• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI JORUK DENGAN PENAMBAHAN KONSENTRASI GULA AREN YANG BERBEDA

Oleh

NOVIA SELLA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)
(4)
(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Makanan hasil fermentasi sudah dikenal sejak lama dan terdapat di berbagai negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah berdasarkan resep turun temurun (Soetrisno dan Apriyantono, 2005). Pengolahan pangan secara fermentasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan

pengolahan pangan secara fermentasi yaitu proses pengolahannya sederhana, mudah dan tidak mahal, produk yang dihasilkan mengandung nilai gizi yang lebih tinggi, serta memiliki cita rasa yang khas (Hutkins, 2006). Pangan yang

difermentasi memberikan satu atau lebih manfaat bagi kesehatan tubuh, diantaranya yaitu bakteri asam laktat (BAL) yang bermanfaat untuk

menyeimbangkan mikroflora di usus (Howlett, 2008). Sementara itu, produk fermentasi juga memiliki kekurangan, diantaranya yaitu mutu yang rendah dan tidak stabil. Rendahnya mutu produk fermentasi terjadi karena proses

fermentasinya tradisional dan berlangsung secara spontan sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan tidak seragam dan kurang baik akibat adanya bakteri

(6)

2 Salah satu bentuk makanan hasil fermentasi tradisional yang berbasis ikan yaitu bekasam. Bahan-bahan yang umum digunakan dalam pembuatan bekasam yaitu ikan air tawar (Soetrisno dan Apriyantono, 2005), garam, dan sumber karbohidrat (Candra, 2006). Pembuatan bekasam pertama kali dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hilir sungai Bengawan Solo dan Surabaya, kemudian menyebar ke daerah Jawa Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Sementara itu, produk fermentasi ikan yang mirip dengan bekasam juga terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan yang disebut joruk (Marga, 2011). Bahan-bahan yang digunakan seperti pada pembuatan bekasam (ikan air tawar, nasi, dan garam), tetapi pada joruk ditambahkan gula aren. Gula aren tersebut berfungsi untuk menutupi aroma tidak sedap yang kurang disukai dari joruk (Data Primer, 2013).

Jumlah garam, sumber karbohidrat, dan lama fermentasi dalam pembuatan bekasam maupun joruk beragam. Variasi jumlah garam yang ditambahkan pada pembuatan bekasam yaitu 10‒25% (Murtini, dkk., 1997; Adawyah, 2011;

(7)

Variasi jumlah gula aren dalam pembuatan joruk menyebabkan mutu joruk yang dihasilkan beragam. Oleh karena itu, untuk menghasilkan joruk yang memiliki mutu yang seragam perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi penambahan gula aren yang tepat. Selain itu, belum ada informasi tentang sifat kimia dan mikrobiologi dari joruk tersebut. Untuk itu pula perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sifat kimia dan mikrobiologi joruk.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mencari sifat kimia dan mikrobiologi joruk dengan penambahan konsentrasi gula aren yang berbeda.

2. Mendapatkan konsentrasi gula aren yang menghasilkan joruk dengan sifat kimia dan mikrobiologi terbaik.

C.Kerangka Pemikiran

Bahan-bahan yang digunakan selama proses fermentasi memiliki peran yang sangat penting. Garam bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan

(8)

4 menyerap cairan tubuh ikan dan cairan sel bakteri sehingga akan mengganggu proses metabolisme bakteri. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mengalami kekeringan dan bahkan mengalami kematian (Adawyah, 2011). Garam (NaCl) juga diduga dapat menurunkan nilai pH selama proses fermentasi. Senyawa NaCl akan terurai menjadi molekul-molekul penyusunnya yaitu ion Na+ dan Cl-,

selanjutnya ion-ion Cl- akan berikatan dengan air bebas pada bahan yang menyebabkan suasana lingkungan menjadi asam karena terbentuknya senyawa HCl (Palludan-Muller et al., 2002).

Sumber karbohidrat akan dimanfaatkan oleh BAL sebagai sumber energi (Salminen et al., 2004). Karbohidrat akan dipecah oleh enzim-enzim mikroorganisme menjadi asam-asam laktat yang menyebabkan pH produk menurun dengan cepat. Penurunan pH tersebut akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (Muchtadi dan Sugiyono, 2013). Penurunan pH tersebut cenderung lebih cepat sejalan dengan semakin meningkatnya konsentrasi garam yang digunakan. Hal ini terjadi karena garam mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan merangsang pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat (Sastra, 2008).

Kadar karbohidrat yang ditambahkan pada proses fermentasi akan mempengaruhi penurunan pH. Oleh karena itu, pada proses fermentasi perlu dilakukan

(9)

penambahan 25% terdapat sedikit aroma gula aren, dan pada penambahan 50% joruk yang dihasilkan berlendir (Data Primer, 2013). Menurut Muchtadi dan Sugiyono (2013), penambahan kadar gula yang tinggi (di atas 40%) akan menghambat proses fermentasi. Proses penghambatan terjadi karena partikel-partikel gula tersebut akan mengikat air bebas sehingga tidak dapat dipergunakan oleh mikroba (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).

