• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

DENGAN ANGGARAN BELANJA

KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT

TRI UTAMI MAHARANI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

TRI UTAMI MAHARANI. Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Dibimbing oleh BAGUS SARTONO dan LA ODE ABDUL RAHMAN.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur salah satu aspek dari hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, yakni derajat perkembangan manusia. IPM mempunyai tiga unsur yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Pada penelitian ini akan dilihat bagaimana hubungan nilai Indeks Pembangunan Manusia di setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan anggaran belanja untuk sektor ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, serta akan dilihat pula bagaimana korelasi setiap sektor anggaran dengan komponen penyusun IPM. Pada awalnya untuk melihat hubungan anggaran dengan IPM digunakan persentase namun ternyata nilai korelasinya cukup kecil, kemudian persentase anggaran diganti dengan nilai anggaran dalam satuan rupiah. Selain itu penggabungan perhitungan daerah kabupaten dan kota juga mempengaruhi nilai korelasi dimana ketika digabungkan diperoleh korelasi yang negatif antara anggaran dengan IPM serta antara anggaran dengan komponen penyusun IPM. Diagram pencar menujukkan daerah kabupaten dan kota memiliki pola gerombol tersendiri sehingga daerah kota dipisahkan dari perhitungan untuk melihat apakah mempengaruhi nilai korelasi tersebut. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa anggaran belanja memiliki hubungan dengan besarnya IPM kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Kata kunci : Anggaran Belanja, Indeks Pembangunan Manusia, Korelasi

ABSTRACT

TRI UTAMI MAHARANI. Analysis of The Relation between Human Development Index and Budget of Districts and Cities in West Java. Supervised by BAGUS SARTONO and LA ODE ABDUL RAHMAN.

(6)

Correlation values obtained in the calculation indicate that the budget is related to HDI values of the districts and cities in West Java.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

ANALISIS HUBUNGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

DENGAN ANGGARAN BELANJA

KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA BARAT

TRI UTAMI MAHARANI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Nama : Tri Utami Maharani

NIM : G14070081

Disetujui oleh

Dr. Bagus Sartono, M.Si Pembimbing I

La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Anang Kurnia Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah korelasi, dengan judul Analisis Hubungan Indeks Pembangunan Manusia dengan Anggaran Belanja Kabupaten dan Kota di Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Bagus Sartono, M.Si dan Bapak La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan, serta Bapak Dr. Farit Mochamad Afendi, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran untuk karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, serta seluruh keluarga, dan teman-teman (Merlin, Nurul, Agung, Sugi, Andi) atas segala do’a, semangat, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 1

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Deskripsi Anggaran Jawa Barat 3

Ekonomi 5

Kesehatan 6

Pendidikan 6

Indeks Pembangunan Manusia 7

Hubungan Anggaran dengan IPM 8

SIMPULAN 10

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 12

(12)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi nilai koefisien korelasi 3

DAFTAR GAMBAR

1 Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011 3 2 Rata-rata persentase anggaran kesehatan pada tahun 2007-2011 4 3 Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011 4 4 Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan IPM

tahun 2008 8

5 Diagram pencar persentase anggaran kesehatan tahun 2008 dengan IPM

tahun 2008 8

6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM tahun

2008 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram batang anggaran kabupaten dan kota di Jawa Barat 12

2 Tabel nilai IPM 14

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi kebijakan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan dewasa ini seringkali dilihat dari pencapaian kualitas sumber daya manusianya. Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikembangkan oleh United Nation Development Program (UNDP) merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan suatu daerah. Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan kemampuan daya beli. Dalam hal ini, pemerintah daerah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di wilayahnya, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intelektualitas (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (daya beli), serta aspek moralitas (iman dan taqwa).

Salah satu usaha pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas masyarakat pada aspek tersebut adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana dalam anggaran belanja daerah, dimana terdapat sembilan sektor anggaran untuk setiap kabupaten dan kota yang terdiri dari anggaran ekonomi, kesehatan, pendidikan, perumahan dan fasilitas umum, perlindungan sosial, ketertiban dan ketentraman, lingkungan hidup, pariwisata dan budaya, serta pelayanan umum. Besarnya anggaran pada setiap sektor bervariasi dan hal tersebut bisa mencerminkan keseriusan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pada setiap sektor anggaran. Kenaikan anggaran yang dialokasikan setiap tahunnya diharapkan dapat meningkatkan nilai IPM di daerah tersebut.

