• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1B SDN 1 METRO UTARA KOTA METRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1B SDN 1 METRO UTARA KOTA METRO"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE EXAMPLES NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1B SDN 1 METRO UTARA

KOTA METRO

Oleh: DIAN ANTIKA

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa kelas I B SDN 1 Metro Utara yang diketahui dari hasil observasi dan wawancara. Presentase siswa yang mendapat nilai ≥66 dengan kategori “baik” dan “sangat baik” hanya mencapai 51,61% (16 siswa) dari 31 siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas IB SDN 1 Metro Utara menggunakan model cooperative learning tipe examples non examples.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan melalui 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan menggunakan lembar observasi dan soal- soal tes. Data yang didapat dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe examples non examples dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas I B SDN 1 Metro Utara. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai motivasi belajar siswa pada siklus I mencapai 64,03 dengan kategori “cukup”, meningkat sebesar 9,19 menjadi 73,23 dengan kategori “baik” pada siklus II, kemudian meningkat kembali sebesar 2,74 menjadi 75,97 dengan kategori “baik” pada siklus III. Rata-rata hasil belajar pada siklus I mencapai 68,67 dengan kategori “baik” meningkat sebesar 4,80 menjadi 73,74 dengan kategori “baik” pada siklus II, kemudian meningkat kembali sebesar 2,26 menjadi 75,73 dengan kategori “baik” pada siklus III.

(2)
(3)

PENERAPAN MODEL NON EXAMPLES

DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1 B

PROGRAM STUDI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE NON EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS 1 B SDN 1 METRO UTARA

KOTA METRO

(Skripsi)

Oleh Dian Antika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

2014

TIPE EXAMPLES UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1.Kerangka Berpikir Penelitian ... 34 1.1.Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 36 1.1.Peningkatan nilai kinerja guru siklu I, II dan III ... 106 1.2.Peningkatan nilai rata-rata motivasi belajar siswa pada

siklus I, II dan III ... 107 1.3.Peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Tematik di SD ... 10

1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 10

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 11

3. Tujuan Pembelajaran Tematik ... 11

4. Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Tematik ... 12

B. Belajar ... 14

1. Pengertian Belajar... 14

2. Teori-Teori Belajar ... 15

3. Motivasi Belajar ... 18

a. Pengertian Motivasi Belajar ... 18

b. Fungsi Motivasi Belajar ... 19

c. Indikator dan Alat Ukur Motivasi ... 20

4. Hasil Belajar ... 21

a. Pengertian Penilaian Autentik ... 23

b. Jenis-Jenis Penilaian Autentik ... 24

C. Model Pembelajaran ... 25

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 25

2. Macam-Macam Model Pembelajaran ... 26

3. Model Cooperative Learning ... 27

4. Tipe-Tipe Model Cooperative Learning ... 28

5. Model Cooperative Learning Tipe Examples Non Examples ... 29

(6)

E. Kerangka Pikir ... 33

F. Hipotesis Tindakan... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 35

B. Setting Penelitian ... 37

1. Subjek Penelitian ... 37

2. Tempat Penelitian ... 37

3. Waktu Penelitian ... 37

C. Teknik Pengumpul Data ... 37

1. Teknik Non Tes ... 37

2. Teknik Tes ... 37

D. Alat Pengumpul Data ... 38

1. Alat Pengumpul Data Kualitatif ... 38

2. Alat Pengumpul Data Kuantitaif ... 38

E. Teknik Analisis Data ... 39

1. Teknik Analisis Data Kualitatif ... 39

2. Teknik Analisis Data Kuantitatif ... 43

F. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 44

1. Siklus I ... 44

2. Siklus II ... 47

3. Siklus III ... 50

G. Indikator Keberhasilan Tindakan ... 53

H. Jadwal Pelaksanaan Penelitian... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil SDN 1 Metro Utara ... 54

B. Prosedur Penelitian... 54

1. Deskripsi Awal ... 54

2. Refleksi Awal ... 56

C. Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian Siklus I, II dan III ... 56

1. Siklus I ... 56

a. Perencanaan ... 56

b. Pelaksanaan ... 57

c. Pengamatan ... 61

1) Kinerja Guru... 61

2) Motivasi Belajar Siswa ... 64

3) Hasil Belajar Siswa ... 67

d. Refleksi ... 70

e. Saran Perbaikan untuk Siklus II... 72

2. Siklus II ... 75

a. Perencanaan ... 75

(7)

3) Hasil Belajar Siswa ... 85

d. Refleksi ... 88

e. Saran Perbaikan untuk Siklus III ... 90

3. Siklus III ... 91

a. Perencanaan ... 91

b. Pelaksanaan ... 92

c. Pengamatan ... 96

1) Kinerja Guru... 96

2) Motivasi Belajar Siswa ... 99

3) Hasil Belajar Siswa ... 101

d. Refleksi ... 105

D. Pembahasan ... 105

1. Kinerja Guru ... 105

2. Motivasi Belajar Siswa ... 106

3. Hasil Belajar Siswa ... 108

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 110

(8)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat-surat ... 116

2. Perangkat pembelajaran a. Siklus 1 ... 122

b. Siklus II ... 134

c. Siklus III ... 147

3. Kinerja Guru a. Siklus 1 ... 160

b. Siklus II ... 164

c. Siklus III ... 168

4. Motivasi Belajar Siswa a. Siklus 1 ... 172

b. Siklus II ... 175

c. Siklus III ... 178

5. Hasil belajar siswa a. Siklus 1 ... 181

b. Siklus II ... 183

c. Siklus III ... 185

6. Nilai unjuk kerja siswa a. Siklus 1 ... 187

b. Siklus II ... 189

c. Siklus III ... 191

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1. Persentase hasil belajar siswa tema kegemaranku kelas 1 ... 4

3.1. Penskoran kinerja guru ... 39

3.2. Kategori kinerja guru berdasarkan perolehan nilai ... 40

3.3. Penskoran motivasi belajar siswa ... 40

3.4. Kategori motivasi belajar siswa berdasarkan perolehan nilai ... 41

3.5. Penskoran psikomotor siswa siklus I dan II ... 42

3.6. Penskoran psikomotor siswa siklus III ... 42

3.7. Kategori hasil belajar psikomotor siswa ... 42

3.8. Kategori hasil belajar koghnitif siswa ... 43

4.1. Nilai kinerja guru siklus I ... 62

4.2. Nilai motivasi belajar siswa siklus I ... 65

4.3. Persentase motivasi belajar siswa siklus I ... 66

4.4. Hasil belajar kognitif siswa siklus I ... 67

4.5. Hasil belajar psikomotor siswa siklus I ... 68

4.6. Persentase hasil belajar siklus I ... 69

4.7. Nilai kinerja guru siklus II ... 79

4.8. Nilai motivasi belajar siswa siklus II ... 82

4.9. Persentase motivasi belajar siswa siklus II ... 84

4.10 Hasil belajar kognitif siswa siklus II ... 85

4.11 Hasil belajar psikomotor siswa siklus II ... 86

4.12 Persentase hasil belajar siswa siklus II ... 87

4.13. Nilai kinerja guru siklus III ... 96

4.14. Nilai motivasi belajar siswa siklus III ... 99

4.15. Persentase motivasi belajar siswa siklus III ... 101

4.16. Hasil belajar kognitif siswa siklus III ... 102

4.17. Hasil belajar psikomotor siswa siklus III ... 103

4.18. Persentase hasil belajar siswa siklus III ... 104

4.19. Rekapitulasi nilai kinerja guru setiap siklus ... 106

4.20. Rekapitulasi motivasi belajar siswa setiap siklus ... 107

(10)
(11)
(12)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok Mahasiswa Program Studi

