BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Semenjak reformasi, akuntansi keuangan pemerintah daerah di Indonesia
merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi
perhatian besar dari berbagai pihak. Menurut Pasal 1 Undang-undang (UU)
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dimaksud dengan
keuangan negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dapat
dijadikan milik negara terkait dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”.
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai “semua hak dan kewajiban yang dapat
dinilai dengan uang, juga segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang, yang
dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara
atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan
perundangan yang berlaku” (Halim 2007:23).
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, definisi otonomi daerah adalah “hak,
wewenang dan kewajiban dari daerah untuk mengurus dan mengatur sendiri
urusan pemerintah dan kepentingan dari masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan”. Keberhasilan dalam menerapkan otonomi daerah
di suatu daerah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan, pelayanan umum, dan
daya saing daerah itu sendiri, sehingga mampu memberikan transparansi dan
belanja. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu penerimaan daerah yang
mencerminkan suatu tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD dalam
suatu daerah maka akan menunjukkan bahwa pemerintah daerah itu sendiri
mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan akan semakin berkurangnya
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dalam
menjalankan otonomi daerah khususnya pada kabupaten/kota di Jawa Barat
dituntut untuk mampu meningkatkan PAD yang menjadi tolak ukur terpenting
bagi kemampuan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan
otonomi daerah yang baik dan sejahtera.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal
adalah “pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset”. Untuk menambah aset tetap,
pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja,
khususnya pada belanja modal dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah) yang didasarkan pada kebutuhan daerah demi kelancaran pelaksanaan
tugas pemerintah maupun fasilitas publik.
Belanja modal berasal dari PAD sebagai perwujudan pelaksanakan
otonomi daerah demi menciptakan kemandirian keuangan daerah itu sendiri.
Sehingga pemerintah daerah berusaha untuk mengelola keuangan daerahnya
bahwa kondisi keuangan daerah itu menjadi sehat dan baik. Jika memanfaatkan
pendapatan-pendapatan daerah yang telah diterima dan meminimalkan
pengeluaran atau belanja-belanja daerah, khususnya belanja modal yang telah
direalisasikan, maka efektivitas dan efesiensi akan memberikan kemandirian dan
kesejahteraan pada daerahnya sendiri.
Peneliti terdahulu Handoko (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh
pertumbuhan pendapatan asli daerah terhadap peningkatan belanja modal pada
pemerintah kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertumbuhan pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan
positif terhadap peningkatan belanja modal. Peneliti terdahulu Rangkuti (2009)
melakukan penelitian tentang pengaruh PAD terhadap belanja langsung di
pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung,
sedangkan secara parsial hanya lain-lain PAD yang sah berpengaruh positif
terhadap belanja langsung.
Peneliti terdahulu Adisti (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh
PAD, DAU, dan DAK terhadap belanja modal pada kabupaten/kota di provinsi
Sumatera Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD, DAU, dan DAK
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal.
Peneliti terdahulu Siregar (2015) melakukan penelitian tentang pengaruh PAD
terhadap belanja modal pada pemerintah daerah kabupaten/kota di provinsi
Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD secara simultan
hanya lain-lain PAD yang sah yang berpengaruh dan signifikan terhadap belanja
modal.
Bukti-bukti empiris berdasarkan penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap belanja modal. Namun
hasil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
ketidakkonsistenan. Berdasarkan fenomena dan ketidakkonsistenan hasil
penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
belanja modal yang merupakan modifikasi dari penelitian-penelitian sejenis yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara parsial maupun simultan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh secara parsial maupun simultan
terhadap belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan
wawasan tentang pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
belanja modal pada pemerintah kabupaten/kota di provinsi Jawa Barat
khususnya pada tahun 2010-2013.
2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
dan acuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta
memanfaatkan potensi daerah secara optimal di masa yang akan datang.
3. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan sumber informasi