Penelitian ini dikhususkan pada kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat serta berfokus pada analisis hubungan anggaran ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dengan nilai IPM masing-masing daerah serta hubungan ketiga sektor anggaran tersebut dengan komponen penyusun IPM. Selain itu akan dilihat pula apakah terjadi perbedaan atau kesenjangan antara capaian IPM daerah kabupaten dan IPM daerah kota di Propinsi Jawa Barat.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan anggaran belanja ekonomi, pendidikan, dan kesehatan kabupaten dan kota di Jawa Barat dengan nilai IPM nya serta hubungan ketiga sektor anggaran tersebut dengan komponen penyusun IPM.

METODOLOGI

(14)

menurut urusan, anggaran menurut jenis pajak, dan anggaran menurut rincian retribusi. Dalam penelitian ini digunakan data anggaran menurut fungsi yang diartikan sebagai klasifikasi APBD yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara. Fungsi disini diartikan juga sebagai perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional (Permendagri nomor 13 tahun 2006). Adapun data IPM untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Terdapat 17 kabupaten dan 9 kota sebagai amatan dan tiga peubah anggaran yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Ketiga peubah ini juga akan dilihat hubungannya dengan komponen-komponen IPM yaitu anggaran ekonomi dengan pengeluaran per kapita atau indeks daya beli, anggaran kesehatan dengan indeks kesehatan, dan anggaran pendidikan dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (indeks pendidikan).

Metode Analisis

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan analisis statistika deskriptif pada peubah anggaran dan nilai IPM untuk melihat gambaran umum serta deskripsi mengenai nilai anggaran dan nilai IPM juga fluktuasinya selama tahun 2007 sampai tahun 2011.

2. Membuat diagram pencar sebagai visualisasi data untuk melihat bagaimana pola hubungan, keeratan hubungan, penyebaran data, dan apakah terdapat pencilan pada data amatan persentase anggaran dengan nilai IPM dan besaran anggaran dengan nilai IPM pada tahun 2007-2011.

3. Menghitung nilai koefisien korelasi antara masing-masing persentase anggaran dengan nilai IPM, korelasi antara besaran jumlah anggaran dengan nilai IPM, korelasi antara persentase anggaran dengan komponen penyusun IPM, dan korelasi antara besaran jumlah anggaran dengan komponen penyusun IPM. Analisis korelasi adalah metode statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan/derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Besaran koefisien korelasi menunjukkan kuat atau lemahnya hubungan antara dua variabel (Furqon 2011). Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 hingga 1 di mana nilai korelasi -1 berarti bahwa hubungan antara dua variabel tersebut adalah hubungan negatif sempurna, nilai korelasi 0 berarti bahwa tidak ada hubungan antara dua variabel tersebut, sedangkan nilai korelasi 1 berarti bahwa terdapat hubungan positif sempurna antara dua variabel tersebut. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment atau korelasi Pearson karena variabel anggaran dan IPM berskala rasio. Rumus koefisien korelasinya adalah sebagai berikut:

r = ∑ ̅ ̅ √∑ ̅ ∑ ̅

dimana :

= data amatan untuk variabel pertama = data amatan untuk variabel kedua

̅ = rataan dari data amatan variabel pertama

(15)

Interpretasi dari besarnya nilai koefisien korelasi (r) dapat diklasifikasikan pada Tabel 1 berikut (Yamin dan Kurniawan 2009):

Tabel 1 Klasifikasi nilai koefisien korelasi

| r | Interpretasi

0.00 – 0.09 Hubungan korelasinya diabaikan 0.10 – 0.29 Hubungan korelasi rendah 0.30 – 0.49 Hubungan korelasi moderat 0.50 – 0.70 Hubungan korelasi cukup kuat

