selama proses produksi hidrokarbon dari reservoar.

Secara umum karakteristik reservoar dipengaruhi oleh parameter-parameter berikut (Kelkar, 1992, op.cite Sukmono, 2002) :

1. Distribusi ukuran butir dan pori.

2. Porositas dan permeabilitas dari reservoar. 3. Fluida pori.

(71)

Data yang digunakan untuk karakterisasi reservoar adalah data seismik, data sumur (terutama log sonic dan log densitas) dan data reservoar. Masing-masing data mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk meningkatkan kelebihan dan mengurangi kelemahan dibutuhkan analisis yang terintegrasi.

3.12.1 Porositas

Porositas (∅ merupakan perbandingan antara volume pori batuan dengan volume totalnya. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam persen (%) yang dirumuskan dengan:

∅ =

� x 100% (16)

Ada 2 jenis porositas yang dikenal dalam teknik reservoar, yaitu porositas absolut dan porositas efektif.

1. Porositas absolut adalah persen volume pori-pori total terhadap volume batuan total.

∅ = � x 100% (17)

2. Porositas efektif adalah perbandingan antara volume pori-pori yang saling berhubungan dengan volume batuan total.

∅ = � � � � ℎ � x 100% (18)

Dalam penelitian ini, jenis porositas yang digunakan adalah porositas efektif karena dianggap sebagai bagian volume yang produktif.

(72)

a. Porositas primer, merupakan porositas yang terbentuk pada waktu batuan sediment diendapkan.

b. Porositas sekunder, merupakan porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan sediment terendapkan.

Penentuan baik tidaknya suatu porositas pada reservoar dapat ditunjukkan pada

Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Skala penentuan baik tidaknya porositas abslout batuan suatu reservoar (Koesoemadinata, 1978)

(73)
(74)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitan dilaksanakan mulai tanggal 7 Juli 2014- 7 September 2014 dan bertempat d Fungsi Geologi dan Geofisika (G&G) Sumbagsel, PT Pertamina

Region Sumatera Field Prabumulih dan Laboratorium Teknik Geofisika Universitas Lampung.

4.2 Perangkat Lunak

Software yang digunakan dalam penelitian adalah Humpson Russel yang terdiri dari :

a. Geoview, untuk menyimpan database sumur b. WellExplorer, untuk pengolahan data sumur c. Strata, untuk tahapan inversi seismik

d. Elog, untuk melakukan well seismic tie, membuat log turunan, serta analisa crossplot

4.3 Data Penelitian

Penelitian menggunakan beberapa data sebagai berikut sebagai data utama dan data penunjang, antara lain sebagai berikut :

1. Data seismik 3 D

Data seismik yang digunakan adalah data seismik post stack time migration

(75)

200 inline (2255-2455) dan 259 xline (10041-10300 ). Spasi antar inline sebesar 25 m dan sampling rate sebesar 2 ms.

Gambar 4.1. Seismik 3D Post Stack Time Migration (PSTM) pada inline

2302 yang melewati sumur IK 01 baserta horizon, dan peta struktur waktu

Sand (reservoir target)

2. Data sumur

Pada penelitian ini digunakan tiga data sumur produksi, yaitu sumur IK 01, IK 02 dan IK 03. Sumur IK 01 terletak pada perpotongan inline 2302dan xline

10211, sumur IK 02 terletak pada perpotongan inline 2289 dan xline 10171, sedangkan sumur IK 03 terletak pada perpotongan inline 2266 dan xline 10081. Didalam data sumur ini terdapat beberapa log yang digunakan dalam penelitian ini. Log caliper yang digunakan untuk mengetahui kondisi lobang bor, log gamma ray yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat radioaktif pada batuan didalam lubang bor serta dapat mengetahui batas lapisan atau litologi, log

porositas yang digunakan untuk melihat nilai porositas pada zona lateral dan Trace Data : IK

Inserted Curve Data : P-wave

(76)

vertikal, log resistivitas untuk mengetahui kandungan fluida, log sonic

(kecepatan gelombang p-wave) dan density untuk mengetahui nilai impedansi akustik dari masing-masing lapisan batuan.

Gambar 4.2. Tampilan log pada sumur IK 01 pada zona target formasi Talangakar

IK 01

(77)

Gambar 4.3. Tampilan log pada sumur IK 02 pada zona target formasi Talangakar

Gambar 4.4. Tampilan log pada sumur IK 03 pada zona target formasi Talangakar

IK 02

(x=398385.90m,y=9615439.33m)Elev;kb=36.15m, surface=30.35m, SRD=30.35m(same as surface)

IK 03

(78)

3. Peta basemap

Peta basemap digunakan untuk melihat posisi sumur terhadap base atau daerah pengukuran seismik. Peta basemap juga digunakan untuk melihat posisi inline

dan xline, yang nantinya juga digunakan sebagai acuan analisis dalam peta persebaran impedansi akustik dan porositasnya.

