• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama, Kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama, Kota Depok"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH

KAWASAN DEPOK LAMA,

KOTA DEPOK

ARI BUDIYANTO

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguran tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Ari Budiyanto

NIM A44100031

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak

(4)

ABSTRAK

ARI BUDIYANTO. Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok. Dibimbing oleh NURHAYATI H.S. ARIFIN.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter lanskap sejarah, menganalisis nilai signifikansi, dan menyusun konsep pelestarian bagi lanskap sejarah kawasan Depok Lama. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah pendekatan Goodchild (1990), dengan tahapan penelitian meliputi inventarisasi data, analisis, dan sintesis. Depok Lama merupakan lanskap sejarah bertipe pemukiman kolonial yang dapat dirinci ke dalam 3 zona (I, II, III) didasarkan pada penggunaan lahan oleh masyarakat dimasa kolonial yang mengacu pada peta Depok Lama tahun 1924. Zona I adalah area pusat pemerintahan dan awal pemukiman di Depok Lama, memiliki nilai signifikansi tinggi. Zona II atau area perkembangan pemukiman memiliki nilai signifikansi sedang. Zona III yaitu area yang awalnya berupa cagar alam, rawa, dan semak, saat ini didominasi oleh pemukiman sehingga nilai signifikansinya rendah. Konsep pelestarian yang diusulkan adalah “keep the remaining”. Tindakan pelestarian yang diterapkan pada zona I (zona inti) adalah revitalisasi, zona II (zona penyangga) diupayakan untuk penggunaan adaptif, dan zona III (zona penyangga) yaitu konservasi untuk elemen lanskap sejarah berupa Tahura Depok, Sumur dan Situ Pancoran Mas, dan penggunaan adaptif untuk area di luar ke 3 elemen lanskap sejarah tersebut.

Kata kunci: Lanskap sejarah, pelestarian Depok Lama, pemukiman kolonial, rekomendasi pelestarian, zonasi Depok Lama.

ABSTRACT

ARI BUDIYANTO. Historical landscape conservation of Old Depok region, Depok City. Supervised by NURHAYATI H.S. ARIFIN.

The objectives of this study is to determine the historical landscape character, analyse the significance value, and make a concept for historical landscape conservation in Old Depok. The method used in this study was Goodchild (1990) approach, which included the stages of data inventory, analysis, and synthesis. Old Depok is a historical landcape colonial settlement type, which can be divided into 3 zones (I, II, III) based on its landuse by people in colonial era according to Depok map 1924. Zone I is the center of government area and early settlement in Old Depok, has a high significance value. Zone II is a residential development in Old Depok, has an average significance value. Zone III is an area that originally was nature reserve, swamps, and bush, which is currently dominated by setllement, has low significance value. The selected conservation concept is “keep the remaining”. Conservation strategy can be applied into zona I (core zone) is revitalization, while zone II (buffer zone) is adaptive use, and zone III (buffer zone) is conservation for its historical landscape element such as Tahura Depok, Pancoran Mas Lakes and Wells, and adaptive use for the area outside the 3 historical landscape elements.

(5)

PELESTARIAN LANSKAP SEJARAH

KAWASAN DEPOK LAMA,

KOTA DEPOK

ARI BUDIYANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama, Kota Depok Nama : Ari Budiyanto

NIM : A44100031

Disetujui oleh

Dr Ir Nurhayati H.S. Arifin, MSc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Juni 2014 ini ialah lanskap sejarah dengan judul Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama, Kota Depok.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini:

1. Dr Ir Nurhayati H.S. Arifin, MSc, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan beragam pengarahan selama kegiatan penyusunan skripsi ini,

2. Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan selama mengikuti pendidikan di IPB, 3. Ibu dan Kakak yang selalu memberikan semangat dan dukungan,

4. Bapak Yano Jonathans dan staf Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein yang telah memberikan banyak referensi mengenai sejarah Depok Lama,

5. Ermanila, MMpd dan staf Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata Seni dan Budaya Kota Depok, serta staf Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok,

6. masyarakat dari dalam dan luar kawasan Depok Lama yang telah bersedia menjadi responden untuk pengisian kuisioner,

7. Dr Kaswanto yang telah banyak memberi masukan dalam kolokium dan seminar. Dr Aris Munandar dan Fitriyah Nurul H Utami ST, MT yang telah berkenan menjadi dosen penguji skripsi,

8. Morita dan Aya, rekan penelitian satu Kota Depok yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data,

9. sahabat baik selama di TPB dan Lanskap 47 yang selalu memberikan semangat.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2014

Ari Budiyanto

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

Kerangka Pikir 2

TINJAUAN PUSTAKA 4

Lanskap Sejarah 4

Tanah Partikelir 5

Arsitektur Rumah Tinggal Kolonial 5

Cagar Budaya 6

Pelestarian Lanskap Sejarah 7

METODOLOGI 10

Tempat dan Waktu Penelitian 10

Batasan Studi 11

Metode Penelitian 11

KONDISI UMUM 16

Kota Depok dan Pancoran Mas 16

Asal Mula Nama Depok 19

Sejarah Kota Depok 19

Kehidupan Masyarakat Depok Lama 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 29

Karakteristik Lanskap Sejarah Depok Lama 29

Elemen Lanskap Sejarah Depok Lama 30

Kebijakan Pelestarian Lanskap Sejarah Kawasan Depok Lama 50

Assesment Lanskap Sejarah Depok Lama 51

Persepsi dan Dukungan Masyarakat 61

Rekomendasi Pelestarian 64

(10)

Kesimpulan 70

Saran 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN 74

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan dalam inventarisasi 11

2 Kriteria penilaian keaslian (originality) 13

3 Kriteria penilaian keunikan (uniqueness) 13

4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian 17

5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan 18

6 Jumlah penduduk menurut agama 18

7 Nama jalan di Depok Lama tempo dulu 30

8 Sebaran elemen lanskap sejarah berdasarkan karakteristik lanskapnya 31 9 Rumah tinggal bergaya kolonial di kawasan Depok Lama 44 10 Penilaian keaslian lanskap sejarah kawasan Depok Lama 53 11 Penilaian keunikan lankap sejarah kawasan Depok Lama 55 12 Penilaian signifikansi lanskap sejarah kawasan Depok Lama 58 13 Pendapat masyarakat Depok Lama mengenai eksistensi bangunan tua di

kawasan Depok Lama 62

14 Pendapat masyarakat di luar Depok Lama mengenai eksistensi bangunan

tua di kawasan Depok Lama 64

15 Pembagian zonasi pelesatarian 65

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir 3

2 Peta Kelurahan Depok dan Pancoran Mas 10

3 Tahapan penelitian 15

4 Peta Kecamatan Pancoran Mas 16

5 Peta penggunaan lahan di Kecamatan Pancoran Mas 17

6 (a) Sumur 7 Beji, (b) Makam Ratu Anti 20

7 Peta Depok tahun 1917 21

8 Proses pemungutan tjoeke 23

9 Perlawanan di Depok 24

10 Murid-murid di Sekolah Depok tahun 1930 26

11 (a) Sinterklas 1930, (b) Cornelis Chastelein Dag,

(c) Pawai Obor 2014, (d) Ibadah Misa 27

12 Peta rute dan lokasi perayaan serta mitos dan legenda di Depok Lama 28

13 Peta Depok Lama tahun 1924 29

14 Peta persebaran lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 32 15 (a) YLCC tahun 1978, (b) YLCC tahun 2014,

(c) Jendela di samping kiri, dan (d) Pintu belakang YLCC 33 16 (a) Gereja Immanuel tahun 1980, (b) Gereja Immanuel tahun 2014, 34 17 (a) Gemeente Huis dan Tugu Chastelein, (b) Tampak depan R.S Harapan

Depok, (c) Tampak samping kiri, dan (d) Plafon yang sedikir rusak 35 18 (a) Eben Haezer, (b) Tampak depan SMA Kasih 2014

(12)

(c) Bagian belakang SD, dan (d) Ruang kelas baru 37 20 (a) Makam Johanna Maria Karts, (b) Makam Adolf Van der Capellen 37 21 (a) Signage Lapangan Olahraga YLCC, (b) Rumput lapangan 38 22 (a) Sumur Pancoran Mas, (b) Situ Pancoran Mas 39 23 (a) Pintu masuk Tahura Depok, (b) Reklame di area tahura 39 24 (a) Alat pengukur ketinggian air pada kaki jembatan,

(b) Ilalang di Jembatan Panus 40

25 (a) Seminari lama, (b) Gereja Pasundan 2014 41

26 Tiang telepon di Jalan Kartini 41

27 Depo PLN 42

28 Gedung Kantor Pos Depok 42

29 (a) Stasiun Depok 1939, (b) Stasiun Depok 2014 43 30 Peta pembagian zona penilaian lanskap sejarah kawasan Depok Lama 52 31 Peta keaslian lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 54 32 Peta keunikan lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 56 33 Peta signifikansi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama 59 34 Peta penggunaan lahan di kawasan Depok Lama 2009 60 35 Peta komposit signifikansi lanskap sejarah dan penggunaan lahan di

kawasan Depok Lama 61

36 Peta zona dan tindakan pelestarian lanskap sejarah kawasan Depok Lama 68

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Depok sebagai salah satu kota historis yang terletak diantara kota-kota penting dimasa lalu yaitu Batavia dan Buitenzorg, tentunya tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjalanannya. Peristiwa demi peristiwa yang terangkum bergantian mengikuti alur zaman dan baik langsung atau pun tidak langsung telah mempengaruhi bentuk tampilan Kota Depok saat ini. Bukti-bukti arkeologis yang telah ditemukan menunjukkan bahwa Depok terbagi ke dalam beberapa pembabakan sejarah, dimulai dari zaman prasejarah hingga pada pembentukan Kota Depok sekarang, yang membuat budaya Depok kian beragam. Hal tersebut dapat terjadi karena pada setiap masanya, masyarakat mempunyai sistem pemikiran tersendiri yang disesuaikan dengan teknologi yang ada dan berkembang saat itu. Kekhasan dan keberagaman budaya Depok dapat terlihat dari beragam sisa peninggalan yang cukup berbeda antara satu zaman dengan yang lainnya, antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lainnya, meskipun seringkali ditemukan perpaduan diantara keduanya (Disporaparsenbud 2013).