Penurunan pH akan meningkatkan total asam selama proses fermentasi. Peningkatan total asam tersebut diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah bakteri asam laktat yang merombak gula menjadi asam laktat. Sementara itu, proses fermentasi juga menghasilkan sejumlah kecil air, energi, karbondioksida, dan produk akhir metabolit organik lainnya seperti asam laktat dan asam asetat (Buckle et al., 1987). Untuk itu, perlu diketahui konsentrasi penambahan gula aren yang tepat untuk menghasilkan joruk dengan sifat kimia (pH, total asam, TVN, dan proksimat) dan mikrobiologi (total BAL dan total mikroba) terbaik.

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu :

1. Perbedaan konsentrasi gula aren yang ditambahkan memberikan variasi pada sifat kimia dan mikrobiologi joruk yang dihasilkan.

(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Joruk

Joruk merupakan produk fermentasi ikan yang terdapat di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Sumber karbohidrat yang ditambahkan dalam pembuatan joruk adalah gula aren dan nasi. Jumlah gula aren yang ditambahkan dalam pembuatan joruk bervariasi yaitu 20%, 25%, dan 50% dari berat ikan (Data Primer, 2013). Sementara itu, jumlah garam yang ditambahkan dalam pembuatan joruk yaitu 15% dan nasi 10% dari berat ikan (Data Primer, 2013). Joruk biasanya siap dikonsumsi setelah difermentasi selama 7 hari (Data Primer, 2013).

Produk fermentasi ikan yang serupa dengan joruk adalah bekasam, namun dalam pembuatannya tidak ditambahkan gula aren. Bekasam merupakan salah satu produk pengawetan ikan yang diolah secara tradisional dengan penggaraman dan dilanjutkan dengan proses fermentasi. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan dalam pembuatan bekasam sangat beragam. Variasi jumlah garam yang

(11)

yaitu difermentasi selama 5 hari sampai 7 hari (Wikandari dkk., 2012), 7 hari hingga dihasilkan rasa masam dan aroma yang khas bekasam (Adawyah, 2011), dan 7 hari sampai 10 hari pada suhu ruang (Murtini, dkk., 1997).

Proses fermentasi bekasam dilakukan bersamaan dengan proses fermentasi nasi. Nasi tersebut sengaja ditambahkan pada pembuatan bekasam sebagai sumber energi oleh mikroorganisme yang akan berperan dalam proses fermentasi. Selama proses pembuatan bekasam terjadi proses fermentasi karbohidrat, bekasam yang dihasilkan serupa dengan ikan peda yang mempunyai aroma dan rasa alkohol (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Fermentasi bekasam tergolong fermentasi dengan produk akhir serupa dengan bahan baku (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Fermentasi bekasam juga tergolong jenis fermentasi yang merupakan gabungan fermentasi menggunakan kadar garam tinggi dan fermentasi asam laktat oleh bakteri asam laktat (BAL) (Anjarsari, 2010).

Afrianto dan Liviawaty (1989) menerangkan cara pembuatan bekasam yaitu sebagai berikut:

1) Mula-mula ikan dikelompokkan berdasarkan jenis, ukuran, dan tingkat kesegarannya agar diperoleh bekasam yang seragam dan bermutu baik. 2) Ikan disiangi, untuk ikan-ikan kecil cukup dicuci hingga bersih dari

kemungkinan adanya lendir maupun kotoran yang melekat.

(12)

8 4) Ikan kemudian dibongkar dan ditaburkan nasi secara merata. Lalu

dimasukkan kembali ke dalam belanga selama 7-10 hari, sampai timbul bau dan cita rasa asam yang khas.

5) Ikan selanjutnya dipindahkan ke dalam wadah yang bersih dan dibiarkan selama 3 bulan (proses pematangan).

6) Setelah dagingnya kenyal dan cita rasa asamnya merata, ikan sudah dapat dikonsumsi.

B.Fermentasi

(13)

Fermentasi terdiri dari dua jenis berdasarkan sumber mikroorganismenya (Suprihatin, 2010) yaitu:

1) Fermentasi spontan, merupakan fermentasi bahan pangan yang tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi.

2) Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi bahan pangan yang ditambahkan mikrorganisme dalam bentuk starter atau ragi.

Mikroorganisme tersebut akan merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan, contohnya pada pembuatan tempe.

Fermentasi juga dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan bentuk produk yang dihasilkan yaitu fermentasi dengan produk akhir berbeda dari bahan baku (seperti: silase ikan, terasi ikan dan kecap ikan) dan fermentasi dengan produk akhir serupa dengan bahan baku seperti bekasam dan ikan peda (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Sementara itu, Adawyah (2011) menerangkan bahwa proses fermentasi ikan dapat dibedakan atas empat golongan yaitu:

1) Fermentasi menggunakan kadar garam tinggi, misalnya pembuatan peda, kecap ikan, terasi, dan bekasam.

2) Fermentasi menggunakan asam-asam organik, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam propionat dan asam format.

3) Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat.