> 0.70 Hubungan korelasi sangat kuat 4. Menghitung nilai korelasi silang tahun (korelasi antara anggaran tahun tertentu

dengan nilai IPM tahun berikutnya) untuk melihat apakah ada pengaruh signifikan pada keeratan hubungan/besarnya korelasi antara besaran anggaran atau persentase anggaran dengan tahun-tahun setelahnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Anggaran Jawa Barat

Besaran nilai anggaran belanja tiap daerah di Jawa Barat untuk setiap sektor anggaran pada tahun 2007-2011 jumlahnya beragam yaitu sekitar 300 miliar rupiah sampai dengan 2.5 triliun rupiah. Namun pada tahun 2011 Kota Sukabumi tercatat memiliki total anggaran hanya sebesar 167 miliar rupiah. Hal ini dikarenakan oleh tidak adanya anggaran untuk 3 sektor yaitu sektor perlindungan sosial, ketertiban dan ketentraman, serta pariwisata dan budaya. Selain itu 6 sektor lainnya pun jumlah anggarannya cukup kecil dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu sektor lingkungan hidup yang jumlahnya hanya 175 juta rupiah, sektor ekonomi sebesar 5 miliar rupiah, dan sektor pelayanan umum sebesar 4 miliar rupiah. Berbeda jauh dengan daerah lain yang memiliki nilai anggaran puluhan bahkan ratusan miliar untuk sektor-sektor tersebut.

Gambar 1 Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011

(16)

Secara umum rata-rata persentase anggaran belanja untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat dari tahun 2007-20011 yang paling tinggi adalah sektor pendidikan, kemudian diikuti oleh sektor kesehatan dan yang paling rendah adalah sektor ekonomi. Gambar 1 memperlihatkan pada tahun 2007 rata-rata persentase anggaran ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat adalah sebesar 6.67% dimana rata-rata persentase anggaran ekonomi yang paling tinggi dimiliki oleh Kabupaten Garut yaitu sebesar 13.04% dan rata-rata persentase anggaran yang paling rendah dimiliki oleh Kota Bekasi. Selanjutnya rata-rata persentase anggaran ekonomi Jawa Barat sampai tahun 2009 turun hingga 5.78% dimana rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Bogor yaitu sebesar 8.87% dan yang terendah dimiliki oleh Kota Bandung yaitu sebesar 3.46%. Pada tahun 2011 rata-rata persentase anggaran ekonomi turun menjadi 5.66% dimana yang tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Purwakarta yaitu sebesar 9.11% dan yang terendah dimiliki oleh Kota Sukabumi.

Gambar 2 Rata-rata persentase anggaran kesehatan pada tahun 2007-2011 Gambar 2 memperlihatkan pada tahun 2007 rata-rata persentase anggaran kesehatan kabupaten dan kota di Jawa Barat adalah sebesar 10.42% dimana rata-rata persentase anggaran yang paling tinggi dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 17.91% dan rata-rata persentase anggaran kesehatan yang paling rendah dimiliki oleh Kota Bogor. Selanjutnya rata-rata persentase anggaran kesehatan Jawa Barat cenderung naik hingga tahun 2011 mencapai 12.55% dengan rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 21.41% dan yang terendah dimiliki oleh Kota Bogor yaitu sebesar 5.18%.

Gambar 3 Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011

10.42 9.99 10.88 11.25

(17)

Diagram batang rata-rata persentase anggaran pendidikan yang diperlihatkan pada Gambar 3 untuk kabupaten dan kota di Jawa Barat cenderung meningkat dari tahun 2007-2011. Pada tahun 2010 rata-rata persentase anggaran pendidikan kabupaten dan kota di Jawa Barat turun menjadi 37.84% dimana rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Kuningan yaitu sebesar 53.17% dan rata-rata persentase anggaran yang terendah dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 30.29%. Pada tahun 2011 rata-rata persentase anggaran pendidikan kabupaten dan kota di Jawa Barat kembali meningkat menjadi 44.28% dimana rata-rata persentase anggaran tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya yaitu sebesar 58% dan rata-rata persentase anggaran yang terendah dimiliki oleh Kota Cirebon yaitu sebesar 27.45%.