Sejarah berdirinya Kota Depok diawali pada zaman prasejarah tepatnya di masa megalitikum, dilanjutkan dengan zaman Pajajaran diakhir abad ke-15, hingga kemudian Depok dikuasai oleh kolonial Belanda. Pada masa kolonial inilah dikenal adanya Depok Lama, tanah partikelir yang didirikan oleh Cornelis Chastelein, mantan pejabat di Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Kongsi Perdagangan Hindia Timur, untuk usaha pertaniannya. Chastelein mendatangkan 150 orang budak dari berbagai wilayah seperti Jawa, Bali, dan Sulawesi untuk mengolah lahannya di Depok. Para budak inilah yang menjadi cikal bakal dari 12 marga Depok atau yang sering disebut sebagai “Belanda Depok”. Mereka terdiri dari Bacas, Isakh, Jonathans, Joseph, Laurentz, Leander, Loen, Samuel, Soedira, Tholense, Jacob, dan Zadokh (Soedira 2013).

Depok Lama sebagai kawasan bersejarah memiliki peninggalan berupa lanskap sejarah dengan elemen-elemen yang ada di dalamnya, yang menjadi bukti nyata bagimana kehidupan masyarakat saat itu. Depok Lama yang sekarang identik dengan Kelurahan Depok merupakan tempat bermukimnya komunitas “Belanda Depok”. Rumah tinggal bergaya kolonial, gereja, sekolah, pemakaman, dan jembatan tua masih dapat ditemui di kawasan ini. Namun, modernisasi dan pembangunan kota yang begitu pesat, disertai lokasi Depok Lama yang berada dekat dengan pusat pemerintahan Depok di Jalan Margonda membuat keberadaan kawasan ini cukup terancam. Upaya pelestarian dan perhatian pemerintah yang selama ini minim dengan masih belum ditetapkannya kawasan Depok Lama beserta elemen lanskap sejarah di dalamnya sebagai kawasan, benda, atau bangunan cagar budaya, membuat pemilik dapat dengan mudah memperjualbelikan bangunan tersebut tanpa peduli dengan maksud dan tujuan selanjutnya. Akibatnya, cukup banyak bangunan bersejarah yang hancur karena pengalihgunaan lahan untuk pendirian gedung baru seperti kompleks pertokoan, rumah sakit, stasiun pengisian bahan bakar (SPBU), dan lainnya.

(14)

menemui kendala atau pertentangan terkait hak-hak kepemilikan dari pemilik benda peninggalan sejarah yang cenderung berkuasa atas apa yang dimiliknya. Kurangnya pemahaman akan pentingnya menjaga benda tersebut, adanya beban dan tuntutan ekonomi yang kian mendesak, serta harga jual bangunan tua yang cukup tinggi, seringkali membuat para pemilik rumah tua di Depok Lama lebih senang untuk menjualnya. Kemudian, para pemilik yang umumnya orang asli Depok berpindah ke daerah lain di sekitar Depok, sedangkan Depok Lama lambat laun diisi oleh para pendatang yang sebetulnya kurang mengerti seluk beluk sejarah tempat itu. Keadaan seperti ini dikhawatirkan akan semakin menurunkan dan mengaburkan nilai sejarah kawasan beserta elemen lanskap sejarah di dalamnya.

Dilatarbelakangi hal itulah, penelitian mengenai lanskap sejarah ini menjadi perlu untuk dilakukan agar dapat mengetahui karakter, kondisi, dan signifkansi lanskap sejarah di Depok Lama. Selanjutnya hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi usulan konsep pelestarian bagi kawasan Depok Lama dan bahan masukan bagi pemerintah Kota Depok dalam melestarikan kawasan tersebut.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap sejarah Depok Lama, (2) menganalisis nilai keaslian, keunikan, dan sigifikansi lanskap sejarah Depok Lama, dan (3) memberikan sintesis berupa rekomendasi pelestarian bagi kawasan Depok Lama.

Manfaat

Manfaat dilakukannya penelitian adalah (1) memberikan informasi mengenai karakter dan kondisi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama, (2) mengetahui nilai keaslian, keunikan, dan signifikansi lanskap sejarah Depok Lama, (3) memberikan usulan rekomendasi pelestarian bagi kawasan Depok Lama yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pemerintah Kota Depok, dan (4) menambah pengetahuan bagi penulis terkait pelestarian lanskap sejarah.

Kerangka Pikir

(15)

Gambar 1 Kerangka pikir Kawasan Depok Lama

Pengalihgunaan lahan di sekitar kawasan

kurang sesuai

Pelestarian kawasan Depok Lama

Karakter lanskap sejarah kawasan Depok Lama menurun

Persepsi dan dukungan masyarakat Kondisi lanskap

sejarah dan signifikansi sejarah

Rekomendasi pelestarian berupa usulan konsep, tindakan pelestarian, dan zonasi pelestarian

Elemen lanskap sejarah sebagian rusak dan hilang

Perhatian pemerintah kurang, kepedulian masyarakat rendah

Kebijakan pemerintah Kota

Depok

Penggunaan lahan dan rencana strategis

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Sejarah

Simonds dan Starke (2003) mendeskripsikan bahwa lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui panca indera yang dimiliki manusia. Lanskap biasanya tersusun oleh elemen-elemen pembentuk yang terdiri atas elemen mayor yang sulit untuk dimodifikasi, dan elemen minor yang mudah untuk diubah bentuknya. Elemen ini juga dapat dikelompokkan kedalam natural landscape atau man made landscape. Menurut Harris dan Dines (1988), lanskap sejarah didefinisikan sebagai lanskap dari masa lalu dan merupakan bentuk fisik dari keberadaan manusia diatas bumi. Nurisyah dan Pramukanto (2001), menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah apabila mengandung satu atau beberapa kriteria:

1. kriteria umum:

a. etnografis, merupakan produk khas sistem ekonomi dan sosial suatu kelompok masyarakat, contohnya rural landscape dan urban landscape,

b. associative, lanskap berhubungan dengan suatu peristiwa, legenda masyarakat, tokoh, dan sebagainya,

c. adjoining, lanskap sebagai bagian dari unit, monumen, atau struktur bangunan tertentu,

2. kriteria khusus:

a. lanskap merupakan suatu contoh penting yang harus dihargai,

b. mengandung bukti sejarah, baik yang tampak di atas maupun di bawah permukaan tanah dan menarik untuk dikaji lebih lanjut,

3. memiliki kaitan dengan masyarakat atau peristiwa sejarah yang penting, dengan alasan atau latar belakang:

a. peranan sejarah, suatu tempat menjadi lokasi bagi peristiwa penting yang membentuk ikatan simbolis antara peristiwa dahulu dan sekarang, b. kejamakan, lanskap merupakan wakil, contoh, atau tipe dari suatu

lanskap tertentu,

c. kelangkaan, lanskap menjadi satu-satunya contoh yang masih tersisa, d. keistimewaan, lanskap termasuk istimewa karena tertua, terbesar, dan

sebagainya,

e. estetik, pelestarian dilakukan karena memiliki prestasi khusus dari suatu gaya tertentu,

4. mengandung nilai-nilai yang terkait bangunan bersejarah, monumen, taman, dan sebagainya.

Setiap lanskap yang ada baik alami maupun buatan, masing-masing mempunyai karakter tersendiri yang membuatnya unik dan bernilai. Menurut Waterman (2009), karakter lanskap merupakan pengaturan dari atribut, baik

(17)

1. historic atau prehistoric feature yang berada baik di atas tanah atau bawah permukaan air,

2. informasi sejarah yang berhubungan dengan tapak seperti legenda, cerita rakyat, dan lainnya.