(14)

10 Berdasarkan tipe fermentasi glukosa, terdapat dua jenis BAL yaitu

homofermentatif dan heterofermentatif (Lahtinen et al., 2012). Fermentasi glukosa oleh BAL homofermentatif sebagian besar menghasilkan asam laktat, sementara fermentasi glukosa oleh BAL heterofermentatif menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, dan CO2 (Salminen et al., 2004). Dijelaskan oleh Salminen et al. (2004), fermentasi 1 mol glukosa oleh BAL homofermentatif menghasilkan 2 mol asam laktatdan 2 mol adenosine trifosfat (ATP), sementara fermentasi oleh BAL heterofermentatif menghasilkan 1 mol asam laktat, etanol, CO2, dan 1 mol ATP. Beberapa jenis BAL yang tergolong heterofermentatif adalah dari genus Leuconostoc, Oenococci, Weissellas, dan beberapa jenis Lactobacillus (Lahtinen et al., 2012). Sedangkan jenis BAL homofermentatif

yaitu Streptococcus dan Pediococcus (Muchtadi dan Sugiyono, 2013), serta beberapa jenis Lactobacillus seperti Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus delbrueckii, Lactobacillushelveticus, dan Lactobacillussalivarius (Lahtinen et al.,

2012).

Sementara itu, BAL memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap stres osmotik akibat konsentrasi gula yang tinggi. BAL heterofermentatif lebih tahan terhadap kondisi lingkungan dengan tekanan osmotik tinggi (Tsakalidou dan Papadimitriou, 2011). Ketahanan BAL yang berbeda-beda tersebut akan

(15)

tahapan fermentasi, BAL yang lebih tahan asam akan mendominasi pada tahap akhir fermentasi.

BAL memiliki peran yang sangat penting dalam fermentasi bekasam. Proses fermentasi akan berhasil jika dilakukan kontrol kondisi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan BAL. Candra (2006), menerangkan bahwa BAL termasuk ke dalam golongan bakteri gram positif, sebagian besar bersifat katalase negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang dan coccus. Menurut Pato (2003), BAL didefinisikan sebagai suatu kelompok bakteri gram positif, tidak

menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang yang memproduksi asam laktat sebagai produk akhir metabolik utama selama fermentasi karbohidrat. Produksi asam laktat tersebut akan menyebabkan terjadinya penuruan pH yang juga menyebabkan munculnya rasa asam pada produk. Asam laktat bersifat antimikrobial terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang tidak tahan asam sehingga berpotensi digunakan sebagai pengawet alami makanan.

C.Fermentasi Bekasam

Fermentasi bekasam merupakan jenis fermentasi yang menggunakan kadar garam tinggi yang melibatkan BAL (Anjarsari, 2010). Bahan-bahan yang digunakan dalam fermentasi bekasam yaitu sebagai berikut.

1. Ikan

(16)

12 mengandung protein yang tinggi (Adawyah, 2011). Menurut Hadiwiyoto (1993), hasil perikanan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu hasil perikanan laut dan dan hasil perikanan darat yang diperoleh dari sungai, kolam, danau, rawa, sawah atau semua hasil perikanan yang hidupnya di air tawar. Ikan merupakan hasil perikanan yang mudah rusak. Menurut Adawyah (2011), ikan memiliki kandungan air yang tinggi (80%), pH tubuh yang mendekati netral, dan daging ikan yang sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis sehingga menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri pembusuk. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawetan dan atau pengolahan.

Salah satu bentuk pengawetan dan pengolahan yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan ikan yaitu dengan mengolahnya menjadi bekasam. Menurut Adawyah (2011), ikan yang dapat digunakan sebagai bahan baku

bekasam merupakan jenis ikan air tawar. Salah satu jenis ikan air tawar yang dapat diolah menjadi bekasam adalah Ikan Wader. Ikan Wader biasanya hidup di parit-parit yang dangkal hingga danau dan sungai yang mempunyai air jernih. Ikan Wader merupakan merupakan kelompok ikan kecil yang biasanya hidup di permukaan dan lebih menyukai daerah yang berarus tenang (Duya, 2008).

(17)

cecereh, ikan cere (Betawi), paray (Sunda), pantao, seluang (Sumatera dan

Kalimantan).

Gambar 1. Ikan Wader. Sumber: Djatmiko (2008).

Klasifikasi ilmiah Ikan Wader menurut Alamendah (2010) yaitu: Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Rasbora

Spesies : Rasbora argyrotaenia

(18)

14 digemari karena rasanya yang gurih dan renyah (Maruli, 2012). Komposisi nilai gizi Ikan Wader (Zaelani, 2012) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nilai giz iIkan Wader dalam 100 g daging.

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Kalori 84 Kal

Protein 18,2 g

Lemak 0,7 g

Kolesterol 44 mg

ZatBesi 0,4 mg

2. Garam

Garam (NaCl) adalah salah satu bahan pengawet yang banyak digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan (Hadiwiyoto, 1993). Garam bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan memberikan cita rasa pada bekasam yang dihasilkan (Adawyah, 2011). Mekanisme

pengawetan oleh garam berlangsung melalui penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan akibat perbedaan konsentrasi. Cairan yang ke luar tersebut akan melarutkan kristal garam dan partikel garam akan masuk ke dalam tubuh ikan. Partikel garam tersebut akan menyerap cairan tubuh ikan dan cairan sel bakteri sehingga akan mengganggu proses metabolisme bakteri. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mengalami kekeringan dan bahkan

(19)