Pada data anggaran tahun 2007, tidak terdapat data anggaran untuk Kabupaten Tasikmalaya. Selain itu, Kabupaten Bandung Barat yang baru diresmikan pada Juni 2007 baru memiliki data anggaran pada tahun 2008, sehingga untuk tahun 2007 hanya 15 kabupaten dan 9 kota yang menjadi amatan. Selebihnya untuk tahun 2008-2011, data anggaran lengkap untuk 17 kabupaten dan 9 kota di Jawa Barat.

Ekonomi

(18)

Kesehatan

Meskipun trendnya fluktuatif, Kota Cirebon dan Kota Sukabumi memiliki persentase anggaran kesehatan yang paling tinggi dari tahun 2007-2011 dibanding kabupaten dan kota lainnya. Dari diagram batang 1b pada Lampiran 1, pada tahun 2011 Kota Sukabumi tidak memiliki anggaran kesehatan dan hanya 5 sektor anggaran yang terisi dari 9 sektor yang ada yaitu ekonomi, pendidikan, perumahan, lingkungan hidup, dan pelayanan umum. Selain itu persentase anggaran pelayanan umum yang biasanya sebesar 20-30%, untuk Kota Sukabumi pada tahun 2011 hanya sebesar 2.46%. Kabupaten dan kota lain yang persentase anggaran kesehatannya selalu diatas 10% dari tahun 2007-2011 adalah Kabupaten Cirebon, Kota Tasik, Kota Cimahi, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Sukabumi, dan Kota Banjar. Kota Banjar juga memiliki trend persentase anggaran kesehatan yang terus naik dari tahun 2007-2011. Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung Barat meskipun memiliki persentase anggaran kesehatan yang terus naik hingga tahun 2011 akan tetapi besarnya selalu kurang dari 10%. Begitu juga dengan Kabupaten Purwakarta, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Depok yang besar anggaran kesehatan tahun 2007-2011 di bawah 10%. Pada tahun 2007, untuk Kabupaten Tasikmalaya tidak ada data anggaran kesehatan, akan tetapi pada tahun 2008-2011 persentase anggaran kesehatan Kabupaten Tasikmalaya tergolong paling kecil dibanding kabupaten dan kota lainnya yaitu di bawah 6%.

Pendidikan

(19)

Indeks Pembangunan Manusia

Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Dimensi kesehatan dapat diukur dari Angka Harapan Hidup yaitu rata-rata banyaknya tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang untuk hidup. Ada dua jenis data yang digunakan dalam menghitung Angka Harapan Hidup yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf adalah persentase usia penduduk 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya. Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun yang digunakan penduduk usia 15 tahun ke atas untuk menjalani pendidikan formal. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli (purchasing power parity) yaitu kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Menurut UNDP, secara teknis IPM dapat dirumuskan sebagai berikut (BPS 2012) :

Perhitungan indeks dari masing-masing indikator tersebut adalah : Indeks X(i) =

(20)

Berbeda dengan daerah kabupaten dimana masih ada kabupaten di Jawa Barat yang IPM nya di bawah 70 yaitu Kabupaten Indramayu yang memiliki IPM sebesar 66 pada tahun 2007.

Hubungan Anggaran dengan IPM

Diagram pencar pada Lampiran 3 menunjukkan bahwa persentase anggaran ekonomi kabupaten dan kota di Jawa Barat membentuk pola dimana daerah kabupaten (plot warna hitam) bergerombol di kiri bawah sedangkan daerah kota (plot warna merah) bergerombol di kiri atas dan membentuk pola tersendiri. Hal ini disebabkan oleh daerah kota memiliki IPM yang lebih tinggi dari daerah kabupaten namun persentase anggaran yang dimiliki tergolong rendah. Sebagai contoh, Gambar 4 memperlihatkan bentuk pola yang dihasilkan untuk hubungan anggaran ekonomi dengan IPM daerah kabupaten cenderung diagonal acak.