Tanah Partikelir

Berdasarkan Kanbali (1990), tanah partikelir (particuliere landerijen) dibentuk pertama kali pada masa Gubernur Jendral Pieter de Carpentier pada tahun 1623-1627. Tanah ini adalah tanah-tanah yang dikuasai oleh orang-orang partikelir (swasta) yaitu orang Belanda, Inggris, Arab, Tiongkok, yang diperoleh dengan cara membeli dari pemerintah. Awalnya, pemerintah kolonial hanya memberikan tanah partikelir kepada orang-orang yang dipercayainya saja seperti kepala kampung atau komandan pribumi. Namun, keberadaan tanah partikelir kemudian dikomersilkan untuk menambah pemasukan kas negara. Menurut UU No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir, disebutkan bahwa tanah partikelir memiliki hak-hak pertuanan (heerlijke rechten) yang dapat mengatur hubungan antara pemilik dan penduduk didalamnya. Penduduk umumnya adalah penggarap lahan yang telah mendapat izin untuk mengolah tanah-tanah yang ada dan mendapatkan bagi hasil dari pemiliknya. Tuan tanah memiliki kewenangan untuk mengangkat atau memberhentikan kepala desa, menuntut kerja paksa, menarik pungutan uang atau hasil tanah, mendirikan pasar dan membuat peraturan desa. Keadaan ini memunculkan istilah staaties binnen de staat yaitu adanya negara kecil di dalam negara.

Keberadaan tanah partikelir diakui secara resmi pada tahun 1705 dimasa Cornelis Chastelein yang memiliki tanah partikelir cukup luas di selatan Batavia dari Weltreveden (Jakarta Pusat) sampai Depok. Penjualan tanah partikelir setelah 1829 ditiadakan dan pada awal abad 19 untuk meminimalisir adanya bahaya keamanan dan ketertiban atas banyaknya tanah partikelir tersebut, terpaksa membuat pemerintah kolonial memutuskan untuk membeli kembali tanah-tanah itu. Namun, proses pembelian banyak terhambat karena para tuan tanah enggan menjual tanah miliknya dengan harga murah. Tanah partikelir secara resmi dihapuskan oleh pemerintah Indonesia setelah dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 1958 pada masa kemerdekaan.

Arsitektur Rumah Tinggal Kolonial

Berdasarkan Trihayati (2005), Belanda pada awalnya mendirikan bangunan-bangunan berupa gudang, benteng, dan rumah tinggal yang dibangun dengan menggunakan bambu dan atap daun kelapa. Pada masa selanjutnya, rumah-rumah tinggal dibangun permanen dengan dinding batu bata. Bentuk rumah tinggal tersebut terbagi dalam 3 gaya arsitektur yaitu:

(18)

bangunan umumnya sejajar tembok tanpa overstek. Gaya ini tidak cocok diterapkan di iklim tropis,

2. gaya Hindia-Belanda (Nederlands-Indisch stijl) yaitu gaya arsitektur dimana bangunan rumah tinggal mulai disesuaikan dengan iklim dan lingkungan tropis. Bangunan umumnya dilengkapi overstek yang membuat atap bangunan lebih lebar dari tembok. Bentuk bangunan 2 lantai dengan pintu dan jendela yang dibuat lebih tinggi dan lebar serta simetris pada fasad bangunan,

3. gaya Indis (Indischhe stijl) yaitu gaya arsitektur rumah tinggal kolonial yang seluruhnya beradaptasi dengan iklim tropis dan mengadopsi bentuk rumah tradisional Jawa. Bangunan rumah dibuat dengan ukuran besar, 1 lantai, teras lebar dengan atap bangunan tinggi dan lebar.

Ketiga gaya arsitektur tersebut berkembang pada periode 1700-1820. Selanjutnya pada akhir abad 19 muncul gaya baru dalam arsitektur kolonial di Hindia Belanda, yaitu Neo-Klasik dengan denah simetris, atap perisai, dan pilar-pilar di teras depan dan belakang. Pada awal abad ke-20 terdapat beberapa gaya dalam arsitektur modern yang terdiri dari: Rasionalisme, Amsterdam School, Nieuwe Bouwen.

Cagar Budaya

Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dimaksud dengan cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya baik di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Benda cagar budaya dapat didefinisikan sebagai benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan beratap. Struktur cagar budaya yaitu susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan menyatu dengan alam, sarana dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Sedangkan kawasan cagar budaya berarti satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai cagar budaya apabila memenuhi kriteria:

1. berusia 50 tahun atau lebih,

2. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun,

3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan,

4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

(19)

tidak dapat memiliki cagar budaya kecuali jika telah tinggal dan menetap di Indonesia.

Mekanisme register nasional cagar budaya didahului dengan pendaftaran oleh para pemilik kepada pemerintah kabupaten atau kota yang dilengkapi dengan deskripsi dan dokumentasi. Hasil pendaftaran yang didapat kemudian dikaji oleh tim ahli cagar budaya, tujuannya untuk melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, atau lokasi untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Selanjutnya, bupati atau walikota akan mengeluarkan penetapan status cagar budaya paling lama 30 hari setelah rekomendasi diterima dari tim ahli. Surat keterangan status dan kepemilikan akan dikeluarkan setelah cagar budaya tercatat dalam register nasional.

Pelestarian Lanskap Sejarah

Menurut Nurisyah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap sejarah didefinisikan sebagai usaha manusia untuk melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan negatif atau yang merusak keberadaan dan nilai yang dimilikinya. Pelestarian ini bertujuan untuk memberikan kualitas yang lebih baik bagi kehidupan masyarakat berdasarkan kekuatan aset-aset budaya lama, melalui pengadopsian program-program yang menarik dan kreatif, berkelanjutan, partisipatif dengan memperhitungkan estimasi ekonomi.

Secara lebih spesifik, Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan bahwa pentingnya pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya dan sejarah, adalah untuk:

1. mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter spesifik suatu kawasan, seperti pada kawasan Pecinan dan kota lama Jakarta,

2. menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal atau kawasan, misalnya keberadaan areal sejarah di suatu kawasan modern akan memiliki kesan visual dan sosial yang berbeda,

3. memenuhi kebutuhan psikis manusia, untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau, masa kini dan masa depan yang tercermin dalam obyek atau lanskap untuk selanjutnya dikaitkan dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas diri suatu kelompok masyarakat tertentu,

4. memberikan motivasi ekonomi, karena suatu peninggalan sejarah atau budaya akan memiliki nilai yang tinggi apabila dipelihara baik, dan dapat mendukung perekonomian kota dan daerah jika dapat dikembangkan sebagai kawasan tujuan wisata,

5. menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu, contohnya pada kawasan Pecinan dan Kampung Bugis.

Harris dan Dines (1988) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya pelestarian lanskap sejarah antara lain untuk:

(20)

2. mengkonservasi sumberdaya, misalnya untuk menyelamatkan pohon, semak dan jenis tanaman lainnya, serta memperpanjang kehidupan suatu fitur dari sebuah tapak,

3. memfasilitasi pendidikan lingkungan, misalnya untuk mengilustrasikan suatu proses atau teknologi masa lampau,

4. mengakomodasi perubahan kebutuhan kawasan kota, tepi kota, ataupun pedesaan.

Sementara, Goodchild (1990) dalam Anggraeni (2011) menyatakan bahwa pelestarian lanskap bersejarah perlu dilakukan atas sebuah lanskap dikarenakan adanya beberapa alasan seperti:

1. lanskap bersejarah merupakan bagian penting dari warisan budaya (cultural heritage) yang keberadaannya dapat dijadikan sebagai referensi atau

landmark yang dapat dimengerti dan bernilai penting,

2. merupakan bagian dari bukti fisik atau arkeologi dari sejarah suatu warisan budaya,

3. lanskap memberi kontribusi bagi keberlanjutan dalam pembangunan kehidupan berbudaya. Lanskap dapat dimanfaatkan sebagai suatu obyek yang dapat dikunjungi dan dipelajari untuk keperluan edukasi,

4. lanskap bersejarah dapat memberikan suatu kenyamanan publik (public amenity),

5. mempunyai nilai ekonomis yang dapat memberikan keuntungan apabila dapat memanfaatkannya sebagai tempat wisata ataupun tempat aktivitas ekonomi lainnya.

Adapun berdasarkan Nurisyah dan Pramukanto (2001), tindakan teknis yang dapat dilakukan untuk mengelola lanskap seperti:

1. adaptative use atau penggunaan adatif yaitu mempertahankan dan memperkuat lanskap melalui pengakomodasian penggunaan, kebutuhan dan kondisi yang ada pada masa kini,

2. rekonstruksi atau pembangunan ulang suatu bentuk lanskap, baik sebagian ataupun keseluruhan dari tapak asli dikarenakan:

a. tapak tidak dapat bertahan lama pada kondisi aslinya dan menampakan tandak-tanda kerusakan karena faktor alam,

b. suatu babakan sejarah tertentu yang perlu untuk ditampilkan, c. lanskap yang telah hancur sehingga tidak dapat terlihat seperti apa

kondisi awalnya,

d. adanya alasan kesejarahan yang harus ditampilkan seperti arti, simbolis,

3. rehabilitasi yaitu tindakan memperbaiki utilitas, fungsi atau visual suatu lanskap bersejarah dengan mempertahankan keutuhan lanskap baik struktur fisik dan visual, serta mempertimbangkan kenyamanan, lingkungan, sumber daya alam serta administratif,

4. restorasi yaitu tindakan pengembalian penampilan lanskap pada kondisi aslinya yang dilakukan dengan cara mengganti elemen yang hilang atau menghilangkan elemen tambahan yang dianggap mengganggu,

(21)

6. konservasi adalah upaya pasif dalam pelestarian untuk melindungi suatu lanskap sejarah dari pengaruh yang tidak tepat seperti penggunaan lahan yang tidak sesuai, untuk memperkuat karakter spesifik yang menjiwai lingkungan serta menjaga keselarasan antara lingkungan lama dan baru, 7. interpretasi yaitu usaha pelestarian untuk mempertahankan lanskap asli

secara terpadu melalui usaha yang mampu menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang, misalnya dengan pemugaran,

8. period setting, replikasi dan imitasi, adalah tindakan penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang non orginial site. Tindakan inventaris data, dokumentasi serta pengkajian akan sejarah tapak sangat diperlukan agar pembangunan lanskap dapat sesuai dengan periode yang telah ditentukan sebelumnya,

9. release, tindakan pengelolaan yang memperbolehkan adanya suksesi alami seperti diperbolehkannya vegetasi tertentu untuk tumbuh secara alami pada suatu lanskap dengan syarat tidak merusak keutuhan nilai historis yang ada, 10.replacement, merupakan tindakan substitusi atas suatu komunitas biotik

(22)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Januari sampai Juni 2014 di 2 kelurahan yaitu Depok dan Pancoran Mas, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, seperti yang tertera pada Gambar 2. Pemilihan 2 lokasi ini didasarkan pada sebaran elemen lanskap sejarah Depok Lama yang tersisa berada di 2 kelurahan ini.