Jurusan Fakultas

Lokasi Penelitian

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas Kota Metro” adalah

bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumber dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaima

Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dituntut berdasarkan Undang

HALAMAN PERYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Mahasiswa : Dian Antika Nomor Pokok Mahasiswa : 1013053007

: S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar : Ilmu Pendidikan

: Keguruan dan Ilmu Pendidikan Penelitian : SDN 1 Metro Utara

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Cooperative Learning Tipe Examples Non Examples

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 B SDN 1 Metro Utara adalah asli hasil penelitian saya dan tidak bersifat plagiat, kecuali bagian tertentu yang dirujuk dari sumber dan disebutkan dalam Daftar

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaima

Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup dituntut berdasarkan Undang-undang dan Peraturan yang berlaku.

Metro, 10 Juni

Yang membuat pernyataan,

Dian Antika S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Examples Non Examples untuk 1 B SDN 1 Metro Utara asli hasil penelitian saya dan tidak bersifat plagiat, kecuali bagian tertentu yang dirujuk dari sumber dan disebutkan dalam Daftar

Demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya sanggup

10 Juni 2014 Yang membuat pernyataan,

(13)

MOTO

Berusaha, bekerja keras dan berdoalah…

Karena sesungguhnya kesuksesan tidak akan datang pada orang yang hanya

berdiam diri (Dian Antika)

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka

(jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang

yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu

memenuhi segala perintah-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar

mereka selalu berada dalam kebenaran.”

(14)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirrohim

Kupersembahkan karya tulis ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT dan

bentuk terima kasih kepada orang tua tersayang:

Bapak Slamet dan Ibu Sri Nurlita

Yang telah bekerja keras, sehingga dapat mengantarkanku di bangku kuliah.

Terima kasih atas pengorbanan yang diberikan serta do’a yang tulus, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Seluruh sahabatku mahasiswa SI PGSD angkatan 2010

Terima kasih karena telah menjadi sahabat dan teman seperjuanganku dikala sedih

maupun senang dan menjadi sumber motivasiku untuk terus bergerak maju,

sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purwosari, Kecamatan Metro Utara Kota

Metro, pada tanggal 06 April 1992, sebagai anak pertama dari

empat bersaudara, pasangan Bapak Slamet dan Ibu Sri Nurlita.

Pendidikan penulis dimulai dari TK Dharma Wanita Kecamatan Metro Utara Kota

Metro tahun 1997 dan selesai tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan

pendidikan ke SD Negeri 4 Metro Utara Kota Metro kemudian selesai pada tahun

2004, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 6 Metro Utara

Kota Metro kemudian selesai pada tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan

pendidikan di SMA Negeri 3 Metro Utara Kota Metro dan selesai pada tahun

2010, selanjutnya pada tahun 2010 penulis melanjutkan ke Universitas Lampung

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi S1 Pendidikan Guru

(16)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Examples Non

Examples untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1 B SDN

1 Metro Utara Kota Metro”, sebagai syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, petunjuk serta bantuan

dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung

yang selalu mendukung pelaksanaan program di PGSD Metro.

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

FKIP Universitas Lampung yang selalu mendukung pelaksanaan program di

PGSD Metro.

3. Bapak Dr. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Universitas

Lampung sekaligus pembahas, yang telah memberikan dukungan, saran, serta

masukan yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua UPP PGSD Metro, Dosen

Pembimbing Akademik, serta Dosen Pembimbing 1 yang telah bersedia

(17)

skripsi ini dengan lancar.

5. Bapak Drs. Mugiadi, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan ilmu, saran dan

masukan yang baik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

lancar.

6. Ibu Mundriyani, S.Pd.SD., selaku Kepala SDN 1 Metro Utara yang telah

memberikan izin dan selalu memberikan semangat dalam pelaksanaan

penelitian.

7. Ibu Maryatun, A.Ma., selaku Guru Kelas 1 B SDN 1 Metro Utara serta

siswa-siswi kelas 1 B SDN 1 Metro Utara yang telah membantu dan berpartisipasi

dalam pelaksanaan penelitian.

8. Seluruh Staf pengajar PGSD FKIP Universitas Lampung yang telah memberi

ilmu pengetahuan kepada penulis selama kuliah.

9. Kedua orang tua yang telah memberikan motivasi dan doa luar biasa demi

keberhasilan proses pembuatan skripsi.

10. Adik-adikku serta keluarga besarku yang senantiasa memberiku semangat

dan doa.

11. Seluruh rekan-rekan PGSD angkatan 2010 yang telah menjadi keluarga dan

memberikan dukungan serta semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat

menyelesaikan pembuatan skripsi ini.

(18)

bagi semua orang yang membacanya.

Metro,12 Juni 2014 Penulis

(19)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu usaha pendewasaan diri melalui pentransferan

pengetahuan, keterampilan dan sikap dari satu generasi ke generasi berikutnya

melalui pengajaran, pelatihan dan bimbingan untuk menjadi manusia yang

seutuhnya. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa:

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Era globalisasi abad ke-21 ini, menuntut manusia untuk lebih cerdas,

lebih terampil dan memiliki karakter yang baik sehingga mampu menghadapi

tantangan di era global yang sangat kompetitif. Demi membentuk manusia

Indonesia yang mampu menghadapi tantangan di era global, maka pemerintah

terus melakukan peningkatan mutu pendidikan. Salah satunya dengan

memperbaiki sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Pada tahun 2013

pemerintah melakukan perbaikan sistem pendidikan dengan menerapkan

kurikulum baru yang berbasis kompetensi dan karakter. Kurikulum 2013 yang

berbasis kompetensi dan karakter ini, merupakan penyempurnaan dari

(20)

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 67 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar dan