Proses fermentasi sebaiknya menggunakan garam yang bermutu baik (garam dengan kandungan NaCl >90%). Secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69% Cl, bentuk kristal seperti kubus dan berwarna putih (Afrianto dan

Liviawaty, 1989). Garam yang baik adalah yang mengandung sedikit elemen Mg (Magnesium) dan Ca (kalsium). Elemen tersebut dapat memperlambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sehingga terjadi proses pembusukan dan

menyebabkan masalah dalam penyimpanan (Adawyah, 2011). Penggunaan garam demikian sangat menguntungkan, sebab penetrasinya ke dalam tubuh ikan dapat berlangsung dengan cepat dan merata. Jumlah garam yang digunakan cukup sekitar 20% agar bekasam yang dihasilkan tidak terlalu asin. Semakin tinggi konsentrasi garam, semakin tinggi daya awetnya tetapi ikan menjadi terlalu asin sehingga kurang disukai.

3. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007). Secara umum terdapat tiga macam karbohidrat berdasarkan jumlah monosakarida yang ada di dalam molekul

karbohidrat, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Karbohidrat yang tergolong monosakarida diantaranya yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Karbohidrat yang termasuk oligosakarida diantaranya yaitu sukrosa, laktosa, dan rafinosa. Karbohidrat dari golongan oligosakarida termasuk karbohidrat

(20)

16 Sementara itu, karbohidrat yang tergolong polisakarida seperti pati, glikogen, dan selulosa merupakan karbohidrat kompleks yang sukar terurai (Rochmi, 2013).

Sumber karbohidrat untuk fermentasi terbatas dalam tubuh ikan sehingga diperlukan tambahan karbohidrat dari luar (Murtini dkk., 1997). Karbohidrat dalam tubuh ikan kebanyakan berbentuk polisakarida yaitu glikogen (Hadiwiyoto, 1993). Nasi dan gula aren merupakan sumber karbohidrat yang digunakan pada proses fermentasi joruk. Godam (2012) melakukan penelitian terhadap 100 gram nasi, dengan jumlah yang dapat dimakan yaitu 100%. Komposisi nilai gizi nasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi nilai gizi nasi (100 g).

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Energi 178 KKal

Protein 2,1 g

Karbohidrat 40,6 g

Lemak 0,1 g

Kalsium 5 mg

Fosfor 22 mg

ZatBesi 1 mg

Vitamin B1 0,02 mg

(21)

kompleks yang telah diubah menjadi gula sederhana berupa monosakarida diubah oleh bakteri asam laktat menjadi asam-asam organik.

Gula aren merupakan pemanis yang bahan dasarnya alami yaitu aren. Menurut Lempang (2012), gula aren merupakan salah satu olahan makanan yang

bersumber dari hasil pengolahan air nira dari tandan bunga jantan pohon aren. Pengolahan nira hingga menjadi gula aren melalui proses perebusan hingga nira berubah menjadi cairan kental dan berwarna pekat. Gula aren mengandung beberapa unsur makro dan mikro nutrien yang diperkirakan kandungan keduanya dalam gula aren lebih tinggi dibandingkan gula putih. Menurut Baharuddin dkk. (2007), gula aren juga mempunyai kelebihan yaitu memiliki aroma yang lebih harum. Komposisi nilai gizi gula aren dapat dilihat pada Tabel 3 (Andry, 2006).

Tabel 3. Komposisi nilai gizi gula aren (100 g).

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Energi 368 KKal

Karbohidrat 95 g

Kalsium 75 mg

Fosfor 35 mg

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2014.

B. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikan Wader, garam kasar, gula aren, dan nasi. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah aquades, indikator pp, media MRSA, media PCA, garam fisiologis 0,85 %, alkohol 70%, NaOH 0,1 N, dan bahan-bahan kimia untuk analisis protein, lemak dan Total Volatile Nitrogen (TVN) yang diperoleh di Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.

(23)

tip, tabung reaksi, baskom, pisau, toples kecil dan toples besar, serta alat-alat analisis kadar protein, lemak, TVN, dan organoleptik.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) non faktorial yang terdiri dari empat ulangan. Perlakuan yang diberikan pada tiap ulangan yaitu konsentrasi gula aren (G) yang terdiri dari 6 taraf 10% (G1), 15% (G2), 20% (G3), 25% (G4), 30% (G5), dan 35% (G6) per berat bahan (b/b). Data diolah dengan sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data kemudian dianalisis lebih lanjut dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5% (Hanafiah, 2001).

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu mempersiapkan bahan-bahan dan peralatan yang akan digunakan untuk penelitian. Persiapan bahan-bahan dilakukan dengan membersihkan Ikan Wader yang dicuci bersih dan ditiriskan hingga benar-benar kering. Gula aren yang akan digunakan dikecilkan

(24)

20 peralatan yang akan digunakan untuk penelitian juga disiapkan. Setelah

persiapan bahan dan alat, selanjutnya dilakukan pembuatan joruk .