(23)

Batasan Studi

Penelitian ini dibatasi hanya pada bahasan mengenai lanskap sejarah Depok Lama saja yang pada mulanya merupakan bagian dari wilayah tanah partikelir Depok dimasa kolonial Belanda.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan Goodchild (1990). Tahapan penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu: inventarisasi data, analisis, dan sintesis (Gambar 3).

1. Inventarisasi Data

Inventarisasi merupakan tahap pengambilan data yang terkait dengan kondisi tapak, kesejarahan, dan sosial masyarakat. Secara rinci, data-data yang diinventarisasi tertera pada Tabel 1. Inventarisasi data dilakukan melalui survei lapang, wawancara, dan studi pustaka.

a. Survei lapang yaitu mendatangi langsung lokasi penelitian untuk memperoleh informasi tentang kondisi eksisting tapak yang meliputi karakter dan elemen lanskap sejarah, penggunaan lahan, aksesibilitas, dan sarana prasarana yang tersedia pada lokasi.

b. Wawancara dan kuisioner. Wawancara dilakukan kepada pihak Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) dan Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata Seni dan Budaya Kota Depok (Disporaparsenbud), untuk menghimpun data dan informasi terkait kondisi lanskap sejarah. Kuisioner dilakukan dengan teknik non propability sampling dengan cara pengambilan purposif yang berarti bahwa setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sample.

Sample yang terpilih adalah masyarakat yang tinggal di dalam dan di luar kawasan Depok Lama dengan jumlah masing-masing 30 orang (Roscoe 1982 dalam Sugiono 2011).

c. Studi pustaka untuk mendapatkan informasi sekunder dan dilakukan melalui kepustakaan atau dokumen dari Dinas Tata Ruang Kota dan Pemukiman Kota Depok (Distarkim).

Tabel 1 Jenis, bentuk, dan sumber data yang diperlukan dalam inventarisasi

No Jenis data Bentuk data Sumber data

(24)

Lanjutan Tabel 1

2. Analisis

Tahap analisis dilakukan melalui metode analisis deskriptif kualitatif, deskriptif kuantitatif, dan analisis spasial.

a. Analisis deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik kawasan serta upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk pelestariannya.

b. Analisis deskriptif kuantitatif yaitu analisis untuk menjelaskan kualitas atau nilai lanskap sejarah berdasarkan penilaian keaslian, keunikan, dan signifikansi melalui metode skoring seperti pada Tabel 2-3 (adaptasi Harris and Dinnes, 1988). Depok Lama dinilai secara keseluruhan kawasan dan tidak berdasarkan elemen per elemennya. Peta Depok Lama tahun 1924 digunakan sebagai dasar pembanding dalam penilaian ini untuk mengetahui perubahan-perubahan apa saja yang telah terjadi di dalam kawasan Depok Lama. Penghitungan interval kelas (Slamet, 1983 dalam Anggraeni, 2011) dengan rumus:

No Jenis data Bentuk data Sumber data Jenis, bentuk, kondisi, fungsi, filosofi, dan nilai

(25)

Tinggi = (SMi + 2IK + 1) sampai SMa Sedang = (SMi + IK + 1) sampai (SMi + 2IK) Rendah = SMi sampai (SMi + IK)

Tabel 2 Kriteria penilaian keaslian (originality)

Sumber: Modifikasi Harris dan Dines (1988)

Tabel 3 Kriteria penilaian keunikan (uniqueness)

Kriteria Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3) Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi)

(26)

Lanjutan Tabel 3

Sumber: Modifikasi Harris dan Dines (1988)

c. Analisis spasial yaitu analisis untuk mengetahui area dengan karakteristik sejarah yang kuat. Analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis beberapa peta tematik dengan menggunakan teknik overlay.

3. Sintesis

Tahap terakhir setelah dilakukannya analisis adalah sintesis yang bertujuan untuk menyusun usulan rekomendasi pelestarian yang terdiri atas konsep, tindakan, dan peta zonasi pelestarian.

(27)

Tahapan Proses Jenis Aktivitas Hasil

Gambar 3 Tahapan penelitian Sintesis Rekomendasi pelestarian Inventarisasi Survei lapang,

wawancara, dan studi pustaka

Kondisi umum, data kesejarahan, data presepsi masyarakat, dan data pelestarian

Analisis Analisis deskriptif kualitatif, analisis

deskriptif kuantitatif, dan analisis spasial

Kondisi, karakter, dan signifikansi lanskap sejarah di kawasan Depok Lama Persiapan Studi pustaka dan

orientasi lapang

Proposal penelitian

(28)

KONDISI UMUM

Kota Depok dan Pancoran Mas

Kota Depok terletak di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Jabotabek dan berfungsi sebagai kota penyangga Jakarta serta tempat bermukimnya sebagian pekerja ibukota. Kota Depok terletak pada 6º19’00” - 6º28’00” LS dan 106º43’00” - 106º55’30” BT dan memiliki luas wilayah sebesar 20.029 ha yang terbagi menjadi 11 kecamatan, 63 kelurahan, 840 RW, dan 4.648 RT. Secara administratif, Depok berbatasan langsung dengan:

 utara : Tangerang Selatan, DKI Jakarta dan Banten,

 timur : Kecamatan Pondok Gede Bekasi dan Gunung Putri Bogor,

 selatan : Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede,

 barat : Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan dan Banten.

Wilayah Depok dapat dikelompokkan menjadi 3 daerah berdasarkan topografinya yaitu dataran rendah berketinggian 50-80 mdpl di bagian utara, daerah tengah berketinggian 80-110 mdpl, dan daerah perbukitan di bagian selatan dengan ketinggian lebih dari 110 mdpl. Depok juga terbagi kedalam 3 wilayah berdasarkan kemiringan lerengnya yaitu datar di bagain utara dengan kelerengan 0-8%, landai di bagian selatan berkelerengan 8-15%, serta wilayah dengan kelerengan lebih dari 15-20 % di sepanjang aliran sungai. Kota Depok dialiri oleh beberapa sungai besar seperti Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub satuan wilayah aliran sungai.

Kecamatan Pancoran Mas (Gambar 4), merupakan salah satu kecamatan terpenting di Kota Depok. Kecamatan ini terbagi kedalam 6 kelurahan yang sebagian besar wilayahnya dahulu adalah bekas Depok Lama seperti yang disebutkan di dalam Perda Kota Depok NO 1 Tahun 1999.

(29)

Penggunaan lahan di Kecamatan Pancoran Mas 2009 berdasarkan data

Quickbird didominasi oleh pemukiman (warna merah (pewarnaan berdasarkan national land cover database atau NLCD 1992)) (Gambar 5). Selain itu, cukup banyak kebun campuran yang berada dibagian tengah hingga barat. Terdapat juga situ-situ yang tersebar pada beberapa kelurahan seperti Depok dan Pancoran Mas. Peruntukan wilayah yang lain meliputi gedung pemerintahan di Jalan Margonda, perdagangan dan jasa yang tersebar di wilayah timur, dan instalasi milik pemerintah berupa depo kereta di bagian selatan.

Gambar 5 Peta penggunaan lahan di Kecamatan Pancoran Mas

Kecamatan Pancoran Mas memiliki jumlah penduduk sebanyak 240.866 orang yang terbagi menjadi 61.187 KK dengan rincian penduduk laki-laki 124.169 orang dan perempuan 116.697 orang. Mayoritas penduduk berprofesi sebagai buruh, pedagang, dan wiraswasta, sedangkan profesi petani menempati urutan terakhir jika dibandingkan dengan yang lainnya (Tabel 4).

Tabel 4 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

No Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Petani 1.209 0.50

2 Wiraswasta 45.167 18.75

3 Pengrajin Industri Kecil 12.657 5.25

4 Buruh 53.645 22.27

5 Pedagang 35.970 14.93

6 PNS, TNI, POLRI 5.525 2.29

7 Pensiunan 2.938 1.22

8 Lain-lain 82.755 34.36

Jumlah Total 24.0866 100.00

(30)

Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pancoran Mas per 10 Februari 2014 mayoritas telah mengenyam pendidikan setingkat SMA dengan persentase mencapai 35.06 % (Tabel 5).