Gambar 4 Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan IPM tahun 2008

Gambar 5 Diagram pencar persentase anggaran kesehatan tahun 2008 dengan IPM tahun 2008

(21)

Setelah dihitung nilai koefisien korelasinya (Lampiran 5), hasil yang ditunjukkan adalah sebagian besar korelasi antara persentase anggaran dengan IPM nya bernilai negatif dan cukup kecil yaitu di bawah 0.5. Hal ini karena nilai kovarian yang dihasilkan pada perhitungan bernilai negatif serta nilai persentase anggaran yang sangat bervariasi. Nilai negatif tersebut dapat diartikan bahwa daerah yang nilai IPM nya tinggi memiliki persentase anggaran ekonomi/kesehatan/pendidikan yang kecil. Kemudian daerah kota dicoba dikeluarkan dari perhitungan karena perbedaan pola yang dibentuk pada diagram pencar sebelumnya dan dihitung kembali nilai koefisien korelasinya, terlihat bahwa korelasi antara persentase anggaran dengan nilai IPM masih bernilai negatif dan tidak cukup kuat (nilainya di bawah 0.5).

Gambar 6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM tahun 2008

Selanjutnya dicoba untuk tidak memakai persentase melainkan memakai nilai anggaran dalam satuan juta rupiah untuk melihat apakah korelasinya masih bernilai kecil atau tidak karena daerah yang persentase anggarannya kecil bisa jadi secara jumlah dalam juta rupiah ternyata nilainya besar. Diagram pencar yang dihasilkan dengan menggunakan nilai anggaran dalam jutaan rupiah yang diperlihatkan oleh Gambar 6 terlihat masih menghasilkan pola yang cenderung sama yaitu daerah kota bergerombol di daerah kiri atas dan daerah kabupaten bergerombol di daerah kiri bawah.

(22)

keduanya menunjukkan korelasi yang positif yang berarti semakin besar anggaran pendidikan akan meningkatkan nilai IPM daerah tersebut atau daerah yang memiliki IPM yang tinggi juga memiliki anggaran pendidikan yang tinggi. Akan tetapi hasil berbeda ditunjukkan oleh anggaran kesehatan dengan IPM untuk daerah kabupaten dimana ada korelasi yang bernilai negatif.

Kemudian hal yang sama dilakukan untuk menghitung korelasi persentase anggaran dengan komponen-komponen IPM. Pada Lampiran 7 terlihat besarnya nilai koefisien korelasi masih cukup kecil. Setelah dicoba menggunakan nilai besaran anggaran dalam rupiah (Lampiran 8) serta dilakukan pemisahan penghitungan antara kabupaten dan kota dimana diperoleh hasil untuk daerah kabupaten terlihat nilai korelasi antara anggaran ekonomi dengan PPP dan anggaran pendidikan dengan Indeks Pendidikan bernilai positif seluruhnya begitu juga untuk daerah kota yang juga menunjukkan hasil korelasi yang bernilai positif untuk ketiga sektor. Hubungan antara nilai anggaran dalam rupiah dengan komponen penyusun IPM daerah kota bisa dikatakan sudah cukup kuat, terlihat dari nilai koefisien korelasi yang mencapai 0.5. Namun untuk anggaran kesehatan dengan AHH pada daerah kabupaten ada yang bernilai negatif yang artinya ada daerah kabupaten yang IPM nya tinggi tetapi indeks kesehatannya rendah atau kecil.

Korelasi silang tahun digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh anggaran pada tahun tertentu terhadap IPM satu tahun hingga empat tahun setelahnya. Diharapkan nilai koefisien korelasi setiap sektor pada tahun 2007 bisa berpengaruh pada IPM hingga tahun 2011 dan diharapkan juga bisa terlihat pola apakah nilai korelasinya semakin tinggi seiring bertambahnya tahun. Pada Lampiran 5 sampai Lampiran 8 memperlihatkan ternyata tidak terdapat pola khusus atau trend pada nilai koefisien korelasi silang tahun. Hal ini karena besarnya anggaran dan juga besarnya persentase anggaran yang fluktuatif.

SIMPULAN

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Katalog Indeks Pembangunan Manusia 2007-2011. BPS, Jakarta.

Furqon. 2011. Statistika Terapan untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.

Huntsberger, D V. dan Billingsley, P. 1987. Elements of Statistical Inference. Allyn and Bacon. New York.