2. Pembuatan Joruk

Pembuatan joruk dilakukan sebanyak 4 ulangan dengan jumlah sampel secara keseluruhan yaitu 24 sampel. Pembuatan joruk dilakukan berdasarkan data hasil wawancara dengan beberapa pembuat joruk di Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan. Mula-mula Ikan Wader dibersihkan dari sisik dan lendir kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air yang mungkin masih tersisa. Setelah itu, Ikan Wader yang telah bersih ditimbang sebanyak 100 g dan dimasukkan ke dalam toples kecil berukuran 150 ml. Kemudian garam ditambahkan sebanyak 15% dari berat ikan (b/b) dan diaduk sampai rata. Selanjutnya ditambahkan gula sesuai perlakuan yaitu 10% (G1), 15% (G2), 20% (G3), 25% (G4), 30% (G5), dan 35% (G6) per berat ikan (b/b), lalu ditambahkan nasi sebanyak 10% dari berat ikan (b/b) dan diaduk sampai rata. Perlu diperhatikan bahwa pengadukan tidak menyebabkan nasi hancur karena nasi diinginkan terlihat hingga akhir fermentasi.

(25)

ulangan pertama. Diagram proses pembuatan joruk dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram alir pembuatan joruk yang telah dimodifikasi. Sumber: Data Primer, 2013.

Ikan wader Air

Pembersihan dan pencucian

Penirisan Air

Penimbangan ikan wader (100 g)

Penambahan garam 15% (b/b)

Penambahan gula aren sesuai perlakuan

Penambahanan nasi 10% (b/b)

Pencampuran

Penyimpanan dalam wadah bersih dan tertutup

Fermentasi selama 7 hari pada suhu ruang

(26)

22 E. Pengamatan

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah derajat keasaman (pH), total asam, total bakteri asam laktat (BAL), total mikroba, total volatile nitrogen (TVN), dan kadar air joruk. Selanjutnya perlakuan terbaik dilakukan uji

proksimat (kadar protein, kadar lemak dan kadar abu) dan uji organoleptik yang meliputi kenampakan, warna, aroma, dan rasa.

1. Derajat keasaman (pH)

Penentuan pH menggunakan pH meter berdasarkan metode dari Apriyantono dkk. (1989). Sampel ditimbang sebanyak 5 g lalu dimasukkan ke dalam 10 ml aquades, kemudian dihomogenkan. Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi selama 15–30 menit hingga stabil. Elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan kertas tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam media ekstrak ikan. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil. Sebelum pengukuran sampel, pH-meter distandarisasi dengan buffer fosfat pH 7 dan pH 4. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam standarisasi pH-meter sama dengan cara pengukuran sampel.

2. Total asam laktat

Penentuan total asam laktat dilakukan menggunakan metode titrasi dari

(27)

disaring. Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan 2–3 tetes indikator fenolftalein, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda. Perhitungan total asam sebagai persen asam laktat menggunakan rumus :

% Asam Laktat = V x N x FP x 90 x 100% B

Keterangan : V = Volume larutan NaOH (ml) N = Normalitas larutan NaOH (0,1N) B = Berat contoh (g)

FP = Faktor pengenceran 0,04

(0,04 = 10 gr dalam 250 ml = 1gr dalam 25 ml) 90 = Berat molekul asam laktat

3. Total bakteri asam laktat (BAL)

Pengujian total BAL dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan dari Fardiaz (1989). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan pengencer berupa garam fisiologis 0,85% steril sebanyak 9 ml sehingga diperoleh suspensi sampel dengan pengenceran 10-1 sampai

(28)

24 atau seperti angka 8 di atas meja. Setelah media agar memadat, cawan

dibungkus dengan kertas lalu diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 36°C –37°C selama 48 jam. Jumlah total bakteri asam laktat dihitung (skala 30–300 koloni) dan dinyatakan dalam cfu/g.

Total Bakteri Asam Laktat = jumlah koloni terhitung x 1 Faktor Pengenceran

4. Total mikroba

(29)

Total Mikroba= jumlah koloni terhitung x 1 Faktor Pengenceran

5. Total volatil nitrogen (TVN)

Analisis Total Volatil Nitrogen dilakukan dengan metode titrasi dari Apriyantono dkk. (1989). Sampel ditimbang 100 g dan ditambahkan TCA (Tricloro Acetic Acid) 5% sebanyak 300 ml dan dihancurkan dengan blender sampai homogen lalu disaring. Kemudian ekstrak TCA 5 ml ditambahkan NaOH 2 N sebanyak 5 ml lalu didestilasi. Destilat ditangkap dengan 15 ml HCl 0,01 M. Kemudian indikator pp sebanyak 2 tetes ditambahkan lalu dititrasi dengan NaOH 0,01 M standar hingga larutan berwarna oranye yang bertahan selama 15 detik (Titrasi I). Perhitungan menggunakan rumus :

Keterangan : 14 = bobot atom nitrogen

V1 = volume NaOH 0,01 N pada titrasi I W = jumlah air yang ada dalam bahan (g) M = berat sampel (g)

6. Kadar air

Pengujian kadar air dilakukan dengan pengeringan menggunakan oven (Sudarmadji dkk., 1997). Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30

(30)

26 menit dan didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3–5 jam. Kemudian sampel dalam cawan porselen didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang hingga didapat berat konstan dengan selisih penimbangan kurang dari 0,2 mg. Kadar air dihitung dengan rumus:

Keterangan : a= berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) b= berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) c= berat sampel (g)

7. Kadar protein

(31)

larutan NaOH 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es perlahan-lahan.