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Tidak/ Belum Sekolah 38893 16.15

Jumlah Total 24.0866 100.00

Sumber: Pemkot Depok (2014)

Depok Lama meskipun pada awalnya merupakan pemukiman orang-orang Protestan, namun tidak pada saat ini. Kecamatan Pancoran Mas kini lebih didominasi oleh penduduk yang beragama Islam dengan persentase 91.48 % seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah penduduk menurut agama

No Agama Jumlah (Orang) Persentase (%)

Jumlah Total 240866 100.00

Sumber: Pemkot Depok (2014)

(31)

kelurahan yang berhubungan dengan Jalan Siliwangi juga membuat kelurahan ini semakin mudah dijangkau terutama menggunakan kendaraan pribadi.

Asal Mula Nama Depok

Asal usul nama Depok hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun beberapa sumber menyebutkan bahwa nama Depok berkaitan dengan penyebaran ajaran Protestan di wilayah itu. Depok sering disebut sebagai akronim berbahasa Belanda seperti: De Eerste Protestans Organisatie van Kristenen atau De Eerste Protestansche Onderdaan Kristen (Organisasi Kristen Protestan yang Pertama), De Eerste Protestans Onderdaan Kerk (Gereja Protestan Rakyat Pertama), dan Deze Eenheid Predikt On Kristus (Unit Khotbah Tentang Kristus). Pendapat lain menyebutkan bahwa Depok merupakan kata dari bahasa Belanda de volk (orang, negara) yang telah mengalami perubahan secara fonetis. Selain itu, Depok juga pernah terkenal sebagai Daerah Elit Pemukiman Orang Kota dikarenakan banyaknya warga Jakarta yang pindah ke wilayah ini.

Jonathans (2011) menyebutkan bahwa istilah Depok berasal dari bahasa Sunda yang berarti duduk, padepokan, atau tempat tinggal. Kata Depok selanjutnya dapat diterjemahkan menjadi tempat tinggal, kampung halaman, dan tempat pendidikan. Keberadaan padepokan itu diperkirakan sudah ada jauh sebelum kedatangan Cornelis Chastelein yang mendirikan tanah Depok. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa adanya padepokan berawal dari seorang budak asal Bali yang menemukan sumber mata air berwarna keemasan apabila terkena cahaya matahari (Situ Pancoran Mas). Budak tersebut lalu menjadikan tempat itu sebagai pertapaan atau padepokan. Kemudian dimasa selanjutnya, orang-orang di sekitar tempat itu menamainya dengan Depok untuk menyingkat kata padepokan itu sendiri.

Sejarah Kota Depok

Berdasarkan Perda Kota Depok No 1 Tahun 1999 tentang Hari Jadi dan Lambang Kota Depok, menyebutkan bahwa sejarah kota ini dapat dibagi kedalam beberapa babak yang disesuaikan dengan temuan benda arkeologis yang ada, yaitu: Prasejarah, Pajajaran, Islam, Kolonial, Jepang, Depok dimasa Indonesia merdeka, terbentuknya Kota Administrasi Depok, dan Kota Depok.

Prasejarah

Depok diperkirakan telah dihuni sejak zaman prasejarah yang ditandai dengan beberapa temuan arkeologis berupa benda-benda kuno. Temuan tersebut tersebar di Kota Depok dan sekitarnya yang terdiri dari menhir “gagang golok”, punden berundak dan Sumur Bandung di Kelurahan Cipayung, kapak persegi dan pahat batu yang berasal dari zaman megalitikum, serta paji batu dan beliung batu yang termasuk dalam peninggalan zaman neolitikum.

Depok Pada Zaman Pajajaran

(32)

untuk menghadapi pasukan Jayakarta yang saat itu bersekutu dengan Demak, Cirebon, dan Banten. Hal ini disebabkan oleh lokasi Depok yang sangat strategis, hanya berjarak 13 km di utara Muara Beres di Desa Karadenan. Muara Beres sendiri merupakan daerah di tepi Sungai Ciliwung yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Pajajaran dan menjadi titik silang antara Pakuan dan Sunda Kelapa. Peran Depok sebagai wilayah pertahanan Pajajaran dapat dibuktikan dengan masih terdapatnya nama-nama desa berbahasa Sunda seperti Parung Serang, Karang Anyar, Cisalak, dan sebagainya.

Depok Pada Zaman Islam

Pengaruh Islam di Depok diperkirakan ada setelah Kesultanan Banten menguasai wilayah Kerajaan Pajajaran yang meliputi Bogor dan sekitarnya. Depok yang sebelumnya berfungsi sebagai daerah pertahanan selanjutnya difungsikan sebagai jalur pintas penghubung antara Kerajaan Banten dan Cirebon akibat direbutnya Jayakarta oleh VOC. Pengaruh Islam dari Kerajaan Banten dapat dibuktikan dengan adanya nama-nama kampung seperti Beji, Kukusan, dan Pejaten. Selain itu, ditemukan juga peninggalan berupa 7 buah sumur keramat di Beji, serta makam Ratu Anti atau Maemunah yang merupakan istri Raden Pakpak, kyai terkenal dari tanah Sunda, di Bojonggede (Gambar 6a-6b).

(a) (b) Gambar 6 (a) Sumur 7 Beji, (b) Makam Ratu Anti

Sumber: store.tempo.co 2011

Menurut Sobari (1994) yang bersumber pada penuturan lisan penduduk Depok muslim menyebutkan bahwa masuk dan menyebarnya Islam di Depok ada hubungannya dengan peristiwa politik tahun 1619 di Batavia, yaitu perselisihan antara Jayakarta dengan Gubernur Jendral Hindia Belanda, Jan Pieterszoon Coen yang berakhir dengan dikuasainya Jayakarta hingga berujung pada penggantian nama Jayakarta menjadi Batavia. Setelah wilayah tersebut dikuasai, banyak bangunan seperti masjid dan keraton dibakar. Sebagian penduduk Jayakarta kemudian berpindah ke daerah lain yang dianggap aman seperti ke arah selatan hingga akhirnya masuk ke wilayah Depok.

Depok Pada Masa Kolonial

(33)

Protestan) di Perancis yang kemudian hijrah ke Belanda setelah terjadinya kerusuhan besar-besaran disebabkan oleh kekhawatiran pemerintah Perancis akan semakin berkembangnya kaum pengkritik kebijakan gereja Katholik itu (Berkhof dan Enklaar 2013). Sesampainya di Belanda, Anthony bekerja di VOC dan menikah dengan Maria Cruinder, putri Walikota Dordtrecht. Tahun 1674, Chastelein pergi ke Oost Indie (Indonesia) dengan menumpang kapal uap Huys Te Cleef pada 24 Januari 1674 dan tiba di Batavia pada 16 Agustus 1674. Ia lalu bekerja pada VOC sebagai Boekhounder bij de kamer van zeventien (Pemegang Buku). Chastelein kemudian menikahi Catharina van Vaalberg dan memiliki anak bernama Anthony Chastelein seperti nama kakeknya. Pada tahun 1682, Chastelein mendapat kenaikan jabatan sebagai Grootwinkelier der Oost Indische Compagnie (Kepala Pembelian) dan ditahun 1691, Ia kembali memperoleh kenaikan jabatan menjadi Twede Opperkoopman des Casteels Batavia (Saudagar Senior Kelas Dua dari Benteng Batavia) (Jonathans 2011).

Pada tahun 1691, VOC mengalami pergantian pemimpin dari Yohanes Champhuys menjadi Willem Van Outhoren. Era kepemimpinan yang baru ini banyak merubah tujuan VOC, dari berdagang menjadi menjajah. Chastelein yang tidak sepaham lalu mengundurkan diri dari jabatannya dan memutuskan untuk berwirausaha dengan membeli tanah di Noordwijk (daerah pintu air Jalan Juanda, Jakarta Pusat) dan Weltevreden (daerah Pasar Senen, Jakarta Pusat) pada tahun 1693 dari Anthonij Paviljoen. Daerah Weltevreden memiliki arti benar-benar puas dikarenakan suasananya yang nyaman dan tentram. Tahun 1695, Chastelein membeli tanah di Seringsing (Srengseng dan Lenteng Agung) serta tanah Depok pada 18 Mei 1696 dari Lucas Meur seorang residen di Cirebon. Tanah Depok ini memiliki luas sekitar 1.244 ha dan dibatasi oleh Pondok Cina di utara, Ciliwung di timur, Cimanggis di selatan, dan Mampang di bagian barat (Gambar 7).

Gambar 7 Peta Depok tahun 1917 Sumber: YLCC 2014

(34)

sebelah selatan jalan, Kelurahan Rangkapan Jaya, dan Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, jika merujuk pada pembagian wilayah Kota Depok saat ini. Chastelein mendirikan perkampungannya di wilayah yang sekarang termasuk dalam Kelurahan Depok.