Madrasah Ibtidaiyah, tujuan kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan

insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga

negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu

berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan

peradaban dunia. Melalui penerapan Kurikulum 2013 yang berbasis

kompetensi dan karakter diharapkan siswa secara mandiri mampu

meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, sehingga mampu bersaing

dengan masyarakat dunia lainnya. Keberhasilan tujuan pendidikan nasional

tidak lepas dari kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan pada setiap

satuan pendidikan. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang

dilakukan secara sadar melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh

pengetahuan, sikap dan keterampilan. Menurut teori belajar konstruktivisme,

pengetahuan harus dibangun oleh individu sendiri melalui pengalaman nyata.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 47 Tahun

2007 tertulis bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar

dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan

memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang

cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,

dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Menurut Kemendikbud

(2013:187) proses pembelajaran untuk jenjang Sekolah Dasar atau yang

(21)

dilaksanakan berdasarkan pada tema-tema tertentu. Menurut Trianto (2010:70)

pembelajaran tematik adalah:

pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik. Dalam pembelajaran tematik, mata pelajaran-mata pelajaran yang ada di SD digabungkan atau diintegrasikan ke dalam berbagai tema yang dekat dengan lingkungan siswa, serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa sehingga proses belajar akan lebih bermakna bagi siswa.

Menurut Kemendikbud (2013:200) dalam proses pembelajaran tematik,

menggunakan pendekatan scientific, hal ini dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahamai berbagai

materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari

mana saja, kapan saja, tidak hanya bersumber dari informasi yang disampaikan

oleh guru. Penggunaan pendekatan scientific dalam proses pembelajaran di SD,

menunjukan bahwa dalam pelaksanaannya, kurikulum 2013 menganut teori

belajar konstruktivisme, dimana siswa membangun pengetahuannya sendiri

melalui kegiatan-kegiatan ilmiah berupa mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi/ mencoba, mengasosiasikan/ menalar, dan mengkomunikasikan

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 10 Januari

2014 di kelas 1 B SD Negeri 1 Metro Utara, diketahui bahwa pembelajaran

yang dilaksanakan di dalam kelas masih didominasi oleh guru, diamana guru

menjadi pihak yang menstranfer pengetahuan bukan sebagai fasilitator, guru

kurang melibatkan siswa dalam kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi/ mencoba, mengasosiasikan/ menalar, dan mengkomunikasikan.

Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru belum menggunakan model

(22)

menggunakan metode ceramah dan penugasan, sehingga siswa terlihat kurang

tertarik dan merasa jenuh saat pembelajaran berlangsung. Guru belum

menggunakan media pembelajaran secara optimal dalam proses pembelajaran.

Penggunaan media pembelajaran tentunya akan membuat materi pelajaran

yang disampaikan kepada siswa akan lebih mudah dipahami oleh siswa dan

lebih bermakna.

Berdasarkan hasil observasi dan studi dokumentasi nilai mid semester

siswa, diketahui hasil belajar siswa pada kelas 1 SDN 1 Metro Utara tema

Kegemaranku tahun pelajaran 2013/ 2014 adalah sebagai berikut:

Table 1.1 Persentase hasil belajar siswa tema kegemaranku kelas 1

Nilai Skala

0-100 Kategori

Kelas I A Kelas I B Jumlah Siswa Persentase

(%)

Jumlah Siswa Persentase (%) 81 - 100 SB (Sangat Baik) 3 9.68 3 9.68 66 – 80 B (Baik) 14 45.16 13 41.93 51 - 65 C (Cukup) 8 25.81 10 32.26 0 - 50 K (Kurang) 6 19.35 5 16.13

Jumlah 31 100 31 100

Jumlah siswa dengan kategori

baik (≥66) 54.84 51.61

Berdasarkan tabel diatas, diketahui persentase hasil belajar siswa pada

tema kegemaranku, untuk kelas I A, siswa yang mendapat nilai ≥66 dengan

kategori „‟sangat baik‟‟ dan „‟ baik‟‟ berjumlah 17 siswa (54,84%), siswa

dengan kategori „‟cukup‟‟ dan „‟kurang‟‟ berjumlah 14 siswa (45,16%).

Sedangkan untuk kelas 1 B, siswa yang mendapat nilai ≥66 dengan kategori

„‟sangat baik‟‟ dan „‟baik‟‟ berjumlah 16 siswa (51,61%), siswa dengan

kategori „‟cukup‟‟ dan „‟kurang‟‟ berjumlah 15 siswa (48,39%). Baik kelas 1 A

(23)

Menurut Mulyasa (2013:131) suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila

sekurang-kurangnya 75% dari seluruh siswa dikelas dapat mencapai tujuan

pembelajaran dengan kategori baik.

Rendahnya hasil belajar siswa diduga karena kurangnya motivasi belajar

siswa. Hal ini ditunjukan dengan rendahnya minat dan perhatian siswa saat

proses pembelajaran, semangat siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang

diberikan guru sangat rendah, banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas

yang diberikan guru. Berdasarkan nilai hasil belajar kelas 1 A maupun 1 B,

keduanya belum mencapai persentase keberhasilan sebesar 75 %, namun kelas

1 B memiliki motivasi belajar yang rendah, sehingga peneliti memilih kelas 1

B sebagai subjek penelitian.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, peneliti

merasa perlu melakukan perbaikan pembelajaran sehingga hasil belajar siswa

dapat meningkat dan berada pada kategori baik. Dalam hal ini peneliti akan

menggunakan model cooperative learning tipe examples non examples sebagai

salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas 1

B SDN 1 Metro Utara.

Model cooperative learning adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang

dilakukan secara berkelompok dengan struktur kelompok yang heterogen yang

dibentuk oleh guru berdasarkan jenis kelamin, suku, dan tingkat kecerdasan

siswa. Model cooperative learning tipe examples non examples adalah strategi

pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh gambar yang disesuaikan

dengan Kompetensi Dasar (KD) yang akan disampaikan. Menurut Isjoni

(24)

pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi

dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan

prestasi belajarnya. Selain itu, penelitian tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah yang dilakukan oleh

McClelland (Suprijono, 2013:162) menyimpulkan bahwa motivasi belajar

mempunyai kontribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar. Sejalan dengan

McClelland, menurut Sumiati & Asra (2009:59) motivasi belajar memegang

peranan cukup besar terhadap pencapaian hasil belajar. Model cooperative

learning tipe examples non examples adalah suatu model pembelajaran yang

menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran. Penggunaan media

dalam pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga hasil

belajarnyapun akan mrningkat. Menurut Sumiati & Asra (2009:164)

penggunaan media pembelajaran bermanfaat untuk menarik perhatian siswa,

sehingga membangkitkan minat, motivasi, aktivitas, dan kreativitas belajar

siswa. Menurut Hamdani (2011:290) motivasi belajar dapat ditingkatkan,

ditinggikan, dan dipelihara oleh kondisi-kondisi luar, seperti penyajian

pelajaran oleh guru dengan media bervariasi, metode yang tepat, komunikasi

yang dinamis dan sebagainya.