Setelah itu, labu Kjeldahl dipasang pada alat destilasi dan dipanaskan perlahan-lahan hingga dua lapisan cairan tercampur kemudian dipanaskan sampai

mendidih. Destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan 50 ml larutan standar HCl (0,1 N) dan 5 tetes indikator metil merah. Destilasi

dilakukan hingga destilat yang tertampung sebanyak 75 ml. Destilat

selanjutnya dititrasi dengan standar NaOH (0,1 N) hingga berwarna kuning. Larutan blanko dibuat dengan mengganti bahan dengan aquades dan dilakukan destruksi, destilasi, dan titrasi seperti bahan pada sampel. Perhitungan %N yaitu sebagai berikut:

(ml NaOH blanko ̶ ml NaOH contoh)

% N = x N NaOH x 14,008 g contoh x 10

% Protein = % N x faktor konversi Keterangan: NaOH = Normalitas NaOH

14,008 = Berat atom nitrogen

8. Kadar lemak

(32)

28 dimasukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet dalam thimble. Air pendingin dialirkan melalui kondensor dan tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut petroleum eter secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan selama 2 jam dengan pelarut yang sama. Petroleum eter yang telah mengandung ekstrak lemak dan minyak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan

diketahui beratnya kemudian diuapkan dengan penangas air sampai agak pekat. Pengeringan diteruskan dalam oven (1000C) sampai berat konstan. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak.

9. Kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan metode gravimetri dari Sudarmadji dkk. (1997). Analisis kadar abu ditentukan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran organik pada suhu 550oC. Pengukuran kadar abu dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 3–5 g dan dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah mencapai berat konstan. Cawan dan sampel dimasukkan ke dalam tanur untuk diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam. Cawan dikeluarkan dari dalam tanur setelah suhu tanur di bawah 100 oC dan dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang sampai didapatkan berat konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus :

Berat abu (g)

(33)

10. Pengujian sifat sensori

Penilaian sifat sensori joruk dilakukan dengan pengamatan terhadap kenampakan, aroma, dan rasa secara inderawi. Metode pengujian yang digunakan yaitu menggunakan metode pengujian deskriptif (Nurainy dan Nawansih, 2006). Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih dengan jumlah panelis 8 orang (Nurainy dan Nawansih, 2006). Panel yang dipilih adalah panel yang pernah atau sering mengkonsumsi ikan yang difermentasi (seperti bekasam dan rusip). Langkah pengujian sifat sensori dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama dilakukan diskusi panel untuk merumuskan serta menyamakan persepsi mengenai atribut sensori (meliputi: warna, aroma, rasa, dan kenampakan) joruk yang akan diuji. Selanjutnya pada tahap kedua panelis melakukan penilaian terhadap atribut sensori joruk. Panelis

menentukan intensitas dari masing-masing parameter yang diuji dengan menggunakan garis skala 1–10 yang telah disediakan di lembar kuisioner (lampiran).

F. Pemilihan perlakuan terbaik

(34)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Penambahan konsentrasi gula aren yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda pada beberapa parameter.

2. Perlakuan terbaik diperoleh pada penambahan 30% gula aren (berdasarkan nilai total BAL tertinggi) dengan kriteria sifat kimia dan mikrobiologi joruk yaitu pH 5,92, total asam laktat 2,88%, total BAL 10,54 log cfu/g, total mikroba 11,80 log cfu/g, TVN 156,32 mg/100g, dan kadar air 56,92%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk memperhatikan proses pembuatan joruk yaitu pada tahap pencampuran bahan dipastikan pengadukan tidak

(35)
(36)

9. Kadar abu ... 28

10. Pengujian sifat sensori... 28

F. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Derajat Keasaman (pH) ... 30

B. Total Asam Laktat ... 32

C. Total Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 35

D. Total Mikroba ... 38

E. Total Volatil Nitrogen (TVN) ... 40

F. Kadar Air ... 42

G. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 49

A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN Lembar kuisioner pengujian sifat sensori joruk ... 56

Data pengujian sifat sensori joruk perlakuan terbaik ... 57

Tabel 13–40 ... 58

Gambar 3–27 ... 72

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2011. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. 160 hlm.

Afrianto, E., dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. 125 hlm.

Alamendah. 2010. Ikan Wader Jenis dan Macamnya http://alamendah.org/2010 /06/08/ikan-wader-jenis-macamnya/. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013. Andry,H. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran Elektrokardiogram (ECG). Jakarta. 322 hlm.

Anihouvi, V.B., G.S. Ayernor, J.D. Hounhouigan, and E.S. Dawson. 2006. Quality Characteristics of Lanhouin: A Traditionally Processed Fermented Fish Product in The Republic of Benin. African Journal of Food

Agriculture Nutrition and Development 6 (1): 1–15.

Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani: Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha Ilmu. Jakarta. 273 hlm.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati., Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 233 hlm.

Ariyanto, D.H., F. Hidayatulloh, dan J. Murwono. 2013. Pengaruh Penambahan Gula terhadap Produktivitas Alkohol dalam Pembuatan Wine Berbahan Apel Buang (Reject) dengan Menggunakan Nopkor MZ.11. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri 2(4): 226–232.