Chastelein membeli 150 budak asal Jawa, Bali dan Sulawesi untuk mengolah tanah pertanian miliknya. Selain bekerja, budak-budak itu juga diberikan pengetahuan dasar mengenai ajaran Protestan. Sebanyak 120 budak diantaranya memutuskan untuk memeluk agama Protestan dan menjadi asal usul dari 12 marga orang Depok. Nama marga yang dipakai umumnya meminjam dari kata-kata di dalam Injil seperti Jonathans, Samuel, Laurens, Leander, Bacas, Joseph, Loen, Tholense, Isakh, Jacob, Zadokh, namun ada juga yang merujuk pada asal daerahnya seperti Soedira yang berasal dari Jawa. Saat ini marga yang tersisa hanya 11 dikarenakan keluarga Zadokh hanya memiliki keturunan perempuan sedangkan pewarisan menganut sistem patrilineal.

Menurut Jonathans (2011), penggunaan nama 12 marga dipakai oleh orang Depok asli sesudah tahun 1862 karena sebelum tahun itu, orang Depok asli masih menggunakan identitas daerah seperti Hazin Van Bali. Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714 di usia ke 57 tahun dan mewariskan surat wasiat (Het Testament van Cornelis) yang berisi beberapa pesan penting:

 mewariskan tanah di Noordwijk (Jalan Ir Juanda, Jakarta Pusat sekarang), uang 2.000 ringgit, barang perak, perabot rumah tangga kepada Catharina,

 memberikan barang berupa emas, kain, senapan, pigura, dan buku kepada Anthony Chastelein,

 memerdekakan budak laki-laki dan perempuan baik yang beragama Protestan atau pun bukan,

 memberikan tanah Depok kepada budak-budak yang beragama Protestan. Namun tanah itu tidak boleh dipakai untuk menginap atau bertempat tinggal bagi orang Cina dan Arab. Tanah Depok juga tidak boleh dijual dan hanya dapat digunakan untuk kepentingan keluarga atau agama saja.

Tanah-tanah warisan pada akhirnya banyak direbut kembali oleh VOC karena meninggalnya Anthony Chastelein satu tahun setelahnya.

Jarong Van Bali, bekas budak yang dituakan oleh yang lainnya terpilih untuk mengatur tanah Depok, Sringsing, dan Noordwijk. Setelah ia meninggal, masyarakat di Depok lalu mengadakan pemilihan presiden, seorang sekretaris dan bendahara, 2 orang komisaris, dan seorang tenaga perbukuan. Pemilihan ini dilakukan setelah keputusan berisi konsep reglement (aturan) pembentukan organisasi dan pemimpin desa (St. Desa Zelfbestuur) yang disusun oleh Mr M.H. Klein keluar di tahun 1871. Pada 28 Januari 1886, Reglement van het land Depok

(aturan tanah Depok) disusun dan direvisi pada 1891. Kriteria untuk menjadi presiden tanah partikelir Depok yaitu berasal dari keturunan 12 marga dan berhak memerintah selama 3 tahun, kecuali untuk jabatan diluar presiden hanya untuk 2 tahun saja.

(35)

dilaksanakan di halaman gedung pemerintah (Gambar 8). Selain tjoeke, pihak

gemeente juga menjual barang kerajinan seperti tembikar, genteng, dan batu bata untuk menambah kas pemerintahan.

Gambar 8 Proses pemungutan tjoeke

Sumber: YLCC 2014

Depok Zaman Jepang

Pada zaman Jepang, kekuasaan Gemeente Depok perlahan berkurang menyusul dikalahkannya pihak sekutu Belanda oleh Jepang. Hal ini berdampak pada tidak diakuinya lagi Gemeente Depok dan pemungutan pajak beralih menjadi milik Jepang. Banyak orang-orang Depok menjadi malas bekerja dikarenakan Jepang mengambil seluruh hasil panen yang mereka dapat. Selain itu, pengawasan kegiatan keagamaan juga diperketat oleh Jepang karena adanya kekhawatiran akan munculnya gerakan anti Jepang dikalangan orang Depok. Meskipun demikian, wilayah Depok tergolong aman dikarenakan tidak terjadi pergolakan fisik seperti di daerah lain. Hak-hak istimewa orang Depok juga tidak hilang begitu saja. Contohnya, pada kesehariannya, orang-orang kampung akan tetap membungkuk dan mengucap salam jika berpapasan dengan “Belanda Depok” (Wanhar 2011).

Depok dimasa Indonesia merdeka

Memasuki masa kemerdekaan, di Depok banyak terjadi kerusuhan akibat adanya kecemburuan sosial antara warga dengan tuan tanah “Belanda Depok” yang diistimewakan pada zaman kolonial dulu. Pada 7 Oktober 1945, penduduk di sekitar Depok memboikot orang-orang Eropa, kaki tangan Belanda, dan melarang para pedagang untuk menjual dagangannya pada mereka. Tidak hanya itu, orang-orang Indo serta orang yang beragama Kristen yang dikenal dekat dengan Belanda pun ikut terkena dampaknya (Wanhar 2011).

(36)

Gambar 9 Perlawanan di Depok Sumber: ayogitabisa.com 2014

Sejalan dengan ditetapkannya kebijakan penghapusan tanah partikelir diseluruh Indonesia pada 8 April 1949, serta pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, kekuasaan Gemeente Depok pun berakhir. Sebagai ganti penghapusan tanah partikelir, pemerintah Indonesia memberikan uang Rp. 229.261,28, beberapa gedung, dan tanah milik bersama (communal bezit) meliputi:

 tanah seluas 4.839 m² dipakai sebagai balai gemeente,  tanah seluas 2.358 m² dipakai sebagai sekolah,

 tanah seluas 1.419 m² dipakai sebagai gereja,

 tanah seluas 4.007 m² dipakai sebagai pastori,

 tanah seluas 1.233 m² dipakai sebagai balai pertemuan,

 tanah seluas 8.261 m² berupa pemakaman orang Kristen.

Kemudian untuk menjaga dan merawat aset-aset itu, didirikanlah sebuah yayasan bernama Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) pada tahun 1952 dengan Johannes Matijs Jonathans sebagai ketuanya.

Terbentuknya Kota Administrasi Depok

Tahun 1976, wilayah Depok berkembang cukup pesat yang ditandai dengan pembangunan perumahan dan kampus Universitas Indonesia di Kecamatan Beji. Selain itu, sektor jasa dan perdagangan yang turut berkembang semakin membutuhkan adanya pelayanan yang semakin cepat dan tanggap, sehingga pada tahun 1981, pemerintah Indonesia memutuskan untuk membentuk Kota Administratif Depok dengan daerah induk Kabupaten Bogor, mengacu pada Peraturan Pemerintah No 43. Tahun 1981, memutuskan bahwa Depok terdiri dari 3 kecamatan dengan 17 desa yaitu:

1. Kecamatan Pancoran Mas meliputi 6 desa yaitu: Desa Depok, Depok Jaya, Pancoran Mas, Mampang, Rangkapjaya, Rangkapjaya Baru,

2. Kecamatan Beji meliputi 5 desa yaitu: Desa Beji, Pondok Cina, Kukusan, Tanah Baru, Kemirimuka,

3. Kecamatan Sukmajaya terdiri dari 6 desa meliputi: Desa Mekarjaya, Sukmajaya, Cisalak, Sukamaju, Kalimulya, Kalibaru.

(37)

baru tersebut adalah Beji Timur di Kecamatan Beji, dan Tirta Jaya, Jatimulya, serta Abadijaya di Kecamatan Sukmajaya.

Terbentuknya Kota Depok

Semakin berkembangnya Kota Administratif Depok dan besarnya keinginan masyarakat yang meminta agar Depok menjadi kotamadya membuat pemerintah Kabupaten Bogor mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk menjadikan Depok sebagai kotamadya. Melalui Undang-Undang No 15 tahun 1999 yang di tetapkan pada 20 April 1999, Depok diputuskan menjadi kotamadya daerah tingkat II. Wilayah Kota Depok dibagi kedalam 3 kecamatan seperti yang telah disebutkan pada bahasan sebelumnya, ditambah dengan beberapa wilayah di daerah tingkat II Bogor yang meliputi:

1. Kecamatan Cimanggis yang terdiri dari Kelurahan Cilangkap dan 12 desa Desa lain seperti Pasir Gunung Selatan, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug, Harjamukti, Sukatani, Sukamaju Baru, Jatijajar, Tapos, Cimpaeun, Leuwinanggung,

2. Kecamatan Sawangan terdiri dari 14 desa yaitu Sawangan, Sawangan Baru, Cinangka, Kedaung, Serua, Duren Seribu, Duren Mekar, Pondok Petir, Curug, Bojongsari, Bojongsari Baru, Pengasinan, Bedahan, Pasar Putih, 3. Kecamatan Limo terdiri dari 8 desa yaitu Limo, Meruyung, Cinere, Gandul,

Pangkalan Jati, Pangkalan Jati Baru, Krukut, Grogol,

4. ditambah 5 desa dari Kecamatan Bojonggede yaitu Cipayung, Cipayung Jaya, Ratu Jaya, Pondok Terong, Pondok Jaya.

Saat ini, Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan yang meliputi, Beji, Cimanggis, Limo, Pancoran Mas, Sawangan, Sukmajaya, Cipayung, Cilodong, Cinere, Cimanggis, Tapos, Sawangan dan Bojongsari, dan memiliki 63 kelurahan (Dalang 2012).