Kacaribu, R D. 2013. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhi di Propinsi Papua [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.

[Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri. 2006. Permendagri Nomor 13 [Internet]. www.hukum.unsrat.ac.id. [20 Januari 2014].

[Kemenkeu RI] Kementrian Keuangan RI. 2011. Data Keuangan Daerah [Internet]. www.djpk.depkeu.go.id [08 November 2013].

Kintamani, Ida. 2008. Analisis Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 14(072): 421-429.

Supangat, Andi. 2008. Statistika: Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Nonparametrik. Kencana. Jakarta.

(24)
(25)

1c.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

An

g

g

a

ra

n

(%

)

Daerah Pendidikan

(26)
(27)

Lampiran 3. Diagram Pencar Persentase Anggaran dengan IPM 3a. Ekonomi dengan IPM

Keterangan plot

(2008 – 2011)

(28)

3b. Kesehatan dengan IPM

Keterangan plot

(2008 – 2011)

Keterangan plot (2007)

Keterangan plot

(2008 – 2011)

(29)

3c. Pendidikan dengan IPM

Keterangan plot (2007)

Keterangan plot

(30)

Lampiran 4. Diagram Pencar Nilai Anggaran (Rupiah) dengan IPM 4a. Ekonomi dengan IPM

Keterangan plot

(2008 – 2011)

(31)

4b. Kesehatan dengan IPM

Keterangan plot

(2008 – 2011)

(32)

4c. Pendidikan dengan IPM

Keterangan plot

(2008 – 2011)

Keterangan plot (2007)

Keterangan plot

(2008 – 2011)

(33)

Lampiran 5. Tabel nilai korelasi Persentase Anggaran dengan IPM

(34)

Lampiran 6. Tabel nilai korelasi Anggaran (Rupiah) dengan IPM

(35)

Lampiran 7. Tabel nilai korelasi Persentase Anggaran dengan Komponen IPM

(36)
(37)

Lampiran 8. Tabel nilai korelasi Anggaran (Rupiah) dengan Komponen IPM

(38)
(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1989 dari pasangan Bapak Hasnul, S.H. dan Ibu Ekmawati, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri Sepanjang Jaya VIII Bekasi, kemudian melanjutkan studi di SMP Negeri 1 Bekasi hingga tahun 2004. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima IPB melalui jalur SPMB sebagai mahasiswa Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1 Rata-rata persentase anggaran ekonomi pada tahun 2007-2011
Gambar 3 Rata-rata persentase anggaran pendidikan pada tahun 2007-2011
Gambar 4 Diagram pencar persentase anggaran ekonomi tahun 2008 dengan
Gambar 6 Diagram pencar anggaran pendidikan tahun 2008 dengan IPM

Referensi

Dokumen terkait

Menjelaskan rancangan antar muka (interface) yang terdapat pada aplikasi elearning untuk sekolah menengah dan sederajat.. Rancangan Antar Muka

Dalam hal itu beberapa kali ada petentangan di daerah Raba (dekat kecamatan Menjalin), pada waktu itu pada hari jumat suci dengan mengadakan upacara adat dan panatang saya bilang

0. 'alam keadaan output regulator a, tiga-fasa minimum* memasukkan saklar &... Men,atat harga rata-rata dari tegangan output* arus beban* arus input dalam salah satu fasa*

(1) PHBS sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 agar digunakan sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di tatanan rumah

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini adalah sebagai berikut:.. 1) Pretest diberikan kepada kedua kelompok sebelum pembelajaran dilakukan, dengan tujuan

memberi bentuk terhadap sebuah objek. 2) Semiotika melihat berbagai bentuk teks sebagai unit yang otonom yang saling terhubung di dalamnya. Dimulai dengan ide atau

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dikatakan bahwa variabel prestasi kerja karyawan dapat dipengaruhi oleh dua prediktor yang terdiri dari variabel budaya organisasi

Padahal di dalam al-Qur’an, yang menjadi rujukan utama para fuqaha’ klasik, dengan jelas menyebutkan nusyuz yang dilakukan oleh pihak suami, beserta keterangan tentang