Australian Food Standards Code. 2001. Australian Food Standards Code for Fish and Fish products (2nd Edition). Australia New Zealand Food Authority. 215 hlm.

Baharuddin, M. Muin, dan H. Bandaso. 2007. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) sebagai BahanPembuatan Gula Putih Kristal. Jurnal Perennial 3(2):40-43.

Buckle, K.A., R.A. Edwar, G.H. Fleet, M.M. Woodon. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan. UI-Press. Jakarta. 365 hlm.

(38)

51 Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Data Primer. 2013. Informasi tentang Joruk dari 10 Responden pada tanggal 7– 13 Oktober 2013.

Desniar, I. Rusmana, A. Suwanto, and N.R. Mubarik. 2013. Characterization of Lactic Acid Bacteria Isolated From an Indonesian Fermented Fish

(Bekasam) and Their Antimicrobial Activity Against Pathogenic Bacteria. Department of Aquatic Product Technology. Faculty of Fisheries and Marine Sciences. Bogor. Emir. J. Food Agriculture 25 (6): 489-494. Djatmiko,W.A. 2008. Gambar Ikan Wader.http://jv. wikipedia. org/wiki/

Gambar:Lunjar_070909_0180_rwg.jpg. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Duya, N. 2008. Ichtiofauna Perairan di Sungai Musi Kejalo Curup Bengkulu. Jurnal Gradien 4(2):394-396.

Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 283 hlm.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 283 hlm. Godam. 2012. Isi Kandungan Gizi Nasi.

http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-nasi-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013.

Goutara dan S. Wijandi. 1980. Dasar-dasar Pengolahan Gula. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. liberty. Yogyakarta. 275 hlm.

Hadiyanti, M.R., M. Rizky, dan P.R. Wikandari. 2013. Pengaruh Konsentrasi dan Penambahan Bakteri Asam Laktat Lactobacillus plantarum B1765 sebagai Kultur Starter terhadap Mutu Produk Bekasam Bandeng (Chanos chanos). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Surabaya. Jurnal Kimia 2 (3):136–143.

(39)

Hermansyah. 1999. Konsentrasi Garam dan Karbohidrat dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Bekasam Kering Ikan Mas (Ciprinuscarpio) (Tesis S2). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Heruwati, S.E. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Jurnal Litbang Pertanian 21(3): 92–99. Howlett, J. 2008. Functional Foods: From Science to Health and Claims.

International Life Sciences Institute Europe.ISBN 9789078637110.

Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and Technology of Fermented Foods. USA: IFT Press.Blackwell Publishing.473 hlm.

Indrayana, Y. Ikan Wader Bintik Dua. http://fwflovers.blogspot.com/2012/12/ ikan-wader-bintik-dua.html. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013. Kalista, A., A. Supriadi, dan S.H. Rachmawati. 2012. Bekasam Ikan Lele

Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Penggunaan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Universitas Sriwijaya. Jurnal FishtecH 1(1): 102–110.

Kerr, M., P.P Lawicki, S. Aguirre, and C. Rayner. 2002. Effect of Storage Conditions on Histamine Formation in Fresh and Canned Tuna. State Chemistry Laboratory Food Safety Unit. Department of Human Service. Werribee: 5–20.

Koesoemawardani, D, Yuliana, N dan Susilawati. 2006. Optimasi Proses Fermentasi Rusip Menggunakan Bakteri Asam Laktat. Laporan Penelitian Riset Grand TPSDP Batch I. Universitas Lampung.

Koeseomawardani, D. 2007. Analisis Sensori Rusip dari Sungailiat-Bangka. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 12(2): 36–39.

Koesoemawardani, D., Susilawati dan N. Irawan. 2011. Karakteristik Rusip Akibat Suhu dan Lama Pemanasan Gula Aren yang Berbeda. Prosiding Seminar Hasil. Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. ISBN: 978.979.8510-22.9: 97–106.

(40)

53 Lahtinen, S., A.C. Ouwehand, S.Salminen, and A.V. Wright. 2012. Lactic Acid

Bacteria: Microbiological and Functional Aspects. CRC Press and Francis Group.ISBN 978-1-4398-3677-4.761 hlm.

Lempang, M. 2012. Pohon Aren dan Manfaat Produksinya. Balai Penelitian Kehutanan Makassar. Info Teknis EBONI9 (1): 37–54.

Marga. 2011. Bekasam Makanan Asli Orang Kubu Palembang. http://www. fishyforum.com/fishysalt/fishydine/44638-bekasam-makanan-asli-orang-kubu-palembang.html. Diakses pada tanggal 29 September 2013. Maruli, A. 2012. Seluang Goreng di Pinggir Sungai Musi. http://www.

antaranews.com/berita/345189/seluang-goreng-di-pinggir-sungai-musi. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2013.

Muchtadi, R.T. dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Penerbit Alfabeta. Bogor. 320 hlm.

Murtini, T.J., E. Yuliana, Nurjanah, dan S. Nasran. 1997. Pengaruh Penambahan Starter Bakteri Asam Laktat pada Pembuatan Bekasam Ikan Sepat

(Trichogaster trichopterus) terhadap Mutu dan Daya Awetnya. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia III(2):71–82.