Kehidupan Masyarakat Depok Lama

Kehidupan Rohani

Masyarakat Depok Lama telah diidentikan sebagai masyarakat Kristen yang dekat dengan Gereja sebagai pusat peribadatannya. Hal ini sesuai dengan wasiat Chastelein yang ingin menjadikan Depok sebagai tempat bermukimnya orang Kristen. Selain bertani, kegiatan bimbingan rohani pun menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh Chastelein. Serikat misionaris negeri Belanda atau NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap) yang merupakan organisasi penyebar agama Kristen mengutus beberapa penginjil untuk melayani jemaat di Batavia dan Depok. Pada 1878, NZG mendirikan seminari pertama di Indonesia yang berlokasi di Gereja Kristen Pasundan saat ini. Selain jemaat Protestan yang mendominasi, terdapat pula umat Katholik yang mulai melakukan kebaktian misa, namun terbatas dari rumah kerumah di tahun 1927 (Jonathans 2011).

(38)

Gereja-gereja tersebut umumnya ramai dikunjungi masyarakat Depok Lama pada Minggu pagi untuk melaksanakan ibadah.

Pendidikan

Pendidikan di Depok diawali oleh perintah Chastelein yang meminta Baprima Lucas, salah satu budaknya untuk mengajarkan pendidikan agama dan budi pekerti pada anak-anak di sekolah minggu (zondags school). Tahun 1837 sekolah pertama Depoksche Lagere School bagi anak usia 6-14 tahun didirikan. Tahun 1886, Europeesche Lagere School yaitu sekolah bagi orang Eropa dan orang Depok yang telah disamakan statusnya mulai dibuka dengan pengajar adalah orang Belanda yang didatangkan dari Batavia. Dimasa selanjutnya, Gemeente Depok mewajibkan setiap anak untuk bersekolah hingga tidak ada yang buta huruf (Gambar 10).

Gambar 10 Murid-murid di Sekolah Depok tahun 1930 Sumber: kitlv.nl 2014

Hingga saat ini, di kawasan Depok Lama banyak berdiri sekolah-sekolah mulai jenjang SD sampai SMA yang lokasinya cukup berdekatan. Keberadaan sekolah-sekolah tersebut semakin melengkapi dan memberikan diversifikasi atau pilihan bagi masyarakat Depok Lama.

Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial masyarakat Depok Lama dapat dilihat dari keseharaian mereka seperti adanya penyebutan “Belanda Depok” yang sering ditujukan pada keturunan ke 12 marga Depok. Penyebutan ini sebenarnya didasarkan pada perilaku orang asli Depok yang tingkah lakunya meniru orang Belanda, seperti memakai bahasa Belanda ketika berbicara. Namun, penggunaan bahasa Belanda saat ini sudah jarang ditemukan dan generasi mudanya pun sebagain besar sudah tidak dapat menggunakannya.

(39)

keduanya seperti dalam hal pendidikan. Orang-orang kulon dapat bersekolah di

Europeesche School sedangkan orang wetan hanya boleh di Depoksche School. Namun, pemberlakuan golongan ini umumnya dilakukan oleh orang-orang Belanda saja, sedangkan diantara orang-orang asli Depok semua dianggap sama (Jonathans 2011).

Orang Depok Lama memiliki beberapa perayaan penting seperti sinterklas

yang diadakan setiap tanggal 5 Desember di Europeesche Lagere School dandiikuti Natal pada 25 Desember. Masyarakat Depok Lama juga mengadakan perayaan Paskah dengan menyalakan obor sebagai pengganti jalan salib dengan rute YLCC-Jalan Pemuda-YLCC-Jalan Kartini-YLCC-Jalan Siliwangi-YLCC. Perayaan penting lainnya yaitu

Cornelis Chastelein Dag untuk memperingati wafatnya sang pendiri Depok yang diadakan setiap 28 Juni dengan menggelar acara panjat pinang, gamelan, keroncong, dan orkes. Suasana perayaan-perayan di Depok Lama terlihat pada Gambar 11a-11d. Sampai hari ini, perayaan-perayaan bernuansa keagamaan masih tetap dilaksanakan begitu pula dengan perayaan Cornelis Chastelain yang telah berganti nama menjadi perayaan jemaat masehi Depok dan menginjak usia 300 tahun pada 2014 ini. Perayaan jemaat masehi Depok saat ini hanya berupa pertemuan antara keluarga ke-12 marga untuk saling bertukar kabar, serta diselingi peluncuran buku yang biasanya ditulis oleh keturunan keluarga ke-12 marga berisi tentang sejarah Depok.

Kedua belas marga yang awalnya merupakan orang-orang dari beragam suku di Nusantara, menjadikan kesenian di Depok kebanyakan berkembang mengikuti leluhur dari ke-12 marga tersebut seperti gamelan, tanjidor, ronggeng, topeng, dan sebagainya. Meskipun demikian, kesenian-kesenian itu sekarang semakin jarang ditemui karena kurangnya minat dari generasi muda untuk mempelajarinya.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11 (a) Sinterklas tahun 1930 (b) Cornelis Chastelein Dag

(40)

Legenda dan Mitos

Depok Lama seperti daerah lain umumnya memiliki legenda dan mitos turun temurun. Legenda diartikan sebagai cerita tentang kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi, didasarkan pada fakta sejarah dan biasanya merupakan kisah yang sangat menakjubkan. Legenda yang pernah berkembang di Depok Lama antara lain tentang penjaga hutan bernama Bagol yang konon adalah kaki tangan dari Djan Leander si penjaga hutan. Bagol dianggap sebagai pelindung oleh warga Depok Lama dari gangguan monyet-monyet pencuri yang tinggal di hutan. Dahulu, masyarakat yang diganggu oleh monyet cukup meneriakan nama Bagol dan seketika monyet tersebut akan lari ke dalam hutan. Selain Bagol, terdapat pula legenda tentang Opa Wie, pesilat Depok yang terkenal dengan jurus “Pukulan Depok” yang begitu disegani oleh masyarakat. Orang-orang Depok dahulu banyak yang mempelajari silat untuk mempertahankan diri dari ancaman perampok.

Mitos yang berkembang di Depok lebih didominasi oleh cerita mistis tentang makhluk ghaib yang sering menyerupai orang Belanda. Beberapa yang cukup terkenal dan sering diperbincangkan hingga kini adalah Lange Jan, hantu berperawakan hitam, tinggi, dan besar yang sering terlihat di Jalan Pemuda pada malam hari. Selain itu, ada pula mitos hantu Opa Stefanus di Jembatan Panus, dan istrinya yang sering terlihat oleh warga sekitar dengan menggunakan pakaian khas Belanda dan membawa anjing peliharaannya. Menurut masyarakat, Jembatan Panus dahulu pernah dipakai sebagai lokasi pembuangan mayat dan pesugihan oleh orang-orang tertentu (Sundayani 2013).

Secara spasial, persebaran lokasi perayaan, mitos, dan legenda di Depok Lama seperti yang telah diulas pada sub bab sebelumnya, diperlihatkan pada Gambar 12.

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lanskap Sejarah Depok Lama

Depok Lama pada awalnya bukanlah sebuah kota kolonial sebagaimana kota-kota lain seperti Jakarta atau Semarang tempo dulu. Meskipun lokasinya berada dekat dengan Jalan Raya Pos (Grote Pos Weg) yaitu jalan sepanjang 1000 km buatan Deandles yang terbentang dari Anyer sampai Panarukan, Depok hanyalah sebuah desa peristirahatan kecil di tepi Sungai Ciliwung yang menjadi perlintasan antara Batavia dan Buitenzorg (Gambar 13). Absennya beberapa penciri khas kota kolonial seperti adanya tata rencana kota ataupun alun-alun cukup membuktikan bahwa Depok hanyalah sebuah desa biasa. Selain itu, perumahan di Depok Lama tidak dilengkapi dengan sarana pendukung yang baik seperti tidak adanya selokan atau parit untuk pelimpasan air hujan dan pembuangan limbah rumah tangga.

(42)

Depok Lama dapat diidentifikasikan sebagai lanskap sejarah bertipe pemukiman kolonial jika dilihat dari dominansi elemennya yang berupa rumah tinggal kolonial. Berdasarkan peta Depok Lama tahun 1924, terlihat bahwa sebagian besar daerahnya merupakan lahan pertanian, perkebunan, semak belukar, dan hutan yang mengelilingi sebuah perkampungan (Kelurahan Depok) yang menjadi pusat bermukim para budak Chastelein saat itu. Pemukiman ini berlokasi didekat sumber mata air seperti Sungai Ciliwung, Situ Pancoran Mas, Situ Rawa Besar, Kali Baru, dan Saluran Baru. Pemukiman di Depok Lama awalnya terkonsentrasi di dekat jalan utama yang umumnya adalah jalan beraspal (verharde weg). Selain jalan utama, terdapat pula gang-gang kecil dan jalan setapak (voetpad) yang menghubungkan antar lokasi di Depok Lama (Tabel 7), serta perlintasan kereta api yang menghubungkan Jakarta-Bogor.