Selain pendapat-pendapat para ahli diatas, terdapat beberapa alasan

pemikiran mengapa peneliti menggunakan model cooperative learning tipe

examples non examples untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Alasan pertama, menurut teori belajar kognitif yang dikemukakan Piaget

(Budiningsih, 2005:37-40) yang menyatakan bahwa anak usia 7-11 tahun

(25)

pada usia tersebut, mempelajari suatu konsep atau pengetahuan melalui hal-hal

yang bersifat konkret atau nyata. Model cooperative learning tipe examples

non examples menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran,

sehingga siswa akan lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan guru

karena media gambar membuat suatu konsep menjadi lebih nyata.

Alasan kedua, setelah peneliti mengkaji buku guru dan buku siswa

kurikulum 2013 tema “Benda, hewan dan tanaman di sekitarku”, secara umum

materi pelajaran dalam setiap kegiatan pembelajaran disampaikan

menggunakan gambar-gambar, sehingga penggunaan model cooperative

learning tipe examples non examples cocok digunakan dalam pelaksanaan

pembelajaran dikelas.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tindakan

kelas dengan judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Examples

Non Examples untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas 1

B SDN 1 Metro Utara Kota Metro”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan identifikasi

masalah antara lain sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan dikelas kurang melibatkan siswa

dalam kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba,

mengasosiasikan/ menalar, dan mengkomunikasikan sehingga guru

(26)

2. Dalam proses pembelajaran dikelas, guru belum menggunakan model

pembelajaran yang variatif.

3. Dalam proses pembelajaran, guru belum menggunakan media pembelajaran

secara optimal, sehingga minat siswa kurang dalam belajar.

4. Rendahnya motivasi belajar siswa, ditunjukan dengan kurangnya minat dan

perhatian siswa saat proses pembelajaran berlangsung serta rendahnya

semangat siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.

5. Rendahnya hasil belajar siswa dengan persentase siswa yang mendapat

nilai ≥66 dengan kategori baik dan sangat baik hanya mencapai 51,61%

(16 siswa) dari jumlah keseluruhan siswa yaitu 31 siswa.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, diperoleh rumusan masalah

yaitu:

1. Bagaimanakah penerapan model cooperative learning tipe examples non

examples pada pembelajaran tematik kelas 1 B SDN 1 Metro Utara dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa?

2. Apakah penerapan model cooperative learning tipe examples non examples

pada pembelajaran tematik kelas 1 B SDN 1 Metro Utara dapat

meningkatkan hasil belajar siswa?

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas maka tujuan

(27)

1. Meningkatkan motivasi belajar siswa kelas 1 B SDN 1 Metro Utara pada

pembelajaran tematik menggunakan model cooperative learning tipe

examples non examples.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 B SDN 1 Metro Utara pada

pembelajaran tematik menggunakan model cooperative learning tipe

examples non examples.

E.Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi:

1. Siswa

Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan mendorong

motivasi siswa pada pembelajaran tematik di kelas 1B SDN 1 Metro Utara.

2. Guru

Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran

tematik di kelasnya, serta menambah dan mengembangkan kemampuan

guru dalam penerapan model cooperative learning tipe examples non

examples.

3. Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam rangka meningkatkan

mutu pendidikan.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengalaman pada saat proses pembelajaran

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Tematik di SD

1. Pengertian Pembelajaran Tematik

Kurikulum 2013 yang diterapkan di SD menggunakan pendekatan

pembelajaran tematik terpadu (integrated) yaitu pendekatan pembelajaran

yang menyatukan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke

dalam berbagai tema yang berkaitan dengan kehidupan anak. Menurut

Prastowo (2013:223) pembelajaran tematik integrative (terpadu)

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai

kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Menurut

Trianto (2010:70) model pembelajaran tematik adalah pembelajaran

terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata

pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna

kepada peserta didik.

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

pembelajaran tematik adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang

menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga

(29)

2. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang membedakannya

dengan pembelajaran lainnya. Menurut Kemendikbud (2013:194)

karakteristik pembelajaran tematik antara lain adalah:

a) berpusat pada anak; b) memberikan pengalaman langsung pada anak; c) pemisahan antara mata pelajaran tidak begitu jelas (menyatu dalam satu pemahaman dalam kegiatan); d) menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran (saling terkait antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya); e) bersifat luwes (keterpaduan berbagai mata pelajaran); f) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak (melalui penilaian proses dan hasil belajarnya).

Sedangkan karakteristik pembelajaran tematik menurut Rusman

(2013:258) adalah berpusat pada siswa; memberikan pengalaman

langsung; pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas; menyajikan konsep

dari berbagai mata pelajaran; bersifat fleksibel; hasil pembelajaran sesuai

dengan minat dan kebutuhan siswa; menggunakan prinsip belajar sambil

bermain dan meyenangkan.

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang membedakannya dengan

pembelajaran lainnya, pembelajaran tematik sesuai dengan taraf

perkembangan siswa SD yang masih berfikir secara holistik.

3. Tujuan Pembelajaran Tematik

Setiap pembelajaran tentunya memiliki tujuan yang ingin dicapai.

Tujuan pembelajaran Tematik menurut Sukayati (Prastowo, 2013:140)

adalah sebagai berikut:

(30)

2. Mengembangkan kemampuan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi.

3. Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan.

4. Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, serta menghargai pendapat orang lain.

5. Meningkatkan gairah dalam belajar.

6. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa.

Sedangkan Tujuan pembelajaran tematik menurut Kemendikbud

(2013:193) adalah sebagai berikut:

1) Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu 2) Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama

3) Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan

4) Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik

5) Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain.

6) Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas

7) Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih dan atau pengayaan.

8) Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.

Pembelajaran tematik memiliki banyak tujuan yang sangat baik,

tentunya tujuan-tujuan pembelajaran tematik akan tercapai jika guru dapat

melaksanakan pembelajaran tematik di kelas dengan baik dan benar.

4. Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Tematik

Pendekatan scientific merupakan sebuah pendekatan pembelajaran

(31)

prinsip, melalui tahapan-tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi/ mencoba, mengasosiasikan/ menalar, dan mengkomunikasikan

hasil temuannya kepada orang lain atau khalayak. Menurut Kemendikbud

(2013:209)pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran

semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan,

bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan

data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian

menyimpulkan, dan mencipta.