Nisa, C.F., J. Kusnadi, dan R. Chrisnasari. 2008. Viabilitas dan Seleksi Sub Letal Bakteri Probiotik pada Susu Kedelai Fermentasi Instan Metode Pengeringan Beku (Kajian Jenis Isolat dan Konsentrasi Sukrosa sebagai Krioprotektan). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal Teknologi Pertanian 9 (1): 40–51. Nurainy, F. dan O. Nawansih. 2006. Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar

Lampung. 123 hlm.

Nurcahyo, H. 2011. Diktat Bioteknologi. Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta. Nurhayati. 1996. Mempelajari Kontribusi Flavor Gula Merah pada Pembentukan

Flavor Kecap Manis (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

(41)

Pato, U. 2003. Potensi Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari Dadih untuk Menurunkan Resiko Penyakit Kanker. Jurnal Natur Indonesia 5(2)ISSN 1410-9379:162–166.

Poedjiadi, A. dan F.M.T. Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 472 hlm.

Rhee, J.S., J-E.Lee.,dan C-H. Lee. 2011. Importance of Lactic Acid Bacteria in Asian Fermented Foods. BioMed Central Ltd. Netherlands.

Rochmi. N. 2013. Gula dan Karbohidrat Apa Bedanya. http://www.tempo.co/ read/news/2013/10/16/060521907/gula-dan-karbohidrat-apa-bedanya. Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Sahlin, P. 1999. Fermentation as a Method of Food Processing Production of Organic Acids, pH-Development and Microbial Growth in Fermenting Cereals. Division of Applied Nutrition and Food Chemistry. Lund Institute of Technology. Lund University. 63 hlm.

Salminen, S., A.V. Wright and A. Ouwehand. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspects Third Edition, Revised and Expanded. Marcel Dekker, Inc..Cimarron Road Monticello New York.ISBN: 0-8247-5332-1. 628 hlm.

Sastra, W. 2008. Fermentasi Rusip. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soetrisno, S.S.U. dan R.R.S. Apriyantono. 2005. Mutu Gizi dan Keamanan Bekasam Produk Fermentasi Ikan Teri secara Spontan dan Penambahan Kultur Murni. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan28(1):38–42.

Sudarmadji, S.,B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Penerbit Liberty. Yogyakarta. 160 hlm.

Sukmawardani, P.A., T. Setyawardani, dan T.Y. Astuti. 2013. Nilai pH, Jumlah Mikroba, Jumlah Bakteri Asam Laktat Keju Probiotik yang Dibuat dengan Tiga Level Kultur Bakteri Asam Laktat. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2): 525–530.

(42)

55 Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Sumardi, S.R. 2008. Keragaman Mikroorganisme Selama Proses Fermentasi Bekasam Ikan Mas (Cyprinuscarpio) (Skripsi). Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit UNESA University Press. ISBN : 978-602-8915-50-2. 43 hlm.

Tsakalidou, E. dan K. Papadimitriou. 2011. Stress Responses of Lactic Acid Bacteria. Food Microbiology and Food Safety. Springer Science and Business Media. New York. ISBN 978-0-387-92770-1. 530 hlm. Wikandari, R.P., Suparmo, Y. Marsono, dan E.S. Rahayu. 2012. Karakterisasi

Bakteri Asam Laktat Proteolitik pada Bekasam. Jurnal Natur Indonesia 14(2):120–125.

Zaelani, A.2012. Kandungan Gizi pada Ikan. http:// penyuluhankelautan

Gambar

Gambar 1. Ikan Wader.
Tabel 1. Komposisi nilai giz iIkan Wader dalam 100 g daging.
Tabel 2. Komposisi nilai gizi nasi (100 g).
Tabel 3. Komposisi nilai gizi gula aren (100 g).
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara demikian, pompa sentrifugal akan dapat memindahkan atau memompakan fluida ketempat- tempat yang lebih jauh atau lebih tinggi, jadi dalam hal ini pompa

Teknik mempengaruhi orang lain adalah legal atau sah karena apa yang dilakukan hanyalah bagaimana menggunakan potensi yang ada dalam diri anda sendiri untuk mendatangkan

Berdasarkan analisis ragam, menunjukkan bahwa perlakuan beberapa spesies Trichoderma berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat keparahan penyakit antraknosa pada buah

of which: instruments issued by subsidiaries subject to phase out Modal yang diterbitkan Entitas Anak yang termasuk phase out - - Regulatory adjustments applied

Menurut Kasipilai dan Jabbar (2003), dengan melihat dari berbagai disiplin ilmu seperti akuntansi, ekonomi, ilmu politik, administrasi publik, dan psikologi,

4) Sampah adalah buangan zat padat atau yang berhubungan dengan bahan hasil kegiatan masyarakat umum yang tidak digunakan lagi atau dikesampingkan (American Public

Dilihat dari hasil jawaban kuesioner dukungan suami didapatkan data bahwa dukungan yang paling banyak tidak diterima atau dirasakan ibu dari 3 responden tersebut

Laporan Praktek Kerja Nyata berjudul “Mekanisme Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Penghasilan Tenaga Kontrak Pada Unit Pelaksana