Tabel 7 Nama jalan di Depok Lama tempo dulu

Wilayah di sekitar Jalan Pemuda diidentifikasikan sebagai pusat Depok Lama pada zaman dahulu. Hal ini dikarenakan banyaknya bangunan bersejarah berdiri di lokasi ini seperti: rumah tinggal, gereja, sekolah, dan gedung pemerintah yang keberadaannya masih dapat dijumpai hingga saat ini. Pemukiman di Depok Lama kemudian berkembang ke arah Jalan Kamboja dan Jalan Flamboyan. Beberapa elemen lanskap seperti pemakaman, lapangan, dan jembatan berada di sekitar lokasi ini. Sedangkan wilayah di bagian selatan Jalan Pemuda saat ini lebih didominasi oleh perumahan-perumahan baru dan jarang ditemukan peninggalan Depok Lama. Wilayah di bagian barat (Kelurahan Pancoran Mas) merupakan daerah yang awalnya berupa cagar alam, rawa, semak, dan lahan pertanian, namun saat ini lebih didominasi oleh pemukiman padat penduduk.

Elemen Lanskap Sejarah Depok Lama

Berdasarkan data inventarisasi Disporaparsenbud (2013), terdapat 40 elemen lanskap sejarah di Depok Lama yang ada dan tersebar di Kelurahan Depok dan Pancoran Mas. Elemen lanskap sejarah tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan karakteristik wilayah menurut jenis penggunaan lahan berdasarkan peta tahun 1924 seperti pada Tabel 8, dan secara spasial keberadaan elemen lanskap sejarah di Depok Lama dapat dilihat pada Gambar 14. Elemen lanskap sejarah ini belum ada yang ditetapkan sebagai benda, bangunan, atau struktur cagar budaya oleh pemerintah. Namun, 7 bangunan diantaranya telah masuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BP3 Serang) per 31 Desember 2011 yang meliputi: Kantor Yayasan Cornelis Chastelein, Gereja

Jalan Nama Dahulu Nama Sekarang

Jalan Utama Kerk Straat (Jalan Gereja) Jalan Pemuda

Passer Straat (Jalan Pasar) Jalan Kartini

Grote Passer Weg (Jalan Raya Pasar) Jalan Dewi Sartika

Midden Straat (Jalan Pusat) Jalan Siliwangi Jalan kecil/

Gang

Gang Saartje Jalan Melati

Gang Sepi Jalan Kenanga

(43)

Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel, SDN 02 Pancoran Mas, rumah keluarga presiden Depok bermarga Jonathans di Jalan Pemuda No.11, rumah tinggal di Jalan Pemuda No.52, rumah tinggal di Jalan Kartini No.18, dan Jembatan Panus.

Tabel 8 Sebaran elemen lanskap sejarah berdasarkan karakteristik lanskapnya No Karakteristik

lanskap sejarah

Lokasi Elemen lanskap sejarah

1 Pusat Depok

n. Kantor Pos Depok Jalan Kartini rel kereta api (termasuk kedalam wilayah

Kelurahan Pancoran Mas)

a. Tahura Pancoran Mas b. Sumur dan Situ Pancoran

(44)
(45)

Daftar ke-40 elemen lanskap sejarah di kawasan Depok Lama dapat diperjelas dalam uraian berikut.

1. Kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC)

Kantor YLCC awalnya merupakan sebuah pastori atau tempat bekerja dan rumah bagi para pendeta di Gereja Masehi. Bangunan seluas 4.700 m2 ini didirikan

pada tahun 1713 dan saat ini beralamatkan di Jalan Pemuda No. 72. Lokasinya berada tepat di samping GPIB Immanuel dan termasuk di dalam komplek SMP Kasih. Bangunan ini memiliki bentuk arsitektur khas kolonial dengan dinding bercat putih, pintu berdaun ganda, dan jendela tinggi berjalusi yang bertujuan untuk dapat menjaga sirkulasi udara sehingga mampu mengurangi panas di dalam ruangan. Gedung ini memiliki 3 pintu dan 6 buah tiang penyangga di bagian depan, 2 jendela sisi kanan dan kiri bangunan, dan 2 pintu belakang (Gambar 15a-15d). Sejak tahun 1952 pastori ini beralih fungsi menjadi Kantor YLCC, sebuah lembaga yang dibentuk sebagai wadah untuk menyatukan keturunan 12 marga dan mengelola aset-aset peninggalan mereka.

(a) (b)

(c) (d) Gambar 15 (a) YLCC tahun 1978 (b) YLCC tahun 2014

(c) Jendela di samping kiri (d) Pintu belakang YLCC Sumber: YLCC 2014, survey lapang

Saat ini, kondisi fisik bangunan cukup terawat, meskipun sempat dilakukan beberapa kali perbaikan terutama di bagian atap dan temboknya, namun secara keseluruhan fasad bangunan tidak terlalu berubah dan mirip seperti aslinya. Gedung ini termasuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh BP3 Serang tahun 2011.

2. GPIB Immanuel

(46)

dan memiliki luas 1.419 m2. Gereja yang beralamatkan di Jalan Pemuda No.70 ini

mulai didirikan pada masa Cornelis Chastelein dengan material berupa kayu, bambu, dan atap rumbia. Pada tahun 1836 gereja mengalami kerusakan akibat gempa bumi dan didirikan kembali pada tahun 1854 dengan memakai material batu. Kemudian pada tahun 1980 dan 1998 gereja mengalami renovasi dan terdapat sedikit perbedaan seperti adanya penambahan jendela di bagian depan (Gambar 16a-16b). Gereja ini memiliki pintu berdaun ganda dan jendela dengan kaca patri yang melengkung pada bagian atasnya sehingga berbentuk relung. Gereja Immanuel juga memiliki sebuah menara dengan lonceng di dalamnya. Masing-masing sisi menara kecuali di sisi belakang terdapat sebuah jendela kecil yang dapat dibuka. Lokasinya yang sempit dan dikelilingi tembok pembatas menjadikan gereja ini tidak memiliki halaman atau tempat parkir. Bagian dalam gereja memiliki mimbar dan tempat duduk kayu serta balkon di bagian kanan dan kiri yang juga dipakai sebagai tempat ibadah.

(a) (b)

Gambar 16 (a) Gereja Immanuel tahun 1980 (b) Gereja Immanuel tahun 2014 Sumber: kitlv.nl 2014, survey lapang

Tahun 1946, Gereja Masehi berubah nama menjadi GPIB Imanuel. Sampai saat ini, kondisi fisik banguan masih terawat dengan baik meskipun beberapa bagiannya sudah tidak asli seperti pada pintu yang terukir dengan nama 12 marga. Gereja ini dimiliki oleh YLCC namun kepengurusannya telah dipegang oleh GPIB dan sudah termasuk dalam daftar inventarisasi cagar budaya oleh BP3 Serang tahun 2011.

3. Rumah Sakit Harapan Depok

Gedung rumah sakit ini pada awalnya merupakan gemeente huis (kantor pemerintah) dari Gemeente Depok. Lokasinya berada di Jalan Pemuda No.4 dan dibangun pada tahun 1871 oleh keturunan 12 marga. Kantor pemerintahan ini sering dipakai sebagai tempat penarikan tjoeke (pajak) saat panen dan beberapa perayaan penting seperti Cornelis Chastelein Dag oleh masyarakat Depok. Dahulu, pada halaman gedung ini pernah berdiri sebuah tugu peringatan untuk mengenang Chastelein (Gambar 17a), namun telah dibongkar pada masa awal kemerdekaan. Saat ini, pembangunan kembali tugu peringatan tersebut sedang dilakukan sebagai upaya untuk menyambut perayaan 300 tahun jemaat masehi Depok.

Kondisi fisik bangunan kini telah mengalami perubahan berupa penambahan atap pada teras bagian depan yang difungsikan sebagai penaung parkir ambulance,

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir
Gambar 2 Peta Kelurahan Depok dan Pancoran Mas
Tabel 2 Kriteria penilaian keaslian (originality)
Gambar 3 Tahapan penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah pengodean dan pengelompokan data-data karakteristik, data lama hari rawat dan data terjadinya dekubitus selesai, kemudian dilakukan entry data ke dalam program

Subjek dalam penelitian ini adalah 87 siswa dari kelas X dan XI IPS sedangkan objeknya adalah faktor personal dan faktor institusional terhadap minat baca siswa

Hasil simulasi menunjukkan bahwa penempatan sumber dengan kondisi kolimator tertutup sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5 memberikan dosis gamma dipermukaan kolimator

Metode LSB ini hanya melindungi media host- nya ( original image ) saja dengan cara menyisipkan data pada citra media tersebut, tetapi masih lemah terhadap serangan low

Pekerjaan pada divisi LCDM I secara keseluruhan berkaitan dengan dokumen. Dokumen tentunya memiliki keterkaitan yang erat dengan kearsipan, serta bidang peralatan

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini yaitu untuk lokasi rumah sakit sudah terjangkah oleh peserta JKN, untuk tenaga kesehatan rata-rata belum memberikan

Penilaian ahli bahan ajar dan Penilaian ahli materi merupakan validator yang pakar (expert) dibidangnya. Sedangkan penilaian mahasiswa merupakan pengguna. persentasi penilaian

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: Proses Pembuatan Rencana Strategis (Renstra) Badan