Langkah-langkah pendekatan scientific menurut Kemendikbud

(2013:9-11) adalah sebagai berikut: mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi/ mencoba, mengasosiasikan/ menalar, mengkomunikasikan.

a. Mengamati, mengamati atau observasi dapat dilakukan siswa melalui

kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.

b. Menanya, siswa mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak

dipahami dari apa yang diamati.

c. Mengumpulkan informasi/ mencoba, setelah bertanya, kegiatan yang

dilakukan siswa adalah mengumpulkan informasi dari berbagai sumber

melalui berbagai cara, seperti membaca, mengamati fenomena yang

terjadi bahkan melakukan percobaan. Metode eksperimen dimaksudkan

untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu afektif,

kognitif dan psikomotor.

d. Mengasosiasikan/ menalar, merupakan proses berfikir yang logis dan

sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk

(32)

e. Mengkomunikasikan, pada kegiatan akhir diharapkan peserta didik

dapat mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik

secara bersama-sama dalam kelompok atau secara individu dari hasil

kesimpulan yang telah dibuat bersama.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan

scientific adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menuntut siswa

untuk memperoleh pengetahuan melalui kegiatan ilmiah dengan

langkah-langkah yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba,

mengasosiasikan/ menalar, mengkomunikasikan.

B. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk

memperoleh keterampilan atau kompetensi tertentu melalui latihan dan

interaksi dengan lingkungan. Menurut Suprihatiningrum (2013:14) belajar

merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk

memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati

secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai

pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Menurut Uno

& Nurdin (2012:138) belajar adalah suatu proses yang menghasilkan

perubahan perilaku yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh

pengetahuan, kecakapan dan pengalaman baru ke arah yang lebih baik.

Menurut Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

(33)

keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Menurut Prastowo (2013:65) belajar adalah suatu proses

mental yang tidak terlihat melalui interaksi dengan lingkungannya

sehingga terjadi perubahan tingkah laku siswa. Menurut Ahmadi (2009)

belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru

berkat pengalaman dan latihan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang dilakukan

secara sadar melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh

pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2. Teori-Teori Belajar

Teori belajar merupakan suatu penjelasan bagaimana proses

perubahan tingkah laku itu dilakukan oleh siswa. Menurut Trianto

(2011:27) teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai

bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam

pikiran siswa. Ada banyak teori belajar yang berkembang dalam dunia

pendidikan, antara lain sebagai berikut:

a. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme berpandangan bahwa belajar

adalah suatu proses membangun pengetahuan yang harus dilakukan

oleh siswa itu sendiri. Menurut Vygotsky (Komalasari, 2010:22)

perolehan pengetahuan seseorang dan perkembangan kognitif

(34)

perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial

diluar dirinya. Menurut Trianto (2011:28) teori belajar konstruktivisme

menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

menstransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu

tidak lagi sesuai. Menurut Sumiati & Asra (2009:15) teori belajar

konstruktivisme berpandangan bahwa belajar adalah proses

mengkontruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang dialami

siswa sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa teori belajar konstruktivisme berpendapat bahwa belajar

merupakan proses membangun atau mengkontruksikan pengetahuan

yang dilakukan oleh siswa sendiri berdasarkan pengalaman yang

dialami siswa.

b. Teori Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan kognitif berpandangan bahwa belajar

merupakan suatu aktiviatas berfikir. Menurut Bruner (Komalasari,

2010:21) proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep,

teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai

dalam kehidupannya. Menurut Piaget (Budiningsih, 2005:37-40)

perkembangan kognitif individu terbagi menjadi empat tahapan yaitu:

1) tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun); 2) tahap preoperasional (umur

(35)

operasional formal (11-18 tahun). Menurut Komalasari (2010:20) teori

perkembangan kognitif berpandangan bahwa proses belajar seseorang

akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan

umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkis, artinya harus

dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar

sesuatu yang berada diluar tahap kognitifnya.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa belajar menurut teori perkembangan kognitif adalah suatu

proses berfikir melalui tahap-tahap perkembangan untuk mencapai,

mengingat dan menggunakan pengetahuan, dimana setiap tahap-tahap

perkembangannya akan dilalui secara berurutan dan siswa tidak dapat

belajar sesuatu yang diluar tahap perkembangan kognitifnya.

c. Teori Pembelajaran Perilaku (Behaviorisme)

Teori behaviorisme berpandangan bahwa belajar adalah suatu

proses perubahan tingkah laku karena adanya stimulus atau

rangsangan. Menurut Torndike (Suprijono, 2013:20) belajar

merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa

yang disebut dengan stimulus dan respons artinya bahwa tingkah laku

manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau

reinforcement dari lingkungan. Budiningsih (2005:20) menurut teori

behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat

dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap

telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan tingkah

(36)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa menurut teori behaviorisme, belajar merupakan suatu proses

perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh adanya stimulus dan

respons.

3. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Motivasi belajar adalah dorongan yang menyebabkan siswa aktif

dalam belajar. Menurut Dimyati & Mudjiono (2009:296) motivasi

adalah tenaga pendorong yang menggerakkan dan mengarahkan

aktivitas seseorang. Menurut Suprijono (2013:163) motivasi belajar

adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang

belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Menurut Hamdani

(2011:290) motivasi adalah daya atau perbuatan yang mendorong

seseorang; tindakan atau perbuatan merupakan gejala sebagai akibat

dari adanya motivasi tersebut. Sedangkan menurut Sumiati & Asra

(2009:59) motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa

untuk berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku

dalam belajar. Munurut Sardiman (2011:75) motivasi belajar

merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya

yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan

semangat untuk belajar. Menurut Hanafiah & Cucu (2010:26) fungsi

motivasi adalah sebagai berikut: 1) alat pendorong terjadinya perilaku

belajar peserta didik; 2) alat untuk mempengaruhi prestasi belajar

(37)

tujuan pembelajaran; 4) alat untuk membangun sistem pembelajaran

lebih bermakna. Menurut Eggen, Paul & Don Kauchak (2012:9)

domain afektif atau sikap terkait dengan sikap, motivasi, kesediaan

berpartisipasi, menghargai apa yang sedang dipelajari, dan pada

akhirnya menghayati nilai-nilai itu kedalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang berasal dari dalam

maupun dari luar individu untuk melakukan kegiatan belajar sehingga

terjadi perubahan perilaku.

b. Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi merupakan suatu dorongan baik yang berasal dari

dalam maupun dari luar individu untuk melakukan sesuatu. Motivasi

belajar memiliki beberapa fungsi. Menurut Hanafiah & Cucu

(2010:26) fungsi motivasi adalah sebagai berikut: a) alat pendorong

terjadinya perilaku belajar peserta didik (siswa); b) alat untuk

mempengaruhi prestasi peserta didik; c) alat untuk memberikan direksi

terhadap pencapaian tujuan pembelajaran; d) alat untuk membangun

sistem pembelajaran lebih bermakna. Sedangkan menurut Suprijono

(2013:163-164) motivasi memiliki fungsi: a) mendorong peserta didik

(siswa) untuk berbuat; b) menentukan arah kegiatan pembelajaran

yakni ke arah tujuan belajar yang hendak dicapai; c) menyeleksi

kegiatan pembelajaran, yakni menentukan kegiatan-kegiatan apa yang

(38)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa motivasi belajar berfungsi untuk memberi petunjuk kepada

siswa dalam menentukan kegiatan apa yang harus dilakukan dan

kegiatan apa yang seharusnya tidak dilakukan, guna tercapainya tujuan

pembelajaran.

c. Indikator dan Alat Ukur Motivasi

1) Indikator motivasi belajar

Indikator merupakan suatu penanda tercapainya sesuatu.