Gambar 4.5. Peta basemap lapangan “IK”

4. Data geologi regional

Data geologi regional digunakan untuk mengetahui gambaran umum mengenai kondisi geologi yang ada daerah target lapangan “IK”, Sumatera Selatan. Didalam data geologi tersebut terdapat beberapa data mengenai kondisi umum regional cekungan sumatera selatan yang berupa kondisi stratigrafi, tektonik, stratigrafi dan petroleum system. Data geologi ini digunakan untuk menunjang dan menjadi perpaduan yang efektif dengan data geofisika untuk memberikan gambaran dan karakterisasi reservoar daerah target.

(79)

5. Data checkshot

Data checkshot digunakan untuk mendapatkan hubungan antara waktu dan kedalaman. Pada dasarnya data sumur sudah dalam domain kedalaman, sedangkan data seismik masih dalam domain waktu. Oleh karena itu data

checkshot sangat bermanfaat dalam proses pengikatan sumur dan seismik (well seismic tie).

6. Data marker

Marker merupakan data yang menyediakan informasi dari suatu batas atas suatu formasi. Dalam data marker ini terdapat data time dan measured depth

(kedalaman terukur) sebagai informasi top dari formasi tersebut terukur. Data

marker digunakan sebagai patokan untuk melakukan picking horizon. Selain itu digunakan juga untuk patokan pada saat melakukan pengikatan data sumur dan seismik. Data marker yang digunakan untuk studi ini berasal dari studi sebelumnya. Pada penelitian inii marker-marker tersebut mempunyai nama-nama yang sama dengan horizon yang digunakan. Marker-marker

tersebut memiliki arti geologi sebagai flooding surface, prograding surface, atau perubahan formasi.

7. Data Interpretasi Horizon

Untuk melakukan inversi juga diperlukan horizon hasil interpretasi daerah target. Interpretasi horizon dilakukan dengan melakukan picking terhadap data seismik 3D, pada penelitian ini penulis melakukan interpretasi terhadap 2

(80)

4.4 Pengolahan Data

Berikut merupakan flow chart untuk inversi AI yang dilakukan pada penelitian ini.

(81)

Pada pengolahan data sumur langkah-langkah yang dilakukan diantaranya :

1. Loading data

Mengumpulkan serta memeriksa kelengkapan sumur serta positioning data sumur dimulai dari elevasi, penempatan posisi sumur pada seismik, serta penentuan satuan parameter. Penentuan satuan parameter sangat penting agar pada proses selanjutnya perbedaan satuan tidak menjadi masalah.

2. Editing log

Menghilangkan atau mengganti harga pembacaan pada interval yang tidak digunakan dalam analisis terutama interval harga yang tidak valid dan melakukan proses smoothing untuk menghilangkan noise pembacaan harga

log.

3. Analisis Data log

Dilakukan analisis terhadap data log untuk melihat daerah prospek yang mengandung hidrokarbon. Analisis dilihat dari respon log yang berada pada masing-masing sumur. Zona interest dapat diprediksi dengan nilai gamma ray

yang rendah dimana nilai GR rendah menunjukkan non shale, nilai resistivitas dimana nilai resistivitas tinggi menunjukkan keberadaan hidrokarbon (oil atau gas), selain itu dapat pula dilihat dari nilai densitasnya dimana hidrokarbon seperti oil mempunyai nilai densitas yang lebih rendah dibandingkan air. Maka dilakukan analisis yang ditunjukkan pada Gambar 4.7, Gambar 4.8 , dan

Gambar

Gambar 2.1. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan ( Ryacudu, 2005)
Gambar 2.2. Indeks Peta Cekungan Sumatera Selatan (Bishop, 2001)
Gambar 2.3. Play hidrokarbon pada bagian utara dan tengah Cekungan Sumatera Selatan (De Coster, 1974)
Gambar 2.4. Sketsa penampang geologi beserta generasi hidrokarbon (Sarjono dan Sardjito, 1989)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seismik refleksi terus mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan kemajuan teknologi, salah satunya adalah teknik inversi, yaitu suatu

Skripsi dengan judul Analisis Seismik Amplitude Versus Offset (AVO) Reservoar Batu Gamping Formasi Kujung Pada Lapangan “GPH” Cekungan Jawa Timur Utara adalah salah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur layer Formasi Belumai, menganalisis nilai sebaran impedansi akustik dan porositas reservoar yang diperoleh dari proses

Analisis Formasi Pematang sebagai salah satu penghasil batuan induk di Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sematera Tengah merupakan hal yang menarik untuk dikaji,

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH S.W.T yang senantiasa selalu memberikan segala petunjuk, kenikmatan dan kesehatan sehingga penulis dapat

Hubungan garis regresi linier antara log impedansi akustik dengan log porositas pada sumur SP-8 dan SP-11 digunakan untuk megestimasi nilai porositas batuan

Penentuan zona reservoar dilakukan dengan menganalisa log keenam sumur yang ada, lalu persebaran zona reservoar dilakukan dengan metode inversi seismik berbasis model yang

Permana dan Panggabean (2011) telah mengkaji lingkungan pengendapan batubara Formasi Muara Enim pada Subcekungan Palembang Bagian Tengah, Cekungan Sumatera Selatan