Untuk mengukur motivasi belajar siswa, diperlukan suatu indikator

motivasi belajar, sehingga motivasi belajar tersebut dapat diukur.

Menurut Hamzah B. Uno (Suprijono, 2013:163) indikator motivasi

belajar adalah: a) adanya hasrat dan keinginan berhasil; b) adanya

dorongan dan kebutuhan dalam belajar; c) adanya harapan dan

cita-cita masa depan; d) adanya penghargaan dalam belajar; e) adanya

kegiatan yang menarik dalam belajar; f) adanya lingkungan belajar

yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik (siswa) dapat

belajar dengan baik. Sedangkan kriteria atau indikator motivasi

menurut Sudjana (2010:61) adalah: a) minat dan perhatian siswa

terhadap pelajaran; b) semangat siswa untuk melaksanakan

tugas-tugas belajarnya; c) tanggung jawab siswa dalam mengerjakan

tugas-tugas belajarnya; d) reaksi yang ditunjukan siswa terhadap

stimulus yang diberikan guru; e) rasa senang dan puas dalam

(39)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menggunakan

indikator motivasi belajar menurut Sudjana (2010:61).

2) Alat ukur motivasi

Terdapat beberapa instrumen atau alat yang dapat digunakan

untuk mengukur motivasi belajar siswa. Menurut Hanafiah & Cucu

(2010:29) motivasi seseorang dapat diukur menggunakan: a) tes

tindakan; b) kuesioner; c) mengarang bebas untuk memahami

informasi tentang visi dan aspirasinya; d) tes prestasi; e) skala

untuk memahami informasi tentang sikapnya. Sedangkan menurut

Notoatmodjo (2010:135) ada beberapa cara untuk mengukur

motivasi yaitu: a) tes proyektif; b) kuesioner; c) observasi perilaku.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti mengukur

motivasi belajar siswa menggunakan teknik observasi yaitu dengan

cara mengamati perilaku siswa berdasarkan indikator motivasi

belajar.

4. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu pengetahuan, keterampilan dan sikap

yang diperoleh seseorang setelah mengalami dan melakukan proses

belajar. Menurut Suprijono (2013:5) hasil belajar adalah pola–pola

perbuatan, nilai–nilai, pengertian-pengertian, sikap–sikap, apresiasi dan

keterampilan. Menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum, 2013:37) hasil

belajar adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa sebagai

akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa

(40)

kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Menurut Djamarah & Aswan (2006:11) hasil

kegiatan belajar tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara

material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior. Menurut

Sanjaya (2008:111) hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh dari

penilaian. Menurut Kunandar (2013:61) hasil belajar adalah kompetensi

atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun psikomorik yang

dicapai atau dikuasai peserta didik (siswa) setelah mengikuti proses belajar

mengajar. Sedangkan Bloom (Sudjana, 2010:22-23) membagi hasil belajar

menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif (intelektual), ranah afektif (sikap)

dan ranah psikomotoris (keterampilan atau kemampuan bertindak).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh siswa

setelah proses belajar yang dapat diukur dan diamati berupa pengetahuan,

sikap dan keterampilan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar diatas, peneliti dalam penelitian

ini akan menilai ketiga ranah yang merupakan hasil belajar yaitu ranah

afektif, ranah kognitif, dan ranah psikomotor yang dijelaskan sebagai

berikut:

a. Ranah afektif, penilaian untuk ranah sikap ini diintegrasikan ke dalam

penilaian motivasi belajar siswa. Sesuai dengan pendapat Eggen, Paul

& Don Kauchak (2012:9) yang menyatakan bahwa domain afektif

(41)

b. Ranah kognitif, penilaian ranah pengetahuan ini dinilai menggunakan

soal-soal tes yang mengacu pada indikator pembelajaran.

c. Ranah psikomotor, penilaian ranah keterampilan ini dinilai

menggunakan penilaian kinerja. Setiap kinerja yang dinilai, sesuai

dengan rubrik penilaian kinerja yang ada pada buku guru kurikulum

2013 tema “Benda, hewan dan tanaman di sekitarku”. Penilaian

kinerja untuk siklus I adalah menyanyikan lagu “Kucingku belang

tiga” dan untuk siklus II adalah menyanyikan lagu “Pepaya mangga

pisang jambu” dengan kriteria yang dinilai sesuai dengan buku guru

tema “Benda, hewan dan tanaman di sekitarku”(2013:37) yaitu

kemampuan bernyanyi dan kepercayaan diri. Sedangkan untuk siklus

III penilaian kinerja mengelompokkan dan merapikan benda dengan

kriteria yang dinilai sesuai dengan buku guru tema “Benda, hewan dan

tanaman di sekitarku”(2013:91) yaitu kerja sama, keaktifan dalam

diskusi, ketepatan waktu menyelesaikan tugas, ketepatan

mengelompokkan benda dan kerapian mengelompokkan benda.

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar berupa pengetahuan, sikap

dan keterampilan diukur menggunakan penilaian autentik.

a. Pengertian Penilaian Autentik

Penilaian autentik adalah penilaian yang sebenarnya. Kegiatan

penilaian dilakukan dengan sebenarnya dan menggunakan alat yang

sesuai dengan ranah yang dinilai. Menurut Kemendikbud (2013:240)

asesmen autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan

(42)

pengetahuan. Menurut Kemendikbud (2013:7) penilaian autentik

merupakan penilaian yang dilakukan secara komperhensif untuk

menilai aspek sikap, pengetahuan, keterampilan mulai dari masukan

(input), proses, sampai keluaran (output) pembelajaran. Penilaian

autentik bersifat alami, apa adanya, tidak dalam suasana tertekan.

Menurut Komalasari (2010:148) penilaian autentik adalah:

suatu penilaian belajar yang menunjuk pada situasi atau konteks „‟dunia nyata‟‟ yang memerlukan berbagai macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan kemungkinana bahwa satu masalah bisa mempunyai lebih dari satu macam pemecahan. Asesmen autentik memonitor dan mengukur kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Penilaian autentik mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (kognitif, afektif dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa

penilaian autentik adalah penilaian yang dilakukan secara keseluruhan

meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa dengan

menggunakan alat ukur yang tepat.

b. Jenis-Jenis Penilaian Autentik

Penilaian di SD dilakukan dengan berbagai teknik untuk semua

kompetensi dasar yang dikategorikan dalam tiga aspek, yaitu sikap,

pengetahuan, dan keterampilan. Menurut Depdiknas (Komalasari,

2010:153) jenis penilaian autentik antara lain adalah penilaian unjuk

kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian

(43)

jenis penilaian autentik untuk menilai hasil belajar berupa ranah afektif

(sikap), kognitif (pengetahuan) dan keterampilan (psikomotor) adalah

sebagai berikut: 1) ranah sikap, menggunakan teknik observasi,

penilaian diri, penilaian antar teman, jurnal dan wawancara; 2) ranah

pengetahuan, menggunakan tes tertulis, tes lisan dan penugasan/

proyek; 3) ranah keterampilan, menggunakan penilaian unjuk kerja

(performance), penilaian proyek, portofolio dan penilaian produk.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa banyak sekali jenis penilaian autentik yang dapat digunakan

untuk mengukur hasil belajar siswa yang meliputi tiga aspek atau ranah

yaitu kognitif, afektif dan psikomotor, dimana setiap aspek dinilai

menggunakan teknik yang berbeda untuk memperoleh hasil penilaian

yang tepat atau valid.

C. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, guru harus dapat menentukan model

pembelajaran yang tepat digunakan dalam penyampaian materi pelajaran

atau kompetensi dasar tertentu sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai dengan baik. Menurut Warsono & Hariyanto (2012:35) model

pembelajaran adalah model yang dipilih dalam pembelajaran untuk

mencapai tujuan pembelajaran dan dilakukan dengan sintaks (langkah–

langkah yang sistematis dan urut). Menurut Hanafiah & Cucu (2010:41)

(44)

mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun

generatif. Menurut Prastowo (2013:65) model pembelajaran adalah acuan

pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola–pola

pembelajaran tertentu. Menurut Amri (2013:4) model pembelajaran adalah

sebagai suatu desain yang menggambarkan proses rincian dan penciptaan

situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi

perubahan atau perkembangan pada diri siswa. Menurut Komalasari

(2010:57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara

khas oleh guru. Menurut Suprijono (2013:46) model pembelajaran dapat

didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

sitematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual berupa

sintaks atau langkah–langkah pembelajaran dari awal sampai akhir yang

disusun secara urut dan sistematis yang digunakan dalam proses

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2. Macam-Macam Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu pola konseptual yang

menggambarkan suatu kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir.

Terdapat beberapa model–model yang dapat digunakan guru dalam

pembelajaran. Menurut Arends (Trianto, 2010:76) menyeleksi enam model

(45)

masing-masing adalah: presentasi, pengajaran langsung (direct

instruction), pengajaran konsep, cooperative learning, pengajaran

berdasarkan masalah (problem base instruction), dan diskusi kelas.

Sedangkan menurut Amri (2013:7-8) macam-macam model pembelajaran

adalah sebagai berikut: model pembelajaran mencari dan bermakna; model

pembelajaran terpadu; model pembelajaran kooperatif (cooperative

learning); model pembelajaran berdasarkan masalah; model pembelajaran

langsung; model pembelajaran kontekstual; model pembelajaran

penemuan; model pembelajaran problem solving.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa banyak sekali model-model pembelajaran yang dapat digunakan

oleh guru dalam pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai dengan baik.

3. Model Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

Model cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran

yang dilakukan secara berkelompok, dimana kelompok dibuat oleh guru

berdasarkan suku, jenis kelamin, tingkat kecerdasan, sehingga tercipta

kelompok yang heterogen. Menurut Slavin (2005:4) cooperative learning

merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa

bekerja dalam kelompok–kelompok kecil untuk saling membantu satu

sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Menurut Komalasari

(2010:62) pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi kelompok kecil

dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok–kelompok kecil secara

(46)

kelompoknya yang bersifat heterogen. Menurut Hamdani (2011:41) model

pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan

siswa dalam kelompok–kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang

telah dirumuskan. Menurut Isjoni (2007:15) cooperative learning adalah

suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam

kelompok–kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif

sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Berdasarkan definisi model cooperative learning menurut para ahli

diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model cooperative learning adalah

suatu rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan secara berkelompok

dengan struktur kelompok yang heterogen yang dibentuk oleh guru

berdasarkan jenis kelamin, suku, dan tingkat kecerdasan siswa.

4. Tipe-Tipe Model Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

Model cooperative learning memiliki banyak sekali tipe. Menurut

Komalasari (2010:62) tipe-tipe pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) antara lain: kepala bernomor; skrip kooperatif; tim siswa

kelompok prestasi; berfikir berpasangan berbagi; model jigsaw; melempar

bola salju; tim TGT; kooperatif terpadu membaca dan menulis; dan dua

tinggal dua tamu. Sedangkan tipe-tipe cooperative learning (pembelajaran

kooperatif) menurut Suprijono (2013:89-133) antara lain adalah Jigsaw,

Think-Pair-Share, Numbered Heads Together, Group Investigation, Two

Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle,

Bambo Dancing, Point-Counter-Point, The Power of Two, Listening Team,

(47)

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan model cooperative

learning tipe examples non examples untuk meningkatkan motivasi dan

hasil belajar siswa.

5. Model Cooperative Learning Tipe Examples Non Examples

Model cooperative learning tipe examples non examples merupakan

suatu strategi pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh gambar

yang disesuaikan dengan Kompetensi Dasar (KD) yang akan disampaikan.

Dalam model cooperative learning tipe examples non examples siswa

dibagi dalam kelompok-kelompok, dimana setiap kelompok terdiri dari

2-3 siswa untuk berdiskusi menganalisis gambar-gambar yang diperlihatkan

oleh guru. Menurut Huda (2013:234) examples non examples merupakan

strategi pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai media untuk

menyampaikan materi pembelajaran. Strategi ini bertujuan mendorong

siswa untuk belajar berfikir kritis dengan memecahkan

permasalahan-permasalahan yang termuat dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.

Sedangkan menurut Hamdani (2011:94) examples non examples adalah

metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh

diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan KD. Menurut

Komalasari (2010:61) model cooperative learning tipe examples non

examples merupakan model pembelajaran yang membelajarkan kepekaan

siswa terhadap permasalahan yang ada disekitarnya melalui analisis

contoh-contoh berupa gambar-gambar/ foto/ kasus yang bermuatan

(48)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa model cooperative learning tipe examples non examples adalah

suatu model pembelajaran yang menggunakan gambar-gambar yang sesuai

atau relevan dengan KD dan tujuan pembelajaran, dengan tujuan untuk

membelajarkan kepekaan siswa terhadap permasalahan yang ada

disekitarnya melalui analisis gambar.

6. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Examples Non Examples

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing, begitu juga dengan model cooperative learning tipe

examples non examples. Menurut Huda (2013:236) kelebihan model

cooperative learning tipe examples non examples adalah: 1) siswa lebih

kritis dalam menganalisis gambar; 2) siswa mengetahui aplikasi dari

materi berupa contoh gambar; 3) siswa diberi kesempatan untuk

mengemukakan pendapatnya. Sedangkan kekurangannya adalah tidak

semua materi pelajaran dapat disajikan dalam bentuk gambar, selain

karena persiapannya yang terkadang membutuhkan waktu yang lama.

Sejalan dengan Huda, menurut Hamdani (2011:94) kelebihan model

cooperative learning tipe examples non examples adalah:

1) siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar; 2) siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar; 3) siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Sedangkan kekurangannya adalah: 1) tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dalam bentuk gambar; 2) memakan waktu lama.

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model

(49)

kelebihan, yaitu membuat siswa lebih kritis dalam menganalisis gambar,

siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, siswa tahu

aplikasi materi berupa contoh gambar. Setiap kelebihan yang ada pada

model pembelajaran cooperative learning tipe examples non examples

akan diperoleh siswa jika guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan

langkah-langkah yang telah ditentukan

7. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Tipe Examples Non Examples

Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah atau sintaks

yang sistematis, begitu pula dengan model cooperative learning tipe

examples non examples. Menurut Huda (2013:235) langkah-langkah

model cooperative learning tipe examples non examples adalah sebagai

berikut:

a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.

c. Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri 2-3 siswa.

d. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk memperhatikan dan/atau menganalisis gambar. e. Mencatat hasil diskusi dari analisis gambar pada kertas.

f. Memberi kesempatan bagi tiap kelompok untuk membacakan hasil diskusinya.

g. Berdasarkan komentar atau diskusi siswa, guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.

h. Penutup.

Langkah-langkah pembelajaran model cooperative learning tipe

examples non examples sesuai dengan langkah-langkah dalam pendekatan

(50)

a) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada setiap

kelompok untuk memperhatikan dan/ atau menganalisis gambar

( mengamati, menanya).

b) Mencatat hasil diskusi dari analisis gambar pada kertas

(mengumpulkan informasi/ mencoba, dan mengasosiasikan/ menalar).

c) Memberi kesempatan bagi tiap kelompok untuk membacakan hasil

diskusinya (mengkomunikasikan).

D. Penelitian yang Relevan

Peneliti berpendapat bahwa pembelajaran tematik menggunakan model

cooperative learning tipe examples non examples dapat meningkatkan

motivasi dan hasil belajar siswa. Pendapat peneliti ini, diperkuat dengan

adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati mahasiswa

Universitas Negeri Malang (Library.um.ac.id) dengan judul ”Penerapan

model Example Non Example untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran PKn di kelas IV SDN Jetis 1 Pace Nganjuk” menunjukan

bahwa penerapan model cooperative learning tipe examples non examples

dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Judul penelitian yang telah

dilaksanakan oleh Rahmawati dengan judul penelitian yang dilaksanakan oleh

peneliti, keduanya sama-sama menggunakan model cooperative learning tipe

examples non examples namun perbedaanya terdapat pada subjek yang

diteliti, dan tujuan penelitian. Subjek dalam penelitian yang dilakukan oleh

Rahmawati adalah siswa kelas VI SDN Jetis 1 Pace Nganjuk, sedangkan

(51)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar,

sedangkan penelitian yang dilaksanakan oleh Saudari Rahmawati adalah

untuk meningkatkan hasil belajar saja.

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah berupa input, tindakan dan

output. Input merupakan masalah-masalah yang muncul pada saat proses

pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 yaitu: 1) proses pembelajaran

yang dilaksanakan dikelas kurang melibatkan siswa dalam kegiatan

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, mengasosiasikan/

menalar, dan mengkomunikasikan sehingga guru menjadi pihak yang

menstransfer pengetahuan bukan sebagai fasilitator; 2) dalam proses

pembelajaran dikelas, guru belum menggunakan model pembelajaran yang

variatif; 3) dalam proses pembelajaran, guru belum menggunakan media

pembelajaran secara optimal, sehingga minat siswa kurang dalam belajar; 4)

rendahnya motivasi belajar siswa, ditunjukan dengan kurangnya minat dan

perhatian siswa saat proses pembelajaran berlangsung serta rendahnya

semangat siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru; 5)

rendahnya hasil belajar siswa dengan presentase siswa yang mendapat nilai

≥66 dengan kategori baik dan sangat baik hanya mencapai 51,61% (16 siswa)

dari jumlah keseluruhan siswa yaitu 31 siswa.

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti mengatasinya dengan

menerapkan model cooperative learning tipe examples non examples pada

(52)

diharapkan adalah motivasi belajar siswa meningkat dan hasil belajar siswa

meningkat.

Gambar 2.1 Kerangka pikir penelitian

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dirumuskan hipotesis penelitian

tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran tematik

menggunakan model cooperative learning tipe examples non examples

dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan motivasi dan

hasil belajar siswa kelas 1 B SDN 1 Metro Utara Kota Metro”. Masukan (input)

Permasalahan yang muncul pada pelaksanaan pembelajaran tematik kurikulum 2013:

1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan dikelas kurang melibatkan siswa dalam kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, mengasosiasikan/ menalar, dan mengkomunikasikan seh

Gambar

Tabel
Table 1.1 Persentase hasil belajar siswa tema kegemaranku kelas 1
Gambar 3.1. Prosedur PTK (Adopsi dari Arikunto, dkk., 2011:16)
Tabel 3.1. Penskoran kinerja guru.
+7

Referensi

Dokumen terkait

102 Modul Paket Keahlian Pemasaran - Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mempunyai fungsi korektif karena pembelajaran ini dilakukan dalam rangka perbaikan dalam

Perancangan karya tugas akhir desain komunikasi visual tentang perancangan desain instruksional kepada petani kopi masa pasca panen di jumprit temanggung diharapkan dapat

Kompetensi SDM mempengaruhi kepuasan kerja dan kualitas pelayanan, terbukti melalui keahlian, sifat dan motivasi dokter dan perawat yang baik, maka kualitas pelayanan

Pada gambar 1.1 di atas terdapat, satu kotak wafer dan satu keranjang buah apel, kedua benda di atas tidak asing dan sering kita jumpai dalam

Dari semua hasil absorbsi bisa didapatkan presentase degradasi warna larutan methylene blue dengan nilai paling besar didapatkan pada larutan methylene blue yang

bahwa untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk percepatan pembangunan dengan tetap meningkatkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kebutuhan guru-guru PAUD akan inovasi model- model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak,

sealing apical opening of the root canal caused by External Root Resorption combined with custom cast post and core and lithium dis- ilicate aesthetic restoration for